Anda di halaman 1dari 19

Dosen pengampu : Dr. H. R. Usman Rery, M.

Pd

TUGAS KELOMPOK
RADIOKIMIA
REAKSI FISI DAN FUSI NUKLIR

Disusun oleh:

Kelompok 8

Lela Lestari (1705110945)

Rahmania Yolanda (1705122549)

Titis Wulandari (1705114224)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

TAHUN 2019
BAB I

Deskripsi

Salah satu reaksi nuklir dengan penembak neutron dilakukan terhadap Uranium yang
terdapat di alam. Uranium alam terdiri atas tiga isotop, yaitu U-238 dengan kelimpahan
99,2%, U-235 dengan kelimpahan 0,7%, sedangkan selebihnya berupa U-236. Jika senyawa
Uranium ditembaki dengan neutron termal atau neutron lambat, maka U-238 menangkap
neutron menjadi U-239 yang kemudian meluruh menjadi Np-239 dan seterusnya.
Sedangkan U-235 mengalami reaksi yang lebih kompleks. Hanya sebagian kecil (kira-kira
15%) U-235 berubah menjadi U-236, sebagian besar mengalami reaksi fisi atau juga disebut
reaksi pembelahan.
Reaksi fisi nuklir atau sering disingkat reaksi fisi adalah reaksi pembelahan inti berat
menjadi dua buah inti lain yang lebih ringan. Karena energi ikat per nukleon inti yang lebih
ringan lebih besar dibandingkan energi ikat pernukleon inti yang berat, maka dalam reaksi
inti akan dibebaskan energi. Oleh karena itu, reaksi fisi digunakan oleh para ilmuwan untuk
membuat reaktor nuklir sebagai pemanfaatan energi yang dihasilkan dari reaksi fisi. Salah
satunya ialah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Walaupun dampak di bidang
energi yang dihasilkan dari pemanfaatan reaksi fisi cukup untuk memenuhi kebutuhan
pasokan energi listrik manusia, namun hal ini juga memiliki dampak negatif bagi
lingkungan sekitar, khususnya manusia. Konsekuensi yang timbul dari pemanfaatan energi
nuklir ialah konsekuensi radiologis adanya pelepasan zat radioaktif sebagai hasil belah
bahan bakar Uranium. Seperti yang terjadi pada kasus PLTN Chernobyl di Ukraina, yang
banyak memakan korban jiwa dan tercatat dalam sejarah dunia sebagai salah satu
kecelakaan industri terburuk sepanjang sejarah.
Berlawanan dengan reaksi fisi, reaksi fusi ialah penggabungan dua inti ringan
menjadi dua inti yang lebih berat. Matahari merupakan contoh nyata tempat terjadinya
reaksi fusi. Dimana reaksi fusi yang terjadi dalam inti matahari antara unsur Hidrogen dan
Helium yang menyebabkan panas berlebihan pada inti matahari yaitu sekitar 15 juta derajat
celcius. Walaupun energi reaksi fusi inti begitu hebat, namun belum ada reaktor fusi
konvensional yang dapat digunakan secara layak, karena masih adanya kesulitan teknis yang
masih belum terpecahkan. Masalah dasarnya ialah mencari cara untuk menahan inti-inti agar
tetap bersama dalam jangka waktu yang lama serta pada suhu yang cocok agar reaksi fusi
dapat terjadi. Akan tetapi mencari wadah untuk menampung keadaan materi ini sangatlah
sulit, apalagi reaksi fusi ini terjadi pada suhu diatas rata-rata. Sehingga sampai saat ini
reaktor nuklir dengan memanfaatkan reaksi fusi masih berada pada tahap perancangan,
walaupun reaktor Tokamak telah diluncurkan terlebih dahulu sebagai reaktor fusi pertama.

1.1 Tujuan Materi


1. Menjelaskan pengertian reaksi fisi nuklir.
2. Menjelaskan pengertian reaksi fusi nuklir.
3. Membedakan reaksi fisi dan reaksi fusi nuklir.
4. Mendeskripsikan komponen-komponen reaktor nuklir.
5. Menjelaskan dasar-dasar pengklasifikasian reaktor nuklir.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Reaksi Fisi Nuklir


