Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pasien Dengan Gagal Napa2
Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pasien Dengan Gagal Napa2
Mey Nuryani
Nurmardika Wati
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Maha Esa, bahwa penulis
telah menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Keluarga dengan
judul “Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pasien Dengan Gagal
Napas”. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
2. Orang tua yang telah memberi dukungan dalam bentuk moril maupun materil.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang
menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu diperlukan perawat yang
gawat darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak
dikendalikan.
keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara
bertahap maupun mendadak, maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang
seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah klien yang datang
ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu, adanya saling
data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan dengan
menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi dan
proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru terjadi secara simultan, sehingga
gagal napas, maka dari itu penulis mengambil kasus ini sebagai seminar kelompok
2. Rongga Mulut
Pada bagian atas berbatasan dengan labium, palatum durum dan palatum
mole, sedangkan pada bagian belakangnya berbatasan dengan orofaring.
Peranannya sebagai pengunyah makanan dikarenakan terdapatnya gigi geligi,
berbagai kelenjar ludah yang mengandung enzim ptialin. Peranannya hanya dalam
waktu bersuara atau tersumbatnya rongga hidung (Rab, 2013).
3. Faring
Merupakan bagian belakang dari rongga hidung dan rongga mulut. Terdiri
dari (bagian yang berbatasan dengan rongga hidung), orofaring (bagian yang
berbatasan dengan rongga mulut), dan hipofaring (bagian yang berbatasan dengan
laring), diyakini bagian dimana pemisahan antara udara dan makanan terjadi (Rab,
2013).
4. Laring
Walaupun fungsi utamanya dalah sebagai alat suara, akan tetapi didalam
saluran pernapasan fungsinya adalah sebagai jalan udara, oleh karena celah suara
diantara pita suara berfungsi sebagai pelindung dari jalan udara. Bila dilihat secara
frontal maupun lateral, pada gambaran laring dapat dilihat adanya epiglotis, tulang
hiloid, tulang rawan tiroid, tulang aritenoid, dan tulang rawan krikoid. Tulang
rawan krikoid merupakan batas terbawah dari tulang rawan laring, yaitu terletak
2-3 cm dibawah laring. Dibawah dari tulang krikoid biasanya dilakukan tindakan
trakeotomi yang bertujuan untuk memperkecil (dead space)dan mempermudah
melakukan pengisapan sekresi (Rab, 2013).
5. Trakea
Trakea merupakan suatu cncin tulang rawan yang tidak lengkap (U-
shapped) dimana pada bagian belakangnya terdiri dari 16-20 cincin tulang rawan.
Panjang trakea kira-kira 10 cm, tebalnya 4-5 mm, diameternya lebih kurang 2,5
cm, dan luas permukaannya 5 cm2. Lapisan trakea terdiri dari mukosa, kelenjar
submukosa, dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang treletak pada bagian
depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan. Diameter trakea ini
bervariasi pada saat inspirasi dan ekspirasi (Rab, 2013). 2.
6. Bronkus
UtamaBronkus merupakan suatu struktur yang terdapat didalam
medisatinum. Bronkus juga merupkan percabangan dari trakea yang membentuk
bronkus utama kiri dan bronkus utama kanan. Panjangnya lebih kurang 5 cm,
diameternya 11-19 cm, dan luas penampangnya 3,2 cm2. Percabangan dari trakea
sebelum masuk ke mediastinum disebut dengan bifurkasi dan sudut tajam yang
dibentuk oleh percabangan ini disebut karina. Karina ini penting didalam
bronkoskopi, yakni untuk mengintrepretasikan berbagai kelainan didalam
mediastinum. Karina ini penting di dalam bronkoskopi, yakni untuk
menginterpretasikan berbagai kelainan di dalam mediastinum (Rab, 2013).
