Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PBL

MODUL NAPAS PENDEK


SISTEM RESPIRASI

Disusun oleh :
Kelompok 4

Ketua Kelompok 70600121024 Putri Awalia Djohan

Anggota Kelompok 70600121020 Novianeu Salsabila Rachma (Scriber)


70600121012 Afifah Azzahra
70600121014 Nur Aqila Mu’awiah
70600121018 Nabila Yasmin Azzahra
70600121037 Thorib Abrar Virgiawan
70600121029 WD. Tiara Putri Komala
70600121043 Ratisuci Ramli
70600121045 A. Falya Inayah Alfiyyah
70600121049 Muh. Alfi Erlangga R

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
‫ﺴــــــــــــــــــ ِﻢ ﷲِ اﻟ ﱠﺮﺣ َﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮ ِﺣ ْﯿ ِﻢ‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, sehingga
meski dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan Problem Based Learning (PBL) modul “SISTEM
RESPIRASI”.

Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Arlina Wiyata Gama, M. Biomed dan dr.
Andi Alifia Ayu Delima, M. Kes selaku dosen tutor yang telah membantu kami baik
secara moral maupun materi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini
dengan baik.

Kami menyadari, bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar kami
bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Semoga laporan ini bisa menambah
wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Makassar, 16 Maret 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI……………………………………..………………….………………iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………..………..…………...…..1
1.1 Skenario.………………………………………....……...…………….…..1
1.2 Kata Kunci……………………………………………….……....…..……1
1.3 Rumusan Masalah…………………………..…..…………………………2
1.4 Learning Outcome.…………………....……..…………...…..…………...2
1.5 Problem Tree………...……………………...……...…………….………..3

BAB II PEMBAHASAN...……………………………………..……………….……4
2.1 Anatomi,Histologi,Fisiologi Sistem Pernapasan……..………….…..……4
2.2 Definisi Napas Pendek……………………………………..…...………..13
2.3 Faktor Resiko Napas Pendek……………………………….….….......…13
2.4 Klasifikasi Napas Pendek…………………………………..................…13

2.5 Etiologi Napas Pendek …………………………………………..………14

2.6 Patomekanisme Napas Pendek…………………...…………………...…15

2.7 Etiopatomekanisme Gejala Penyerta……………………………….……15

2.8 Hubungan Gejala Utama Dan Gejala Penyerta………………………..…17

2.9 Langkah Penegakkan Diagnosis…………………………………………17

2.10 Tatalaksana Awal Terkait Skenario………………………………….…19

2.11 Pencegahan Terkait Skenario…………………………………………...19

2.12 Diagnosis Banding Terkait Skenario………………………………...…20

2.13 Integrasi Keislaman Terkait Skenario……………………………….…27

BAB III PENUTUP………………………………………………………………....28

3.1 Tabel Diagnosis Banding…………………………………………...……28

3.2. Kesimpulan……………………………………………………………...29

3.3 Saran……………………………………………………………………..29

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..………......30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang anak perempuan 10 tahun dibawa oleh ibunya ke UGD dengan keluhan napas pendek
yang dialami sejak 2 hari terakhir. Keluhan ini tidak terus-menerus, namun disertai batuk
berdahak. Ada keluhan demam yang tidak tinggi, namun turun dengan obat penurun panas.
Anak tampak lemah dan nafsu makan menurun. Saat keluhan napas pendek dan batuk,
terdengar napas berbunyi. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat kontak dengan pasien infeksi
paru tidak ada. Riwayat alergi tidak ada, namun ibu memiliki riwayat keluhan yang sama saat
usia anak.

1.2 Kata Kunci


1. Anak perempuan
2. Umur 10 tahun
3. Di bawa ke UGD
4. Keluhan napas pendek
5. Sejak 2 hari yang lalu
6. Keluhan tidak terus-menerus, tapi disertai batuk berdahak
7. Demam tidak tinggi, tapi turun dengan obat penurun panas
8. Tampak lemah dan nafsu makan menurun
9. Saat keluhan napas pendek dan batuk terdengar napas berbunyi
10. Imunisasi lengkap
11. Ibu memiliki keluhan riwayat keluhan yang sama saat usia anak

1
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi terkait skenario ?
2. Apa definisi napas pendek ?
3. Apa saja faktor resiko napas pendek ?
4. Apa saja klasifikasi napas pendek ?
5. Apa saja etiologi napas pendek ?
6. Bagaimana patomekanisme napas pendek ?
7. Bagaimana etiopatomekanisme gejala penyerta ?
8. Bagaimana hubungan gejala utama dan penyerta ?
9. Apa saja langkah penegakkan diagnosis ?
10. Bagaimana tatalaksana awal terkait skenario ?
11. Apa saja langkah pencegahan terkait skenario ?
12. Apa saja yang menjadi diagnosis banding terkait skenario ?
13. Bagaimana integrasi keislaman terkait skenario ?

1.4 Learning Outcome


1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi terkait skenario
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi napas pendek
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor resiko napas pendek
4. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi napas pendek
5. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi napas pendek
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme napas pendek
7. Mahasiswa mampu menjelaskan etiopatomekanisme gejala penyerta
8. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan gejala utama dan penyerta
9. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah penegakkan diagnosis
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana awal terkait skenario
11. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah pencegahan terkait skenario
12. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding terkait skenario
13. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario

2
1.5 Problem Tree

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi, Histologi, Fisiologi Terkait Skenario


A. Anatomi
● Hidung
Hidung adalah organ utama pernapasan yang berhubungan dengan dunia luar,
yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya udara mempertahankan dan
menghangatkan udara yang masuk dan sebagai filter dalam membersihkan benda asing
dan juga berperan dalam resonansi suara serta sebagai tempat reseptor olfaktorius.

● Faring
Faring merupakan tabung yang terletak dibelakang mulut dan rongga hidung
dan menghubungan keduanya ke trakea serta tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan.
● Laring
Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak dibawah persimpangan
saluran faring yang membelah menjadi trakea dan kerongkongan, sering disebut
sebagai kotak suara yang terdiri dari epiglotis.