Pada tahun 1920-an, fisikawan dan kimiawan menggunakan pemercepat partikel
untuk membom sampel dengan partikel berenergi tinggi untuk mengimbas reaksi nuklir.
Salah satu hasil pertama dari program ini ialah identifikasi neutron sebagai produk reaksi
9
partikel alfa dengan nuklida ringan seperti Be oleh James Chadwick (mahasiswa
Rutherford) pada tahun 1932.
4
He + 49Be → 10n + 12
2 6 C
(Oxtoby dalam Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid I, 2001:469– 470)

Penemuan neutron pada tahun 1932 memberikan alat yang sangat berharga pada
para ilmuwan untuk menghasilkan reaksi-reaksi nuklir. Neutron tidak bermuatan dan karena
itu bila mendekati suatu inti, tidak mengalami penolakan, walaupun inti mempunyai suatu
muatan positif. Akibatnya, neutron-neutron bernergi kinetik sangat rendah dengan mudah
dapat menembak inti dan menghasilkan reaksi-reaksi nuklir.
(Ratna dalam Kimia Inti, 1989: 48)

Segera setelah temuan Chadwick, sekelompok fisikawan di Roma dipimpin oleh


Enrico Fermi, mulai mengkaji interaksi neutron dengan inti dari berbagai unsur. Eksperimen
ini menghasilkan sejumlah spesies radioaktif, dan menjadi jelas bahwa penyerapan neutron
meningkatkan nisbah N:Z dalam inti target di atas garis kestabilan. Salah satu target yang
digunakan ialah Uranium, yaitu unsur yang diketahui secara alami paling berat. Beberapa
produk dihasilkan, tetapi tak satupun mempunyai sifat kimia unsur-unsur antara Z=86
(Radon) dan Z=92 (Uranium). Menurut para ilmuwan Italia pada tahun 1934 tersebut
terdapat beberapa unsur transuranium baru (Z > 92) yang dapat disintesis, dan penyelidikan
berlanjut setelah itu.
(Oxtoby dalam Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid I, 2001:469– 470)

Pada tahun 1939, kimiawan Otto Hahn dan Fritz Strassman, dengan mengikuti
pekerjaan yang dimulai oleh Enrico Ferni dan orang-orang yang bekerjasama dengan dia,
menembaki Uranium dengan neutron termal seperti itu. Dengan analisis kimia mereka
mendapatkan setelah penembakan tersebut, bahwa sejumlah elemen radioaktif baru
dihasilkan, dan diantara elemen-elemen radioaktif baru ini terdapat satu elemen yang sifat-
sifat kimia dari Barium. Pengujian berulang akhirnya meyakinkan kedua kimiawan yang
cakap ini bahwa elemen “baru” ini sama sekali bukanlah elemen baru; elemen itu benar-
benar adalah Barium. Bagaimana elemen bermassa menengah ini ( Z= 56) dapat dihasilkan
dengan menembaki Uranium ( Z = 92 ) dengan neutron?
Teka teki itu telah dipecahkan dalam beberapa minggu oleh fisikawan Lise Meitner
dan kemenakannya laki-laki seorang fisikawan yang bernama Otto Frisch. Mereka
memperlihatkan bahwa sebuah inti Uranium, setelah menyerap sebuah neutron, akan dapat
memisah, dengan melepaskan energi, menjadi dua bagian yang hampir sama massanya,
yang salah satu diantaranya mungkin saja Barium. Mereka menamakan proses ini sebagai
fisi inti (nuclear fission).
(Halliday dan Resnick dalam Fisika Modern Edisi Ketiga, 1999 : 178)

Fisi inti (nuclear fission) ialah proses dimana suatu inti berat (nomor massa > 200)
membelah diri membentuk inti-inti yang lebih kecil dengan massa menengah dan satu atau
lebih neutron. Karena inti berat kurang stabil dibandingkan produknya, proses ini
melepaskan banyak energi.
Reaksi fisi inti yang dikaji pertama kali ialah pembombardiran Uranium-235 dengan
neutron lambat, yang kecepatannya sebanding dengan kecepatan molekul udara pada suhu
kamar. Pada kondisi ini, Uranium-235 mengalami fisi. Sebenarnya, reaksi ini sangat rumit:
lebih dari 30 jenis unsur telah ditemukan dalam produk-produk fisi ini. Satu reaksi yang
dapat mewakili ialah :
235
U + 10n  90 143
92 38 Sr + 54 Xe + 3 10n
Meskipun banyak inti berat dapat diatur agar mengalami fisi, hanya fisi dari
Uranium-235 alami dan dari isotop buatan Plutonium-239 yang mempunyai arti praktis.
Tabel dibawah menunjukkan energi ikatan inti Uranium-235 dan produk fisinya.
Sebagaimana terlihat pada tabel, energi ikatan per nukleon pada Uranium-235 lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah energi ikatan untuk Strontium-90 dan Xenon-143. Dengan
begitu, ketika inti Uranium-235 membelah menjadi dua inti yang lebih kecil, ada energi
yang dilepaskan.
Gambar 1.1 : Tabel energi ikatan inti U235 dan produk fisinya
(Chang dalam Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, 2005: 270-271)

