Anda di halaman 1dari 15

IDENTIFIKASI PENYAKIT AKIBAT

KERJA DI AREA INDUSTRI TEKSTIL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Dosen Pengampu Sri Wahyuningsih, S.St., M.Keb.

Disusun Oleh:
Kelompok 3 (Industri)
Dila Agustin 202303101002
Adelia Farayunita 202303101010
Vony Indah Yani 202303101011
Amalia Agustin 202303101013
Dhita Wijayanti 202303101023
Lili Nur Azlina 202303101025
Shinta Dina Nuriyah 202303101035
Rehulina Israferli Ginting 202303101036
Siti Nurhidayah 202303101073
Nur Aini Khasanah 202303101077
Putri Ika Wahyuni 202303101082
Mochammad Ansori 202303101084
Risma Wiyanda 202303101103

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah Identifikasi Penyakit Akibat Kerja.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Dalam makalah ini membahas tentang Identifikasi Penyakit Akibat Kerja.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Sri Wahyuningsih, S.St., M.Keb selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
pelajari.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1

1.3 Tujuan................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1 Pengertian Industri.............................................................................................2

2.2 Penyakit atau Gangguan yang terjadi................................................................2

2.3 Pencegahan........................................................................................................8

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan........................................................................................................11

DATAR PUSTAKA...........................................................................................................12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Industri merupakan sektor yang menggunakan manusia sebagai pekerjanya. Hal ini
menimbulkan beberapa masalah bagi pekerja salah satunya pada system pendengaran. Gangguan
pendengaran pada pekerja adalah salah satu penyakit yang dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan kerja maupun diluarnya. Faktor ini diidentifikasi untuk menentukan tindakan
pencegahan ataupun penanggulangan kejadian gangguan pendengaran. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui faktor risiko gangguan pendengaran pada pekerja industri.

Industri merupakan sektor yang menggunakan manusia sebagai pekerjanya. Hal ini
menimbulkan beberapa masalah bagi pekerja salah satunya pada system pendengaran. Gangguan
pendengaran pada pekerja adalah salah satu penyakit yang dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan kerja maupun diluarnya. Faktor ini diidentifikasi untuk menentukan tindakan
pencegahan ataupun penanggulangan kejadian gangguan pendengaran.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan kecelakaan akibat kerja?

b. Apa saja penyakit yang ditimbulkan darikecelakaan akibat kerja

c. Bagaimana pencegahan kecelakaan yang ditimbulkan akibat kerja?

1.3 TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian kecelakaan akibat kerja.

b. Untuk mengetahui penyeakit apa saja yang ditimbulkan dari kecelakaan akibat kerja

c. Untuk mengetahui pencegahan kecelakaan yang ditimbulkan akibat kerja

1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI

Industri tekstil dan produk tekstil adalah industri yang menghasilkan berbagai
serat, benang, kain, pakaian jadi tekstil, pakaian jadi rajutan, barang jadi tekstil dan barang
jadi rajutan. Industri tersebut telah diberi kode KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha
Indonesia). Tabel 1 menunjukan industri serat, benang, kain, pakaian jadi rajutan, barang
jadi tekstil dan barang jadi rajutan memiliki kode KLUI dimulai dengan angka 17,
sedangkan industri pakaian jadi tekstil memiliki kode KLUI dimulai dengan angka 18.
Berdasarkan KLUI tersebut industri tekstil adalah industri dengan nomor KLUI 17 dan
industri produk tekstil adalah industri dengan nomor KLUI 18.

Pekerjaan pada sektor informal biasanya memiliki kondisi dan keadaan kerja tidak
layak, tingkat pendapatan rendah, pekerjaan yang lebih sulit dan berisiko tinggi, tingkat
keamanan serta perlindungan terhadap tenaga kerjanya pun rendah. Kurangnya
pengetahuan (health literacy) tentang metode kerja, lingkungan kerja yang memenuhi
standar kesehatan dan keamanan bekerja, menyebabkan faktor kesehatan dan keselamatan
kerja pada sektor informal ini terabaikan.