4
● Trakea
Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai puncak paru-paru,
panjangnya sekitar 12 cm, setinggi cervical 6 - thoracal 5, ujung trakea bercabang
menjadi dua yang disebut karina.
● Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua ke paru kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar diameternya, bronkus kiri lebih
horizontal, lebih panjang dan lebih sempit, dimana bronkus terbagi menjadi bronkus
lobaris kanan 3 lobus dan bronkus lobaris kiri 2 lobus, bronkus lobaris kanan terbagi
menjadi 10 bronkus segmental, dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus
segmental, bronkus segmental ini terbagi lagi menjadi subsegmental yang dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memiliki arteri limfatik dan saraf-saraf, bronkus segmental
bercabang-cabang menjadi bronkiolus, bronkiolus ini merupakan cabang dari bronkus
yang berfungsi untuk mengatur udara dari bronkus ke alveoli dan juga mengontrol
jumlah udara yang masuk dan keluar saat proses pernafasan.
● Paru-paru
Paru-paru kanan dan kiri mempunyai ciri yang berbeda. Paru-paru kiri orang
dewasa umumnya berbobot sekitar 325-500 gr sedangkan bagian kanan memiliki berat
375-600 gr. Paru-paru kanan memiliki 3 bagian atau lobus sedangkan kiri memiliki 2
bagian atau lobus.

5
● Alveolus
Alveolus adalah bagian dari paru yang merupakan kelompok terkecil yang
disebut kantong alveolus, di ujung alveolus, alveolus ini berfungsi sebagai tempat
pertukaran oksigen dan karbondioksida dimana pertukaran gas ini terjadi melalui
dinding alveoli dan kapiler yang sangat tipis.

B. Histologi
● Rongga Hidung
- Anterior
Bagian paling depan rongga hidung adalah vestibulum yang dilapisi oleh epitel berlapis
gepeng berkeratin. Di dalam vestibulum, terdapat kelenjar keringat, kelenjar sebasea,
dan bulu-bulu hidung yang disebut vibrissae. Vibrissae ini merupakan rambut-rambut
kasar yang berperan dalam penyaringan partikel-partikel yang berukuran besar pada
udara inspirasi.
- Posterior
Epitel pada vestibulum berubah menjadi epitel bertingkat silindris bersilia atau sering
disebut epitel respiratorik pada bagian posterior. Epitel respiratorik ini melapisi hampir
seluruh kavum nasi selain konka nasalis superior. Konka nasalis superior dilapisi oleh
epitel penghidu khusus yang berperan dalam fungsi menghidu.
Epitel olfaktorius yang melapisi daerah konka nasalis superior berbentuk tingkat dan
silindris. Lamina propria pada epitel ini memiliki kelenjar serosa besar yang akan
mensekresikan cairan di sekitar silia penghidu dan mempermudah akses zat pembau
yang baru. Epitel ini terdiri atas tiga jenis sel, yaitu :
1) Sel-sel basal
Sel basal merupakan sel punca yang dapat membentuk dua sel lainnya. Sel ini kecil,
berbentuk kerucut, dan terletak di lamina basal.
2) Sel penyokong

6
Sel ini berbentuk kolumner dengan puncaknya lebih silindris dan dasarnya lebih sempit.
Sel penyokong diperkirakan berperan untuk menjaga lingkungan di epitel olfaktorius
supaya tetap stabil.
3) Neuron olfaktorius.
Neuron olfaktorius terdapat pada seluruh lapisan epitel olfaktorius. Neuron ini bertugas
sebagai reseptor bau. Reseptor ini berespon terhadap zat pembau dengan potensial aksi.

● Faring
Faring terdiri dari 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Nasofaring tersusun oleh epitel respiratorius. Orofaring tersusun oleh epitel berlapis
gepeng. Laringofaring tersusun oleh epitel berlapis gepeng.
● Laring
Laring tersusun oleh epitel bertingkat bersilia. Namun, pada permukaan
epiglotis dan plica vocalis tersusun oleh epitel berlapis gepeng tidak berkeratin.

7
● Trakea
Pada bagian mukosa tersusun oleh epitel respiratorius bertingkat bersilia di
bagian submukosa tersusun oleh jaringan penyambung fibroelastis, jaringan limfoid,
pembuluh darah dan kelenjar seromukosa dan mukus, kemudian di bagian adventisia
tersusun oleh tulang rawan hialin dan jaringan ikat fibrosa yang mengaitkan trakea
dengan struktur disekitarnya.

● Bronkus
- Bronkus Primer
Strukturnya mirip dengan Trakea namun :
1. Dindingnya lebih tipis
2. Diameternya lebih kecil
3. Tulang rawan tampak seperti lempengan tidak beraturan
4. Otot polos terletak di antara lamina propria dan submukosa

- Bronkus Sekunder
Bronkus intrapulmonal dilapisi oleh epitel bronkus kolumnar berlapis semu,
bersilia dan bersel goblet
1. Lamina propria : jaringan ikat halus dengan serat elastin dan beberapa limfosit
2. Otot polos, yang mengelilingi lamina propria dan memisahkannya dari
submukosa

8
3. Cartilago hialin, setiap lempeng cartilago hialin dilapisi oleh jaringan ikat
perikondrium
4. Submukosa : terdapat banyak kelenjar bronkus seromukosa
Pada submukosa bronkus yang lebih besar terdapat kelenjar bronkus dan sel
adiposa

● Bronkiolus
- Bronkiolus terminalis
Memiliki diameter yang kecil, kira-kira 1 mm atau kurang. Lapisan bronkiolus
terminalis tersusun dari :
1. Mukosa : Epitel Silindris berlapis semu bersilia
2. Lamina propia : terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot polos
3. Adventia : terdiri jaringan ikat elastin
4. Tidak terdapat tulang dan kelenjar

9
Sebagian besar epitel terdiri atas Club cell atau Sel Clara, dengan tonjolan mirip
kubah. Sel clara mensekresikan komponen surfaktan yang mengurangi tegangan
permukaan dan membantu mencegah kolapsnya bronkiolus.