7. Bronkus Lobaris
Bronkus lobaris merupakan percabangan dari bronkus utama. Bronkus
utama kanan mempunyai tiga percabangan , yakni superior, medialis, dan inferior,
sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi bronkus lobaris superior dan
bronkus lobaris inferior. Diameter dari bronkus lobaris adalah 4,5-11,5 mm
dengan luas penampang 2,7cm2. Bronkus segmentalis merupakan percabangan
dari bronkus lobaris (Rab, 2013).
Apabila seseorang telah terinfeksi TB Paru namun belum sakit maka tidak
dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Masa inkubasinya yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai terjadinya sakit, diperkirakan selama 4 sampai
6 minggu (Depkes.2008). Kuman ditularkan oleh penderita TB Paru BTA positif
melalui batuk, bersin atau saat berbicara lewat percikan droplet yang keluar.
Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of TB Infection
(ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB Par selama satu
tahun (Suarni. 2009)
2.6 Tanda dan Gejala
Seseorang ditetapkan sebagai penderita TB paru apabila ditemukan gejala
klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama pada penderita TB
paru adalah :
Lesi primer paru –paru disebut focus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks
ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang
kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain yang terjadi pada
daerah nekrosis adalah percairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas
akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali
pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
parut fibrosa.
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah yang
tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2, darah
arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai
hiperkapnia (Arifputera, 2014).
Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelainan pada paru, jantung, dinding
dada, otot pernafasan dan mekanisme pengendalian sentral ventilasi di medula
oblongata. Meskipun tidak dianggap sebagai penyebab langsung gagal nafas,
disfungsi dari jantung, sirkulasi paru, sirkulasisistemik, transport oksigen
hemoglobin dan disfungsi kapiler sistemik mempunyai peran penting pada gagal
nafas. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernafasan terletak di bawah batang otak(pons dan medulla).
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untukmemasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
1. Hipoventilasi
2. Ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi
3. Pintasan darah kanan ke kiri
4. Gangguan difusi. Kelainan ektrapulmonelmenyebabkan hipoventilasi
sedangkan kelainan intrapulmoneldapat meliputi seluruh mekanisme
tersebut.
Pada gagal nafas tipe hipoksemia, PaCO2 adalah normal atau menurun,
PaO2adalah menurun dan peningkatan (A-a) DO2. Gagal nafas tipe ini terjadi
pada kelainan pulmoner dan ektrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia
terjadi akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri,
sedangkan gangguan difusi dapat merupakan gangguan penyerta.
Mekanisme gagal napas pada pasien dengan tuberkulosis paru belum dapat
dijelaskan. Berbagai mekanisme postulat meliputi pelepasan mikobakteria ke
sirkulasi pulmonal yang mengakibatkan peradangan obliteratif endarteritis dan
kerusakan membran alveoli. Agregasi trombosit pada kapiler paru yang
menyebabkan perlukaan pada endotel dan aktivasi leukosit yang dihasilkan dalam
peningkatan permeabilitas vaskular adalah hipotesis yang lainnya (Hameed Raina
et al., 2013).
2.14 Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan terdiri dari penatalaksaan suportif/non spesifik dan
kausatif/spesifik. Umumnya dilakukan secara simultan antara keduanya.
1. Penatalaksanaan Suportif/Non spesifik
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung
ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pada tabel 2 berikut
ini.
2. Penatalaksanaan Kausatif/Spesifik
Sambil dilakukan resusitasi (terapi suportif) diupayakan mencari penyebab
gagal nafas. Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga pengobatan
untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
3.1 Pengkajian
1. Kajian Umum Pasien
Perawat dapat melakukan pengkajian umum pasien menggunakan
peralatan stetoskop, elektroda jantung, mesin elektrokardiogram dengan
printout, spigmoma nometer, dan calipers.
a. Kajian Umum Subjektif dan Objektif
Tujuan kajian umum di keperawatan diterapkan untuk semua pasien
yang masuk ke UGD. Secara umum, pengkajian pasien dibagi menjadi
dua data, yaitu data objektif dan data subjektif.