Pada zaman sekarang orang telah tahu bahwa fisi dapat dilakukan pada beberapa
nuklida, dan neutron, partikel-α, proton, deuteron, dan sinar-γ dapat menyebabkan fisi. Akan
tetapi secara praktis fisi yang paling penting adalah yang disebabkan oleh neutron. Suatu
reaksi fisi yang sering digunakan ialah :
235
U + 10n → 236
92 92 U* → X + Y
235 235 235
Inti U * yang terbentuk bila inti
92 U
92 menangkap neutron, tak mantap. Inti U*
92

ini segera pecah menjadi pecah menjadi dua pecahan berat X dan Y. Macam pecahan yang
terjadi tak dibatasi oleh kekekalan oleh nomor massa dan kekekalan muatan. Akibatnya,
kombinasi pecahan primer X dan Y tidaklah tertentu.
(Sutrisno dalam Fisika Dasar, 1989 : 158-159)

Suatu reaksi fisi membebaskan energi sekitar 200 MeV tiap-tiap fisi. Angka ini
sangat besar dibandingkan dengan energi yang dibebaskan suatu reaksi eksotermik yang
produk akhirnya hanya berupa satu partikel yang massanya hampir sama dengan inti sasaran
semula. Energi sebesar 200 MeV ini terdistribusi sebagai berikut :
(a) 170 MeV berupa energi kinetik fragmen-fragmen fisi,
(b) 5 MeV berupa energi kinetik gabungan neutron-neutron fisi,
(c) 15 MeV berupa energi sinar β- dan γ
(d) 10 MeV berupa energi neutrino yang dibebaskan dalam peluruhan β - dari fragmen-
fragmen fisi.
Dalam kebanyakan reaksi fisi, pembentukan inti majemuk dapat terjadi dengan neutron-
neutron termal yang berenergi E ≈ 0,04 eV. Dari uraian diatas, tampak bahwa neutron-
neutron termal energi kinetik cukup besar sekitar 2 MeV.
(Gautreau dan Savin dalam Teori dan Soal-Soal Fisika Modern, 1995 : 221)
2.2 Reaksi Fusi Nuklir
Ada dua jenis reaksi nuklir di mana jumlah besar tenaga dapat dibebaskan. Dalam
kedua-dua jenis massa diam produknya lebih kecil daripada massa diam permulaan. Fisi
Uranium telah diterangkan merupakan sebuah contoh dari salah satu jenisnya, yang satu lagi
melibatkan gabungan dari dua inti ringan untuk membentuk sebuah inti yang lebih rumit
lagi, tetapi massa diamnya lebih kecil daripada jumlah massa-massa diam inti
permulaannya.
(Sears dalam Fisika untuk Universitas 3, 1987:1172)

Sebagaimana tersirat dari namanya, reaksi Fusi (fusion) adalah suatu reaksi inti ketika
dua inti atau inti-inti yang relatif ringan (A < 20) bergabung membentuk suatu inti yang
lebih berat, dengan hasil pembebasan energi. Salah satu contoh reaksi fusi adalah
pembentukan sebuah deuteron dari sebuah proton dan sebuah neutron:
1
1 H + 10n → 21 H Q = 2,23 MeV
Reaksi fusi lainnya adalah pembentukan sebuah partikel α oleh fusi dua buah
deuteron:
2
1 H + 21 H → Q = 2,23 MeV
Meskipun energi-energi ini lebih kecil dari yang disebabkan dalam suatu reaksi fisi
khas (≈ 200 MeV), tetapi energi persatuan massanya lebih besar sebab massa partikel-
partikel yang terlibat lebih kecil.
(Gautreau dan Savin dalam Teori dan Soal-Soal Fisika Modern, 1995:221)