- Bronkiolus respiratorius
Bronkiolus respiratorius merupakan bagian pertama zona respirasi. epitelnya
tersusun oleh epitel silindris rendah atau bisa disebut dengan epitel kuboid. Pada bagian
proximal masih terdapat silia, tetapi semakin ke distal silia semakin hilang. terdapat
pula sel clara dan otot polos yang tipis. Pada bagian dindingnya, diselingi oleh
bangunan seperti kantung berdinding tipis atau biasa disebut dengan alveolus. Bronkus
respiratorius ini akan berakhir ke duktus alveolaris.

● Alveolaris
- Duktus alveolaris
Duktus alveolaris merupakan percabangan dari ujung distal bronkiolus
respiratorius. Tidak mempunyai dinding sendiri dan terbentuk oleh alveolus
disekitarnya. Baik duktus alveolaris maupun alveolus dilapisi oleh sel gepeng yang
sangat tipis.

10
- Sakus alveolaris
Sakus alveolaris merupakan ujung duktus alveolaris distal dan kadang terdapat
di sepanjang duktus alveolaris. Sebagai kantong buntu yg terdiri dari dua atau lebih
kelompok kecil alveolus. Lamina propianya sangat tipis.

● Alveolus
Alveolus atau alveoli adalah kantung-luar bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris, ujung terminal duktus alveolaris. Alveoli disusun oleh:
- Sel pneumosit tipe I
Sangat tipis dan melapisi alveolus paru. Terdiri dari epitel selapis gepeng.
Bersama endotel kapiler membentuk sawar darah-udara (Claustrum aerosanguineum)
yang tipis. Sawar darah-udara ini merupakan tempat berlangsung nya pertukaran gas.
- Sel pneumosit tipe II
Terdiri dari Epitel selapis kuboid. Berada di antara sel pneumosit tipe I.
Mengandung Corpusculum lamellar sekretorik. Sel ini menghasilkan surfaktan paru
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan Alveolus sehingga alveolus
dapat mengembang dan mencegah kolaps.
- Sel debu (Makrofag alveolus)
Sel debu adalah monosit yang masuk ke jaringan ikat paru dan alveolus.
Membersihkan alveoli dari organisme yang masuk dan memfagosit partikel asing
(fagositosis).

11
C. Fisiologi
● Hidung
Hidung tersusun dari tulang rawan hialin dan jaringan fibroareolar. Kulit bagian
dalam hidung mengandung rambut-rambut halus (vibrissae). Bagian dalam rongga
nasal dilapisi oleh membran mukosa bersilia (epitelium respiratorik. Fungsi hidung
diantaranya yaitu:
a. Menyaring partikel, oleh rambut-rambut halus dan lapisan mukosa bersilia.
b. Melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk.
c. Mematikan kuman, terdapat dalam selaput lendir mukosa.
d. Sebagai indra penciuman, oleh sel-sel olfaktori.
● Faring
Tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang
tengkorak sampai esofagus. Fungsinya Menyediakan saluran bagi udara yang keluar
masuk dan menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara percakapan. Ada tiga
bagian faring, yaitu:
a. Nasofaring (di belakang hidung)
b. Orofaring (di belakang mulut)
c. Laringofaring (di belakang laring).
● Laring
Tabung pendek yang dikelilingi tulang rawan (kartilago) dan terletak di antara
faring dan trakea. Fungsi laring yaitu: menghasilkan suara, sebagai tempat keluar
masuk udara, dan keluar dari paru-paru. Organ ini tersusun atas cincin tulang rawan
dan terdapat di depan kerongkongan.
● Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea. Organ ini memiliki dua
percabangan menuju paru-paru kanan dan kiri. Setelah melewati bronkus, percabangan
akan diteruskan oleh bronkiolus dan berakhir di alveolus atau gelembung udara.
Bronkus dan bronkiolus berfungsi sebagai jalur udara dari trakea menuju paru-paru.
● Paru-paru
Paru-paru merupakan sepasang organ yang memiliki tekstur kenyal dan berisi
udara, dibantu oleh Trakea dalam penghantaran udara. Paru-paru berfungsi sebagai
tempat pertukaran oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah.

12
2.2 Definisi Napas Pendek
Napas pendek, dyspnea, atau sesak napas adalah suatu istilah yang menggambarkan
suatu persepsi subjektif mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi
yang berbeda intensitasnya. Karena sifatnya subjektif, dispnea tidak dapat diukur (namun
terdapat gradasi sesak napas). Meskipun sifatnya subjektif, dispnea dapat ditentukan dengan
melihat adanya upaya bernapas aktif dan upaya menghirup udara lebih banyak (labored
distressful breathing).

2.3 Faktor Resiko Napas Pendek


Faktor resiko dari napas pendek bisa berasal dari faktor lingkungan maupun daya tahan
tubuh seseorang, maupun genetik. Beberapa faktor resiko dari napas pendek adalah :
● Asap rokok
● Debu rumah
● Bulu binatang
● Jenis makanan
● Perubahan cuaca
● Riwayat penyakit keluarga
● Resistensi daya tahan tubuh rendah
Hal ini biasanya terjadi karena adanya penyakit akut, lansia, balita, anak, maupun
rentan terkena infeksi
● Polusi zat kimia
Polutan dapat menyebabkan batuk hidrokarbon
● Lingkungan kerja
Individu yang bekerja di pabrik atau bidang tekstil dapat terpapar bahan tekstil uap
kimiawi

2.4 Klasifikasi Napas Pendek


● Berdasarkan onset:
Dyspnea Akut: Sesak napas yang berlangsung kurang dari 1 bulan. Terjadi tiba- tiba. Karena
penyakit jantung, trauma dada, dan lain-lain
Dyspnea Kronik: Sesak napas yang berlangsung lebih dari 1 bulan. Terjadi menahun, dapat
terjadi karena penyakit asma.

