Anda di halaman 1dari 36

REVIEW JURNAL FARMAKOLOGI

STUDI KASUS PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA

PASIEN PPOK DI RUMAH SAKIT TINGKAT II

PUTRI HIJAU MEDAN TAHUN 2017

DOSEN PENGAMPU :

Jena Hayu Widyasti, S.Farm.,M.Farm., Apt

TEORI 2(B)

1. Erlinda Widya Hastuti (21181341B)


2. Sherly Margareta (21181342B)
3. Bening Ega Berliana (21181343B)
4. Natasha Salsabella (21181344B)
5. Olivia Riyan Setiowati (21181352B)

D3 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2019

STUDI KASUS PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA

PASIEN PPOK DI RUMAH SAKIT TINGKAT II


PUTRI HIJAU MEDAN TAHUN 2017

Abstrak

Latar belakang. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronis yang
ditandai dengan batuk produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran nafas sekalipun
penyakit ini bersifat kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik
maupun asma. Salah satu tanda dan gejala yang sering terjadi pasien Penyakit Paru Obstruksi
Kronis adalah terjadinya penurunan berat badan. Desain penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan 2 pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau
Medan. Adapun hasil yang didapatkan dari kedua responden pasien Penyakit Paru Obstruksi
Kronis yaitu pemenuhan kebutuhan nutrisi kedua pasien terpenuhi namun wakt nya yang
berbeda dimana pasien I dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi di hari ke 2
perawatan, sedangkan pasien II pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi pada hari ke 3,
hal ini dikarenakan perbedaan usia dari kedua responden. Dari hasil diatas peneliti
menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis
memiliki perbedaan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dikarenakan adanya perbedaan usia.
Adapun saran dari hasil diatas terutama kepada responden untuk selalu memperhatikan
program pola pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paruparu yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi (Padila, 2012). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Prevalensi PPOK berdasarkan
wawancara di Indonesia adalah 3,7 persen. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan (Riskesdas, 2013).Menurut data Riskesdas 2013 menunjukkan
bahwa di Sumatera Utara jumlah penderita PPOK mencapai 3,6 persen yang cenderung
dialami oleh masyarakat dengan pendidikan rendah.Dari sudut pandang epidemiologi, laki-
laki lebih beresiko terkena PPOK dibandingkan wanita karena kebiasaan merokok. Gambaran
khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas yang sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan, hingga berat, sehingga menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas
sehari-hari penderita yang bergantung pada beratnya sesak, semakin berat derajat sesak
napas, maka semakin sulit penderita melakukan aktivitas (Zamzam, 2012).
Kualitas hidup dapat sangat terganggu pada pasien PPOK dengan semakin meningkatnya
derajat penyakit yang dideritanya. Penelitian tersebut mendapatkan hasil penelitian yang
menunjukkan pasien dengan PPOK derajat ringan dan sedang memiliki kualitas hidup yang
baik, sedangkan pasien dengan dejarat PPOK berat dan sangat berat memiliki kualitas hidup
yang buruk (Zamzam, 2012).

Menurut hasil penelitian Abdul Ghofar tahun 2014, menyimpulkan hasil penelitian bahwa ada
perbandingan yang signifikan antara orang yang merokok dengan yang tidak merokok.
Semakin tinggi tingkat merokok seseorang maka semakin tinggi pula seseorang tersebut
terkena PPOK dari pada yang tidak merokok. Adapula hasil penelitian lain Dani tahun 2012
menyimpulkan bahwa karateristik penderita PPOK tahun 2012 lebih banyak pada usia 61-70
tahun, laki-laki dengan adanya riwayat merokok, dan paling sering datang dengan keluhan
sesak napas. Hasil penelitian Fajrin (2015) tentang status nutrisi pada pasien PPOK bahwa
30,2% penderita PPOK memiliki status gizi yang buruk. Hal ini dapat terjadi karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia menyebabkan hipermetabolisme, sehingga sering mengalami penurunan berat
badan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Chhabra, 2012) menunjukkan bahwa merokok
pada pasien dengan PPOK menunjukkan penurunan berat badan setelah disesuaikan menurut
gender, status ekonomi di populasi India.

Menurut penelitian Suryadinata (2017) menunjukkan bahwa dari 55 perokok aktif sebanyak
31 orang masuk ke dalam kategori IMT underweight (<18,5) sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar perokok aktif kekurangan asupan nutrisi. Hermi, (2012) menunjukkan
bahwa jumlah karbohidrat pada diet TKTP I 400 gram, protein 100 gram, lemak 72,7 gram,
kalori 2500 kkal dan untuk diet TKTP II jumlah karbohidrat 415 gram, protein 120 gram,
lemak 100 gram, dan kalori 3000 kkal

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan studi kasus pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada pasien PPOK dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang dilakukan peneliti. Subyek penelitian yang digunakana adalah 2 pasien dengan 1 kasus
dengan masalah keperawatan yang sama. Studi kasus berjudul Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Pada Pasien PPOK dengan kriteria inklusi: bersedia menjadi subjek penelitian, pasien PPOK,
Usia (40 Tahun ke atas), dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Kriteria eksklusi: pasien
menolak penelitian, memiliki komplikasi yaitu insufisiensi pernapasan, gagal napas,
pneumonia, atelektasis, pneumothoraks. Fokus studi dalam penelitian ini yaitu pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada pasien PPOK dengan dua pasien dalam kasus yang sama. Laporan ini
penulis membatasi pada Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Sistem
Pernapasan PPOK di Rumah Sakit Putri Hijau TK II Medan lama sejak pasien pertama kali
masuk rumah sakit sampai pulang dan atau yang dirawat minimal 4 hari. Penelitian akan
dilakukan pada bulan Mei 2017 dengan Juli 2017. Alat atau instrument pengumpulan data
dalam wawancara menggunakan format pengkajian asuhan keperawatan medikal bedah
sedangkan dalam observasi menggunakan alat-alat seperti tensimeter, stetoskop, dan
timbangan. Metode Pengumpulan data dalam karya tulis studi kasus ini adalah dengan
menggunakan instrument Biofisiologis, Observasi, Wawancara, Kuesioner, dan Skala
penilaian.

Hasil
HASIL

Gambaran Umum Rumah Sakit

Rumkit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB beralamat di Jl. Putri Hijau No. 17 Kel. Kesawan
Kecamatan Medan Barat Kodya Medan Sumatera Utara.

Struktur Organisasi Rumkit Tk II Putri Hijau

Struktur organisasi Rumkit Tk II Putri Hijau berdasarkan pada Peraturan Kepala Staf

TNI Angkatan Darat Nomor Perkasad/25/XII/2007 tanggal 31 Desember

2007 tentang Organisasi dan Tugas Kesehatan Daerah Militer (Kesdam

a) Rawat jalan/poliklinik,
Rawat Inap) termasuk Rumah Sakit Tk II Putri Hijau.

Jenis Pelayanan

Dalam operasionalnya Rumkit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB memiliki fasilitas


pelayanan:

b)
c) Sarana Penunjang

Hasil

Pengkajian

a. Identitas dan Hasil Anamnesa


Pengkajian

a. Identitas dan hasil anamnesa

Tabel 4.1. identitas pasien dan hasil anamnesa

No Identitas Pasien I Pasien II

pasien

1 Diagnosa PPOK PPOK

Medis

2 Nama Tn.S Tn.L

3 Umur 56 tahun 90 tahun

4 Jenis Laki-laki Laki-laki

kelamin

5 Pendidikan SMA SMP

6 Pekerjaan Pensiunan TNI wirausah

7 Status Kawin Kawin

8 Agama Islam Protestan

9 Suku/ Jawa/ Indonesia Batak/In

bangsa donesia

10 Bahasa Indonesia Indonesi

11 Alamat Pematang siantar Sei

bingai

12 Ditanggung BPJS BPJS

oleh

13 Tanggal 10 juli 2018 23 juli

dan jam pukul 07.00 2018

masuk pukul

rumah
sakit 08.00

14 Tanggal 10 juli 2018 23 juli

dan jam pukul 08.00 2018

Masuk pukul
Ruangan 09.00

15 Tanggal 10 juli 2018 24 juli

dan jam pukul 09.00 2018

pengkajian pukul

07.00

Pembahasan

Setelah peneliti melakukan penelitian studi kasus pemenuhan kebutuhan nutrisi pada
Tn.S dan Pada Tn.L dengan gangguan system pernapasan PPOK di Rumah Sakit TK Putri
Hijau Medan, selama 8 hari mulai dari tanggal 10 Juli 2017 sampai dengan 13 Juli 2017
dan 24 Juli 2017 sampai dengan 27 Juli 2017. Dalam hal ini pembahasan yang dimaksud
adalah membandingkan antara tinjaun kasus dengan tinjauan pustaka yang disajikan untuk
menjawab tujuan khusus dari penelitian. Dimana setiap temuan perbedaan diuraikan
dengan konsep dan pembahasan disusun dengan tujuan khusus.
Peneliti melakukan penelitian terhadap dua pasien yang sama – sama memiliki
penyakit PPOK di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan dengan lima tahap sesuai dengan
proses keperawatan yang dikembangkan oleh American Nurse Association (ANA) yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Asosiasi
diagnosa keperawatan Amerika (NANDA) kemudian mengembangkan dan
mengelompokkan diagnosa keperawatan serta membantu menciptakan pola komunikasi
antar perawat dan dapat memberikan batasan antara diagnose keperawatan dengan
diagnosa medis. Diagnosa keperawatan berfokus pada respon klien, sedangkan diagnosa
medis berfokus pada proses penyakit.
Tujuan khusus tersebut meliputi menggali pengkajian keperawatan, menyusun
perencanaanasuhankeperawatan,merumuskan diagnosa keperawatan, melakukan
implementasi yang komprehensif, serta melakukan evaluasi keperawatan. Berikut adalah
pembahasan yang disesuaikan dengan tujuan khusus dari penelitian tersebut. Tahap
Pengkajian Pada tahap pengkajian didapatkan dari kedua pasien mempunyai diagnosa
medis yang sama yang didasarkan pada adanya pemeriksaan radiologi sehingga kedua
pasien sama – sama memiliki diagnosa PPOK.
Kedua pasien memiliki keluhan yang berbeda walaupun memiliki diagnosa yang
sama. Berdasarkan tabel 4.4 hasil pengkajian kedua pasien memiliki jenis kelamin laki –
laki dan berumur diatas 40 tahun yakni pasien I berumur 56 tahun dan pasien II berumur
90 tahun. Menurut eka (2015) faktor pemicu biologis terjadinya PPOK tidak hanya usia
lebih diatas 40 tahun, tetapi pasien dengan usia 40 tahun keatas lebih beresiko tinggi untuk
mengalami PPOK. Sehingga dapat dikatakan perbedaan umur kedua partisipan juga dapat
mempengaruhi tingkat kesembuhan.
Berdasarkan hasil pengkajian kedua partisipan memiliki jenis kelamin yang sama
yakni laki – laki, menurut Zamzam (2012) dari sudut pandang epidemiologi laki – laki
lebih beresiko terkena PPOK dibandingkan wanita karena kebiasaan merokok. Gambaran
khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas yang sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala, gejala ringan, hingga berat, sehingga menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas
sehari-hari.
Pada kedua pasien memiliki riwayat perokok yang sudah lama. Menurut Abdul
(2014) menyatakan bahwa perbandingan antara orang yang tidak merokok dan orang yang
merokok, semakin tinggi tingkat merokok seseorang maka semakin tinggi pula seseorang
tersebut terkena PPOK daripada yang tidak merokok.
Pada pasien I (Tn.S ) klien tidak mengalami mual sedangkan pada pasien II (Tn.L)
mengalami mual. Mual yang dirasakan oleh Tn.L disebabkan oleh efek katabolisme yaitu
dengan melihat status gizi, jika asupan kalori klien berkurang, maka tubuh akan memecah
protein yang terdapat dalam otot-otot pernapasan yang berdampak pada menurunnya nafsu
makan klien seperti mual dan muntah ( Enderina, 2016). Pada Tn.S tidak terjadi mual
karena asupan kalori klien cukup daan klien tidak banyak melakukan aktivitas yang
memicu terjadinya mual.
Kesimpulan
Didapatkan hasil pengkajian dari kedua pasien memiliki beberapa
kesamaan yaitu, penyebab dan tanda gejala. Adapun perbedaan antara kedua pasien
meliputi umur yang berbeda, tanda-tanda vital yang berbeda, pemeriksaan laboratorium
yang berbeda, serta pola pemenuhan nutrisi yang juga berbeda, dan terapi yang diberikan
kepada pasien juga berbeda.
Berdasarkan dari diagnosa keperawatan didapatkan hasil kedua pasien memiliki
diagnosa keperawatan yang sama yaitu gangguan pemenuhan nutrisi yang ditandai dengan
kehilangan nafsu makan pada pasien.
LAMPIRAN

STUDI KASUS PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA PASIEN PPOK DI


RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU MEDAN TAHUN 2017

Case Study of the Fulfillment of Airway Clearance in Pulmonary TB


Patients at the Putri Hijau Hospital II Medan in 2017

Lermiana Purba1, Deni Susyanti 2, Lilis Savanna Siahaan3 1,2


Dosen Tetap Yayasan Akper Kesdam I/BB Medan 3Mahasiswa
Akper Kesdam I/BB Medan E-mail: deni_susyanti@yahoo.co.id

Abstrak

Latar belakang. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
batuk produktif dan dispnea dan terjadinya obstruksi saluran nafas sekalipun penyakit ini bersifat kronis
dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik maupun asma. Salah satu tanda dan gejala
yang sering terjadi pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah terjadinya penurunan berat badan.
Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan 2 pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis di
Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan. Adapun hasil yang didapatkan dari kedua responden pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu pemenuhan kebutuhan nutrisi kedua pasien terpenuhi namun wakt
nya yang berbeda dimana pasien I dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi di hari ke 2
perawatan, sedangkan pasien II pemenuhan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi pada hari ke 3, hal ini
dikarenakan perbedaan usia dari kedua responden. Dari hasil diatas peneliti menyimpulkan bahwa
pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis memiliki perbedaan dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi dikarenakan adanya perbedaan usia. Adapun saran dari hasil diatas
terutama kepada responden untuk selalu memperhatikan program pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

Kata kunci : Nutrisi, Penyakit Paru Obstruksi Kronis, Kronis.

Abstract

Background of Chronic Pulmonary Obstruction Disease (COPD) is identified by productive coughing,


dyspnea, and obstruction in the respiratory tract. It is the combination of emphysema, chronic
bronchiolitis, and asthma. One of the symptom of COPD is the decrease in bodyweight. The research
used descriptive method with 2 COPD patients at Putri Hijau Level II Hospital Medan. The result of the
analysis on the 2 patients showed that their need for nutrition was fulfilled but in different time, the
nd nd
need for nutrition in patient 1 was fulfilled in the 2 day while in patient 2 it was fulfilled in the 3 day
due to the difference in their age. The conclusion was that the need for nutrition in COPD patients was
different because of the difference in age. It is recommended that COPD patients always pay attention to
the program in fulfilling their need for nutrition.