Pada tahun 1939 Hans Bethe (dan secara sendiri-sendiri, Carl Von Weizsacker)
mengusulkan pada bintang normal (urutan utama) terjadi reaksi berikut :
1
1 H + 11 H → 21 H + 01e +¿ ¿ + v
2
1 H + 11 H → 32 He + ᵞ
3
2 He + 32 He → 42H e + 2 11 H
Dalam reaksi pertama, dua proton dengan kecepatan tinggi berfusi membentuk
deuteron, dengan memancarkan satu positron dan satu neutrino yang membawa pergi
(sebagai energi kinetik) tambahan enargi sebesar 0,415 MeV. Pada reaksi kedua, deuteron
berenergi tinggi bergabung dengan proton berkecepatan tinggi membentuk inti Helium
dengan massa 3 dan sinar gamma. Reaksi ketiga melengkapi siklus dengan membentuk inti
Helium normal (42He ) dan meregenerasi dua proton. Ketiga reaksi tersebut bersifat
eksotermik, tetapi diperlukan sampai 1.25 MeV untuk mengatasi hambatan berupa tolakan
inti-inti yang bermuatan positif. Hasil keseluruhan dari siklus ini ialah konversi inti
Hidrogen menjadi inti Helium, dan prosesnya dinamakan pembakaran hidrogen.
(Oxtoby dalam Prinsip-Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid I , 2001:474)

Baik pada reaksi fisi maupun reaksi fusi dihasilkan nuklida-nuklida


yang memiliki energi pengikat inti rata-rata pernukleon yang lebih besar
dari pada inti pereaksi semula, maka kedua reaksi tersebut bersifat
eksotermik. Walaupun demikian, untuk berlangsungnya suatu reaksi fusi
diperlukan energi pengaktifan, terutama untuk mengatasi gaya tolak
menolak Coulomb antara kedua inti yang bergabung. Misalnya, agar
gaya tarik menarik nuklir dapat mengimbangi gaya tolak menolak
Coulomb antara dua proton, maka kedua proton tersebut harus berjarak
7F dengan penghalang potensial sekitar 0,2 MeV. Berdasarkan pada
distribusi Maxweel, proton akan memiliki energi kinetik rata-rata sebesar
penghalang potensial tersebut pada suhu 10 8 K. Karenanya reaksi
penggabungan inti hanya mungkin berlangsung pada suhu sangat tinggi,
sehingga reaksi tersebut juga disebut sebagai reaksi termonuklir. Pada
suhu tersebut, campuran pereaksi berupa fluida dari partikel-partikel
bermuatan yang disebut plasma, yang dapat diartikan pula sebagai
bentuk keempat dari wujud zat selain padat, cair, dan gas.
(Bunbun dalam kimia Inti, 2002:115)

Jumlah energi yang banyak juga dapat diperoleh melalui reaksi fusi
atau reaksi peleburan antara nuklida-nuklida ringan.

Gambar 1.2 : Tabel energi reaksi fusi


(Sumber : Ratna dalam Kimia Inti, 1989: 53)
Nuklida-nuklida yang berinteraksi dalam proses fusi bermuatan
positif, jadi akan tolak menolak. Nuklida-nuklida ini dapat dibuat
bertumbukan dengan kecepatan yang relatif cukup untuk mengatasi
penghalang Coulomb yang cenderung memisahkan nuklida-nuklida ini.
Ternyata bahwa hal ini dapat terjadi bila partikel-partikel yang
berinteraksi itu mempunyai energi kira-kira 0,1 MeV atau lebih. Oleh
karena energi yang dilepaskan dalam reaksi-reaksi fusi berkisar antara 3
MeV dan 18 MeV, pertambahan energi secara total dalam satu proses
fusi apapun dapat cukup banyak. Secara teori reaksi fusi atau reaksi
peleburan lebih menguntungkan dari pada reaksi fisi atau reaksi
pembelahan.
(Ratna dalam Kimia Inti, 1989:53)

Reaksi nuklir jenis fusi ini dapat terjadi pada matahari atau
bintang-bintang di angkasa dan ledakan bom Hidrogen. Perlu diketahui,
baik matahari maupun bintang mampu memancarkan energi terus-
menerus karena di dalam matahari dan bintang tersebut terjadi reaksi
fusi berupa penggabungan inti-inti atom Hidrogen disertai dengan
pelepasan energi yang luar biasa besarnya. Reaksi fusi merupakan satu-
satunya energi bagi matahari dan bintang-bintang.
(Akhadi dalam Pengantar Teknologi Nuklir, 1997: 37-38)