13
● Skala sesak napas atau napas pendek menurut Modified Medical Research Council
(MMRC) dan American Thoracic Society (ATS)
Tingkat 0: Sesak napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat.
Tingkat 1: derajat ringan Sesak napas timbul jika berjalan cepat pada lantai yang datar, atau
jika berjalan di tempat yang sedikit landai.
Tingkat 2: derajat sedang Jika berjalan bersama dengan teman seusia di jalan yang datar, selalu
lebih lambat; atau jika berjalan sendirian di jalan yang datar, sering beristirahat untuk
mengambil napas.
Tingkat 3: derajat berat Perlu istirahat untuk menarik napas setiap berjalan sejauh 30 m pada
jalan yang datar, atau setelah berjalan beberapa menit.
Tingkat 4: sangat berat Timbul sesak napas berat ketika bergerak untuk mengenakan, atau
melepas baju

2.5 Etiologi Napas Pendek


Dispnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas (work of breathing) dapat
ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya tahanan
jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas, asma, dan pada penyakit obstruksi kronik.
Berkurangnya ketegangan paru yang disebabkan oleh fibrosis paru, kongesti, edema, dan pada
penyakit parenkim paru dapat menyebabkan dispnea. Kongesti dan edema biasanya disebabkan
oleh abnormalitas kerja jantung. Penyebab lainnya adalah pengurangan ekspansi paru seperti
pada efusi pleura, pneumotoraks, kelemahan otot, dan deformitas rongga dada. Adapun
penyebab dispnea secara umum:
● Penyebab pernapasan mungkin termasuk asma, eksaserbasi akut atau gangguan paru
obstruktif kongestif kronis (PPOK), pneumonia, emboli paru, keganasan paru,
pneumotoraks, atau aspirasi.
● Penyebab kardiovaskular mungkin termasuk gagal jantung
● Penyebab neuromuskuler mungkin termasuk trauma dada dengan fraktur
● Penyakit sistemik lainnya mungkin termasuk anemia, gagal ginjal akut, asidosis
metabolik
● Psikogenik mungkin termasuk kecemasan

14
2.6 Patomekanisme Napas Pendek
Sesak adalah keadaan dimana seseorang membutuhkan usaha lebih untuk bernapas
dikarenakan jalur pernapasannya menyempit atau terjadi hambatan dikarenakan akumulasi
mukus atau zat asing di saluran napas, pada dasarnya yang memicu hal-hal tersebut adalah
inflamasi yang dipicu banyak hal seperti toksin pada rokok dan mediator-mediator lainnya juga
dapat diakibatkan pelepasan ROS, inflamasi pada traktus pernapasan akan mengakibatkan
bronkokonstriksi dan juga memicu edema pada saluran pernapasan hal ini memicu susahnya
aliran napas untuk masuk dan keluar dari paru hal ini akan memicu udara terperangkap di dalam
paru hal ini akan memicu kompensasi tubuh untuk mendapatkan udara dengan bernapas lebih
cepat dan dengan usaha yang lebih besar menggunakan otot-otot pernapasan tambahan.
Faktor pencetus (Patogen,Toxin rokok) -> toxin + ROS -> inflamasi pada traktus
pernapasan -> pelepasan mediator radang -> bronkokonstriksi + edema traktus
pernapasan+sekresi mukus meningkat dan terakumulasi di jalur pernapasan -> berkurangnya
udara yang masuk dan keluar dari paru paru -> udara kotor terperangkap di dalam paru paru -
> respon tubuh untuk bernapas lebih cepat dengan usaha lebih -> dyspnea

2.7 Etiopatomekanisme Gejala Penyerta


A. Demam
Demam timbul sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi melalui
stimulasi sintesa prostaglandin di sel vaskular dan perivaskular di hipotalamus. Produk bakteri,
misalnya liposakarida (LPS) (disebut pirogen eksogen), menstimulasi leukosit untuk
menghasilkan sitokin seperti IL-1 dan TNF (disebut pirogen endogen), yang akan
meningkatkan kadar siklooksigenase yang mengubah AA menjadi prostaglandin. Di
hipotalamus prostaglandin, terutama PGE2, akan menstimulasi produksi neurotransmitor, yang
berfungsi mengatur ulang titik suhu pada tingkat lebih tinggi sehingga terjadi demam.
B. Batuk
Batuk terjadi jika ada yang merangsang reseptor batuk (mukus, patogen keadaan
psikogenik, gas, tekanan, udara dingin dan sebagainya ) hal ini dinamakan fase iritasi. Ketika
reseptor batuk dirangsang yaitu berupa serabut saraf halus yang tidak bermielin (terletak di
berbagai tempat) reseptor batuk akan menyalurkan impuls menuju saraf aferen (Cabang nervus
vagus, nervus trigeminus, nervus glosofaringeus dan nervus frenikus) setelah itu serabut aferen
akan membawa impuls ke pusat batuk yaitu di medulla spinalis setelah itu akan diteruskan ke
serabut saraf eferen lalu ke efektor.