1) Kajian Subjektif
Data subjektif merupakan data yang berasal dari keluhan keluarga
dan pasien.
2) Kajian Objektif
Data objektif merupakan data yang dapat diukur dan dilihat.
Berikut yang termasuk kajian pemeriksaan objektif.
a) Suhu Tubuh
Hasil suhu tubuh dipengaruhi oleh kegiatan dan kondisi
penyakit pasien. Hasil suhu tubuh bisa dipengaruhi oleh faktor
lingkungan serta terjadinya infeksi dan luka.
b) Denyut Nadi
Pemeriksaan denyut nadi perifer dapat diukur secara palpasi.
Pengukuran denyut nadi jantung apical dapat dilakukan dengan
cara auskultasi.
c) Pernapasan
Umumnya, pasien yang megalami gangguan pernapasan
ditandai dengan terjadinya peningkatan retraksi dinding
dada,pernapasan cuping hidung, tarikan trakeal, keterlibatan
otot dada, dan ketidakmampuan berbicara satu kalimat penuh
dalam satu tarikan napas.
d) Kecukupan Oksigen
Perawat dapat melakukan pemantauan oksigen pasien
menggunakan pemasangan oksimetri.
e) Tekanan Darah
Tekanan darah abnormal menandakan pemeriksaan lebih
lanjut.
f) Tekanan Nadi
Memeriksa tekanan nadi salah satu cara untuk mengetahui
status volume sirkulasi darah. Mengetahui volume darah dapat
dilakukan dengan cara menghitung pulse pressure (PP).
g) Pengukuran BB dan TB
Pemeriksaan berat badan dan tinggi badan sebagai data
pendukung pasien. Pengukuran BB dan TB pada bayi dan
anak- anak penting dilakukan, karena pemberian obat
didasarkan dengan BB dan TB-nya.
Komponen Pemeriksaan
Airway (Jalan Periksa apakah jalan napas paten atau
napas) tidak
Periksa vokalisasi
Ada tidaknya aliran udara
Periksa suara napas abnormal atau
normal : stridor, snoring, gurgling
Breathing Periksa apakah ada naikturunnya
(Pernapasan) dinding dada, suara napas dan
hembusan napas pasien
Memeriksa warna kulit pasien
Mengidentifikasi pola pernapasan
abnormal pada pasien
Periksa apakah pasien menggunakan
otot bantu pernapasan, deviasi trakea,
gerakan dinding dada yang simetris
Memeriksa pola napas pasien : adanya
tachipneal bradipnea, kemampuan
berbicara pasien atau adanya
pernapasan cuping hidung
Circulation Pemeriksaan denyut nadi. Periksa
(Sirkulasi) kualitas dan karakter denyutnya
Periksa irama jantung menggunakan
EKG atau dengan cara manual.
Apakah normal atau terjadi
abnormalitas jantung
Pemeriksaan kapiler, suhu tubuh dan
warna kulit, apakah terjadi diaforesis
2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder umumnya bertujuan untuk mengidentifikasi
penyakit yang dikeluhkan oleh pasien. Menurut Kartikawati (2014)
table komponen pengkajian sekunder dapat dilihat sebagai berikut.