2.3 Reaktor Nuklir

Reaksi nuklir, terutama reaksi fisi dan fusi menghasilkan energi yang besar dan akan
sangat bermanfaat bila energi tersebut dapat digunakan untuk keperluan hidup manusia
sehari-hari. Sejak awal abad 19 para ilmuwan telah bekerja keras untuk memanfaatkan
energi nuklir, yaitu energi yang berasal dari inti atom atau nuklir, dalam sebuah reaktor.
Reaktor fusi masih belum dapat diwujudkan secara komersial karena beberapa kendala
teknis dalam menjaga kontinuitas dan stabilitas reaksi fusi.
Sementara itu, reaktor fisi telah berkembang lebih dahulu dan sampai pada tahap
operasi komersial. Beberapa negara sudah bergantung penuh pada reaktor fisi untuk
memenuhi kebutuhan listriknya. Perkembangan teknologi reaktor fisi maju cukup pesat, dan
bahkan telah menjadi komoditas strategis. Sayangnya perkembangan teknologi reaktor fisi
selanjutnya sedikit terhambat karena adanya campur tangan politisi yang bermaksud
memanfaatkan nilai-nilai strategisnya dalam kancah perpolitikan.
(Zubaidah dalam Buku Pintar Nuklir, 2016: 78)

Reaktor nuklir pertama kali dibangun oleh Enrico Fermi pada tahun 1942 di
Universitas Chicago. Hingga saat ini telah ada berbagai jenis dan ukuran reaktor
nuklir. Semua reaktor atom tersebut memiliki lima komponen dasar yang sama,
yaitu: elemen bahan bakar, moderator neutron, batang kendali, pendingin dan perisai
beton.
(Choirul dalam Buku Ajar Mata Kuliah Fisika Nuklir, 2007: 88 )

1. Komponen Reaktor Nuklir

Gambar 1.3 : Skema Dasar Reaktor

1) Elemen Bahan Bakar


Elemen bahan bakar ini berbentuk batang-batang tipis dengan diameter kira-kira 1
cm. Dalam suatu reaktor daya besar, ada ribuan elemen bahan bakar yang diletakkan
saling berdekatan. Seluruh elemen bahan bakar dan daerah sekitarnya dinamakan teras
reaktor.
Umumnya bahan bakar reaktor adalah Uranium-235. Oleh karena isotop ini hanya
kira-kira 0,7% terdapat dalam Uranium alam, maka diperlukan proses khusus untuk
memperkaya (menaikkan persentase) isotop ini. Kebanyakan reaktor atom komersial
menggunakan Uranium-235 yang telah diperkaya sekitar 3%.

2) Moderator Neutron
Neutron yang membelah inti adalah neutron lambat yang memiliki energi sekitar
0,04 eV (atau lebih kecil), sedangkan neutron-neutron yang dilepaskan selama proses
pembelahan inti (fisi) memiliki energi sekitar 2 MeV. Oleh karena itu, sebuah reaktor
atom harus memiliki material yang dapat mengurangi kelajuan neutron-neutron yang
energinya sangat besar sehingga neutron-neutron ini dapat dengan mudah membelah inti.
Material yang memperlambat kelajuan neutron dinamakan moderator.
Moderator yang umum digunakan adalah air. Ketika neutron berenergi tinggi
keluar dari sebuah elemen bahan bakar, neutron tersebut memasuki air di sekitarnya dan
bertumbukan dengan molekul-molekul air. Neutron cepat akan kehilangan sebagian
enrginya selama menumbuk molekul air (moderator) terutama dengan atom-atom
hidrogen, sebagai hasilnya neutron tersebut diperlambat.
(Choirul dalam Buku Ajar Mata Kuliah Fisika Nuklir, 2007: 88-89 )

3) Batang Kendali
Batang kendali berfungsi mengendalikan daya reaktor. Batang kendali terbuat dari
bahan-bahan penyerap neutron, seperti boron dan kadmium.