15
Setelah diteruskan ke efektor, otot-otot inspirasi akan bekerja membuat rongga toraks
mengembang sehingga terjadi inspirasi cepat yang akan menyebabkan epiglotis terbuka dan
udara masuk. Kemudian setelah udara sudah masuk maka glotis akan tertutup selama 0,2 s
yang dinamakan fase kompresi, hal ini menyebabkan tekanan dalam pulmo meningkat.
Kemudian glotis akan Kembali terbuka (fase ekspulsi), udara dengan tekanan yang tinggi akan
menggetarkan traktus respiratorius sehingga benda asing yang dideteksi akan keluar Bersama
udara ekspirasi dan akan menyebabkan timbulnya suara. Batuk kronik dianggap terjadi karena
penderita kekurangan gizi, adanya reaksi, dan faktor resiko yang terus terpapar, kekurangan
gizi berhubungan dengan pembentukan imun yang harus bisa melawan patogen tersebut.
Faktor Penyebab fase iritasi > reseptor batuk > serabut aferen> pusat batuk>serabut
eferen>efektor > otot inspirasi > udara masuk > epiglotis terbuka > fase kompresi epiglotis
tertutup > tekanan naik > fase ekspulsi > glotis terbuka > udara keluar.
C. Napas berbunyi
Infeksi yang berulang dapat menyebabkan keparahan akut pada status pulmonary
dan mendukung secara signifikan pada percepatan penurunan fungsi pulmonary
karena inflamasi menginduksi reaksi imun berupa fibrosis pada bronkus dan bronkiolus
(Ikwati 2016). Imun yang diproduksi (lgE) selanjutnya menyerang sel - sel mast pada
dalam paru. Pada efisiema terjadi kerusakan dinding dalam asinus sehingga permukaan
untuk pertukaran gas dalam asinus mengakibatkan hilangnya elastisitas pengempisan
(recoil). Hal ini menyebabkan tertekannya jalan udara selama penghembusan napas
yang berkontribusi secara signifikan pada alur obstruksi yang terlihat pada fungi
pulmonary. Akibatnya terjadi penurunan ventilasi dan perfusi. Menurut (Djojodibroto 2014)
Bunyi napas tambahan disebut juga bunyi napas tidak normal (abnormal breath sounds).
Suara ini disebabkan karena adanya sumbatan jalan napas atau obstruksi.
Inspirasi → percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang atau atau pada saat
ekspirasi → menyempit dan memendek → saat ekspirasi → udara sulit keluar (sempit, edema,
karena adanya mukus) →terjadi turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus → timbul
mengi ekspirasi memanjang (wheezing).
D. Lemah
Pada manifestasi lemah, terjadi diakibatkan oleh respon inflamasi sehingga terjadi
peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya terjadi pemecahan cadangan makanan, sehingga
cadangan makanan pada tingkat jaringan akhirnya berkurang, sehingga tubuh kekurangan
energi dan bermanifestasi sebagai tubuh menjadi terasa lemah.

16
2.8 Hubungan Gejala Utama Dan Gejala Penyerta
Berbagai macam faktor dapat menjadi penyebab inflamasi dalam tubuh. pada
saat terjadinya inflamasi, mediator radang akan diaktifkan. mediator radang yang telah
diaktifkan akan membuat hipersekresi mukus dan juga penebalan di saluran napas. Hal
ini menyebabkan aliran udara menjadi terhambat sehingga tubuh sulit untuk melakukan
pertukaran gas. Aliran udara yang terhambat dapat menyebabkan gangguan ventilasi
pada penderita sehingga tubuh merespon dengan napas pendek atau sesak napas.
Mediator radang juga dapat mengaktivasi mekanisme batuk. Nervus vagus (N.
X) akan merangsang medulla oblongata untuk melakukan mekanisme batuk. Selain itu,
mediator radang juga akan merangsang pelepasan prostaglandin E2 (PGE2) yang
membuat set point di hipotalamus meningkat. Set point yang meningkat ini akan
membuat penderita merasa demam. Demam dapat membuat penderita mengalami
nafsu makan yang menurun. Selain itu, set point yang meningkat ini juga membuat
proses metabolik dalam tubuh penderita meningkat. Proses metabolik tubuh yang
meningkat membutuhkan energi yang banyak. Nafsu makan yang turun disertai dengan
kebutuhan energi yang meningkat dapat membuat penderita mengalami malaise atau
lemah.

2.9 Langkah Penegakkan Diagnosis


A. Anamnesis
Diagnosis mengikuti alur klasik yang ditentukan berdasarkan kombinasi dari
adanya gejala yang khas melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting. Anamnesis dimulai dengan
mencari keterangan identitas pasien, keluhan pasien, sejak kapan keluhan muncul,
onset nya, gejala penyerta, penyakit terdahulu, dan riwayat penyakit yang sama pada
keluarga.
B. Pemeriksaan fisik
● Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi, lihat apakah pasien bernapas dengan cuping
hidung, observasi dada, bentuknya simetris atau tidak, gerak dada, pola napas,
frekuensi napas, irama, apakah terdapat ekshalasi panjang (sighing), apakah terdapat
penggunaan otot pernapasan tambahan.