Keywords: Nutrition, Chronic Obstruction Pulmonary Desease, Chronic

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


merupakan suatu istilah yang sering di
PENDAHULUAN gunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi (Padila,
2012).
pertukaran oksigen dan karbon di oksida
terjadi di akibat kerusakan dinding alveoli
Obstruksi jalan napas yang yang disebabkan oleh overekstensi ruang
menyebabkan reduksi aliran udara beragam udara dalam paru.
tergantung pada penyakit. Pada bronchitis
kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir
Pada asma, jalan bronkhial
dan sekresi yang sangat banyak penyumbat
menyempit dan membatasi jumlah udara
jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada
yang mengalir kedalam paru-paru. Protokol
pengobatan tertentu digunakan dalam semua
kelainan ini, meskipun patofisiologi dari
masing-masing kelainan ini membutuhkan

pendekatan spesifik. Sebagian besar


prevalensi kasus, PPOK adalah perilaku
merokok, merokok adalah faktor resiko utama

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 34


Kualitas hidup dapat sangat
terganggu pada pasien PPOK dengan semakin
yang menyebabkan terjadinya PPOK. Faktor
resiko lain juga dapat menyebabkan
terjadinya PPOK adalah polusi udara, perokok meningkatnya derajat penyakit yang
pasif,riwayat infeksi saluran pernafasan,dan dideritanya. Penelitian tersebut mendapatkan
keturunan (Smeltzer & Bare, 2012). hasil penelitian yang menunjukkan pasien
dengan PPOK derajat ringan dan sedang
memiliki kualitas hidup yang baik, sedangkan
Laporan data berdasarkan WHO pasien dengan dejarat PPOK berat dan sangat
terdapat 600 juta orang menderita PPOK di
dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK
derajat sedang hingga berat. Lebih dari 3 juta
orang meninggal karena PPOK pada tahun
2005, yang arti nya setara dengan 5% dari
semua kematian secara global (WHO, 2015
dalam Kemenkes RI, 2012). Hasil laporan data
penyakit tidak menular oleh Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011, menunjukkan
PPOK termasuk dalam 10 besar penyebab
kematian penyakit tidak menular rawat inap
di rumah sakit Indonesia sebesar 6,74%
( Kemenkes RI, 2012 dalam Riskesdas 2013).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Prevalensi PPOK berdasarkan wawancara di
Indonesia adalah 3,7 persen. Prevalensi PPOK
lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan (Riskesdas, 2013).

Menurut data Riskesdas 2013


menunjukkan bahwa di Sumatera Utara
jumlah penderita PPOK mencapai 3,6 persen
yang cenderung dialami oleh masyarakat
dengan pendidikan rendah.

Dari sudut pandang epidemiologi,


laki-laki lebih beresiko terkena PPOK di

bandingkan wanita karena kebiasaan


merokok. Gambaran khas PPOK adalah
adanya obstruksi saluran napas yang sangat
bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan, hingga berat, sehingga menyebabkan
keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari
penderita yang bergantung pada beratnya
sesak, semakin berat derajat sesak napas,
maka semakin sulit penderita melakukan
aktivitas (Zamzam, 2012).
merokok pada pasien dengan PPOK
menunjukkan penurunan berat badan setelah
disesuaikan menurut gender, status ekonomi
berat memiliki kualitas hidup yang buruk
di populasi India.
(Zamzam, 2012).
Menurut penelitian Suryadinata
Menurut hasil penelitian Abdul
Ghofar tahun 2014, menyimpulkan hasil
(2017) menunjukkan bahwa dari 55 perokok
penelitian bahwa ada perbandingan yang
aktif sebanyak 31 orang masuk ke dalam
signifikan antara orang yang merokok dengan
kategori IMT underweight (<18,5) sehingga
yang tidak merokok. Semakin tinggi tingkat dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
merokok seseorang maka semakin tinggi pula perokok aktif kekurangan asupan nutrisi.
seseorang tersebut terkena PPOK dari pada
yang tidak merokok.
Hermi, (2012) menunjukkan bahwa
jumlah karbohidrat pada diet TKTP I 400
Adapula hasil penelitian lain Dani gram, protein 100 gram, lemak 72,7 gram,
tahun 2012 menyimpulkan bahwa karateristik kalori 2500 kkal dan untuk diet TKTP II jumlah
penderita PPOK tahun 2012 lebih banyak karbohidrat 415 gram, protein 120 gram,
pada usia 61-70 tahun, laki-laki dengan lemak 100 gram, dan kalori 3000 kkal.
adanya riwayat merokok, dan paling sering
datang dengan keluhan sesak napas.
Nieniek, (2015) mengatakan hasil
penelitiannya bahwa posisi high fowler dan
Hasil penelitian Fajrin (2015) tentang orthopneic dapat meningkatkan nilai arus
status nutrisi pada pasien PPOK bahwa 30,2% puncak ekspirasi. Fungsi ventilasi paru klien
penderita PPOK memiliki status gizi yang terlihat lebih baik dengan posisi orthopneic
buruk. Hal ini dapat terjadi karena daripada posisi high fowler. Berdasarkan hasil
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja
muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia menyebabkan hipermetabolisme, temuan ini, direkomendasikan agar
sehingga sering mengalami penurunan berat memberikan posisi orthopneic kepada klien
badan. PPOK dengan dispnea untuk meningkatkan
fungsi ventilasi paru.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Chhabra, 2012) menunjukkan bahwa

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 35


bedah sedangkan dalam observasi
Batuk efektif yang baik dan benar menggunakan alat-alat seperti tensimeter,
akan dapat mempercepat pengeluaran dahak
pada pasien dengan gangguan saluran
pernafasan penyakit paru obstruktif kronik stetoskop, dan timbangan. Metode
(PPOK) (Nugroho, 2011). Pengumpulan data dalam karya tulis studi
kasus ini adalah dengan menggunakan

Berdasarkan uraian diatas, PPOK


merupakan penyakit penyebab kematian.
Karena semakin banyak penderita PPOK di
Indonesia terutama di Rumah Sakit Putri Hijau
TK II Medan terhitung mulai dari Januari
2017- Oktober 2017 ada sebanyak 51 jiwa,
maka penulis tertarik untuk melakukan studi
kasus Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada
Pasien PPOK Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau
Medan Tahun 2018.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian


deskriptif dengan rancangan studi kasus
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien
PPOK dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang dilakukan peneliti.
Subyek penelitian yang digunakana adalah 2
pasien dengan 1 kasus dengan masalah
keperawatan yang sama. Studi kasus berjudul
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien
PPOK dengan kriteria inklusi: bersedia
menjadi subjek penelitian, pasien PPOK, Usia
(40 Tahun ke atas), dengan pemenuhan
kebutuhan nutrisi. Kriteria eksklusi: pasien
menolak penelitian, memiliki komplikasi yaitu
insufisiensi pernapasan, gagal napas,

pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.


Fokus studi dalam penelitian ini yaitu
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien
PPOK dengan dua pasien dalam kasus yang
sama. Laporan ini penulis membatasi pada
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan
Gangguan Sistem Pernapasan PPOK di Rumah
Sakit Putri Hijau TK II Medan lama sejak
pasien pertama kali masuk rumah sakit
sampai pulang dan atau yang dirawat minimal
4 hari. Penelitian akan dilakukan pada bulan
Mei 2017 dengan Juli 2017.

Alat atau instrument pengumpulan


data dalam wawancara menggunakan format
pengkajian asuhan keperawatan medikal
Hasil

instrument Biofisiologis, Observasi, Pengkajian


Wawancara, Kuesioner, dan Skala penilaian.
a. Identitas dan Hasil Anamnesa

HASIL
Pengkajian
Gambaran Umum Rumah Sakit
a. Identitas dan hasil anamnesa
Rumkit Tk II Putri Hijau Kesdam I/BB Tabel 4.1. identitas pasien dan hasil anamnesa
beralamat di Jl. Putri Hijau No. 17 Kel.
Kesawan Kecamatan Medan Barat Kodya No Identitas Pasien I Pasien II
Medan Sumatera Utara.
pasien

1 Diagnosa PPOK PPOK


Struktur Organisasi Rumkit Tk II Putri Hijau
Medis

Struktur organisasi Rumkit Tk II Putri 2 Nama Tn.S Tn.L


Hijau berdasarkan pada Peraturan Kepala Staf 3 Umur 56 tahun 90 tahun

4 Jenis Laki-laki Laki-laki


TNI Angkatan Darat Nomor
Perkasad/25/XII/2007 tanggal 31 Desember kelamin

5 Pendidikan SMA SMP


2007 tentang Organisasi dan Tugas Kesehatan
Daerah Militer (Kesdam 6 Pekerjaan Pensiunan TNI wirausah

a
d) Rawat jalan/poliklinik,
Rawat Inap) termasuk Rumah Sakit Tk II Putri 7 Status Kawin Kawin
Hijau.
8 Agama Islam Protestan

9 Suku/ Jawa/ Indonesia Batak/In


Jenis Pelayanan bangsa donesia

10 Bahasa Indonesia Indonesi


Dalam operasionalnya Rumkit Tk II
Putri Hijau Kesdam I/BB memiliki fasilitas a
pelayanan:
11 Alamat Pematang siantar Sei
e)
bingai
f) Sarana Penunjang

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 36


dan mual.