4) Pendingin
Energi yang dihasilkan oleh reaksi fisi meningkatkan suhu reaktor. Suhu ini
dipindahkan dari reaktor dengan menggunakan bahan pendingin, misalnya air atau karbon
dioksida.
5) Perisai Beton
Inti-inti atom hasil pembelahan dapat menghasilkan radiasi. Agar keamanan orang
yang bekerja disekitar reaktor terjamin, maka umumnya reaktor dikungkungi oleh perisai
beton.
(Dista dalam Transmisi, 2010: 8)

2. Reaktor Fusi
Dikemukakan bahwa, reaksi fusi yang sifatnya tak terkendali sudah dapat
diupayakan oleh manusia dalam bentuk ledakan bom Hidrogen. Agar reaksi fusi tersebut
dapat berlangsung secara aman dan panas yang dilepaskannya dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia berusaha untuk
mendapatkan jenis reaksi fusi yang terkendali. Reaksi fusi jenis ini dapat diusahakan dalam
sebuah reaktor fusi. Jadi dalam hal ini, reaktor fusi hanyalah suatu tempat dimana reaksi fusi
terkendali dapat dilangsungkan.
Sampai saat ini kegiatan penelitian dalam rangka pengembangan jenis reaktor fusi
masih terus dilakukan. Beberapa negara telah berhasil membuat prototip rancangan reaktor
fusi dan telah diuji coba penggunaannya. Namun, penggunaan untuk tujuan komersial masih
belum bisa dilakukan, mengingat masih ada beberapa hambatan teknis yang hingga saat ini
belum berhasil diatasi oleh manusia. Menurut perkiraan, reaktor nuklir jenis ini baru akan
beroperasi secara komersial untuk pertama kalinya pada tahun 2050 mendatang.
(Mukhlis dalam Pengantar Teknologi Nuklir, 1997: 103)

a. Reaktor Tokamak
Reaktor fusi pertama kali diwujudkan di Uni Soviet pada tahun 1950. Reaktor fusi
ini dinamai reaktor Tokamak singkatan dari Toroidal’naya kamera s magnitnymi
katushkami yang artinya lebih kurang ruang toroidal dengan koil magnetik. Reaktor fusi
Tokamak ditemukan pada tahun 1950 oleh ilmuwan Soviet Igor Yevgenyevich Tamm
dan Andrei Sakharov. Penemuan mereka didasari oleh ide dari Oleg Lavrentyev. Baru
pada tahun 1968 reaktor ini dinyatakan berhasil mendemonstrasikan terjadinya reaksi
fusi di dalamnya.
Reaktor Tokamak bekerja berdasarkan reaksi fusi antara deuterium dan tritium
(reaksi D-T) yang menghasilkan helium, neutron dan energi. Temperatur reaksi fusi
dapat mencapai 100 juta derajat celcius. Karena tingginya temperatur reaksi fusi, maka
hingga sampai saat ini belum ada material yang bisa dijadikan sebagai bejana untuk
menampung reaksi fusi. Oleh karena itu, dalam Tokamak digunakan medan magnet
untuk menyangga plasma campuran bahan bakar deuterium dan tritium yang berfusi.
Bahan bakar dari reaktor Tokamak adalah deuterium dan tritium. Deuterium adalah
bahan yang ada dalam air laut dengan jumlah yang melimpah, tetapi tritium tidak
terdapat di alam. Tritium harus dibuat di dalam reaktor fusi dari bahan lithium yang ada
di alam. Secara lengkap reaksi nuklir yang ada di dalam reaktor Tokamak adalah sebagai
berikut.
1
0 n + 63 Li → 42H e ( 2,05 MeV ) + 31 H (2,75 M eV )
2
1 H + 31 H → 42 H e ( 3,5 MeV )+ 10n (14,1 MeV )
Reaksi nuklir pertama menunjukkan bahwa tritium (31 H ) dibuat dari lithium (63 Li)

yang dibombardir dengan neutron (10n ). Selanjutnya, tritium (31 H ) yang diperoleh
direaksikan dengan deuterium (21 H ) untuk berfusi menjadi helium (42H e) dan
menghasilkan neutron dengan energi kinetik neutron 14,1 MeV. Energi neutron ini dapat
diubah menjadi energi panas untuk membangkitkan uap, dan kemudian uapnya dipakai
untuk memutar generator turbin untuk menghasilkan energi listrik.
(Zubaidah dalam Buku Pintar Nuklir, 2016: 78-79)