17
● Palpasi
Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan informasi tentang penonjolan di
dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernapasan yang simetris atau asimetris, derajat
ekspansi dada, dan untuk menentukan tactile vocal fremitus. Untuk mengukur derajat
ekspansi dada diperlukan pengukuran menggunakan pita ukur.
● Perkusi
Pengetukan dada (perkusi) akan menghasilkan vibrasi pada dinding dada dan
organ paru di bawahnya yang akan dipantulkan dan diterima oleh pendengaran
pemeriksa. Nada dan kerasnya bunyi tergantung pada kuatnya perkusi dan sifat organ
di bawah lokasi perkusi. Perkusi di atas organ yang padat atau organ yang berisi cairan
akan menimbulkan bunyi dengan amplitudo rendah dan frekuensi tinggi yang disebut
suara pekak (dull, stony dull). Perkusi di atas organ yang berisi udara akan
menimbulkan bunyi resonansi, hiperresonansi, dan timpani. cara melakukan perkusi
adalah permukaan palmar jari tengah (yang berperan sebagai pleksimeter) diletakkan
pada dinding di atas sela iga kemudian diketuk dengan jari tengah tangan yang lain
(sebagai fleksor).
● Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan suara yang berasal dari dalam tubuh dengan cara
menempelkan telinga ke dekat sumber bunyi atau agar lebih mudah dengan
menggunakan stetoskop. Auskultasi dilakukan mulai dari leher, dada, dan kemudian
abdomen. Urutan melakukan auskultasi sebaiknya sistematik. Penyakit pada laring
dapat diduga berasal dari perubahan suara saat berbicara. stridor, yaitu bunyi inspirasi
yang terdengar nyaring, bernada tinggi serta kasar; menandakan adanya obstruksi
saluran napas atas. Suara mengi pada serangan asma dapat terdengar dari jarak yang
agak jauh. Semua suara tersebut (stridor dan mengi) dapat didengar langsung oleh
telinga tanpa alat bantu apa pun.
C. Pemeriksaan penunjang
● Saturasi oksigen
Pemeriksaan saturasi oksigen digunakan untuk mengukur persentase oksigen
didalam darah arteri atau berapa banyak haemoglobin membawa oksigen dalam bentuk
persentase. Pemeriksaan saturasi oksigen dapat dilakukan dengan pulse
oximetry. Pemeriksaan dengan pulse oximetry dilakukan sebelum diberikan terapi
oksigen atau 5 menit setelah terapi oksigen dihentikan. Saturasi oksigen normal pada
anak adalah >95%. Saturasi oksigen kurang dari <92% merupakan prediktor
18
diperlukannya rawat inap, sedangkan saturasi oksigen <90% merupakan tanda
serangan berat yang memerlukan tindakan agresif.
● Spirometri
Pemeriksaan spirometri adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui volume paru, kapasitas paru, dan kecepatan aliran udara. Spirometri sangat
penting untuk menilai fungsi paru serta menilai respon pengobatan dari penyakit kronik
dan mengetahui episode penyakit akut dan penyakit pernapasan. Pemeriksaan fungsi
paru dengan melakukan penilaian terhadap fungsi ventilasi dan difusi gas serta
transport oksigen dan karbon monoksida dari darah ke paru. Sebagai screening untuk
menilai faal paru biasanya cukup dengan melakukan uji ventilasi paru dengan
menggunakan spirometer.
● Laboratorium (sputum atau darah)
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mendapatkan data-data
mikroorganisme patogen, sitologi sel ganas, perhitungan sel, dan diferensiasi sel pH,
protein, glukosa LDH (Lactate dehydrogenase), dan berat jenis.

2.10 Tatalaksana Awal Terkait Skenario


● Pemberian oksigen 1-2L / menit jika Sp02 <94%
● Agonis beta-2 kerja pendek
● Melalui nebulizer atau MDI dan spacer (4-10 semprot)
● Nebulisasi dapat diulang sampai 3 kali tiap 20 menit dalam 1 jam
● Untuk nebulisasi ketiga, pertimbangkan kombinasi beta dua agonis kerja
pendek dan ipratropium bromida
● Pada saat serangan : steroid sistemik (prednison/prednisolon) 1-2 mg/kgBB/
hari maksimum 40 mg per oral

2.11 Pencegahan Terkait Skenario


Tindakan yang dapat mencegah sesak adalah :
● Membuka jendela setiap hari atau menambahkan genteng kaca agar sinar
matahari masuk ke dalam rumah
● Jauhi asap rokok karena asap rokok menyebabkan kerusakan epitel bersilia,
menurunkan klirens mukosiliar dan menekan aktivitas fagosit serta efek
bakterisidal makrofag alveolus sehingga terjadi hipersensitivitas bronkus

19
● Cuci sarung bantal, sprei, dan gorden 1 minggu 1 kali , agar tidak terdapat
kepadatan tungau debu yang merupakan salah satu penyebab alergi.
Kelembaban udara yang relatif tinggi membuat tungau debu bertahan hidup
● Pilih tanaman yang hijau dan tidak terdapat serbuk sari
● Jangan memelihara binatang berbulu dirumah (anjing, kucing, burung)
● Gunakan pakaian hangat jika cuaca dingin
● Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas.
● Hindari aktivitas berlebih seperti berlari, memanjat yang dapat membuat tubuh
kelelahan.
● Saat menyapu sebaiknya disiram menggunakan air terlebih dahulu baru
dilanjutkan menyapu.
● Bersihkan jendela dan ventilasi jendela setiap 2 hari sekali, bersihkan mainan
anak dengan kain yang sudah dibasahi.
● Upaya pencegahan sesak lainnya dilakukan untuk menghindari debu dengan
tindakan menggunakan masker, menghindari debu merupakan cara yang paling
banyak dilakukan.

2.12iagnosis Banding Terkait Skenario


A. Asma Pada Anak
● Definisi
Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang ditandai
dengan riwayat gejala mengi, batuk, sesak napas yang lama dan berulang akibat penyempitan
saluran pernapasan. Inflamasi kronik tersebut menyebabkan saluran napas menjadi
hiperresponsif dan menjadi sempit, sehingga mengganggu proses bernapas yang normal, dan
menimbulkan manifestasi klinis berupa sesak napas, mengi, dada terasa berat serta batuk,
terutama pada malam atau pagi hari.
● Epidemiologi
Saat ini, pasien asma di seluruh dunia mencapai 300 juta orang, dari kalangan semua
usia. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah lagi 100 juta orang pada tahun 2025. Di
Indonesia, prevalensi asma pada tahun 2007 menunjukkan angka sekitar 4,0%, dan pada tahun
2011 meningkat menjadi 4,5%. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%),
diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), DI Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%) dan di
provinsi Gorontalo (5,4%).

20
● Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2014) etiologi asma dapat dibagi atas :
1. Asma ekstrinsik / alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat semenjak anak-
anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, binatang dan debu.
2. Asma intrinsik / idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor non spesifik
seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini sering
muncul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi sinus.
3. Asma campuran
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
● Patomekanisme
Ketika terjadi serangan asma, paru mengembang berlebihan dan menunjukkan bercak
atelektasis, dengan oklusi saluran pernapasan oleh sumbatan mukus. Secara mikoskopik, paru
menunjukkan sembab, sebukan sel radang pada dinding bronkus dengan banyak eosinofil,
hipertrofi otot bronkus dan kelenjar submukosa, sumbatan mukus (spiral Curschmann), debris
kristaloid membran eosinofil (kristal Charcot – Leyden) dalam saluran pernapasan.
● Gejala Klinis
Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya
dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri tenggorokan,
dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala tersebut dapat bervariasi
menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan
juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus
seperti paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas
fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien asma, seperti
karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat
pendidikan penderita, atau pekerjaan.
● Tatalaksana
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
- Non farmakologi, tujuan dari terapi asma:
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
21
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
- Farmakologi, obat anti asma:
a. Bronchodilator
Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid
Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.