12 Ditanggung BPJS BPJS 3 Keluhan Sesak Sesak

oleh utama saat napas, napas,

13 Tanggal 10 juli 2018 23 juli pengkajian batuk, batuk

dan jam pukul 07.00 2018 nyeri dada. berdahak,

masuk pukul dan mual.

rumah sakit 08.00 4 Riwayat Pada Pada

14 Tanggal 10 juli 2018 23 juli penyakit tanggal 10 tanggal 23

dan jam pukul 08.00 2018 sekarang juli 2018 juli 2018

masuk pukul sekitar sekitar

ruangan 09.00 pukul pukul

15 Tanggal 10 juli 2018 24 juli 07.00 wib, 08.00 wib,

dan jam pukul 09.00 2018 pasien pasien

pengkajian pukul dibawa ke dibawa ke

07.00 rumah sakit rumah sakit

Putri Hijau Putri Hijau

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan dari 2 dengan dengan


pasien mempunyai diagnosa medis yang sama
keluhan keluhan
yaitu PPOK. Pada pasien I berumur 56 tahun
sedangkan pada pasien II berumur 90 tahun. sesak sesak

napas, napas,

b. Keluhan utama dan riwayat sakit nyeri dada, batuk

batuk,. berdahak

Tabel 4.2 keluhan utama dan riwayat sakit Pukul serta mual.

08.00 wib Pukul


No Data fokus Pasien I Pasien II

1 Alasan Sesak Sesak,

masuk RS napas, batuk

nyeri pada berdahak,

dada, mual

batuk.

2 Keluhan Sesak Sesak

utama saat napas, napas,

masuk batuk, batuk

Rumah Sakit nyeri dada. berdahak,


c. Hasil Observasi (Pemeriksaan Fisik) Tabel
4.3 hasil Observasi (Pemeriksaan Fisik)
N Observas Pasien I Pasien II
dibawa ke 09.00 wib
o i
ruangan klien
1 Keadaan a) Keadaa a) Keadaan
perawatan. dibawa ke
umum n umum
ruangan
umum klien
perawatan.
klien tampak
5 Riwayat PPOK PPOK
tampak lemah
kesehatan
lemah b) Kesadara
yang lalu
b) Kesada n
6 Riwayat Tidak ada Tidak ada
ran compos
keluarga
compo mentis
7 Kebiasaan Riwayat Riwayat
s c) GCS 15
merokok merokok
mentis d) Terpasan

c) GCS g infus
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa 15 Rl 20
pasien I dan pasien II memiliki alasan masuk
rumah sakit karena sesak napas, dan batuk. d) Terpas gtt/i
Pada pasien I dan pasien II sama – sama
ang e) Terpasan
memiliki keluhan saat awal masuk rumah sakit
yaitu sesak napas. Keluhan utama saat Infus g
pengkajian pada pasien I yakni sesak napas
dan batuk. Sedangkan pada pasien II Rl 20 oksigen
mengalami sesak napas, batuk berdahak, dan
gtt/i nasal
mual. Pada riwayat penyakit sekarang pada
pasien I dan pasien II sama – sama dilakukan e) Terpas kanul
trombolitik. Pasien I dan pasien II sama – sama
memiliki riwayat penyakit dahulu PPOK. Pasien ang 5L/i
I dan pasien II memiliki kebiasaan yang
oksige
terdahulu yaitu merokok.
n nasal

kanul

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 37


Pola e) Terpas nasal

3L/i pemenuh ang kanul

2 Tanda – a) 130/80 a) 110/60 an oksige 5L/i

tanda mmHg mmHg kebutuha n nasal

vital : b) 32x/i b) 28 x/i n sehari – kanul f) Warna

Tekanan c) 88 x/i c) 88 x/i hari 3L/i kulit

darah d) 36ºC d) 37ºC sawo

Respirasi Pola matang

Nadi nutrisi g) Integrita

Suhu f) Warna s kulit

3 Pemeriks kulit lembab

aan fisik a) Bentuk a) Bentuk hitam h) Turgor

: thorak thorak g) Integrit kulit

B1 simetri simetris as kulit tidak

(Breathin s b) Frekuens kering kembali

g) b) Frekue i h) Turgor dalam 2

nsi pernapas kulit < detik

pernap an 28 x/i 2 detik i) Suhu

asan 32 c) Ada i) Suhu tubuh

x/i suara tubuh 37ºC

c) Ada napas 36ºC

suara tambaha j) BB

napas n klien j) BB klien

tambah d) Vocal 55 kg 50 kg

an premitus k) TB 170 k) TB 165

Integume d) Vocal tidak

nt premit merata

pad
us a

tidak lapang

merata paru

pada e) Terpasan

lapang g

paru oksigen
± 10 kg 58,5 –

p) RBW 71,5

cm cm 63 – 77 q) Balance

l) Frekue l) Frekuens q) Balanc cairan

nsi i makan e 1150 cc

makan 3 x cairan

3 x sehari 705 cc

sehari m) Jenis

m) Jenis makanan

makan M2
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan
an MB TKTP bahwa hasil observasi pasien I dan pasien II
TKTP n) Nafsu ditemukan bahwa pada pasien I ditemukan
keadaan umum pasien lemah, kesadaran
n) Nafsu makan composmentis, GCS 15, terpasang oksigen
3L/i, terpasang infus 20 gtt/i, tanda- tanda
menuru vital tekanan darah 130/80 mmHg, P 88 x/i,
makan n

Perubah RR 32 x/i, T 36ºC. bentuk thorak simetris,


menuru o) a frekuensi pernapasan 32 x/i, ada suara napas
tambahan, vocal premitus tidak merata pada
n n BB 6
lapang paru, warna kulit hitam, integritas kulit
o) Peruba bulsn kering, turgor kulit < 2 detik,BB klien 55 kg, TB
170 cm, frekuensi makan 3 x sehari, jenis
han BB terakhir makanan MB TKTP, nafsu makan menurun,
perubahan BB 6 bulan terakhir yaitu adanya
6 bulan yaitu
penurunan BB ± 10 kg, RBW 63 – 77, balance
terakhi adanya cairan 705 cc. Sedangkan pada pasien II
keadaan umum pasien lemah, kesadaran klien
penurun compos mentis, GCS 15, terpasang oksigen 5L/i,
r yaitu a terpasang infus 20 gtt/i, tanda – tanda vital,
tekanan darah 110/60 mmHg, P 88 x/i, RR 28
adanya n BB ±
x/i, T 37ºC, bentuk thorak simetris, vocal
penuru 15 kg premitus tidak merata pada lapang paru,
frekuensi pernapasan 28 x/i, ada bunyi nafas
nan BB p) RBW

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 38


Foto thorak : PPOK Foto thorak :

tambahan, warna kulit sawo matang, PPOK


integritas kulit lembab, turgor kulit tidak
kembali dalam 2 detik, BB 50 kg, TB 165 cm,
RBW 58,5 – 71,5, frekuensi makan 3 x sehari,
jenis makanan M2 TKTP, nafsu makan Berdasarkan tabel 4.4 dari hasil
menurun, perubahan BB 6 bulan terakhir pemeriksaan diagnostik dapat disimpulkan
yaitu adanya penurunan BB ± 15 kg, balance bahwa dari pasien I dan pasien II dilakukan
cairan 1150 cc. pemeriksaan dalam laju endap darah. Pada
pasien I dilakukan pemeriksaan glukosa
sewaktu, natrium, kalium, dan klorida.
d. Pemeriksaan diagnostik Sedangkan pada pasien II dilakukan
pemeriksaan ureum, kreatinin. Pada Pasien I
Tabel 4.4 pemeriksaan diagnostic dan II dilakukan pemeriksaan rontgen yaitu
foto thorax dan positif PPOK.