2.2 PENYAKIT ATAU GANGGUAN YANG TERJADI

Potensi bahaya di industri tekstil yang sering menimbulkan kerugian kesehatan


atau cidera (injury) adalah akibat menangani barang (manual handling) di tempat kerja,
misalnya mengangkat, memindahkan (menarik, mendorong, menurunkan dari tempat
lebih tinggi atau sebaliknya) barang yang berat. Dapat juga seorang operator menangani
barang sambil mengoperasikan mesin, misalnya dalam proses pemintalan, sehingga pada
saat bekerja badan operator terpaksa bolak baik bergerak dengan postur tubuh tidak pada
posisi yang benar. Penyakit akibat pekerjaan ini dikenal sebagai cidera otot
(musculoskeletal disorder), yang dirasakan sakit pada otot di bagian punggung, lengan
atau kaki. Cidera otot punggung bagian bawah dapat dicegah bila dalam menangani
barang secara manual dilakukan tanpa atau sesedikit mungkin membebani punggung.
Bahaya atau gangguan yang bisa ditimbulkan diantaranya:

2
1. Bahaya Fisik

a. Suhu

kelembaban dan suhu udara tinggi di area produksi tekstil mampu


mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Tekanan panas yang terjadi karena
lingkungan kerja yang memberikan beban energi panas terhadap tubuh yang akan
mempengar akan mempengaruhi kinerja dan produktif dan produktifitas kerja.
Pekerja diperusahaan tekstil dapat berpotensi mengalami heat stress akibat tekanan
panas terus pada bagian pada bagian ring spinning yaitu -+ 30,5 derajat Konsekuensi
> dehidrasi, dehidrasi yakni kondisi kondisi ketika tubuh kehilangan kehilangan
lebih banyak  banyak cairan daripada yang didapatkan sehingga tubuh tidak punya
cukup cairan untuk menjalankan fungsi normalnya.

b. Pencahayaan
pada beberapa tempat produksi khususnya gudang, pencahayaan merupakan
salah satu faktor penting dalam menunjang kenyamanan bagi tenaga kerja.
Pencahayaan yang kurang baik merupakan suatu kondisi yang tidak aman dan
mampu berujung pada kecelakaan yang dapat memberikan baik bagi pekerja
maupun perusahaan kecelakaan karena kurangnya kewaspadaan akibat pencahayaan
yang kurang baik, disamping itu, kecelakaan yang mungkin terjadi yakni akibat
visual fatigue yang dapat di alami oleh pekerja.

c. Kebisingan
kebisingan merupakan salah satu bahaya yang sering ditemui di sebagian
besar perusahaan industri. kebisingan yang ada pada perusahaan tekstile sendiri
yaitu pada mesin yang sedang beroperasi terutama pada proses carding adalah
87,54db/ 8 Jam dan ring spinning adalah 95,74db/ 8 jam Pada umumnya, bising
bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya
tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (10 mmHg),
peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki,
serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris

2. Bahaya Kimiawi:

3
a. Debu kanji yang digunakan pada saat proses sizing

b. Debu kapas yang merupakan bahan baku pada perusahaan tekstil

c. Thinner yang digunakan pada saat inspecting, sebagai upaya pengendalian

d. Kualitas Formaldwhyde yang digunakan untuk mengawetkan produk, sebagai anti ngengat
dan anti jamur pada proses finishing produk tekstil.

a. Bahan baku tekstil berupa serat kapas dan menggunakan kanji untuk meningkatkan kekuatan
benang pada saat di tenun sehingga dalam proses produksi yang dilakukan dilakukan
oleh industry industry tekstil akan selalu menghasilkan debu (organik) yang menjadi
salah satu masalah kesehatan tenaga kerja terutama kesehatan yang berhubungan dengan
fungsi paru. Debu yang dihasilkan oleh industry tekstil ini merupakan debu kapas
maupun debu kanji yang dapat mempengaruhi kerja fungsi paru. Debu industri adalah
salah satu penyebab penyakit paru akibat kerja. Debu ini salah satunya satunya adalah
debu kapas yang dihasilkan oleh industri tekstil dengan bahan baku kapas. Debu apabila
dihirup dihirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan gangguan fungsi paru yaitu
menurunnya nilai kapasitas vital Paksa paru. Pada stadium lanjut dapat menyebabkan
fibrosis paru sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya dalam menampung volume
udara. Tenaga kerja pada industri tekstil dalam proses produksinya terpapar oleh debu
kapas yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang disebut byssinosis. Macam
Penyakit Paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu kapas pada proses produksi
industry tekstil, berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja
meliputi Pneumokoniosis, Penyakit Penyakit paru dan saluran napas oleh debu logam
berat. Penyakit paru dan saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas , henep dan sisal
(Byssionis), asma akibat kerja, alveolitis alergika akibat debu organik, kanker paru atau
mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat pada
pekerjaan berisiko terkontaminasi.