B. Pneumotoraks
● Definisi
Pneumotoraks adalah adanya udara didalam rongga pleura yang mengelilingi paru.
● Etiologi
Penyebab pneumotoraks dapat berupa sebab traumatik atau pun non traumatik
(spontan). Trauma yang dapat terjadi seperti pada kecelakaan lalu lintas ssementara yang
sppontan dapat dibagi lagi menjadi primer dan sekunder. Pneumotoraks spontan primer adalah
pneumotoraks yang terjadi tanpa adanya riwayat penyakit paru, sementara pneumotoraks
spontan sekunder disertai dengan riwayat penyakit lainnya.
● Patomekanisme
Rongga pleura dalam keadaan normal tidak dijumpai udara. Bila ada hubungan antara
atmosfer dengan rongga pleura oleh sebab apa pun, maka udara akan masuk ke rongga pleura
yang mengakibatkan terjadinya pneumotoraks. Hubungan ini bisa akibat dari bocornya pleura
visceralis atau robeknya dinding dada yang menembus pleura parietal. Udara atau gas di dalam
pleura dapat menyebabkan paru menjadi kolaps, sehingga ventilasi udara berkurang yang
mengakibatkan terjadinya hipoksia.
● Gejala Klinis
Gejala yang paling umum adalah sesak napas dan nyeri di bagian dada, khususnya saat
menarik dan menghembuskan napas. Terdapat pula gejala lain seperti:
- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri saat menarik
napas dalam atau batuk
- Sesak napas
22
- Dada terasa sempit
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
● Diagnosis
- Pada pemeriksaan fisik toraks ditemukan:
1. Inspeksi: dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada). Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat, deviasi trakea, ruang interkostal melebar.
2. Palpasi: pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit.
3. Perkusi: suara ketuk pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar, batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi, Pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi/sianosis,
gangguan vaskuler/syok.
4. Auskultasi: pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang, suara
vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
- Pemeriksaan Penunjang :
1. Foto toraks.
Gambaran radiologis mempunyai peranan sebagai: kunci diagnosis, penilaian
luasnya pneumotoraks, evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar. Bagian
pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis
yang merupakan tepi paru. Kadang-Kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobular sesuai dengan lobus paru. Paru yang
mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiopaque yang berada di daerah
hilus.
2. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.
3. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bulosa dengan
pneumotoraks.
● Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk pasien-pasien pneumothorax adalah sebagai berikut :
a. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat
kedap udara dengan petroleum jelly atau plastic bersih. Pembalut plastic yang steril merupakan
23
alat yang baik, aluminium foil juga dapat digunakan. Plastik dibentuk segitiga dengan salah
satu ujungnya dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan.
Hal ini untuk mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka
sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Blast injury or tension
Jika udara masuk ke rongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan
agar paru dapat mengembang kembali.
c. Bullow Drainage / WSD
WSD (Water Sealed Drainage) merupakan tindakan invasive yang dilakukan
untuk mengeluarkan udara, cairan (dara,pus) dari rongga pleura, rongga thorax, dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negative
rongga tersebut.
- Indikasi pemasangan WSD :
1. Pneumothoraks
2. Hemathoraks
3. Hemopneumothorax
4. Efusi pleura
5. Cylothorax
6. Penetrating chest trauma
7. Pleural empyema
- Indikasi lain dari pemasangan WSD adalah :
1. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan apakah perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh
dalam syok.
2. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terperangkap di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga mekanisme pernapasan dapat
kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventif : Mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke dalam rongga pleura
sehingga mekanisme pernapasan dapat kembali berfungsi dengan baik.
d. Perawatan Pre-hospital
Beberapa paramedik mampu melakukan needle thoracocentesis untuk mengurangi
tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien

24
makin memburuk. Perawatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera
dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.

C. Bronkhitis Akut
● Definisi
Bronkitis akut adalah inflamasi dari percabangan trakeobronkial, biasanya penyakit ini
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan umum. Penyakit ini memiliki karakteristik
berupa inflamasi pada bronkus yang merupakan saluran yang menghubungkan trakea dengan
bronkiolus dan alveolus.
● Etiologi
- Infeksi virus : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, dan lain-
lain.
- Infeksi bakteri : Bordetella pertussis, Bordetella parapertussis, Haemophilus influenzae,
Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumonia, Legionella)
- Jamur
- Non infeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.
● Patomekanisme
Selama episode bronkitis akut sel-sel pada jaringan bronkus mengalami iritasi dan
terjadi hiperemis dan edema pada membran mukosa, selain itu kemampuan mukosiliar pada
bronkus akan terganggu. Akibat dari proses itu maka saluran udara menjadi terhalang oleh
debris dan proses iritasi itu sendiri. Gejala batuk pada bronkitis akut timbul akibat respon
pertahan paru untuk membersihkan jalan napas dari debris yang timbul akibat proses inflamasi
tadi.
● Gejala Klinis
1. Batuk berdahak
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya pasien
mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian
akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi
purulen atau mukopurulen. Batuk yang disebabkan oleh bronkitis akut baru dapat
dibedakan dengan batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran napas atas jika batuk
telah terjadi selama lebih dari 5 hari.
2. Demam