No Pasien I Pasien II
e. Analisa data
1 Tanggal 11 juli Tanggal 23 juli

2017 2017
Dari hasil analisa data dapat
Darah rutin : Darah rutin : disimpulkan bahwa pasien I mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
- Haemoglobin: - Haemoglobin : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
15,41 g/dL 15.65 g/dL

- Hematokrit : - Hematokrit :

46,5% 46,0 %

- Leukosit : - Leukosit :

7.600µL 9.180µL

- Trombosit : - Trombosit :

222.000 µL 277.300 µL

- Laju endap - Laju endap

darah: 12 mm darah: 30 mm

- Glukosa - Ureum : 27

sewaktu: 105 mg/dL

mg/dL - Kreatinin : 1.4

2 Elektrolit mg/Dl

- Natrium : 140

mmol/L

- Kalium : 4.0

mmol/L

- Klorida : 109

mmol/L
1. kaji kebiasaan diet,masukan makanan saat
ini,catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh. R/ pasien
dengan kehilangan nafsu makan sehingga
distress pernapasan akut sering anoreksia
terjadi penurunan energi ditandai dengan klien
karena dispnea,produksi sputum dan obat
tidak nafsu makan, diet yang diberikan hanya
habis ½ porsi, klien tampak kurus, BB 55 kg, 2. Auskultasi bunyi usus. R/
pemberian O2 3L/i. sedangkan pada pasien II penurunan/hipoaktif usus menunjukkan
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penurunanmotilitasgasterdan
berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
sehingga terjadi penurunan energi ditandai
dengan klien tampak mual, klien tampak tidak konstipasi(komplikasi umum) yang
nafsu makan BB 50 kg, diet yang diberikan berhubungan dengan pembatasan
hanya habis ½ porsi, pemberian O2 5L/i. pemasukan cairan

3. Berikan perawatan oral sering,buang


f. Diagnosa Keperawatan secret,berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tisu. R/ Rasa tidak enak,bau dan
Dari kedua pasien didapatkan masalah penampilan adalah pencegahan utama
gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi terhadap nafsu makan dan dapat membuat
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan mual dan muntah dengan peningkatan
dengan kehilangan nafsu makan sehingga kesulitan nafas.
terjadi penurunan energi.
4. Dorong periode istirahat selama 1 jam
sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering. R/ Membantu
g. Rencana Keperawatan menurunkan kelemahan selama waktu
makan dam memberikan kesempatan untuk
Tabel 4.7. rencana keperawatan meningkatkan masukan kalori total.

5. Hindari makanan penghasil gas dan


minuman karbonat. R/ Dapat menghasilkan
Perencanaan dan rasional distensi abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerakan diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea.

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 39


dilakukan pada pasien PPOK karena
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien
6. Hindari makanan yang sangat panas dan Pasien I dan Pasien II memerlukan asuhan
sangat dingin. R/ Suhu ekstrim dapat keperawatan yang komprehensif, juga
mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. didapatkan dari kedua responden mempunyai
tindakan keperawatan yang sama dengan
7. Timbang berat badan sesuai indikasi. R/
rencana keperawatan di ruang teratai rumah
Berguna untuk mementukan kebutuhan
sakit tk II putri hijau medan.
kalori,menyusun tujuan berat badan,dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

8. Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim i. Evaluasi


untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna,secara nutrisi seimbang,mis,nutrisi Berdasarkan hasil evaluasi yang telah
tambahan oral/selang,nutrisi parenteral. R/ dilakukan, peneliti memiliki keterbatasan
Metode makan dan kebutuhan kalori waktu untuk mengevaluasi dalam melakukan
didasarkan pada situasi/kebutuhan individu implementasi keperawatan. Dari hasil
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan evaluasi
upaya minimal pasien/pengunaan energy

9. Kaji pemeriksaan laboratorium,


mis,albumin serum,transferin,profil asam

amino,besi,pemeriksaankeseimbangan

nitrogen,glukosa pemeriksaan fungsi


hati,elektrolit,berikan vitamin,/ mineral/
elektrolit sesuai indikasi. R/ Mengevaluasi/
mengatasi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.

10. Berikan oksigen tambahan selama


makan sesuai indikasi. R/ Menurunkan
dipsnea dan

meningkatkan energy untuk makan


meningkatkan masukan

Berdasarkan table diatas didapatkan dari


kedua pasien memiliki rencana keperawatan
yang sama sesuai dengan Doengoes, 2012
untuk pasien dengan diagnosa gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

h. Implementasi keperawatan

Berdasarkan hasil implementasi yang

dilakukan kepada kedua responden


merupakan tindakan keseluruhan yang ada
dengan lima tahap sesuai dengan proses
keperawatan yang dikembangkan oleh
American Nurse Association (ANA) yaitu
tersebut diperoleh hasil yang berbeda dari
kedua responden. Pada pasien I klien sudah
mulai nafsu makan pada hari ke 2 dan pada pengkajian, diagnosa keperawatan,
hari ke 3 klien sudah tidak lagi menggunakan perencanaan, implementasi dan evaluasi.
oksigen selama makan karena sesak sudah Asosiasi diagnosa keperawatan Amerika
mulai berkurang. Sedangkan pada pasien II (NANDA) kemudian mengembangkan dan
klien sudah nafsu makan pada hari ke 3 dan mengelompokkan diagnosa keperawatan
sesak sudah mulai berkurang, oksigen sudah serta membantu menciptakan pola
berkurang komunikasi antar perawat dan dapat
memberikan batasan antara diagnose
keperawatan dengan diagnosa medis.
Diagnosa keperawatan berfokus pada respon
Pembahasan
klien, sedangkan diagnosa medis berfokus
pada proses penyakit.
Setelah peneliti melakukan penelitian
studi kasus pemenuhan kebutuhan nutrisi Tujuan khusus tersebut meliputi
pada Tn.S dan Pada Tn.L dengan gangguan menggali pengkajian keperawatan, menyusun
system pernapasan PPOK di Rumah Sakit TK

perencanaanasuhankeperawatan,
II Putri Hijau Medan, selama 8 hari mulai dari
tanggal 10 Juli 2017 sampai dengan 13 Juli
2017 dan 24 Juli 2017 sampai dengan 27 Juli merumuskan diagnosa keperawatan,
2017. Dalam hal ini pembahasan yang melakukan implementasi yang komprehensif,
dimaksud adalah membandingkan antara serta melakukan evaluasi keperawatan.
tinjaun kasus dengan tinjauan pustaka yang Berikut adalah pembahasan yang disesuaikan
disajikan untuk menjawab tujuan khusus dari dengan tujuan khusus dari penelitian
penelitian. Dimana setiap temuan perbedaan tersebut. Tahap Pengkajian
diuraikan dengan konsep dan pembahasan
disusun dengan tujuan khusus.
Pada tahap pengkajian didapatkan
Peneliti melakukan penelitian terhadap dari kedua pasien mempunyai diagnosa
dua pasien yang sama – sama memiliki penyakit medis
PPOK di Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 40


daan klien tidak banyak melakukan aktivitas
yang memicu terjadinya mual.
yang sama yang didasarkan pada adanya
pemeriksaan radiologi sehingga kedua pasien
sama – sama memiliki diagnosa PPOK.

Kedua pasien memiliki keluhan yang


berbeda walaupun memiliki diagnosa yang
sama. Berdasarkan tabel 4.4 hasil pengkajian
kedua pasien memiliki jenis kelamin laki – laki
dan berumur diatas 40 tahun yakni pasien I
berumur 56 tahun dan pasien II berumur 90
tahun. Menurut eka (2015) faktor pemicu
biologis terjadinya PPOK tidak hanya usia
lebih diatas 40 tahun, tetapi pasien dengan
usia 40 tahun keatas lebih beresiko tinggi
untuk mengalami PPOK. Sehingga dapat
dikatakan perbedaan umur kedua partisipan

juga dapat mempengaruhi tingkat


kesembuhan.

Berdasarkan hasil pengkajian kedua


partisipan memiliki jenis kelamin yang sama
yakni laki – laki, menurut Zamzam (2012) dari
sudut pandang epidemiologi laki – laki lebih
beresiko terkena PPOK dibandingkan wanita
karena kebiasaan merokok. Gambaran khas
PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas
yang sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan, hingga berat, sehingga
menyebabkan keterbatasan dalam aktivitas
sehari-hari.

Pada kedua pasien memiliki riwayat


perokok yang sudah lama. Menurut Abdul
(2014) menyatakan bahwa perbandingan
antara orang yang tidak merokok dan orang
yang merokok, semakin tinggi tingkat
merokok seseorang maka semakin tinggi pula
seseorang tersebut terkena PPOK daripada
yang tidak merokok.