Komponen Pertimbangan
Observasi Perawat mempertimbangkan hasil observasi
Umum berdasarkan penampilan pasien, posturdan
posisi tubuh
Pemeriksaan terhadap pasien, apakah pasien
memang menggunakan tindakan perlindungan
diri
Observasi keluhan umum yang dirasakan
pasien
Pemeriksaan kesadaran pasien
Observasi perilaku pasien, apakah pasien
merasa ketakutan, gelisah atau tenang
Periksa komunikasi verbal pasien, apakah
berbicara jelas atau bergumam bingung
Amati apakah pasien bau etanol, urine, bau
obat kimiawi atau bau keton
Periksa apakah ada tanda luka, baik luka baru
atau pun luka lama
Kepala dan Periksa apakah terjadi pendarahan, luka atau
Wajah terjadi bentuk asimetri pada pasien
Periksa bagain mata, apakah pupil mata
bereaksi terhadap cahaya dan perhatikan
ukuran dan bentuk pupil kanan kiri
Periksa status viral pasien
Lakukan palpasi kulit kepala untukpasien
yang mengalami luka
Jika terjadi palpasi, adanya benjolan pada
tulang wajah, periksa apakah bentuknya
simetris atau sebaliknya
Pemeriksaan, apakah pasien mengalami
pembengkaka, penderahan di bagian hidung
Periksa luka pendarahan pada telinga
Pemeriksaan status warna mukosa, hidrasi,
atau pendarahan gigi yang hilang atau patah/
edema laring pada langit-langit mulut
Pemeriksaan ekspresi wajah yang asimetris
dan cara berbicara pasien
Leher Periksa apakah terjadi pembekakan, luka atau
pendarahan
Pemeriksaan apakah terjadi emfisema
subkutan atau deviasi trakea
Pemeriksaan palpasi adanya luka atau keluhan
nyeri pada tulang servikal
Dada Pemeriksaan apakah terjadi benjolan,
pendarahan dan luka
Periksa naik-turunnya dinding dada. Apakah
simetris atau tidak simetris
Pemeriksaan apakah terjadi penggunaan otot
bantu pernapasan
Lakukan pemeriksaan palpasi benjolan,
emfisema, nyari pada struktur dinding dada
Pemeriksaan auskultasi suara napas kanan dan
kiri, apakah ada perbedaan atau sama
Lakukan auskultasi suara jantung, apakah
normal atau abnormal
Abdomen Periksa apakah terjadi luka seperti abdomen,
benda asing yang manancap, memar dan
jahitan operasi
Auskultasi bising usus dan gangguan aortic
abdominal
Palpasi dan membandingkan denyut di kedua
sisi abdomen
Pemeriksaan palpasi, apakah ada masa
rigditas, pulsasi dan abdomen
Lakukan pemeriksaan perkusi untuk
mengindikasikan adanya cairan dan udara
Pemeriksaan palpasi hepar untuk menentukan
ukuran dan adannya benjolan
Tekan simfisis pubis dan iliaka pelvis, periksa
apakahada ketidakstabilan atau nyeri
Ekstremitas Pemeriksaan palpasi. Apakah ada benjolan,
pendarahan, memar dan edema
Pemeriksaan apakah ada bekas luka, nyeri dan
patah tulang
Pemeriksaan palpasi dan bandingkan denyut
nadi di kedua tangan
Lakukan pencatatan capillary refill time
(CRT), perbedaan warna, pergerakan, suhu
tubuh dan sensasi
Punggung Pemeriksaan palpasi, apakah ada benjilan,
nyeri, luka, atau memar
Lakukan pemeriksaan rectal rauche (RT)
untuk mengidentifikasi darah, pembengkakan
prostat, hilangnya refleks sphincter internal
Jika pasien dicurigai terluka padapunggung.
Lakukan pemeriksaan dengan cara log roll
1) Riwayat
Parameter kajian untuk anak-anak dilihat dari riwayatnya, maka perawat
perlu mempertimbangkan kesehatan ibu pada saat kehamilan (antenatal
care).
Pada kajian umum lansia, parameter kajian yang diperhatikan perawat
adalah riwayat kesehatan selama proses penuaan.
2) Tanda Vital
Parameter kajian untuk tanda-tanda vital khusus anak-anak. Perawat
memeriksa denyut nadi si anak. Apakah ada heart rate dan pernapasan
yang lambat atau cepat.
Pemeriksaan pada lansia, dapat dilihat dari tanda vital yang dipengaruhi
oleh macam-macam pengobatan pasien.
3) Kardiovaskular
Pemeriksaan untuk kardivaskular pada anak-anak memperhatikan masalah
penyakit jantung kongenital.
Pemeriksaan kardiovaskular pada usia lanjut dilakukan apabila pasien
mengalami penurunan curah jantung dan terjadi perkembangan penyakit
jantung coroner.
4) Pernapasan
Kajian umum pernapasan pada anak-anak parameternya menggunakan alat
bantu pernapasan hidung. Pada lansia, gangguan saluran pernapasan
karena terjadi peningkatan diameter anteroposterior.
5) Neurologis
Ketika melakukan pemeriksaan neurologis pada anak-anak, hal yang
diperhatikan oleh perawat adalah tingkat perkembangan anak. Pada pasien
lansia, hal yang diperhatikan perawat adalah apakah terjadi degenerasi
fungsi saraf atau transmisi saraf.
6) Gastrointestinal
Parameter kajian pada anak yang mengalami nyeri memerlukan
perlindungan pada abdomen. Sementara itu, lansia yang mengalami
gangguan gastrointestinal ditandai dengan gangguan pencernaan, motilitas
usus, dan permukaan gastrointestinal menurun.
7) Genitourinari
Genitourinari pada anak-anak, ditandai dengan kemampuan anak
mengendalikan buang air kecil. Pada pasien lanjut usia, parameter kajian
terjadinya penurunan fungsi ginjal di usia 40 tahun ke atas.
8) Muskoloskeletal
Parameter kajian muskoloskeletal pada bayi ditandai dengan kelenturan
tulang bayi. Pada pasien lansia, gangguan muskoloskeletal ditandai dengan
oenurunan massa otot.
9) Integumen
Pada pasien anak-anak, yang perlu diperhatikan perawat dalam kajian ini
adalah mempertimbangkan adanya alergi popok. Pada lansia, gangguan
integument ditandai dengan berkurangnya pergerakan yang menyebabkan
dermatitis statis dan penyakit lambung.
10) Endokrin
Pada anak-anak, parameter kajian yang umum terjadi pertumbuhan
hormone yang bersifat abnormal. Sedangkan pada pasien lansia,
mengalami gangguan tiroid.
11) Hematologi
Anak-anak dalam kajian hematologi bisa saja mengalami anemia, penyakit
darah, dan leukemia. Sedangkan pada lansia mengalami kadar hematocrit,
berkurangnya hemoglobin dan absorbs vitamin B12.
12) Imun
Parameter kajian imun pada anak-anak cenderung bersifat pasif setelah
dilahirkan. Sementara itu, pada lansia memiliki respons imun terhadap
antibodi yang terus menurun, mengikuti usia yang bertambah.
2. Riwayat Kesehatan
Perawat melakukan pencatatan riwayat kesehatan pasien sehingga
memungkinkan perawat untuk membuat patokan dasar pengkajian tentang status
pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem pernapasan merupakan pengumpulan data yang
reliable dan berpedoman pada informasi secara menyeluruh. Teknik dasar
pemeriksaan fisik meliputi empat hal. Keempat hal tersebut meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a. Inspeksi
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian kondisi pasien, apakah pasien
dalam kondisi sadar atau tidak. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan
penampilan pasien, misalnya melihat apakah pasien bisa berbicara atau
tidak, mengalami pendarahan atau yang lainnya.
b. Auskultasi
Perawat mendengarkan intensitas volume bunyi napas, apakah napas
pasien normal atau sebaliknya.
c. Palpasi
Pemeriksaan palpasi untuk mengetahui apakah ada kekakuan, nyeri,
ukuran organ, dan adanya massa.
d. Perkusi
Pemeriksaan perkusi dapat menghasilkan suara yang dapat didengar,
vibrasi taktil, dan menggema.
DAFTAR PUSTAKA
Nemaa PK. 2003. Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, 47(5): 360-6
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Kurniadi, Ricky. 2017. Gambaran Pasien Gagal Napas Dengan Kelainan Paru
Pada Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malim Medan Bukan
Januari Sampai Agustus Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sumatera Utara
http://spesialis1.pikr.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/05/Respiratory-
failure-in-pulmonary-tuberculosis-Dr.Daniel.pdf Accessed 8 Maret 2020