 b. National Academy of science (NAS) 1981, telah meneliti meneliti bahwa gejala pertama
pemajanan formaldehid pada kadar konsentrasi 0,1-0.5 ppm yaitu pada mata, dan iritasi
umum pada saluran pernafasan atas. Bau spesifik formaldehid mulai tercium pada
konsentrasi 0,5 ppm. Gejala-gejala seperti asma bronchiale, bisa terjadi pada orang-orang

4
yang terpajan formaldehid pada konsentrasi 0,25 ppm. Reaksi masing-masing individu
berbeda terhadap pemajanan formaldehid, karena diantara  pemajanan formaldehid,
karena diantara populasi normal ada yang sensitif dan tidak. Efek yang timbul karena
pemajanan formaldehid adalah pekerja yang kontak langsung dengan maldehid akan
menyebabkan dermatitis alergi. Aormaldehid yang masuk ke tubuh melalui ingesti dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Aormaldehid yang masuk melalui inhalasi dapat
menyebabkan radang pernafasan akut, pneumonitis, dan asma bronchial. Formaldehid
juga berpotensi menyebabkan karsinogen pada long term exposure (WHO, 1989).

c. Dampak thinner pada Kesehatan yaitu Iritasi pada mata, sistem pernapasan, dan kulit.
Dampak menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dampak pada Lingkungan, thinner ini tidak
akan menyebabkan efek merugikan apapun pada lingkungan jika petunjuk penggunaan
diterapkan dengan benar. Cairan benar. Cairan yang mudah terbakar, sehingga harus
lebih di perhatikan dalam penggunaannya, serta dalam penyimpanannya.

3. Bahaya Biologis

a. Bakteri

Bahan mentah benang bahan mentah benang pada PT. Belta merlin dunia Textile
tidak menghasilkan bahan baku benang sendiri, sendiri, melainkan membeli dari pihak
lain. Bahan baku tersebut dapat mengandung bakteri bakteri yang tidak diketahui pada
saat pembuatan di pabriknya sebelumnya.

b. Jamur 

 pada badan pekerja saat proses produksi sizing, karena terdapat proses
pemasakan hingga mendidih sehingga memungkinan sehingga memungkinkan untuk para
nkan untuk para pekerja terpapar suhu ekstrim yang membuat pekerja berkeringat terus
menerus dan menimbulkan jamur pada tubuh pekerja.

4. Bahaya Ergonomi
Musculoskeletal Disorders menjadi salah satu jenis penyakit akibat kerja
terbanyak yang dialami oleh pekerja. Pada proses pekerjaan pembuatan furniture para

5
pekerja akan mengalami beberapa postur janggal seperti membungkuk, jongkok, gerakan
repetisi dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara
postur kerja tidak ergonomis dengan Musculoskeletal Disorders pada pekerja.

Proses kerja pada bagian tersebut berisiko menimbulkan MSDs karena postur
tubuh pekerja yang tidak menentu untuk menyesuaikan dengan peralatan dan objek yang
ada seperti membungkuk, menunduk, jongkok dan lain sebagainya.

Nyeri otot faktor ergonomi adalah sikap atau lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan posisi bagian–bagian tubuh bergerak secara tidak nyaman yang dapat
menyebabkan berbagai masalah dalam suatu pekerjaan, baik masalah kesehatan, maupun
masalah kecelakaan kerja. Karena itu, agar suatu pekerjaan tidak menimbulkan suatu
risiko yang berbahaya, perlu adanya penilaian terhadap ergonomi. Keluhan otot dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu keluhan sementara (reversible) merupakan keluhan

otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun keluhan tersebut akan
segera hilang apabila pembebanan atau pekerjaan diberhentikan dan keluhan menetap
(persistent), adalah keluhan otot yang memiliki sifat menetap, walaupun pembebanan
kerja telah dihentikan, namun rasa nyeri pada otot dapat terus berlanjut (Devi, Purba, &
Lestari, 2017).