Pada pasien I (Tn.S ) klien tidak


mengalami mual sedangkan pada pasien II
(Tn.L) mengalami mual. Mual yang dirasakan
oleh Tn.L disebabkan oleh efek katabolisme
yaitu dengan melihat status gizi, jika asupan
kalori klien berkurang, maka tubuh akan
memecah protein yang terdapat dalam otot-
otot pernapasan yang berdampak pada
menurunnya nafsu makan klien seperti mual
dan muntah ( Enderina, 2016). Pada Tn.S tidak
terjadi mual karena asupan kalori klien cukup
sakit. Hal inilah yang menyamakan pada teori
bahwa penyakit PPOK akan mengalami
masalah keperawatan perubahan nutrisi.
Diagnosa keperawatan

Pada kedua pasien yaitu pasien I dan Intervensi Keperawatan


Pasien II memiliki diagnose medis serta
diagnosa keperawatan yang sama yaitu PPOK
dengan diagnosa keperawatan gangguan Dari table intervensi didapatkan dari
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Dimana data kedua pasien mempunyai rencana tindakan
yang digunakan dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang sama.

keperawatan lebih difokuskan pada Dalam tahap perencanaan tindakan


pemeriksaan dan pola nutrisi kedua pada pasien, penulis tidak menemukan
responden, dan didapatkan hasil pada pasien kesulitan karena keluarga dapat diajak
I dan pasien II mempunyai masalah bekerja sama dengan baik dalam menemukan
keperawatan yang sama yaitu gangguan rencana keperawatan dan mau menerima
pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan rencana tindakan keperawatan yang akan
dengan kehilangan nafsu makan,serta dilaksanakan terhadap pasien, agar
penurunan energy yang ditandai dengan tercapainya tujuan keperawatan klien.
keluhan tidak nafsu makan, terpasang infuse
Rl 20 gtt/i, serta penurunan berat badan pada
Dalam hal ini penulis membuat
kedua klien.
rencana keperawatan sekaligus menentukan
pendekatan yang digunakan untuk mencegah
Menurut Fajrin (2015) terjadinya status masalah yang mengakibatkan klien serta
nutrisi yang buruk pada pasien PPOK karena keluarga dengan berpedoman pada tinjauan
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja teoritis saat melakukan asuhan keperawatan.
muskulus respirasi yang meningkat

Adapun rencana keperawatan yang


karena hipoksemia menyebabkan dilakukan pada Pasien I dan Pasien II:
hipermetabolisme, sehingga sering Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi,
mengalami penurunan berat badan. Pada intervensi yang diberikan yaitu:
kedua klien mengalami perubahan nutrisi
selama pasien dalam perawatan di rumah

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 41


9) Kaji pemeriksaan laboratorium.
Tujuannya : mengevaluasi/mengatasi
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan kekurangan dan mengawasi keefektifan
saat ini, catat derajat kesulitan makan. terapi nutrisi.
Tujuannya: pasien distress pernapasan
akut sering anoreksia karena dispnea. 10) Berikan oksigen tambahan selama makan
sesuai indikasi. Tujuannya : menurunkan
2) Auskultasi bunyi usus. Tujuannya : dispnea dan meningkatkan energy untuk
penurunan/ hipoaktif usus menunjukkan makan dan meningkatkan masukan.
penurunan motilitas gaster dan konstipasi

3) Berikan perawatan oral sering buang


sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai tisu. Tujuannya : rasa tidak enak,
bau, dan penampilan adalah pencegahan
utama terhadap nafsu makan dan dapat

membuat mual muntah dengan


peningkatan kesulitan nafas.

4) Dorong periode istirahat selama 1 jam


sebelum dan sesudah makan. Tujuannya :

membantu menurunkan kelemahan


selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan
masukan kalori total

5) Hindari makanan penghasil gas dan


minuman berkarbonat. Tujuannya : dapat
menghasilkan distensi abdomen yang
mengganggu nafas abdomen dan gerakan
diafragma dan dapat meningkatkan
dispnea.

6) Hindari makanan yang sangat panas dan


sangat dingin. Tujuannya: suhu ekstrim
dapat mencetuskan/ meningkatkan
spasme batuk.

7) Timbang berat badan sesuai indikasi.


Tujuannya: berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi.

8) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim


untuk memberikan makanan yang mudah

dicerna, secara nutrisi seimbang.


Tujuannya : metode makan dan
kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan
upaya minimal pasien/ pengunaan enrgy.
pernapasan klien sehingga
membuat klien anoreksia.
Pelaksanaan keperawatan

b) 11 Juli 2017 pada pukul 10.10 wib


Pada tahap pelaksanaan tindakan pada : mengauskultasi bunyi usus.
kasus penelitian melaksanakan tindakan yang
mengacu pada rencana perawatan yang telah Didapat hasil bunyi usus
dibuat sebelumnya serta menyesuaikannya terdengar 12 x.i, klien tampak
dengan kondisi pasien pada saat diberikan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kooperatif.Tindakan
penulis bekerja sama dengan perawat
ruangan dan berpartisipasi aktif dengan implemenetasidiatassesuai
keluarga pasien.
denganDoengoes(2012)
Adapun tindakan keperawatan yang
menyatakanbahwadengan
dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang
direncanakan antara lain: Pasien I
mengauskultasi bunyi usus
mengetahui adanya penurunan

1) Diagnosa II (gangguan pemenuhan


kebutuhan nutrisi) motilitas gaster yang
berhubungan dengan
a) 11 Juli 2017 pada pukul 10.00 wib pemasukan.
: mengkaji kebiasaan

diet,masukan makanan saat c) 11 Juli 2017 pada pukul 10.20


ini,catat derajat kesulitan makan. wib: memberikan perawatan oral
Didapat hasil klien diberikan diet
MB TKTP dan klien mengatakan sering,buang secret,berikan
tidak selera makan. Tindakan wadah khusus untuk sekali pakai
dan tisu. Didapat hasil klien mau
menggosok gigi dan membuang
implementasidiatassesuai secret saat batuk. Tindakan

implementasidiatassesuai
dengan Doengoes (2012)
menyatakan bahwa mengkaji denganDoengoes(2012)
kebiasaan diet dan masukan klien
menyatakanbahwadengan
untukmengetahuidistress

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 42


Tindakan implementasi diatas
sesuai dengan Doengoes (2012)
dilakukan nya perawatan oral menyatakan bahwa makanan
dapat meningkatkan nafsu makan yang sangat panas dan dingin
klien dan menghindari terjadinya dapat
mual. mencetuskan/meningkatkan
spasme batuk.
d) 11 Juli 2017 pada pukul 10.30
wib: mendorong periode istirahat g) 11 Juli 2017 pada pukul 10.50 wib
selama 1 jam sebelum dan : menimbang berat badan klien
sesudah makan. Didapat hasil sesuai indikasi. Didapat hasil
klien melakukan istirahat sebelum berat badan klien 55 kg,
dan sesudah makan. Tindakan
klienmenanyakanhasil
implementasidiatassesuai
penimbangannya.Tindakan
denganDoengoes(2012)

menyatakan bahwa istirahat


sebelum dan sesudah makan

Membantu menurunkan
kelemahan selama waktu makan
dam memberikan kesempatan
untuk meningkatkan masukan
kalori total.

e) 11 Juli 2017 pada pukul 10.35 wib


: menghindari makanan penghasil
gas dan minuman karbonat.
Didapat hasil klien menghindari
makanan penghasil gas dan
minuman karbonat. Tindakan
implementasi diatas sesuai
dengan Doengoes (2012)
menyatakan bahwa makanan

bergas serta minuman


berkarbonat Dapat menghasilkan

distensi abdomen yang


mengganggu nafas abdomen dan
gerakan diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea.

f) 11 Juli 2017 pada pukul 10.40


wib: menghindari makanan yang
sangat panas dan sangat dingin.