25
Demam merupakan tanda yang relatif dijumpai dan timbul bersamaan dengan batuk.
Selain itu dapat juga timbul keluhan berupa mual, muntah dan diare meskipun hal ini
jarang terjadi. Pada kasus yang berat akan dijumpai malaise dan nyeri dada. Pada
bronkitis akut yang disertai trakeitis akan ditemukan keluhan berupa rasa terbakar dan
nyeri substernal yang dipengaruhi oleh batuk dan bernapas.
3. Sesak napas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama pada musim
dimana udara dingin dan berkabut.
4. Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu).
5. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak progresif lambat
disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi akut.
● Diagnosis
- Anamnesis
Riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis utama (batuk, sputum, sesak) dan
faktor-faktor penyebabnya.
- Pemeriksaan fisik.
Hasil yang ditemukan saat pemeriksaan fisik pada pasien penderita bronkitis akut dapat
bervariasi mulai dari normal hingga eritema pada faring, limfadenopati, rhinorrhea,
ronki basah, dan wheezing yang lokasi dan intensitasnya berubah-ubah setelah batuk
yang dalam.
- Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan radiologi ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru
dan corakan paru yang bertambah
● Tatalaksana
Prinsip terapi pada bronkitis akut adalah terapi simtomatik yang dapat meredakan
gejala pada pasien dan menjaga agar oksigenasi pada pasien tetap baik. Berdasarkan American
College of Chest Physician 2006 guideline, obat penekan batuk yang bekerja pada sistem saraf
pusat seperti kodein dan dekstrometorphan dianjurkan sebagai terapi jangka pendek dalam
menghilangkan batuk pada pasien penderita bronkitis akut dan bronkitis kronik. Selain itu
pemberian obat golongan beta-2 agonist dapat juga diberikan pada pasien dengan wheezing
dan riwayat penyakit paru sebelumnya. Selain itu pemberian beta-2 agonist terbukti menolong

26
penderita dewasa yang menderita batuk akut. Selain itu dapat juga diberikan terapi simptomatik
berupa mukolitik.
Obat golongan NSAID dapat diberikan pada penderita bronkitis sebagai terapi untuk
nyeri derajat ringan hingga sedang. Penggunaan antibiotik tidak dianjurkan sebagai terapi
kecuali pada penderita yang memiliki riwayat penyakit paru dan jantung terdahulu.
● Komplikasi
Komplikasi diperkirakan terjadi pada 10% pasien yang menderita bronkitis akut.
Komplikasi yang terjadi dapat berupa: superinfeksi bakteri, pneumonia, bronkitis kronis,
reactive airway disease, dan hemoptisis.

2.13 Integrasi Keislaman Terkait Skenario

‫ْت َزَ َّكى َمن ْأ َ ْفلَح ْقَد‬


Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”
(Q.S Al-‘Ala: 14)
Ayat di atas menerangkan bahwasanya dalam kehidupan manusia juga harus menjaga
kesehatan tubuh sebagai wujud menjaga kesehatan secara rohani. Pemahaman tentang pola
hidup sehat menjadi dasar seseorang dalam menjalani kehidupan ini, mencakup kebiasaan
hidup maupun dalam berperilaku dengan sesama yang harus dijalankan dan dilaksanakan
dengan baik.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Tabel Diagnosis Banding

Kata Kunci/ Asma Pada Anak Pneumotoraks Bronkitis Akut


Diagnosa Banding

Anak perempuan + + +

Umur 10 tahun + + +

Di bawa ke UGD + + +

Keluhan napas pendek + + +/-

Sejak 2 hari yang lalu + + +

Keluhan tidak terus- + - +/-


menerus, tapi disertai batuk
berdahak

Demam tidak tinggi, tapi +/- + +


turun dengan obat penurun
panas

Tampak lemah dan nafsu + + -


makan menurun

Saat keluhan napas pendek + +/- +/-


dan batuk terdengar napas
berbunyi

Imunisasi lengkap + + +/-

Ibu memiliki keluhan + + -


riwayat keluhan yang sama
saat usia anak

28
3.2 Kesimpulan
Berdasarkan tabel diagnosis banding dan hasil diskusi yang kami telah lakukan pada PBL
1 serta PBL 2, maka kami menyimpulkan bahwa diagnosis utama dari skenario yang
diberikan adalah Asma pada anak.

3.3 Saran
Seluruh peserta diharapkan lebih aktif lagi dan mencantumkan sumber dari pendapat
yang telah dikemukakan.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Putri, Pertiwi Permata, and Tantri Dwi Kaniya. "Evaluasi Radiologis Pneumotoraks
Spontan Sekunder pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru Kasus Relaps." Medical
Profession Journal of Lampung 9.2 (2019): 359-365.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 9. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC ; 2018. 408.
3. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th ed. Philadelphia (PA):
Elsevier, Inc.; 2016.
4. Junqueira,et.all, Histologi Dasar, Teks dan Atlas edisi 10, EGC, Jakarta, 2010.
5. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2016. 448-465.
6. Aster, Kumar Abbas. Robbins Basic Pathology. Ed. 9; Philadelphia: Elsevier Saunders,
2013.
7. Rismawati. Diagnosis dan tatalaksana serangan asma derajat ringan dan sedang pada
anak. Jurnal kedokteran nanggroe medika. Vol.3 (4) 2020
8. Prihantini n, Batubara f. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi paru pada mahasiswa
FK UKI melalui pemeriksaan spirometri. Jurnal ilmiah Widya. Vol 6 (1) 2019
9. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003
10. Hasmi MF, Modi P, Basit H, dkk. Dispnea. [Diperbarui 2022 18 Agustus]. Di dalam:
StatPearls [Internet}. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022 Jan-.
11. Wijaya AA, Fithrah BA, Marsaban AHM, Hidayat J. Efektivitas Pemberian Cairan
Praoperatif Ringer laktat 2 ml/kgbb/jam puasa Untuk mencegah Mual Muntah
Pascaoperasi. Jurnal Anastesi Perioperatif. 2014; 2(3): 200-7
12. Arief, M. H. A. (2020). Hubungan Rhinitis Alergi dengan Kejadian Asma Bronkial.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1), 353-357.
13. American thoracic society, Dyspnea Mechanisms, Assessment, and Management: A
Consensus Statement, American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine
14. Djojodibroto RD. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
15. Syafiuddin T, Tarigan A, dkk. Buku Ajar Respirasi. Departemen Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2017

30

Anda mungkin juga menyukai