Postur kerja yang tidak baik dapat menyebabkan pembebanan statis pada jaringan
lunak tertentu secara berkelanjutan sehingga berpotensi terjadi gangguan dan penurunan
kondisi otot, tulang dan sendi dan pada akhirnya dapat berdampak pada performansi kerja
dan produktivitas pekerja. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi
otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sehingga suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam
laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

5. Bahaya Psikologi
Suma’mur (2009) mengartikan kelelahan sebagai suatu mekanisme perlindungan
tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Kelelahan kerja dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan terjadinya
kelelahan kerja. Faktor-faktor penyebab terjadinya kelelahan adalah faktor psikologis,
6
intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan kerja, tanggung
jawab,kekhawatiran, konflik, kenyerian dan kondisi kesehatan, circadian rhythm, dan
nutrisi
Potensi bahaya psikologi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat,
minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan
klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, apa
hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.
Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stres akibat kerja.
Potensi hazards di lingkungan psikologi sangat mungkin terjadi pada usaha tekstil
karena jika pesanan sudah terlalu banyak dan pelanggan sudah berdatangan untuk
mengambil pesanannya dapat menjadi beban stress tersendiri bagi pengusaha. Selain itu
stress akibat gerakan yang berulang (membuat kain tenun) dan tingkat kesenjangan antara
pekerja dan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan.

2.3 PENCEGAHAN

1. Pencegahan dari bahaya secara fisik


a. Menggunakan alat pelindung diri untuk kebisingan. Contohnya: ear plug (sumbat
telinga), ear muff (tutup telinga),
b. Alat pelindung diri untuk radiasi

c. Tameng muka untuk melindungi mata dari radiasi elektro magnetic yang tidak
mengion (infamerah, ultraviolet).
d. Melakukan pengendalian pada sumber bahaya dengan melakukan eliminasi,
substitusi, engineering, administrasi.

2. Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya Pedoman Pelaksanaan H3:


a. Gudang tempat penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya harus dibuat sedemikian
rupa hingga aman dari pengaruh Alam dan Lingkungan sekitarnya :
o Memiliki system sirkulasi udara dan ventilasi yang cukup baik.
7
o Suhu di dalam ruangan dapat terjaga konstan dan aman setiap saat.

o Aman dari berbagai gangguan biologis (Tikus, Rayap dan lain lain).

b. Tata letak dan pengaturan penempatan bahan harus mempertimbangkan hal-hal


sebagai berikut:
o Pemisahan dan pengelompokan untuk menghindari adanya bahaya reaktivitas.

o Penyusunan agar tidak melebihi batas maksimum yang dianjurkan manufactur


untuk menghindari roboh (ambruk) hingga tidak mengakibatkan kerusakan
dan mudah pembongkaran serta kelihatan rapi.
o Lorong agar tetap terjaga dan tidak terhalang oleh benda apapun, jika perlu
buatkan garis pembatas lintasan alat angkat dan angkut. Khusus bahan dalam
wadah silinder/tabung gas bertekanan agar ditempatkan pada tempat yang
teduh, tidak lembab dan aman dari sumber panas seperti (listrik, api terbuka
dan lain-lain).
c. Program House Keeping harus dilaksanakan secara periodic dan
berkesinambungan yang meliputi: Kebersihan, Kerapihan dan Keselamatan.
d. Sarana K3 haruslah disiapkan dan digunakan sebagaimana mestinya.

e. Setiap pegawai yang tidak berkepentingan dilarang memasuki gudang


penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya dan setiap karyawan yang memasuki
gudang harus memakai APD yang disyaratkan.
f. Inspeksi K3 oleh pekerja gudang harus dilaksanakan secara teratur/ periodic yang
meliputi pemeriksaan seluruh kondisi lingkungan, bahan, peralatan dan system.
Segera amankan/laporkan jika menemukan kondisi tidak aman kepada atasan.
g. Pada setiap penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya harus dilengkapi dengan
LABELING (Label isi, safety, resiko bahaya) beserta uraian singkat Pencegahan,
Penanggulangan dan Petolongan Pertama.
h. Petugas gudang harus dilengkapi buku petunjuk/pedoman K3 yang berkaitan
dengan Penyimpanan BKB 9. Setiap Pekerja dilarang makan dan minum ditempat
penyimpanan Bahan Kimia Beracun.
i. Tindakan P3K harus dilakukan oleh yang berpengalaman. Segera hubungi
dokter/tim medis atau bawa korban ke Rumah Sakit untuk mendapatkan

8
perawatan lebih lanjut.

Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya

Petunjuk Pelaksanaan K3:

a. Sebelum menggunakan Bahan Kimia Berbahaya harus diketahui terlebih dahulu


informasi bahayanya baik dari segi Kebakaran, Kesehatan, Rekatifitas, Keracunan,
Korosif dan Peledakan serta cara cara pencegahan dan penanggulangannya.
b. Perencanaan dan penerapan K3 harus dilakukan dengan sebaik-baiknya pada setiap
pekerjaan penggunaan Bahan Kimia Berbahaya dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

o APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai dengan faktor resiko bahayanya,
APAR dan P3K harus disiapkan secukupnya dan digunakan sebagai mana
mestinya.
o Kondisi kerja, lingkungan sudah dinyatakan aman oleh pihak yang berwenang
(Safety). Peralatan kerja harus layak pakai. d. Methode kerja/cara pelaksanaan
kerja sudah aman dan efektif.
o Kelengkapan administrasi sudah dipersiapkan (perijinan angkut, perintah
kerja, daftar pekerja dan sebagainya).
c. Selama berlangsungnya kegiatan penggunaan Bahan Kimia Berbahaya hindari
tindakan yang tidak aman. Usahakan bekerja sesuai dengan SOP.
d. Bila pekerjaan tersebut belum selesai dan pelaksanaannya diatur secara shift maka,
setiap serah terima tugas dan tanggung jawab harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Situasi dan kondisi kerja menyeluruh harus dilaporkan dengan jelas terutama kondisi
kerja yang kurang aman dan perlu penanganan yang intensif.
e. Bila pekerjaan telah selesai, amankan dan bersihkan alat-alat kerja, lingkungan kerja,
wadah sisa-sisa bahan dan sebagainya agar segera dibersihkan sampai betul-betul
kondisi keseluruhan sudah aman.
f. Lakukan tindakan P3K dengan segera jika terjadi kecelakaan hubungi tim
medis/dokter untuk penanganan lebih lanjut.
9
3. Pencegahan Faktor Ergonomi meliputi:

o Menghindari posisi kerja yang janggal.

o Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja.

o Mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain
Tempat Kerja, dan peralatan kerja.
o Memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat Kerja, dan
peralatan kerja.
o Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat.

o Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik.

o Menggunakan alat bantu.

4. Pengendalian faktor psikologi bisa dilakukan melalui manajemen stress dengan:

o Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi Tenaga Kerja.

o Mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja.

o Mengadakan program konseling.

o Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai.

o Memberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan masukan dalam


proses pengambilan keputusan

10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri tekstil adalah salah satu tempat kerja dengan jenis potensi bahaya yang
sangat bervariasi. Jenis potensi bahaya di antaranya sangat bergantung pada tempat
pelaksanaan tugas (departemen) di suatu industri. Dampak potensi bahaya tersebut dapat
menimbulkan kerugian materi, misalnya kebakaran. Selain itu dapat pula menimbulkan
kerugian kesehatan. Dampak yang merugikan kesehatan dapat bersifat langsung, dari luka
ringan hingga kecelakaan yang berakibat fatal (kematian). Pencegahan kecelakaan hanya
bertumpu pada perintah dan pengendalian agar para karyawan taat pada peraturan
keselamatan yang berlaku di tempat kerja. Keselamatan kerja hanya dicapai dengan
mengendalikan tingkah laku (behavior) karyawan di tempat kerja untuk mencegah terjadiya
kegagalan pada sub sistem. Perilaku operator (karyawan) di tempat kerja yang tidak sesuai
dengan aturan keselamatan adalah tindakan tidak selamat

11
DAFTAR PUSTAKA

Amanatina, Z., & Susanto, N. (2020). PERBAIKAN PERILAKU KESELAMATAN KERJA


PADA INDUSTRI TEKSTIL BERBASIS EVALUASI BEBAN KERJA. Industrial
Engineering Online Journal, 9(3).

Sukapto, Paulus, and Harjoto Djojosubroto. "Penerapan Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk meningkatkan
kinerja industri tekstil: studi kasus pada industri tekstil di Bandung." Research Report-
Engineering Science 2 (2013).

Elfiza, Rona, and Dwi Marliyawati. "Hubungan antara lamanya paparan bising dengan gangguan
fisiologis dan pendengaran pada pekerja industri tekstil." DIPONEGORO MEDICAL
JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) 6.2 (2017): 1196-1207.

Riyardi, Agung, et al. "Analisis pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil di berbagai provinsi
di pulau jawa." (2015).

12

Anda mungkin juga menyukai