Didapathasilklienakan

menghindari makanan yang


sangat panas dan sangat dingin.
kalori didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal
implementasi diatas sesuai

dengan upaya minimal


dengan Doengoes (2012) pasien/pengunaan energy.
menyatakan bahwa penimbangan
berat badan Berguna untuk
i) 11 Juli 2017 pada pukul 11.10 wib
: memberikan oksigen tambahan
mementukan kebutuhan selama makan sesuai indikasi .
kalori,menyusun tujuan berat didapat hasil klien
badan,dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi. Menurut Kusyati diberikan oksigen 2L/i. Tindakan

implementasi diatas sesuai


(2018) menyatakan bahwa
menimbang BB klien bertujuan dengan Doengoes (2012)
untuk mengkaji BB klien dan
perkembangannya, membantun menyatakan bahwa pemberian
menentukan program
pengobatan, menentukan status oksigen tambahan dapat
nutrisi klien.
Menurunkan dipsnea dan

h) 11 Juli 2017 pada pukul 11.00 wib meningkatkan energy untuk


: berkolaborasi dengan ahli makan meningkatkan masukan.
gizi/nutrisi pendukung tim untuk

memberikanmakananyang Pasien II

mudah dicerna,secara nutrisi 2) Diagnosa II (gangguan pemenuhan


kebutuhan nutrisi)
seimbang. Didapat hasil pemberian
diet MB TKTP pada klien. Tindakan a) 25 Juli 2017 pada pukul 08.00 wib :
implementasi diatas sesuai dengan mengkaji kebiasaan diet,masukan
Doengoes (2012) menyatakan makanan saat ini,catat derajat
bahwa dengan kolaborasi dalam kesulitan makan. Didapat hasil klien
nutrisi klien Metode makan dan diberikan diet M2 TKTP dan klien
kebutuhan mengatakan tidak selera makan.

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 43


gas dan minuman karbonat.
Tindakan implementasi
Tindakan implementasi diatas sesuai diatas sesuai dengan
dengan Doengoes (2012) menyatakan Doengoes (2012)
bahwa mengkaji kebiasaan diet dan menyatakan bahwa
masukan klien untuk mengetahui makanan bergas serta
distress pernapasan klien sehingga minuman berkarbonat
membuat klien anoreksia. Dapat menghasilkan
distensi abdomen yang
b) 25 Juli 2017 pada pukul 08.05 wib : mengganggu
mengauskultasi bunyi usus. Didapat
nafas abdomen dan
hasil bunyi usus terdengar 12 x.i, klien
gerakan diafragma dan
tampak kooperatif. Tindakan
dapat meningkatkan
implemenetasi diatas sesuai dengan
dispnea.
Doengoes (2012) menyatakan bahwa
dengan mengauskultasi bunyi usus

mengetahui adanya penurunan


motilitas gaster yang berhubungan
dengan pemasukan.
Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni
c) 25 Juli 2017 pada pukul 08.15 wib: 2017

memberikan perawatan oral


sering,buang secret,berikan wadah
khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Didapat hasil klien menggunakan tisu
dan wadah untuk batuk. Tindakan
implementasi diatas sesuai dengan
Doengoes (2012) menyatakan bahwa
dengan dilakukan nya perawatan oral
dapat meningkatkan nafsu makan
klien dan menghindari terjadinya
mual.

d) 25 Juli 2017 pada pukul 08.30 wib:


mendorong periode istirahat selama
1 jam sebelum dan sesudah makan.
Didapat hasil klien melakukan
istirahat sebelum dan sesudah
makan. Tindakan implementasi diatas
sesuai dengan Doengoes (2012)
menyatakan bahwa istirahat sebelum
dan sesudah

makan Membantu menurunkan


kelemahan selama waktu makan dam

memberikan kesempatan untuk


meningkatkan masukan kalori total.

e) 25 Juli 2017 pada pukul 08.40 wib :


menghindari makanan penghasil gas
dan minuman karbonat. Didapat hasil
klien menghindari makanan penghasil
memberikan oksigen tambahan
selama makan sesuai indikasi .
didapat hasil klien diberikan oksigen
f) 25 Juli 2017 pada pukul 08.50 wib: menghindari
5L/i. Tindakan implementasi diatas
makanan yang sangat panas dan sangat dingin.
Didapat hasil klien akan menghindari makanan
yang sangat panas dan sangat dingin. Tindakan sesuai dengan Doengoes (2012)
implementasi diatas sesuai dengan Doengoes
(2012) menyatakan bahwa makanan yang sangat menyatakan bahwa pemberian
panas
oksigen tambahan dapat
dan dingin dapat mencetuskan/meningkatkan
spasme batuk. Menurunkan dipsnea dan

g) 25 Juli 2017 pada pukul 09.00 wib : menimbang


berat badan klien sesuai indikasi. Didapat hasil
berat badan klien 50 kg, klien menanyakan
hasil
44
penimbangannya. Tindakan implementasi
diatas sesuai dengan Doengoes (2012)
menyatakan bahwa penimbangan berat badan
Berguna

untukmenentukankebutuhan

kalori,menyusun tujuan berat badan,dan


evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Menurut
Kusyati

(2018) menyatakan bahwa menimbang BB klien


bertujuan untuk

mengkajiBBkliendan

perkembangannya, membantun menentukan


program pengobatan, menentukan status
nutrisi klien.

h) 25 Juli 2017 pada pukul 09.15 wib :


berkolaborasi dengan ahli gizi/nutrisi
pendukung tim untuk memberikan makanan
yang mudah dicerna,secara nutrisi seimbang.
Didapat hasil pemberian diet M2 TKTP pada
klien. Tindakan implementasi diatas sesuai
dengan Doengoes (2012) menyatakan bahwa
dengan kolaborasi dalam nutrisi klien Metode
makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu untuk memberikan
nutrisi maksimal dengan upaya minimal
pasien/pengunaan energy.

i) 25 Juli 2017 pada pukul 09.25 wib :


merasa sesak, terpasang nasal kanuk 5L/i, BB
klien 50 kg. pada evaluasi hari kedua tanggal
meningkatkan energy untuk makan 26 Juli 2017 klien masih belum nafsu makan,
meningkatkan masukan. diet hanya habis ½ porsi, klien masih merasa
sesak, terpasang nasal kanul 5L/i, BB klien 50
kg. Pada evaluasi ketiga tanggal 27 Juli 2017
Evaluasi klien sudah nafsu makan, diet yang diberikan
habis 1 porsi, klien tampak segar, sesak nafas

Hasil penelitian Rismawati (2014)


menyatakan bahwa evaluasi keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang lebih ditentukan. Hal ini

dilakukan dengan tujuan mengetahui


pemenuhan kebutuhan klien secara optimal
dan mengukur hasil proses keperawatan.

Setelah dilakukan tindakan terhadap


pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien I dan II, maka tahap evaluasi semua
masalah teratasi semua di hari ke tiga masing-
masing klien. Selama delapan hari dilakukan
perawatan terhadap pasien I (mulai dari
tanggal 10 Juli sampai dengan 13 Juli 2017
dan pasien II mulai dari tanggal 25 Juli 2017
sampai dengan 28 Juli 2017). Kedua klien
tersebut memiliki respon yang berbeda pada
saat dilakukan tindakan keperawatan.

Berdasarkan tabel dari evaluasi


diperoleh hasil yang berbeda antara kedua
klien. Pada pasien I didapatkan evaluasi hari
pertama pada tanggal 11 Juli 2017 pukul
10.00 wib pasien masih tidak selera makan,
klien masih terasa sesak, terpasang nasal
kanul 3L/i, BB klien 55 kg, diet yang diberikan
hanya dihabiskan ½ porsi. Pada evaluasi
kedua tanggal 12 Juli 2017 pukul 10.00 wib
pasien masih belum selera makan, tetapi diet
sudah habis 1 porsi, klien masih merasa
sesak, terpasang nasal kanul 2L/i, BB klien 55
kg. pada evaluasi ketiga tanggal 13 Juli 2018
pukul 10.00 wib pasien sudah nafsu makan,
diet yang diberikan sudah habis 1 porsi, sesak
nafas berkurang , klien tampak segar, BB klien
50 kg. sehingga masalah pemenuhan
kebutuhan nutrisi teratasi.