3. Reaktor Fisi
a. Reaktor Air Ringan
Saat ini, reaktor nuklir menyediakan sekitar 20 persen energi listrik di Amerika
Serikat. Jumlah ini memang kecil, tetapi cukup berkontribusi pada produksi energi di negara
ini. Sebagian besar reaktor nuklir di Amerika Serikat adalah reaktor air ringan (light water
reactor). Reaktor air ringan menggunakan air ringan (H 2O) sebagai moderator. Moderator
merupakan zat yang dapat mengurangi energi kinetik neutron. Dinamakan reaktor air ringan
karena 11 H adalah isotop yang paling ringan dari unsur hidrogen.
Bahan bakar nuklir terdiri atas uranium, biasanya dalam bentuk oksidanya U3O8.
Uranium alami mengandung sekitar 0,7 persen isotop uranium-235. Konsentrasi yang terlalu
rendah untuk mempertahankan reaksi rantai skala-kecil. Supaya reaktor air ringan bekerja
secara efektif, uranium-235 harus diperkaya sampai konsentrasinya mencapai 3 atau 4
persen. Pada dasarnya, perbedaan utama antara bom atom dan reaktor nuklir adalah reaksi
rantai yang berlangsung dalam reaktor nuklir tetap terkendali setiap saat. Faktor pembatas
laju reaksinya ialah banyaknya neutron yang ada. Hal ini dapat dikendalikan dengan
menurunkan jumlah batang kadmium atau boron diantara unsur-unsur bahan bakar. Batang-
batang ini menangkap neutron sesuai dengan persamaan:
113
48 Cd+ 10n → 114
48Cd +γ

10 1 7 4
B+ 5¿ 0n→ 3 Li+ 2α ¿
Tanpa batang pengendali, teras reaktor akan meleleh akibat kalor yang timbul dan
melepaskan bahan radioaktif ke lingkungan.
(Chang dalam Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, 2005: 272-273)

b. Reaktor Daya
Reaktor ini dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor daya hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari
reaksi nuklir, sedangkan kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang (diserap
menggunakan bahan moderator). Karena memanfaatkan panas hasil fisi maka reaktor daya
dirancang berdaya tinggi dari orde ratusan hingga ribuan Mega Watt (MW).

c. Reaktor Pembiak
Reaktor jenis ini dirancang untuk memproduksi energi listrik. Bedanya dengan
reaktor daya adalah bahwa reaktor pembiak disamping memproduksi energi listrik juga
memproduksi bahan bakar nuklir baru. Pada reaktor pembiak, baik panas maupun kelebihan
neutronnya akan dimanfaatkan semuanya. Panas yang timbul dimanfaatkan untuk
memproduksi energi listrik melalui PLTN, sedangkan kelebihan neutronnya dipakai untuk
menembaki bahan fertil (bahan subur) U-238 atau Th-232 sehingga diproduksi bahan bakar
fisi baru berupa Pu-239 atau U-233.
Diketahui bahwa, dalam batuan Uranium terdapat U-235 dengan persentase sangat
kecil (0,715%) dan U-238 dengan persentase sangat besar (99,285%). Hanya U-235 yang
melakukan reaksi fisi di dalam teras reaktor, sedangkan U-238 akan tertembaki neutron
hasil fisi, sehingga berubah menjadi Pu-239. Proses produksi Pu-239 dalam reaktor pembiak
cepat dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Neutron yang dilepaskan dari pembakaran U-235 menembaki target U-238
sehingga bahan ini berubah menjadi isotop U-239.
2. U-239 dengan waktu paro 23,5 menit akan meluruh menjadi Np-239 disertai
dengan pemancaran elektron.
3. Np-239 dengan waktu paro 2,3 hari ini ternyata juga bersifat tidak stabil,
sehingga meluruh menjadi Pu-239 disertai pemancaran elektron.
(Mukhlis dalam Pengantar Teknologi Nuklir, 1997: 87-88)
Soal dan Jawaban

1. Hitunglah energi yang dibebaskan dalam peristiwa fisi 1,00 kg U 235, dengan energi
disintegrasi Q per kejadian sebesar 208 MeV.
Penyelesaian:
Pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu banyaknya inti dalam 1,00 kg
Uranium. Oleh karena untuk Uranium A=235, dapat kita ketahui bahwa massa
molekul dari isotop tersebut adalah 235 g/mol. Oleh karena itu, jumlah inti dalam
sampel adalah
6,02 x 1023 inti /mol
N=( ) (1,00 x 103 g)
235 g /mol
= 2,56 x 1024 inti
Dengan demikian, energi disintegrasinya adalah
E = NQ = (2,56 x 1024 inti) ( 208 MeV/nukleus)
= 5,32 x 1026 MeV
Kita ubah energi inti kedalam kWh :
1,60 x 10−13 J 1 kWh
E = (5,32 x 1026 MeV) ( ) ( )
MeV 3,60 x 106 J
= 2,36 x 107 kWh
Jadi, energi yang dibebaskan dalam peristiwa ini yaitu sebesar 2,36 x 107 kWh.