Pada pasien II diperoleh hasil evaluasi


hari pertama pada tanggal 25 Juli 2017 pukul
08.00 wib pasien mengatakan tidak selera
makan, nafsu makan menurun, diet yang
diberikan hanya habis ¼ porsi, klien masih
Data Subjektif

1) Klien mengatakan sudah selera makan


mulai berkurang, masih terpasang nasal kanul
3L/i, BB klien 50 kg. Sehingga masalah 2) Klien melakukan istirahat sebelum dan
keperawatan pemenuhan nutrisi teratasi. sesudah makan

3) Klien mengatakan akan menghindari


Evaluasi yang dilakukan disesuaikan makanan yang sangat panas dan sangat
dengan kondisi pasien dan fasilitas ada, dingin
sehingga rencana tindakan dapat
dilaksanakan dengan SOAP meliputi subjektif, 4) Klien mengatakan sesak sudah berkurang
objektif, analisa, dan planning (Deden, 2012). Data Objektif:
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas
didapatkan dari kedua pasien mengalami
peningkatan dalam pemenuhan nutrisi, 1) Klien makan 3 x sehari diet yang
meskipun proses peningkatan tersebut diberikan MB TKTP, diet yang dimakan
mengalami perbedaan waktu dari kedua sudah habis 1 porsi
pasien.
2) Bunyi usus terdengar normal 12 x/i
3) Klien tampak kooperatif
Perbedaan perkembangan kedua 4) Klien sudah selera makan
pasien dapat disebabkan karena perbedaan 5) Klien tampak mengikuti anjuran perawat
usia serta perbedaan keluhan yang dialami 6) Berat badan klien 55 kg
kedua pasien. Sehingga didapatkan
perbedaan waktu dalam peningkatan 7) Klien tampak menghindari makanan yang
pemenuhan nutrisi pada kedua pasien sangat panas dan sangat dingin
walaupun sama – sama masalah teratasi.
8) Klien memakai oksigen 2L/i

1. Pasien I (Tn.S) dengan masalah Maka dari pernyataan klien dan observasi
pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi klien disimpulkan bahwa masalah
setelah hari ketiga perawatan. Dikatakan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada klien
teratasi karena dilihat dari pernyataan teratasi.
klien dan observasi dari perawat yaitu:

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 45


dan terapi yang diberikan kepada pasien
juga berbeda.
2. Pasien II (Tn.L) dengan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
setelah hari ketiga perawatan. Dikatakan 2. Diagnosa keperawatan
teratasi karena dilihat dari pernyataan
klien dan observasi dari perawat yaitu: Berdasarkan dari diagnosa
keperawatan didapatkan hasil kedua
pasien memiliki diagnosa keperawatan
Data Objektif: yang sama yaitu gangguan pemenuhan
nutrisi yang ditandai dengan kehilangan
1) Klien mengatakan sudah nafsu makan nafsu makan pada pasien.
2) Klien mengatakan menggunakan wadah dan
tisu ketika batuk 3. Rencana tindakan keperawatan
3) Klien melakukan istirahat sebelum dan
sesudah makan
Hasil dari rencana tindakan
Data Objektif: keperawatan yang telah dilakukan yaitu
kedua pasien memiliki rencana tindakan
yang sama sesuai dengan SOP rencana
1) Klien makan 3 x sehari diet yang diberikan tindakan yang ada di rumah sakit
M2 TKTP meliputi kaji kebiasaan diet, auskultasi
bunyi usus,
2) Bunyi usus 12x/i
3) Klien batuk menggunakan tisu dan wadah
4) Klien sudah nafsu makan

5) Klien tampak menghindari makanan yang


sangat panas dan sangat dingin
6) BB klien 50 kg
7) Terpasang oksigen 3L/i

8) Klien sudah mampu menghabiskan porsi


makanannya

Maka dari pernyataan klien dan observasi


dari klien disimpulkan bahwa masalah
gangguan pemenuhan nutrisi pada klien
teratasi.

Kesimpulan

1. Pengkajian

Didapatkan hasil pengkajian dari

kedua pasien memiliki beberapa


kesamaan yaitu, penyebab dan tanda
gejala. Adapun perbedaan antara kedua
pasien meliputi umur yang berbeda,
tanda

– tanda vital yang berbeda, pemeriksaan


laboratorium yang berbeda, serta pola
pemenuhan nutrisi yang juga berbeda,
mulai berkurang, klien tampak lebih segar
dan pemberian nasal kanul 3L/i. Sehingga
kedua pasien mengalami peningkatan
perawatan oral, pemberian periode
dalam pemenuhan nutrisi meskipun
istirahat, menghindari makanan bergas
dalam proses peningkatan tersebut
dan berkarbonat, menghindari makanan
mengalami perbedaan waktu dan tingkat
yang sangat panas dan sangat dingin,
kemampuan.
penimbangan berat badan, konsul dengan
ahli gizi dalam pemberian makanan, serta
pemberian oksigen selama makan.
Daftar Pustaka
4. Tindakan keperawatan
Astuti, W. 2011. Ilmu gizi dalam
keperawatan, Jakarta, TIM.
Tindakan keperawatan yang dilakukan
kepada kedua pasien sama,
Dani 2012. Karateristik penderita penyakit
sesuai dengan rencana tindakan PPOK di Rumah Sakit Immanuel,
keperawatan misalnya dengan pemberian Bandung.
diet yang sama yaitu MB TKTP. Adapun hal
yang membedakan yaitu terapi yang
didapatkan kedua pasien tidak sama.
Dinarti. 2013. Dokumentasi keperawatan,
Jakarta, TIM.
5. Evaluasi
Doengoes, E.M. 2012. Rencana keperawatan,
Jakarta, Buku Kedokteran, EGC.
Pada hasil evaluasi antara kedua pasien
didapatkan hasil yang berbeda. Pada Fajrin, O. 2015. Gambaran fungsi paru
pasien I sudah nafsu makan pada hari ke 2,
diet yang diberikan sudah habis 1 porsi, pada pasien Penyakit Paru Obstruktif
sesak mulai berkurang dan pemberian
nasal kanul 2L/i. dan pada hari ke 3 klien Kronik. Jurnal Fakultas Keperawatan
tampak lebih segar. Sedangkan pada pasien
Volume No. 2 , Jakarta.
II keluhan masih belum nafsu makan, diet
hanya habis ¼ porsi sesak masih ada, dan
belum ada peningkatan berat badan. Dan Ghofar,A. 2014. Hubungan perilaku merokok
pada hari ke 3 perawatan nafsu makan dengan kejadian PPOK di Ruang
klien sudah ada, diet yang diberikan sudah
mampu di habis kan 1 porsi, keluhan sesak

Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 46


Cempaka Rumah Sakit Umum,
Jombang. Padila. 2012. Keperawatan medikal bedah,
Jakarta.

Hidayat, A. 2012. Kebutuhan dasar manusia I,


Jakarta, Salemba Medika. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013, Kementrian Kesehatan.
Republik Indonesia, di akses pada
Manurung, S. 2013. Gangguan system
pernafasan akibat infeksi, Jakarta,
tanggal 14 maret 2014
TIM. (http:www.depkes.go.id).

Smeltzer. 2014. Keperawatan medical bedah,


Mutaqin, A. 2013. Asuhan keperawatan pada Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran,
klien dengan system pernapasan, EGC.
Jakarta, Salemba Medika.

Suryadinata. 2017. Perbedaan asupan nutrisi


Nainggolan, H. 2012. Analisis diet tinggi kalori makanan dan IMT perokok aktif
tinggi protein pada pasien PPOK, dengan non-perokok, Jakarta.
Jakarta.

Tabrani, R. 2013. Penyakit paru fleura,


Nieniek. 2012. Peningkatan fungsi ventilasi
Jakarta.
paru pada penyakit PPOK dengan
posisi high folwer dan orthopneic,
Bandung.
Zamzam. 2012. Epidemiologi pasien dengan
penyakit PPOK, Amerika.
Nugroho, Y.A. 2011. Batuk efektif dalam
pengeluaran dahak pada pasien
dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di Instalasi Rehabilitasi
Medik Rumah Sakit Baptis Kediri.
Jurnal STIKES RS Baptis Kediri.
Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 2, No. 1, Juni 2017 47

Anda mungkin juga menyukai