2. Tentukanlah partikel yang tidak diketahui dalam reaksi-reaksi inti berikut: (a)188O(d, p)X

; (b) X(p, α)87 122 124


39 Y ; (c) 52Te (X, d) 53 I .
Penyelesaian :
(a) Dalam proses 188O(d, p)X, satu neutron ditambahkan ke 188O untuk membentuk X,

yaitu 198O.
(b) Dalam proses X(p, α)87
39 Y , satu proton dan dua neutron dikeluarkan dari X untuk

membentuk 87 90
39 Y , sehingga X adalah 40 Zr .

(c) Dalam proses 122 124 2 124 122


52Te (X, d) 53 I , satu deuteron (H ¿ 1¿ dan 53 I terbentuk dari 52Te

dan X. Oleh karena itu, X harus memiliki dua proton dan total empat nukleon,
dan X adalah ¿.

3. Dalam proses fisi sebuah inti 235


92U lewat penyerapan neutron membebaskan energi yang

dapat dimanfaatkan sekitar 185 MeV. Jika 235


92U dalam sebuah reaktor secara terus

menerus membangkitkan daya sebesar 100 MW, berapakah waktu yang diperlukan
untuk menghabiskan 1 Kg Uranium ?
Penyelesaian :
Laju fisi yang berkaitan dengan keluaran daya yang diberikan ini adalah
J 10−6 MeV 1 fisi fisi
(108 )( −19 )(
¿=¿ 3,38 × 1018
det 1,6× 10 J 185 MeV det
Satu kilogram 235U mengandung:
1 Kg inti
( ¿(6,023 × 1026 ) = 2,56 ×1024 inti
235 kg/mol Kmol
Dengan demikian ia akan terpakai habis dalam waktu
2,56 ×1024 5
t= 18 −1 = 7,58 ×10 = 8,78 hari
3,38× 10 det

4. Berapakah besar energi yang dibebaskan jika dua inti deuterium bergabung membentuk
sebuah partikel α ?
Penyelesaian:
Reaksinya adalah
2
H + 21 H 4
1 2 He
Kekekalan energi massa memberikan
2 MHc 2 = MHec 2+ Q
Q = ( 2MH - MHe )c2
= (2 × 2,014102 u – 4,002603 u) (931,5 MeV/u) = 23,80 MeV
Energi yang dibebaskan setelah berlangsung proses fusi sebesar 23,8 MeV

5. Bagaimana cara kerja dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?


Jawaban:

Cara kerja PLTN hampir mirip dengan cara kerja pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) berbahan bakar fosil lainnya. Jika PLTU menggunakan boiler untuk
menghasilkan energi panasnya, PLTN menggantinya dengan menggunakan reaktor
nuklir. Pada PLTN, di dalam reaktor terjadi reaksi fisi bahan bakar uranium sehingga
menghasilkan energi panas, kemudian air di dalam reaktor dididihkan, energi kinetik
uap air yang didapat digunakan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan listrik
untuk diteruskan ke jaringan transmisi.
DAFTAR PUSTAKA

Bunbun Bundjali, 2002, Kimia Inti, Institut Teknologi Bandung, Bandung .

Chang, Raymond, 2005, Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2, Erlangga,
Jakarta.
Choirul Anam, Much. Azam, dan K. Sofjan Firdausi, 2007, Buku Ajar Mata Kuliah: Fisika
Nuklir, Universitas Diponegoro, Semarang.

Dista Yoel Tadeus, Budi Setiyono, dan Iwan Setiawan, 2010, “Simulasi Kendali Daya
Reaktor Nuklir dengan Teknik Kontrol Optimal”, Jurnal Transmisi, 12(1), hlm. 8-13.

Gautreau, Ronald dan Savin, William, 1995, Teori dan Soal-Soal Fisika Modern, Erlangga,
Jakarta.

Halliday, David dan Resnick, Robert, 1999, Fisika Modern, Erlangga, Jakarta.

Mukhlis Akhadi, 1997, Pengantar Teknologi Nuklir, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Oxtoby, dkk., 2001, Prinsip-Prinsip Kimia Modern Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Ratna Wilis Dahar, 1989, Kimia Inti, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta.
Sears, Francis Wiston dan W. Zemansky, Mark, 1987, Fisika Untuk Universitas 3, Bina

Cipta, Bandung.

Sutrisno, 1989, Fisika Dasar, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Zubaidah Alatas, dkk., 2016, Buku Pintar Nuklir, BATAN, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai