Bung Karno - Indonesia Menggugat PDF
Bung Karno - Indonesia Menggugat PDF
Indonesia
Menggugat
Ir. Sukarno
Pendahuluan
Tuantuan Hakim yang terhormat.
Tatkala kami pada tanggal 16 Juni 1930 di dalam surat kabar membaca pidatopembukaan
Volksraad oleh gouverneurgeneraal , yang antara lainlain hal berisi pula permakluman, bahwa
kami akan terus dituntut dimuka pengadilan, maka tatkala itu juga kami berkata: “ini menjadi
proses yang menggemparkan!”
Memang sedari mula diadakan penggerebekan dan tangkapantangkapan pada hari 29
Desember 1929, maka kekagetan yang meletus di dalam udara pergaulan hidup Indonesia dan
negeri Belanda itu tak berhentilah terus mengumandangnya, perhatian dan kegemparan itu
teruslah menggetarkan udarapolitik Indonesia dan Negeri Belanda sampai pada hari ini.
Dan perhatian itu bukanlah sekalikali berhubung dengan diri kamiorang persoonlijk,
tetapi ialah disebabkan oleh maknanya proses ini, − sesuatu proses terhadap pada suatu
pergerakan yang memang sedari lahirnya adalah hidup di dalam pusatnya perhatian, perhatian
kawankawannya dan perhatian musuhmusuhnya. Perhatian dan kegemparan itu adalah
melebihi perhatian dan kegemparan di zamannya proses “afdeeling B” , melebihi perhatian dan
kegemparan di zamannya prosesproses “P.K.I.”, melebihi perhatian dan kegemparan di
zamannya proses manapun juga, − tak lain tak bukan, yakni oleh karena proses ini adalah proses
terhadap suatu pergerakan, yang menurut katanya Middendorp adalah dengan sebenarbenarnya
“dagingnya daging dan darahnya darah” segenap pergerakan nasionalis di Indonesia adanya.
Tak usahlah kami uraikan lagi, bahwa proses ini adalah proses politik; ia, oleh karenanya,
di dalam pemeriksaannya tidak boleh dipisahkan daripada soalsoal politik yang menjadi sifat
dan azasnya pergerakan kami, dan yang menjadi nyawanya pikiranpikiran dan
tindakantindakan kami; ia di dalam pemeriksaannya harus memasukkan soalsoal politik itu di
dalam gedung mahkamah ini, agar supaya Tuantuan Hakim bisa mengerti segala azas dan
sifatnya pergerakan kami itu, mengerti segala sebabsebab dan maksudmaksudnya
tindakantindakan atau perkataanperkataan kami yang menjadi pemeriksaan Tuantuan itu.
Tuantuan Hakim yang terhormat, kami tidak sejak wasangka, kami percaya, bahwa Tuan,
− bagaimana juga barangkali Tuan punya keyakinan politik −, kami percaya bahwa Tuan ada
berdiri sama tengah. Maka oleh karenanyalah kami tersenyum akan caranya suratsuratkabar,
misalnya A.I.D. de Preangerbode atau lainlain suratkabar yang benci kepada kami dan
pergerakan kami, menghasut kepada Tuantuan Hakim bahwa di dalam proses ini kami tentu
akan mendapat hukuman, yakni bahwa “putusan bebas tak bisa jadi”. Kami tersenyum pula, oleh
karena suratsuratkhabar yang demikian itu adalah menunjukkan moralnya yang sebenarnya.
Kami tidak tahu apaapa tentang Tuantuan punya keyakinan politik. Kamipun tidak perlu
mengetahuinya. Tetapi kami percaya bahwa peringatannya Mr. Dr. Schumann adalah tak perlu
bagi Tuantuan, yakni peringatan bahwa:
“het is zoo verleidelijk om in den opruier tevens te straffen den tegenstander op politik
gebied”. 1
“adalah begitu menarikhati, menjatuhkan hukuman atas si penghasut, karena ia adalah
1
Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten
musuh 1
di atas lapang politik”.
Kami percaya, kami yakin, bahwa juga peringatannya Prof. Molengraaff ada tak perlu bagi Tuan.
Prof. Molengraaff yang mengatakan, bahwa:
“aan de zijde waar onze sympathie is, door ons allicht ook het recht wordt gevonden”.2
2
“Pihak yang kita senangi, itulah yang kita pandang benar”.
− meskipun barangkali Tuantuan (kami tidak tahu), sepanjang katanya Mr. van Houten ada
termasuk dalam golongangolongan hakim.
yang
“ook menschen zijnde, niet altijd staan buiten een conflict”.2 3
2
2
“karena juga manusia, tidak selamanya berdiri di luar sesuatu perjuangan”.
malahan barangkali ada berdiri
“midden in de politike beweging” .
“di tengahtengah pergerakan politik”.
atau
“een werkzaam aandeel in elken strijd nemen”.2
2
“ikut mempunyai bagian di dalam tiaptiap perjuangan”.
Kami ulangi lagi: kami percaya bahwa Tuantuan hakim ada berdiri samatengah. Dan
jikalau nanti kami uraikan segala kamipunya keyakinan politik, jikalau nanti kami beberkan
segala sifat P.N.I. dan segala penglihatanpenglihatan atau ideologiideologi kami, jikalau nanti
kami masukkan “politik” di dalam gedung mahkamah ini, maka itu bukan untuk
mempropagandakan kebenaran kamipunya keyakinan itu, melainkan hanyalah supaya
Tuantuan bisa mengetahui azas, sifat dan aksinya P.N.I., dan bisa menakar, bisa mengerti, bisa
begrijpen kami punya penglihatan politik, − dan dus begrijpen isi dan maksudnya segala
perkataanperkataan dan tindakantindakan kami yang Tuantuan periksa dalam proses ini.
Hanya inilah maksud kami dengan mengucapkan pidato ini. Bagian yang bersangkutan dengan
hukuman adalah bagiannya kamipunya pembelapembela Mr. Sastromuljono cs.
2
Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten
3
2 Bij Duys, Pleidooi Indonesische Studenten
Sebab, Tuantuan Hakim, kami di sini didakwa bersalah menjalankan halhal, yang sangat sekali
mengasih kesempatan lebar pada subjectiefoordeel
, yakni pada pendapatan yang kurang sama
tengah. Kami didakwa melanggar artikel 169 yang di dalam aktetuduhannya berisi
tuduhantuduhan pelanggaran artikelartikel pemberontakan, artikel 161 bis, artikel 171
hukumsiksa. Kami didakwa menjalankan halhal yang di dalam buku hukumsiksa itu
dikalimahkan dengan cara yang membuka jalan bagi subjectiviteit itu, −
subjectiviteit atas
pertanyaan “apakah yang dinamakan menyindir”, “apakah yang dinamakan voorwaardelijk ”,
“apakah yang dinamakan dengan katakata tertutup”, − subjectiviteit atas pertanyaan “apakah
yang dinamakan ketertiban umum”, “apakah yang dinamakan melanggar”, − subjectiviteit atas
pertanyaan “apakah yang dinamakan membangun rasa”, subjectiviteit atas pertanyaan “apakah
yang dinamakan kabarbohong”, “apakah yang dinamakan perikehidupan ekonomi dari
pergaulan hidup”, dan lainlain sebagainya. Terutama sekali artikelartikel 161 bis 153 bis
sangatlah sekali membuka kesempatan lebar pada subjectiviteitoordeel itu. Kita, kaum politik
Indonesia, kita sejak mulamulanya artikelartikel ini diterbitkan, tidak berhentihentinya
mengkritiknya, tidak berhentihenti memprotesnya. Kita anggap artikelartikel ini sebagai suatu
halangan besar bagi menjalankan “hak berserikat dan berkumpul” yang toh tadinya sudah
terancam sekali oleh adanya “haatzaaiartikelen” (artikelartikel penyegah menyebar rasa
kebencian), oleh adanya “hak penDigulan” dan sebagainya itu. Kalau “haatzaaiartikelen” itu.
sudah tersohor dengan nama
”allerergerlijkst elastieke bepaling”,
”aturankaret yang keliwat kekaretannya”,
nama apakah harus dikasihkan kepada misalnya artikel 153 bis itu? Tiada salahnya, kalau tuan
Mendels di dalam TweedeKamer Staten Generaal, − algemeene beschowingen Indesche
begrooting 1926 −, menyebutkan:
artikel ini
“een horribel strafwetartikel”,
“artikel hukumsiksa yang mendirikan bulu”,
yang ia
“in de laatste jaren nog niet ontmoet”,
“di dalam tahuntahun yang akhir ini belum pernah jumpakan”,
Ia mengatakan,
“maar laat men dan niet meer spreken van een rechtstoestand”:
“tetapi kalau begitu, janganlah bilang, bahwa di sini ada aturanhukum”:
Ia mengatakan:
“het is de zuivere rechteloosheid”.
“Ini sebenarnya berarti tidak ada aturanhukum”.
Ya ia mengatakan:
“het is de terreur met de wet in de hand”.
“ini adalah kesewenangwenangan wet di dalam tangan”.
Tuantuan Hakim, kami harap, kami percaya, bahwa di dalam Tuantuan punya tangan,
artikel ini tidak dibikin sewenangwenang!
En Toh berhubung dengan kekaretan artikelartikel yang diancamkan atas diri kamiorang
itu, berhubung pula dengan soal, yang oleh Prof. Simons disebutkan:
“de vraag in hoeverre en op welke wijke het strafrecht rekening moet houden met de
overtuiging van den dader”. 4
“soal, sampai berapa jauh dan bagaimana hukumsiksa itu harus memperingati
3
keyakinannya terdakwa”.
atau berhubung dengan apa yang diperingati oleh Mr. Dr. Schumann,
bahwa hakim harus,
“rekening houden met de verschillende omstandigheden, − met de meerdere of mindere
welvaart der bevolking, met de meerdere of mindere provocatie”.3
“memperingati keadaankeadaan, memperingati melaratmakmurnya penduduk,
memperingati ada atau tidakadanya sebabsebab yang memaksakan kepada terdakwa
3
menjalankan perbuatan itu”.
maka perlu sekalilah kami uraikan kepada Tuantuan segala bagianbagiannya kamipunya
keyakinanpolitik yang terpenting, beserta bagianbagiannya pergerakan P.N.I. yang
4
Bij Duys, t. a. p.
perluperlu, − agar supaya Tuantuan lantas bisa mengerti dengan gampang, bahwa P.N.I. dan
kami orang tidaklah bersalah atas halhal yang dituduhkan semuanya.
Maaflah, Tuantuan Hakim, kalau kami di dalam pidato ini minta Tuantuan punya
perhatian sampai berjamjam lamanya. Maaflah pula, kalau kami di sana sini mendalilkan
beberapa dalil dari beberapa buku, sebab dalildalil itu perlu sekalilah untuk membuktikan
kepada Tuantuan, bahwa apa yang kami ucapkan, − terutama yang pahit dan getir, − bukanlah
hisapan dari jempol kami sendiri, tetapi ialah bersendi atas pengetahuannya orangorang
bijaksana dan tulus hati.
Atas salah satu pertanyaan Tuan Voorzitter di dalam verhoor, kami adalah menjawab,
bahwa kami dengan sikap sama tengah yang bagaimanapun juga, sebagai kaum kiri adalah
melihat lebih banyak kejelekan daripada kebagusan di dalam nasibnya negeri dan rakyat
Indonesia sekarang ini. Kami adalah terkenal sebagai pengkritik nasibnya negeri dan rakyat yang
jelek itu. Kami memang sering menjatuhkan kritik di atasnya. Tetapi kami tak pernahlah
mengucapkan kritik yang palsu, kami tak pernahlah meninggalkan sikap yang adil. Sikap kami
yang adil itu, akan mendapatlah buktibukti pula di dalam dalildalil itu, akan mendapatlah
buktibukti di dalam sedikitangkaangka yang nyata.
Dengan permintaan maaf yang demikian itu, sekarang kami mulaikan kami punya
pembelaan diri.
Imperialisme dan Kapitalisme
Tuantuan Hakim yang terhormat!
Di dalam aksi kami seringseringlah kedengaran katakata “kapitalisme” dan
“imperialisme”. Di dalam proses ini, dua perkataan, inipun menjadi penyelidikan. Kami antara
lainlain dituduh memaksudkan bangsa Belanda dan bangsa asing lain, kalau umpamanya, kami
berkata “kapitalisme harus dilenyapkan”. Kami dituduh membahayai pemerintah kalau kami
berseru “rubuhkanlah imperialisme”. Ya kami dituduhkan berkata bahwa kapitalisme = bangsa
Belanda serta bangsa asing lain, dan bahwa imperialisme = pemerintah yang sekarang! Adakah
bisa jadi benar tuduhan ini ? Tuduhan ini tidak bisa jadi benar. Kami tidak pernah, mengatakan
bahwa kapitalisme = bangsa asing, tidak pernah mengatakan bahwa imperialisme = pemerintah;
kami pun tidak pernah memaksudkan bangsa asing kalau kami berkata kapitalisme, tidak pernah
memaksudkan pemerintah atau openbareorde atau apa saja kalau kami berkata imperialisme.
Kami memaksudkan kapitalisme kalau kami berkata kapitalisme; kami memaksudkan
impeslisme kalau kami berkata imperialisme!
Apa dan artinya kapitalisme? Tuantuan Hakim, di dalam verhoor sudah kami katakan:
Kapitalisme adalah stelsel pergaulanhidup yang timbul daripada cara productie51) yang
memisahkan kaumburuh dari alatalat produetie62). Kapitalisme adalah timbul dari ini
caraproductie, yang oleh karenanya, menjadi sebabnya meerwaarde73 ) tidak jatuh di dalam
tangannya kaumburuh melainkan jatuh di dalam tangannya kaum majikan. Kapitalisme, oleh
karenanya pula, adalah menyebabkan kapitaalacumulatie84 ), kapitaalconcentratie95 ),
5
1) Productie = pembikinan sesuatu barang
6
2) alatalat productie yaitu misalnya mesinmesin, pabrikpabrik, dll
7
3) tambahnya harga oleh kerjanya yang membikin
8
4) penimbunan kapitaal
kapitaalcentratie106 ) dan
industrieelereservearmee117). Kapitalisme adalah mempunyai arah
kepada Verelendung .128)
Haruslah kami di dalam pidato ini masih lebih lebar lagi menguraikan, bahwa kapitalisme
itu bukan suatu badan, bukan manusia, bukan suatu bangsa, − tetapi ialah suatu faham, suatu
begrip, suatu stelsel? Haruslah kami menunjukkan lebih lanjut, bahwa kapitalisme itu ialah
stelselnya caraproduksi, sebagai yang kami telah terangkan dengan singkat itu! Ah, Tuantuan
Hakim, kami rasa tidak, Sebab tidak ada satu intellektuil yang tidak mengetahui artinya kata itu.
Tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu sudah diselidiki dari kanankiri, luar dalam, sebagai
kapitalisme itu tidak ada satu hal di dunia ini, yang begitu besar litteratuurnya (pustakanya),
sebagai kapitalisme itu − hingga berpuluhpuluhan jilid, berpuluhpuluhanribu studiën dan
standaardwerken dan brochures .
Tetapi arti perkataan imperialisme? Imperialisme juga suatu faham, imperialisme juga suatu
begrip. Ia bukan sebagai yang dituduhkan pada kami itu. Ia bukan ambtenaar B.B. , bukan
pemerintah, bukan gezag, bukan badan apapun jua. Ia adalah suatu nafsu, suatu stelsel
menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri bangsa lain, − suatu stelsel
overheerschen atau beheerschen economie atau negeri bangsa lain. Ia adalah suatu verschijnsel,
suatu “kejadian” di dalam pergaulan hidup, yang timbulnya ialah oleh keharusankeharusan atau
noodwendigheden di dalam geraknya “ekonomibangsa”, selama ada “ekonominegeri”, selama
itu dunia economie sesuatu negeri atau sesuatu bangsa. Selama ada “ekonomibangsa”, selama
ada “ekonominegeri”, selama itu dunia adalah melihat imperialisme. Ia kita dapatkan di dalam
nafsunya burung Garuda Romein terbang kemanamana menakluknaklukkan negerinegeri
sekelilingnya dan di luarnya LautanTengah. Ia kita dapatkan di dalam nafsunya bangsa Spanyol
menduduki negeri Belanda untuk bisa mengalahkan Inggeris, ia kita dapatkan di dalam nafsunya
kerajaan Timur Sriwijaya menaklukkan negeri penanjung Melaka, menaklukkan kerajaan
Melayu, mempengaruhi rumahtangganya negeri Kamboja atau Campa. Ia kita dapatkan di
dalam nafsunya negeri Majapahit menaklukkan dan mempengaruhi semua kepulauan Indonesia,
dari Bali sampai ke Borneo, dari Sumatera sampai ke Maluku. Ia kita dapatkan di dalam
nafsunya kerajaan Japan menduduki penanjung Korea, mempengaruhi negeri Manchuria,
menguasai pulaupulau di LautanTeduh. Imperialisme adalah terdapat di semua zaman
“perekonomian bangsa”, terdapat pada semua bangsa yang ekonominya sudah butuh pada
imperialisme itu.
Bukan pada bangsa kulitputih saja ada imperialisme, tetapi juga pada bangsa kulitkuning,
juga pada bangsa kulithitam, juga pada bangsa kulitmerah sawo sebagai kami, − sebagai
terbukti di dalam zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit; − imperialisme adalah suatu
“economische gedetermineerde noodwendigheid” , suatu keharusan yang ditentukan oleh
rendahtingginya ekonomi sesuatu pergaulan hidup, yang tak memandang bulu.
Dan sebagai yang tadi saya katakan, − imperialisme bukanlah saja stelsel atau nafsu
menaklukkan negeri dan bangsa lain, tetapi imperialisme bisa juga hanya nafsu atau stelsel
mempengaruhi ekonominya negeri dan bangsa lain! Ia tak usah dijalankan dengan pedang atau
bedil atau meriam atau kapal perang, tak usah berupa “pelebaran negeridaerah dengan
9
5) kapitaal kecilkecil menjadi satu kapitaal besar
10
6) kapitaal besarbesar menjadi satu kapitaal besar
11
7) tentara kaum werkloos
12
8) memeralatkan kaumburuh
kekerasan senjata” sebagai yang diartikan oleh van Kol.13 9), − tetapi ia bisa juga berjalan hanya
dengan “putarlidah” atau cara “halushalusan” saja, bisa juga berjalan dengan cara “penetration
pacifique”.
Terutama di dalam sifatnya mempengaruhi (beheerschen) rumah tangganya bangsa lain,
maka imperialisme zaman sekarang sama berbuah “negerinegeri mandaat” alias
“mandaatgebieden” , “daerahdaerah pengaruh” alias “invloedssferen” dan lainlain
sebagainya, sedang di dalam sifatnya menaklukkan negeri orang lain, imperialisme itu berbuah
negeri jajahan, − koloniaalbezit .
Dan bukan saja di dalam dua macam itu, imperialisme bisa kita bagikan, − imperialisme
bisalah juga kita bagikan dalam imperialismetua., dan imperialismemodern. Tidaklah besar
beda antara imperialismetua daripada bangsa Portugis atau Spanyol atau East India Company
Inggeris atau Oost Indische Compagnie Belanda dalam abad ke16, ke17, dan ke18 − dengan
imperialismemodern yang kita lihat di dalam abad ke19 atau ke20, imperialismemodern yang
mulai menjalar ke manamana, sesudah modernkapitalisme bertahta kerajaan di benua Europa
dan di benua AmerikaUtara?
Imperialismemodern, − imperialismemodern yang kini merajalela di seluruh benua dan
kepulauan Asia dan yang kini kami musuhi itu, − imperialismemodern itu adalah anaknya
modernkapitalisme. − Imperialismemodernpun sudah mempunyai literatuur, tetapi belum
begitu terkenallah ia di dalam artiartinya dan rahasiarahasianya sebagai soal kapitalisme.
Imperialismemodern itu, oleh karenanya, Tuantuan Hakim, mau kami dalilkan artinya agak
lebar sedikit dari bukubuku satudua. Kami tidak akan mendalilkan bukunya Sternberg “Der
Imperialismus” yang walau sangat menarikhati dan tinggiilmu, toh rada “kering” itu, rada
“droog” buat mendengarnya, − kami mendalilkan Mr. Pieter Jelles Troelstra, itu pemimpin
Belanda yang baru wafat yang menulis :
“Ik versta onder imperialisme dit verschijnsel, dat het grootendeels onder de macht der
banken staande grootkapitaal van een bepaald land, de buitenlandsche politik van dat land
aan zijn belangen weet dienstbaar te maken.
De snelle economische ontwikkeling van de negentiendeeeuw bracht met zich een
verbitterde concurrentie op agrarisch en industrieel gebied.
Dat aan het einde van die eeuw de portectie snel veld won, was een van de gevolgen. De
moderne grootindustrie was ontstaan, de produetiviteit van die grootindustrie was sterk
opgevoerd, doch de afzetmogenjkheden in het eigen land waren beperkt en de
noodzakelijkheid bestond, afzetgebieden buiten de grenzen te vinden.
Deer eenerzijds op de beschermde binnenlandsche markt de prijzen op te voeren, andt.!r
zijds op de buitenlandsche markten de dumpingtatktiek toe te passen, trachte de
werkkrachten goedkoop zijn, en de winst niet door arbeidsgrootindustrie in de
mogelijkheid te voorzien, zonder de winst aan te tasten. Deze “aggressieve protectie”
bracht op zichzelf reeds grootere spanning in de internationale verhoudingen teweeg.
Daarnaast stond de snene ontwikkeling der groote banken, die over ste”eds grooter
kapitalen beschikken, waarvoor bij de binnenlandsche industrie en handel niet voldoende
plaatsing was te vinden. Hieruit vloeide voorts kapitaaIexport, die zieh in het bijzonder
DaM eoonomische − AchterIijke, kapits.aJanne landeD richtte. (Bijvde stroom van
13
9) TweedeKamer Staten Gen, 22 Nov. 1901
Fransch en Engelsch kapitaal naar Rusland, en van Nederlandsch kapitaal naar de Ooost).
Deze kapitaaluitvoer geschiedt niet aneen in den vorm van geld. Machines worden door de
kapitaaluitvoerende mogendheden verschaft, fabrieken gebouwd, spoorwegen en havens
aangelegd, enz. In vele gevanen is het voor de kapitaalbeleggers voordeeliger hun geld te
exploiteeren in ondernemingen in economischAchterlijke landen, waar de wetgeving e.d.
wordt beperkt”.
“Yang saya artikan dengan imperialisme ialah: itu kejadian pergaulan hidup, yang terjadi
karena modalbesar dari sesuatu negeri yang kebanyakan ada di bawah kekuasaannya
bankbank, memperusahakan politikluarnegeri daripada negeri itu guna kepentingannya
modalbesar itu sendiri.
Kemajuan abad yang kesembilanbelas yang cepat itu sudahlah melahirkan suatu persaingan
matimatian di atas lapang perusahaantanah dan perusahaankepabrikan.
Salah satu hasilnya persaingan ini ialah bahwa, pada penghabisan abad itu, politik
“melindungi negeri sendiri” makin lama makin laku.
Kepabrikanbesar sudahlah lahir, jumlahnya barangbarang yang dibikin oleh
kepabrikanbesar ini sangatlah tambahnya, tetapi di negeri sendiri barangbarang itu tak
bisalah habis terjual, maka timbunah keperluan mencarikan pasar baginya di luar negeri
sendiri.
Caranya kepabrikanbesar itu mengatur kesukaran ini dengan tak mengurangkan untungnya
ialah: menjual barangbarang itu di pasarnegerisendiri yang terlindungi itu dengan harga
mahal, dan menjual barangbarang itu di pasar luarnegeri dengan politik “dumping” , yakni
menjual barangbarang itu dengan harga yang lebih murah daripada hargabiasanya disitu.
Maka cara “melindungi diri sendiri dengan menyerang orang lain” ini saja sudahlah
membikin tambah “panasnya” sikap antara negeri satu terhadap negeri yang lain.
Selainnya itu, bankbank yang besar adalah menjadi makin subur, makin besar jumlah
kapitalnya, yang tidak bisa diusahakan di dalam pabrikpabrik dalam negerisendiri. Maka
lantas mengalirlah kapital itu ke luar, teristimewa ke negerinegeri yang masih belum maju
ekonominya dan yang kekurangan modal. (Misalnya aliran kapital Perancis dan Inggeris ke
negeri Roes, dan aliran kapital Belanda ke Timur). Aliran kapital keluar ini, tidaklah hanya
berupa aliran harta saja. Negerinegeri yang mengeluarkan kapital itu jugalah mengirimkan
mesinmesin, mendirikan pabrikpabrik, membikinkan jalanjalan kereta api dan
pelabuhanpelabuhan dan sering kali juga kaum kapital itu adalah lebih beruntung lagi
dengan memasukkan uangnya dalam ondernemingonderneming di negerinegeri yang
belum maju ekonominya, di mana kaum buruhnya murah dan di mana untung tidak
terancam oleh arbeidswetgeving atau sesuatu hukumperburuhan”
Begitulah keterangan Mr. Pieter Jenes Troelstra. Marilah kita sekarang mendengarkan
seorang socialist lain, yakni R.N. Brailsford, itu pengarang Inggeris yang termashur.141)
“Rijkdom in onze dagen is in de eerste plaats de gelegenheid voor buitengewoon
voordeelige belegging. Verovering in den ouden zin is uit de mode geraakt .....
14
1) De Oorlog van Staal en Goud, Salinan van Revestein, p. 22, 51, 68
Het jagen van concessies in het buitenland en het exploiteeren van de potentieele
rijkdommen van zwakke staten en stervende rijken wordt meer en meer een officieele
onderneming, een nationale affaire.
In deze fase is uitvoer van kapitaal voor de heerschende klasse gewichtiger en
aantrekkelijker geworden dan de uitvoer van waren.
Imperialisme is eenvoudig de pontieke uitdrukking van de groeiende neiging van het
Impitaal, dat opgestapeId is in de meer beschaafde industrieele landen, zich te exploiteeren
naar de minder beschaafde en minder bewoonde”.
“Di dalam zaman sekarang, yang dinamakan kekayaan itu ialah pertamatama kesempatan
menjalankan modal dengan untung yang besar sekali. Perampasan negeri dengan
terangterangan seperti zaman dulu, kini sudahlah tak laku lagi .....
Menurut concessieconcessie di luarnegeri, dan membuka kekayaankekayaannya
kerajaankerajaan yang lembek dan negerinegeri yang hampir mati, itulah kini makin
menjadi perusahaan officieel, perusahaan nasional.
Di atas tingkat ini maka bagi kaum atasan adalah lebih penting dan lebih menarikhati,
mengalirkan uang keluar daripada mengalirkan barangbarang.
Imperialisme baresnya, ialah suatu keadaan politik, yang ditimbulkan oleh nafsu yang
makin lama makin keras daripada modal yang ditimbuntimbunkan di negerinegeri
kepabrikan yang lebih maju, akan menggerakkan diri di negerinegeri yang kurang maju
dan yang kurang banyak penduduk”.
Bukanlah dengan dua contoh ini telah ternyata sebenarbenarnya, bahwa yang pengiraan
yang imperialisme itu kaum ambtenar, atau bangsa kulitputih, atau pemerintah, atau “gezag”
dalam umumnya, ada salah samasekali? Tetapi marilah kita mendengarkan satu kali lagi
uraiannya seorang sosialis lain, yakni uraiannya Otto Bauer15 10) yang termashur itu, yang
melihat di dalam modernimperialisme itu, suatu politik melebarkandaerah.
suatu expansiepolitik16*) yang
“dient steeds het doel, aan het kapitaal beleggingssfeer en afzetmarkten te verzekeren. In
de kapitalistische volkseconomie scheidt zich elk oogenblik een deel van het
maatschappelijke geldkapitaal uit de circulatie van het industrieele kapitaal af ........ Een
deel van het maatschappelijke kapitaal is dus elk oogehblik doodgelegd, ligt elk oogenblik
braak.
Is veel geldkapitaal doodgelegd, heeft het terugstroomen der vrijgekomen kapitalisplinters
naar de productiesferen slechts langzaam plaats, dan daalt anereest de vraag naar
produksimiddelen en naar arbeidskrakhten. Dit beteekent het onmiddelijk dalen der prijzen
en winsten in de productiemiddelenindustrie, de verzwaring van den va
kvereenigingsstrijd, het dalen der arbeidsloonen. Beide verchijnselen werken echter ook
terug op die industrieen, die de verbruiks goederen vervaardigen. De vraag naar de
goederen, die onmiddellijk diellen tot bevrediging der menschelijke beboeften daalt, omdat
eenerzijds de kapitalisten, die hun inkomen uit de arbeidsmiddelenindustrieen trekken,
geringer insten bekomen, en omdat anderzijds de grootere werkeloosheid en de dalende
15
10) Nationalitatenfrage p. 461 e.v.
16
*)
loonen de koopkrakht der arbeidersklasse verminderen.
Daardoor worden ook in de bedrijven voor verbruiksgoederen de prijzen. winsten,
arbeidsloonen kleiner; zoo heeft het afscheiden van een grooter deel van het geldkapitaal
uit de kringloop van het kapitaal in de gezamenlijke industrie, dalende prijzen, winsten,
loonen, vermeerderde werkloosheid, tengevolge. Deze kennis is. nu voor ons doel van groot
belang, want nu eerst kunnen we de doeleinden van de kapitalistische beheerspolitik
begrijpen. Ze streeft naar beleggingssferen voor bet kapitaal en naar afzetmarkten voor de
waren. Nu begrijpen wij, dat deze geen arzondelijke opgaven zijn, doch in wezen een en
dezelfde opgaaf.
“selamanya bermaksud, mengasihkan kepada modal itu lapanglapang bergerak dan pasar
penjualan barang. Di dalam rumah tangga kemodalan maka tiaptiap waktu adalah sebagian
modaluang yang memisahkan diri daripada modal yang diusahakan dikepabrikan ..... Tiap
waktu oleh karenanya, maka sebagian daripada modal itu menjadilah “mati”, menjadilah
“bero” (jav.).
Jikalau banyak modal menjadi “mati” demikian itu jikalau modalmodal yang terlepas ini
tak gampang mengalir kembali ke dalam perusahaanperusahaan pabrik dengan cepat, maka
pertamatama lantas menjadi kuranglah larisnya penjualan tenagakaumburuh: Ini adalah
berarti bahwa hargaharga dan untunguntung di dalam perusahaanperusahaan yang
membikin alatalat produksi itu dengan segera merosotlah ke bawah; perjuangan
pergerakan kaum sekerjapun menjadilah lebih berat oleh karenanya, upahupah kaum buruh
menjadi turun. Tetapi duadua hal ini berpengaruh juga atas perusahaanperusahaan yang
membikin barangbarang bekal hidup. Barangbarang bekal hidup hidup seharihari inipun
menjadilah kurang banyak pembelinya, yakni oleh karena pertamatama kaum modal dari
perusahaanperusahaan alatproduksi itu kini kurang besar untungnya, dan kedua oleh
karena kelas kaum buruh itu, yang kini banyak werkloos dan upahnya turun, kekuatannya
pembeli menjadi kurang.
Oleh karena itu, maka juga di dalam perusahaanperusahaan bekal hidup lantas merosotlah
hargaharga, untunguntung dan upahupah.
Demikianlah keadaannya, bagaimana terpisahnya modal dari perusahaanperusahaan umum
sudah berbuntutlah merosotnya hargaharga, untunguntung dan upahupah beserta tambah
banyaknya kaum werkeloos.
Pengetahuan ini adalah amat penting sekali bagi kita, sebab baru sekaranglah kita bisa
mengerti maksudmaksudnya politik mengungkungi negerinegeri lain itu. Politik ini
bermaksud mencarikan lapanglapang usaha bagi kapital dan pasarpasar bagi
barangbarangnya. Sekarang mengertilah kita, bahwa dua hal ini bukanlah soalsoal yang
terpisah satu dari yang lainnya, tetapi di dalam hakekatnya ialah satu soal yang sama”.
Sekianlah dalildalil kami tentang artinya kata imperialisme dari penanya orangorang
socialist. Marilah kita sekarang mendengarkan keterangannya orang yang bukan socialist, yakni
keterangannya tuan Dr. J.S. Bartstra di dalam bukunya “Geschiedenis van het moderne
imperialisme”, di mana nanti akan tertampak juga kebenaran perkataan kami, bahwa
imperialisme itu ialah bukan regeering, bukan sesuatu anggota regeering, bukan sesuatu bangsa
asing, tetapi suatu kehausan, suatu nafsu, suatu stelsel menguasai atau mempengaruhi ekonomi
bangsa lain atau negeri lain adanya:
“et woord “imperialisme” is het eerst gebruikt in Engeland + 1880. Men bedoelde ermee
het streven om de zelfbesturende kolonien, wier e trekkingen tot het moederland in het
afgeloopen “liberaletijdperk” vrij los waren geworden, weer vaster aan Engeland te
verbinden. Opmerkelijk is, dat het woord deze oorspronkelijke beteekenis geheel verloren
heeft” .
........ langzamelhand begon het woord een andere beg ripsinhoud te krijgen: het werd nu
het streven van die Britten, die “het rijk” een nog veal grootere koloniale uitbreiding
wilden geven, hetzij door de verwerving van landen, die door hun aardrijkskundige Jigging
een gevaar zouden kunnen opleveren in de handen van concurrenten, hetzlj door de hand te
leggen op zulke gebieden, die ean goede afzetmarkt konden worden of waar veel
grondstoffen te vinden waren voor binnenIandsche nijverheid, welke juist in dien tijd moor
en meer te lijden begon te krijgen van buitenlandsche modedinging”
“In de beteekenis van omgebreidelde koloniale uitbreiding kon het begrip weldra algemeen
worden ...........
“Perkataan “imperialisme” mulamula dipakainya ialah di negeri Inggeris kirakira dalam
tahun 1880. Yang dimaksudkan orang dengan kata itu ialah usaha menarikkan lebih keras
lagi pertalian yang menggabungkan kolonikoloni dengan pemerintahan sendiri.17*) kepada
negeri Inggeris, sebab pertalian ini di dalam “zaman liberaal” adalah menjadi terlampau
longgar. Sangat menarik perhatian ialah, bahwa perkataan ini sekarang sudah hilanglah
samasekali maknanya yang mulamula itu”.
....... lamalama, maka perkataanperkataan ini mendapatlah arti nafsunya itu bangsa
Inggeris, yang mau lebih melebarkan lagi daerah jajahan Inggeris dengan jajahanjajahan
baru, baik dengan merampas negerinegeri yang bila di tangan musuh bisa menjadi bahaya,
maupun dengan menguasai negerinegeri yang bisa menjadi pasarpasarpenjualan bagi
barangbarang bikinan pertukangan negerisendiri, atau di mana ada terdapat banyak
bekalbekal untuk pertukangan negeri sendiri itu, yang justru pada waktu itu, makin
menderita banyak rugi daripada persaingan negeri luaran”
“Di dalam arti melebarlebarkan daerah dengan jajahanjajahan baru itu, maka faham
imperialisme itu kini menjadi umum .............”
Maka sesudah itu, Dr. Bartstra lantas mengasih keterangan lebih jauh atas penglihatannya
kaum sosialis terhadap pada imperialisme itu:
“Dat het woord echter zoo'n ell01' popUlarhelt verk.t'\;.gea heeft, danKt het aan de
SOClaald.emOCL”aIolI:lClle pL'Opd.ganua, we het versclllJnsel VOOrS\;eld.e als de
CO~tUmt;le van het kapitahscSClle productaesysteem. :l::l.et zijn dan ook !vJ.aI'Xistische
sCllrijvers geweest, zooals .Houdolf .tillferd.1ng, Karl !tenner, ook de bekende B.N.
Brailsford, die aan het woord een veel diepere en wijdere beteekenis hebDen gegeven. V
olgens hen is het imperialisme de noodwendige buitenlandsche polltiek van staten met oon
“overrijp kapitalisme”. Daaronder wordt daD verstaan oon kapitallsme met ver
doorgevoerde bedrijfs en bankconcentratie. Daardoor en niet het minst door de
veranderde functie van het protectioniSDle, van middel om zichzelf staande te houden
tegenover het
17
*) Canada, Australia, dll
buitenland tot “dumpingstelsel” − , heeft het niet langeI genoeg aan de traditioneele
liberale denkbeelden van staatsontliouding, vrije concurrentie en pacifisme. Die zijn dan
als het ware omgeslagen in het tegendeel daarvan, n.1. het streven om de zuiver polltieke
makhtsmiddelen van de staat aan te wenden voor economische doeleinden, als :
beinvloeden en veroveren van afzet en grond stofgebieden, ook het waarborgen der
rentebetalingen van kapitalen, die uitgezet zijn in economischakhterlijke landen.
Op het laatste punt, dat van de zg. “kapitaalexport” wordt door de genoemde schrijvers
bijzonder de nadruk gelegd. Door het veel intenser drijven van de nijverheid, door de
concentratie in het bankwezen en het “dumpingstelsel” waren, zoo zeggen zij,
ontzaglijke kapitalen opgehoopt, die in het binnenland dikwijls niet genoeg aangewend
konden worden. Vandaar dat neer en meer de noodzakelijkheid werd gevoeld om groote
kapitalen uit te zettcn in economischakhterlijke landen,
natuurlijk tegen zoo hoog mogelijke interest. Men kan dan tevens bereiken, dat
groote bestellingen werden gedaan van spoorwegen, makhines, enz. bij de eigen nijverheid.
Gevolg van een en ander: verscherpte verhoudingen tot het buitenland, oorlogsgevaar,
militaire expedities, “invloedssferen” in overzeesche gewesten, controle op de inkomsten
en uitgaven van vreemde landen door consortia van Europeesche bankiers, jakht naar
kolonien. Ziedaar het imperialisme !”
“Sebabnya perkataan itu menjadi terkenal ke manamana, ialah oleh propagandanya kaum
sociaaldemocraat, yang mengatakan, bahwa imperialisme itu ialah suatu keadaan yang
tidakboleh tidak tentu dilahirkan oleh caraproduksi kemodalan. Memang kaum
Marxistlah, sebagai Rudolf Hilferding, Karl Renner dan juga H.N. Brailsford yang terkenal
itu, yang mengasihkan kepada perkataan itu suatu arti yang lebih dalam dan lebih lebar lagi.
Menurut mereka, maka imperialisme itu ialah politikluarnegeri yang tidakboleh tidak
pasti dijalankan oleh negerinegeri yang kapitalismenya sudah terlampau matang. Yang
mereka maksudkan dengan katakata belakangan ini ialah: suatu kapitalisme yang
aturanaturan perusahaan dan aturanaturan banyaknya sudah sangat rapat tergabung
tersusunnya. Oleh sebab inilah, dan bukan buat bagian kecil, juga oleh rubahnya
pekerjaannya protectionisme, − dulu protectionisme ini cuma buat melindungi
negerisendiri saja terhadap pada persaingannya negeriluaran, sekarang ia sudah menjadi
stelsel “dumping”−18 *) maka kapitalisme yang demikian itu tak puaslah lagi dengan
fahamfaham liberal yang biasanya, yakni faham yang mana staat tak boleh ikut campur di
dalam urusan partikelir, faham persaingan merdeka, dan faham menjunjung tinggi altar
perdamaian.
Fahamfaham ini seolaholah terputarlah samasekali menjadi sebaliknya, yaitu menjadi
nafsu memperusahakan kekuasaanpolitik daripada staat itu guna kepentingankepentingan
rezeki, misalnya guna merebut dan mempengaruhi pasarpasar perdagangan dan
tempattempat pengambilan bekalbekal kepabrikan, beserta guna menjaga supaya
bunganya modalmodal, yang dijalankan di negerinegeri yang ekonominya rendah, tidak
terganggulah suburnya. Fatsal yang belakangan inilah, yakni fatsal pengaliran kapital ke
negeri luar, oleh penulispenulis tadi sangat sekali ditunjukkan kepentingannya.
Tersebabkan oleh banyak lebih keras bekerjanya pertukangan, tersebabkan oleh
pergabungannya bankbank, dan tersebabkan oleh stelsel dumping, maka, begitulah mereka
18
*) Dumping = menjual barang sendiri
berkata menjadi bukan mainlah banyaknya modal yang tertimbuntimbunkan, yang di
dalam negeri sendiri sering tak cukup kesempatan buat menjalankan. Itulah sebabnya,
yang Makin lama lantas makin terasalah perlunya menjalankan banyak modal di
negerinegeri asing yang ekonominya masih mundur, tentu saja dengan bunga yang
setinggitingginya. Selainnya dari itu lantas bisalah juga tercapai, yang industri di
negerisendiri lantas mendapat pesanan yang besar daripada alatalat jalan keretaapi,
mesinmesin dll. Buntut satu dengan lainnya ialah: sikap negerinegeri luaran menjadi lebih
“panas”, bahaya peperangan, pengirimanpengiriman militair, daerahdaerahpengaruh” di
negerinegeri seberang, pengawasan atas keluarmasuknya uang di negerinegeri asing oleh
serikatserikat kaum bankir Europah, pemburuan mencari negeri jajahan. Itulah
imperialisme!”
Akhirnya maka Dr. Bartstra sekali lagi mengatakan dengan saksama apa yang ia sebutkan
modernimperialisme:
“Onder modernimperialisme wordt verstaan het streven naar ongelimiteerde uitbreiding
van koloniaal bezit, zooals dat in de periode :f: 1880 tot heden de buitenlandsche staat
kunde van bijna aIle groote cultuurlanden dreef, in hoofdzaak ten bate van hun industrie en
bankkapitaal.
Het is in het minst niet de eenige, zelfs niet. op aIle momenten de meest frappante van de
zeer verschillende beweeg krachten van het tijdvak geweest, maar wel is het in zijn
gevolgen een der meest gewichtige geworden, omdat het toonneel der algemeene
geschiedenis erdoor is uitgebreid, voor het eerst en voor goed, over de geheele aarde”.
“Yang disebutkan modernimperialisme ialah nafsu melebarkan jajahan dengan
takberbatas, sebagaimana semenjak th. 1880 sampai sekarang menjadi penyorongnya
politik luar negeri dari hampir semua negerinegeri besar, terutama guna kepentingan
industri sendiri dan modalbanksendiri.
Imperialisme ini bukan sekalikali tenagapenyorong yang satusatunya daripada zaman
tersebut, malahan bukan yang paling membangunkan perhatian daripada tenagatenaga
penyorong yang bermacammacam daripada zaman itu, − tetapi di dalam buntutbuntutnya
ia adalah menjadi yang paling penting, yakni oleh karena lapangsifatnya riwayatdunia
menjadi dilebarkanlah olehnya, sampai ke seluruh mukabumi, − buat pertama kali ini
seterusnya.
Begitulah artinya modernimperialisme.
Dan artinya perkataan imperialismetua?
Imperialismetua, sebagai yang kita alamkan dalam abadabad sebelumnya bagiankedua
dari abad ke 19 −, imperialismetua di dalam hakekatnya adalah sama dengan
imperialismemodern: nafsu, zucht, streven, neiging, stelsel untuk menguasai atau
mempengaruhi rumahtangganya negeri lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan
keluar pagar negerisendiri. Sifatnya lain, azasazasnya lain, wujutnya lain, − tetapi hakekatnya,
wezennya sama!
Di dalam abadabad yang pertama atau di dalam abad ke 19, di dalam abad ke 16 atau ke
20, − duaduanya adalah Imperialisme! Imperialisme, − begitulah kami katakan tadi −, adalah
terdapat pada semua zaman! Ya, sebagai Prof. Jos. Schumpeter mengatakan:
“is zoo oud als de wereld”, “de ongebreidelde lust van een staat om zich gewelddadig uit
te breiden buiten zijn natuurlijke grenzen”
“adalah samatuanya dengan dunia”, − nafsu yang tiada berhingga daripada sesuatu staat,
melebarlebarkan daerahnya keluarpagar dengan kekerasan dan perkosaan”.
Imperialisme mana − juga yang kita ambil, imperialismetua atau imperialismemodern, −
bagaimana juga kita bolakbalikkan, darimana juga kita pandangkan, − imperialisme tetaplah
suatu faham, suatu nafsu, suatu neiging, suatu zucht, suatu lust, suatu streven, suatu stelsel, − dan
bukan ambtenaar B.B., bukan pemerintahan, bukan gezag, bukan bangsa Belanda, bukan bangsa
asing manapun jua, − pendekkata bukan lichaam, bukan manusia, bukan benda atau materie!
Nafsu, neiging, zucht atau stelsel ini sejak zaman purbakala sudahlah menimbulkan
politikluarnegeri, menimbulkan perseteruan dengan lain negeri, menimbulkan perlengkapan
senjatadarat dan senjataarmada, menimbulkan perampasanperampasan negeri asing,
menimbulkan kolonikoloni yang diambili rezekinya, − zaman modern ia menimbulkan
“Bezugliinder” yakni tempat pengambilan bekal kepabrikan, menimbulkan afzetgebieden atau
pasarpasar penjualan hatsilnya kepabrikan itu, menimbulkan lapang bergerak bagi modal yang
tertimbuntimbun, menimbulkan “daerahpengaruh”, menimbulkan “protectoraten”,
menimbulkan “negerinegeri mandaat” dan kolonikoloni dan macammacam “lapanglapang
usaha” lainlain, sehingga imperialisme adalah juga suatu bahaya bagi negerinegeri yang
merdeka.
Baik “daerahdaerahpengaruh” maupunnegerinegerimandaat”, baik “protectoraten”
maupun “kolonikoloni”, − semuanya terjadinya begitu sebagai ternyata pula dari dalildalil kami
tadi itu, untuk pencarian rezeki atau untuk penjagaan pencarian rezeki, semuanya ialah hasilnya
keharusankeharusan urusan ekonomi. Partai Nasional Indonesia menolak semua teori, yang
mengatakan bahwa asalasalnya kolonisatie dalam hakekatnya ialah bukan pencarian rezeki,
menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebabsebabnya rakyat Europa dan Amerika
mengembara di seluruh dunia dan mengadakan koloni di manamana itu, ialah keinginan
mencari kemashuran, atau keinginan kepada segala hal yang asing, atau keinginan menyebarkan
kemajuan dan kesopanan. Teorinya Gustav Klemm yang mengajarkan, bahwa menyebarnya
bangsamenang” kemanamana itu selainnya oleh nafsu mencari kekayaan ialah terdorong pula
oleh “nafsu mencari kemashuran”, “nafsu mencari keakuran”, “nafsu melihat negeriasing”,
“nafsu mengumbara merdeka”, atau teorinya Prof. Thomas Moon, yang mengatakan, bahwa
imperialisme itu selainnya berazas ekonomi juga adalah berazas nationalisme dll., sebagai ia
diuraikan dalam iapunya buku “Imperialism and Worldpolitics”, − teoriteori itu buat sebagian
besar kami tolak sama sekali. Tidak! bagai Partai Nasional Indonesia penjadahan itu asalasalnya
yang dalam, asalasalnya yang diepliggend dan fundamonteel, ialah nafsu mencari benda, nafsu
mencari rezeki belaka adanya.
“De eerste oorzaak tot kolonisatie is bijna altijd de beenging der levensverhoudingen in het
eigen land”.
“Asalasalnya kolonisasi yang paling penting ialah hampir selamanya sempitnya keadaan
rezeki di negerisendiri”.
begitulah Prof. Dietrich Schafer menulis191), dan Dernburg, kolonialdirector negeri Jerman
sebelumnya perang, dengan terusterang mengakui pula:202)
“Koloniseeren is het geschikt maken van den grond, van zijn onderaardsche schatten, van
de flora, van de fauna, en vooral van de bevolking, ten gunste van de economische
behoeften van de koloniseerende natie” ...........
“Penjajahan adalah usahamengolah tanah, mengolah tambangtambang, mengolah
tanamantanaman mengolah sesatoan, dan terutama sekali adalah usaha mengolah
penduduknya, bagi keperluan rezekinya bangsa yang menjajahkan ............
O, memang, Tuantuan Hakim, penjajahan membawa pengetahuan, penjajahan membawa
kemajuan, penjajahan membawa kesopanan. Tetapi maksud yang sedalamdalamnya ialah
urusan rezeki, atau sebagai Dr. Abraham Kuyper menulisnya di dalam iapunya buku
“Antirevolutionaire staatkunde”: − “suatu urusan perdagangan”, “een mercantiele betrekking”!
“Kolonis zonder eigen gezinskolonisatie geven kans om het land van de Inlanders tot rijke
productie te brengen, er de mijnen te ontginnen, er onze koopwaren ter markt te brengen,
en omgekeerd aan koopwaren der kolonie ten onzent een markt te doen vinden, maar het
verband blijft economisch. Het gaat om ontginningen, om fabricage, am marktverkeer en
handel over zee, maar tot zelf in taal en zeden, en vooral in de religie kan het bezettende
volk zich tegenover het onderworpen volk geheel vreemd houden. Het is en blijft een
mercantiele betrekking, die het bezettende land verrijkt en het bezette land niet zelden
verarmt”.
“Kolonis”, − begitulah pemimpin besar ini menulis21 1), ”kolonis zonder penanaman
sumahsumah kulit putih buat berdiam menjadi penduduk di koloni itu selamalamanya,
adalah mengasih kesempatan menyuburkan perhasilannya negeri bumiputera itu, menggali
tambangtambangnya, menjual barang kita disitu dan sebaliknya mencarikan pasarpasar
urusan rezeki. Urusan ini ialah urusan pembukaan tanah, urusan memberikan
barangbarang urusan pasar dan perdagangan seberanglaut, tetapi sampai di dalam urusan
bahasa dan adatistiadatpun, dan terutama sekali di dalam urusan agamanya rakyat yang
kalah itu maka bangsa yang menang bisalah juga tak ikut campur samasekali. Urusan ini
adalan dan tetaplah urusan perdagangan, yang mengayakan negeri yang menjajahkan dan
yang tak jarang memelaratkan negeri yang dijajahkan.
Dan Brailsford di dalam bukunya yang paling baru222) adalah berkata:
“Het imperialisme heeft het prachtige epos van zijn durf en organiseerend genie in de
aardkorst zelve gegrijpt van het met ijs bedekte Siberie tot de zandvlakten van ZuidAfrika.
Doch de geschenken aan opvoeding, intellectueele prikkels en menschelijker bestuur, die
het meebrengt, zijn steeds bijprodu'cten van zijn zelfzuchtige activiteit. Deze gaven te
schenken is zelden, zoo nooit, het motief van zijn robuste pioniers. Indien zij eenige motief
hebben, dat een weinig hoogeI' staat dan materieele winst, is het de glorie en de
19
1) Kolonial Geschichte p.12.
20
2) Bij DouwesDekker, Kolonial ideaal
21
1) Bij Snouk Hurgronje, Colijn over Indie
22
2) Hoe lang nog? p.227 e.v.
vergrooting van het moederland. Doch de drang, die hen, naar deze “plaatsen in de zon”
drijf was gewoonlijk, of de begeerte om een markt van grondstoffen te monopoliseeren, of
de nog lager berekening, dat er een goedkoope en ongeorganiseerde massa arbeidskracht
ligi te wachten, om geexploiteerd te worden. Wanneer het dit aIles niet is, is het een
berekening, die ontspringt uit het spel van materieele belangen met geographische
gegevens ......
Het bijproduct van de beschaving is een gemak, dat al te duidelijk onze eigen bedoelingen
dient.”
“Imperialisme itu sudahlah menguraikan iapunya sejarah kegagahan dan iapunya sejarah
kecerdikan menyusun di atas mukabumi sendiri, dari Siberia yang tertutup airbeku itu
sampai ke padangpadang pasir di AfrikaKidul. Tetapi anugerahanugerah pendidikan,
kemajuanpikiran dan aturanmemerintah yang lebih layak, yang ia bawa, hanyalah
“rontonganrontongan” saja dari iapunya keasyikan yang angkaramurka itu. Mengasihkan
“anugerahanugerah” ini, tak pernahlah menjadi maksud bagi barangbarang perdagangan
koloni di negeri kita,
− tetapi urusan ini tetaplah yang pertamatama dari pemukapemuka
yang gagah itu. Bila umpamanya mereka benarbenar mempunyai maksud yang agak lebih
tinggi sedikit daripada keuntungan benda, maka itu ialah maksud menambahkan kebesaran
dan kemuliaan tanah tumpah darahnya sendiri. Tetapi nafsu yang mendorongkan mereka
pergi ke”tempattempat di cahya matahari” ini, biasanya ialah keinginan
menggagahisendiri sesuatu pasar bekalbekal kepabrikan, atau ialah perhitungan yang
lebih durjana lagi, bahwa disitu adalah tersedia rakyatburuh yang murah harga dan tak
tersusun, yang mereka nanti bisa suruh bekerja mandi keringat. Jikalau bukan halhal ini
semuanya, maka mereka adalah terdorong oleh suatu perhitungan yang timbul daripada
campurannya alasanalasankekayaan dengan alasanalasandaerah ........
Rontongan kesopanan itu tadi, nyatalah suatu keperluan bagi kitapunya kepentingan
sendiri”.
Tidakkah benar sekali oleh karenanya, kalau Prof. Anton Menger menulis:
“Het ware doel der kolonisatie is de exploitatie van een volk, dat op een lageren trap van
ontwikkeling staat; in vrome tijden verbergt men dit achter het mom van “Christendom” en
in verlichte tijden achter dat van ‘beschaving’ der Inlanders” ,
“Maksud penjajahan yang sebenarbenarnya ialah menarik keuntungan daripada kerjanya
suatu rakyat yang lebih rendah tingkatkemajuannya; di zamanalim maksud ini ditutupilah
dengan kedok “Agama Kristen” ; dan di zamankemajuan dengan kedok ‘mau
menyopankan’ bumiputera”,
atau kalau Friedrich Engels bersendagurau :
“De Engelschen zeggen altijd Christendom en meenen dan katoen”?
“Bangsa Inggeris selamanya berkata Christendom, tetapi yang dimaksudkan sebenarnya
ialah kapas”?
Nafsu akan rezeki, Tuantuan Hakim, nafsu akan rezekilah yang menjadi penyorongnya
Columbus menempuh samudra Atlantika yang luas itu; nafsu akan rezekilah yang menyuruh
Bartholomeus Diaz dan Vasco de Gama menentang hebatnya gelombang samudra Hindia;
pencarian rezekilah yang menjadi “noordster” dan “kompasnya”23 1) Admiraal Drake,
Magelhaens, Heemskerk atau Cornelis de Houtman. Nafsu akan rezekilah yang menjadi
nyawanya compagnie di dalam abad ke17 dan ke18; nafsu akan rezekilah pula yang menjadi
sendisendinya balapan cari jajahan di dalam abad ke 19, yakni sesudah modernkapitalisme
menjelma di Eropah dan Amerika.
Sebelum zaman modernkapitalisme itu, maka bangsa Inggeris sudahlah menguasai
sebagian dari Amerika, sebagian dari Hindustan; sebagian dari Australia dan lainlain
sebagainya, yakni sudahlah menaruh sendisendinya “British Empire”, nantinya, − sudahlah
bangsa Perancis menguasai sebagian pula dari Amerika dan sebagian juga dari Hindustan, −
sudahlah bangsa Portugis mengibarkan benderanya di AmerikaKidul dan di beberapa tempat di
seluruh Asia, −
sudahlah bangsa Spanyol menguasai AmerikaTengah dan kepulauan Philipina, −
sudahlah bangsa Belanda menduduki AfrikaKidul, beberapa bagian kepulauan Indonesia,
terutama Maluku, Jawa, CelebesKidul dan Sumatera. Sudahlah di zaman itu kita melihat
hebatnya tenagaberusaha daripada nafsu mencari rezeki itu tadi, yakni geweldige
daadkracht nya imperialisme tua adanya!
Dan tatkala modernkapitalisme beranak modernimperialisme, maka kita menjadi saksi
atas “balapan cari jajahan” yang seolaholah tiada terhingga! Kini orang Inggeris sudah bisa
mengusir bangsa Perancis dan Portugis dan Belanda dari Hindustan. Tiada imperialismenya,
tiada hingganya lagi bendera Inggeris ditanam kemanamana, tiada puaspuasnya kehausan
kapitalisme Inggeris mencari dan meminum sumbersumber kekayaan di luar pagar daripada
“hetrijk” sendiri, − tiada suatu benua yang tak mendengar dengungnya pekikperjuangan
imperialisme Inggeris:
“When Britain first on Heaven's command.
Arose from out the azure main.
This was be charter of the land.
And angelic voices sung this strain.
Rule, Britannia, rule the waves!
Britons never shall be slaves!”
“Ketika Inggeris atas sabdanya Gusti.
Menjelma dari samudera biru.
Itu memanglah haknya negeri.
Dan bidadari menyanyikan lagu.
Perintahlah, Inggeris, perintahlah ombak!
Bangsa Inggeris tak menjadi budak !”
Hindustan takluk Singapore dan Malaka diduduki. Tiongkok direbut haknya menetapkan
bea dan hakhak exterritoriaal, beserta dibikin “daerahpengaruh” dengan jalan keras dan jalan
“halushalusan”. Egypte “diperlindungi”. Mesopotamia “dimandati”, Hongkong, kepulauan Fiji,
WestIndia, Kepulauan Falkland, Gibraltar, Malta, Cyprus, Afrika, ......... imperialisme Inggeris
23
1) Perkataan Mr. de Louter
seolaholah tiada puasnya! Dan negerinegeri yang lainlain? Negeri yang lainlainpun ikut lari
di dalam balapan ini:
Perancis menaruhkan kakinya di AfrikaUtara, di IndoChina, di Martinique, di
Guadeloupe, di Reunion, di Guyana, di Somali, di NieeuwCaledonia, − Amerika merebut Cuba,
Portoriko, Philipina, Hawaii dll., −
Jerman melancarlancarkan tangan imperialisme ke pulau
Marshall, ke Afrika BaratTimur, ke Togo, ke Kamerun, ke pulaupulau Carolinen, ke
Kiautsjiau, kekepulauan Marianen, geger perkara Marokko dan lainlain, − Italia hibuk
memperusahakan iapunya pendudukan Assab dekat selatan Bab El Mandeb,
mengaturngaturkan kekuasannya di AfrikaUtara, mengambil Kossala, mencoba menaklukkan
Abessinia, mengautaut di Tripola dan lainlain pula.
Bahwasanya, balapan mencari kolonie yang kita alamkan di dalam zaman
modernkapitalisme itu, yang mengautaut ke kiri dan ke kanan dan memasang mulut serta
mengulurulurkan kukunya sebagai MahaKala yang angkaramurka, − balapan mencari koloni
ini tak adalah persamaannya di seluruh riwayat manusia.
Dan di Asia sendiripun − modernimperialisme itu membuktikan asalturunannya:
Asalturunannya daripada kekacauankekacauan ekonomi, anak daripada kapitalisme, yang di
dalam lingkungan rumahtangga sendiri kekurangan lapang usaha. Di atas sudah kami katakan,
bahwa imperialisme itu bukan tabiat bangsa kulitputih saja, bukan “kejahatanhati” kulitputih
saja: −
Bukan saja modernimperialisme, tetapi juga imperialismetua adalah kita dapatkan pada
manamana bangsa. Kita ingat akan imperialisme bangsa Tartar yang di dalam abad ke13 dan
ke14 sebagai “angin simum” menakluknaklukkan sebagian besar dari benua Asia; kita ingat
akan imperialisme bangsabangsa Aria, Machmud Gazni dan Barber yang memasuki negeri
Hindustan; kita ingat akan imperialisme Sriwijaja yang menaklukkan pulaupulau sekelilingnya;
kita ingat akan imperialisme Majapahit, yang menguasai hampir semua kepulauan Indonesia
beserta Malaka. Tetapi modernimperialisme Asia barulah kita lihat pada negeri Jepang tempo
yang akhirakhir ini: modernimperialisme di Asia. adalah suatu “barangbaru”, suatu unicum,
suatu nieuwigheid; memang hanya negeri Jepang saja daripada negerinegeri Asia yang sudah
masuk ke dalam modernkapitalisme itu. Modernkapitalisme Jepang yang butuh akan
minyaktanah dan arangbatu, modernkapitalisme Jepang yang juga membangkitkan tambahnya
penduduk yang deras sekali sehingga melahirkan nafsu mencari negerinegeri emigratie24*), −
modernkapitalisme Jepang itu membikin rakyat Jepang lupa akan keksatriaannya dan
menamakan kukukukucengkeramannya di penanjung Sachalin dan Sohalin dan Korea dan
Manchuria.
Nama, “kamipunya rakyatrakyat Asia yang diperbudakkan” bagi Jepang, nama itu adalah
suatu barang bohong, suatu barang justa, suatu impian kosong bagi nationalisten kolot, yang
mengira bahwa Japanlah yang akan membentuk kepada imperialisme Barat dengan dengungan
suara: “Berhenti!”. − Bukan membentak “berhenti!”, tetapi dia sendirilah ikut menjadi
belorongimperialisme yang angkaramurka! Dia sendirilah yang ikut menjadi hantu yang
mengancam keselamatan negeri Tiongkok, dia sendirilah yang nanti di dalam perguletan
mahahebat dengan belorongbelorongimperialisme Amerika dan Inggeris ikut membahayai
keamanan dan keselamatan negerinegeri sekeliling LautanTeduh, dia sendirilah salah satu
belorong yang nanti akan perangtanding di dalam perang Pacifik!
24
*) emigrate = pemindahan rakyat
“Balapan cari jajahan” di dalam bagian kedua daripada abad ke19 adalah mulamula suatu
balapan antara negerinegeri Eropah saja. Tetapi sesudah di dalam balapan ini negeri Inggeris
menjadi yang terkemuka, sesudah kapitalisme Inggeris di dalam imperialismenya bisa
membelakangkan sekalian musuhmusuhnya, sesudah John Bull boleh menjanji “Perintahlah,
Inggeris, perintahlah ombak” sesudah itu maka masuklah dua kampiun baru di dalam gelanggang
imperialisme dan menjadilah balapan ini di dalam abad ke 20 suatu balapanbaru antara Inggeris,
Amerika dan Jepang, suatu balapanbaru antara mengejar kekuasaan di atas negeri mahakaya
yang sampai sekarang belum bisa “terbuka” seluasluasnya itu, yakni: negeri Tiongkok!
Perebutan kekuasaan di Tiongkok inilah yang kini menjadi nyawanya persaingan antara
belorongbelorong imperialisme tiga macam itu, perebutan kekuasaan di Tiongkok inilah kini
menjadi pokoknya politikluarnegeri dari Jepang, Amerika dan Inggeris. Siapa kuasa di
Tiongkok, dialah akan kuasa pula di seluruh daerah Pacific. Siapa yang menggenggam
rumahtangga Tiongkok, dialah yang akan menggenggam pula segala urusan rumahtangga
seluruh dunia Timur, baik tentang ekonomi, maupun tentang militair. Oleh karena itu, Tuantuan
Hakim, maka rebutan negeri Tiongkok itu akan sampai dibelapati oleh belorongbelorong tadi,
dibelapati dipeperangan LautanTeduh!
Tentang propaganda kami berhubung dengan bahaya peperangan LautanTeduh itu, akan
kami uraikan lebih lebar di lain tempat.
Imperialisme di Indonesia.
Tuantuan Hakim yang terhormat, begitulah gambarnya imperialisme di Asia di luar
Indonesia.
Dan keadaan di Indonesia? Ah, Tuantuan Hakim, kita mengetahuinya semua. Kita
mengetahui bagaimana di dalam abadabad ke17 dan ke18 OostIndischeCompagnie,
terdorong oleh persaingan hebat dengan bangsabangsa Inggeris, Portugis dan Spanyol,
menanam stelselnya monopoli25*). Kita. mengetahui kerasnya dan kejamnya cara menanam dan
memperteguhkan monopolie itu. Kita mengetahui, bagaimana di kepulauan Maluku ribuan jiwa
manusia dibinasakan, kerajaankerajaan dihancurkan, miliyunan tanamantanaman cengkeh dan
pala saban tahun dibasmikan (hongitochten). Kita mengetahui, bagaimana, untuk menjaga
monopoli di kepulauan Maluku itu, kerajaan Makassar ditaklukkan, perdagangannya
dipadamkan, sehingga pendudukpenduduk Makassar itu ratusan, ribuan yang kehilangan
pencarianrezekinya dan terpaksa menjadi bajaklaut yang merampok kemanamana. Kita
mengetahui, bagaimana di tanah Jawa dengan politik
“divide et impera” yakni dengan politik
“memecahmecah” sebagai Prof. Veth atau Clive Day atau Raffles mengatakan
kerajaankerajaannya satupersatu diperhambakan, ekonominya rakyat oleh stelselnya monopoli
contingenten26**) van leverantien27 ***) samasekali disempitkan, ya samasekali didesak dan
dipadamkan. Kita mengetahui, ...... tetapi cukup, Tuantuan Hakim y.t.h.!
25
*) Monopoli = “hak” berdagang sendiri. Orang lain tidak boleh ikutikut berdagang barang yang dimonopilikan itu.
26
**) Contingent = Serupa pajak, dibayarnya dengan barangbarang hasilbumi oleh kepalakepala.
27
***) Leverantien = Kepalakepala dipastikan setor barangbarang hasilbumi yang dibeli oleh Compagnie. Tetapi banyaknya dan harganya
barang itu Compagnielah yang menetapkan
Caranya OostIndischeCompagnie menanamkan monopolinya, caranya
OostIndischeCompanie mengekalkan monopolinya, caranya OostIndischeCompagnie
memperteguhkan monopolinya, tidaklah asing lagi bagi siapa yang suka membaca.
Tetapi, maafkanlah Tuantuan Hakim, bahwa kami di sini mau bercerita sedikit lebar atas
zaman OostIndischeCompagnie itu dan juga atas zaman cultuurstelsel, yakni oleh karena
bekasbekasnya O.I.C dan cultuurstelsel itu sampai kini hari masih tertanam, di dalam
susunan pergaulan hidup Indonesia, sehingga sifatsifatnya P.N.I. terpengaruhilah oleh
karenanya.
Maaflah yang berhubung dengan hal itu kami adalah sependapatan dengan Prof. Snouck
Hurgronje yang menulis:
“Nu kan men zeggen, dat het nutteloos is, stil te staan bij verleden zonden, waaraan het
tegenwoordige geslacht niet schuldig is, maar ............. het effect van die twee eeuwen
wanbeheer op de geesteshouding der inheemsche bevolking tegenover het Westen mag bij
de beschouwing der “vraagstukken” allerminst buiten rekening blijven” 1).
“Orang bisa berkata, bahwa tiada gunanya membongkarbongkar kedosaan sediakala, yang
orang zaman sekarang tak ikutikut menjalankan, tetapi ............... pengaruhnya pemerintah
jahat yang dua abad itu di atas sikapkebatinannya penduduk bumi putera terhadap kepada
duniaBarat, tidak bolehlah diabaikan kalau kita menyelidiki “soalsoal” itu”.
Oleh karena itu, sekali lagi maaflah, yang kami berhubung dengan cultuurstelsel itu, di
bawah ini mengulangi pendapatanpendapatannya satudua kaum intellek Europa yang ternama:
“De Compagnie beheerscht dehoofden en legt dezen verplichtingen op, die zij afwentelen
op de bevolking. De Compagnie is hebzuchtig eerder dan wreed, maar het gevolg is
hetzelfde:
Onderdrukking!”,
“Compagnie itu menundukkan kepalakepala dan membebaninya dengan
kewajibankewajiban, yang oleh kepalakepala itu dijatuhkan lagi di atas pundak rakyat.
Compagnie itu lebih serakah daripada kejam, tetapi kesudahannya adalah sama:
Penindasan!” ,
begitulah Prof. Colenbrander menulis282), dan Prof. Veth berkata:
“Wreedheid behoort niet tot hare heerschende ondeugden, maar hare kortzichtige ......
inhaligheid heeft misschien meer kwaad gesticht dan zij door wreedheid had kunnen doen.
Zelfs de gruwelen van Nerotroffen slechts weinige slachtoffers in zijn nabijheid, en lieten de
welvaart der provincien ongedeerd; maar een slecht ingericht bestuur is een algemeene
ramp ”.
“Kekejaman bukanlah iapunya kejahatan yang biasa, tetapi iapunya keserakahan yang
picik itu barangkali adalah lebih merusak daripada kekejaman. Meski kekuasaan Nero29
*)pun hanyalah mencelakakan sedikit orangorang yang berdekatan dengan dia saja dan
28
1) Colijn over Indie pag. 33.
29
2) Kol. Gesch. II Pag. 252
tidaklah mengganggu kesejahteraan mukimmukim; tetapi suatu pemerintahan yang jelek
aturanaturannya 30 3)adalah suatu bencana umum ”.
Dus tidak selamanya “kejam”, tidak selamanya “wreed” ? Tetapi toh sering kejam dan
buas.
Marilah kita membaca lagi Colenbrander tentang penanaman monopoli di Ambon dan
Banda:
“Coen (Jan Pieterzoon Coen Sk), is in deze gansche zaak, die een vlek op zijne
nagedachtenis wierp, met een onmenschelijke wreedheid − opgetreden, die zelfs
Compagnie’s dienaren te kras was ......... Tot de bewindhebbers toe heeft het koele verhaal
zijner executien, in Coen’s brieven vervat, onthutst ........ “ ‘t zal wel ontsagt, maar geen
gunst baren” ........... zoo oordeelen de lieden zelve, terwille van wier winsten een bloeiende
bevolking ...... nagenoeg was uitgeroeid”.311)
“Coen (Jan Pieterszoon Coen Sk.), di dalam ini perkara yang meninggalkan noda di atas
namanya, adalah menjalankan kekejaman yang bukan kekejaman manusia lagi ,
−
sampai hambahamba Compagnie pun menjadi jemu ... Sampai kepalakepala
Compagnie pun sama terkejut oleh ceritacerita hukumanhukuman mati, yang Coen
tuliskan di dalam iapunya suratsurat dengan hati yang tiada rasakemanusiaan ... “Itu
benar membikin takut, tapi tiada membawa kasih” ... Begitulah pendapatannya orangorang
sendiri, yang untuk keperluan labanya, menjadi sebabnya suatu negeri penduduknya hampir
ditumpaskan samasekali” .
Dan Prof. Kielstra menceritakan:32 2).
“Het handelsmonopoli moest door de onzen worden verworven en, was het eenmaal
verkregen, dan werd zonder bedenking elk middel toegepast dat voor zijn handhaving
dienstig was. Voor de belangen dier bevolkingen voelden onze machthebbenden bitter
weinig: de Mohamedanen en heidenen waren in het oog der Christenen minderwaardig;
naar de opvattingen van dien tijd vormden zij − men bezigde gaarne bijbelsche
uitdrukkingen − een “verkeerd en verdraaid geslacht”, dat, wanneer het de Compagnie
weestreefde, desnoods vernietiging
verdiende”.
Monopolidagang itu harus diperolehkan oleh orangorang kita, dan bilamana sudah di
dalam tangan kita, maka zonder banyak pikiran lagi segala macam upaya dikerjakanlah
untuk mengekalkannya. Kepentingankepentingan penduduk tak diperdulikan oleh
pemukapemuka kita; kaum Islam dan kaum yang bukanIslam di dalam matanya kaum
Kristen adalah kurangharga; menurut fahamfaham zaman itu, maka mereka, − orang
gemar pada perkataanperkataan dari kitab Injil −, adalah “bangsa buruk” dan jahanam”,
yang bila berani melawan Compagnie, harus dibinasakan samasekali .”
Lagi satu dalil dari seorang Jerman: Prof. Dietrich Schäfer, yang berbunyi:
30
*) Raja bangsa Romein yang sangat buas
31
3) Java II p. 250
32
1) t.a.p.p. 117
“De pogingen, die ze deden, ook de naburige Australische eilanden binnen het bereik van
hun werkzaamheid te brengen, hebben we reeds vermeld. Toen het bleek dat hier voor het
toenmalige bedrijf niets te halen viel, beperkte men zich tot de uitbuiting van de reeds
vroeger bekende gebieden. De wijze, waarop deze plaats had, heeft men niet ten onrechte
de meest
rücksichtslose genoemd, waarvan de koloniale ervaring weet te verhalen.”331)
Percobaanpercobaan mereka, memasukkan kepulauan Australia yang dekatdekat ke dalam
lingkungan perusahaannya, sudahlah kami ceritakan. Tatkala ternyata bahwa di sini tiada
hasil apaapa bagi perusahaan mereka ketika itu maka perusahaan itu lantas dipusatkanlah
di atas pemerasan dan perampokannya pulaupulau yang terkenal lebih dulu saja. Caranya
perampokan ini, tak salahlah kalau orang namakan yang paling kejam di seluruh riwayat
kolonial adanya.”
Sebagai penutup, pemandangannya Prof. Snouck Hurgronje, yang berkata:
“Het eerste bedrijf der Nederlandsch Indische tragedie heet Compagnie, en begint bijna
gelijk met de17e eeuw. De hoofdacteurs hebben aanspraak op onze bewondering om
hunne onverschrokken energie, maar het doel, waarvoor zij werkten, en de door hen
gebezigde middelen waren van zulken aard, dat men, zelfs bij volle betrachting van den
regel, de faits et gestes met den maatstaf van hun tijd te meten , vaak moeite heeft om zijn
afscbuw te bedwingen. Het “experiment” begon zoo, dat de bewoners van Indië in
aanraking kwamen met het uitschot der Hollandsche natie, die hen met zooveel
geringschatting behandelden als zij verdroegen, en wier taak het was, aIle krachten in te
spannen tot verrijking eener groep aanndeelhouders in het moederland. De ambtenaren
van dit gecharterde lichaam, door hunne broodheeren al te kort gehouden, maar niet
minder dan deze belust op winst, vertoonden een beeld van corruptie dat het ergste, wat
men Oostersche volken aanwrijft, in de schaduw stelt.”34 1)
“Bagian yang pertama daripada ceritarindu HindiaBelanda itu adalah bernama
Compagnie, dan mulainya hampirlah sama dengan abad yang ke17. Pemukapemukanya
adalah berhak atas kitapunya rasahormat karena hebatnya merekapunya kemauan
berusaha, tetapi maksud yang mereka kejar. dan upayaupaya yang mereka jalankan untuk
mengejar maksud itu, adalah begitu rupa, sehingga kita, meskipun kita tak kurangkurang
memperingati caradan adatistiadat zaman dulu itu, sukar sekalilah menahan kitapunya
rasajemu dan rasa jijik
. Itu “percobaan” mulainya, ialah, yang pendudukpenduduk
Hindia itu belajar kenaI dengan “tainya” bangsa Belanda, yang mempermainkan mereka
dengan sombong dan lagak, dan yang pekerjaannya tak lain daripada memeraskan keringat
untuk mengayakan sekawan aandeelhouders di tanahairnya. Punggawapunggawanya
compagnie ini, yang oleh majikanmajikannya hanya digaji sedikit, tetapi yang tak kurang
serakah untung daripada majikanmajikannya itu, adalah menunjukkan suatu kerendahan
dan kejahatan buditindak, yang melebihi segala kejelekan yang dituduhkan kepada
bangsabangsa Timur!”
Begitulah gambarnya imperialismetua daripada OostIndischeCompagnie. Sesudah
OostIndischeCompagnie pada kirakira tahun 1800 mati, maka tidak ikut matilah stelselnya
33
2) Verstiging Ned. Gezag pag.12.
34
1) Kolonial Geschicte pag. 82.
monopoIie ,
tidak ikut matilah stelselmengautuntung yang bersendi pada paksaan. Malahan ...
sesudah habis zaman commissiecommissie dan pemerintahan Inggeris, yang mengisi
tahuntahun 18001830; sesudah habis zaman “tergoyanggoyang” antara ideologietua dan
ideologiebaru35 *) sebagai yang disebarsebarkan oleh revolusi Prancis; sesudah habis “tijdvak
van den twijfel” 2) ini, maka datanglah stelselkerjapaksa yang
36
lebih kejam lagi, lebih
mengungkungkan lagi, lebih memutuskan nafas lagi, − yakni stelsel kerjapaksa daripada
cultuurstelsel , yang sebagai cambuk jatuh di atas pundak dan belakangnya rakyat kita! Juga
cultuurstelsel ini, Tuantuan Hakim, tidak usah kami beberkan lebarlebar kekejamannya; juga
cultuurstelsel ini sudah diakui
jahatnya oleh hampir setiap kaum yang mengalaminya, dan oleh
kaum terpelajar yang mempelajari riwayatnya.
Tetapi, juga daripada Cultuurstelsel ini, yang bekasbekasnya sampai ini hari masih belum
hilang, dan mempengaruhi susunan P.N.I. itu, (sebagai nanti akan kami uraikan), marilah kami
ulangkan satudua pendapatannya kaumkaum ahli itu:
“De uitbuiting der bevolking, waaraan nu bijna geen andere
grens gesteld was dan haar
physiek uithoudingsvermogen, kon ongehinderd plaats vinden”.
“Pemerasan dan perampokan penduduk itu, yang tiada batas lagi melainkan batas kuat atau
tidaknya badan orangorang penduduk itu memikulnya, kini bisalah dijalankan dengan tiada
halangan suatu apa lagi.”
begitulah Prof. Gonggrijp berkata373) Dan di lain tempat pujangga ini menulis:
“Niet alleen dus berustte dit systeem op dwang; die dwang was, in de donkere eerste
twintig jaren van het hier besproken tijdvak,
zwaarder dan het juk der oontingenten , wier
heffing in hoofdzaak aan de inheemsche hoofden werd overgelaten. Het cultuurstelsel
werd verzwaard door de activiteit van den Europeeschen ambtenaar; deze beteekende een
verzwaring van den druk van het stelsel en tegelijkertijd zijn technische verbetering en
groote rendabiliteit”.
“Geen cultuur is zulk een plaag geweest als die van indigo. Toen deze in 1830 op
roekelooze wijze in de Preanger was ingevoerd, werd ze tot een ware volksramp. In het
district Simpoer van dat gewest werden de mannen uit een aantal dessa’s gedwongen om 7
maanden onafgebroken, ver van hun woningen, aan de indigovelden te werken; al dien tijd
hadden ze in hun eigen voeding te voorzien. Bij hun thuiskomst vonden zij hun rijstgewas
vernietigd. Gedurende de vijf eerste maanden van 1831 werden 5000 mannen met 3000
buffels uit hetzelfde district gedwongen, de gronden te ontginnen voor een opgerichte
fabriek. Toen die arbeid was afgeloopen, ontbraken de indigostekken. Eerst twee maanden
later, nadat de alangalang, het gevreesde onkruid, het ontgonnen terrein reeds bedekte,
ontving men indigozaad uit Batavia. Mannen, vrouwen, kinderen werden nu opgejaagd om
de velden opnieuw te spitten. Meer dan eens brachten zwangere vrouwen haar kinderen
onder den zwaren arbeid tel wereld” .........
“Aturan ini bukannya saja bersendi atas paksaan, tetapi paksaan itu, di dalam dua puluh
tahun di awalnya masa yang kami bicarakan ini, adalah lebih berat daripada bebannya
contingen, yang pemungutannya ialah terutama diserahkan kepada kepalakepala
35
1) Colijn over Indië pag. 33.
36
*) ideologie = akalpikiran
37
2) J.E. Stokvis, Van Wingewest naar zelfbestuur.
Bumiputera. Cultuurstelsel adalah lebih berat, yakni lantaran kerajinannya ambtenaar
Belanda; kerajinan ambtenaar Belanda ini adalah berarti tambah beratnya tindasan stelsel
itu, beserta pula tambah baiknya carakerjanya dan tambah besar hasiluntungnya.”
“Tiada Cultuur adalah begitu menggoda kesejahteraan sebagai nila. Tatkala cultuur nila ini
di dalam tahun 1830 dimasukkan di tanah Priangan dengan cara yang angkara, maka rakyat
menjadilah binasa celaka samasekali . Di dalam
district Simpur daripada keresidenan ini
maka penduduk lakilaki daripada beberapa desa dipaksakanlah bekerja di kebonkebon
nila itu, tujuh bulan lamanya, jauh dari rumahnya; selama tujuh bulan itu mereka haruslah
mencari makan sendiri. Tatkala mereka pulang lagi, maka ternyatalah bahwa merekapunya
tanaman padi sudah binasa. Di awalnya. 1831, maka daripada district ini, lima bulan
lamanya, 5000 orang lakilaki dengan 3000 kerbau dipaksakanlah mengolah tanah buat
suatu pabrik yang baru didirikan. Tatkala kerja ini sudah selesai, benihbenih nila belumlah
tersedia. Baru dua bulan kemudian daripada itu, ketika alangalang, itu rumputrumput
yang orang takuti, sudah subur memenuhi tanahtanah yang diolah tadi, datanglah benih
nila dari Betawi. Orang lakilaki, perempuan, kanakkanak sekarang digiringkanlah
disuruh meng olah lagi ladangladang itu. Kerapkali adalah perempuanperempuan hamil
yang melahirkan anak selagi berkeluhkesah menjalankan kerja yang seberat itu” .........
Dan Stokvis menceritakan:38 1)
“Nog in 1866 waren er streken, waar de koffieplanter 4 ä 5 ct. per dag verdiende, terwijl
hij 30 ct. noodig had voor zijn levensonderhoud. In de indigocultuur werd in vele gevellen ƒ
8. per
jaar uitbetaald ....... Er waren loonen in de koffiecultuur van ƒ 4.50 per jaar en per
gezin , dus 90 ct. per persoon ............” In de Preanger zag dezelfde schrijver (Vitalis) de
hongerende menschen als geraamten langs de wegen wankelen. Sommigen waren zoo
uitgeput, dat zij het hun als voorschot toegediende voedsel niet konden opnemen; zij
stierven .........” ........ volksverhuizingen kwamen ook in de cultures veel voor en op groote
schaal. Het was de eenige mogelijke redding uit de ellende”.
“Stokslagen en geeselingen waren aan de orde van den dag en op vele indigovelden was de
geeselpaal een gewoon verschijnsel.”
“Het ging hier om een volk, dat niet wettelijk maar feitelijk in slavernij verkeerde. Het had
de vrees voor zijn hoofden in zich opgenomen; die hoofden weer hadden de vrees voor den
overheerscher geleerd. Al wat er nog aandurf en vrijheidsgeest in den Javaan geleefd had,
was verloren onder den ruwen handel der compagnie, en de kwade fout van Van den Bosch
was, dat hij het reeds ontwrichte volk opnieuw onderwierp aan een uitmergeling, welke in
wezen volslagen gelijk was aan het Compagniesysteem. Ze was èrger en schuldiger! De
Compagnie had geen aansprakelijkheid te aanvaarden of aanvaard. Zij dreef negotie met
de middelen van den harden negotiant. Van den Bosch vertegenwoordigde de staat zelf, een
moederland, dat zooveel had goed te maken.
Alle middelen, welke de koloniale verhouding weerzinwekkender konden maken dan ze van
nature reeds is, hebben hij en zijn opvolgers gebezigd. Het opleggen van een Westersche,
dus meer eischende productiemethode aan een tropische agrarische gemeenschap is reeds
38
3) Econ. Gesch, NedIndië, pag. 123.
een druk, maar zwaarder nog is het leed dat de machtsdrift van het vreemde ras
medebrengt” .........
“Sampai di dalam tahun 1866 misih adalah daerahdaerah, di mana sipenanam kopi
hanyalah menerima 4. atau 5 sen sehari, sedangkan ia harus ada 30 sen buat hidup. Di
dalam cultuur nila acap kali orang bayarkan ƒ8, −
setahun ......... Di dalam cultuur kopi
adalah upah yang hanya ƒ4.50 setahun buat orangorang seisi rumah ,
− yakni 90 sen buat
satu orang. Penulis Vitalis adalah melihat orangorang yang kelaparan itu merangkak
sepanjang jalan, tinggal tulang kulit belaka seperti jerangkongbengkarak kurusnya.
Beberapa orang adalah begitu letih, sampai mereka tak bisa makan lagi makanan yang
orang kasihkan padanya sebagai persekot; mereka lantas meninggal ........” ........ di dalam
cultuurcultuur itu seringsering jugalah rakyat lantas sama kabur meninggalkan negerinya,
jumlahnya malah sering besar sekali. Memang ini adalah jalan yang satusatunya untuk
menyelamatkan diri daripada siksa itu”.
“Pukulan dengan pentung dan labrakan dengan cambuk terjadilah seharihari, dan di ladang
nila orang tidaklah heran lagi kalau tiangtiang buat mengikat orangorang yang mau
dicambuk”.
“Di sini adalah suatu rakyat yang tidak sepanjang wet, tetapi dengan sebenarnya hiduplah
di dalam perbudakan. Rakyat itu memang takut kepada kepalakepalanya; kepalakepala ini
sudahlah pula belajar takut kepada kaum yang memerintah. Semua kegagahan dan semua
semangatkemerdekaan yang dulu hidup di dalam hati sanubari bangsa Jawa, kini sudah
lenyaplah oleh kekuasaannya Compagnie dan kejahatan v.d. Bosch yaitu: ia menghisapkan
lagi sungsumnya rakyat yang memang sudah binasa itu, hisapan yang mana sebenarnya tak
bedalah sedikit juapun daripada stelselnya compagnie itu. Malahan lebih kelewat dan lebih
jahat! Sebab compagnie tak haruslah memikul pertanggunganjawab dan memang tak
pernahlah suka memikul pertanggunganjawab itu. Compagnie adalah berdagang dengan
caracaranya kaum dagang yang kakuhati. Tetapi v.d. Bosch adalah mewakili negeri ,
mewakili
staat− tanahair yang begitu banyak berhutang budi.
Segala macam upaya, yang bisa membikin aturan jajahan itu menjadi lebih keji lagi
daripada memang, sudahlah dijalankan olehnya dan oleh penggantipenggantinya. Sudah
beratlah tindasannya suatu caraprodusi Barat di atas suatu pergaulanhidup pertanian di
dunia Timur, tetapi masih lebih beratlagilah rasanya kesengsaraan yang terjadi karena
kesombongan si orang asing itu atas kekuasaannya”
Dua dalil lagi, Tuantuan Hakim, lantas kami tutup kamipunya dalildalil berhubung
dengan cultuurstelsel ini: dua dalil lagi dari Prof. Kielstra dan Prof. Veth:
“Men wist in Nederland niet, of veinsde niet te weten, dat in Indië alle uitgaven voor
onderwijs, openbare − werken, politie en zooveel meer, steeds tot een uiterst minimum
werden teruggebracht om de “batige sloten” te hooger te kunnen opvoeren; en, wat nog
erger was, dat de bevolking door den haar opgelegden dwang zoozeer in de teelt van haar
eigen voedingsmiddelen werd belemmerd, dat in verschillende gewesten armoede en
ellende,
hongersnood en
voIksverloop 39
ontstonden”, 1)
39
1) Van Wingewest naar Zelfbestuur
“Orang di negeri Belanda tidak tahu, atau
purapura tidak tahu bahwa di Hindia semua
beabea onderwijs, openbare werken, politie dan banyak lainlain hal lagi, selamanya
diungsretungsretkan sampai sekecilkecilnya, agar supaya “untung bersih” bisa menjadi
sebesarbesarnya; dan, yang lebih jahat, bahwa penduduk adalah begitu terhalanghalangi di
dalam pertaniannya iapunya keperluan hidup sendiri oleh kerjapaksa yang ditimbulkan di
atas pundaknya itu, sehingga di beberapa daerah timbullah kemelaratan dan
kesengsaraan ,
kelaparan dan pelarian rakyat ”.
dan
“zelfs voor hen die in het cultuurstelsel een weldaad zoowel voor Java als voor het
moederland zien, voor Java omdat het den Javaan lot den arbeid opleidde, voor het
moederland omdat het zijn schatkist vulde, − moet dunkt mij de hypocrisie
stuitend zijn
waarmede het ingevoerd”,40 2)
“meski buat siapapun yang memandang cultuurstelsel itu suatu kebajikan buat tanah Jawa
maupun buat negeri Belanda, − buat tanah Jawa oleh karena stelsel ini mendidik orang
Jawa suka bekerja, buat negeri Belanda oleh karena mengisi bendahara negeri −
, maka
sepanjang pendapatan kami, kemunafikan mengerjakannya adalah menjemukan dan
mengejikan”,
begitulah itu dua orang professor menulis.
Tuantuan Hakim yang terhormat!, Oost Indische Compagnie mengkocarkacirkan
rumahtangga Indonesia, Cultuurstelsel mengkocarkacirkan rumahtangga Indonesia.
Tuantuan barangkali bisa juga lantas mempunyai pikiran: “benar V.O.C. dan Cultuurstelsel
jahat, benar V.O.C. dan Cultuurstelsel ada suatu bencana bagi rakyat Indonesia, benar V.O.C.
dan Cultuurstelsel memasukkan rakyat Indonesia di dalam kesengsaraan dan kehinaan, tetapi
buat apa membongkarbongkar halhal yang sudah kuno?”
Betul Tuantuan Hakim, kejahatan V.O.C. dan kejahatan Cultuurstelsel adalah kejahatan
kuno, tetapi hatinasional tak gampanglah melupakannya.
“De herinnering des menschen aan geleden onrecht is lang; gedaan onrecht wordt spoedig
vergeten”.
“Kelaliman yang orang deritakan lama sekalilah orang ingat; kelaliman yang orang
perbuatkan , sebentar sekalilah orang lupakan”,.........
begitulah Sanders berkata. Lagi pula, sebagai tadi telah kami katakan, sebagai pula telah
dikatakan oleh Prof. Snouck Hurgronje di muka itu, − buntutbuntutnya V.O.C. dan
Cultuurstelsel itu
naweënnya V.O.C. dan Cultuurstelsel itu yang duaduanya berstelsel
monopoli, sampai ini hari belumlah hilang, sampai ini hari masihlah tercerminkan di
dalam wujudnya susunan pergauIan Indonesia, sehingga politik dan gerakannya
PartaiNasionalIndonesia, sebagai nanti akan kami terangkan, terpengaruilah oleh
karenanya!
Di dalam pertengahan abad ke19 “modern kapitalisme” yang bersendi atas
“kerjamerdeka” dan “persainganmerdeka”, di negeri Belanda mulai timbul. Toh .........
40
1) Vestiging Ned, gezag p. 38.
Cultuurstelsel yang bersendi atas “kerjapaksa” dan yang terutama mengasih untung kepada
staat Belanda itu, yang tidak begitu menggemukkan kantong kapitalis Belanda partikelir itu,
cultuurstelsel itu tidak lekaslekas dihapuskan. Bukan oleh karena staat Belanda tak
memperdulikan kepentingannya kaum modalnya partikelir, bukan oleh karena kepentingan staat
itu ada lebih ditinggikan daripada kepentingan bourgeoisie, tetapi tak lain tak bukan ialah oleh
karena bourgeoisie Belanda pada masa itu adalah butuh pada cuItuurstelsel itu sebagai
pembayar segala halhal yang perlu diadakan lebih dulu bagi suburnya kapitalisme di negeri
Belanda sendiri! Henriëtte Roland Holst di dalam bukunya “Kapitaal en Arbeid in Nederland”
adalah menulis:
“Het was practisch gehandeld van de bourgeoisie in de vijftiger jaren en een gezonde
uiting van klassebewustzijn, dat zij het cultuurstelsel niet in den hoek wierp eer zij er alles
had uitgehaald wat het kon geven ............. het gevaar bestond, dat al ongeduldige en te
haastig vooruitstrevende geesten al te spoedig den Javaan de zegeningen van vrij arbeid
hadden willen verschaffen en het cultuurstelsel, die erfenis der autokratic, door het
particulier initiatief vervangen. Echter enkelen mochten zoo gezind zijn, de bourgeoisie in
haar geheel was wijzer. Zij voelde als klasse vóór alles belang te hebben, eerstens, bij
armortisatie der schuld. Tweedens: bij de ontheffing van handel en bedrijf door
vermindering van rechten en belastingen, die alleen door het onder I genoemde kon tot
stand komen. Derdens: bij bouw van spoorwegen en waterwegen , zónder de natie op
groote kosten te jagen, die bij de op zuinigheid gestelde Nederlanders, het vuurtje van
konservatisme aangeblazen zouden hebben. Dit alles was noodig vóór de individueele
exploitatie van Indië kon beginnen, want nationalkrediet, spoorwegen en havens in het
moederland moesten van die exploitatie de steunpunten zijn . Al die goede dingen leverden
de Indische baten, dus de Indische baten moesten, voorloopig, behouden blijven”.41 1)
“Bourgeoisie di dalam tahuntahun limapuluhan adalah cerdik sekali dan adalah
menunjukkan keinsyafankelas yang sehat, yang ia tidak membuangkan cultuurstelsel itu
di dalam kolong sebelum ia mengeduk dulu segala halhal yang cultuurstelsel itu bisa
kasihkan ......... Adalah bahaya, yang kaumkaum yang tak sabar nanti terlampau
tergopohgopohlah mengasihkan kepada bangsa Jawa itu berkahberkahnya kerjamerdeka
dan terlampau tergopohgopohlah menggantikan cultuurstelsel, warisan dari pemerintahan
lalim itu, dengan perusahaan partikelir. Tetapi, benar satu dua orang berpendapatan begitu,
− bourgeoisie seumumnya adalah lebih budiman. Bourgeoisie itu sebagai kelas adalah
merasa bahwa, teristimewamewa, kepentingannya ialah: pertama, naiknya crediet daripada
staat oleh pelunasan hutangnya. Kedua: pengurangan beratnya beban yang harus dipikul
oleh perdagangan dan perusahaan dengan jalan pengurangan tingginya beabea dan
pajakpajak yang bourgeoisie itu harus bayar, − pengurangan bea dan pengurangan pajak
yang mana hanyalah bisa laksana, kalau fatsal itu tadi sudah selesai. Ketiga: pembikinan
jalanjalan keretaapi dan jalanjalanair, dengan tidak terlalulalu sekali merogoh
kantongnya bangsa, sebab ini nanti bisalah menggugahkan kekolotannya bangsa Belanda
itu, yang selamanya hemat dan kikir. Semua halhal ini adalah perlu sebelum pengedukan
kekayaan Hindia oleh orang partikelir bisa dijalankan; sebab nationaalcrediet , jalanjalan
keretaapi dan pelabuhanpelabuhan adalah perlu untuk menjadi alasalasnya usaha ini.
41
2) Java II pag. 410
Segala hal yang baik ini Hindialah yang membayar, dus buat sementara waktu, Hindia
haruslah tetap membayar”.
Tetapi, sesudah syaratsyarat modernkapitalisme semua selesai terurus, sesudah national
krediet kembali kokoh dan sesudah jalan, jalan keretaapi, kanaalkanaal, pelabuhanpelabuhan
telah rampung, sesudah modernkapitalisme menjadi subur, maka surpluskapitaalnya42*)
mulailah ingin dimasukkan di Indonesia, − modernimperialisme mulailah lahir. Tak
berhentihenti modernimperialisme itu lantas memukulmukul di atas pintu gerbang Indonesia
yang kurang lekas dibukanya, tak berhentihenti kampiunkampiunnya modernimperialisme
yang tak sabar lagi itu menghantamhantam di atas pintugerbang itu, tak berhentihenti
penjagapenjaga pintu gerbang itu sabansaban sama gemetar mendengar dengungan pekik
“naar vrijheid!” “naar vrij arbeid” daripada kaumkaum liberaalkapitalisme yang ingin
lekaslekas dimasukkannya. Dan akhirnya, pada kirakira tahun 1870, dibukalah pintugerbang
itu! Sebagai angin yang makin lama makin meniup, sebagai aliran sungai yang makin lama
makin membanjir, sebagai gemuruhnya tentara menang yang masuk ke dalam kota yang kalah, −
maka sesudahnya Agrarische dan Suikerwet de Waal di dalam tahun 1870 diterima baik oleh
StatenGeneraal di negeri Belanda, masuklah modal partikelir itu di Indonesia, mengadakan
pabrikpabrik gula di manamana, kebonkebon teh, ondernemingonderneming tembakau dan
lain sebagainya, ketambahan lagi modalpartikelir yang membuka macammacam perusahaan
tambang, macammacam perusahaan keretaapi, tram, kapal, atau pabrikpabrik yang lainlain.
Imperialismetua makin lama makin laju, makin lama makin mati, imperialismemodern
menggantilah tempatnya, − carapengedukan harta yang menggali untung bagi staat Belanda itu
makin lama makin berubahlah, terdesak oleh carapengedukan baru yang mengayakan
modalpartikelir.
Caranyapengeduk berubah, − tetapi banyakkah perubahan bagi rakyat Indonesia? Tidak,
Tuantuan Hakim yang terhormat, banjir harta yang keluar dari Indonesia malahan makin besar,
“drainage” Indonesia malahan makin makan!.
“In den kolonialen strijd van 18481870 ging het uitsluitend tusschen dwangcultuur en
vrijen arbeid ; men zag een intensieve herhaling van de meeningstwisten uit de
twijfelperiode na den val der Compagnie; ook nu duidelijkheid bij het behoud en
onhelderheid bij de oppositie. De conservatieven blijven het koloniaalbezit als bron voor
staatswillst beschouwen, de oppositie gruwde van de verwerking van het koloniale land als
“wingewest”. Zuiver en menschlievend was hun strevell naar eell vrij arbeidend en rein
bestuurd Indie met ruime ontwikkelingskansen; maar met de besten hunner voorloopers
deelden zij het bijna symphatieke zelfbedrog, alsof het vrije kapitaal slechts behoefde
binnen te treden om Indie uit den staat van wingewest te zien bevrijd. Toch, volar het
verzwalrte yolk ging het slechts om wisselillg van exptaitant. Het zou wel gedaan zijn met
de kwade vermenging van staatskapitalisme en staatsbestuur, onder moederlandsche
verhoudingen, welke volkszeggenschap terughielden; maar de nieuwere koloniale
geschiedenis heeft toch al geleerd, dat de verdwijning van het cultuurstelsel slechts de
overwinning va den eenen exploitant op den anderen beduidde. Het wingewest kreeg
nieuwe aandeelhouders. Het particuliere kapitaal wierp verhoogden in. vloed op den staat
42
1) pag. 85, 86.
en dan ook in het koloniale staatsgebeid. En nimmer vloeide het “batigsaldo” rijker dan
juist onder den nieuwen exploitant; het volgde slechts stillere wegen” ...........
“Di dalam perbantahan tentang soal − jajahan antara tahun 1848 dan tahun 1870 yang
menjadi pusatnya perselisihan ialah soal kerjapaksa ataukah kerja merdeka; perselisihan di
zaman baru − jatuhnya compagnie sediakala, ini adalah terjadi lagi; kini kaumkolot lagilah
yang nyataterang alasannya, dan kaummuda lagilah yang kurang nyataterang
alasanalasannya itu. Kaum kolot tetaplah memandang negeri jajahan itu sebagai sumber
keuntungannya staat , kaummuda adalah jemu melihat negeri jajahan itu dibikin
negeripengedukan harta. Suci dan penuh dengan rasa kemanusiaanlah usahanya
kaummuda itu membikin Hindia dijadikan negeri kerjamerdeka dan negeri yang
terperintah dengan bersihhati sehingga lekas bisa maju; tetapi, sebagai juga
penganjurpenganjur yang dahulu, maka mereka adalah menglabui mata sendiri, mengira
bahwa masuknya modal itu saja sudah cukuplah untuk memerdekakan Hindia daripada
keadaan negeri pengedukan harta itu. Toh, bagi rakyat yang sudah letih itu, ini tak
lainlah daripada penggantian pengeduk belaka . Betul berhentilah kejahatan
penyampuran staatskapitalisme dengan staatsbestuur itu yang karena
perbandinganperbandingan di negeri Belanda tak mengasih hak kepada rakyat ikut bicara;
tetapi riwayat kolonial yang baru toh sudah cukuplah mengajarkan, bahwa hilangnya
cultuurstelsel itu tak lainlah daripada kemenangan sipengeduk yang satu di atas
sipengeduk yang lain. Negeri pengedukharta ini hanyalah mendapat aandeelhouders
yang baru saja. Modal partikelir mendapatlah pengaruh yang besar di atas staat, juga di atas
lapangnya staat jajahan. Dan tak pernahlah “untungbersih” itu mengalirnya begitu deras
sebagai justru di bawah pimpinannya sipengeduk baru ini; aliran itu hanyalah melalui
jalanjalan yang lebih tenang belaka” .........
begitulah Stokvis menggambarkannya.43 1)
Dan tidakkah “kena” sekali perbandingannya Multatuli yang membandingkan
“cultuurstelsel” itu dengan:
“Een net van buizen, zich in het oneindige splitsend en verdeelend tot millioenen fijne
buisjes, alle op de borst van millioenen Javanen uitloopend, alle in verbinding met de
hoofdbuis, waarop een flinke stoomzuiger pompt; terwijl bij particuliere exploitatie ieder
avon turier toegang kreeg tot
alle buizen en zijn
eigen stoommachine kon doen werken op
de bron.”44 2)
“Suatu kumpulan pipapipa yang terpecahpecah lagi menjadi pipapipakecil
milliunanmiliunan banyaknya, masingmasing masuk di dalam dadanya miliunanmiliunan
orang Jawa dan masingmasing berhubungan dengan satu ibupipa, dimana bekerja satu
pompa yang kuat; sedang di dalam aturan berusaha partikelir, tiaptiap pengejaruntung
bolehlah masuk di dalam semua pipah dan bolehlah mengerjakan ia punya mesin sendiri
mempompa sumber itu”.
Tidakkah “kena sekali perbandingan ini?
43
*) modal kelebihan
44
1) Van Wingewest naar Zelfbestuur pag. 92
Tuantuan Hakim yang terhormat, dengan dua citaat ini, maka sifat umum daripada
modernimperialisme di Indonesia itu sudah cukuplah tergambar, sudah cukuplah geteekend.
Memang, bagi rakyat Indonesia perobahan sejak tahun 1870 itu hanyalah perubahan caranya
pengedukan rezeki; bagi rakyat Indonesia, imperialismetua dan imperialismemodern
duaduanya tinggal lmperialisme belaka, duaduanya tinggal pengangkutan rezeki Indonesia
keluar, duaduanya tinggal drainage !
O, zeker, zaman modernimperialisme mendatangkan “kesopanan”, zaman
modernimperialisme mendatangkan perikehidupan: damai dan “tentram” yakni mendatangkan
vrede. Zaman modernimperialisme mendatangkan tambahnya jumlah rakyat yang deras,
mendatangkan bevolkingsaanwas yang cepat sekali. Zaman modernimperialisme mendatangkan
jalanjalanlorong yang menggampangkan perhubungan antara tempattempat di Indonesia satu
dengan yang lain, mendatangkan jalanjalan keretaapi, mendatangkan pelabuhanpelabuhan dan
perhubunganperhubungan kapal yang sempurna, tetapi, adakah itu halhal semua di dalam
hakekatnya , terpandang dari pendirian pergaulanhidupnasional , suatu kemajuan yang
setimbang dengan bencana yang disebarsebar oleh usahapartikelir itu ?
Ah, Tuantuan Hakim, berapakah tidak banyaknya orangorang yang tersuramkan
penglihatannya itu oleh banyaknya modalmodalan hasilhasilkesopananbarat yang masuk di
negeri kita, dan lantas mengira bahwa modernimperialisme itu adalah mendatangkan kemajuan
belaka. Berapakah tidak banyaknya orangorang yang terbalikkan matanya oleh schijn belaka,
terbalikkan matanya oleh syariatnya keadaan, yang didatangkan oleh modernimperialisme itu,
dan lantas memanggutmanggutkan kepala sambil berkata: “Memang, memang, sekarang
sudahlah berlainan sekali dengan zaman Compagnie atau Cultuurstelsel adanya!”
O memang, syariatnya memang mendayakan, schijn nya memang memutarkan mata!
Modernimperialisme itu, menurut perkataannya Kautsky adalah:
“verschillend met de oude politik der uitbuitingskolonien, die daarin slechts objecten van
plunderingen zag, van samenschrapen van rijkdom, die men als kapitaal het moederland
binnensleepte. Integendeel, het is een politik, die juist kapitalen aan de koloniën
toevoert
,
kultuurwerken in deze landen opbouwt, schijnbaar dus niet meer verwoestend, doch juist
kultuurbevorderend werkt.”451)
“
berlainan dengan politiktua terhadap pada koloniekolonie perasan, yang memandang
negeri jajahan itu hanyalah sebagai barang yang harus dirampok saja, sebagai kekayaan
yang harus diangkut, dan yang bisa diangkut ke negeri sendiri sebagai modal. Sebaliknya ia
(modernimperialisme) adalah suatu politik yang justru memasukkan modalmodal kedalam
kolonie, mendirikan kerjakerjacultuur disitu, − dus sepanjang syariatnya seolaholah tidak
lagi merusakkan, tetapi malahan memajukan cultuur.”
Tetapi hakekatnya, bagaimanakah hakekatnya! “cultuur” yang didatangkan oleh
modernimperialisme itu!
“Itu damai dan ketentraman”,
− begitulah J. E. Stokvis menutup pemandangannya atas Oost lndische Compagnie −,
45
2) Bij Roland Holst, Kapitaal en Arbeid in Ned. p. 150
die vrede echter beteekende een verloren strijd, vaak een heldenstrijd .......... om de
nationale vrijheid; de sterke toename van het zielental was de voortplanting van ontwrichte
en misbruikte tropenvolken”462).............
“itu damai dan ketentraman adalah berarti suatu perjuangan yang asor, seringkali juga
perjuangan pahlawan yang gagah berani untuk merebut kemerdekaan nasional; itu
tambahnya penduduk yang deras adalah beranakberbuahnya rakyatrakyat Timur yang
koratkarit dan rusak” .........
dan tiaptiap perkataan di dalam kalimat ini bolehlah kita pakaikan untuk zaman
modernimperialisme itu. Lagi pula, bevolkings aanwas tidak selamanya berarti welvaart,
tambahnya penduduk tidak selamanya berarti kesejahteraan umum, sebagai diuraikan oleh Peter
Maszlow di dalam bukunya “Die Agrarfrage in Ruszland”.
Di dalam kalangan kaum proletar di Eropah tambahnya jumlah manusia adalah lebih besar
dan lebih cepat daripada di dalam kalangan kaum pertengahan dan kaum atasan, − adakah ini
berarti bahwa kaum proletar itu lebih nyaman hidupnja daripada kaum bourgeoisie?
Bahwasanya, tambahnya penduduk di Indonesia itu tak lainlah daripada “vootplanting van
ontwrichte en misbruikte tropenvolken” yakni “beranakbuahnya rakyatrakyat yang koratkarit
dan rusak belaka”, sebagai Stokvis mengatakan tadi!
Dan itu jalanjalanlorong, itu jalanjalan kereta api, itu perhubunganperhubungan kapal,
itu pelabuhanpelabuhan, −
tidaklah itu bagus sekali bagi rakyat Indonesia?
O zeker, kita mengakui faedahnya alatalatpengangkutan, yakni faedahnya
modern verkeersmiddelen itu, mengakui pengaruhnya, yang baik di atas perhubungan dan
kemajuan rakyat, kita mengakui bahwa, jikalau umpamanya rakyat Indonesia itu sekarang
kehilangan halhal itu semua, niscaya ia merasa rugi, − tetapi tak dapat disangkallah bahwa
modern verkeersmiddelen itu adalah menggampangkan geraknya modal partikelir. Tak dapat
disangkallah, bahwa verkeersmiddelen itu menggampangkan modal itu jengkelitan di atas
padang perusahaanya, membesarbesarkan diri dan beranak di manamana, sehingga kerezekian
rakyat lantas menjadi makin kocarkacir oleh karenanya!
“de verbetering der communicatieen productie middelen zou inderdaad de productiekracht
der economisch achterlijke landen beduidend vergrooten indien ze niet samenviel met de
steeds groeiende toenamo van militaire lasten en buiten landsche schulden. Door dez (
factoren wordt die verbetering slechts een middel, uit arm( landen meer producten te
per.sen als anders, zoo veel uit t( persen, dat niet alleen de even tueele meerproduksi
daardoOl opgezogen wordt, die uit d( technische verbeteringen gebo ren wordt, maar ook
zoo vee). dat de hoeveelheid pl'oducten die in het land ten behoeve del' pl'oducenten
overblijft, afneemt.Onder zulke omstandigheden wordt de technische vooruitgang tot een
middel van roof.bouw en verarming.”
“Perbaikanperbaikan alatalat pengangkutan dan alatalatproduksi itu,” − begitulah Karl
Kautsky di dalam bukunya ‘Sozialismus und Kolonialpolitik’ menulis (pag. 41), −
“perbaikanperbaikan alatalatpengangkutan dan alatalatproduksi itu memang tentulah
akan berhenti tambahnya tenagatenagaproduksi daripada negerinegeri yang
berkemunduran ekonominya, umpama tidak dibarengi oleh tambahnya beabea kemiliteran
46
1) Soz. und Kol. Pol. pag. 43.
yang makin berat saja, dan oleh tambahnya hutanghutang pada negeri luaran. Oleh karena
halhal ini, maka perbaikan itu hanyalah menjadi suatu upaya belaka untuk memeraskan
kekayaankekayaannya negerinegeri yang melarat, begitu banyak diperaskan, sehingga
bukan saja tambahnya produksi, yang terjadi karena perbaikanperbaikan tadi itu, juga
samasekali habislah dihisap ...... tetapi juga begitu banyak diperaskan, sehingga jumlahnya
bekalhidup yang tinggal di dalam negeri untuk hidupnya rakyat dan buruh, makin lama
menjadilah makin kurang pula. Di bawah keadaankeadaan yang demikian, maka kemajuan
tehnik tadi tak lainlah daripada alatperampokan dan alat memberatkan belaka .........”
Begitulah pendapatannya “kaum merah”. Tetapi juga Kolonial DirektorDernburg,
pemimpin imperialisme Jerman sebelumnya perang besar, seorang yang dus bukan kaum
“pengasut”,
− Kolonial Direktor Denburg yang di muka sudah kami dalilkan kalimatnya yang
begitu terus terang tentang azasazasnya penjajahan yang sebenarnya, − KolonialDirektor
Dernburg itu adalah dengan terus
terang lagi berkata:
“Maar de ervaringen van alle koloniseerende volken wijzen uit, dat groote koloniale
gebieden zonder spoorwegen een onzeker economisch niet ontsluitbaar bezit blijven”.471)
“Tetapi, semua rakyatrakyat yang mempunyai negeri jajahan sudahlah mendapat
pengalaman, bahwa negerinegeri jajahan yang luasluas, akan tetaplah menjadi suatu
kepunyaan yang tak menghasilkan harta sedikitpun juga, jikalau tidak dikasih jalanjalan
keretaapi”
Dan keadaan di negeri kita? Buktibukti di negeri kita?
“Tanah Jawa mempunyai jalanjalan keretaapi dan tram.” begitu exAssistentResident
Schmalhausen yang terkenal itu menulis.
“Java bezit spoorwegen en tramlijnen, talrijke erfpachtslanden zijn ontgonnen en in
exploitatie gebracht, er zijn vele suikeren indigofabrieken verrezen, .........
maar heeft dit
alles kunnen verhinderen, dat de welvaart in plaats van vóóruit, áchteruit is gegaan?”,48
2)
“Tanah Jawa mempunyai jalanjalan keretaapi dan tram, banyak tanahtanah erfpacht
sudah dibuka dan diusahakan, banyak pabrikgula dan pabriknila sudah berdiri, ........
tetapi adakah semua hal ini bisa menghalanghalangi, yang kesejahteraan rakyat
tidak maju, tetapi sebaliknya malahan makin mundur ?”
dan Prof. Gonggrijp menulis :
“Deze uitrusting van Indië met moderne verkeersmiddelen was het noodzakelijk
complement van de ontwikkeling der particuliere nijverheid met haar voor de wereldmarkt
bestemde massaproducten ...... Een groote en duidelijk zichtbare invloed op de welvaart
van de massa der inheemsche bevolking hebben de moderne verkeersmiddelen ......... nog
niet gehad.”493)
47
2) t.a.p. pag. 1213.
48
1) Bij Parvus, Die Kolonial Pol. und der Zusammenbruch pag. 15.
49
2) Over Java en de Javanen, pag. 169.
“Pelengkapan Hindia dengan alatalat pengangkutan yang modern itu adalah suatu hal yang
perlu, suatu noodzakelijk complement , bagi suburnya perusahaan partikelir yang
barangbaranghasilnya harus didagangkan di pasarpasardunia itu. Suatu pengaruh besar
dan nyata di atas kesejahteraan rakyat penduduk daripada
moderne verkeersmiddelen itu
belumlah ada” .
“Noodzakelijk complement bagi suburnya perusahaan partikelir”! Dan berapa “ noodzakelijk
complement ”kah yang tidak ditemukannya.
Ada aturan erfpacht yang bersendi atas “ gewetenstopper”50*)
domeinverklaring514)**) buat
ondernemingonderneming di pegunungan; ada aturan menyewa tanah ( grondhuurregeling ) bagi
ondernemingonderneming tanahdatar yang banyak penduduk; ada aturan contract buruh
dengan punalesanctie bagi ondernemingonderneming yang kekurangan kuli; dan “ketertiban
dan keamanan” dan lapangusaha di manamana dengan staatsafronding ”52 1) yang
memusnahkan kemerdekaannya negerinegeri Aceh, Jambi, Kerinci, Lombok, Bali, Boni dan
lainlain; ada stelselonderwijs yang menghasilkan kaumburuh “halusan”; ada artikel 161 bis
W.v.S. yang mentiadakan hakmogok sedang hukum perlindungan kaumburuh tidak ada
samasekali, sehingga nasib kaumburuh boleh dipermainkan semaumaunya; − sungguh benar
kapitalpartikelir tak kurangkurang “ noodzalijke complementen ”, kaum modernimperialisme
berada di suatu surga!
Hebatlah melarnya perusahaan imperialisme itu menjadi raksasa yang makin lama makin
bertambah tangan dan kepala! Imperialismetua yang dulunya terutama hanya sistem
mengangkuti bekalbekal hidup saja, kini sudahlah melar menjadi raksasa imperialismemodern
yang empat macam, saktinya”:
pertama : Indonesia tetap menjadi negeri pengambilan bekalbekal hidup,
kedua : Indonesia menjadi negeri pengambilan bekalbekal untuk pabrikpabrik di Europa,
ketiga : Indonesia menjadi negeri pasarpenjualan barangbarang hasil daripada
macammacam kepabrikan asing,
keempat : Indonesia menjadi lapangusaha bagi modal yang ratusan, ribuanmilliunan rupiah
jumlahnya,
− bukan saja modal Belanda tetapi sejak adanya “ Opendeur politik”532) juga modal Inggeris,
juga modal Amerika, juga modal Jepang, juga modal lainlain, sehingga imperialisme di
Indonesia ialah international karenanya.
Terutama “sakti” yang keempat inilah, yakni “sakti” yang membikin Indonesia menjadi
exploitatiegebied daripada buitenlandch surpluskapitaal , lapangusaha bagi
modalmodalkelebihan dari negerinegeri asing, adalah yang paling hebat, dan Makin lama
Makin bertambah hebatnya pula!
Di dalam th. 1870 jumlahnya tanah erfpacht adalah 35.000 bahu, di dalam tahun 1901
sudah 622.000 bahu, di dalam tahun 1928 sudah 2.707.000 bahu, − kalau dijumlahkan juga
dengan landbouwconcessies, jumlah ini buat tahun 1928 menjadi 4.592.000 bahu! Jumlahnya
tanah juga ditanami karet kini tak kurang dari + 488.000 bahu, hasilnya + 41.000 ton; jumlahnya
50
3) t.a.p. pag. 190
51
*) Penidur anganangan hati jahat
52
4) v. Vollenhoven, De Indonesier en zijn grond
53
**) Semua tanah diakui kepunyaan staat.
kebun teh +132.000 bahu, hasilnya + 73.000 ton; jumlahnya kebun kopi +127.000 bahu, hasilnya
+ 55.000 ton; jumlahnya kebun tembakau + 79.000 bahu, hasilnya
+ 65.000 ton; jumlahnya
kebun tebu + 275.000 bahu, hasilnya 2.937.000 ton.543)
Tuantuan Hakim yang terhormat, milliunan, tidak, milliarden rupiah lah jumlahnya
imperialistischkapitaal yang kini mengeduk kekayaankekayaan Indonesia!
Dr. F. G. Waller, di muka ledenvergadering daripada Verbond van Nederlandsche
Werkgevers55 4) adalah berpidato:
“De ondernemersraad schat de belastbare winst van de Indische bedrijven: suiker, rubber,
tabak, thee, koffie, kina, aardolie, mijnbouw, bankinstellingen, en nog een aantal kleinere
bedrijven, in 1924 op 490 milliun gulden, in 1925 op 540 milliun gulden. Bij schatting kan
men aannemen dat hiervan 70% door Nederlandsche beleggers wordt ontvangen, dat is dus
rond 370 milliun gulden. Wanneer wij dit bedrag kapitaliseeren tegen de hooge rente van 9
of 10% dan zou de waarde van die bedrijven thans zijn het reusachtig bedrag van 3700 á
4100 milliun gulden. Dit cijfer, maakt natuurlijk geen aanspraak op nauwkeurigheid, maar
wel geeft het de orde aan van de waarde van het Nederlandsche bezit in Nederlandsch
Indië, en mij is gebleken dat langs geheel anderen weg ge maakte becijferingen tot het
zelfde resultaat voeren. N u is het geheele in Nederland in de vennogensbelasting
aangeslagen vennogen 12 milliard, zoodat ons Indische bezit niet minder dan. 1/3 van ons
volksvermogen bedraagt.”565)
“Menurut penaksirannya majelis majikan, maka besarnya untung bersih dalam tahun
1924 daripada perusahaanperusahaan gula, karet, tembakau, teh, kopi, kina, minyaktanah,
hasilhasil tambang, bankbank, beserta beberapa perusahaan yang kecilan adalah sejumlah
490 milliun rupiah, − di dalam tahun 1925 sejumlah 540 miliun rupiah. Menurut taksiran,
bolehlah ditentukan, bahwa dari jumlah ini adalah 70 presen yang jatuh ditangannya
pihakpihak Belanda, yakni kirakira 370 milliun rupiah. Kalau kita perhitungkan jumlah
sekian ini di atas bunga 9 atau 10 persen, maka harganya perusahaanperusahaan itu tadi
sekarang adalah besar sekali, yaitu 37000 á 4100 milliun rupiah. Angka ini tentu tidak
boleh dinamakan angka seksama, tetapi ia dengan sebenarbenarnya adalah
menggambarkan besarnya harga kekayaan Belanda di Hindia Nederland, dan saya
mengetahuilah, bahwa perhitungannya orangorang yang mengambil jalan lain adalah sama
buahnya. Kekayaan yang di negeri Belanda terkenai vermogensbelasting adalah 12
milliard, sehingga kekayaan kita yang ada di Hindia tak kuranglah daripada sepertiganya
kekayaan rakyat kita semua” ...... −
Lebih dari 4000 milliun rupiah kapitaal Belanda saja, Tuantuan Hakim yang terhormat,
tetapi jumlah semua modal asing yang berusaha di Indonesia adalah lebih besar lagi, − yakni
jikalau kita hitung dengan memakai azas perhitungan Dr. Waller itu juga:
−
kuranglebih 6000
miliun rupiah!
Enam milliar rupiah dengan untung setahuntahunnya ratarata sepuluh%! Tetapi
berapa perusahaan asingkah yang untungnya tidak berlipatlipat ganda lagi, berapa perusahaan
asingkah yang dividennya tidak kadangkadang sampai 30, 40, ya kadangkadang sampai lebih
54
1) Staatsafronding = pembulatan jajahan
55
2) Opendeurpolitiek = politik pintu terbuka
56
3) Verg. Statist: jaaroverz, 1928
dari 100%! Kita mengetahui dividennya tembakau Sumatera yang besarnya 35% di dalam tahun
1924, kita mengetahui dividennya kina yang berlipatlipat lagi, kita kenaI akan dividendividen
yang sampai 170 persen! Kita oleh karenanya, tidaklah heran kalau seorang sebagai Colijn
mengatakan, bahwa modal asing harus terus mengerumuni Indonesia itu sebagai semut
mengerumuni wadahgula, sebagai “de mieren den suikerpot” 57
! 2)
Memang milliunan rupiah harganya hasilhasil perusahaan kapital asing itu yang saban
tahun diangkuti dari Indonesia keluar, milliunan rupiah besarnya uitvoerwaarde daripada
hasilhasil itu saban tahun. Di dalam tahun 1927 keluarnya kopi ialah ƒ74.000.000.; keluarnya
teh ƒ90.000.000.; keluarnya tembakau ƒ107.000.000.; keluarnya minyak ƒ155.000.000.;
keluarnya gula ƒ360.000.000. (malahan sebelum hebatnya persaingan dari Cuba:
kadangkadang lebih dari ƒ400.000.000,); keluarnya karet ƒ417.000.000., jumlah semua barang
yang keluar tak kurang dari ƒ1600.000.000..58 3)
Pendekkata, saban tahun kekayaan yang diangkuti dari Indonesia ialah sedikitdikitnya
ƒ1500.000.000.!
Dan harganya invoer ? Harganya barangbarang yang masuk Indonesia? Tuantuan Hakim
yang terhormat, Indonesia adalah suatu koloni, di mana, sebagai tadi telah kami katakan, sakti
imperialisme, yang nomor empatlah yang paling hebat, semua koloni yang terutama ialah bagi
lapangusahanya modal asing yang kelebihan, suatu exploitatiegebied buitenlandsch
surpluskapitaal . Suatu koloni yang demikian itu, uitvoernya selamanya adalah melebihi
invoer , kekayaannya yang diangkuti keluar selamanya adalah lebih banyak daripada harganya
barang yang dia masukkan.
Inilah yang menjadi sifatnya rumahtangga kita yang miring itu: uitvoeroverschot59 *) , dan
bukan invoeroverschot ,
− lebih banyak kekayaan yang keluar, dan bukan lebih banyak barang
yang masuk, bahkan bukan pula “les produits se changent contre les produits”, yakni bukan
pula barang yang keluar sama dengan barang yang masuk.
Uitvoeroverschot di Indonesia makin lama makin besar:
Di dalam tahun delapanpuluhan uitvoeroverschot ini adalah + ƒ25.000.000.; di dalam
tahun sembilanpuluhan dia sudah menjadi + ƒ36.000.000.; di dalam tahuntahun penghabisan
dari abad ke 19 dia sudah tambah menjadi + ƒ45.000.000.; di dalam kanankirinya tahun 1910
dia sudah menjadi ƒ145.000.000.; di dalam tahun akhirakhir ini dia sudah menjadi
ƒ700.000.000.60 2) ya di dalam tahun 1919 dia pegang record menjadi ƒ1.426.000.000.61 3)
Bahwasanya, − Indonesia bagai kaum imperialisme adalah suatu sorga, suatu paradijs.
Suatu paradijs yang di seluruh dunia tidak ada lawannya, tidak ada bandingan
kenikmatannya :
Bij vergelijking der internationale cijfers, ...... blijkt, dat geen enkel ander land een
uitvoeroverschot heeft, dat percentueel zoo hoog is als dat van Nederlandsch Indië”. ,
“Kalau kita bandingkan angkaangka di Hindia dengan angkaangka negerinegeri yang
lain, ... maka ternyatalah bahwa tidak ada satu negeri lainnya, yang procentage
uitvoeroverschot nya begitu tinggi seperti Hindia Belanda! ”
57
4) 40 September 1927 pag. 16.
58
5) Bij. Duys
59
2) Kol. vraagstukken v. heden en morgen p. 124
60
3) bandingkan statistisch jaaroverzicht 1928
61
*) kalau misalnya harga barang yang keluar 1500 miliun, dan harganya barang yang masuk 500 miliun, maka uitvoeroverschot adalah 1500
mill. – 500 mill. = 100 milliun.
begitu Prof. v. Gelderen, kepala Centraal Kantoor voor de Statistiek di sini, berkata.62 1)
Dan bangsa Indonesia? Bagaimanakah nasibnya bangsa Indonesia?
“Jawab adalah singkat,” − begitulah Mr. Brooshooft seorang yang bukan socialist di dalam
bukunya “De Ethische Koers in de koloniale politiek”
menjawab, −
:
“Het antwoord is kort en goed, wij duwen hem in den afgrond!” “Wij drijven hem in
denzelfden poel van ellende, die in de Westersche maatschappij millioenen tot aan den hals
houdt omsloten: de uitbuiting van den man, die niets heeft den zijn arbeid door den bezitter
van het kapitaal, d.i. van de macht.”633)
“Jawab adalah singkat, kita menjerumuskan dia ke dalam jurang!” “Kita menjerumuskan
dia ke dalam lumpurkesengsaraan, yang di dalam pergaulan hidup negeri Barat
menenggelamkan jutaan manusia sampai ke batanglehernya, pemerasan orang yang tak
mempunyai apaapa melainkan tenagakerjanya saja, oleh orang yang menggenggam
modal, yakni yang menggenggam kekuasaan.”
Ah, Tuantuan Hakim, begitu banyak orang bangsa Belanda yang tidak mengetahui
kesengsaraannya rakyat Indonesia, begitu banyak bangsa Belanda, yang mengira bahwa rakyat
Indonesia itu senang kehidupannya.
Dan toh, .......... tidak kuranglah orangorang pandai bangsa Belanda pula yang
menunjukkan kesengsaraan ini di dalam bukubuku, artikelartikel atau pidatopidato, − tidak
kuranglah kaum terpelajar bangsa kulit putih yang mengakuinya! Kesengsaraan rakyat
Indonesia haruslah diakui oleh siapa saja yang mau menyelidikinya dengan hati yang bersih;
kesengsaraan rakyat itu bukan “omongkosong” atau “hasutannya kaum pengasut”.
Kesengsaraan itu adalah suatu kenyataan atau realiteit yang gampang dibuktikan dengan
angkaangka. Lagipula, Tuantuan Hakim, adanya uitvoeroverschotten itu saja, − yang juga
bukan “omongkosong”, melainkan suatu barang yang nyata oleh adanya angkaangka statistiek
−, adanya hal yang negeri Indonesia itu lebih banyak diangkuti kekayaannya keluar daripada
dimasukkan, adanya hal itu saja sudah cukuplah bagi siapa yang mempunyai sedikit pengetahuan
tentang ekonomi, bahwa di sini keadaan adalah “ miring ,” evenwicht
− bahwa disini tidak ada ,
tidak ada “
timbangan ”. Dan bukan saja keadaan itu “miring”, bukan saja ada “onevenwicht ”
−
tetapi (oleh sebab uitvoeroverschotten itu makin lama makin besar saja), keadaan “miring” itu
makin lama juga menjadi makin “miring,” onevenwicht itu makin lama juga makin
onevenwichtiger !
“Tentu saja”, − begitulah
katanya D.M.G. Koch tatkala ia membicarakan uitvoeroverschotten −
ini,
“Het spreekt vanzelf, dat een dergelijk stelselmatig onttrekken van jaar op jaar to
enemende bedragen aan Indie dit land schatten doet onthouden, die voor zijn economische
ontwikkeling zouden kunnen dienen.”641)
62
2) Bandingkan v. Geldercn, voorlezingen pag. 98
63
3) D.M.G. KochVakbeweging 1927 pag. 570
64
1) Voorlezingen pag. 105
“Tentu saja pengambilan harta yang saban tahun makin bertambah jumlahnya itu, bagi
Hindia adalah berarti hilangnya kekayaankekayaan yang sebenarnya bisa dipakai untuk
keperluan kemajuannya.”
Lagipula Tuantuan Hakim, tidaklah pemerintah sendiri mengakui akan adanya
“kekurangan sejahtera” itu, tidaklah pemerintah sendiri mengakui akan adanya “mindere
welvaart” itu, tatkala pemerintah ini beberapa tahun yang lalu mengadakan “mindere
welvaartcommissie” ? Tidaklah Minister Idenburg sendiri duapuluhtahun yang lalu telah
menyebutkan “chronischen nood” , suatu “kesengsaraan yang terusmenerus” ,
“die zich thans in een groot deel van Java openbaart”. 652)
“yang sekarang menjangkit, di sebagian besar dari tanah Jawa.”
tidaklah minister itu pula mengakui akan adanya suatu “kemelaratan yang sudah makan”, suatu
“ingevreten armoede” ,66 *) sehingga
“de economische toestand van een groot deel der bevolking te wenschen overlaat”? *)
“perikehidupan ekonomi daripada sebagian besar penduduk adalah jelek” ?
Tidaklah minister jajahan itu juga mengakui pula akan adanya “penyetoran rezeki keluar”, yakni
akan adanya “ drainage ”, walaupun ia berpendapatan bahwa:
“het aanduiden dezer kwaal gemakkelijker dan een middel te vinden om haar te
bestrijden”? 671)
“penyakit ini lebih gampang ditunjukkannya daripada didapatkan obat untuk
menyembuhkannya”?
Dan tidaklah kurang pula orangorang Belanda lain yang mengakui keadaan ini pada zaman
itu; tuan Pruys v.d. Hoeven, bekas Lid Raad van Indië, di dalam bukunya “Veertig jaren Indische
dienst”
adalah menulis:
“In het lot van den Javaan is in de laatste 40 jaren weinig verbeterd. Buiten de aristocratie
en eenige landsdienaren vindt men nog altijd maar één klasse, levende
van de hand in de
tand. Een meer welgestelde stand heeft zich nog niet kunnen vormen, daarentegen heeft
men in latere jaren een proletariaat zien ontstaan, vroeger alleen op de hoofdplaatsen
bekend.”68 3)
“Nasibnya orang Jawa di dalam empatpuluh tahun yang akhirakhir ini tidaklah banyak
diperbaiki. Di luar golongannya kaum ningrat dan beberapa hambanegeri, maka misih
sajalah orang mendapatkan satu kelas yang hidupnya “sekarang makan besok tidak”. Suatu
kaum yang hidup senang belumlah bisa ada, sebaliknya di dalam tahuntahun yang
belakangan ini adalah terlahir suatu kelas proletar, yang dulu banyak terdapat di kotakota
saja.”
65
3) pag. 65
66
1) t.a.p. blz. 570
67
2) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 112
68
*) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 112
H.E.B. Schmalhausen, bekas AssistentResident, di dalam bukunya “Over Java en de Javanen”
adalah bercerita:
“Ik was er zelf getuige van hoe vrouwen, − na een paar uren geloopen te hebben; op de
plaats harer bestemming aankwamen om dan te ondervinden, dat zij aan het snijden geen
deel konden nemen, omdat er te veel helpsters waren. Sommigen barstten in tranen uit en
gingen wanhopig aan den kant van den weg zitten. Zulke toestanden kan men eerst leeren
begrijpen na een langdurig verblijf in de binnenlanden, wanneer men ten minste genoeg
belang stelt in land en volk om steeds de oogen open te houden!”
“Wij maakten .......... de berekening ............. naar juiste gegevens en kwamen toen tot het
resultaat dat de waarde van de verdiende padie hoogstens 10.09 per dag bedroeg.”
“Om die onnoozele waarde van 9 centen door zwaar werk in de brandende zon te ver
dienen, loopen, zooals wij” zeggen, vrouwen dikwijls uren ver en worden dan soms nog
afgewezen. Zulke feiten werpen een helderde licht op de wezenlijke toestanden dan tallooze
oppervlakkige verslagen en redevoeringen” (pag 14).
“Saya sudah melihat dengan mata sendiri bagaimana orangorang perempuan, sesudahnya
jalan berjamjam jauhnya, datang di tempat yang dimaksudkannya itu dan lantas sama
mendapat kabar, bahwa mereka tak boleh ikut mengetam padi, oleh karena sudah terlampau
banyak yang mengerjakannya. Beberapa perempuan itu lantas menangislah dan sama
duduklah di tepi jalan, keputusan asa. Keadaankeadaan yang demikian itu, barulah orang
bisa mengarti kalau orang sudah hidup di desa bertahuntahun lamanya, asal saja
mempunyai cukup perhatian di atas perikehidupan negeri dan rakyat dan membukakan
mata selamalamanya!”
“Kita lantas membikin perhitungan yang teliti, dan hasilnya perhitungan itu ialah, bahwa
harganya padi yang mereka terimakan sebagai upah tak lebihlah dari ƒ0.09 sehariharinya.”
“Untuk menerima upahremeh seharga 9 sen itu dengan kerja berat di bawah panasnya
matahari, maka orangorang perempuan itu, sebagai tadi kita lihat, haruslah lebih dulu
berjalan berjamjam jauhnya, dan kadangkadang misihlah ditolak juga.
Kenyataankenyataan yang demikian ini adalah lebih membukakan keadaankeadaan yang
sebenarnya daripada verslagverslag dan pidatopidato yang hanya mengenai luarnya
perkara saja.”
Dan Mr. Brooshooft menulis diapunya kalimat yang termashur “Kita jerumuskan dia di dalam
jurang” yakni “Wij duwen hem in den afgrond” , sedang di dalam Staten Generaal perkara
“inzinking” ini ramailah dibicarakan. Terutama van Kol tidak berhentihentilah membongkar
keadaankeadaan ini, tidak berhentiberhentilah membicarakan “negeri yang tiada sungsum lagi”
atau “uitgemergelde gewesten” itu, tidak berhentihentilah menggambarkan nasibnya “koloni
sengsara” atau “noodlijdende kolonie” ini; tidak berhentihentilah menangiskan itu
“kemunduran manusia dan ternak”, yakni itu “physieke achteruitgang van mensch en en vee” .
69
1)
Begitulah keadaan beberapa tahun yang lalu. Adakah keadaan sekarang berbeda? Adakah
keadaan hari ini lebih baik?
69
1) van Kol. ned. Indie in de St. Gen. pag. 107
Tuantuan Hakim yang terhormat, tadi sudah kami buktikan dengan angkaangka, bahwa
drainage Indonesia tidak makin surut, tidak makin kecil, melainkan makin besar, makin
membanjirkan, mendahsyatkan ,
− bahwa
uitvoeroverschotten makin tak berhingga, − bahwa
onevenwicht makin menjadi onevenwichtiger ! Bagi siapa yang mau mengerti, maka
tidakbolehtidak, drainage yang makin membanjirkan itu pasti berarti rakyat makin sengsara,
pasti berarti rakyat itu, dengan perkataannya Mr. Brooshooft, makin terjerumus di dalam
“jurang”! Jikalau di zamannya Pruys v.d. Hoeven kita sudah melihat,
“een proretariat, vroeger alleen op de hoofdplaatsen bekend” .
“suatu kelas proletar yang dulu hanya terdapat di kota kota saja.”
jikalau di zamannya Mr. Brooshooft kita sudah melihat,
“uithuiting van den man: die niets heeft dan zijn arbeid door den bezitter van het kapital”.
“pemerasan orang yang tak mempunyai apaapa, melainkan iapunya tenagakerja oleh
sipenggenggam modal”.
Jikalau kita di zaman itu sudah melihat daya yang “memproletarkan” yakni
proletariseeringstencenz dengan senyatanyatanya, − bagaimanakah kerasnya
proletariseeringstendenz itu di zaman kita sekarang ini , di mana pengedukan kekayaan secara
imperialistisch itu makin lama makin mengaut, kapitaal asing makin lama makin bertambah
banyak dan bertambah besar “saktinya”! Di dalam bukunya Dr. Huender “Overzicht van den
Econ toestand der inheemsche bevolking van Jva en Madura” kita membaca:
“Was in 1905 ruim 71 procent van de volwassen bevolking betrokken bij het
landbouwbedrijf, de laatste mededeelingen in den volksraad ............. leeren, dat thans nog
52 procent uitsluitend inkomsten uit het landbouwbedrijf heeft” ...... 701)
“Sedang di tahun 1905 jumlahnya orang yang kerja tani adalah 71 % daripada jumlah
penduduk yang dewasa, − permakluman volksraad yang akhirakhir ini adalah
mengajarkan bahwa sekarang hanya 52% saja yang hidup dari pertanian itu” ............
dan Prof. v. Gelderen dari Centraal Kantoor voor de Statistiek adalah menulis:
“De uitheemsche bedrijfsontwikkeling heeft uit zichzelve de strekking deze
grondverhouding: ondernemer en kapitaal, dus winst buitenlandsch arbeid, dus loon
Indisch, telkens weer en geleidelijk op steeds grooter scbaaI te reproducee ren. Zij oefent
daarmee zeer zeker vraag uit naar arbeids kracht en verschaft in den vorm van loon aan
een toenemtmd deel der bevolking ook inkomen. Maar zij doet dit op dere, zeer eenzijdige
wijze. Zij maakt de inheemsche bevolking tot een natie van loontrekkers en daarmee van
Indie een loonstrekker onder de naties. ”711)
“Kemajuan perusahaan asing adalah memang membikin makin melebarnya dan makin
mendalamnya perbandingan ini: majikan dan kapitaal dus juga keuntungan, asing − kaum
buruh, dus upah, bumiputera. Betul kemajuan perusahaan asing itu dibarengi oleh lebih
lakunya tenaga kaum buruh dan memang mengasih penghidupan kepada makin lama makin
70
3) Bij Sneevliet, proces
71
1) Verg. Ned. Indie in de St. Gen. 18971909 (v. Kol)
banyak orang bumiputera dengan upah yang ia bayarkan kepadanya. Tetapi keadaan
menjadilah miring. Kemajuan perusahaan asing itu adalah membikin penduduk
bumiputera menjadi natie yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka dan membikin
Hindia menjadi si buruh di dalam pergaulan natienatie. ”
“Natie yang hanya terdiri dari kaumkaumburuh belaka dan “Si buruh di dalam pergaulan
natienatie”, Tuantuan Hakim, itu bukan nyaman! Itu bukan mengasih harapan besar bagi
harikemudian! Itu bukan mengasih perspektif pada harikemudian itu!, jikalau terusterusan
begitu! Tidaklah oleh karenanya, wajibnya tiaptiap nationalis mencegah keadaan yang begini itu
dengan sekuatkuatnya? tidakkah hal ini saya sudah cukup buat mengasih pembenaran pada
kamipunya pergerakan?
“Natie yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka”! amboi, dan berapakah besarnya upah
yang biasanya diterima oleh kang Kromo atau kang Marhaen itu! Berapakah, umpamanya,
besarnya upah di dalam perusahaan yang terpenting, yakni perusahaan gula, − itu perusahaan
gula yang terdiri di tengahtengah pusat pergaulanhidup Bumiputera, di tengahtengah
uluhatinya pergaulanhidup itu? Menurut Statistisch Jaaroverzicht: ratarata hanya ƒ0.45 sehari
bagi orang lakilaki dan ƒ0.35 sehari bagi perempuan!722)
Bahwa sesungguhnya, Dr. Huender tak salahlah kalau ia menulis :
“De suikercultuur is voor de Indonesische grondgerechtigden nadeelig; de loonen, die zij
uitkeert aan de bij haar werkzame Indonesiers, zijn, zoo al niet te laag om er het leven bij
te houden, toch zeker “minimumloonen” .
“Perusahaan gula adalah jahat bagi yang menyewakan tanah; upah yang ia bayarkan
kepada bangsa Indonesia yang bekerja di perusahaan itu, adalah, bila tidak terIalu rendah
buat menolak maut, toh setidaktidaknya upah minimum , yakni upah yang paling
rendah .”
dan bukan di dalam perusahaangula saja kita dapatkan itu “upah yang paling rendah” atau
“minimumloonen”! Minimumloonen di Indonesia kita dapatkan di manamana . Selama rumah
tangga rakyat Bumiputera masih suatu rumahtangga yang kocar kacir; selama rakyat
Bumiputera masih “ minimumlijdster ”73*) sebagai Dr. Huender mengatakannya741) selama itu
maka upahupah di manamana tentulah berwujud upahupahminimum pula, − selama itu maka
rakyat yang kelaparan itu tentu
terpaksalah menerima saya upahupah yang bagaimanapun juga
rendahnya, “buat menolak maut”, “om er het leven bij te houden” . Prof. van Gelderen di dalam
iapunya buku adalah dengan seterangterangnya menunjukkan perhubungan (causaal verband)
antara rumahtangga kita yang kocarkacir ini dengan rendahnya upahupah di dalam kitapunya
pergaulanhidup yang menurut pendapatnya, ialah bukan “ Ertragslohn ”, tetapi
“Erhaltungslohn ”,752) yakni upah yang “tiap cukup jangan sampai mati kelaparan”, − upah yang
“samen”, (valt) met de kosten van het bestaans minimum 2)
”!
72
1) pag. 10
73
1) t.a.p. pag. 116
74
2) Verg. Stat. Jaaroverz, 1928, pag. 193. Cijfers Dr. Huender rada tinggian sedikit
75
*) “minimumlijdster” = rakyat yang sudah begitu kelewat melaratnya, sehingga kalau umpamanya dikurangi sedikit saja bekalhidupnya,
niscaya ia binasa
Dan hidupnya, bestaannya rakyat umum? Bagaimanakah bestaannya rakyat umum? Di atas
sudah kami katakan, bahwa Dr. Huender menyebutkan rakyat Bumiputera itu “minimum
lijdster”.
“Het moeilijke en beklemmende van den economischen toestand op Java en Madura ligt
juist hierin, dat voor de bevolking, die tot de uiterste grens van haar kunnen belast ,
“minimumlijdster” schijnt te wezen, blijkbaar verscheidene der van overheidswege ter
verbetering ondernomen maatregelen ondoeltreffend zijn” .........763)
“Yang paling sukar dan yang paling mendahsyatkan berhubung dengan perikeadaan
ekonomi tanah Jawa dan Madura itu ialah justru, bahwa bagi penduduknya, yang lantaran
memang sudah kelewat berat bebanbebannya itu menjadi suatu rakyat “ minimumlijdster ”,
beberapa dayaupaya yang ditindakkan oleh pemerintah untuk memperbaiki nasibnya,
samasekali tersiasialah adanya”
begitulah iapunya putusan. Dan Prof. Boeke di dalam “Het zakelijke en persoonlijke element in
de koloniale welvaartspolitiek” adalah berkata:
“De keuterboer, de armoedige Javaansche padiplanter ......... heeft niet alleen zelf een
ellendig bestaan, maar kan zoo goed als geen invloed uitoefenen op de welvaart van zijn
omgeving; de schamele overschotten van zijn bedrijf staan niet toe dat, buiten de eerste
levensbehoeften, verderliggende behoeften van eenige beteekenis bevredigd worden door
andere maatschappelijke groepen, die wachten op wat hij te vragen en te bieden heeft. Het
voornaamste wat hij maatschappelijk bewerkt, is een druok op het loonpeil”.77 1)
“Si tani kecil, bapatani Jawa Yang melarat itu ........., bukanlah saja sangat sengsara
hidupnya, tetapi ia juga sekalikali tidaklah bisa menjalankan pengaruh sedikit juapun di
atas kesejahteraan kampungdesanya: hasilhasil perusahaannya tak cukuplah untuk
memenuhi kebutuhankebutuhan di luar yang seperluperlunya, dan yang harus dibelinya
dari orangorang lain. Ia punya pengaruh di atas pergaulan hidup, terutama hanyalah
memerosotkan tinggirendahnya upah umumnya”.
“Perikehidupan yang keliwat melarat”, “een ellendig bestaan” . Tuantuan Hakim, begitulah
pendapatan Prof. Boeke, seorang toh bukan, bolshevik atau “pengasut”, − melainkan seorang
ahliekonomi yang ternama! Angkaangka, Tuantuan Hakim? Menurut perhitungannya” Dr.
Huender maka pendapatan seorang kepalarumah Marhaen setahuntahunnya ialah ratarata
ƒ161, jumlahnya beban ratarata ƒ22,50 − dus netto pendapatan setahun adalah ƒ161.50 −
ƒ22.50 = ƒ138.50 seratus tigapuluh delapan rupiah limapuluh sen !, Tuantuan Hakim, di
dalam duabelas bulan ! Yakni: belum sampai ƒ12, satu bulannya; yakni: belum sampai ƒ0.40
sehari: yakni kalau dimakan lima orang, (besarnya somah ratarata), belum sampai ƒ0.08 seorang
sehari! Bahwa sesungguhnya: sejak kalimahnya Pruys v.d. Hoeven yang berbunyi bahwa
kebanyakan rakyat hidupnya “sekarang makan besok tidak”; sejak perkataannya Mr. Brooshooit
bahwa rakyat terjerumus di dalam “jurang”; sejak dengungnya suara van Kol yang membikin
dakwaan atas adanya “negerinegeri yang tiada sungsum lagi” atau “kolonie yang sengsara” atau
“kemunduran manusia dan ternak”, − sejak zaman itu tetaplah bangsa kami hidup “sekarang
76
1) t.a.p. 246
77
2) pag. 67
makan besok tidak”, tetaplah bangsa kami hidup dalam “jurang”, tetaplah bangsa kami hidup
dalam “kolonie yang sengsara”!
Bahwasanya, − drainage yang kita deritakan dengan tiada berhentinya itu, tak luputlah
menunjukkan pengaruhnya, − imperialismemodern tak luputlah menunjukkan kejahatan
saktisaktinya!
Orang bisa berkata: “Adakah imperialismemodern itu berkejahatan? Gula “memasukkan”
uang di dalam pergaulanhidup Indonesia dengan upahupah dan penyewaan tanah; karet, teh,
kopi, kina, hanya membuka tanahtanah hutan yang jauh dari rakyat: minyaktanah keluarnya
dari sedalamdalamnya, − semuanya mengasih “berkah” pada rakyat dan kesempatan berburuh!
O, memang, − memang gula “memasukkan” uang; memang onderneming erfpacht tidak
begitu “mengenai rakyat; − memang semuanya mengasih kesempatan berburuh. Tetapi marilah
kita membaca pemandangannya Prof. Snouck Hurgronje, bagaimana macamnya “berhak” (kalau
ada “berhak”), yang modal asing itu dikasihkan kepada kita, dan bagaimana macamnya
kaummodal asing itu “memeliharakan” kesejahteraan kita:
“De voordoolen, die de Inlandsche bevolking aan het Europeesche kapitaal dankt, zijn
bijproducten van den arbeid der ondernemers, niet en zeker niet in de oorste plaats door
hen bedoeld. Hun doel is ............ geld verdienen ...... gesteld eens dat de “suikerpot” − om
Colijns beeld te gebruiken − begon leeg te raken, doordien oon of moor der aan den bodem
ontwoekerde producten een prijscrisis doorleefden, dan kropen de mieren fluks weer in den
grond, zonder zich iets aan te trekken van het lot der 35 of 50 milliun, die dusver de
suikerpot gevuld hielden ........Zoolang, gelijk nu, de mieren zich om den suikerpot
verdringen, dat zeggen, de Europeesche ondernemingen goede zaken doen, zijn de
belangen van de Inlanders tegenover hun natuurlijk streven naar steeds grooter wints, niet
veilig zonder een flink tegenwicht......Men behoeft geen antikapitalist te zijn, om de
gevaren, waarmee de Inlandsche bevolking eener kolonie door het Westersche kapitaal
bedreigd wordt, zeer ernstig in te zien.
“Manfaatmanfaat yang diterima oleh penduduk Bumiputera daripada modal asing itu
hanyalah “rontoganrontogan” belaka daripada usahanya kaum majikan itu, −
rontoganrontogan yang samasekali tidak sengaja dirontogkannya. Merekapunya maksud
hanyalah ......... cari duit. Seandainya “wadah gula” itu mulai menjadi kosong lantaran salah
satu atau lebih daripada hasilhasilbumi itu turun harga, maka segeralah semutsemut itu
nyusup lagi ke dalam tanah, zonder ambil perduli sedikitpun jua atas nasibnya rakyat 35
atau 50 juta yang tadinya mengisi “wadah gula” itu ........... Selama, sebagai sekarang,
semutsemut itu tadi berdesakdesak mengerumuni wadah gula itu, − dengan lain kata,
selama onderneming Eropah itu membikin banyak untung, maka kepentingankepentingan
Bumiputera tidaklah sama terhadap mereka punya nafsu membesarbesarkan untung itu,
bila tidak ada alat penjagaan yang kuat......Orang tidak usah menjadi antikapitalist, buat
mengerti bahwa bahaya yang mengancam penduduk Bumiputera daripada sesuatu kolonie
dari pihaknya modal Barat adalah besar sekali.
Marilah kita juga ingat akan kenyataan, sebagai yang diterangkan oleh Prof. van Gelderen
didalam ia punya buku itu tadi, bahwa tinggirendahnya upah itu adalah ditetapkan
oleh”productiviteitnya” pergaulan hidup umum, − bahwa jikalau pergaulanhidup umum itu
kocarkacir, upah pasti kocarkacir dan serendahrendahnya pula : − bahwa jikalau pergaulan
hidup umum itu ada suatu ” Ernahrungswirtschaft ”, loon
pasti hanya “ Erhaltungslohn ” adanya!
Marilah kita ingat, bahwa keadaan rakyat Indonesia yang sebenarnya, memang membenarkan
kenyataan ini, − yakni bahwa, di mana rakyat Bumiputera itu umumnya adalah
“minimumlijdster”, upah yang biasa diterimanya jugalah memang hanya “minimumloonen”,
“erhaltungslohnen” belaka! Marilah kita ingat, bahwa industriimperialisme yang citacitanya
ialah membikin untung yang setinggitingginya itu, dan yang dus mempunyai kepentingan di
atas adanya upahupah yang serendahrendahnya , (yakni mempunyai kepentingan di atas
adanya loonen yang, minimumloonen), − oleh karenanya, mempunyailah kep entingan pula
atas tetapnya pergaulan hidup kita ini di dalam keadaan yang kocarkacir , mempunyai
belang atau tetapnya rakyat
rakyat kita bersifat “ minimum lijdster ”, mempunyai belang atau
tetapnya kita punya rumahtangga atau Wirtschaft itu bersifat “Ernahrungswirtschaft ” adanya!
Prof. van Gelderen menulis:
“Zou de productiviteit, der Inlandsche voortbrenging en daarmee de huurwaarde del
gronden merkbaar gaan stijgen, dan werd bij een gegeven cultuurwijze der Europeesche
ondernemers hun bedrijf minder rendabel . Een onmiskenbare belangentegenstelling , die
78
van tijd tot tijd zich duidelijk voelbaar maakt” 1)
“Het veschil in arbeidsproductiviteit bij aanwending van arbeid in het inheemsche en in het
uitheemsche arbeidsproces komt grootendeels den uitheemschen ondernemer ten goede.
Hoe geringer dit versehil zou worden, doordat de produetiviteit van den inlandschen arbeid
in eigen sfeer (d.i. in laaste instantie de productiviteit van den inlandschen landbouw) zou
gaan stijgen, des te meer verminderde deze andere bron van rentabiliteit van het
uitheemsehe grootbedrijf.”
“Bilamana pergaulan hidup Bumiputra bertambah sehatnya, sehingga hargasewaan tanah
juga naik ke atas, maka perusahaan kaum modal Eropah itu menjadi kurang untungnya. Ini
adalah suatu pertentangan kepentingan yang nyata, yang kadangkadang terasa dengan
sangat.”
”Bedanya hasil pekerjaan di dalam halnya tenagamanusia itu diusahakan di dalam
perusahaanBumiputera dan di dalam halnya tenaga manusia itu diusahakan di dalam
perusahaanasing, buat sebagian besar jatuhlah di dalam tangannya si kaummodal asing
itu. Makin kecilnya beda ini, yakni apabila pergaulanhidup Bumiputera menjadi lebih
sehat, maka makin kecillah pula keuntungan yang perusahaan asing itu dapatkan daripada
sumber ini.”
Dan di dalam bukunya Prof. Schrieke “The Effect of Western Influence on native civilizations in
the Malay Archipelago”, kita membaca kalimatnya tuan MeyerRanneft yang sekarang menjadi
voorzitternya Volksraad:
“Het bed rag, verdiend door kapitaal en industrieel bedrijf wordt evenredig grooter
naarmate de inheemsche levensstandaard inferieurder is,” 791)
“Jumlah harta yang diterima oleh modal dan perusahaan itu menjadilah lebih besar kalau
tingkatnya pergaulanhidup Bumiputera itu ada lebih melarat,”
78
3) pag. 246
79
1) pag. 11
sedang Prof. Boelce dengan lebih terusterang lagi adalah berpidato:
“Zij,
− (de uitheemsche ondernemers, Sk) −
, vervullen in hoofdzaak de economische rol die
de wereld van de kolonie verwacht, zij weten uit Indie in het algemeen en uit den Indischen
bodem in het bijzonder te halen wat er in zit en aan het gebied zijn grootste economische
nuttigheid te verschaffen, zij brengen in hoofdzaak de producten voort die de wereld. markt
behoeft en zij verwachten en eischen daarbij van Indie niet verder dan goeden grond en
goedkoope arbeidskrachten ; de bevollcing is voor hen niet veel meer dan een middel (voor
zoover betreft de Javaansche bevolking) of noodzakelijk kwaad (voor zoover betreft de
inheemsche bevolking in de huitengewesten). Voor hen geldt ................ slechts het aanbod
op de arbeidsmarkt en de grondprijs; wat het aanbod vergroot en de prijs verlaagt komt
hun ten stade. Zij zijn, zij moeten zijn, wat de Duitscher zoo kenmerkend noemt
“Realpolitiker”, de werkelijkheid en de zakelijkheid gaan voor, het ideelle en het
persoonlijke element is voor hen onvruchtbaar of erger”.802)
“Mereka, − (kaum modal asing, Sk.) −, adalah teristimewa menjalankan rol ekonomi yang
memang diharapkan oleh dunia daripada sesuatu kolonie, mereka pandailah mengeduk
kekayaan dari Hindia umumnya dan dari bumi Hindia khususnya dan membikin negeri itu
setinggitinggi laba − ekonominya, mereka teristimewa adalah mengeluarkan hasilhasil
yang dibutuhkan oleh pasardunia, dan mereka hanyalah mengharap dan meminta
tanahsubur dan kaumburuhmurah saya dari Hindia; rakyat penduduk mereka tak
lebihlah daripada suatu alat (tanah Jawa) atau suatu kesusahan yang misti (luar tanah
Jawa). Buat mereka, yang paling perlu hanyalah jumlah kaumburuh dan harganya tanah;
merekapunya keuntungan ialah terletak dalam banyaknya kaum buruh dan banyaknya
tanah, sehingga harga dan upah menjadilah rendah. Mereka adalah, mereka haruslah kaum
“RealPolitiker”, sebagaimana orang Jerman menyebutkannya. Drusan perusahaan adalah
dikemukakan, urusan hati adalah tiada guna.”
Dengan lainlain perkataan: Kaum modal partikelir adalah mempunyai kepentingan atas
rendahnya productiviteit dan rendahnya standaard pergaulan hidup kita, imperialismemodern
adalah dus menghalanghalangi kemajuan pergaulan hidup kita itu, imperialismemodern
adalah dus suatu rem bagi kitapunya kemajuan socialekonomi!
Benar sekali, − modernimperialisme adalah “membikin rakyat Bumiputera menjadi natie
yang hanya terdiri dari kaumburuh belaka, dan membikin Hindia menjadi si buruh di dalam
pergaulan natienatie!”
Dan si buruh yang bagaimana, Tuantuan Hakim!, − si buruh yang loonennya
minimunloonen , si buruh yang Wirtschaftnya Minimumwirtschaft !, siburuh yang upahnya
upah kokoro! Hatinasional tentu berontak atas kejahatan modernimperialisme yang demikian
itu! !
Lagi pula, − siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaankekayaan Indonesia
yang diambil oleh mijn bedrijvenpartikelir, yakni perusahaanperusahaan tambang partikelir,
sebagai tin, sebagai arangbatu, sebagai minyak! Siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi
kekayaankekayaantambang itu?!
80
1) t.a.p. pag. 59
Musnah, musnahlah itu kekayaankekayaan buat selamalamanya bagi kita, musnahlah
buat selamalamanya bagi pergaulanhidup Indonesia, masuk di dalam kantongnya beberapa
aandeelhouders belaka!
“........... Perusahaanhasiltambang, yang lamalama menghabiskan kekayaankekayaan
tambang itu”, − begitulah Prof. v. Gelderen menulis −
.
“Ook hierbij blijven alleen de produksikosten in het land. Het nettorendement valt den
buitenlandschen kapitaalbezitters toe. Hieronder schuilt niet alleen interest en
ondernemerswinst, doch bovendien de z.g. “mijnrente”, de vergoeding voor het
onvervangbare, monopolistisch deel, dat in de opbrengst van alle mijnen schuilt, die een
hoogere dan de “grensproductiviteit” bezitten. Door afschrijving en reserveering kan de in
den mijnbouw belegde kapitaalsom voor den bezitter behouden blijven. Het object dezer
werkzaamheid , de kolen, de olie, de tin, gaat onherroepelijk verloren”!811)
“Juga di dalam hal ini, yang tinggal di dalam negeri hanyalah ongkosongkosproduksi
saya. Hasilnettonya jatuhlah di dalam tangannya kaummodal asing. Di dalam hasil netto
ini bukan sayalah termasuk bunga dan lainlain tetapi juga yang dinamakan “ mijnrente
”,
yakni harganya bagian monopolistisch yang tidak bisa diganti, − bagian yang mana adalah
terbenam di dalam hasil tiaptiap perusahaan tambang yang mempunyai penghasilan yang
lebih tinggi daripada “ grensproductiviteit ” .
Dengan afschrijving dan reserveering maka jumlah kapitaal yang diusahakan di dalam
perusahaan tambang itu bisalah tetap di dalam tangannya yang memiliki. Tetapi barang
yang diusahakan itu, yakni arangbatu, minyaktanah, tin, musnahlah buat
selamalamanya”!
“Onherroepelijk verloren !”
“Musnah buat selamalamanya!”
Bahwasanya: “natiekaumburuh”, minimumloonen”, “ minimumlijdster ”, “kemajuan
sosialekonomi direm”, “kekayaantambang musnah buat selamalamanya”, − bahwasanya,
semua perkataanperkataan yang tidak menggembirakan! Dan toh ............ apakah hakhak
bangsa kita? Apakah hakhak bangsa kita, yang sekiranya boleh kita “timbangkan” dengan
keadaan ekonomi yang menyedihkan ini? Apakah hakhak bangsa kita yang boleh dipakai
sebagai obat di atas lukanya hatinational yang perih ini? Onderwijs? Oh, di dalam
“abadkesopanan” ini, di dalam “eeuw van beschaving” ini, menurut angkaangkanya Centraal
Kantoor voor de Statistiek, orang lakilaki yang bisa membaca dan menulis belum ada 7%, orang
perempuan belum ada .......... ½%!822) Dan toch, HollandschInlandschOnderwijscommissie
memajukan voorstel memberhentikan penambahannya HollandschInlandschOnderwijs! −
Pajakpajak enteng? Rapportnya MeyerRanneftHuender menunjukkan, bahwa kang Marhaen
yang pendapatannya setahun ratarata hanya ƒ160. itu, harus membayar pajeg sampai kurang
lebih 10%, dari pendapatannya; bahwa bagi bangsa Eropah pajeg yang setinggi itu barulah
dikenakan kalau pendapatannya tak kurang dari ƒ8.000 à ƒ9.000 setahunnya!; bahwa pajeg yang
special mengenai kang Marhaen, yang pada tahun 1919 sudah mencapai ƒ86.900.000, jumlah
itu, di bawah bestuurnya G.G. Fock dinaikkan lagi menjadi ƒ173.400.000, setahunnya!; bahwa
81
1) pag. 77
82
2) t.a.g. pag. 12
teristimewa bebanbebandesa seringlah berat sekali adanya! − Kesehatan rakyat atau hygiene?
Di seluruh Indonesia hanyalah ada 343 rumah sakit goepermen83 1); kematian bangsa Bumiputera
setahuntahunnya tak kurang dari + 20%843), ya, di dalam kotakota besar sampai kadangkadang
85
30, 40, 50% 4), sepertinya di Betawi, di Pasuruan, di Makassar! Kesempatan bekerja di
pulaupulau luar tanah Jawa? Soal contractkoelie dan poenale sanctie, itu
perbudakanzamanbaru atau modernslavernij seolaholah tak akan habishabis di
“pertimbangkan” dan sekali lagi di “pertimbangkan”; − Perlindungan kepentingan kaum buruh?
Peraturan yang melindungi kaumburuh tak ada samasekali, arbeidsinspectie tinggal namanya
saja, hakmogok, yang di dalam negerinegeri yang sopan sudah bukan soal lagi itu, dengan
adanya artikel 161 daripada Wetboek van Strafrecht musnahlah samasekali daripada realiteit,
terhalimunkan samasekali menjadi impian belaka! − Kemerdekaan drukpers dan hakberserikat
dan berkumpul? .......... Tuantuan Hakim, marilah kita dengan hati yang tenang dan tulus
menanya lagi: Adakah di sini bagi kita bangsa Indonesia kemerdekaan drukpers, adakah di sini
hak, yang dengan sebenarnya boleh kita namakan hak berserikat dan berkumpul? Amboi, −
adakah di sini hakhak itu, di mana Wetboek van Strafrecht misih saja berisi itu
haatzaaiartikelen yang bisa diulurkan sebagai karet, itu haatzaaiartikelen yang hampir zonder
perubahan dioverkan dari “gewrocht der duisternis”86*) sebagai Thorbecke menyebutkan
drukpersreglement horribel strafwetartikel
, di mana “ ” 153bister yang lebihlebih elastisch lagi
mengancam keselamatannya tiaptiap journalist dan tiaptiap pemimpin sebagai kami ini hari, di
mana hak penDigulan mengasih kekuasaan yang hampir tak berhingga kepada pemerintah
terhadap pada tiaptiap pergerakan dan tiaptiap manusia yang ia tidak sukai? Adakah di sini
hakhak itu, di mana openbare kritik gampang sekali mendapat tegoran atau stopan, di mana
tiaptiap vergadering penuh dengan spionspion politik, di mana hampir tiaptiap pemimpin
dibuntuti reserse di dalam geraknya ke manamana, di mana gampang sekali diadakan
“vergaderverbod ”, di manamana rahasia surat sering sekali dilanggar diamdiam sebagai kami
melihat dengan mata sendiri? Adakah di sini hakhak itu, di mana rapportnya spionspion itu saja
atau tiaptiap surat kaleng sudah bisa dianggap cukup buat membikin penggrebekan di
manamana, mengunci berpuluhpuluh pemimpin di dalam tahanan, yang menjerumuskan
pemimpinpemimpin itu ke dalam dunia perbuangan? Tuantuan Hakim, marilah sekali lagi kita
tanya dengan hati yang tenang dan tulus: adakah di sini bagi bangsaku kemerdekaandrukpers,
dan hak berserikatdan berkumpul, di mana menjalankannya “kemerdekaan” dan “hak” itu
dihalanghalangi oleh macammacam halangan, diranjaui oleh macammacam ranjau yang
demikian itu???
Tidak!, di sini
tidak ada hakhak itu! Dengan macammacam halangan dan macammacam
ranjau demikian itu, maka “kemerdekaan” itu tinggal namanya saja “kemerdekaan”, “hak” itu
tinggal namanya saja “hak”; dengan macammacam serimpatan yang demikian, maka
“kemerdekaan drukpers ” dan “hakberserikatdanberkumpul” itu lantas menjadi suatu
omongkosong , suatu paskwil
! Hampir tiaptiap journalist sudah pernah merasakan tangan
besinya hukum, hampir tiaptiap pemimpin Indonesia sudah pernah merasakan bui, hampir
tiaptiap bangsa Indonesia yang mengadakan perlawananradicaal lantas saya dipandang
“berbahaya bagi keamanan umum”!
83
1) t.a.p. 113
84
2) pag. 86
85
1) Stat. Jaaroverz. 56
86
3) verg. Jaaroverz. 50
Bahwa sesungguhnya: − Tidak adalah hakhak yang orang kasihkan pada rakyat Indonesia
untuk “ditimbangkan” dengan bencana pergaulanhidup dan bencana kerezekian yang
ditebartebarkan oleh modernimperialisme itu; tidak adalah hakhak yang orang kasihkan pada
rakyat kita yang cukup nikmat dan menggembirakan untuk dipakai penglipurhatinasional yang
mengeluh melihat sociale dan economische ontwrichting yang diadakan oleh
modernimperialisme itu: tidak adalah hak:! yang orang kasihkan pada rakyatku yang boleh
dipakainya sebagai gegaman, sebagai penguat, sebagai sterking untuk memberhentikan
kerja imperialisme yang mengobrakabrikkan kitapunya kerezekian dan kitapunya
pergaulanhidup itu adanya!
ooOoo
Pergerakan di Indonesia.
Toch..........., dikasih hakhak atau tidak dikasih hakhak; dikasih gegaman atau tidak
dikasih gegaman; dikasih sterking atau tidak dikasih sterking ,
− tiaptiap mahluk, tiaptiap
ummat, tiaptiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya berbangkit, pasti akhirnya bangun,
pasti akhirnya menggerakkan tenaganya , jikalau ia sudah terlalulalu sekali merasakan
celakanya diri yang teraniaya oleh suatu daya yang angkaramurka! Jangan lagi manusia, jangan
−
lagi bangsa, walau cacingpun tentu bergerak berkelugetkeluget kalau merasakan sakit!
Seluruh riwayat dunia adalah riwayatnya golongangolongan manusia atau bangsabangsa
yang bergerak menghindarkan diri daripada sesuatu keadaan yang celaka; seluruh riwayat dunia,
menurut perkataan Herbert Spencer, adalah riwayatnya “reactid verzet van verdrukte
elementen” ! Kita ingat akan pergerakannya Jesus Kristus dan Christendom yang menghindarkan
rakyatrakyat Yahudi dan rakyatrakyat LautanTengah dari bawah kakinya burung garuda
Romein: kita ingat akan perjuangan rakyat Belanda yang menghindarkan diri dari bawah
tindasannya Spanyol; kita ingat akan pergerakanpergerakan burgerlijke democratie yang
menghindarkan rakyatrakyat Eropah di dalam akhirnya abad ke 18 dan awalnya abad ke 19 dari
bawah tindasannya autocratie dan absolutisme87 *) ; kita menjadi saksi atas hebatnya
pergerakanpergerakan sosialisme yang mau menggugurkan tahtanya kapitalisme; kita
mengetahui pergerakan rakyat Mesir di bawah pimpinan Arabi dan Zaglul Pasha beserta
pergerakannya rakyat Hindia di bawah pimpinan Tilak atau Gandhi melawan ketemaân asing;
kita mengetahui perjuangannya rakyat Tiongkok menjatuhkan absolutisme Mandsju dan
melawan imperialisme Barat; kita telah bertahuntahun melihat seluruh dunia Asia bergelora
sebagai lautan mendidih menentang imperialisme asing, − tidakkah ini memang sudah terbawa
oleh hakekatnya keadaan, tidakkah ini memang sudah terbawa oleh nafsu mempertahankan
dan melindungi diri atau nafsu zelfbehoud yang ada pada tiaptiap sesuatu yang bernyawa,
tidakkah ini memang sudah “reactief verzet van verdrukte elementen” itu?
Rakyat Indonesiapun sekarang sejak 1908 sudah berbangkit; nafsu menyelamatkan diri
sekarang sejak 1908 sudah menitis juga kepadanya! Modernimperialisme yang mengautngaut
di Indonesia itu, − modernimperialisme yang menyebarkan kesengsaraan di manamana itu, −
modernimperialisme itu sudah menyinggung dan membangkitkan diapunya musuhmusuh
sendiri. Raksasa Indonesia yang tadinya pingsan seolaholah tak bernyawa, raksasa Indonesia itu
yang sekarang sudahlah berdiri setegaktegaknya dan sudahlah mamasangkan tenaganya!
Sabansaban kali ia mendapat hantaman, sabansaban kali ia rebah, tetapi sabansaban kali pula
ia tegak kembali! Sebagai mempunyai kekuatan rahasia, sebagai mempunyai kekuatan
penghidup, sebagai mempunyai ajipancasona dan ajicandrabirawa, ia tak bisa dibunuh dan
malahan ia makin lama makin tak terbilang pengikutnya!
Amboi, − di manakah kekuatanduniawi yang bisa memadamkan semangat sesuatu bangsa,
di manakah kekuatan duniawi yang bisa menahan bangkitnya sesuatu rakyat yang mencari hidup,
di manakah kekuatanduniawi yang bisa membendung banjir janji digerakkan oleh
tenagatenaga pergaulanhidup sendiri ! di manakah benarannya jerit daripada
anggotaanggota dan sahabatsahabat imperialisme yang mengatakan ini ialah bikinannya
beberapa kaum “pengasut”, yakni kaum “ opruiers ”, kaum “raddraaiers ophitsers
”, kaum “ ” dan
87
4) verg. Jaaroverz. 54
lain sebagainya, dan yang oleh karenanya sama mengira bahwa pergerakan itu bisa dibunuh
kalau “pengasutnya” semua dimasukkan bui, dibuang atau digantung? Puluhan, ratusan, ya
ribuan “pengasut” dan “ opruiers
” dan “ophitsers
” sudah dibui atau dibuang, − tetapi adakah
pergerakan itu berhenti” adakah pergerakan itu mundur, tidakkah pergerakan itu di dalam
umumnnya yang baru + 20 tahun itu malahan semakin menjadi besar dan semakin menjadi
umum?
“Man tötet den Geist nicht” , begitulah Ereligrath menyairkannya, − “orang tak bisa
membunuh semangat”! Di dalam tahun 1900, yakni sebelumnya di sini ada “pengasut”,
sebelumnya di sini ada “ ophitsers
”, sebelumnya di sini ada “raadraaiers ”, maka Ir. van Kol
sudahlah mendengungkan iapunya peringatan di dalam TweedeKamer yang bunyinya:
“Gaat voort,...... tot er eenmaal een einde zal komen; eenmaal, wie weet wanneer, zal
opbliksemen de “stille kracht!”........
“Berbuatlah terus begitu,........ sampai nanti satu ketika datang saat penghabisannya; satu
ketika, entah kapan, pastilah meledak “kekuatan rahasia!”......
En inderdaad, die “stille krakht” is opgebliksemd ! Itu “kekuatan rahasia” sudahlah
meledak! Seluruh dunia sekarang melihatlah bangkit dan geraknya kekuatan rahasia itu! Seluruh
dunia yang tidak sengaja membutatuli, mengertilah, bahwa kekuatan rahasia ini bukanlah
bikinan manusia, tetapi ialah bikinannya pergaulanhidup yang mau mengobati diri sendiri .
88
Seluruh dunia yang tulushati mengertilah, bahwa pergerakan ini ialah antithesenya *)
imperialisme yang terbikin oleh imperialisme sendiri. Bukan bikinannya “pengasut”, bukan
bikinannya “ opruiers ”, bukan bikinannya “ raddraaiers ”, bukan bikinanya “ ophitsers ”lah
pergerakan ini − pergerakan ini ialah bikinannya kesengsaraan dan kemelaratan rakyat ! Ir.
Albarda di dalam TweedeKamer adalah memperingatkan:
“Onder hen, die geroepen zijn of althans zich geroepen achten om de verschijnselen van
den tijd in het openbaar te bespreken, zijn er sommigen die de InIandsche beweging en
haar groei gaarne voorstellen als de vruchten van westersche revolutionaire denkbeelden
en die meenen, dat aan die beweging de kop kan worden ingedrukt door een krachtig
regeeringsbeleid daartegen te richten en door politie en justitie tegen haar propagandisten
te mobiliseeren.
Die beschouwing en die taktiek zijn buitengewoon oppevlakkig; zij getuigen van evenveel
gemis van historisch inzicht als van politiek begrib...
Zoo’n beweging komt voort uit de maatschappelijke verhoudingen en uit de
veranderingen die deze rondergaan . Zoo’n beweging zou ontstaan zijn en zou groeien, ook
al had nooit een Europeesche revolutionnair In Indië een voet aan wal gezet. Zoo’n
beweging groeit door, ook al zou men haar van al de leiders en propagandisten berooven.
Evenmin als in de 16e eeuw de kerkhervorming is gestuit door de vervolging der ketters
evenmin als in de 19e eeuw de sociaaldemocratie is ten onder gebracht door Bismarck’s
politiek van gewelddadige onderdrukking, evenmin kan in de 20e eeuw de Indische
volksbeweging door een reactionnair regeeringsbeleid worden teruggedrongen of ook maar
tol staan gebracht.
88
*) = “bikinannya hantu kegelapan”
Die beweging groeit vòòrt, en er is niet aan te twijfelen, of zij
zal haar ideaal, de bevrijding
van de Indische bevolking uit vreemde overheersching, bereiken!........ .”891)
“Diantara mereka, yang berwajib atau merasa wajib membicarakan
kejadiankejadianzaman di muka umum adalah beberapa orang yang menggambarkan
pergerakan Bumiputera dan suburnya pergerakan Bumiputera itu sebagai buahnya
pikiranpikiran revolutionnair dari negeri Barat, dan yang sama mengira bahwa pergerakan
itu bisa ditindas de ngan suatu carapemerintahan yang keras dan dengan menggerakkan
politie dan justitie untuk melawan propagandistpropagandistnya.
Pemandangan dan taktiek yang demikian itu adalah menunjukkan bahwa mereka sama
sekali tidaklah mempunyai pengertianriwayat dan tidaklah mempunyai pengertianpolitik
sedikit juapun adanya ...... Pergerakan yang demikian itu adalah timbul daripada
keadaankeadaan pergaulanhidup sendiri dan daripada perubahanperubahan di daIam
pergaulanhidup itu sendiri.
Pergerakan yang demikian itu tetaplah akan timbul dan tetaplah akan subur, walau tidak
ada kaum revolutionnair bangsa Eropah seorang juapun yang menginjak tanah Hindia!
Pergerakan yang demikian itu tentu teruslah akan subur, walaupun pemimpinpemimpinnya
dan propagandistpropagandistnya semua dibasmi.
Sebagaimana di dalam abad ke 16 pergerakan kerkhervorming90*) tidak bisa dicegah
dengan pemburuan anggotaanggotanya, sebagaimana di dalam abad 19 socialdemocratie
tidak bisa ditumpas dengan politik penindasan yang dijalankan oleh Bismarck, maka di
dalam abad ke 20 pergerakan rakyat di Hindia tak akanlah bisa pula dimundurkan atau
diberhentikan dengan cara pemerintahan yang reactionair.
Pergerakan itu terus akan maju dan ia tidak boleh tidak pasti akan mencapai citacitanya,
yakni merdekanya penduduk Hindia daripada pemerintahan asing”.
Tuantuan Hakim barangkali berkata: “O, itu pemandangannya kaum socialist!”
Wahai dan, Dr. Kraemer seorang yang bukan socialist, menulis di dalam Koloniale Studien:
91
2)
“Hier ligt ook de verklaring waarom men zich schromelijk vergist, wanneer men waant, dat
de zoogenaamde ontwaking v.h. Oosten, of om binnen eigen grenzen te zijn: de Inlandsche
beweging, slechts het problem stelt van een dun, proportioneel buitengewoon gering laagje
intellectueelen. Tegen wil en dank bevinden zich de “silent masses” ook in de smeltkroes,”
“Maka di sinilah terletaknya keterangan, apa sebabnya orang salah samasekali, jikalau
orang mengira, bahwa yang dinamakan kesedaranTimur itu, atau di dalam lingkungan kita
sendiri: pergerakan rakyat Bumiputera hanyalah pergerakannya sedikit kaum intellectueel
saja. Mau atau tidak mau “rakyat murba yang diam itu” adalah ikut pula mendidih di dalam
pergolakan ini,”
dan Prof. Snouck Hurgronje, yang
juga bukan kaum dogma, yang toh juga bukan kaum
pembutatuli akan satu kepercayaan, adalah tempo hari berkata:
89
*) autocratie dan absolutisme = kekuasaan di dalam tangannya satu orang saja Pemerintahan lalim
90
*) anthithese = lawan
91
1) 19 Desember 1919
“De “voedingsbodem” ......... was toen en is nog steeds niet de aankweeking, door
overvoeding met westersch onderwijs van eenige duizenden intellectueelen, die niet door
de Inlandsche maatschappij geabsorbeerd kunnen worden, maar het overal gekoesterde,
hier aan de oppervlakte waar te nemen, daar wat dieper verscholen door lieden van een
andere bangsa.........”923)
“Sumbernya”........ dulu dan sekarang bukanlah ajuajuannya beberapa ribu kaum
intellectueel yang terlampau banyak memakan onderwijs Barat dan yang takbisa dihisap
oleh pergaulanhidup Bumiputera belaka, − tetapi ialah rasaperlawanan terhadap pada
bangsa asing, yang terkandung pemerintahannya orangorang di dalam hati di manamana,
dan yang kadangkadang tampak keluar dan kadangkadang tinggal terbenam.’’
Bahwasanya: matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, ayam jantan berkokok
karena matahari terbit! Dan dengan sedikit perubahan maka kami di sini, bagi kaumkaum yang
masih saja mengira bahwa pergerakan itu bikinannya “pengasut”, mengkobarkan lagi
apipidatonya Jean Jaurès, itu kampiun kaumburuh Perancis yang termashur, di dalam
dewanrakyat Perancis terhadap pada wakilwakilnya kaum modal:
“Ach mijne heeren, hoe zonderling verblind zijt gij door aan enkele menschen de
universeele evolutie die zich voltrekt toe te schrijven! Zijt gij dan niet getroffen door de
wereldomvang der nationalistische beweging? Overal, in alle onvrije landen verschijnt zij
op hetzelfde oogenblik. Sinds het laatste tiental jaren is het niet meer mogelijk de
geschiedenis van Egypte, India, China, de Philippijnen, Indonesia te schetsen zonder
daarbij ook tevens die der nationalistische beweging te verhalen! ............
En het is in tegenwoordigheid dezer algemeene beweging die de Aziatische volkeren
meesleept de meest van elkaar afwijkende volkeren, onder welk klimaat zij ook leven, tot
welk ras zij ook behooren, − het is in tegenwoordigheid van zulk een beweging, dat ge
spreekt van enkele op zichzelf staande opruiers. Maar ge doet hen die ge aldus beschuldigt
te veel eer aan, ge schrijft te veel macht toe aan hen die ge opruiers noemt. Het is niet hun
werk zulk een overweldigende beweging te ontketenen; de zwakke ademtocht van enkele
menschenmonden is niet voldoende om dezen orkaan der Aziatische volkeren te doen
losbarsten!
Neen, mijne heeren, de waarheid is dat deze beweging uit de diepte der dingen zelf is
ontstaan; zij komt voort uit de tallooze lijdensgevallen welke zich tot nu toe niet
bijeenvoegen, maar die in een verlossingroepende machtspreuk haar wachtwoord vonden.
De waar heid is, dat ook in Indonesia de nationalistische beweging evenveel uit het door U
verafgode imperialisme ontstond als uit het economisch drainagesysteem dat zich sinds
eeuwen in het land ontwikkelt............
Het imperialisme is de groote ophitser, het imperialisme is de groote opruier: breng het
imperialisme dus voor uwe gendarmen!”931)
“Ah, tuantuanku, begitu aneh tuantuan tersilaukan mata, mengatakan bahwa kemajuan
umum ini adalah bikinannya beberapa orang saja! Tidakkah mengenai perhatian tuantuan,
bahwa pergerakan nationalist itu terdapat di seluruh muka bumi ini? Dimanamana,
92
*) pergerakan protestan
93
2) Pebruari 1927 pag. 5.
tiaptiap negeri yang tak merdeka ini berbarengbarenglah bangkitnya. Sejak sepuluh tahun
yang akhir ini, orang tidaklah bisa menulis riwayat Mesir, India, Tiongkok, Philippina dan
Indonesia dengan zonder menceritakan riwayatnya pergerakanpergerakan nationalis juga!
Dan di hadapan pergerakan umum yang menghela rakyatrakyat Asia itu, rakyatrakyat
yang berbedaan satu sama lain, hawa bagaimanapun juga yang mereka hisap, warna yang
bagaimanapun juga warnakulitnya, − dihadapan pergerakan yang demikian itu, maka
tuantuan berkata, bahwa pergerakan itu adalah bikinannya satudua pengasut yang tiada
hubungan dengan rakyat.
Tetapi tuan adalah mengasih terlampau banyak kehormatan pada orangorang yang tuan
sebutkan demikian itu, tuan adalah terlampau tinggi menaksirkan mereka punya kekuasaan.
Mereka tidak kuasa menggerakkan pergerakan yang begitu mahahebat terjangnya;
lemahnya hawanafas yang keluar daripada satusatu mulut manusia tidak kuasalah
meniupkan angintaufan rakyatrakyat Indonesia yang gemuruh ini!
Tidak, tuantuanku, sebenarnya pergerakan ini adalah timbul daripada sedalamdalam
hakekatnya keadaan sendiri; pergerakan ini adalah timbul daripada
kesengsaraankesengsaraan yang tadinya belum menghubungkan diri satu sama lain, tetapi
yang kini sudahlah menemukan semboyannya di dalam suatu i’tikad yang mengajak
merdeka. Sebenarnya pula, pergerakan nationalis di Indonesia pun adalah timbul daripada
imperialisme yang tuan pundipundikan maupun daripada sistem penyerotan kekayaan yang
telah berabadabadan bertindak di negeri itu ...............
Imperialisme itulah penghasut yang terbesar, imperialismelah pembakar hati rakyat;
bawalah imperialisme itu di muka politie dan di muka hakim!”
Benar sekali!; “bawalah imperialisme itu di muka politie dan di muka hakim! ............”
Toh ............... bukan imperialisme, bukan anggotaanggota imperialisme, bukan
sahabatsahabat imperialisme, bukan Treub, bukan Trip, bukan Colijn, bukan Bruineman, bukan
Fruin, bukan Alimusa, bukan Wormser yang kini berada di muka mahkamah Tuantuan Hakim,
− tetapi kami: tetapi Gatot Mangkupraja, tetapi Maskun, tetapi Supriadinata, tetapi Sukarno!
Apa boleh buat, biarlah nasib pemimpin begitu! Kami tidak merasa salah. Kami merasa
bersih, kami tidak merasa melanggar halhal yang dituduhkan, sebagai nanti akan lebih jelas
kami terangkan. Kami oleh karena itu, memang mengharapharap dan menunggununggu
Tuantuan punya putusan bebas, mengharapharap mogamoga Tuantuan mengambil putusan
vrijspraak adanya!
Tetapi, Tuantuan Hakim, marilah kami melanjutkan kamipunya pidatopembelaan:
Pergerakan rakyat Indonesia bukanlah bikinannya kaum “penghasut”. Juga sebelum ada
“pengasut” itu, juga zonder ada “pengasut” itu, maka udara Indonesia sudahlah penuh dengan
hawakesedihan merasakan kesengsaraan, dan oleh karenanya, penuh pula dengan
hawakeinginan menghindarkan diri dari kesengsaraan itu. Sejak puluhpuluhan tahun udara
Indonesia sudah penuhlah dengan hawahawa yang demikian itu. Sejak puluhpuluhan tahun
rakyatrakyat Indonesia itu hatinya selalu mengeluh, hatinya selalu menangis menunggununggu
datangnya wahyu yang akan menyalakan apipengharapan di dalamnya, menunggununggu
datangnya mantram yang bisa menyanggupkan sesuap nasi dan sepotong nasi dan sepotong kain
kepadanya. Haraplah memikirkan, Tuantuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya
dan menunggununggu datangnya “Ratuadil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai
ini hari masih terus menyalakan harapannya rakyat, − apakah sebabnya sering sekali kita
mendengar kabar bahwa di desa ini atau di desa itu telah muncul seorang “ImamMahdi” atau
“Heru Cakra” atau turunan seorang dari WaliSanga. Tak lain tak bukan ialah oleh karena hati
rakyat yang menangis itu tak berhentihenti, tak habishabis menunggununggu atau
mengharapharap datangnya pertolongan, sebagaimana orang yang berada di dalam kegelapan
tak berhentiberhenti pula saban jam, saban menit, saban sekon menunggununggu dan
mengharapharap; “kapan, kapankah matahari terbit!” O, siapa yang mengerti akan sebabsebab
yang lebih dalam ini, siapa yang mengerti akan diepere ondergrond daripada kepercayaan
rakyat ini, sebagaimana yang diterangkan pula oleh Prof. Snouck Hurgronje di dalam
brochurenya “Vergeten Jubile’s” ,94 2) tentu sedih dan ikut menangislah hatinya, kalau ia
sabansaban kali mendengar suara rakyat meratap: “kapan, kapankah Ratu Adil datang”, − tentu
sedih dan menangislah hatinya pula dan tidak tertawa, jikalau ia sabansaban kali melihat
lekasnya dan setianya rakyat menyerahkan diri ke dalam tangannya sesuatu orang kyai atau
dukun yang menyebutkan diri “Heru Cakra” atau “Ratu Adil” adanya!
“Zulke “gruwelen” (opstandenSk) waren, zoolang het inheemsche intellect nog niet
geoutilleerd was voor de uiting van inheemsche bezwaren, de natuurIijke uitingen van
opgekropte ergernis en lang onderdrukte weerstand tegen de botte poging om volken te
besturen zonder zich van hunne wenschen en belangen ernstig rekenschap te geven en die
tot richtsnoer te nemen. Zooals thans groote kringen van Inlanders steeds gereed staan om
zich openlijk te scharen achter een hunner eigen intellectueelen, van wien zij gevoelen dat
hij hun belang voorstaat, ook al zijn zij “nog niet rijp” om al zijne theoriën te
doorgronden, zoo waren zij tevoren vaak toegankelijk voor de lokstem van leiders, die hun
langs geheime wegen en door geheimzinnige middelen te verwerven verlossing beloofden,
of die in het geheim een leger wierven om daarmee heiligen oorlog tegen de ongeloovingen
te voeren, zoodra de gelegenheid gunstig zou zijn. De ijdelheid van zulke pogingen om zich
met geheel ontoereikende middelen ruimte te verschaffen, konden zij niet inzient en zoo
scheen ieder, die hun een ratoeadil , een
mahdi , een rechtvaardig bestuur in uitzicht steIde,
een profeet. Onontbeerlijke levensvoorwaarden, die de natuur, de normale orde der dingen,
de overheersching door vreemden hun schenen te onthouden, zochten zij te veroveren langs
bovennatuurlijken weg van magie ........... in vertrouwen op de hulp des hemels”.
“Selama kaum intellect Bumiputera belum bisa mengemukakan keberatan − keberatan
bangsanya, maka keributankeributan yang demikian itu adalah peledakan yang semestinya
daripada dendam hati dan rasa perlawanan yang lama telah terbenam, terhadap pada usaha
memerintah rakyat dengan tidak memperdulikan keinginankeinginan dan
kepentingankepentingan rakyat itu dan dengan tidak mengambil keinginankeinginan
rakyat itu sebagai arahhaluan pemerintahannya. Sebagaimana sekarang besar jumlahnya
orang bangsa Indonesia yang senantiasa dengan terusterang bersedia akan berdiri di
belakangnya seorang intellectueel bangsanya sendiri yang membela merekapunya
kepentingan, walaupun mereka “belum matang” buat mengerti semua teoriteorinya, −
begitu pula rakyat itu dulu seringkali suka mengikuti pemimpinpemimpin yang
menyanggupkan kebebasansengsara kepadanya dengan menginjak jalanjalan rahasia dan
mengusahakan upayaupaya rahasia, atau yang dengan jalan sembunyi mengumpulkan
tentara untuk berperangsabil dengan kaum kafir bilamana ada kesempatan baik. Rakyat itu
94
3) Calijn over Indië pag. 12
tak bisalah mengarti bahwa itu percobaanpercobaan membuka dunia dengan jalan yang
samasekali kurang sempurna, tentu akan siasialah belaka, dan itulah sebabnya yang
tiaptiap orang yang menyanggupkan kepadanya seorang ratuadil atau orang mahdi, lantas
sajalah dipandangnya sebagai orang nabi. Syaratsyarat hidup yang perluperlu yang
menurut perasaannya adalah tak dikasihkan kepadanya oleh kodratalam, oleh jalannya
keadaankeadaan yang biasa, atau oleh si pemerintah asing, mereka cobalah merebutnya
dengan jalan yang ga’ib .......... dengan menentukan turunnya pertolongan Tuhan,”...............
begitulah Prof. Snouck itu berkata,951)
Dan sebagaimana sang kyai atau sang dukun itu pembikin daripada kepercayaanumum dan
harapanumum atas kedatanganya Ratu Adil atau Heru Cakra itu, sebagaimana mereka
mendapatnya pengaruh itu ialah hanya oleh karena rakyatumum hatinya memang menangis
mendoadoa dan menunggununggu datangnya Ratu Adil atau Heru Cakra itu, maka kami yang
disebutkan “pengasut” bukanlah pula pembikinnya pergerakan rakyat sekarang ini, dan
bukanlah pula pengaruh kami itu terjadinya ialah oleh karena licinnya kamipunya lidah atau
tajamnya kamipunya pena.
Pergerakan rakyat adalah bikinannya kesengsaraan rakyat, pengaruh kami di atas
rakyat adalah pula bikinannya kesengsaraan rakyat! Kami hanyalah menunjukkan jalan;
kami hanyalah mencarikan bagianbagian yang rata dan datar untuk aliranaliran yang makin
lama makin mengebah dan membanjir itu; kami hanyalah menunjukkan tempattempat yang
harus dilalui oleh banjir itu, agar supaya banjir itu bisa dengan sesempurnasempurnanya
mencapai LautanKeselamatan dan LautanKebesaran adanya ..................
ooOoo
95
1) Verg. Rapport Jean Jaurès pag. 25
Partai Nasional Indonesia
Tempat yang harus dilalui? Manakah tempattempat yang harus dilalui? Partai Nasional
Indonesia dengan sepenuhpenuhnya keyakinan menjawab: tempattempat yang berjajarjajar
menuju ke arah IndonesiaMerdeka ! Sebab di belakangnya lndonesiaMerdeka itulah tampak
kepada mata P.N.I. keindahannya SamuderaKeselamatan dan SamuderaKebesaran itu, di
belakangnya lndonesiaMerdeka itulah tampak kepada mata P.N.I. sinarnya harikemudian yang
melambailambai !
Inilah pokoknya keyakinan P.N.I., sebagai yang tertulis di dalam buku keteranganazasnya
itu:
“Partai Nasional Indonesia berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk
pembaikan kembali semua susunan pergaulanhidup Indonesia itu, ialah
kemerdekaannasional. Oleh karena itu, maka semua bangsa Indonesia terutama haruslah
ditujukan ke arah kemerdekaannasional itu.”
Dengan bahasa Belanda: de nationale vrijheid als zeer belangrijke voorwaarde tot de
nationale reconstructie !
Berlainan dengan banyak partaipartai politik lain, yang mengatakan “perbaikilah dulu
rumahtangga, nanti kemerdekaan lantas datang sendiri”: − berlainan dengan partaipartai lain,
yang menganggap kemerdekaan itu sebagai buahnya perbaikan rumahtangga, − maka P.N.I.
berkata: “kemerdekaannasional usahakanlah, sebab baru dengan kemerdekaannasional itulah
rakyat akan bisa memperbaiki rumahtangganya dengan tidak terganggu , yakni dengan
sesempurnasempurnanya”, − P.N.I. berkata: “de
volkomen nationale reconstructie alleen
mogelijk na wederkomst der nationale onafhankelijkheid.“
Tuantuan Hakim, sepanjang keyakinan kami, azas P.N.I. yang demikian ini dalam
hakekatnya tidak bedalah dengan azas perjuangan kaumburuh di Eropah dan Amerika, tidak
bedalah dengan azas yang mengatakan bahwa untuk melaksanakan socialisme, kaumburuh itu
harus lebih dulu mencapai kekuasaanpemerintahan.
“Het proletariaat kan den tegenstand der kapitalistische klasse tegen de overbrenging der
bedrijfsmiddelen van particulier in maatschappelijk bezit slechts breken door verovering
der politieke macht. Voor dit doel hebben zich over de geheele wereld de arbeiders, die, tot
bewustzijn van hunne taak in den klassenstrijd zijn gekomen, georganiseerd,”
“Koum proletar hanyalah bisa mengalahkan per lawannya kaum modaI terhadap usaha
membikin alatalat productie itu dari milikpartikelir dijadikan milikumum, dengan
mengambil kekuasaan pemerintahan . Untuk maksud yang demikian ini, maka
kaumburuh seluruh dunia, yang telah insyaf akan kewajibannya di dalam
perlawanankelas, adalah menghimpunkan dan menyusunkan diri satu sama lain,”
begitulah paragraaf 11 daripada keteranganazas Sociaal Democratische Arbeiders Partij
berbunyi.96
Welnu, buat sesuatu rakyat jajahan, buat sesuatu rakyat yang di bawah imperialisme bangsa
lain, hakekatnya perkara sepanjang keyakinan kami tidaklah lain. Buat sesuatu rakyat yang
dibencanai oleh imperialisme, buat usahanya rakyat itu melawan bencananya imperialisme itu,
96
2) pag. 13
perlu sekali pula “politieke macht” dicapainya. Buat rakyat yang demikian itu, maka kalimat tadi
itu mendapatlah variasi:
“Het koloniaal overheerschte volk kan den tegenstand der imperialistische klasse tegen zijn
nationaal − reconstructieve arbeid slechts breken door verovering der politieke macht.”
“Rakyat jajahan hanyalah bisa mengalahkan perlawanannya kaum imperialisme terhadap
kepada usaha memperbaiki lagi semua susunan pergaulanhidupnya, dengan mengambil
kekuasaan pemerintahan, yakni dengan mengambil politieke macht. ”
Dan apakah artinya “politieke macht” bagi sesuatu rakyat penjajahan? Apakah artinya
“kekuasaan pemerintahan “, apakah artinya “mencapai kekuasaanpemerintahan” bagi sesuatu
rakyat
kolonial ? Mencapai politieke macht bagi sesuatu rakyat kolonial adalah berarti mencapai
nationaleregeering , mencapai kemerdekaannasional ,
− mencapai hak untuk mengadakan
wetwet sendiri, mengadakan aturanaturan sendiri , mengadakan pemerintahan sendiri!
Nah, Partai Nasional Indonesia ingin melihat rakyat Indonesia bisa mencapai politieke
macht itu, Partai Nasional Indonesia tidak tèdèngalingaling mengambil kemerdekaannasional
itu sebagai maksudnya yang tertentu. Partai Nasional Indonesia mengerti, atau lebih benar: kami
mengerti −, bahwa mengejar politieke macht en dus mengejar kemerdekaannasional itu, adalah
consequentie dan voorwaarde , buntut
dan syarat, bagi perjuangan contra imperialisme itu
adanya.
Sebagai di negeri Barat kapitalist mengusahakan politieke machtnya mempengaruhi
rumahtangganya staat menurut merekapunya kepentingan, sebagaimana kaum kapitalist itu
mengusahakan politieke machtnya untuk mengadakan aturanaturan rumahtangga staat yang
menguntungkan merekapunya kepentingan dan meniada kan aturanaturan yang merugikan
merekapunya belang, − sebagaimana kaum kapitalist itu mengusahakan mereka punya
politieke macht untuk menjaga dan memeliharakan kapital isme −
, maka di sesuatu negeri jajahan
kaum imperialist adalah mengusahakan politieke machtnya pula untuk mempengaruhi
rumahtangganya staat menurut merekapunya kepentingan, yakni menurut kepentingan stelsel
imperialisme! Oleh karena pengaruh itu, maka hampir tiaptiap aturan yang penting di dalam
sesuatu negeri jajahan lantas adalah bersifat menguntungkan kepentingannya kaum
imperialisme itu, sesuai dengan belangnya kaum imperialisme itu. Hampir tiaptiap aturan yang
penting di dalam sesuatu negeri jajahan adalah lantas bersifat untuk penjajahan itu,
untukimperialisme itu. Oleh sebab itu, maka, salama sesuatu negeri masih bersifat kolonie, ya
protectoraat
lebih jauh lagi: selama sesuatu negeri masih bersifat “ mandaatgebied
” ataupun “ ”,
− pendek kata selama sesuatu negeri masih belum samasekali leluasa mengadakan aturanaturan
rumahtangga sendiri −
, maka sebagian atau segenap aturanaturan rumahtangganya adalah
mempunyai “cap” yang imperialistisch adanya. Artinya: selama rakyat belum mencapai politieke
macht atas negeri sendiri, maka sebagian atau segenap dari iapunya syaratsyarathidup, baik
yang economie maupun yang social maupun yang politiek, adalah diperuntukkan bagi
kepentingankepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan
kepentingannya. Ia adalah seolaholah terikat kaki dan tangannya tak bisa leluasa berjuang
memusuhi dayadayanya imperialisme yang membencanai kepadanya , tak bisa leluasa
berjuang menghalanghalangi yang syaratsyarathidupnya adalah diperuntukkan bagi
kepentingan pihak lain, tak bisa leluasa berusaha memperuntukkan syaratsyarathidupnya itu
bagi perikehidupan ekonominya sendiri, perikehidupan sosialnya sendiri, peri kehidupan
politiknya sendiri, perikehidupan cultuurnya. Ya, pendek kata,
tak bisalah leluasa berusaha
memusuhi dan memberhentikan imperialisme, tak bisalah pula leluasa
menyuburnyuburkan budan sendiri ! 97*)
Rakyat kolonial adalah rakyat yang tak bisa “menemukan diri sendiri”, suatu rakyat yang
tak bisa berada “zichzelf
”, suatu rakyat yang hampir semua apaapanya kena “cap” yang
imperialistisch itu, − “cap” yang terjadinya ialah oleh pengaruh besar daripada kaum
imperialisme adanya. Tidak adalah persamaan kepentingan antara kaum imperialisme dan kaum
yang di bawah imperialisme: tidak adalah belangengemeenschap antara dua pihak itu. Antara
dua pihak itu adalah pertentangan kepentingan, adalah pertentangan kebutuhan, − adalah
tegenstelling van belangen, adalah conflict van behoeften. Semua kepentingannya kaum
imperialisme, baik yang ekonomi, maupun yang sosial, baik yang politik maupun yang cultureel
umumnya, semua kepentingannya kaum imperialisme itu adalah bertentangan, tegengesteld
pada kepentingannya Bumiputera. Kaum Imperialisme sebisabisa mau meneruskan adanya
kolonisatie,
− Bumiputera sebisabisa mau memberhentikan kolonisatie itu. Aturanaturan yang
diadakan di bawah pengaruh kaum imperialisme, adalah dus bertentangan dengan
kepentingannya Bumiputera itu adanya.
En toh, Bumiputera menerima saja aturanaturan itu? toh Bumiputera menghormati
aturanaturan itu? O memang, Bumiputera menerima saja aturanaturan itu, Bumiputera
menghormati aturanaturan itu. Tetapi mereka menerimanya dan menghormatinya itu, ialah
hanya oleh karena Bumiputera kalah, hanya oleh karena Bumiputera terpaksa menerimanya dan
terpaksa menghormatinya!
Bukankah justru kekalahan ini sebabnya mereka dikolonikan?
Bukan justru kekalahan ini yang memaksakan padanya menjadi rakyat jajahan? Jules
Harmand, Ambassadeur Honoraire dan Koloniale Specialiteit dari bangsa Perancis, adalah di
dalam bukunya yang termashur “Domination et Colonisatlon” menulis dengan terangterangan :
“Zonder twijfel kan het voorkomen, dat het belang van den inboorling coincideert met dat
van den kolonisator; maar dat is een zeldzame ontmoeting. Gemeenlijk ............. zijn ze met
elkaar in oppositie.”98
“De twee gedachten “dominatie” en “geweld” of ten minste “dwang”, zijn tot elkaar
betrekkelijk of complementair. Al naar gelang van plaats, omstandigheid en gedrag, kan
het geweld meer of minder werkelijk of gematigd zijn, openlijk of bewimpeld,
− maar zijn
gebruik kan nimmer verdwijnen. Den dag, waarop de dwang ophoudt te bestaan, houdt ook
de dominatie op te bestaan” ..........99
“Kepentingan kaum Bumiputera tentu saja bisa jatuh sama dengan kepentingan kaum yang
men jajahkan; tetapi ini adalah pertemuan yang jarang sekali terjadi. Biasanya
kepentingankepentingan itu adalah tabrakan satu sama lain.”
“Faham “penjajahan” dan “perkosaan” atau setidaktidaknya “paksaan,” adalah bergandeng
an satu sama lain. Perkosaan ini, menurut tempat, keadaan, dan tingkahlaku, bisalah
menjadi lebih atau kurang keras atau lunak, terangterangan atau tertutup, − tetapi
perkosaan itu tak pernahlah bisa dihilangkan sama sekali. Pada hari perkosaan itu hilang,
maka hilanglah juga segala penjajahan adanya” ............
97
1) pag. 13
98
Leidsch program
99
*) Menurut keyakinan kami, maka hilangnya pemerintahan asing dari Indonesia belum tentulah juga dibarengi oleh hilangnta
imperilaisme asing sama sekali. Imperialisme yang overheerschen hilang, tetapi imperialisme yang beheerschen (lihatlah Tiongkok)
lenyapnya batu kemudian.
Adakah pengakuan yang lebih terangterangan, adakah ketulusan hati yang lebih tulus?
Bahwa sesungguhnya kita tidaklah berdiri sendiri kalau kita mengatakan, bahwa oleh adanya
pertentangan kepentingan itu, tiaptiap systeem atau aturan kolonial adanya diterima dan
dihormati rakyat jajahan itu, ialah hanya karena mereka terpaksa menerima dan terpaksa
menghormatinya belaka, − terpaksa, yakni
tidak dengan puashati, tidak dengan ridhohati,
tidak dengan kemufakatan yang sebenarbenarnya, tidak dengan persetujuan yang
sepenuhpenuhnya !
Oleh karena itulah, Tuantuan Hakim, maka tidak ada satu rakyat negeri jajahan yang
tidak ingin merdeka , tidak ada satu rakyat jajahan yang tak mengharapharapkan datangnya
harikebebasan. Jikalau Partai Nasional Indonesia mendengungdengungkan semboyan “naar de
politieke macht” itu, jikalau Partai Nasional Indonesia mengkobarkobarkan nafsu ingin merdeka
itu, maka ia hanyalah mengemukakan citacita umun belaka. Kemerdekaan adalah syarat yang
amat penting baginya untuk bisa memusuhi dan memberhentikan imperialisme itu dengan
seluasluasnya. Kemerdekaan adalah pula syarat yang amat penting bagi pembaikan kembali
segala susunan pergaulanhidup sesuatu negeri bekasjajahan, suatu syarat yang amat penting
bagi nationale reconstructienya.
Ya, kemerdekaan adalah syarat yang amat penting bagi kesempurnaan
rumahtangganya tiaptiap negeri, tiaptiap bangsa , baik bangsa Timur maupun bangsa Barat,
baik bangsa kulit berwarna maupun bangsa kulit putih. Tiada satu bangsa bisa mencapai
kebesaran zonder kemerdekaannasional, tidak ada satu negeri bisa menjadi teguh dan kuasa
umpama ia tidak merdeka. Sebaliknya tiada satu negeri jajahan yang bisa mencapai keluhuran,
tiada satu negeri koloni yang bisa mencapai kebesaran itu. Oleh karena itu, maka tiaptiap bangsa
jajahan adalah ingin kemerdekaan itu, ingin supaya lantas bisa mencapai kebesaran itu Tiaptiap
rakyat yang tak merdeka, tiaptiap rakyat yang dus tak bisa dan tak boleh mengatur rumahtangga
sendiri secara kepentingan dan kebahagiaan sendiri, adalah hidup di dalam hawa yang tak kejam,
yakni hidup di dalam hawa yang kami sebutkan tadi, hidup di dalam suatu “permanente onrust”
100
*) yang tersebutkan oleh tabrakannya dayadaya yang aan elkaartegengesteld itu, − suatu
keadaan yang tidakbolehtidak lantas menimbulkanlah pula keinginan keras akan hilangnya
pertentanganpertentangan itu, yak ni keinginan keras akan berhentinya ketidak merdekaan itu
tadi adanya. Dari Marokko sampai Philipina, dari Korea sampai Indonesia, melancarlancar
kemanamana melalui gunung dan samudra, terdengarlah suara yang memanggilmanggil
kemerdekaan itu, − bukan saja dari mulutnya rakyatrakyat yang baru saja merasakan
pengaruhnya imperialisme, tetapi juga, ya malahan terutama, dari mulutnya bangsabangsa yang
sudah berabadabadan tak menerima cahyanya mataharikebesaran.
“Zelfs na een eeuwenlangp occupatie ......... zou het voor den overheerscher een dwaasheid
zijn te meenen, dat men hem liefheeft, − zou men blind zijn indien men gelooft, dat de
overheerschte maatschappij zijn beheer met voldoening ondergaat”.........101 “Hoe zwak of
hoe gedegenereerd, hoe barbaarsch men de overheerschten ook moge veronderstellen te
zijn,
− hoe slecht hun eigen hoofden ook moge zijn, of andersom, hoe beschaafd in hun
manieren en hoe intelligent men zich hen ook moge indenken, ........ ze zullen het vertrek of
de verdwijning van de vreemde overheersching altijd als een bevrijding beschouwen.”4
100
pag. 122
101
pag 153
“Sekalipun sudah berabadabadan mereka menjajah”, begitulah Jules Harmand menulis
lagi, − “sekalipun sudah berabadabadan mereka menjajah ....... maka piciklah kaum
pertuanan itu kalau mereka adalah dicintai,
− butalah mereka kalau mereka menyangka,
bahwa pergaulanhidup yang mereka jajahkan itu suka memikul penjajahannya dengan rasa
yang senanghati” ........ “Bagaimanapun juga lemahnya atau merosotnya kaum yang
dijajahkan itu bagaimanapun juga biadabnya, − bagaimanapun juga lalimnya
merekapunya kepalakepala sendiri, atau sebaliknya, bagaimanapun juga sopannya
merekapunya adatistiadat dan bagaimanapun juga tingginya merekapunya kepandaian,
...... mereka selamanya akan memandanglah perginya hapusnya pemerintahan asing itu
sebagai suatu pelepasan belenggu.”
Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya Prabu Jayabaya yang menujumkan kemerdekaan itu,
terus hidup saja berabadabadan di dalam hati rakyat? Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya
di dalam tiaptiap surat kabar Indonesia, di dalam tiaptiap vergadering bangsa Indonesia, −
juga
kalau kami disebutkan “penghasut” tidak menghadirinya! −
, sebentarsebentar terbaca atau
terdengar perkataan “merdeka”? Mengertilah orang sekarang, apa sebabnya sampai partaipartai
politik yang paling sabar atau gematigpun. misalnya BoediOetomo dan Pasundan yang toh
terang sekali bukan perkumpulan kaum “pengasut”, juga sama mengambil citacita
IndonesiaMerdeka, sebagaimana disyaratkan bagi diterimanya menjadi anggota P.P.P.K.I.?
Partai Nasional Indonesia hanyalah lebih terang mengemukakan citacita itu; Partai
Nasional Indonesia hanya lah Iebih tentu mengutamakan kemerdekaannasional itu,
menjunjung kemerdekaannasional itu dari gevolg dijadikan voorwaarde yang amat penting bagi
pembaikan kembali semua susunan pergaulanhidup Indonesia yang sekarang kocarkacir ini,
dan bagi bisaberhasilnya perjuangan memberhentikan imperialisme itu! Sebab, sebagai yang
kami terangkan tadi, Partai Nasional Indonesia adalah mengambil soal kolonial itu di dalam
hakekat yang sedalamdalamnya, mengambil soal kolonial itu terus ke dalam pokokpokoknya,
− mengambil soal kolonial itu di dalam filsafatnya yang sebenarbenarnya, yakni filsafat − kami
ulangkan lagi
−, bahwa di dalam tiaptiap koloniaalsysteem adalah pertentangankepentingan
antara kaum imperialisme dan kaum Bumiputera; bahwa di dalam tiaptiap koloniaalsysteem
umumnya keadaankeadaan adalah dipengaruhi, di “capkan”, diperuntukkan bagi
kepentingankepentingan imperialistisch; − bahwa dus di dalam koloniaalsysteem mana juga,
kepentingan Bumiputera tak bisa dapat terpelihara sesempurnasempurnanya .
Dan juga di dalam keyakinan ini, maka Partai Nasional Indonesia tidak berdiri sendiri. Juga
di dalam keyakinan ini, maka Partai Nasional Indonesia adalah mendapat pembenaran di dalam
ujarujarannya pemimpinpemimpin besar di negerinegeri lain. Jikalau Mustapha Kamil dari
Mesir menulis bahwa “sesuatu bangsa yang tak merdeka sebenarnya adalah suatu bangsa yang
tak hidup” jikalau Manuel Quezon dari Philipina berkata bahwa “lebih baik zonder Amerika ke
Neraka daripada dengan Amerika ke Sorga” , jikalau Patrick Henry dari Amerikadulu berteriak
“Kasihkanlah padaku kemerdekaan, atau kasihkanlah padaku maut samasekali” ,
− maka itu
bukanlah jeritnya budipekerti yang “panas” belaka, tetapi di dalam hakekatnya mereka tidak
lain daripada mengutamakan kemerdekaannasional itu. Jikalau kita membaca pemimpin Ierland,
Michael Davitt, menulis:
“Noch voorspoed, noch misleiding, noch een voordeelige wetgeving zou het Iersche volk
ooit kunnen bevredigen zonder het recht om ons land zelf te regeeren.”102
“Sekalipun keuntungan, maupun pembujukan, maupun aturanhukum yang manfaat
bagaimanapun juga, tidak akanlah bisa memuaskan hatinya rakyat Ier, jikalau rakyat itu
tidak berhak menjalankan pemerintahan sendiri,”
ya jikalau kita membaca bahwa seorang pemimpin Ierland yang lain, Erskine Childers, menolak
tingkat freestate dan menuntut kemerdekaan yang sepenuhpenuhnya dengan perkataan :
“De vrijheid is geen quaestie van meer of minder, ze is als de dood: zij is er of zij is er niet.
Als men ons reserves maakt, dan is dat de vrijheid niet meer”,103
“Kemerdekaan bukanlah soal tawarmenawar, kemerdekaan adalah sebagai maut: dia ada
atau dia
tidak ada. Kalau orang membikin pengurangan ini dan itu, bukanlah lagi bernama
merdeka”.
− tidakkah itu dalam hakekatnya suatu pembenaran pula dari kitapunya pendirian itu? Tetapi,
perhatikanlah perkataanperkataan Jozef Mazzini, Bapa rakyat Italia, yang lebih terang lagi :
“Dit vaderland op te bouwen,is zelf een noodzakelijkheid . De aanmoedigingen en de
middelen waarvan ik U heb ge sproken, kunnen slechts uitgaan van een vereenigd en vrij
vaderland. De verbetering van Uw maatschappelijken toestand kan slechts volgen uit Uw
deelname in het staatkundige leven der naties.”
“Misleide U niet het denk beeld, dat ge Uw stoffelijken toestand zoudt kunnen verbeteren,
zonder eerst het nationale vraagstuk op te lossen; ge zult er niet in slagen”,...............104
“Menyusunkan ini tanahair, malahan adalah suatu keharusan . Dayadaya dan
upayaupaya yang kami bicarakan tadi itu, hanyalah bisa diusahakan bila tanahair kita
adalah tanahair yang bersatu dan yang merdeka . Pembaikannya kamupunya
pergaulanhidup hanyalah bisa terjadi kalau kamu telah ikut campurgaul dalam
perikehidupannya semua bangsa.”
“Janganlah mengira, bahwa kamu akan bisa memperbaiki keadaan kerezekianmu itu, kalau
soal
nasional belum kamu selesaikan; kamupunya usaha tentu akan tersiasia belaka”,......
dan perhatikanlah pula perkataanperkataan Sister Nivedita, yang mengutamakan
kemerdekaannasional itu buat suburnya hidup kebatinan dan hidupseni, di dalam bukunya
Okakura “Die Ideale des Ostens”:
“De kunst kan zich slechts bij volkeren ontwikkelen, die in vrijheid leven. Ze is in waarheid
het geweldige middel en de vrucht van het Hooggevoel der vrijheid , dat wij
105
nationaliteitsbewustzijn noemen”.
“Seni hanyalah bisa subur di kalangan rakyatrakyat yang hidup merdeka saja. Dia
sebenarnya adalah alathidup dan buahnya itu rasakemerdekaan, yang kita sebutkan
semangat bangsa”.
102
*) satu ketidakjenjaman yang terusterusan
103
t.a.p. pag 154
104
Goblet, L’Irlande dans la crise Universellepag. 45
105
Tery, En Irlande pag. 101
Ini adalah ucapanucapan belaka. Praktijknya?
Marilah kita misalnya mendengarkan pidatonya Dr. Sun Yat Sen tentang San Min Chu I, di
mana rakyat Tiongkok ini, sesudahnya menunjukkan bahwa Tiongkok sebenarnya ialah tidak
mempunyai kemerdekaannasional yang sejati melainkan malahan ada suatu “ hypocolony”106 *),
menggambarkan terganggunya rumahtangga Tiongkok itu dengan katakata:
“Waar China op gelijke politieke basis stond als de andere naties, daar kon zij vrijelijk met
hen wedijveren op economisch terrein, en was zij in staat zonder feilen zichzelf te
handhaven. Maar niet zoodra gebruiken de vreemde naties politieke macht als een schild
voor economische doeleinden, of China verliest haar vermogen ze met succes te weerstaan
of met hen te wedijveren”.107
“Tatkala Tiongkok dengan bangsabangsa lain ada berdiri di atas alaspolitik yang sama,
maka dia bisalah bersaingan merdeka dengan bangsabangsa itu di atas lapangekonomi,
dan dia bisalah mempertahankan diri dengan tak membuat kesalahan. Tetapi sesudah
bangsabangsa asing itu memperusahakan kekuasaanpolitiknya sebagai suatu tameng bagi
maksudmaksudnya rezeki, maka Tiongkok lantas tak bisa lagilah mempertahankan diri
atau bersaingan dengan bangsabangsa itu.”
Dan sekarang, sesudahnya kemerdekaan nasional dari negeri Tiongkok itu makin lama makin
teguh, maka ahlipikir Inggris H.G.Wells adalah menulis:
“Tegenwoording is het waarschijnlijk, dat er meer goed hersenmateriaal en meer
toegewijde mannen bezig zijn, de moderniseering en reorganisatie van de Chineesche
beschaving uit te werken, dan wij zouden vinden onder de directie van welk Europeesch
volk ook.”108
“Pada zaman sekarang ini bisa jadi adalah bekerja lebih banyak otak dan lebih banyak
orangorang yang setiahati mengerjakan moderniseering dan reorganisatienya kesopanan
Tiongkok, daripada di bawah directienya bangsa Eropah yang manapun juga.”
Dan praktijknya di Indonesia? Adakah praktijknya di sini membenarkan keyakinan P.N.I.,
bahwa negeri yang tak merdeka itu memang segala atau bagian daripada aturanaturan dan
syaratsyarathidupnya dipengaruhi, di “cap” kan, diperuntukkan bagi kepentingankepentingan
imperialistisch, yang bertentangan dengan Bumiputera itu? Praktijk adalah di sini membenarkan
dengan sepenuhpenuhnya! Kita melihat, bahwa untuk sempurnanya industrieelimperialisme itu
berusaha di sini,
maatschappij kita diproletariseerkan, kita dijadikan “rakyat kaumburuh”; kita
mengetahui, bahwa kaum imperialisme yang butuh akan tanah murah dan kaumburuhmurah
itu, sebagai diterangkan oleh Prof. van Gelderen, mempunyailah kepentingan di dalam
rendahnya productiviteit kitapunya pergaulanhidup, en dus sengaja pula merendahkan
productiviteit itu dan melawan keras akan tiaptiap usaha bangsa Bumiputera yang mau
menaikkan produktiviteit itu. Lihatlah, − jikalau kita mau memajukan perusahaan kita kebon teh
dan pabrik teh, jikalau kita mendirikan nationale Bank di Surabaya, jikalau kita mau mendirikan
106
Mazzini, De plichten v.d. mensch p. 171 en 179
107
pag. 8.
108
*) Hypocolony = negeri yang lebih “koloni” dari kolonie
suatu scheepstransportmaatschappij Indonesia, maka menjadilah kaum imperialisme itu geger
perkara itu “pucukbeweging”, geger perkara keniatan pemerintah mau mengasihkan hak
credietverband pada bank nasional itu, geger memakimaki di dalam pers dan di dalam kalangan
pelajaran atas maksud mendirikan scheepstransportmaatschappij itu adanya. Dan kita melihat
kaum imperialisme itu, sebagai yang kami telah kemukakan di dalam verhoor , menjalankan
pengaruhnya, invloednya , ya
tyrannienyu109 *) di atas pemerintahan, sebagai yang dimarahkan
oleh Prof. Snouk Hurgronje dengan katakata:
.............het (is) noodig, dat het hoogste gezag door dezen (door de’ ondernemersSk) met
evenveel eerbied bejegend worden als door die inlandsche bestuurders, die volgens Colijn
steeds een oog op Buitenzorg gericht houden Inderdaad houden de meesten hunner echter
in den laatsten tijd ook beide oogen derwaarts gericht, niet echter om wenken op te volgen,
maar om hunne eischen te kennen te geven, die neerkomen op de inrichting en werking der
regeeringsmachine naar hunnen zin. Dit is ook een soort revolutie............”110
............. perlu sekalilah, bahwa pemerintah yang tertinggi itu sama banyak dihormati oleh
ini kaum majikan sebagai oleh kaum bistir Bumiputera, yang sepanjang Colijn senantiasa
mengarahkan satu mata ke Bogor itu. Memang di dalam tempo yang akhirakhir ini
kebanyakan kaum majikan itu acapkali mengarahkanlah duadua matanya ke sana, tetapi
tidak buat menerima dan menurut perintah, melainkan ialah buat mengemukakan
merekapunya tuntutantuntutan, yakni untuk membelokkan peraturanperaturan dan
kerjanya pemerintahan sesuai dengan merekapunya kemauan. Ini juga suatu macam
revolutie ......”
Kita melihat kaum imperialisme itu mempengaruhi pemerintah mengadakan tariefpolitiek yang
menguntungkan baginya, sebagai tertulis di dalam A.I.D.
de Preangerbode beberapa bulan yang
lalu di bawah kepala “vrijhandel binnen het rijk is in strijd met het belang van Nederland en van
Indië” : kita melihat bagaimana di sini adalah suatu aturanpajak, yang sebagai ditunjukkan oleh
commissie MeyerRanneftHuender, enteng sekali bagi kaum Eropah dan berat sekali bagi kaum
Indonesia; kita melihat bagaimana di sini adalah beakaret, yang mengenai karet Bumiputera
saja, sehingga suburnya mendapat rintangan besar; kita melihat bagaimana di sini adalah itu
aturan contractkulie beserta punalesanctie nya, yang samasekali hanya menguntungkan kaum
modal belaka!, kita melihat tidak adanya artikel 161bis W.v.S., yang juga melulu berarti
untungnya kaum kapitaal, cilakanya kaumburuh; kita melihat adanya macammacam aturan
yang menghalangi pergerakan rakyat apa saja, yang memusuhi pada imperialisme itu; kita
melihat suatu onderwijspolitiek yang membunuh rasakebangsaan dan mendidik kepada pemuda
kita menjadi pennelikkers111 **) dan tidak menjadi manusiamanusia yang tabiatsemangatnya
merdeka; kita melihat suatu keadaan, sebagai De Stuw mengatakannya, bahwa rakyat
“voortdurend afhankelijker wordt van het uitheemsche element en daarmede zich
voortdurend verder verwijdert van het ideaal Indië voor de Indiërs”;
“makin lama menjadi makin tergantunglah kepada pihak asing, sehingga ia juga makin
lama makin jauhlah daripada citacita Hindia buat bangsa Hindia”;
109
pag. 503
110
pag. 525
111
*) tyrannie = kelaliman
kita melihat .................. tetapi cukup, Tuantuan Hakim, cukup untuk membuktikan
kebenarannya keyakinan P.N.I. itu! P.N.I. memang adalah suatu partai yang tidak mau
ngalamun, suatu pertai yang tidak mau terapungapung di atas awan angananganan; − P.N.I.
adalah suatu partai yang dengan duadua kakinya berdiri di atas realiteit. Ia melihat, bahwa
imperialisme adalah bertentangan keyakinan dengan kita, ia melihat bahwa kaum imperialisme
itu mengusahakan politieke macht nya untuk menjaga dan memeliharakan kepentingannya, − dus
ia mengatakan, bahwa kita barulah bisa memusuhi dan memberhentikan imperialisme itu
seleluasaleluasanya kalau politieke macht itu sudah di dalam tangan kita, bahwa kita barulah
bisa mengusahakan pembaikan kembali kitapunya pergaulanhidup itu dengan
sesempurnasempurnanya kalau kita sudah merdeka, − dus ia memujikan rakyat Indonesia
mengejar kemerdekaan itu! “Terang benderang sebagai kaca”, “zoo helder als glas”
− ,
begitulah orang Belanda berkata!
Dan mendatangkan IndonesiaMerdeka itu ?
Bagaimanakah datangnya IndonesiaMerdeka itu? Juga di dalam menjawabnya soal ini
maka P.N.I. dengan duaduanya kaki berdiri di atas realiteit. Ia menjawab soal itu dengan yakin:
“dengan usaha rakyat Indonesia sendiri! ” Ia tak mau mengikut pengelamunannya setengah
orang yang mengira, bahwa adanya stelsel imperialisme disini itu ialah untuk mendidik kita
dibikin
“matang” atau “rijp” , dan bahwa jikalau nanti kita sudah cukup “didikan”, jikalau nanti
kita sudah cukup “matang”, jikalau nanti kita sudah cukup “ rijp”, stelsel imperialisme itu lantas
akan “berhenti sendiri”, − “mengasihkan” kemerdekaan kepada kita sebagai suatu “anugerah
yang berharga”, sebagai suatu “kostbaar geschenk” !
Amboi, alangkah baiknya imperialisme kalau memang begitu; alangkah benarnya kalau
begitu perkataan Volkenbondspact artikeI 2, bahwa kolonial politik itu adalah suatu “mission
sacree” , suatu “suruhan yang suci” dari bangsabangsa kulit putih terhadap kepada
bangsabangsa kulit berwarna!
Tidak, Tuantuan Hakim yang terhormat, pengalamunan yang demikian itu adalah
pengalamunan yang kosong sama sekali Pengalamunan yang demikian itu adalan pengalamunan
yang sama sekali terapungapung di atas awan, pengalamunan yang tidak berdiri di atas
kenyataan sedikit juapun adanya! Tidak, stelsel imperialisme tidak akan mendidik kita menjadi
“matang”; stelsel imperialisme tidak akan membikin kita menjadi “ rijp
”; stelsel imperialisme
tidak akan meng “anugerahi” kita dengan kemerdekaan, tetapi malahan sebaliknya akan
bertambahtambah mengokohkan penjajahan dengan pelbagai talitali wadag dan talitali
yang halus”, Sebab kenyataan yang sebenarnya ialah, bahwa imperialisme itu tidaklah buat
“suruhan yang suci”, tidaklah buat suatu “ missionsacree ”. Kenyataan yang sebenarnya ialah,
bahwa imperialisme itu ialah untuk kepentingankepentingan imperialisme sendiri!
Imperialisme adalah bertentangan kepentingan dengan kita; bukan kepentingannya
imperialismelah “mematangkan” kita atau “merupakan” kita; bukan kepentingannya
imperialismelah “menganugerahkan” kemerdekaan kepada kita. Kepentingan imperialisme
adalah meneruskan, mengekalkan, mengokohkan penjajahan itu buat selamalamanya !
O memang, imperialisme datangnya ialah dari bangsabangsa yang lebih pandai dari kita;
imperialisme datangnya ialah dari negerinegeri yang lebih mempunyai modern cultuur dari kita
imperialisme datangnya ialah dari dunia yang lebih tinggi tehnik dan ilmupikirannya diri kita,
imperialisme datangnya ialah dari kalangan yang lebih pandai menjalankan “struggle for life”112
112
Colijn over Indië, pag. 41
*) dari kita. Kita mengakui hal ini semuanya. Tetapi kita
tidak mau mengakui, bahwa stelsel
imperialisme itu dus mendidik kita ke arah ke”matangan”! Karl Kautsky, itu theoreticus
SociaalDemocratie yang termashur, di dalam bukunya “Sozialismus und Kolonialpolitik”
hoofdstuk III adalah menulis:
“maar de uitbuiting van het kapitalisme berust niet alleen op het naakte geweld, niet op het
recht van den sterkste, ook niet op de onderscheiding van standen, maar op de
maatschappelijke vrijheid van het individu, die daardoor tot onvrijheid wordt, dat de eene
zijde niets bezit en de andere de productiemiddelen in uitsluitend bezit hebben. De
bezitloosheid brengt echter mee gebrek aan beschavingsmiddelen, dus ook aan
beschaving . Deze schijnt daardoor tot de heerschende kIaase beperkt te zijn. Zoo verkrijgt
voor de laatste haar heerschappij over het proletariaat den schijn van de heerschapplj der
cultuur over de onbeschaafdheid , van een heerschappij der uitgelezen intellectueelen over
de groote massa der on ontwikkelden, the great unwashed 113 **) zooals de Engelschen
zeggen. En aan dezen schijn houden de bezittenden vast........ Niet voor hun persoonlijk
voordeel, niet om de winst, buiten zij volgens dezen schijn de proletariers uit, zij heerschen
slechts over hen in het algemeen belang der maatschappij. Binnen de eigen naties treedt
deze ethiek op als bevestiging van het hoogere recht der bezittenden over de bezitloozen.
Tegenover andere naties ................ proclameert zij practisch niets andens dan het recht der
kapitalistische naties op de heerschappij over de geheele menschheid!”114
“tetapi adanya kapitalisme itu memeraskan rakyat tidaklah bersendi atas
perkosaanterangterangan saja, tidaklah atas haknya siapa yang lebih kuat, tidakpun atas
perbedaanderajat, tetapi ialah bersendi di atas kemerdekaanpergaulanhidup daripada
manusia masingmasing, yang sebenarnya justru menjadi ketidak merdekaan, karena pihak
yang satu tak mempunyai apaapa dan pihak yang lain menggagahi alatalatproduksi
sebagai milik sendiri. Tetapi siapa yang tak mempunyai apaapa adalah pula
kekurangan alatalatkesopanan, dus juga kekurangan kesopanan . Maka kesopanan ini
seolaholah hanya bisalah terdapat pada kelas atasan saja. Itulah sebabnya, maka
keunggulan kelas ini di atas kelas proletar tertampaknya ialah seolaholah keunggulan
cultuur diatas kebiadaban ,
− seolaholah keunggulan kaum terpelajar itu, the great
unwashed 115
. **) sebagai orang Inggris menyebutkannya. Dan kaum atasan memeganglah
teguh akan syariatkeadaan yang demikian ini .............. Menurut syariatkeadaan yang
demikian itu maka mereka merasakannya kaum proletar itu lantas seolaholah bukanlah
untuk keuntungan atau laba sendiri, tetapi hanya untuk keperluanumum daripada
pergaulanhidup saja. Di dalam lingkungan bangsa sendiri maka ethiek yang demikian ini
adalah berarti suatu pembenaran bahwa kaum kaya harus memerintah kaum yang tak
mempunyai apaapa. Terhadap kepada bangsabangsa lain ............ maka ethiek Wi tak
lainya daripada berarti bahwa bangsabangsa yang kapitalistisch itu mempunyailah
hak memerintahkan seluruh dunia manusia! ”
Tuantuan Hakim yang terhormat, itulah dasarnya semua omongan tentang “ voogdijleuze”nya
stelsel imperialisme atas kita bangsa yang “sekarang masih bodoh”, dasarnya semua omongan
113
**) pennelikkers = penjilat pena
114
*) Strunggle for life = perjuangan merebut hidup
115
**) The great unwashed = “kaum yang tidak tercuci”
atas isme ia tidak mendapat pertolongan; dari stelsel imperialisme ia malahan hanyalah akan
mendapat rintangan !
Tidak, tidak,
− voogdij itu tidak ada, didikan itu omongkosong belaka, − didikan itu “mere
phrase” . Kalau bangsa Indonesia ingin mencapai politieke macht yakni ingin merdeka, kalau
bangsa kita itu ingin menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri sendiri,
menjalankan voogdij atas diri sendiri, berusaha dengan kebiasaan dan tenaga sendiri! Dari stelsel
imperialisme ia tidak mendapat pertolongan; dari stelsel imperialisme ia malahan hanyalah akan
mendapat rintangan!
Sudah semestinya kaum imperialisme itu merintangrintangi tiaptiap usaha kita kearah
kebaligan. Sudah semestinya kita dihalanghalanginya didalam kitapunya zelvoogdij,
dimakimaki, dimintakan hukuman, dimintakan pembuangan, dimintakan tiang penggantungan
sebagai dulu Nieuws van den Dag memintakannya. Oleh karena itulah, Tuantuan hampir saban
minggu, saban hari membaca cacian dan makian dari fihaknya A.I.D. de PreangerBode atau
JavaBode atau de Locomotief atau Surabayaasch Handelsblad ke arah adres kita, membaca
hasutanhasutan yang sampai mencoba mempengaruhi keadilannya putusan Tuantuan di dalam
proses ini!
Ah, Tuantuan Hakim, itu begitu logisch, itu begitu vanzelfsprekend, itu memang
semestinya: Tuantuan mengetahui, bahwa A.I.D. de PreangerBode adalah suratkabarnya
kaum karet, kaum kina, kaum teh di seluruh Priangan; Tuantuan mengetahui, bahwa
Surabajaasch Handelsblad adalah suratkabarnya kaum gula; Tuantuan mengetahui bahwa
Nieuws van den Dag adalah suratkabarnya kaum dagang di KaliBesar; Tuantuan mengetahui
bahwa semua suratsuratkabar yang reactionnair itu adalah suratkabarnya kaum imperialisme
yang kita musuhi itu, bahwa jeritanjeritannya yang mencacimaki kepada kaum pergerakan itu
ialah jeritannya orangorang yang takut akan kebakaran gedunghartanya, takut terancam
dividendnya, takut terancam keselamatannya perusahaannya yang menghasilkan kekayaan
milliunmilliunan itu! Tuantuan mengetahui hal itu semuanya!; − dan oleh karenanya, tidak
khawatirlah kami akan apa yang dituliskan oleh Mr. Ritter dalam buku “Drukpersvrijheid” serie
pro en en contra tentang :
“de mogelijkheid eener beinvloeding van de rechterlijke macht door een publieke opinie is
een gevaarlijke mogelijkheid”,
“bahwa yang bisa juga mengenai mahkamah hakim, yakni bahaya yang mahkamah itu kena
pengaruhnya publieke opinie”,
dan percayalah kami, bahwa Tuantuan akan menjalankan keadilan dengan tidak kena
pengaruhnya hasutanhasutan suratsurat kabar yang benci kepada pergerakan itu tadi.
Ah, Tuantuan Hakim, kami sudah biasa − lagi akan makimakian yang memang sudah
logis itu. Kami tak heran lagi di atasnya ;
− mereka punya kepentingan adalah terancam oleh
usaha kita, mereka tentunya menjadi geger!
Prof. Snouck Hurgronje adalah menulis :
“De ondernemers hebben zich krachtig georganiseerd, en zich den dienst van scherpe
tongen en vlotte pennen verzekerd, teneinde door een veelzijdige propaganda niet alleen
elken twijfel aan die zegeningen (van het particuliere kapitaalSk.) weg te nemen, maar ook
de twijfelaars hevig te bestrijden. De geheele Europeesche dagbladpers in Indie is voor
dien heiligen oorlog gewonnen, ook die couranten, die vanouds hare kolommen voor
klaagtoonen uit de Inlandsche wereld gaarne openstelden. Neen, moed is ........ vereischt,
om tegen die met alle soorten van munitie zoo wel uitgeruste troepen in het veld te
trekken.”116
“Kaum majikan adalah menghimpunkan diri dengan teguh, dan mereka adalah banyak
hamba yang licin lidahnya dan tajam penanya, yakni bukan saja untuk menghilangkan
tiaptiap ketidakpercayaan atas berkahberkahnya modal asing itu dengan propaganda yang
luas, tetapi juga untuk memerangi keras sekali semua orang yang tidak percaya akan
berkahberkah itu. Semua suratkabar Eropah di Hindia kini sudahlah suka ikut kepada
perangsabil ini, malahan juga itu korankoran, yang dulunya suka membuka halamannya
bagi rataptangis yang keluar dari dunia Bumiputera. Tidak! ......... gagahberanilah
siapaorang yang berani menentang tentara yang begitu cukup alatalat senjatanya itu”.
Dan tuan Lievegoed, bekas redacteur de Locomotief, seorang liberaal yang tulushati, yang
dus dikeluarkan dari de Locomotief itu, sudah di dalam tahun 1925 adalah menulis bahwa
kegegeran kaum imrialisme itu ialah :
“een ideaalloos rechtsextremisme dat onder rammelende leuzen roekelooze
belangenpolitiek drijft.”
“suatu extremismekanan, yang sama sekali tak mempunyai citacitatinggi, yang
menjalankan politikduit membutatuli dengan semboyansemboyan yang menulikan
telinga.”
dan bahwa:
“geen partij meer schade doet aan het Nederlandsch Indisch gezag in Indonesie dan deze
luidruchtige groep, die onder het voorwendsel van gezagschraging aIIes zoekt neer te slaan
wat haar eng belang bedreigt.” (Loc: 5 Nov. 1925)
“sebenarnya tidak ada satu golongan yang begitu membencanai kekuasaan HindiaBelanda
daripada golongan yang gembargembor ini, yang dengan purapura menyokong
pemerintah, memukul ke kanan dan ke kiri untuk merebahkan apa saja yang mengancam
kepentingannya.”
Juist!, benar sekali, Tuantuan Hakim: “purapura menyokong pemerintah”, “onder het
voorwendsel van gezagschraging” mereka minta kami dihukum, dibuang, atau digantung, tetapi
sebenarnya ialah oleh karena kantongnya dan dividennya terancam! Untuk keselamatan kantong
dan untuk keselamatan dividen ini juga, mereka kalau perlu, tak segan pula melanggar gezag itu,
sebagai misalnya A.I.D. de PreangerBode tak segan sebentarsebentar melanggar gezag itu, atau
sebagai misalnya Nieuw van den Dag, yang dulu pernah menghina g.g. de Graeff dengan
penghinaan.
“Ga weg, maak plaats, Indie heeft krachtiger mannen noodig”!
“Pergilah, enyahlah, Hindia butuh kepada orangorang yang lebih keras” !
116
pag. 19
Kantongnya terancam!, Tuantuan Hakim, kantongnya terancam!; − Untuk melindungi
kantong ini, maka mereka mengabui mata publik, − untuk menjaga kepentingan ini maka mereka
mengadakan pers yang tiada moral melainkan moralduit, tiada etik melainkan etikfulus!
“Juga negeri Belanda”, − begitulah tuan Vleming, bekas kepala belastingaccountantsdienst
disini, berpidato −,
“Ook Nederland is nog steeds een kapitalistisch geregeerd wordend land, waar het
krachtig georganiseerd grootkapitaal en niet het minst dat wat zijn belangen heeft in
Indonesie, niet alleen een ongekende economische macht bezit, maar ook met alle hem ten
dienste staande middelen grooten invloed weet uit te oefenen op de regeering . En deze
middelen zijn niet gering.
Dit grootkapitaal is nauw verbonden aan de Engelsche, Amerikaansche, Belgische,
Duitsche, Franche enz. enz. grootkapitalisten, die vanwege de zg. opendeurpolitiek, ook in
Indonesie hun belangen hebben en die met de Nederlandsche georganiseerd zijn in de In
1921 opgerichte “ondernemerraad voor Nederl. Indie”. Direct of indirect beschikt deze
ondernemersraad over een uit gebreide pers en persvoorlichtingsdienst , terwijl zijn
belang hebben den tevens geinteresseerd zijn bij twee in het buitenland verschijnende
bladen, “The New World” en “Le Monde Nouveau”.
Met leugen, bedrog, broodroof, − en waar zijn belangen het meebrengen en zulks bereiket
kan worden, is het bereid veel verder te gaan
− voert het georganiseerde grootkapitaal in
ieder land, dus ook in Indonesie, zijn belangenstrijd, de bakens verzettend als dat noodig
wordt.”117
“Juga negeri Belanda masihlah ada suatu negeri yang diperintah secara kapitalistisch, suatu
negeri di mana modalbesar yang terhimpun teguh itu, terutama yang mempunyai
kepentingankepentingannya di Indonesia, bukan saja mempunyai kekuasaanokonomie
yang besar sekali, tetapi juga mejalankan pengaruh habitat di atas pemerintah dengan
semua alatalat yang dipunyainya. Dan alatalat ini bukanlah remeh.
Modal besar ini adalah rapat berhubungan dengan modalbesar dari Inggris, Amerika,
Belgia, Jerman, Perancis, dll, yang sejak adanya opendeurpolitiek mempunyailah juga
kepentingannya di Indonesia, dan yang bersamasama dengan modal Belanda itu
tergabunglah satu sama lain di dalam suatu “Majelismajikan untuk Hindia Belanda” yang
didirikan di dalam tahun 1921. Majelismajikan ini dengan jalan direct atau indirect
mempunyailah kekuasaan di atas suatu pers dan penyuluhanpers yang lebarlapang ,
sedang mereka juga mempunyai kepentingan di dalam dua suratkabar di luar negeri, yakni
“The New World” dan “Le Monde Nouveau”.
Dengan pendustaan, penipuan, pembunuhan pencarianhidup orang lain, − dan kalau
kepentingannya memandang perlu, mereka tak segan bertindak lebih kejam − maka
modalbesar itu di dalam tiaptiap negeri, dus juga di Indonesia menjalankanlah perjuangan
kepentingannya, dengan merubah haluan dimana perlu.”
Lebih terang daripada tuan Vleming itu tak bisalah digambarkan asalasalnya moraalduit
dan ethiekduit daripada pers imperialisme di Indonesia itu. Oleh karena itu, tak haruslah kita
heran atau marah atas kegegerannya suratsuratkabar ála A.I.D. de PreangerBode atau ála
117
**) The great unwashed = “kaum yang tidak tercuci”
Surabajaasch Handelsblad itu. Biar mereka gembargembor, biar mereka berpikir ke kanan dan
ke kiri, biar mereka jengkelitan berdiri di atas kepalanya, − kami tak akan ambil pusing, kami tak
akan ambil mumet, kami akan bekerja terus !
Tuantuan Hakim yang terhormat, marilah kami mengulangi lagi: politieke macht
kemerdekaan, hanyalah bisa didatangkan oleh usaha rakyat Indonesia sendiri
! Kaum
imperialisme sudah semestinya menghalanghalangi kita; dari stelsel imperialisme, yang
hidupnya daripada penjajahan itu, kita tak harus mengharap sokongan memberhentikan
penjajahan itu. Nasib kita adalah di dalam genggaman kita sendiri ; keselamatan kita adalah di
dalam kemauan kita, sendiri, di dalam tekad kita
sendiri, di dalam kebiasaan kita
sendiri , di
dalam usaha kita
sendiri . Semboyan kita tidaklah “mintaminta”, tidaklah “mengemis”, tidaklah
“mendicancy ” sebagai Tilak118 *) mengatakannya, − tetapi semboyan kita haruslah
“noncooperation” , lebih benar: “ selfhelp zelfverwerkelijking
”119 **) “ selfreliance
”, “ ”!, sebagai
yang kita simbolkan dengan simbol kepala banteng !
Siapa yang masih mengharapharap pertolongan dari stelsel imperialisme, siapa yang masih
percaya akan “anugerah” yang nanti akan di “anugerah”kan olehnya, siapa yang masih
menggugu akan omongan “mission sacree” , siapa yang masih mengarahkan mukanya ke Barat,
ia adalah samasekali buta akan kenyataan yang sebenarnya, buta akan realiteit.
Sebab kenyataan yang sebenarnya adalah, sebagai tertulis di dalam keteranganazas kita,
bahwa negeri Belanda perikehidupannya sangatlah tergantung daripada penjajahan
Indonesia . Kenyataan yang sebenarnya adalah menyebabkan Mr. Dijkstra di dalam Indische
Gids 1914 menulis:
“de bevolking kan in de eerste eeuwen niet van ons cultuurimperialisme verwachten, dat
onze macht en kennis dienstbaar zal worden gemaakt aan hunne Beschaving en
gezondheid”.
“penduduk di dalam seratus atau duaratus tahun ini tak usahlah mengharap, bahwa
kekuasaan dan kepandaian kita itu akan kita usahakan bagi pendidikan dan kesehatannya”.
Kenyataan yang sebenarnya adalah menyebabkan tuan Vleming berpidato:
“Voor de algemeene welstand van de bijna 7½ milliun inwoners van ons klein landje .... is
het van enorme beteekenis, dat jaarlijks een belangrijk uitvoersaldo, dat wil dus zeggen een
belangrijk grootere waarde die Indie uitvoert dan invoert, in den vorm van dividend,
Interest, tantieme, salarissen, pensioenen, verlofstractementen ........... enz. enz. naar
Nederland stroomt”.120
“Bagi kesejahteraannya penduduk 7½ milliun daripada negeri kita yang kecil itu ...... besar
sekalilah faedahnya, yang tiaptiap tahun adalah uitvoersaldo yang besar, artinya lebih
banyak harga yang keluar dari Hindia daripada harga yang masuk mengalir ke negeri
Belanda dengan berupa dividend, bunga, tantiëme, gajigaji, pensiunpensiun,
tractementverlof dan lain sebagainya”.
118
Colijn over Indie, pag. 39
119
Intern. Soc. Dem. Kol. pol, pag. 82
120
*) Tilak adalah pemimpin rakyat Hindustan yang utama
Kenyataan yang sebenarnya adalah, bahwa, sebagai Prof. Moon menuliskan, kebesaran
negeri Belanda sekarang ini ialah oleh karena negeri Belanda itu mempunyai negeri jajahan
Indonesia yang luas dan banyak penduduk itu. Kenyataan yang sebenarnya adalah menjadi
sebabnya Dr. Sandberg tempohari geger membikin buku yang spesial bernama “Indie verloren,
rampspoed geboren” , “Indonesia merdeka, Nederland bangkrut”, − menjadi sebabnya
Staatscommissie voor de Verdediging van NederlandschIndie menulis :
“Ook uit economisch oogpunt zou het verlies van Indie in den volsten zin des woord een
nationale ramp voor het moederland zijn”.121
“Juga terpandang dari penglihatan ekonomi, maka lepasnya Hindia adalah berarti suatu
bencana nasional yang sehebathebatnya bagi negeri Belanda”.
Kenyataan yang sebenarnya adalah, bahwa sudah zaman dulupula minister Baud berkata
“Indie is de kurk waarop Nederland drijft”. “Hindia adalah gabus di atas mana Nederland
terapungapung”, − bahwa de Kat Angelino di dalam iapunya buku “Staat kundig beleid en
bestuurszorg in Ned. Indie”, (standaardwerk yang mendapat sokongan dari ministerie van
Kolonien, Tuantuan Hakim), dengan terusterang menulis :
“Het industrieele Westen kan zonder de producten der agrarische tropische en
subtropische gebieden, welke in hoofdzaak de koloniale wereld samenstellen, niet bestaan.
Zijn maatschappij is door tallooze economische banden aan die gebieden en hun toekomst
onverbrekelijk vastgeketend”.122
“Dunia Barat yang penuh dengan kepabrikan itu tidaklah bisa hidup zonder hasilhasilnya
negerinegeri panas dan setengahpanas, yakni sebagian besar negerinegeri jajahan.
Pergaulanhidup adalah tertalikan dengan sekeraskerasnya kepada negerinegeri itu dengan
talitaliekonomi yang banyak sekali”.
Tidakkah ini berarti, bahwa dunia Barat itu seperti bunuh diri sendiri , kalau dengan
kemauan sendiri mengasih kemerdekaan kepada dunia Timur? Bahwa sesungguhnya: siapa yang
dengan keadaan yang semacam itu masih berani mengharapkan pertolongan daripada dunia
Barat di dalam ia punya usaha memerdekakan negeri dan bangsanya, − ia adalah menutupkan
mata! P.N.I. tidak mau menutupkan mata, P.N.I. tidak mau mimpi, P.N.I. tidak mau ngalamun, −
P.N.I. adalah “ tangi” setangitanginya!
Banyak orang yang mengatakan, bahwa politieknya P.N.I. yang bersendi kepada “percaya
diri sendiri itu”, adalah tersebabkan oleh halnya pemerintah tidak meluluskan ia punya
“Novemberbeloften” dari tahun 1918, yang menyanggupkan perluasan hakhak bagi rakyat
Indonesia. Sangkaan yang demikian ini adalah salah: Azas P.N.I.“percaya pada diri sendiri”
tidaklah tersebabkan oleh pencederaannya persanggupanpersanggupan Novem ber itu ; azas
P.N.I. itu, sebagai kami terangkan tadi, ialah keluar daripada analyse123*) keadaan kolonial di
dalam hakekatnya ,
− yakni daripada
analyse hakekatnya imperialisme sendiri. Azas “percaya
pada diri sendiri” itu tidaklah buat Indonesia saja, tetapi sebenarnya dipakai untuk
perjuangannya tiaptiap rakyat jajahan yang mengejar kemerdekaan. Ia boleh dipakai oleh
bangsa Hindustan, bangsa Indochina, bangsa Philippina, bangsa Korea, bangsa Mesir, − pendek
121
**) Selfhelp, selfreliance = berusaha sendiri
122
t.a.p. pag. 72
123
Bij Sneevliet, Proces, pag. 257
kata oleh tiaptiap bangsa yang berkeluhkesah memikul bebannya imperialisme asing. Azas kita
tidaklah terikat kepada batasbatasnya negeri kita sendiri saja, − azas kita adalah
“supranationaal”, oleh karena hakekatnya imperialisme adalah supranationaal pula.
Imperialisme didalam hakekatnya dimanamana adalah sama ; dimanamana imperialisme
adalah: nafsu menguasai dan mempengaruhi negeri orang lain untuk keuntungan sendiri ;
dimanamana imperialisme adalah bertentangan kepentingan dengan rakyat yang didudukinya!
Dimanamana stelsel imperialisme tidaklah akan “mematangkan” dan memerdekakan kolonienya
dengan kemauan sendiri !
Diciderainya persanggupanpersanggupanNovember itu tidaklah membikin keingkaran
kita. Politiknya gouverneurgeneraal Fock yang menciderai kata kehormatan yang oleh
pemerintah van Limburg Stirum dipersanggupkan itu; politieknya g.g. Fock yang malahan
memberatkan nasib kita dengan bezuiniging, dengan overcompleet , dengan cabutan
duurtetoeslag , dengan tambahan belasting, dengan circulaire pembungkeman, dengan
vergaderverbod , dengan artikel 161bis dan lainlain sebagainya; politiknya g.g. Fock yang sama
sekali suatu penghinaan atas semangatnya persanggupanpersanggupanNovember itu, − politik
yang demikian itu tidaklah mengasalkan kamipunya azas, tetapi hanyalah menambah
teguhnya kamipunya kepercayaan di dalam kebenarannya kamipunya azas itu saja, menambah
teguhnya kamipunya kepercayaan di dalam kebenarannya kamipunya analyse; yakni analyse
bahwa kaum imperialisme yang sesudahnya perang besar itu malahan makin butuh akan
kekayaan Indonesia, haruslah menjalankan pengaruhnya atas pemerintahan! Novemberbeloften,
yang toh dikasihkannya juga tidak karena sekonyongkonyong kita dipandang lebih “matang”
sedikit, tetapi hanya karena keadaan politik ada sangat mengkhawatirkan, yakni oleh karena pada
masa itu perhubungan NederlandIndonesia, ada menjadi sangat tipis sekali, pergerakan rakyat
makin membanjir, sedang keadaan Nederland sendiri ada sangat berbahaya, −
Novemberbeloften yang oleh karenanya, toh sudah mempunyai sifat “persanggupan karena
takut” alias “angstbeloften” itu − Novemberbeloften itu, sesudah bahaya hilang, oleh kaum
imperialisme tidakboleh tidak harus dipaksakan menciderainya !
“Het was het hoogtepunt van het internationale gebeuren, toen de splinters van
stukgeslagen tronen het volk van Nederland om de ooren vlogen en de donder van
buitenlandsche revoluties over zijn velden rolde.”
“Ketika itu kejadiankejadian internasional sudahlah mencapai puncakkepanasannya,
tatkala singgasanasinggasana hancurlah terpukul terbang − di kanankirinya telinga −
rakyat Belanda, dan tatkala gunturnya revolutierevolutie luarnegeri gemuruh terdengar
menyambarnyambar di atas ladangIadangnya.”
− begitulah Troelstra menggambarkan keadaan tatkala Novemberbeloften itu perlu diucapkan,
tetapi, sesudahnya bahaya hilang, tatkala Novemberbeloften itu perlu dicabut lagi, maka
segeralah kita mengetahui “rahasia” sebabnya, yakni “rahasia” yang dibukakan oleh Prof. Treub
di dalam vergederingnya ondernemersraad pada 21 Juli 1923, − rahasia yang berbunyi:
“Een der indrukken, die ik reeds lang, voordat ik in Indie kwam, had, is daar zeer versterkt,
nl. dat, tengevolge van den oorlog, Indië voor Nederland van nog veel grootere beteekenis
is geworden, dan het voordien was! ”
“Salah suatu indruk yang lama sebelumnya saya datang di Hindia, sudah saya kandungkan,
disana adalah sangat terkuatkan lagi, yaitu bahwa Hindia sesudahnya peperangan itu,
adalah menjadi lebih besar lagi pentingnya bagi negeri Belanda daripada dahuIu!”
“Rahasia!” .............. Tetapi “rahasia” yang buat kita kaum P.N.I. bukanlah “rahasia” lagi, −
“rahasia” yang gemerincing dengan ringgit, “rahasia” yang berbau guIa, “rahasia” yang berbau
karet, “rahasia” yang berbau minyak, berbau teh, berbau tembakau dan lainlain! Sedang di
zaman perang uitvoeroverschot “hanya” kurang lebih ƒ300.000,000. setahuntahunnya, sedang
di zaman perang itu procentage uitvoeroverschot ialah “hanya” ratarata 40% dari totale uitvoer ,
maka di dalam tahun 1919 menjadilah ia lebih dari ƒ1.400.000.000., menjadilah ia lebih dari
70% dari jumlahnya uitvoer!124 Oleh sebab itu, ini “rahasia” adalah “rahasia” yang tidak
mengherankan kita lagi, bahwa Novemberbeloften itu harus diciderainya,
harus digantinya
dengan politiek yang sangat reactionnair !
Di dalam buku peringatan limabelas tahun berdirinya Indonesische Vereeniging kaca 25
26,
kami membaca:
“En wanneer na den vrede, door het werk der vernietiging op groote schaal een
economische ontreddering komt ........... is Europa dubbel aangewezen op de “onontgonnen
gebieden” van het Oosten, waar moeder Natuur in geduldige onuitputtelijkheid hare
rijkdommen verschaft. Dan moet de staatkunde er ook een zijn, die gericht is op de ruimste
mogelijkheid van machtsuitoefening, zonder welke een intensieve exploitatie niet kan plaats
grijpen. De Britsche reactionnaire politieke onmiddellijk na den oorlog t.o. v. India is een
noodwendig gevolg daarvan. Maar ook Amerika, die in hoofdzaak zich toch nog zelf kan
bedruipen, laat zijn zoo geroemde isolementspolitiek varen om als imperialistische macht
in het Oosten op te treden. Van waar anders de tegenstrijdige regeeringsverklaringen ......
dat de Philippijnen eerst wel, dan weer niet “rijp’’ worden geacht voor onafhankelijkheid,
die in de Jones Act van 1916 in uitzicht is gesteld? Nederland, die door zijn
neutraliteitshouding in den oorlog van materieele verwoestingen bespaard is gebleven,
doch in min of meer sterke mate de crisisgevolgen van het continent moet ondervinden,
spant dan ook alle krachten in om de door den oorlog losser geworden economische
banden met Nederlandsch Indië weer nauw aanzich te trekken,” ............
“Dan tatkala sesudahnya perdamaian, tersebabnya oleh kerjapembinasaan itu,
keadaanekonomi menjadi kacaubalau, ........... maka Eropah adalah menjadi
bergandaganda lebih butuh lagi pada “padangpadang yang belum terbuka” di
duniaTimur, dimana IbuAlam bersedia mengasihkan kekayaankekayaan dengan
kemurahan yang tiada hingga.
Maka politikkerajaan haruslah juga suatu politik yang menjalankan kekuasaan yang
sekeraskerasnya, sebab zonder politik yang demikian itu kekayaan tadi tidaklah bisa
dikeduk sebanyakbanyaknya. Itulah sebabnya maka negeri Inggris sebentar sesudahnya
peperangan adalah menjalankan politik yang reactionnair sekali terhadap pada India.
124
1e deel, 1e ged: pag. 89
Tetapi juga Amerika, yang toh sebenarnya masih cukup makan kekayaan sendiri, adalah
meninggalkan iapunya isolementspolitiek125 *) yang di mashurkan itu, dan menjalankanlah
politikimperialisme di duniaTimur. Kalau tidak begitu, darimanakah datangnya
keteranganketerangan pemerintah yang bertentangan satu sama lainnya, yakni bahwa
mulamula Philippina dianggapnya sudah matang, kemudian belum matang untuk
kemerdekaan, sebagai mana dipersanggupkan di dalam Jones Act. 1916? Negeri Belanda,
yang karena tak ikut perang, tidak begitu menderitakan kerusakan benda, tetapi yang toh
ikut pula merasakan benarbenar pengaruhnya krisis di benua Eropah, tak urunglah juga
lantas bekerja sekuatkuatnya buat mengeraskan pertalianekonomi antara negeri Belanda
dan Hindia, yang oleh peperangan itu menjadi agak longgar adanya.” ..........
dan − gouverneurgeneraal Fock dikirimkanlah ke sini, Novemberbeloften musnalah menjadi
kabut atau halimun di dalam peringatan belaka, − lebih teguh lagilah oleh karenanya keyakinan
selfhelp
kita akan azas “ ” dan “selfreliance ” itu, lebih insyaf lagilah kita bahwa kemerdekaan
adalah hasilnya perjuangan kita sendiri !
Bahwasanya: sebagaimana kaumburuh negeri Belanda berjuang untuk algemeen kiesrecht
126
*)
dengan nyanyian:
“Wat helpen ons gebeden, voor het kiesrecht dient gestreden!”,
“Tak gunalah meminta sayang, buat kiesrecht harus berjuang!”
maka kita juga mendengungkan kitapunya semboyan:
“Wat helpen ons gebeden, voor de vrijheid dient gestreden!”
“Tak gunalah meminta sayang, buat kemerdekaan harus berjuang!”
Berjuang! Dengan apa berjuang? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? Dengan
merusak keamananumum? Dengan menjalankan kejahatan? Amboi, tidak! Tidak dengan
pedang, tidak dengan bedil, tidak dengan bom, tidak dengan melanggar artikel 153bis atau 169,
tidak dengan melintasi batasnya wet kita strijden atau berjuang, − kita berjuang ialah dengan
sesuatu “pembikinantenaga” yang halal , yakni dengan suatu modern georganiseerde
machtvorming di dalam Iingkungannya wet , sebagaimana kaumburuh di negeri Belanda
berjuangnya melawan kapitalisme dan “mengambilnya” politieke macht itu juga tidak memakai
caracara yang diharamkan oleh hukum, melainkan juga hanya dengan machtsvorming yang
halal belaka.
Machtsvorming yang halal, pembikinankuasa di dalam lingkungannya wet, itulah
yang P.N.I. maksudkan, Tuantuan Hakim, dan bukan machtsvorming yang dlharamkan oleh wet
itu, − bukan
machtsvorming dengan serdaduserdadu rahasia, bukan machtsvorming á la
nihilisme, bukan pula machtsvorming yang bermaksud membahayai “keamananumum”,
melanggar 153 bis dan artikel 169 buku hukum siksa.
Buat apa dan machtsvorming ! buat apa dan pembikinankuasa!, kami dengar orang
bertanya. Machtsvorming , pembikinankuasa, oleh karena soalkolonial adalah soal kuasa,
soal macht!
Machtsvorming oleh karena seluruh riwayat dunia menunjukkan, bahwa
perubahanperubahan besar hanyalah diadakan oleh kaum yang menang, kalau pertimbangan
125
*) analyse = pengupasan
126
Verg. Koch. Vakbew: 1927 p. 570 en v. Gelderen: Voerlez: p. 98 e.v.
akan untungrugi menyuruhnya, atau kalau sesuatu macht menuntutkannya . “Tak pernahlah
sesuatu kelas suka melepaskan hakhaknya dengan kemauan sendiri”, “nooit heeft een klasse
vrijwillig van haar bevoorrechte positie afstand gedaan” , begitulah Marx berkata. Seluruh
riwayat dunia adalah, riwayatnya pergerakanpergerakan macht ini. Seluruh riwayat dunia,
terutama sesudah lahirnya faham democratie pada fajarnya abad ke 19, adalah menunjukkan
machtsvorming itu; tiaptiap partai politik, tiaptiap serikat sekerja, tiaptiap
vereeniging adalah
suatu machtsvorming , suatu pembikinankuasa suatu pembikinantenaga. Orangorang manusia
yang tersendiri tidaklah besar kekuasaannya, de individueele enkeling kan geen groote macht
ontplooien . Maka orangorang manusia yang tersendiri itu lantas mengumpulkanlah diri satu
sama lain, menggabungkanlah diri satu sama lain, − suatu
vereeniging lahirlah didunia. Kalau
misalnya orangorang Eropah disini mengadakan suatu perkumpulan P.E.B., kalau orangorang
Eropah di sini mendirikan Vaderlandsche Club, kalau sebagian orang Tionghoa membangunkan
Chung Hwa Hui, kalau orangorang Bumiputera menyerikatkan diri di dalam “WargiBandung”
atau “Tulak Bahla Tawil Umur” , maka mereka hanyalah mendirikan badanbadan
pembikinankuasa belaka.
O memang, machtsvormingnya P.E.B., machtsvormingnya Vaderlandsche Club,
machtsvormingnya “TuIak Bahla Tawil Umur” tidaklah sama sifattabiatnya. dengan
machtsvormingnya P.N.I. Sedang P.E.B. mengejar kepentingankepentingan yang sesuai dengan
kepentingan imperialisme, sedang Vaderlandsche Club mau meneruskan penjajahan Indonesia
itu sampai lebur kiamat, sedang T.B.T.O. percaya pula di dalam kebahagiaannya penjajahan itu,
− sedang perkumpulanperkumpulan itu adalah partaipartai reaktie atau behoudspartijen , maka
P.N.I. adalah mengajar kepentingankepentingannya yang samasekali bertentangan dengan
kepentingannya imperialisme, P.N.I. adalah partai perlawanan oppositie
, partai . Machtsvorming
P.N.I. sebagai yang tadi kami katakan, machtsvorming P.N.I. adalah timbul daripada keyakinan
bahwa soalkolonial adalah soal macht . Selama rakyat Indonesia belum menjadi suatu macht
yang mahasentosa, selama rakyat itu masih saja terceraiberai dengan tiada kerukunan satu sama
lain, selama rakyat itu belum bisa mendorongkan semua kemauannya dengan suatu kekuasaan
yang teratur dan tersusun, − selama itu maka kaum imperialisme yang mencari untung sendiri itu
akan tetaplah memandang kepadanya sebagai seekor kambing yang menurut, dan akan terus
mengabaikan segala tuntutantuntutannya. Sebab tiaptiap tuntutan rak yat Indonesia adalah
merugikan kepada imperialisme; tiaptiap tuntutan rakyat Indonesia tidaklah akan diturutinya,
kalau kaum imperialisme itu tidak terpaksa menurutinya. Tiaptiap kemenangan rakyat
Indonesia atas kaum imperialisme dan pemerintah adalah buahnya desakan yang rakyat itu
kerjakan, tiaptiap kemenangan rakyat Indonesia itu adalah suatu afgedwongen concessie !127 *)
Socialist Cramer pada 10 Juni 1925 adalah berkata dalam TweedeKamer:
“Ondanks aIle mooi klinkende frasen, blijkt hieruit duiddelijk dat ................ de
NederlandscheI belangen, of juist uitgedrukt de belangen, van het grookapitaal, voor alles
veilig moeten worden gesteld; de belangen van het Indische volk komen eerst in de tweede,
derde of vierde plaats.
Mijnheer de Voorzitter!
Het Indische volk zal niet nalaten daaruit de eenig juiste gevolgtrekking te maken, dat het
van een Kamer zooals die thans is samengesteld, niets kan en behoeft te verwachten en dat
het, wil het wat bereiken, macht tegenover macht zal hebben te stellen. Want is de geheele
127
*) isomentspolitiek = politik tak mau ikut pusing apa yang terjadi di luar pagar.
questie van het al of niet rijp zijn om mede te regeeren niet in hoofdzaak een
machtsquestie? ”
“Walaupun diselimuti oleh katakata manis yang bagaimana juga, maka ternyatalah di sini
dengan senyatanyatanya, bahwa .......... kepentingankepentingan Belanda, atau lebih
benar: kepentingankepentingan modal besar, senantiasa lebih dulu diperhatikan:
kepentingan rakyat Hindia barulah datang di tempat yang kedua, ketiga atau keempat.
Tuan Voorzitter !
Rakyat Hindia tentu tak oranglah mengambil pengajaran yang satusatunya daripada hal ini,
yakni bahwa mereka tak bisa dan tak haruslah mengharap suatu apa daripada Kamer yang
demikian ini susunannya, dan bahwa mereka, bilamana mereka mencapai suatu apa,
haruslah menghadapkan kekuasaan kepada kekuasaan. Sebab tidakkah soal matang
atau belum matang buat ikut memerintah itu, terutama sekali ialah soal kekuasaan?”
“Kekuasaan dihadapkan kepada kekuasaan”, “macht tegenover macht” , begitulah
nasehatnya Cramer. En toh ......... Cramer bukan bolsheviek, Cramer bukan socialistkiri! Cramer
bukan orang yang mau main bedilbedilan atau bomboman, bukan orang yang mau
“membahayai keamananumum”, bukan orang yang mau “menyerang” atau “merubuhkan”
gezag. Cramer adalah socialist yang “kutuk”, seorang “ rechtscihapen burger ”, anggota
oppositepartij S.D.A.P. yang aman itu !
Bahwasanya; machtsvormingnya sesuatu partaiperlawanan tidaklah selamanya harus
machtsvorming yang melintasi lingkungan hukum! Sebagaimana S.D.A.P. dengan jalan
machtsvorming yang halal itu, dari suatu grup kecil yang dihinahina dan dimakimaki bisa
menjadi suatu macht yang ditakuti orang karena Sekarang mempengaruhi orang ratusanribu;
sebagaimana S.D.A.P. itu, dengan menggerakkan puluhanribu kaum rakyat, dengan mendirikan
serikatserikat kaumburuh, dengan mengadakan cooperatiecooperatie, dengan mengeluarkan
berpuluhpuluh suratkabar, bisa mendesak dan memaksa kepada musuhnya mengadakan
concessieconcessie yang berharga: sebagaimana S.D.A.P. atau kaumburuh di EropahBarat
dengan machtsvorming yang mahahebat tetapi halal itu, mau mencapai politieke macht dan
lantas memberhentikan kapitalisme ,
− P.N.I. dengan jalan machtsvorming pula ingin menjadi
macht yang ditakuti, yang akhirnya bisa menuntun rakyat Indonesia ke atas politieke macht juga,
− politieke macht, kemerdekaan, yang menurut penglihatan kami adalah syarat yang terpenting
untuk memberhentikan imperialisme samasekali.
Mencapai politieke macht!, − mendatangkan IndonesiaMerdeka! − ya juist, mendatangkan
IndonesiaMerdeka!, dus P.N.I. mau berontak kalau kemerdekaan itu tidak dikasihkan!” −
begitulah orang bisa berkata.
Amboi, aneh benar “logica” yang demikian ini! Kalau memang benar “logica” yang
demikian itu, orang lantas boleh me “logica”kan pula: dus P.S.I. yang bercitacita
pemerintahanIslam itu, juga mau berontak!, − atau orang boleh me”logica”kan pula. dus Boedi
Oetomo, dus Pasundan, dus KaumBetawi, dus SarekatMadura, dus semua anggauta P.P.P.K.I.
yang juga mau mendatangkan kemerdekaan itu, juga mau membikin huruhara!, − yang orang
boleh me”logica”kan pula: dus S.D.A.P., dus I.S.D.P., dus Albarda c.s. dan Stokvis c.s. yang
bersemboyan “naar de politieke macht !, weg met het kapitalisme!” itu, juga mau mengamuk
dengan bom dan dynamiet!
Amboi, kocak benar kalau begitu: Ouweheer Stokvis mengamuk dengan bom dan
dynamiet!! Padahal, − bagaimanakah aksinya I.S.D.P.? Bagaimanakah aksinya S.D.A.P.?
Bagaimanakah Stokvis c.s. dan Albarda c.s. itu mau mencapaikan politieke macht itu?
“Bagaimana jalannya mengambil politieke macht?”, begitulah kaum itu menjawab di dalam
merekapunya bukukeciI tentang azas dan tujuan S.D.A.P.,
“Wij zijn er mede bezig bij elk stuk organisatie, dat wij vestigen en uitbreiden. Wij werken
er aan bij elke verkiezing, bij kiesrechtstrijd, bij elke groote actie tegen de bourgeoisie. Het
is geen opstand van één dag, maar het werk onzer opstandigheid van lange jaren .......... De
uitorlijke middelen, waarmee het proletariaat den strijd voert, richten zich naar de eischen
en mogelijkheden van dien strijd en naar de wapenen, die de kapitalistische samenleving
zelve ons levert. Daarom vooral gebruiken wij het parlement; daarom ook gebruikt de
vakbeweging −
di negeri Belanda ada hakmogok, Tuantuan Hakim − het wapen der
werkstaking, dat haar door de onmisbaarheid der arbeiders in het voortbrengingsproces
aan de hand wordt gedaan. Maar datzelfde wapen gebruikt het proletariaat ook voor
algemeene politieke en klasse eischen, als het meent, er profijt van te kunnen trekken ..........
Geweld is ons door de ervaring gebleken een slecht middel te zijn, vrijwel overbodig als wij
de macht hebben, schadelijk zoolang wij die niet hebben ............ welke actie evenwel wij
ook zouden willenvoeren − weIk middel door ons mocht worden ter handgenomen − de
onontbeerlijke grondslag van alles is: het bestaan van een duurzame, hecht
ineensluitende, groeiende organisatie, van een organisatie die het zedelijk recht en de
macht heeft, de leiding der arbeidersklasse in den klasenstrijd op zich te nemen .”128
“Kita adalah mengambil politieke macht itu pada tiaptiap usaha organisasi yang kita
dirikan dan kita luaskan. Kita adalah mengerjakannya pada tiaptiap pemilihan
dewanrakyat dan perjuangan untuk pemilihan itu, pada tiaptiap aksi yang besar melawan
bourgeoisie. Kerja ini bukanlah perlawanan dari satu hari, tetapi ialah kerjaperlawanan
yang berpuluhantahun. Alatalat, yang diusahakan oleh kaum proletar di dalam perlawanan
ini, adalah ikut berubah menurut keharusankeharusan dan pertimbangan akan
hasiltidaknya, dan menurut pula senjatasenjata yang dikasihkan oleh pergaulanhidup
kapitalistisch itu kepada kita. Itulah sebabnya kita bekerja di dalam parlement; itulah juga
sebabnya pergerakan sekerja − di negeri Belanda ada hakmogok. Tuantuan Hakim −
memperusahakan senjata pemogokan, yang ada padanya oleh halnya tiada satu apaapa
bisa terbikin jikalau tidak dengan tenaganya kaumburuh. Tetapi senjata pemogokan ini
dipakailah juga oleh kaum proletar untuk merebut tuntutantuntutankelas, kalau ia
memandang perlu ......
Perkosaan adalah menurut pengalaman kita suatu senjata yang tak baik, tak perIu kalau
kita mempunyai kekuasaan, merugikan kalau kita tidak mempunyai kekuasaan itu. ............
Tetapi bagaimana juga aksi yang hendak kita jalankan, bagaimana juga senjata yang hendak
kita usahakan, − sendinya semua itu tidakboleh tidak haruslah suatu organisatie yang
langsung, yang teguh dan yang subur , suatu organisasi yang pantas dan kuasa menjadi
penuntutannya kaum proletar di atas padang perjuangankelasnya.”
128
*) Algemeenkiesrecht = hak semua rakyat ikut memilih dan dipilih menjadi anggota dewanrakyat.
Sesungguhnya, − kocak betullah “logica” yang me”logica”kan bahwa dus P.N.I. akan
membikin huru hara. Tetapi, juga dengan tidak menertawakan “logica” yang kocak itu, maka
tiaptiap orang yang mau mengakui bahwa sedikitnya otak kami toh masih belum terganggu,
tiaptiap orang yang tidak memandang kami orangorang yang gila atau orangorang idiot,
tentulah mengarti, bahwa kami mustahillah tak mengetahui bahwa kemerdekaan itu hanyalah
bisa tercapai dengan suatu usahasusunan dan usahakekuasaan yang mahasukar dan
mahaberat adanya , dan bahwa mustahillah pula kami misalnya bisa berkata, bahwa
kemerdekaan itu akan datang daIam tahun 1930 ! Sebagaimana politieke macht tidak bisa
dicapaikan oleh kaumburuh Eropah di dalam satu, dua, tiga, sepuluh, duapuluh tahun, maka
kemerdekaanpun tak bisa diperolehkan oleh rakyat Indonesia di dalam satu nafas !
Aiai, “kemerdekaan akan datang dalam tahun ‘30!”
Kami dikatakan pernah bilang bahwa kemerdekaan akan datang dalam tahun 1930!
Sesungguhnya, kalau memang benar begitu, perlu sekalilah kami dengan segera dikirimkan ke
rumahsakit gila Tjikeumeuh, afdeeling “ongeneeslijke patiënten”, bersamasama dengan
saudara Mr. Sartono, yang juga dikatakan pernah berpidato kemerdekaan akan datang tahun ini.
“Di atas pertanyaan Mr. Sartono,” − begitulah kami membaca dalam BintangTimur
Hollandsche editie 4 Januari j.l. −,
“op de vraag van Mr. Sartono, waarop de feiten der tenlastelegging berusten, gaf de politie
ten bescheid, dat de regeering bericht heeft ontvangen van geheel Indonesia, dat de P.N.I.
een revolutie in het leven wil roepen, en ook dat. alweer volgens spionnenberichten,
Mr.Sartono in een openbare (???) vergadering zou hebben uitgelaten, dat in 1930 dit land
zijn vrijheid zou herkrijgen ......... Mr. Sartono antwoordde hierop ad rem, dat het
Hoofdbestuur nimmer een dergelijk plan heeft ontworpen. Immers, indien het waar mocht
zijn, dan zou daarvoor een zeker besluit vanwege het Hoofdbestuur zijn verschenen met
instructies! En daarenboven, wanneer ze inderdaad dat snoode plan hadden, dan zouden ze
zeker allen wapens of minstens een golok in huis moeten hebben, terwijl nu bij deze
massale huiszoekingen bij geen der leiders een mes of ander wapen is aangetroffen. Hij
herinnert zich wel, dat hij in een openbare vergadering verklaard heeft dat in 1930 onze
Chineesche broeders gelijk worden gesteld met de Europeanen. In verband daarmede moet
hij gezegd hebben, dat als consequentie daarvan de Indonesier ook aanspraak hebben op
die rechtten, voortvloeiende uit de gelijkstellingswet. Hij heeft steeds verklaard, dat hij
gaarne de vrijheid van Indonesia wenschte. In bijna elke openbare vergadering heeft hij
dat zonder eenige restrictie verkondigd. Echter heeft hij nimmer beweerd dat Indonesia
met ingang van 1 Januari 1930 merdeka zou zijn, en dat tegen dien tijd hier revolutie zou
uitbreken. Indien hij zoo iets moet hebben uitgelaten, dan verwondert het hem, dat hij niet
bij die gelegenheid was gearresteerd” .........
“di atas pertanyaan Mr. Sartono apakah yang menjadi pasalpasalnya pendakwaan, maka
politik adalah menjawab, bahwa pemerintah mendapat kabar dari seluruh Indonesia, yang
P.N.I. akan mengadakan pemberontakan dan juga bahwa menurut kabarkabar spion, Mr.
Sartono di dalam suatu openbare vergadering (???) pernah berkata, bahwa negeri ini dalam
tahun 1930 akan merdeka ........... Mr. Sartono lantas menjawablah dengan tandes, bahwa
Hoofdbestuur tak pernah mempunyai maksud yang demikian itu. Sebab umpama benar
begitu, maka niscayalah Hoofdbestuur itu mengadakan besluit di atasnya dengan
instruksiinstruksi yang cukup. Lagipula, umpama mereka memang mempunyai maksud
yang demikian, tentunya mereka semua haruslah mempunyai senjatasenjata atau
setidaktidaknya satu golok di rumah, sedangkan tatkala diadakan penggrebekan di
manamana itu, tidak ada satu pisau atau satu senjata apa saja terdapat pada
pemimpinpemimpin itu. Menurut ingatannya, maka ia di dalam suatu openbare
vergadering pernah mengatakan, bahwa saudarasaudara kita bangsa Tionghoa akan
dipersamakan dengan bangsa Eropah di dalam tahun 1930. Berhubung dengan hal ini, kalau
tidak salah ia adalah mengatakan, bahwa semestinya bangsa Indonesia harus juga
mendapatkan hakpersamaan itu. Ia selamanya menerangkan bahwa ia ingin melihat
Indonesia merdeka. Dalam tiaptiap openbare vergadering ia mengatakan hal itu dengan
tidak dikurangi sedikitpun juga. Tetapi ia
tidak pernahlah berkata bahwa Indonesia akan
merdeka pada 1 Januari 1930, dan bahwa pada saat itu di sini akan ada revolusi. Kalau
memang ia bilang begitu, maka ia heranlah, apa sebabnya ia tidak ditangkap seketika itu
juga”.
Benar sekali! Kita tak
pernah tedeng alingaling bahwa kita mengejar kemerdekaan, kita
tak pernah tedeng alingaling bahwa P.N.I. punya idamidaman ialah IndonesiaMerdeka! Tetapi
kita tidak begitu idioot, mengira atau mengatakan bahwa kemerdekaan itu dalam satu nafas
akan datang !
O memang, kalau umpamanya kemerdekaan itu bisa jatuh dari langit ini hari, kalau
umpamanya bisa datang seorang malaikatmanis yang menghadiahkan kemerdekaan itu ini hari,
maka kita, dari Partai Nasional Indonesia, kita tidak akan menolaknya tetapi sebaliknya akan
bersukaraya . Kita di dalam hal itu akan mengucap syukur dan alhamdulillah , oleh karena
sepanjang keyakinan kita kemerdekaan adalah kuncinya pintugerbang sorga kebesaran kita. Kita
memandang kemerdekaan inihari itu sebagal suatu ideaal yang seindahindahnya, dan oleh
karena itu, tidak adalah bagi kita kemerdekaan yang datangnya terlalu pagi .
Kita tidak mau bersikap sebagai, setengah kaum sosialis, yang sudah lebih dahulu − à priori
− menghilashilas azasnya sendiri dengan menolak tuntutan merdekainihari, menolak ideaal
merdeka inihari. *) Tetapi ......... kemerdekaan
129
tidak akan datang ini hari atau besok pagi!
Kemerdekaan hanyalah hasilnya suatu usahasusunan dan usahapersatuan yang sesuatu rakyat
harus kerjakan tak berhentiberhenti dengan habishabisan mengeluarkan keringat, membanting
tulang, memeras tenaga. Kemerdekaan, menurut perkataannya pemimpin Hindustan Surendra
Nath Bannerjee adalah:
“een jaloersche godin die de meest stipte aanbidding verlangt en van haar aanbidders
vlijtige en onafgebroken devotie eischt” ...........
“seorang dewi yang cemburu hati, yang minta dipundipundi dengan saksama sekali, dan
yang menuntut daripada pemundipemundinya kebaktian yang rajin dan tiada
habishabisnya:” ............
129
*) Kalau si musuh karena
desakan
kita lantas
menuruti
sebagian atau semua tuntutantuntutan kita, maka si musuh itu adalah mengadakan
concessie.
Kemerdekaan, begitulah kami seringsering terangkan di dalam rapatrapatumum, kemerdekaan
tidaklah bagi kita. Kemerdekaan adalah buat anakanak kita, buat cucucucu kita, buat
buyutbuyut kita yang sama hidup di kelakkemudian hari!
Tidak!, untuk mencapai kemerdekaan itu, P.N.I. tidak bermaksud pedangpedangan atau
golokgolokan atau bomboman, tidak pula bermaksud menyindir atau memujikan pengrusakan
keamananumum atau pelanggaran gezag atau menjalankan halhal lain sebagai yang dituduhkan
kepada kami di dalam proces ini, tetapi P.N.I. mengerjakanlah
machtsvorming yang halal itu,
mengerjakanlah pembikinankuasa itu menurut modelnya modernorganisatie . Dan
sebagaimana kaumburuh di Eropah yang juga memandang politieke macht dan lenyapnya
kapitalisme sebuah kunci yang satusatunya bagi kebagian yang sejati itu, dalam pada
menumpuknumpukkan machtsvormingnya itu sudah mencobacoba meringankan nasibnya
dengan pelbagai aturanaturan dari kemenangankemenangan yang bisa tercapai inihari;
sebagaimana kaumburuh Eropah itu dalam pada mengejarnya maksud yang tertinggi itu tak
emoh akan onmiddellijke voordeelen , maka P.N.I.pun dalam pada usahanya mengejar
kemerdekaan itu sudah pula berjuang secara halal bagi keuntungankeuntungan inihari yang
demikian itu juga adanya. P.N.I.pun dalam pada mengejar IndonesiaMerdeka itu, sudah pula
berusaha di atas lapang ekonomi, sosial dan politik seharihari, ya malahan memandang
keuntungankeuntunganinihari itu sebagai syaratsyarat pula bagi kemerdekaan itu. Ia
mencoba mendirikan sekolahansekolahan, membangunkan rumahrumahsakit, melawan riba,
menyokong bankbanknasional, membuka cooperaties, memajukan vakbondvakbond dan
perserikatanperserikatan tani. Ia mencoba menghilangkan haatzaaiartikelen beserta
artikelartikel 153bister dan artikel 161bis dari Strafwetboek, menghilangkan exorbitante
recten daripada gouverneurgeneraal. Ia mencoba menjadi penyokong rakyat yang sengsara itu
di dalam kebutuhannya seharihari. Dan jika P.N.I. pada saat ini belum banyak hasil di atas
lapang itu; jika P.N.I. belum banyak sekolahannya, belum banyak polikliniknya, belum banyak
cooperatienya; jika P.N.I. belum dapat menghapuskan ranjauranjau politik yang kami sebutkan
tadi, maka itu adalah oleh karena P.N.I. baru berumur duatiga tahun saja!
Di dalam makna inilah Kongres P.N.I. di Jacatra tahun yang lalu mengambil putusan akan
mengadakan “ daadwerkelijkeactie ” di dalam tahun 1929 1930!
Di dalam makna “berusaha secara halal mendatangkan perbaikanperbaikan yang bisa
tercapai harisekarang” itulah perkataan “ daadwerkelijkeactie ” harus diartikan. Sebelumnya
Kongres di Jacatra itu, sebelumnya bulan Mei 1929 itu, maka P.N.I. masihlah hidup di dalam
zamannya propaganda . Segala vergaderingvergaderingnya, segala ucapucapannya, segala
gerakbangkitnya, sebelumnya Kongres Jacatra itu, terutama hanyalah mengenalngenalkan diri
belaka kepada rakyat Indonesia, mempropagandapropagandakan azasazas dan
tujuantujuannya, agar supaya rakyat Indonesia mengetahui dan menjadi ketarik oleh kebenaran
azasazasnya itu. Hampir di tiaptiap openbarevergadering yang diadakan oleh P.N.I. di dalam
phase130 yang pertama ini, kami hanyalah berpidato menerangkan panjanglebar kitapunya
keteranganazas belaka, sebagai yang tercetak di dalam bukustatuten P.N.I. itu. Hampir tiaptiap
openbarevergadering di dalam phase ini adalah openbarevergadering buat mendirikan
cabangbaru, atau openbarevergadering buat menambah terkenalnya diri dan azas P.N.I. di
tempat cabang yang sudah ada. Di dalam phasepropaganda ini, maka P.N.I. belumlah
mengadakan “actie”; belumlah mengusahakan organisasinya untuk mendatangkan
130
Toelstra – De S.D.A.P. Wat zij is en Wat zij wil 8e druk pag. 54
perbaikanperbaikan yang termaktub di dalam daftar usahanya. Di dalam phase itu, P.N.I.
hanyalah mempropagandakan beginselnya belaka, − belumlah ia “berusaha”, belumlah ia
beractie untuk melaksanakan werkprogramnya !
Nah, tatkala di dalam permulaan tahun 1929 P.N.I. sudah rada banyak anggotanya, tatkala
pada permulaan tahun 1929 itu P.N.I. sudah rada banyak mempunyai tenaga, tatkala pada saat itu
P.N.I. sudah cukup agaknya dipropagandakan ,
− maka Hoofdbestuur memandanglah perlu
mengerjakan apa yang tertulis dalam daftarusahanya, Hoofdbestuur memandanglah perIu
menginjak lapangnya perbuatan , lapangnya daad, lapangnya actie.
Beginsel sudah cukup
dipropagandakan, − welnu,
werkprogram sekarang harus dikerjakan, “daadwerkelijkeactie”
sekarang harus dijalankan! Dan atas voorstelnya Hoofdbestuur itu, maka Kongres Jacatra adalah
mengambil putusan menjalankan daadwerkelijke actie itu tentang pasalpasal I d dan III d dari
daftarusaha, yakni pasalpasal “menghapuskan halanganhalangan yang merintangi
kemerdekaan diri, kemerdekaan bergerak, kemerdekaan drukpers, kemerdekaan berserikat dan
kemerdekaan berkumpul”, beserta memajukan vakbondvakbond dan perserikatanperserikatan
tani”. Sejak Kongres Jacatra itu maka phasepropaganda adalah tertutup, − mulailah phasebaru,
mulailah phasenya constructieve verwerkelijking , yakni phasenya bekerja , phasenya actie.
Caranya beraksi? Caranya berdaadwerkelijkeactie? Bom, bedil, dinamit? − Tidak, caranya
berdaadwerkelijkeactie” tidaklah dengan bom; tidak dengan bedil, tidak dengan dinamit, tidak
pula dengan apaapa yang dilarang hukum. Caranya tak lainlah melainkan mengadakan
openbarevergaderingen dimanamana untuk mempengaruhi, menggugahkan, membangkitkan
publieke opinie, mengadakan artikelartikel di dalam suratsuratkabar, mengadakan
kursuskursus kepada anggotaanggota sendiri tentang pasalpasal itu tadi. Caranya tak lainlah
melainkan menggerakkan kekuasaan kita secara halal, membesarbesarkan kekuasaan itu.
Caranya tak lainlah melainkan mobileeren kitapunya macht secara halal, uitbouwen
kitapunya machtsvorming itu, tak lainIah melainkan S.D.A.P. beraksi , sebagai partai Sarekat
Islam beraksi, sebagai tiaptiap perhimpunan yang bersendi kepada machtsvorming beraksi ,
−
yakni menggerakkan semangat sendiri dan menggerakkan semangatnya publieke opinie
sehebathebatnya, − mengeluarkan tenaga – bekerja − kedalam untuk melahirkan
badanbadanorganisasi yang perlu, misalnya vak − dan tanibonden itu tadi, mengeIuarkan
tenagabekerjakeluar untuk mengadakan desakan yang sekuatkuatnya agar supaya
tuntutantuntutannya bisa terlaksanakan adanya. Bukan desakan dengan bom, bukan desakan
dengan dinamit, bukan desakan dengan apaapa yang dilarang oleh hukum!, − tetapi desakan
halal, desakan yang sebagai kami katakan di dalam verhoor, oleh Dr. Ratu Langit tatkala ia
masih radicaal dan belum lunak sebagai sekarang, disebutkan “desakan semangat ”,
“
moreel geweld”.
Ah, Tuantuan Hakim, adakah perkataanperkataan “ daadwerkelijkeactie ”
tentu berarti
pemberontakan, barricaden,131 perkosaan, − adakah perkataanperkataan itu tentu berarti geweld,
atau setidaktidaknya, perlanggaran hukum?
Kaum socialist di EropahBarat toh sering juga menganjurkan “ daadwerkelijkeactie ” itu,
sering juga menganjurkan “ directeactie ”,
− dan mereka toh juga tidak memaksudkan
pelanggaran hukum, perkosaan atau bomboman dengan “ directeactie
” itu!
“Daar de macht van het grootkapitaal juist niet zit in de eerste plaats in het parlement,
doch daarbuiten, kan de arbeidersklasse haar strijd niet bepalen tot het parlement alleen.
131
*) Pembaca tentu ingat kitapunya perselisihan hebat dengan Stokvis c.s tentang perkara ini
Daarom dient de arbeidende klasse naast het wapen der parlementaire actie, te
aanvaarden, in de groote momenten van haren strijd, het wapen der directeactie, de
politiekeactie der vakbonden”, .........132
“Oleh karena kekuasaan modalbesar tidaklah pertamatama duduk di dalam parlement,
tetapi di luar parlement itu, maka kaumburuh tidak bisalah berjuang hanya di dalam
parlemen itu saja. Oleh karena itu, maka kaum buruh itu pada saatsaat perjuangannya yang
besar, berdampingdampingan dengan aksinya di dalam parlemen, haruslah mengusahakan
senjatanya direkteactie, yakni politiekeactie daripada serikatserikatsekerja”, ............
begitulah misalnya pemuka S.D.A.P. berpidato, − dan semua orang mengetahuilah, bahwa
dengan directeactie di luar parlement itu tidaklah dimaksudkan pelanggaran hukum, atau
perkosaan, atau insurrectie!
Tidak, tuantuan Hakim, sekali lagi kami ulangkan: tidak dengan bermaksud membikin
huruhara, tidak dengan bermaksud membikin putsch,133*) tidak dengan bermaksud melanggar
artikel 153bis atau lainlain hal yang dituduhkan di dalam proses ini, P.N.I. mau menjalankan
aksinya mengejar kemerdekaan, − tetapi P.N.I. mau mencapaikan maksudnya itu dengan
mengorganisirkan dan menggerakkan suatu machtsorganisatie yang wettig , sua tu
nationalistische machtsorganisatie modern, suatu nationalistische massaactie;134 **) yang
menolak tiaptiap cara yang tidak nationalistische adanya.
Tetapi perkataan “revolutionair”!, − tetapi halnya P.N.I. menyebutkan diri suatu partai
“revolutionair”!, − tidakkah itu berarti bahwa P.N.I. ada bermaksud pemberontakan, atau
setidaktidaknya bermaksud pelanggaran gezag, penggangguan keamanan umum?
O memang, kami sering mengatakan bahwa kami adalah kaum revolutionair, kami sering
menyebutkan P.N.I. itu suatu partai revolutionair! P.N.I. memang sedari muIanya adalah suatu
partai revolutionair! Kalimat di dalam suratpendakwaan, bahwa P.N I adalah kemudian menjadi
revolutionair, kalimat itu adalah salah sama sekali. P.N.I. tidakkemudian menjadi
revolutionair, − P.N.I. adalah revolutionair sejak hari lahirnya! Tetapi kata revolutionair di
dalam makna kita, samasekali tidak berarti “mau membikin pemberontakan” atau “menjalankan
sesuatu pelanggaran hukum”. Kata revolution air di dalam makna kita adalah berarti “radicaal”,
“mau mengadakan perubahan dengan lekas”, “omvormend in snel tempo”. Kata revolutionair di
dalam makna kita haruslah diambil sebagai baliknya kata “sabar”, baliknya kata “ gematigd ”.
Kita, kaum P.N.I., kita memang bukan kaum sabar, kita memang bukan kaum gematigd, kita
memang bukan kaum “ulerkambang”, yang selamanya kita sebutkan kaum “kapuk”; kita adalah
kaum ”radicaal”, kaum yang ingin mengadakan perubahan yang selekaslekasnya, − kita adalah
kaum “Kepala Banteng” .
Ah, Tuantuan Hakim, perkataan “revolutionair” toh tidak di dalam makna kita saja berarti
“ingin perubahan dengan lekas” yakni “omvormend in snel tempo!” Kalau’ orang berkata
“
stoommachine itu adalah mengadakan revolutie di dalam caraproduksi”, kalau orang berkata
“Prof. Einstein sudah merevolusikan segenap ilmu alam”, kalau menyebutkan “Yesus Kristus
seorang revolutionair yang terbesar di seluruh riwayat dunia”, kalau pacifistTolstoyanist135 *) Ds.
132
phase = “zaman”, tingkat
133
Di Eropa kalau kaum pemberontak membikin pemberontakan di kotakota, maka mereka mendirikan “barricaden” di jalanjalan di kotakota
itu, dari meja, kursi almari, karung yang berisi tanah, dan lainlain.
134
Mr. Toelstra – De Soc. Dem. na den oorlog 1912 pag. 17
135
*) putsch = pemberontakankecil
B. de Light menulis buku “Christenrevolutionnair”, − ya kalau kaum Marxist, berhubung
dengan wetevolutie di dalam pergaulanhidup (sebagai variatie atas Heraclitus’ “pantarei”)
berkata: “kita hidup di dalam revolutie terusterusan, yakni di dalam Revolution im Permanenz”,
− adakah itu semua mengingatkan akan pedang, akan bedil, akan bom, akan dinamit, barricaden,
darahmanusia dan hawamayat?
P.N.I. adalah “revolutionair” oleh karena P.N.I. ingin mengadakan perubahan yang lekas
dan radicaal. Prof. Bluntschli, itu ahli hukumkerajaan yang termashur dan yang sama sekali
bukan “kaum merah”, adalah mengatakan bahwa revolutie umumnya ialah berarti:
“Umgestaltung von Grund aus” , yakni perubahan yang radicaal, perubahan yang
sedalamdalamnya. Sebagaimana tiaptiap partai yang mau mengadakan perubahan yang radicaal
ada suatu partai yang revolutionair, maka P.N.I. adalah pula suatu partai yang revolutionair.
PerhimpunanIndonesia adalah revolutionair, P.S.I. adalah revolutionair, I.S.D.P. adalah
revolutionair, sebagai tuan Koch mengakui sendiri, segenap perjuangankelas daripada
kaumburuh adalah revolutionair.
“Niet bepaalde vormen van klassenstrijd zijn revolutionair, maar de klassenstrijd zelf is in
wezen revolutionair, niettegenstaande velen alleen rumoer en staking revolutionair
vinden.”
“Bukan wujudnya atau sifatsifatnya perjuangankelaslah yang revolutionair, tetapi
perjuangankelas itu sendiri di dalam hakekatnya adalah revolutionair, meskipun banyak
orang hanyalah menyebutkan keributan dan pemogokan saja revolutionair.”
begitulah Stenhuis berkata.136 Dengarkanlah pula bagaimana sociaaldemocraat Liebknecht yang
tersohor itu menerangkan perkataan “revolutionair”:
“Wij beleven “die Revolution im Permanenz”. De wereldgeschiedenis is ééne voortdurende
revolutie. Geschiedenis en revolutie zijn aan elkaar identiek. Het revolutionaire
omvormings proces in maatschappij en staat is geen oogenblik onderbroken, want staat en
maatschappij zijn levcnde organismen, − en het eind van dit omvormings −, dit
vernieuwingsproces, is de dood . Dat hebben wij sociaaldemocraten begrepen en daarom
vormen wij een revolutionaire partij, d.i. een partij, die ten doel heeft de hinderpalen en
belemmeringen voor de natuurlijke ontwikkeling van maatschappij en staat uit den weg te
ruimen!”,
“Kita adalah hidup di dalam revolutie yang terusterusan, di dalam Revolution im
Permanenz. Seluruh riwayat dunia adalah satu revolutie yang terusterusan. Riwayat dan
revolutie adalah sama.
Procesperubahan yang revolutionair di dalam pergaulanhidup dan staat, tak pernah
berhentilah sekejap matapun jua, sebab staat dan pergaulanhidup adalah barangbarang
yang hidup ,
− dan berhentinya prosesperubahan atau prosespembaharuan ini adalah
datangnya maut. Kita kaum sosialdemokrat mengartilah akan hal ini, dan itulah sebabnya
kita ada satu partai yang
revolutionair , yakni suatu partai yang bermaksud menghilangkan
halanganhalangan yang menghalanghalangi geraksuburnya pergaulanhidup dan staat itu
adanya!”
136
**) massa = rakyat murba yang millionmilliunan itu
dan dengarkanlah apa sebabnya Karl Marx menyebutkan kaumnya itu kaum revolutionair:
“De socialisten zijn revolutio nair, niet wegens het gewelddadige in hun manieren, maar
wegens hun opvatting van den groei der productiewijze, te weten: dat die groei andere
eigendoms en voortbrengingsvormen, tegenovergesteld aan de thans heerschende, zal
moeten voortbrengen, zij zijn revolutionair wegens hun streven om de klasse, die het
nieuwe stelsel zal moeten uitvoeren, daarvoor te organiseeren en rijp te maken ”.137
“Kaum socialist adalah revolutionair, tidak karena gemar pada perkosaan, tetapi ialah oleh
karena kepercayaannya bahwa caraproductie itu adalah hidup dan geraksubur , yakni:
bahwa hidup dan geraksuburnya caraproductie itu akan melahirkan pengertianpengertian
tentang milik dan sifatsifat productie baru, yang berlainan dengan apa yang ada sekarang;
− mereka adalah revolutionair oleh karena usahanya menyusunnyusunkan dan
mematangmatangkan kelas yang akan menjalankan stelsel baru itu”.
Sesungguhnya, − jitu sekalilah perkataan Karl Kautsky yang berbunyi:
“De sociaaldemocratie is een revolutionaire, niet echter een revoluties makende partij!”138
“Sociaaldemocratie adalah suatu partai revolutionair, tetapi bukanlah suatu partai yang
membikin revolutie”!
Tidakkah ternyata sekarang kebenarannya perkataan kami, bahwa S.D.A.P. adalah
revolutionair, bahwa I.S.D.P. adalah revolutionair, bahwa Albarda c.s. adalah revolutionair,
bahwa Stokviti, bahwa de Dreu, bahwa Middendorp adalah revolutionair? Tidakkah P.N.I.
revolutionair juga, tidakkah kami kaum revolutionair juga, − P.N.I. dan kami, yang juga
bermaksud “menghilangkan halanganhalangan yang menghalanghalangi geraksuburnya
pergaulan hidup dan staat”, juga bermaksud “menyusunnyusunkan dan mematangmatangkan
rakyat baginya”, yakni “daarvoor te organiseeren”, “daarvoor rijp te maken” ? Oleh karena itu
sekali lagi memang P.N.I. adalah revolutionair, kami adalah kaum revolutionair, − tetapi tidak
karena apaapa, melainkan hanyalah oleh karena P.N.I. ingin perubahan yang lekas dan radicaal,
ingin “omvorming in snel tempo” , ingin
“Umgestaltung von Grund aus” itu. P.N.I. dan kami
adalah revolutionair, tidak karena P.N.I. dan kami mau golokgolokan atau bomboman atau
dinamitdinamitan, tidak karena P.N.I. (dengan perkataan Kautsky) “een revoluties makende
partij” ,
− tetapi hanyalah karena P.N.I. ingin menghilangkan segala halhal yang merintangi
dan memundurkan suburnya pergaulanhidup Indonesia, dan mengorganisirkan rakyat untuk
menghilangkan rintanganrintangan itu.139*)
Amboi! golok, bom dan dinamit! Kami dituduh golokgolokan, bomboman dan
dinamitdinamitan! Seperti tidak ada senjata yang lebih tajam lagi daripada golok, bom dan
dinamit!! Seperti tidak ada senjata lebih kuasa lagi daripada puluhan kapal perang, ratusan
kapaludara, ribuan, ketian, milliunan serdadu darat! Seperti tidak ada senjatasemangat lagi ,
yang jikalau memang sudah sedar dan bangkit dan berkobarkobaran di dalam kalburakyat, ada
lebihlebih hebat kekuasaannya daripada seribu bedil dan seribu meriam, ya, seribu armadalaut
dan Seribu tentara yang lengkapalat dan lengkapsenjata! Seperti kami tak mengetahui akan
kekuasaannya semangatrakyat yang bisa dibikin mahasakti dan mahadigjaya itu, orang
137
*) orang yang cinta damai
138
Rede 3 Okt 1928 voor de ontwikkelingsvereeniging te Amsterdam, zie A.I.D. 4 Aug. 1930
139
Quack Socialisten V pag. 327
menuduh kami mau membikin ramerame dengan merconsumet dan merconbanting!! Seperti
tidak ada ilmu ke Timuran lagi, yang dinantikan dalam buku BagawadGita, dan yang
mengajarkan kekuatan semangat itu!:
“Ik zeg U, wapens raken ‘t leven niet;
Vuur brandt het niet, geen water overstroomt,
Noch schroeit het heete wind.
Ondoordringbaar, Onaangetast, Onbetreedbaar en vrij
Onsterfelijk, overàl, standvastig, vast,
Onziehtbaar, onuitspreeklijk, door geen woord
Noch door gedacht’ omvat, steeds gansch ziehzelf −
Zoo wordt de Ziel genoeind!”
“Ketahuilah, hidup tidaklah terkanai senjata;
Api tidaklah membakarnya, air tidaklah mengabahinya,
Anginpanas tidaklah memakannya. Tak bisa dimasuki, Tak bisa diserang, Tak bisa
diinjak, dan Merdeka,
Tak bisa mati, umum, tetap, tegak,
Tak terlihat, tak bisa diucapkan, tak bisa dikatakan
Dan tak bisa diciptakan, senantiasa pribadi
Begitulah adanya Roh !”
− Tidak, P.N.I. tidak mencari kekuasaannya di dalam ributributan atau bomboman atau
dinamitdinamitan, tidak pula mencari tenaganya didalam sengaja melanggar wet sebagai
dituduhkan di sini. P.N.I. mencari kekuasaan machtsvormingnya ialah di dalam organisasi sosial
dan organisasinya semangat rakyat yang sadar dan bangkit, mencari kekuasaan
machtsvormingnya ialah dengan lebih lagi menghiduphidupkan dan menyusunnyusun
semangat rakyat yang oleh pengaruhnya imperialisme turuntemurun, kemarin sudah hampir
padam tetapi kini mulai menyala lagi. P.N.I. mengetahui, P.N.I. insyaf, P.N.I. yakin, bahwa jika
semangat rakyat itu sudah tersusun serta menyala berkobarkobaran, tidak ada satu kekuasaan
duniawi yang bisa membinasakannya. P.N.I. yakin, bahwa jika ia sudah menggenggam
senjatasemangat yang demikian itu, ia tentu mencapai segala apa yang dimaksudkan, zonder
pedang, zonder bedil, zonder bom, zonder meriam, ya, zonder “kocakkocakan” sengaja
melanggar artikel 153bis dan 169 Strafwetboek, sebagai yang dituduhkan pada kami dalam
proces ini. Dengan senjata semangat yang demikian itu, maka ia dengan sebenarbenarnya
menggenggam senjata yang mahasakti, dengan sebenarbenarnya beraji candabirawa dan
pancasona, −
alvermogend, onsterfelijk, onoverwinnelijk!
“Wie kan een volk ketenen, als zijn geest niet geketekend wil worden? Wie kan een volk
vernietigen, als zijn geest niet vernietigd wil worden?”,
“Siapakah bisa merantai sesuatu bangsa, kalau semangatnya tak mau di rantai? Siapakah
bisa membinasakan sesuatu bangsa, kalau semangatnya tak mau binasa?”,
begitulah Sarojini Naidu, Srikandi India, berpidato tatkala membuka Indian National Congress
yang keempatpuluh,140 dan Mac Swiney, pendekar Ierland yang termashur itu, di dalam iapunya
“Principes de la Liberte” adalah menulis:
“Want een ontwapende man kan geen menigte menschen weerstaan, een enkel leger kan
geen legioenen zonder tal overwinnen, − maar àlle legers van àlle staten op aarde hebben
te zamen niet de macht één enkele ziel te doen bukken, die vast besloten is te strijden voor
recht.”141
“Sebab seorang orang yang tiada senjata tak bisalah menentang orang banyak, satu tentara
tak bisalah mengalahkan tentaratentara yang tiada jumlah, − tetapi semua tentara daripada
semua negeri di mukabumi ini tidak cukup kekuatanlah menundukkan satu nyawa saja
yang berjuang mengejar keadilan dengan ketetapan hati”.
Sesungguhnya, buat apa bomboman atau dinamitdinamitan, buat apa kocakkocakan sengaja
melanggar artikel 153bis dan 169, − kalau kita dengan machtsvorming organisatiesemangat
itu
saja sudah mempunyai kepastian bekal mencapai semua maksud?
P.N.I. oleh karenanya, tak berhentiberhenti menyuburnyuburkan semangat rakyat itu.
Semangat tiaptiap rakyat yang disengsarakan oleh sesuatu keadaan, baik rakyat proletar di
negerinegeri kepabrikan maupun rakyat di tanahtanah jajahan adalah semangat ingin
merdeka . Welnu, kita menyuburkan semangatingin merdeka itu pada rakyat Indonesia. Kita
menyuburkannya tidak terutama dengan keinsyafan kelas sebagai pada pergerakan
kaumburuh umumnya, tetapi dengan keinsyafanbangsa, dengan keinsyafan nationaliteit ,
dengan nationalisme . Sebab tiaptiap rakyat yang dikuasai oleh bangsa lain, tiaptiap rakyat
jajahan, tiaptiap rakyat yang saban hari, saban jam merasakan imperialismenya lain natie ,
−
tiaptiap rakyat yang kolonial overheerscht demikian itu adalah berbudiakal nationalistisch.
Rasapertentangan, yang di Eropah atau di Amerika berwujud rasapertentangan kelas, oleh
karena kaum yang berkuasa dan kaum yang dikuasai di sana ada terdiri dari satu bangsa , satu
kulit, satu rasa,
− rasapertentangan itu disesuatu negeri jajahan adalah menyatu, samenvallen,
dengan pertentangan nationaliteit . Bukan terutama rasapertentangan si buruh terhadap pada
sikapitalist, bukan terutama rasapertentangankelaslah yang kami alamkan di dalam sesuatu
kolonie, tetapi ialah rasapertentangan si hitam terhadap si putih, si Timur terhadap si Barat, si
gekoloniseerde terhadap sin kolonisator.
P.N.I. mengerti hal ini: P.N.I. mengerti, bahwa di dalam kesadarannationaliteit, di dalam
nationalisme inilah letaknya daya yang nanti bisa membuka kenikmatannya harikemudian.
P.N.I. oleh karenanya, menyuburnyuburkan dan mempeliharakanlah nationalisme itu, dari
nationalisme yang kurang hidup dibikin nationalisme yang hidup , dan nationalisme yang
instinctief dibikin nationalisme yang bewust , dari nationalisme yang statis dibikin nationalisme
yang dinamis, − pendek kata: dari nationalisme yang negatif dibikin nationalisme yang positif
adanya. Dibikin positif nationalisme, Tuantuan Hakim, dibikin positif nationalisme, sebab
dengan nationalisme yang hanya rasaprotest atau rasadendam saja terhadap pada imperialisme,
kita belumlah tertolong. Kitapunya nationalisme haruslah suatu nationalisme yang positif, suatu
nationalisme yang scheppend , suatu nationalisme yang “mendirikan”, suatu nationalisme yang
“mencipta dan memuja”. Dengan nationalisme yang positief itu maka rakyat Indonesia bisa
140
Der Weg zur Macht pag 57.
141
*) Lihatlah buat maknanya revolutie, insurrectie dan putsch lebih jauh, keteranganketerangan kami di dalam bagian verhoor
mendirikan iapunya syaratsyarat hidup merdeka yang wadag dan yang halus , yang
materieel dan yang geesteIijk. Dengan sekarang sudah menghiduphidupkan nationalisme yang
positief itu, maka ini bisa menjaga, jangan sampai nationalisme itu menjadi nationalisme yang
benci kepada lain bangsa, yakni jangan sampai nationalisme itu menjadi chauvinistisch
nationalisme atau aggressief jingonationalisme sebagai yang kita alamkan jahatnya di dalam
perang dunia yang lalu, − suatu aggressief jingonationalisme “of gain and loss” sebagai C.R.
Das mengatakannya, yakni suatu jingonationalisme yang “untung atau rugi” dan yang
menyerangnyerang. Dengan nationalisme yang positief itu, maka rakyat Indonesia merasalah
kebenarannya kalimatkalimat Arabindo Ghose yang mengatakan bahwa nationalisme yang
demikian itu adalah sebenarnya Allah sendiri.
Dengan nationalisme yang demikian itu, maka rakyat kita tentulah melihat harikemudian
itu sebagai fajar yang berseriserian dan terangcuaca, tentulah hatinya penuh dengan
pengharapan yang menghidupkan. Tidaklah lagi harikemudian itu dipandang olehnya sebagai
malam yang gelapgulita, tidaklah lagi hatinya penuh dengan syak dan dendam belaka. Dengan
nationalisme yang demikian itu rakyat kita akan ridho dan suka hatilah menjalankan segala
korbanankorbanan untuk pembeli harikemudian yang toh indah dan menginginkan itu. Dengan
pendek kata: dengan nationalisme yang demikian itu rakyat kita akan bernyawa , akan
hidup,
dan tidak laksana bangkai sebagai sekarang!
“Oleh karena rasakebangsaanlah”, − begitulah pemimpin Mesir yang termashur, Mustapha
Kamil, menggambarkan positief nationalisme itu.
“het is door patriotisme dat achterlijke volken gauw tot beschaving geraken, tot grootheid
en tot macht. Het is patriotisme dat vormt het bloed dat stroomt in de aderen van krachtige
naties, en het is patriotisme dat leven geeft aan elk levend mensch.” 142
“oleh karena rasakebangsaanlah maka rakyatrakyat yang mundur lekas bisa mencapai
kesopanan, kebesaran dan kekuasaan. Rasa kebangsaanlah yang menjadi darah yang
mengalir di dalam uraturatnya bangsabangsa yang gagahkuat, dan rasakebangsaanlah
yang menghidupkan tiaptiap manusia yang hidup.” ,
zonder nationalisme tiada kemajuan, zonder nationalisme tiada natie.
“Nationalisme is dat kostbare bezit, hetwelk aan een staat het vermogen geeft naar
ontwikkeling te streven en aan een volk om zijn bestaan te handhaven.”143
“Nationalisme adalah itu milikmahal, yang mengasih kekuasaan kepada suatu staat
mengejar kemajuan, dan kepada sesuatu bangsa mempertahankan hidupnya.”
Dan caranya menyuburkan nationalisme itu?, jalannya adalah tiga:
begitulah Dr. Sun Yat Sen berkata:
Pertama : kita menunjukkan kepada rakyat bahwa iapunya hari dulu adalah haridulu yang
indah.
Kedua : kita menambahkan keinsafan rakyat, bahwa iapunya harisekarang adalah
harisekarang yang gelap.
142
Dalam “ASIA”
143
Bij Tery, En Irlande pag. 140
Ketiga : kita memperlihatkan pada rakyat sinarnya harikemudian yang berseriserian dan
terangcuaca, beserta caracaranya mendatangkan harikemudian yang penuh dengan
persanggupan itu.
Dengan lain kata, P.N.I. menggugahkan dan menghidupkan keinsafan rakyat akan iapunya
“grootsch verleden”, “donkerheden”, dan “de beloften eener lichtende, wenkende toekomst” .
P.N.I. mengetahui bahwa hanya trimurti inilah yang akan bisa menjadikan kembang jayakusuma
yang menghidupkan lagi nationalisme rakyat yang laju.
Kitapunya haridulu yang indah, kitapunya grootsch verleden! − Ah, Tuantuan Hakim,
siapakah orang Indonesia yang tidak mengeluhhati kalau mendengarkan cerita akan
keindahannya itu, siapakah yang tidak menyesalkan hilangnya kebesarankebesaran! Siapakah
orang Indonesia yang tidak hidup semangatnasionalnya, kalau mendengar kan riwayat tentang
kebesaran kerajaan Melayu dan Sriwijaya, tentang kebesaran Mataram yang pertama, kebesaran
zaman Sindok dan Erlangga dan Kediri dan Singosari dan Majapahit dan Pajajaran, − kebesaran
pula dari Bintara, Banten dan Mataramkedua di bawah Sultan Ageng! Siapakah orang Indonesia
yang tak mengeluh hatinya kalau ia ingat akan benderanya yang dulu sampai ditemukan dan
dihormati orang sampai di Madagaskar, di Persia dan di Tiongkok! Tetapi sebaliknya siapakah
tidak hidup harapannya dan kepercayaannya, bahwa rakyat yang demikian kebesarannya
haridulu itu,
pasti cukupkekuatan untuk mendatangkan harikemudian yang indah pula, pasti
masih juga mempunyai kebiasaankebiasaan menaiklagi di atas tingkat kebesaran di kelak
kemudianhari? Siapakah yang tidak seolaholah mendapat nyawabaru dan tenagabaru kalau ia
membaca riwayatnya zaman dulu itu! Begitulah pula rakyat, dengan mengetahui kebesarannya
haridulu itu, lantas hiduplah rasanasionalnya, lantas menyala lagilah apiharapan di dalam
hatinya, dan lantas mendapat lagilah rakyat itu nyawabaru dan tenagabaru oleh karenanya.
O memang, zaman dulu zaman feodal,144*) zaman sekarang zaman modern. Kita bukan mau
menghidupkan lagi zaman feodal itu; kita bukanpun mufakat dan cinta kepada aturanaturan
feodal itu. Kita mengetahui kejelekkejelekannya bagi rakyat. Kita hanyalah menunjukkan
kepada rakyat, bahwa feodalisme kita haridulu itu adalah feodalisme yang hidup, feodalisme
yang tidak sakitsakitan, feodalisme yang gezond dan bukan feodalis me yang ziekelijk,
−
feodalisme yang penuh dengan ontwikkelingskansen dan yang, umpamanya tidak diganggu
hidupnya oleh imperialisme asing, niscaya bisa “meneruskan perjalanannya”, bisa “volbrengen
evolutienya” , yakni niscaya bisa hamil dan akhirnya melahirkan suatu pergaulanhidup
modern yang sehat pula !145 **)
Tetapi bagaimana pergaulanhidup kita harisekarang itu? Bukan sehat, bukan gezond,
bukan penuh dengan ontwikkelingskansen, tetapi sakitsakitan, tetapi ziekelijk, tetapi “kosong”.
Di awal, takala kami menggambarkan nasibnya rakyat Indonesia pada masa ini, takala kami
menceritakan caranya imperialisme mengobrakabrikkan pergaulanhidup kita itu, maka
Tuantuan sudah mendapat sedikit pemandangan atas keadaan harisekarang itu. Berhubung
dengan sempitnya tempo, cukup lah sekian saja, tak perlulah kami tambahtambahi. Teta pi
perlu sekalilah kami terangkan di sini, bahwa keinsyafan akan jeleknya nasib harisekarang
inilah yang paling menghidupkan rasanasional rakyat.
Memang bukan saja bagi rakyat kita, tetapi bagi tiaptiap rakyat lain dan tiaptiap manusia,
tiaptiap mahluk Yang bernyawa , maka
pengetahuan akan sesuatu nasib yang jelek adalah
144
Lothrop Stoddard, “The new World of Islam”, p. 151
145
San Min Chu I, Sianghai 1928 pag. 55
sumbernya keinginan akan nasib yang lebih nyaman baginya . Tidak ada keinginan, tidak ada
harapan, tidak ada nafsu, kalau tidak ada rasa tak puas atau onbevredigdheid dengan
keadaan yang ada .
Itulah sebabnya, maka tiaptiap perkumpulan atau tiaptiap negeri dan di tiaptiap zaman,
suka sekali “membongkar keadaan”, yakni suka sekali membeberbeberkan keadaankeadaan
yang ia tak sukai. Jikalau A.I.D. de PreangerBode mengamuk perkara regeeringspolitiek
sekarang atau pergerakan rakyat yang ia takuti, jikalau P.E.B. geger membicarakan bahaya yang
mengancam kepentingannya imperialisme, jikalau Vaderlandsche Club memakimaki ke kanan
dan kiri, maka itu semua adalah oleh karena mereka tak senang akan keadaan sekarang dan oleh
karena mereka dengan menyiarkan merekapunya ontevredenheid atau ketidaksenangan itu,
bermaksud membangunkan atau mengeraskan lagi keinginan, harapan, nafsu kaumnya akan
keadaan yang lebih nyaman baginya . Begitu pula maka P.S.I., Boedi Oetomo, Pasundan, dan
perkumpulan atau suratkabar Indonesia manapun jua, dengan merekapunya propaganda atau
protesprotes, tak lainlah daripada bermaksud menyebarkan merekapunya ke tak senangan dan
membesarkan lagi keinginan dan nafsu merekapunya kaum.
Welnu, kalau P.N.I. lebih menginyafkan lagi rakyat Indonesia akan kepahitan nasibnya
harisekarang itu, maka ia tak lainlah pula daripada bermaksud memperkelaskan lagi keinginan
dan harapan rakyat itu akan keadaankeadaan yang lebih layak. P.N.I. mengetahui, bahwa
keinginan dan harapan inilah yang menjadi penyorongnya nafsu berusaha, penyorongnya
“nafsumendirikan”, penyorongnya “nafsumengadakan”. P.N.I. mengerti, bahwa makin
mendalamnya keinsyafan rakyat akan getirnya nasib harisekarang itu, membikin pula makin
rajinnya dan makin maunya rakyat berusaha membanting tulang dan memeras tenaga untuk
terkabulnya kesanggupankesanggupan harikemudian yang indah itu, mengarti, bahwa makin
termasuknya keinsyafan akan perihnya harisekarang itu di dalam daging dan sungsum rakyat,
membikinlah lebih hidupnya rasanasional, lebih berkobarkobarnya positiefnationalisme yang
memang sudah menyala!
Orang boleh menamakan ini menyebarkan “ontevredenheid”, orang boleh menamakan ini
“membikin pahithati dan dendamhati pada rakyat”, orang boleh mengata kan kami penghasut,
pembakar nafsu, ophitser, opruier, − kami menjawab: apa bedanya perbuatan kami itu sebagai
tadi kami terangkan, dengan perbuatannya A.I.D. dan V.C. dan P.E.B. dalam hakekatnya, apa
bedanya dengan perbuatan P.S.I., B.O., Pasundan dan lainlain? Lagi pula: kami tidak pernah
meninggalkan obyektiviteit, kami tidak menyebarkan yang dinamakan “ ontevredenheid ” itu
untuk “ ontevredenheid ”, kami tidak “membikin pahithati dan dendam” untuk membangkitkan
rasakebencian dan rasakedengkian atau nafsunafsu lainlain yang rendah, − kami
menyebarkan yang dinamakan “ontevredenheid” itu hanyalah untuk lebih menghidupkan dan
lebih mengeraskan lagi keinginan rakyat akan keadaan yang lebih nyaman, lebih
membesarkan kemauannya berusaha, lebih menyuburkan positief nationalisme adanya .
Kami di sini ingatlah akan pidatonya Dr. Sun Yat Sen yang berkata:
“Indien de toestand die ik beschreven heb ...... waar is, dan moeten wij goed in onze geest
vasthouden de gevaarlijke positie welke wij nu innemen en de critieke periode die wij nu
doormaken, voordat we kunnen weten hoe ons verloren nationalisme te doen herleven.”
“Indien wij een herleving beproeven zonder de toestand goed te begrijpen, dan zal aIle
hoop voorgoed verdwijnen en het Chineesche yolk zal worden vernietigd.”
“Wij moeten zelf eerst de feiten weten, wij moeten begrijpen dat deze rampen imminent
zijn, wij moeten ze broadcasten totdat een ieder beseft, wat een tragedie de val van onze
nat!.e zou beteekenen”.
“Wanneer wij het nationaUsme willen aanwakkeren, dan moeten. wij eerst onze
vierhonderd millioen doen beseffen dat hun doodsuur nabij is!”............ 146
“Jikalau keadaan yang tadi saja gambarkan itu ada benar, maka kita haruslah menanamkan
di dalam kitapunya peringatan, keadaan kita yang mengkhawatirkan itu dan berbahayanya
kedudukan kita sekarang ini, sebelum kita bisa mengetahui bagaimana caranya
menghiduphidupkan lagi kitapunya nationalisme yang telah padam itu. Jikalau kita mau
menghiduphidupkan lagi nationalisme itu zonder mengarti benarbenar keadaan kita, maka
tiaptiap harapan akan menjadi matilah dan rakyat Tiongkok akan menjadilah binasa.
Kita harus lebih dahulu mengetahui keadaankeadaan ini, kita harus mengarti bahwa
bencanabencana ini sangatlah mengancamnya, kita harus mendengungkannya
kemanamana, sehingga tiaptiap orang bangsa kita menjadilah merasakan seinsafinsafnya
bagaimana besar kecilakaan kita jikalau bangsa kita sampai jatuh.
Jikalau kita mau mengkobarkankobarkan rasanasionalisme, maka kita haruslah
menanamkan keyakinan di dalam rakyat kita yang empat ratus juta itu, bahwa bahalamaut
adalah hampir menerkam kepadanya !” ............
Artinya: membikin rakyat insyaf akan keadaannya yang sengsara itu, agar supaya
nationalismenya bangun dan ia mau bergerak, − itulah pengajarannya pemimpin besar ini. Itulah
yang kita kerjakan pula.
Ontevredenheid yang memang ontevredenheid , bukanlah bikinan kami; ontevredenheid
yang tulen dan asli itu, adalah bikinannya imperialisme sendiri!
Tuantuan Hakim yang terhormat, begitulah bagian yang pertama dan bagian yang kedua
daripada usaha P.N.I. menyuburkan semangat nasional itu: membangunkan keinsyafan akan
hari
dulu dan harisekarang . Tentang bagian yang ketiga, caracara mencapainya, tentang
bagian yang ketiga itu, kami, juga oleh sempitnya tempo, tak usahlah panjang kata: sebab
segenap usaha P.N.I. akan machtsvorming, segenap actie P.N.I. keluar dan ke dalam,
segenap gerakbangkitnya, ya segenap jiwa raganya P.N.I. adalah caracara mendatangkan
dan melaksanakan kesanggupankesanggupan harikemudian itu; dan akan bisanya rakyat
Indonesia mencapaikannya, buat kita kaum P.N.I. bukanlah tekateki lagi: rakyat Indonesia
yang dahulu begitu bersinarsinaran dan tinggi kebesarannya, meskipun sekarang sudah hampir
sebagai bangkai, rakyat Indonesia itu pasti cukup kekuatan dan cukup kebisaan mendirikan
gedung kebesaran pula dikelak kemudian hari, pasti
bisa menaiki lagi ketinggian tingkat
derajatnya yang sediakala, yang melebihi lagi ketinggian tingkat itu!
Tetapi wujudnya harikemudian ?
Bagaimana wujudnya harikemudian itu ?
Tidak ada satu manusia yang bisa menggambarkan hari kemudian dengan saksama. Tidak
ada satu manusia yang bisa menentukan lebih dulu wujudnya harikemudian menurut
kemauannya. Tidak ada satu manusia yang mendahului riwayat. Kita hanya bisa menetapkan
ancerancerannya saja, kita hanya bisa mempelajari tendenznya. Misalnya kaum Marxistpun tak
146
*) zaman feudal = zaman “ningratningratan”
bisa menujumkan wujudnya pergaulan hidup socialistisch dengan saksama, melainkan juga
hanyalah bisa mengetahui garisgarisnya yang besar dan tendenznya belaka. Harikemudian
Indonesia kini hanyalah tampak sinarnya saja yang indah sebagai sinarnya fajar yang akan
menyingsing, hanyalah kedengaran persanggupanpersanggupannya saja sebagai merdunya
gamelan pada malam terangbulan yang kedengaran dari jauhan. Sebagai di dalam cerita wayang
sebelumnya Ksatria Danajaya datang, kita lebih dulu sudah mendengar nyanyiannya
burungburung yang menghantarkan dan mengikutnya, − begitulah pula datangnya
harikemudian yang indah itu kini sudah dialamatkan lebih dulu kepada kita, yang
menunggununggunya dengan hati yang mengharapharap. Kita sudah mendengar
persanggupanpersanggupannya akan rezeki milliunmilliunan yang tak diangkuti ke negeri lain,
akan perikehidupan rakyat yang dus senang dan selamat, akan keadaan sosial yang sesuai dan
memenuhi kebutuhannya, akan susunan hidup politik yang secara kerakyatan longgar, akan
kemajuan seni, ilmu, cultuur yang tak terhalanghalang. Kita mendengar persanggupannya akan
suatu Federatieve Republik Indonesia, yang hidup di dalam persobatan dan kehormatan dengan
bangsabangsa lain, akan suatu bendera Indonesia yang menghiasi angkasa Timur. Kita
mendengar persanggupannya akan suatu natie yang teguh dan sehat, ke luar dan ke dalam
.....................
Tuantuan Hakim yang terhormat, dengan menggambarkan tiga bagian tentang haridulu,
harisekarang dan harikemudian itu, maka kami sudahlah dengan singkat sekali menunjukkan
usahanya P.N.I. tentang nyawanya machtsvormingnya, yakni nationalisme,
− kecintaan pada
tanahair dan bangsa, rasagembira atas kebahagiaannya, rasamengeluh atas kemalangannya.
Marilah kita sekarang menjawab pertanyaan, apakah uraturat dan sarafsarafnya
machtsvorming P.N.I. itu. Uraturat dan sarafsaraf machtsvorming P.N.I. adalah bertentangan
dengan uraturat dan syarafsyarafnya stelsel imperialisme di sini. Uraturat dan syarafsyarafnya
stelsel imperialisme yang terpenting adalah
empat rupa;
pertama : stelsel imperialisme melahirkan politik divide et impera, yakni politiek
memecahbelah;
kedua : stelsel imperialisme menetapkan rakyat Indonesia di dalam kemunduran;
ketiga : stelsel imperialisme membangunkan kepercayaan di dalam hati dan pikiran
rakyat, bahwa bangsa kulitberwarna itu memang bangsa yang kurang
“karaatnya” dan bahwa bangsa kulitputih memang “adhiadhining” bangsa;
keempat : stelsel imperialisme membangunkan kepercayaan di dalam hati dan pikiran
rakyat pula, bahwa kepentingankepentingan rakyat itu adalah sesuai dan sama
dengan kepentingankepentingan kaum imperialisme itu, sehingga rakyat itu
jangan menjalankan politik
selfhelp dan politik inginmerdeka, tetapi haruslah
memeluk politik bersatu dengan kaumpertuanan, yakni associatiepolitiek.147
∗)
Nah, samasekali bertentangan dengan politik divide et impera inilah, samasekali
bertentangan dengan politik yang menetapkan rakyat di dalam kemunduran; samasekali
berhadaphadapan dengan politik yang bermaksud “psychologische injectie van de inferioriteit
147
**) Untuk mengerti kalimatkalimat kami ini, orang harus ingat, pergaulanhidup itu “tidak diam”, tetapi senantiasa hidup, senantiasa maju,
senantiasa berEvolusi. Anggota P.N.I tentu ingat akan kamipunya kursuskursus tentang “Phasenleer”
van het bruine en de superioriteit van het blanke ras”, samasekali contra associatiepolitiek
itulah uraturat dan saraf nya matchsvorming P.N.I. .
P.N.I. menjawab politik divide et impera itu dengan dengungannya itikad
persatuanIndonesia, menjawab politik yang memecahmecah itu dengan dayanya mantram
nationalisme Indonesia yang merapatkan baris. Dari zaman dulu sampai zaman sekarang,
berabadabadlah rakyat kita itu kemasukan bagipemecah tak berhentihenti, baik di zaman
compagnie maupun di zaman modern. Memang di dalam perceraian dan di dalam
ketidakrukunan itulah letaknya kemenangan musuh. “Verdeel en heersch” ,148 **) − itulah
mantramnya tiaptiap rakyat yang mau mengalahkan rakyat lain, mantramnya imperialisme di
manamana zaman dan dimanamana negeri. “Verdeel en heersch” adalah mantramnya bangsa
Romein yang memang penemu mantram itu, adalah mantramnya bangsa Spanyol dan Portugis di
zaman dulu mengibarkan benderanya dinegerinegeri orang lain, adalah mantramnya bangsa
Inggeris mendirikan iapunya kerajaandunia “British Empire” . Dengarkanlah bagaimana Prof.
Seeley di dalam iapunya buku yang termashur “The expansion of England” menceriterakan
“verdeelenheersch politiek” di India:
“Wanneer Engeland, dat geen militair land is, werkelijk een bevolking van een paar
milIioen zielen moest beheerschen met een engelsche militaire macht, is het onnoodig te
zeggen, dat de last onze krachten zou te boven gaan. Maar het is niet zoo ................
doordat Engeland Indie tot onderwerping bracht en het er in houdt in hoofdzaak met
behulp van Indische troepen en met Indisch geld .........
Indien er in Indie een. nationale beweging kan ontstaan zooals die waarvan wij in Italie
getuigen waren, zou de Britsche macht niet eens zooveel weerstand kunnen bieden, als
Oostenrijk in Italie, maar zou onmiddellijk ineen moeten vallen.” 149
“Een menigte individuen, niet verbonden door gemeenschappelijke gevoelens en belangen,
is gemakkelijk te on derwerpen, omdat zij tegen
elkaar
kunnen worden gebruikt. “
“Zooals ge ziet werd de muiterij grootendeels onderdrukt door de volken van Indie tegen
elkaar 150
op te zetten.”
“Jikalau negeri Inggeris, yang bukan negeri militer itu, dengan sesungguhnya harus
memegang suatu rakyat dari beberapa juta manusia dengan sesuatu kekuasaan militer
Inggeris, maka tak perlulah dikatakan lagi, bahwa kita tak akan bisa memikul beban yang
seberat itu. − Tetapi keadaan bukanlah begitu, ................ sebab, Inggeris adalah
menaklukkan India dan mengekalkan India di dalam ketaklukan itu terutama ialah dengan
serdadu bangsa India dan harta India ........... Jikalau umpamanya di India bisa bangkit suatu
pergerakankebangsaan sebagai yang dahulu kita lihat di Italia, maka kekuasaan Inggeris
tidak akanlah bisa cukup kekuatan melawannya sebagai dahulu Oostenrijk di Italia, tetapi
niscayalah segera menjadi gugur” .
“Rakyat yang tidak tergabung satu sama lain oleh perasaanperasaan yang sama dan
kepentingankepentingan yang sama, adalah gampang ditaklukkan, oleh karena mereka bisa
diadudombakan satu sama lain.”
148
san min chu I pag. 102, 112.
149
∗ )
bandingkan pikiranpikiran kami ini dengan pikiranpikiran Moh. Hatta didalam ia punya “Indonesiavrij”, dan juga dengan pikiranpikiran
Dr. Sun Yat Sen.
150
**) “Pecahkanlah, nanti kamu bisa memerintahnya!”
“Sebagai tuan melihat sendiri maka pemberontakan ini adalah dipadamkan dengan
mengadudombakan rakyat India itu satu dengan yang lain”
Dan di Indonesiapun, imperialismetua dan imperialismemodern tak lupa akan
kemanjuran mantram itu; di Indonesiapun bagipemecah tak berhentiberhenti bekerja:
“− haar gevaarlijkste vijanden had zij door de toepassing van den regel “divide et impera‘‘
schier machteloos gemaakt; ....... zij had hare schoonte triomphen behaald door de
wapenen der zwakken, sluwe berekening en list.” −
“− iapunya musuhmusuh yang terkuasa adalah ia lemahkan samasekali dengan
menjalankan politik “verdeel en heerch” itu; ....... ia adalah mendapatkan iapunya
kemenangankemenangan yang terbagus dengan senjatanya kaum lemah, perhitungan yang
muslihat dan tipu daya.” −
begitulah Prof. Veth menggambarkan politiknya imperialismetua di Indonesia itu,151 dan Clive
Day adalah menulis :
“Divide et impera” was de natuurlijke zinspreuk, die gevolgd werd bij het in aanraraking
komen met inlandsche staten en was het beginsel dat voor het grootste deel tot het
welslagen der Nederlanders heefl bijgedragen.”152
“Politik memecahmecah adalah peribahasa yang diikutinya di dalam pergaulannya dengan
kerajaankerajaan bumiputera, dan buat sebagian besar adalah azaskemenangannya
bangsa Belanda itu.”
Imperialismetua kini sudah mati; tetapi tidak matilah warisan yang dikasihkannya kepada
imperialismemodern, yakni warisan japamantram “verdeel en heersch” yang ampuh itu. Tidak
sebagai dulu, − dipakai menakluknaklukkan dan melebarlebarkan jajahan, − semua pulau
sudah takluk, “staatsafronding” sudah selesai −,
− tidak sebagai dulu dibarengi dengan
gemerincingnya pedang, letusnya bedil dan gunturnya meriam, tetapi dipakai mengekalkan apa
yang sudah tercapai dengan melalui (menurut katanya Stokvis) “jalanjalan yang lebih sunyi”,
“stillcre wegen” .
Memang, semua kepulauan sudah takluk, “staatsafronding” sudah selesai, −
lahirnya
Indonesia dibikin satu, lahirnya diikat di dalam satu persatuan, tetapi “persatuan” ini, menurut
perkataannya seorang socialist adalah suatu:
“onderworpen eenheid, die slechts een eenheid van onder worpenheid is,”153
“persatuan yang takluk, yang hanya persatuan daripada ketaklukan belaka.”
dan amboi ............. janganlah bathinnya menjadi satu, janganlah semangatnya kemasukan
nationalisme dan menjadi semangat natie ! Sebab kaum imperialisme tahu, bahwa suatu rakyat
yang tiada nationalisme dan tiada semangatnatie adalah sebagai Dr. Sun Yat Sen mengatakan,
hanya “a sheet of loose sand” belaka,sebagai pasir yang meruluk dan ngeprul dan tiada
151
pag. 175, 204 (vertaling Steinmetz)
152
pag. 207, 208
153
Java II pag. 193
hubungan satu sama lainnya, yang bisa ditiuptiupkan kemanamana dan bisa dikoreh
semaumaunya.
Semangat, semangatlah yang terutama oleh stelsel imperialismemodern itu dijatuhi
mantram, di “verdeel” supaya stelsel itu bisa “ heerschen” selamalamanya. Semangatlah yang
terutama dimasuki bayipemecah agar supaya tidak bisa menjadi semangat nationalisme yang
masuk sebagai semen di dalam pasir yang ngeprul itu dan membikin daripada satu blok beton
mahabesar yang ibarat tak bisa hancur walau di meriam juga.
Kaumimperialisme modern tak lupa akan wejangan karuhunkaruhunnya itu.
Japamantram “divide et impera” tak lupa saban hari, saban jam dikemahkemihkan. “Bilamana
India menjadi satu natie,” −
begitulah Prof. Seeley mengajarkan padanya,154
“Zoodra lndie zou toonen te zijn ............ een onderworpen natie
, zouden wij onmiddelijk
begrijpen het onmogelijk te kunnen handhaven” ...............
“Wanneer door een of andere oorzaak de bevolking zich als behoorende tot een
nationaliteit gaat voelen, dan zeg ik niet dat er reden is te vreezen voor onze heerschappij;
dan zeg ik, moeten wij onmiddelijk alle hoop opgeven!”
“Bilamana India menjadi satu natie
, maka kita segeralah mengerti, bahwa kita tak akan
bisa terus memegangnya” ......
“Jikalau oleh salah suatu sebab, rakyat itu merasa dirinya satu kebangsaan, maka saya tidak
berkata bahwa kita harus khawatir akan keadaan kekuasaan kita, tetapi saya berkata bahwa
kita
sekejapmataitujuga harus melepaskan tiap harapan!”
“Sekejap mata itu jua harus melepaskan tiaptiap harapan!”, “ Onmiddellijk aIle hoop opgeven !”,
− bahwa sesungguhnya: suatu ajaran yang mendahsyatkan! Tetapi, neen
− , tidak, tidak usah
dahsyat dan kurang tidur! Sebab tidakkah cukup suratsurat khabar sebagai A.I.D. de
PreangerBode, JavaBode, Nieuws v.d, Dag, de Locomotief, Surabajaasch Handelsblad dll.
yang saban minggu, saban hari biasa menebarnebarkan benih pemecahan itu, berisi cacimakian
atas tiaptiap usahapersatuan dan atas tiaptiap usaha membangunkan nationalisme dan
pihaknya “Inlander”! Tidakkah bahasa Indonesia, yakni bahasapersatuan, akan lekas dihapuskan
dari sekolahsekolahan, dan tidakkah sistem pendidikan dari sekolahsekolahan itu sudah
membunuh tiaptiap rasakebangsaan, denationaliseerend
− “ ”! Tidakkah masih ada seorang
Colijn, yang dengan iapunya buku “Koloniale vraagstukken van heden en morgen” mencoba
mewujudkan azas divide et impera itu didalam suatu susunan administrasipemerintahan yang
bernama “ eilandgouvernementen ”, tidaklah misih ada seorang De Kat Angelino yang membikin
bukubuku tebal yang penuh dengan rapalrapal pembunuh semangat nationalisme Indonesia itu!
Tidakkah masih ada seorang Couvreur, yang di dalam suatu nota memujikan kepada regeering:
“de openstelling van Bali voor de missie en de kerstening der bevolking. Aldus zou men in
de toekomst kunnen krijgen een RoomschKatholiekBali, dat een wig zou vormen tusschen
Java en de Oostelijk gelegen eilanden. Men heeft reeds zoo’n Christelijk wig tusschen Aceh
en Minangkabau: het gekerstende Batakland”,
“pembukaan Bali untuk agama Kristen dan pengeristenan penduduknya. Begitulah orang di
kemudian hari akan mempunyai suatu negeri Bali yang RoomschKatholiek, yang bisa
menjadi bayi antara pulau Jawa dan pulaupulau sebelah Timur. Orang sudah mempunyai
154
Nederl. beheer p. 52
bayi Kristen yang demikian itu antara Aceh dan Minangkabau, yakni: negeri Batak yang
telah dibikin nasrani itu”,
− tidakkah misih ada seorang Couvreur yang memujikan bayi yang demikian itu, sehingga dari
kalangan bangsa Indonesia Kristen terdengarlah protest yang berbunyi:
“Mijn God, een Christelijk wig! Moeten wij, Christen Indonesiers, die al verschillen wij
van Godsdienst met de andere landgenooten, toch in elk geval kinderen zijn van
MoederIndonesia, − moeten wij toestaan, dat onze heerlijke godsdienst voor dat doel
wordt misbruikt? Moeten wij toestaan, dat het heerlijke Christendom als middel wordt
gebruikt, om onze nationale eenheid onmogelijk te maken, en om de kinderen van
MoederIndonesia van elkaar te vervreemden?”155
“Astaga, suatu bayi Kristen! Bolehkah kita bangsa KristenIndonesiers, yang walaupun
berbedaan agama dengan bangsa sendiri yang lainlain, toh juga puteraputera
IbuIndonesia, − bolehkah kita membiarkan saja bahwa kitapunya agama yang suci itu
dihina untuk maksud yang demikian itu? Bolehkah kita membiarkan saja, bahwa agama
Kristen yang suci itu dipakai sebagai
alat untuk mencegah persatuan kebangsaan kita, dan
untuk mengasingkan puteraputera IbuIndonesia satu dari yang lain?”
Pendek kata, tidakkah dimanamana misih ada sistem, yang menanggungkan padamnya
semangat itu dan menanggungkan kekalnya perceraian antara “inlander” dengan “inlander” itu !
Tetapi kita , kaum yang ingin kuasa, kitapun tak usah kurang tidur! Kitapun kini
mempunyai japamantram yang malahan nantinya tentu lebih ampuh daripada mantram verdeel
en heersch itu,
kitapun tak siasia maguru di dalam pertapaannya Sanghiang Merdeka, yang
mewejangkan pada kita saktinya ilmu “bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh!” Kitapun
memperhatikan pula pengajarannya Prof. Seeley tadi itu, tetapi di dalam kita punya arti, di dalam
kitapunya makna!
Persatuan Indonesia, Tuantuan Hakim, persatuan Indonesia, yang menggabungkan
segenap rakyat Indonesia itu menjadi satu ummat, satu bangsa, satu natie, itulah urat dan
syarafnya machtsvorming P.N.I. yang pertama.
Dan yang kedua ? Uratsyaraf machtsvorming kita yang kedua adalah kontra uratsyaraf
stelsel imperialisme yang kedua pula. Stelsel imperialisme mau menetapkan rakyat kita di dalam
kemunduran, − wahai, kita mau menjunjung rakyat kita daripada kemunduran itu! Kita
mengetahui: kemunduran budiakal rakyat adalah kepentingan stelsel Imperialisme disini. Sebab
Imperialisme di sini bukanlah terutama handels imperialisme; imperialisme di sini adalah
sebagai kami terangkan di muka, yakni palinghebat terutama di dalam saktinya yang keempat ,
yakni paling hebat di dalam mengusahakan Indonesia sebagai exploitatiegebied daripada
surpluskapital . Ia adalah paling hebat di dalam usahanya sebagai landbouw industrien
,
industri pertambangan, industri biasa, dan perusahaan lainlain, − yakni semuanya
perusahaan, yang butuh akan kaum buruhmurah , akan
penyewaantanahmurah , akan
kebutuhankebutuhan rakyat yang murah . Untuk kemurahan halhal ini, maka rakyat kita
dibikin rakyat yang “hidup kecil” dan “narima”, rendah pengetahuannya, lembek kemauannya,
155
v.d. Zee, S.D.A.P. en Indonesia, pag 29.
sedikit nafsunafsunya, padam kegagahannya, rakyat “ kambing ” yang bodoh dan
matienerginya !
Di muka sudah kami beberkan penyelidikannya Prof, van Gelderen yang membuktikan
kepentingan imperialisme ini atas kemunduran sosialekonomi rakyat: nah, kemunduran
budiakal pun, geestelijke decadence
pun adalah di dalam kepentingannya itu!
Di dalam Welvaartverslag deel IX b 2 kaca 172 kami membaca:
“De desaman en zijn hoofd en de desagemeente vormen van ouds den “kleinen man” de
dienstbaren, ......... die dus nederig te houden is, overingens de belastingbetaler bij
uitnemendheid. De priyayi daarentegen behoort tot de stand der bevelvoerenden en in het
algemeen belang moet dit onderscheid goed merkbaar gehouden worden. Daarop is hier de
heele maatsechappij gegrond ......... Al heeft men gelukkig toenemend voor den kleinen man
gezorgd, ....... klein moet hij blijven!”
“Rakyat desa dan kepalanya dan kampungnya dari dahulu kala adalah “si orang kecil”, si
rendahbakti, ........ yang oleh karenanya harus ditetapkan rendah selamanya, −
pembayarpembayar pajak yang sebaikbaiknya, Kaum priyayi sebaliknya adalah termasuk
kaum yang memerintah ; untuk keperluanumum maka perbedaan ini harus dibikin
seterangterangnya. Seluruh pergaulan hidup di sini adalah disendikan di atas azas ini
.......... Walaupun orang sudah makin banyak memelihara kepentingan si orang kecil itu,
−
.......... ia harus tetap kecil, klein
moet hij blijven!”
Klein moet hij blijven
“ ”, Tuantuan Hakim,
− dia harus tetap “hidup kecil” dan “nerima”, tetap
rakyat “kambing” yang harus menurut saja!; − berpuluhan tahun sistem ini bekerja, ya
berabadabadan sistem ini menjalankan pengaruhnya. Herankah Tuantuan, kalau nyonya
Augusta de Wit di dalam bukunya “Natuur en Menschen in Indie” ada menulis :
“Het onrecht heeft te lang geduurd; de geesten zijn er naar gegroeid, vergroeid. De
gedachten zijn krom en klein geworden, de wil hangt slap” .........? 156
“Ketidakadilan sudahlah berjalan terlalu lama; budiakal sudahlah mengkerut menurut
kepadanya. Akalpikiran sudahlah menjadi bengkok dan kecil, kemauan sudahlah menjadi
lemah dan gelembos” .........?
Herankah Tuantuan, kalau P.N.I. menuliskan perlawanan kepada geestelijke decadence ini
di atas panjipanjinya? Kita, kaum P.N.I., kita mencoba memberantas penyakit ini dengan
mengadakan lebih banyak onderwijsrakyat, menyokong sekolahansekolahan rakyat,
mengurangkan analphabetisme di kalangan rakyat. Kita mencoba membangkitbangkitkan dan
membesarbesarkan ke mauan rakyat akan nasib yang lebih mempernasib manusia, menyalakan
lebih banyak nafsunafsu di dalam kalbunya rakyat. Kita berusaha menghiduphidupkan lagi
kegagalan rakyat, wilskracht rakyat, energie rakyat sebagai sediakala, − rakyat yang ‘kini “sudah
mati kutunya” itu “rakyat kambing” yang menurut Professor Veth:
“de tijger in hen getemd”,
“semangatharimaunya sudah jinak sampai kutukutunya”,
karena
156
t.a.p. pag. 204, 209
“de slaapdrank eener lange onderwerping aan overmachtigevreemdelingen zijne werking
niet heeft geinist”! 157
“obattidurnya ketaklukan pada bangsabangsa yang kuasa tak luputlah bekerjanya”!
Energi rakyat inilah salah satu urat syaraf machtsvorming kita, − salah satu urat syaraf penolak
daya imperialisme, tetapi terutama sekali ialah urat syaraf penyorong rakyat kelapang muka!
Tuantuan Hakim, sempitnya tempo memaksakan kami membicarakan urat syaraf
machtsvorming P.N.I. yang nomor tiga dengan cara yang sesingkatsingkatnya pula. Urat syaraf
yang nomor tiga ini adalah bergandengan sekali dengan urat syaraf nomor dua itu, yakni
bergandengan sekali dengan urat syaraf penolak daya yang mengambingngambingkan itu.
Sebab stelsel imperialisme di sini tidaklah berkepentingan saja atas kemunduran sosialekonomi
dan kemunduran budiakalnya rakyat kita itu, − stelsel imperialisme di sini adalah pula
berkepentingan atas halnya rakyat itu percaya bahwa ia memang suatu rakyat kelas kambing.
Di atas sudah kami tunjukkan, bahwa kaum Imperialisme itu, sebagai kaum imperialisme
dimanamana saja, adalah menutupi maksudnya yang sebenarbenarnya. Mereka menutupi
dengan macammacam teori yang manis, mereka mengatakan bahwa maksudnya bukanlah
urusan rezeki, bukanlah urusan yang begitu “kasarnya”, − tetapi ialah maksud, “mendidik” kita
dari bodoh ke arah kemajuan, dari “tidak matang” dijadikan “matang”, pendek kata bahwa
mereka ialah mau memenuhi suatu “suruhan yang suci”, yakni suatu “mission sacree” .
Mereka mengatakan, bahwa mereka itu tidaklah mendapat keuntungan apaapa, tidaklah
mendapat manfaat apaapa, melainkan ialah malahan mendapat rugi belaka, malahan mendapat
beban belaka, − yakni malahan mendapat “ burden”,
“white mans burden” 158 *), menjunjung dan
memikul kita ke atas kemajuan!
Maka untuk “lakunya” teori “mission sacree” ini, untuk “lakunya” teori “white mans
burden” itu, perlu sekalilah kaum kulitcoklat itu dimasukkan ke dalam kepercayaan , bahwa
mereka dalam hakekatnya memang suatu bangsa inferieur atau “ kurang karaat ”, bahwa
sebaliknya bangsa kulit putih adalah bangsa yang memang superieur, bangsa yang memang
“adhiadhining” bangsa, − dan bahwa dus sudah semestinya bangsa yang “ inferieur” ini harus
“dituntun” oleh bangsa yang “ superieur ” itu dengan ......... imperialismenya!
“Itu tuantuan rambutjagung”, − begitulah Karl Kautsky di dalam bukunya tentang ras dan
jodendom menggambarkan pendiriannya bangsa “rambutjagung” itu terhadap pada bangsa
Yahudi −:
“de blonde heeren proklameeren zichzelve als de meest wijzen, edelsten en krachtsvolsten
aller menschen, wien aIle anderen hebben te dienen,” 159
“itu tuantuan rambut jagung mengunggulngunggulkanlah diri sendiri sebagai orangorang
yang paling budiman, paling murahhati, paling gagahkuat, yang pantas dihambai oleh
semua orangorang lain.”
dan adakah pendiriannya terhadap pada bangsabangsa Asia berbeda, adakah pendiriannya
terhadap bangsa kita berlainan? Tidak, tidak berbeda, tidak berlainan, − tidak kurang keraslah di
157
Suluh Indonesia Muda, Sep – Okt 1928, p. 274/275
158
pag. 90
159
Java, I, pag. 299
Indonesia itu bekerjanya sistem menanamkan kepercayaan dalam hati kalbu rakyat bahwa
mereka memang superieur, kita memang inferieur, − tidak kurang keraslah di sini menyalanya
kesombongan sikulitputih alias tropenwaan, tidak kurang keraslah di sini merajalela rasa “ Ijeu
aing ujah kidul! ”
Pastoor van Lith, itu OrangAlim yang tulus hati, belum lama berselang di dalam
bukunyakecil yang termashur160, adalah menulis:
“Maar al behooren zij dus heelemaal niet tot de kruidnageldieven van die dagen, zij deelen
toch mee in de erfenis. Zij hebben allen een legaatje getrokken uit de nalatenschap van de
roemrijke O.I. Compagnie. Ze komen in Indië als telgen van de grootmogende Heeren XVII,
als zonen des overheerschers , met de fierheid van het geslacht der overheerschers
tegenover de overheerschten. Misschien zijn zij zich van die fierheid onbewust, zij hebben
ze. Wellicht hadden zij die niet, toen zij uit Nederland vertrokken, zeer mogelijk; wanneer
zij eenmaal in Indië zijn dan ontkomen ze daaraan niet. De omgeving biologeert hen. De
een meer, de ander minder, allen krijgen van den rassenwaan een deel te pakken. De
Nederlandsche maatschappij, zooals zij nu ......... in Indië voortleeft, is een voortzetting van
de handelszaak de vroegere Compagnie, en elke Nederlander, al is hij katholiek, ...........
leeft in de atmosfeer van dien grooten kruidenwinkel, ............. en leeft voor de
reuzenondememing van wier voortbestaan en bloei zijn eigen leven, zijn eigen welzijn
afhangt.”
“Tetapi, walapun mereka samasekali tidak termasuk golongan pencuripencuri cengkeh
sediakala, mereka toh ikut menerima warisannya. Mereka semua adalah menerima bagian
daripada warisan compagnie yang termashur itu. Mereka datangnya di Hindia ialah sebagai
turunanturunannya “Tuantuan XVII” itu, sebagai puteraputeranya yang memerintah,
dengan kesombongannya kaum yang memerentah terhadap kaum yang diperintah.
Barangkali mereka tidaklah merasa akan kesombongan itu, tetapi mereka toh ada sombong.
Barangkali mereka tidaklah begitu tatkala mereka meninggalkan negeri Belanda; tetapi
bilamana mereka sudah ada di Hindia, maka mereka tak luputlah menjadi sombong.
Keadaankeadaan di kanankirinya adalah memutarkan samasekali merekapunya hati dan
pikiran, yang satu kurang, yang lain lebih, − semua terjangkitlah oleh penyakit
kesombonganbangsa itu. Pergaulanhidup Belanda yang sekarang ada di Hindia itu, adalah
sebenarnya terusannya perusahaandagang daripada compagnie dulu itu, dan tiaptiap orang
Belanda, walaupun ia katolik, ........... adalah hidup di dalam hawanya
kedairempahrempah yang besar itu, ............... dan adalah hidup untuk keperluannya
perusahaan besar itu, yang terus hidupnya dan suburnya adalah berarti iapunya hidup
dan iapunya keselamatan sendiri.”
Lebih terang sebagai di sini, tidak bisalah dinyatakan, bahwa rasa keunggulan itu adalah salah
satu urat syaraf daripada perusahaan besar “reuzenonderneming” itu. Memang, tidak
kurangkuranglah kita mendengar cacian “Inlander seperti kerbau”, “Inlander goblok”, “Inlander
bodoh, kalau gak ada kita modar lu”, − beserta lainlain “pujian” yang “segar” lagi! Tetapi,
walau begitu, toh bukan terutama di dalam ucapucapan kesombongan satusatunya orang Eropa
itu letaknya bahaya yang terbesar bagi kita, bukan terutama di dalam ketinggianhati sesuatunya
bangsa kulit putih itu letaknya bencanabatin dari rakyat kita − bahaya yang terbesar dan
160
*) burden = beban. White mans burden = bebannya si kulit putih
bancana yang paling merusak adalah di dalam halnya ada sistem yang tak pedotpedot
menginjeksikan pada rakyat kita racunkepercayaan “kamu Inlander bodo, kamu modar kalau
tidak kita tuntun” itu. Sebab injeksi ini lamalama “makan”! Berabadabad kita mendapat
cekokan “Inlander bodo”, berabadabad kita di injeksi rasakurang karaat, turuntemurun kita
menerima sistem ini, − ketambahan lagi kita ditetapkan “rendah” dan ditetapkan “kecil” sebagai
welvaartverslag itu tadi mengatakannya, dipadampadamkan segenap kitapunya energi,
sekarang percayalah kebanyakan bangsa kita, bahwa kita, sesungguhnya, memang adalah
bangsa kurangkaraat yang tak bisa apaapa! Hilanglah tiaptiap kepercayaan atas kebisaan
sendiri, hilanglah tiaptiap rasakegagahan, hilanglah tiaptiap rasa
zelfvertrouwen dan fierheid
.
Kita, sediakala adalah bangsa yang ikut menjunjung tinggi obornya cultuur Timur dan kebesaran
Timur, yang dulu begitu insaf akan kebisaandiri dan kepandaiandiri, kita sekarang menjadilah
rakyat yang sama sekali hilang keinsafan itu. Kita menjadilah kini rakyat yang mengira, ya
percaya bahwa kita memang adalah rakyat yang “inferieur”. Kini dimanamana terdengarlah
kesah: “yah, kita memang bodo, kalau tidak ada bangsa Eropah bagaimana kita bisa hidup!”
O Tuantuan Hakim, bagaimana baiknya kalau kita bisa membongkar bencanabatin yang
demikian ini! Bagai mana baiknya kalau kita bisa menamakan lagi dengan sekejap mata saja
“wahyu cakraningrat” yang meniadakan rantairoh yang mengikat itu! Tuantuan tentu mengerti,
bahwa perasaan “memang kurangkaraat” atau inferioriteitsgevoel itu adalah racun bagi
kemajuannya tiaptiap bangsa, rem , yang sejahatjahatnya bagi geraksuburnya atau evolutienya
tiaptiap rakyat.
Herankah Tuantuan, kalau Tuan melihat P.N.I. membanting tulang memberantas
inferioriteitsgevoel ini, memeras keringat dan tenaganya memberantas segala perasaan “ini tak
bisaitu tak bisa” ini, membongkar teori “mission sacree” dan “white mans burden” dengan
akarakarnya, − mengembalikan lagi kepercayaan di dalam kalbu rakyat, bahwa bangsa kita,
asaI saja dikasih kesempatan , mempunyailah kebisaankebisaan yang tak kalah dengan
kebisaankebisaan bangsa lain? Herankah Tuan, kalau melihat P.N.I. membongkarbongkar
kebohongan kata, bahwa dunia Timur akan menjadi biadab sama sekali kalau tidak ada dunia
Barat? Tidak, bagi kita kaum Partai Nasional Indonesia, bagi kita tidaklah syakwasangka lagi,
bahwa “inferioriteit” atau “kebodohan” kita itu bukanlah “inferioriteit” dan “kebodohan” yang
memang sifathakekat natuurnya dengan kulit berwarna, tetapi hanyalah “inferioriteit” dan
“kebodohan” yang terbikin dan
terinjeksikan belaka, − tidaklah pula kita syakwasangka lagi
atas kebenarannya kalimat Karl Kautsky yang memang sudah kami dalilkan itu, yakni kalimat:
“De bezitloosheid brengt echter mee gebrek aan beschavingsmiddelen, dus ook aan
beschaving”.161
“Siapa orang yang tak mempunyai suatu apa, adalah tentu kekurangan pula alatalat
kesopanan, dus juga kekurangan kesopanan”,
dan bahwa theorie “mission sacree” itu hanyalah benar di dalam syariat alias schijnnya saja.
“den schijn van de heerschappij der cultuur over de onbeschaafdheid !” 162
“syariat atau schijn akan keunggulan cultuur di atas kebiadaban!”
161
Bij Sneevliet, Proces
162
De politiek v. Ned. : t.o.v. Ned. Indië, pag. 11
Syariat, schijn, Tuantuan Hakim, schijn!
Schijn bahwa kita memang bangsa yang kurangkaraat, schijll bahwa kaum imperialisme adalah
kaum yang lebih superieur di dalam hakekatnya. Memberantas ini schijn, memberantas itu
rasakurangkaraat, itulah kitapunya urat syaraf machtsvorming yang ketiga. Dengan
memberantas itu rasakurangkaraat, maka P.N.I. menaruhlah salah satu syarat yang terpenting
bagi politiknya “percaya pada diri sendiri”, “bekerja sendiri untuk sendiri !”, − yakni syarat bagi
politiknya “selfreliance” “selfhelp”
atau !
Marilah kami sekarang membicarakan urat syaraf machtsvorming kita yang keempat . Juga
di sini kami bisa singkatkata. Sebab tadi sudahlah kami terangkan, bahwa di dalam tiaptiap
negeri jajahan adalah belangenstelling antara kaum imperialisme dan Bumiputera, adalah
pertentangan kepentingan antara dua pihak itu di atas tiaptiap lapang, baik lapang ekonomi,
maupun lapang sosial, baik lapang politik maupun lapang apa saja juapun adanya. Tak benarlah
ajaran kaum imperialisme bahwa dua pihak itu mempunyai persamaan kepentingan, gemeen
schap of gelijkheid van belangen , dan oleh karenanya, tak benarlah pula ajarannya, bahwa dus
koloni itu harus selamanya bersatu dengan “negeri ibu” dan bahwa dus kita harus menjalankan
politik bersatu dengan kaum sana, yakni associatiepolitiek.
Tidak, P.N.I. tidak mau mengakui persamaan kepentingan itu, tidak mau menjalankan
associatiepolitiek itu. P.N.I. adalah teguh di dalam keyakinannya, bahwa di sini adalah
pertentangan kepentingan, belangentegenstelling, belangen antithese , sebagaimana pula diakui
oleh banyak kaum Eropah yang tulus hati. P.N.I. teguh di dalam keyakinannya, bahwa dengan
adanya belangenstelling itu tidak adalah satu koloni yang bisa membereskan pergaulan hidupnya
dengan sempurna, kalau belangentegenstelling itu belum berhenti adanya, − yakni kalau lebih
dulu kolonie itu belum berhenti menjadi kolonie ! P.N.I. adalah karenanya partai kemerdekaan ,
− partai nationalevrijheid. Dan kemerdekaan tidak akan “dihadiahkan” oleh imperialisme
dengan sekarang berusaha “mematangkan” kita dulu, sebab kemerdekaan adalah ruginya
imperialisme itu. Kemerdekaan adalah hasilnya yang kita sendiri harus mengusahakan, yang
kita sendiri harus menciptakan dan memujikan! Politik asosiasi adalah bertentangan dengan
faham kepribadian ini , politik asosiasi adalah mengeruhkan keadaan . Di dalam sesuatu
koloni adalah belangen antithese ,
− welnu,
politik kita haruslah berdiri di atas antithese itu
juga . Siapa orang Indonesia yang tidak berdiri dia atas antithese ini di dalam politiknya, ia
adalah ngalamun! P.N.I. tidak mau ngalamun, P.N.I. tidak mau terapungapung di atas awan
angananganan, − P.N.I. mau berdiri di atas keadaan yang sebenarnya, di atas realiteit
. Tidak,
bukan associatiepolitiek, tetapi politiek antitheselah yang menjadi urat syarafnya
machtsvorming P.N.I. yang hempat. Dengan politiekantithese ini, maka ia adalah menarik garis
yang terang antara sini dan sana ,
memisahkan golongan sini dari golongan sana, −
menjernihkan keadaan menjadi sejernihjernihnya!
Tuantuan Hakim, kami sekarang tinggal menerangkan satu hal lagi daripada
machtsvorming kita. Kami sudah menerangkan nyawa machtsvorming kita, yakni nationalisme.
Kami sudah menerangkan pula uraturat dan syarafsyaraf machtsvorming itu, yakni persatuan
Indonesia, memerangi kemunduran budiakal rakyat, membantras perasaan kurangkaraat,
menjalankan politik antithese. Kami sekarang harus menerangkan anggotaanggotanya
machtsvorming kita itu, − badan lahirnya, badanwadagnya stoffelijk lichaam
, nya.
Badanwadagnya machtsvorming P.N.I.?
Badanwadagnya machtsvorming P.N.I. sebagai yang diinginkannya, adalah massa.
Idamidaman P.N.I. bukanlah satu partai dari puluhan atau ratusan orang saja, bukanlah
perkumpulan segundukan kaum “salon politiekers” yang pekerjaannya seharihari hanya
menggerutu saja, − idamidaman P.N.I. ialah suatu pergerakan massa yang sehebathebatnya,
suatu
massaactie , yang membangkitkan ribuan, laksaän, ketian, ya milliunan rakyat tuamuda,
lakiperempuan, pandaibodo, menak dan somah! Hanya dengan massaactie yang demikian
itulah, menurut keyakinannya, machtsvormingnya bisa menjadi sempurna. Hanya dengan
massaaetie yang sebagai banjir yang mahakuasa dan tak dapat dicegah majunya, massaactie
yang sebagai gelombang melimpahi seluruh Indonesia, dari Aceh sampai ke FakFak, hanya
dengan massaactie yang begitu, machtvormingnya bisa menjadi macht yang sebenarbenarnya.
Airair Indonesia yang terang sejak winduberwindu, airair Indonesia itu P.N.I. ingin
mengalirkannya, sumber sambung sumber, sungai sambung sungai, samudera sambung
samudera, sehingga akhirnya menjadilah aliran yang mahalebar dan mahatinggi,
bergelombanggelombangan menuju ke satu arah. Dengan badanwadag yang sebagai raksasa
itu, dengan urat syaraf empatsakti sebagai yang tadi kami terangkan, dengan nyawa
nationalisme yang berkobarkobaran di dalam kalbu, maka sepanjang idamidaman P.N.I.
machtsvormingnya menjadilah sebagai Krishna Tiwikrama, −
hebat, onoverwinnelijk !
KrishnaTiwikrama! Dus toh revolusi, dus toh hamuk sebagai “hamuk Jayabinangun”, dus
toh huruhara atau setidaktidaknya menjungkirkan hukum?
Bukan, sekali lagi bukan!
Bukan pelanggaran hukum atau revolusi, − tetapi sua tu massaactie yang
aman tetapi
hebat , sesuatu massaactie yang ordelijk tetapi geweldig, sebagai misalnya massaactie S.D.A.P.
tatkala duapuluh tahun yang lalu berjuang buat merebutkan AlgemeenKiersrecht. Adakah di
dalam massaactienya S.D.A.P. pada waktu itu, tatkala puluhan, ratusanribu manusaia bergerak,
bomboman atau dinamitdinamitan, pengrusakan keamananumum, pelanggaran gezag? Adakah
S.D.A.P. di dalam kiesrechtmassaactie itu mengalirkan darah, adakah pemimpinpemimpinnya
kena hukuman lantaran melanggar artikel ini atau artikel itu?
Tuantuan Hakim, rakyat Belanda sekarang merasa besar hatilah atas algemeen
kiesrechtnya, merasa besarhatilah di atas kemenangan democratie itu; kitapun ikut mengucap
bahagia di atasnya, kitapun ikut berseru: “bahagia, bahagialah kamu dengan itu algemeen
kiesrecht, o, bangsa Belanda!” − Tetapi, .......... marilah kita ingat sebentar,
bagaimana rakyat
Belanda itu caranya mendatangkan algemeen kiesrecht itu, bagaimana caranya kemenangan
democratic itu didatangkan! Tak lain tak bukan, − dengan massaactie! dengan massaactie yang
bergelombanggelombang melimpahi seluruh Nederland, membangkitkan seluruh energinya
rakyat, mengelektriseer sekujur badannya natie, − massaactie yang hebat dan kini tertulis
dengan letteremas di dalam buku riwayatnya bangsa Belanda mendatangkan aturan
pemerintahan yang modern!
Massaactie yang demikian hebatnya itulah diidamidamkan oleh P.N.I., massaactie yang hebat
dan mahakuasa, yang juga menggetarkan seluruh tubuhnya rakyat dan juga mengelektriseer
sekujur badannya natie, − massaactie yang bergelombanggelombangan menuju kearah
maksudnya, tidak dengan bermaksud isengiseng langgarlanggaran wet sebagai yang
dituduhkan kepada kami dalam proces ini, tidak pula dengan senyata bom atau bedil atau
gasracun atau “rameramean” apapun jua, melainkan hanyalah dengan senjatasemangat yang
berupa nationalisme beserta empat urat syaraf itu tadi saja adanya, sebab senjatasemangat ini,
asal sudah cukup mengasahnya, sudah bisalah membikin kita menjadi mahasakti dan tak dapat
dipertundukkan, yakni bisa membangkitkan desakan “moreel geweld” yang maha besar,
sehingga semua maksud kita tentu dapat tercapai!
Kami kembali lagi: badanwadagnya machtvorming P.N.I. adalah kami carikan di dalam
rakyatmurba yang bermilliunmilliunan itu, di dalam massa yang berkerumunkerumunan
sebagai semut.
Aha! A.I.D. sering menulis atau saksi Albreghs a la Colijn berkata, − dus gantinya P.K.I.,
dus gantinya “ Gombinis ”!! Satu “Iogica” lagi yang kocak, Tuantuan Hakim!
Logisch
“ ”, bukan? P.N.I. didirikan tidak lama sesudah P.K.I. mati, P.N.I. sering
menunjukan sikap antiimperialisme sebagai P.K.I., P.N.I. mau menggerakan masa sebagai
P.K.I., dus P.N.I. sama dengan P.K.I., dus merahputihkepalabanteng sama dengan
merahmartilarit, dus nationalistIndonesia sama dengan “Gombinis” !
Toch,...... walau “logica” yang begitu “logisch” itu, Gombinis
− P.N.I. bukan “ ”! P.N.I.
memang didirikan di dalam tahun 1927, memang antiimperialisme, memang suatu partai
massa, memang suatu partai yang kromoistisch dan marhaenistisch, memang dikhawatirkan oleh
Dr. Cipto akan lekas dituduh dan ditindas sebagai gantinya P.K.I., tetapi P.N.I. bukan
“Gombinis ”, P.N.I. bukan “heimelijk opvolgster”163 *) dari Partai Kommunist Indonesia!
P.N.I. adalah suatu partai revolutionair nationalisme sebagai yang kami terangkan tadi, −
dan massaisme, kromoisme, marhaenisme P.N.I. tidaklah karena faham “Gombinis” melainkan
ialah oleh karena susunan pergaulan hidup Indonesia memang menyuruh P.N.I. memeluk
kromoisme dan marhaenisme itu!
Menyuruh memeluk kromoisme? Ya, Tuantuan Hakim, menyuruh memeluk kromoisme,
sebagaimana susunan pergaulan hidup Eropah menyuruh kaum sosialis memeluk proletarisme
pula! Sebab susunan pergaulan hidup Indonesia sekarang adalah pergaulan hidup yang sebagian
besar sekali adalah terdiri dari kaum tanikecil , kaum buruhkecil , kaum pedagangkecil , kaum
pelajarkecil , pendek kata: ............... kaum kromo dan kaum marhaen yang apaapanya semua
kecil! Suatu nationalebourgeoisie164 **) yang kuasa sebagai di Hindustan, suatu
nationalebourgeoisie yang tenaganya bisa dipakai di dalam perjuangan melawan imperialisme
itu dengan suatu “selfcontaining”politiek,165 ***) di sini boleh dikatakan tidaklah ada. Banyak
kaum nasionalis bangsa Indonesia, yang mengatakan bahwa pergerakan Indonesia harus meniru
pergerakan Hindustan dengan mengadakan pula boycott economie atau swadeshi sebagai di
Hindustan itu. Kami menjawab: kalau bisa, memang bagus, tetapi pergerakan Indonesia tidak
bisa meniru pergerakan Hindustan, tidak bisa ikutikut mengadakan swadeshi, tidak bisa
memakai tenaganya suatu nationalebourgeoisie, oleh karena di Indonesia tidak ada
nationalebourgeoisie yang kuasa itu. Pergerakan Indonesia haruslah suatu pergerakan yang
hampir melulu mencari tenaganya di dalam kalangan Kang Kromo dan kang Marhaen saja,
oleh karena Indonesia hampir melulu mempunyai kaum Kromo dan kaum Marhaen belaka! Di
dalam tangannya kaum Kromo dan kaum Marhaen itulah terutama letaknya nasib Indonesia, di
dalam organisatienya kaum Kromo dan kaum Marhaen itulah terutama harus dicari tenaganya.
Siapa dari kaum pergerakan Indonesia menjauhi atau ia tak mau bersatu dengan saudarasaudara
“rakyat rendah” yang sengsara dan berkeluhkesah itu, siapa yang menjalankan politik
163
t.a.p
164
t.a.p
165
*) Didalam suratpendakwaan adalah tertulis bahwa P.N.I. adalah “heimelijk opvolgester” dari P.K.I., artinya bahwa P.N.I. adalah “gantinya”
P.K.I. dengan sembunyisembunyi.
“salonsalonan” atau “menakmenakan”, siapa yang tidak memperusahakan marhaenisme atau
kromoisme ,
− walaupun ia seribukali sehari berteriak cintabangsacintarakyat, ia hanyalah
menjalankan politiek yang....... cuma “politiekpolitiekan” belaka!
Kekromoan dan kemarhaenan!, − itulah kini gambarnya susunan pergaulan hidup kita.
Sebab stelsel imperialisme di Indonesia adalah dari sejak mulanya, dari zaman Compagnie
sampai ke zaman Cultuurstelsel, dari zaman Cultuurstelsel sampai ke zaman modern, merabut
dan membasmi tiaptiap perusahaanbesar daripada rakyat kita dengan sulursulurnya dan
akarakarnya, menghalanghalangkan dan membikin tidak bisa lagi hidupnya sesuatu perusahaan
nijverheid atau industrie atau onderneming Indonesia apapun jua. Perdagangan, pelajaran,
pertukangan, − semua matilah oleh pengaruhnya Imperialismetua dan imperialismemodern
yang duaduanya monopolistisch itu!
Kini tinggallah perdagangan kecil belaka, pelajaran kecil belaka, pertukangan kecil belaka,
pertanian kecil belaka ketambahan lagi miliunan kaumburuh yang samasekali tiada perusahaan
sendiri,
− kini pergaulan hidup Indonesia itu hanyalah pergaulanhidup kekromoan dan
kemarhaenan saja !
Tuantuan Hakim, sempitnya tempo menghalanghalangi pada kami menguraikan dan
membuktikan keadaan yang penting ini lebih lebar, tetapi satudua dalil daripada bangsa Eropah
yang terpelajar tak bisalah kami tinggalkan, misalnya dari Raffles, Prof. Veth, Prof. Kielstra,
Prof. Gonggrijp, Prof.v. Gelderen, ataupun Schmalhausen, Rouffaer dll, yang semuanya adalah
membuktikan kebenarannya kata kami itu!
Di dalam bukunya Raffles yang termashur tentang TanahJawa maka kami membaca
tentang imperialismetua:
“Het zou even moeilijk zijn, een uitvoerige beschrijving der
uitgestrektheid te geven,
welke de handel van Java tijdens de vestiging der Nederlanders in de Oostersche zeeen
genoot, als het smartelijk zou zijn te moeten aantoonen, op welke wijs die handel door
vreemde tusschenkomst belemmerd , geheel
veranderd en beperkt werd, door het gezag van
een wankelend monopolie, door eigenbaat en geldzucht met macht gepaard, en door de
kortzichtige dwingelandij van een koopmansbestuur” ..........
“Zoodanig zijn de voornaamste der eenendertig artikelen van beperking, die elke
beweging van den handel omkluisterde en de laatste vonk van ondernemingsgeest
uitbluschte, ten behoeve van bekrompene inzichten van eigenbaat, welke men de
dweepzucht der geldgierigheid zou kunnen noemen.”166 .
“Begitu sukarnya menceriterakan luasnya perdagangan di tanah Jawa pada saat
orang Belanda mulai berdiam dilautanlautan Timur, begitu menyedihkan hatinya
menceriterakan halnya perdagangan itu dihalanghalangi, dirubah dan dikecilkecilkan
oleh perbuatan bangsa asing itu, oleh kekuasaannya monopolie yang sudah bobrok, oleh
ketamakan dan keserakahan akan duit yang dibarengi oleh kekuasaan dan oleh kelaliman
yang picik daripada suatu pemerintahansaudagar” .................
“Demikianlah artikelartikel yang terpenting daripada artikelartikel tigapuluhsatu,
yang membelenggu tiaptiap pergerakan perdagangan dan memadamkan samasekali
semua api kemauanusaha, untuk memuaskan nafsunafsu picik dan angkaramurka, yang
orang boleh namakan keharusannya keserakahan harta.”
166
**) Nationalebourgeoisie = kaum modal bangsa sendiri.
Tuantuan Hakim, Raffles adalah terkenal sebagai pembenci bangsa Belanda, terkenal
sebagai Hollanderhater! Marilah oleh karenanya, kita segera menyelidiki pendapatannya
pujanggapujangga Belanda sendiri, dan kita akan mendengarkan pendapatannya yang tidak
berbeda. Tidakkah Prof. Veth tentang imperialismetua itu mengatakan,
bahwa bangsa kita :
“der 16e eeuw nog, evenals die van Majapahit, zich vooral als ondernemende handelaars ,
stoute
zeevaarders , onverschrokken kolonisten onderscheidden, en dat zij als geheel
genomen ................. een groote verandering hebben moeten ondergaan om in de vreedzame
landbouwers van onzen tijd te worden herschapen”.
“masih di dalam abad ke enambelas, sebagai juga di zaman Majapahit, adalah terutama
terkenal sebagai kaum saudagar yang besarusaha, kaum pelajar yang gagah, kaum
perantau yang berani, dan bahwa mereka umumnya ......... adalah tentunya menderitakan
perubahan yang besar sekali, menjadi kaum tani yang diam dan damai sebagai sekarang
ini”.
dan bahwa :
“toch duidelijk, dat de tijger in hen getemd is en de slaapdrank eener lange onderwerping
aan overmachtige vreemdelingen zijne werking niet heeft gemist”!167 .
“toh nyatalah dengan senyatanyatanya, bahwa semangat harimaunya sudah menjadi jinak
sampai kutukutunya, beserta obattidurnya ketaklukan yang lama sekali pada
bangsabangsa asing yang mahakuasa itu sudahlah bekerja”!
Tidakkah Prof. Kielstra menulis :
“De handelspolitiek der Nederlanders had er toe geleid, dat vele bronnen van bestaan
waren verstopt of geheel uiitgedroogd; maar wat deerde dat! Werd niet ............
geleeraard, dat men nooit moest afgaan van de stelregel, dat een arm volk het
gemakkelijkst te reegeeren is!”168
“Politik perdagangannya bangsa Belanda adalah menyebabkan yang banyak
sumbersumber penghidupan menjadilah tertutup atau kering
samasekali
; tetapi perduli
apa! Tidakkah orang mengajarkan, bahwa orang tak boleh menyimpang dari pepatah,
bahwa rakyat yang melarat itu adalah yang paling gampang diperintahkan!”.
Dan haraplah memperhatikan perkataan Prof. Gonggrijp yang berbunyi :
“De geweldige handhaving van dat monopolie heeft de welvaart van de Molukken
vernietigd, en
neergedrukt het weinige dat (nog) onder de inheemsche bevolking van Java
aan handelsgeest en ondernemingslust leefde”169
167
***) Selfcontainingpolitiek = politiek membikin sendiri segala kebutuhan rakyat membikin sendiri kainkain bakal bajucelana, membikin
sendiri perkakas, membikin sendiri gula atau minyak, −
dus tidak membeli barang bikinan kaum imperialisme, melainkan segala kebutuhan
itu dibikin perusahaan bangsa sendiri.
168
Geschiedenis v. Java. Vertaling v. de Sturler 1836, pag. 116 en 140.
169
Java I pag. 299.
“Usaha mengekalkan monopolie itu sudahlah membinasakan samasekali
kesejahteraannya Maluku, dan
menindas semua semangat perdagangan dan kemauan usaha
yang masih ada pada penduduk tanah Jawa” .
− haraplah memperhatikan pula oordeelnya Prof. v. Gelderen yang menulis di dalam iapunya
voorlezingen :
“Een uitvoerige litteratuur maakt het onbetwijfelbaar, dat een begin van stelselmatigen
actieven handel, van overzeesch ruilverkeer met de toenmalige middelen ....... .... redds
aanwezig was ....... door het stelsel van contingenten en leveringen, later dat der
dwangcultures, werd de Inlandsche producent weggedrongen van de wereldmarkt en de
verdere ontwikkeling van een eigen klasse van ondernemers, handelaren, belemmerd!” 170
“Dengan adanya pustaka yang luas kini tak bisalah disangkal lagi, bahwa pada zaman itu
sudah adalah permulaan daripada perdagangan yang giat, daripada perhubungan dagang
dengan tanah seberang ...... Oleh adanya stelsel contingenten dan leverantien,171 *) kemudian
oleh adanya stelsel cultuurpaksaan, maka kaum producent Bumiputera didesaklah daripada
pasar dunia dan dihalanghalangilah suburnya suatu kelasmajikan dan kelassaudagar
bangsa sendiri !”
Orang bisa membantah: “0, itu keadaan tempo dulu, keadaan sekarang sudah lain !”
O memang, − itu keadaan tempo dulu, itu jahatnya imperialismetua! Tetapi keadaan
sekarang, dibawah Imperialismemodern, tidak lain! Keadaan sekarang masih tetap
menghalanghalangi timbulnya suatu kaumperusahaanbesar di Indonesia, tetap
“mengkromokan”, tetap “memarhaenkan” di dalam tendenznya, − walau, dengan meminjam lagi
perkataan Stokvis, “melalui jalanjalan yang lebih sunyi”, “langs stillere wegen” . Keadaan
sekarang tetaplah menunjukkan suatu pergaulanhidup tanikecil, pedagangkecil, pelajarkecil,
segalanya kecil, beserta milliunmilliunan kaum yang tak mempunyai sesuatu milik atau
perusahaan sendiri yang bagaimana kecilnya pun jua, − kaum proletar, yang (terbawa oleh
tendenznya modernimperiaIisme yang sepanjang Prof. v. Gelderen membikin kita menjadi
“rakyat kaumburuh”, dan “siburuh antara natienatie itu”), makin lama makin bertambah.
Dalildalil? Haraplah memperhatikan perkataan exAssistentResident SchmaIhausen, yang
atas rapportnya Du Bus yang berbunyi :
“Hetzelfde, en in nog veel hoogere mate, is waar ten aanzien der lijnwaden. Java in
vroeger tijd ontbood de fijnere soorten van de kust, maar van die voor dagelijksch gebruik
voorzag het zichzelf en den Archipel grooten deels mede. Bij ladingen gingen zij van Java
uit en verspreidden zij zich over de omliggende eilanden. Thans voeren wij op Java en in
den Archipel onze Nederlandsche lijnwaden in ......... Onder dit conflict gaat de eigen
fabricatie te niet en vleien zich onze Vaderlandsche fabrieken die wel spoedig geheel te
zullen vervangen”.
“Hal yang sama, dan malahan lebihlebih keras lagi, adalah terjadi pada perusahaan tenun.
Di dalam zaman dulu tanah Jawa adalah mengambil kainkain yang lebih haIus dari pesisir,
tetapi kainkain untuk keperluan seharihari dia bisalah membikin sendiri untuk
170
t.a.p. pag. 19.
171
t.a.p. pag. 76
kebutuhan tanah Jawa dan malahan juga untuk sebagian besar daripada kepulauan
Hindia. Kapalkapalanlah kainkain itu meninggalkan tanah Jawa, menyebarkan
kiankemari ke semua nusanusa sekelilingnya. Sekarang kita masukkanlah kitapunya
kainkain Belanda di tanah Jawa dan di nusantara Hindia itu ......... Di bawah pengaruhnya
pertentangan ini, maka perusahaan Bumiputera menjadi mundurlah ada nya, dan
pabrikpabrik kita di negeri Belanda adalah harapan besar bisa menggantinya sama sekali” .
menulis commentaar buat zamansekarang yang mengatakan :
“Terwijl Du Bus onder de oorzaken van den ongunstigen toestand, naast den verhinder den
uitvoer van rijst, het ver dwijnen van zooveel andere artikelen van uitvoer noemt, kan men
in onzen tijd ook weer opmerken, dat vele inlandsche industrieen zijn te niet gegaan of
kwijnen 172
“Sedang Du Bus diantara sebabsebabnya keadaan jelek ini, selainnya mundurnya
perdagangan beras, menyebutkan pula hilangnya begitu banyak perusahaanperusahaan
uitvoer, maka kita di dalam zaman sekarang ini jugalah boleh mengatakan lagi, bahwa
banyak sekalilah perusahaanperusahaan Bumiputera yang mundur atau mati!”
Dan adakah beda tulisannya G.P. Rouffaer yang berbunyi :
“Zoo moest het gebeun, dat de eigen textielnijverheid ........ steeds neergedrukt werd door
den aanzienlijken import uit den vreemde”? 173
“Dengan keadaan yang demikian itu, maka tidakbolehtidak, perusahaankain pastilah ma
ti makin lama makin menjadi tertindas oleh banyaknya kainkain dari asing yang masuk ke
dalam negeri” ?
Tidak, tidak beda. Dan tidak bedalah pula nasibnya perusahaanperusahaan Indonesia yang
lainlain. Dimanakah sekarang kitapunya pelajaran! Dimanakah kitapunya perusahaan besi dan
kuningan, kitapunya kaum pedagang? Sesungguhnya, benarlah tulisan Prof. v. Gelderen yang
berbunyi :
“......... deze ontwikkeling (dari moderne industrieen. Tuantuan Hakim) heeft
teruggedrongen de elementen van de hooger ontwikkelde huisindustrieen. De Inlandsche
exporthandel is vernietigd en de locale industrie verdween voor de vloedgolf van de
goedkoope importartikelen der massaproductie.” 174
“........ Zoo handhaafde zich, ook in het tijdperk der vrije cultures, dat op het
cultuurstelsel is gevolgd, de historisch voltrokken scheiding tusschen den Javaanschen
tani, en hiermede feitelijk de Inlandsche bevolking, en de wereldmarkt onzer dagen.” 175
“....... suburnya perusahaanperusahaan asing ini sudahlah mendesakkan
pertukanganpertukangan di rumah. Perdagangan export Bumiputera adalah menjadi mati
sama sekali, dan perusahaan yang hanya membikin barang untuk daerah sendiri saja
172
Voorlezingen p. 122.
173
*) Lihatlah buat maknanya katakata ini, salah satu noot dimuka.
174
t.a.p. pag. 139
175
Voornaamste industrieen pag. 2.
menjadi hilang tersapu oleh gelombangnya barangbarang import murah bikinannya
massaproductie”.
“....... Begitulah maka, juga di dalam zamannya cultuurmerdeka, yang mengikut zamannya
cultuurstelsel itu, si bapa tani Jawa, (dan oleh karenanya, sebenarnya juga segenap
penduduk Bumiputera) tetaplah terpisahkan dari pasardunia zaman sekarang.”
Tuantuan Hakim, dengan pergaulan hidup yang demikian ini, dengan pergaulan hidup
yang tiada kelasperusahaanbesar ini, dengan pergaulan hidup yang hampir penuh dengan kaum
Kromo dan kaum Marhaen saja ini, kita dari Partai Nasional Indonesia, yang selamanya berdiri
di atas realiteit itu, kita harus menjalankan politik yang Kromoistisch dan Marhaenistisch pula.
Tidak bisalah kita mencoba mengalahkan imperialisme itu dengan mendesakkan ia keluar
dengan kekuatannya persainganeconomie, tidak bisalah kita mencoba melemahkan dayanya
dengan daya nationaaleconomische “ selfcontaining ” sebagai di Hindustan itu. Kita hanyalah
bisa mengalahkannya dengan aksinya kang Kromo dan kang Marhaen, dengan nationalistische
massaactie yang sebesarbesarnya. Kita mencoba menyusunnyusunkan energinya massa yang
bermilliunmilliunan itu, mencoba membelokkan energinya segenap kaum intellectueel
Indonesia kearah susunan massa itu; kita mencoba, − dan kita yakin akan bisa
−
, kita mencoba
mengasih keinsyafan pada kaum intellectueel Indonesia itu, bahwa di dalam kalangan massa
inilah mereka harus terjun dan berjuang, di dalam kalangan massa inilah mereka harus mencari
kekuasaannya natie, − jangan sebagai dulu hanya menjalankan politiek “salonsalonan” saja,
menggerutu sendirisendirian atau marahmarahan di dalam kalangan sendiri saja.
Tidak!” “ di
dalam massa, dengan massa, untuk massa!”, − itulah harus menjadi
semboyan kita dan semboyan tiaptiap orang Indonesia yang mau berjuang untuk keselamatan
tanahair dan bangsa !
Tuantuan Hakim, kami sekarang sudah menerangkan wujudnya machtvorming P.N.I. itu:
nyawanya nationalisme, uratsyarafnya empat macam, badannya massa dan murba !
Marilah sekarang kami menerangkan dengan singkat bagaimana geraknya machtsvorming
itu, bagaimana machtsvorming itu menjalankan aksinya .
Geraknya machtsvorming P.N.I. adalah ditetapkan oleh karakternya , adalah ditentukan
oleh sifatnya pergerakan kita. Karakternya pergerakan kita adalah “nationale
bevrijdingsbeweging en hervormingsbeweging tegelijk” , yakni pergerakan yang berusaha
untuk kemerdekaan Indonesia dan untuk perbaikanperbaikan yang kiranya bisa tercapaikan
sekarang juga.
“Dalam pada itu”, − begitulah Ir. Albarda di dalam Tweede Kamer, berkata176
“intusschen heeft de inlandsche, beweging, evenals de sociaaldemocratie een tweeledig
karakter. Terwijl zij streeft naar de verwezenlijking van haar ideaal in de toekomst , tracht
zij in het
heden verbeteringen te verkrijgen in het lot van de massa’s, wier ideaal zij dient.
Evenals de sociaaldemocratie verwacht zij van den strijd voor onmiddellijke
lotsverbetering, behalve die lotsverbetering zelf, ook een zoodanige intellectueele
verheffing en scholing van de massa die zij leidt, dat deze tot de verwezenlijking van het
ideaal eerder en beter in staat geraakt.”
176
In Dr. Schrieke’s “Western influence etc.” pag. 99.
“dalam pada itu, maka pergerakan Bumiputera, sebagai juga sosialdemokrasi,
mempunyailah sifat yang cabang dua. Dalam pada ia mengejar citacitanya yang
kemudianhari , maka ia sudah mencobalah mendatangkan perbaikanperbaikan pada
harisekarang di dalam nasibnya rakyat yang ia mau laksanakan citacitanya itu. Sebagai
sosialdemokrasi, maka ia mengharapharap daripada perjuangan merebut
perbaikanperbaikan harisekarang itu, selainnya perbaikanperbaikan itu sendiri, juga
pendidikan akal pikirannya dan pengolahan tenaganya rakyat yang ia pimpin, sehingga
rakyat itu bisa lebih lekas dan lebih mencapai citacitanya.”
Artinya: pergerakan kita adalah pergerakan, yang dalam pada usahanya mengejar
kemerdekaan, sudah pula berusaha mendatangkan perbaikanperbaikan yang kiranya bisa
tercapai didalam harisekarang . Ia adalah suatu pergerakan yang bukan saja menulis didalam
statutennya perkataanperkataan “kemerdekaan Indonesia”, − ia adalah pula menuliskan di
dalam statuten itu “ bekerja untuk Indonesia merdeka”, dan mempunyailah pula daftarusaha
yang berisi macammacam pasal “perbaikanharisekarang” itu tadi. Dan sebagai Ir. Albarda tadi
mengatakan, maka perjuangan dan actie untuk pasalpasalnya daftarusaha itu adalah pula
sebagai suatu tempat mengolah tenaga dan mengasah hati scholing
, suatu training
, suatu ,
bagi citacita yang lebih tinggi dan lebih sukar lagi, yakni kemerdekaan tanahair dan bangsa.
Actie untuk mendirikan sekolahansekolahan sendiri, actie untuk mendirikan rumahrumahsakit
sendiri, actie untuk memberantas riba dan analphabetisme, actie untuk membangunkan
cooperasicooperasi, actie menuntut hapusnya artikel 153bister atau haatzaaiartikelen atau hak
pendigulan, actie menuntut pelebaran hakberserikatdanberkumpul dalam umumnya beserta
kemerdekaan suratkabar, − itu “actie seharihari” semuanya adalah mempunyai
“faedahmendidik”, yakni mempunyai “ paedagogische waarde ” yang tinggi sekali bagi rakyat,
dan bagus sekali pula untuk mengasih rakyat keinsyafan dan kepercayaan akan tenaganya ,
akan kekuatannya , akan machtnya yang sebenarnya.
Dan bersampingsampingan dengan actie seharihari ini, bersampingsampingan dengan
apa yang kita sebutkan “daadwerkelijke acties” ini, maka kita menghasilkanlah pada rakyat itu
macammacam teori beserta pengajarannya pergerakanpergerakan di negerinegeri lain, − yakni
kita mengasih kepada rakyat itu kursuskursus dan suratsuratbacaan , agar supaya rakyat itu
mengetahui segala selukbeluk perjuangannya, mengetahui apa sebabnya ia harus berjuang,
buat apa ia harus berjuang, dengan apa ia harus berjuang, artinya: agar supaya rakyat tidak
menginjaki jalanjalan yang salah dan tidak pula sebagai kambing mengikuti saja kepada
tuntunan dengan tidak ikut memikir . Kursuskursus, brochuresbrochures dan
suratsuratorgaan, − itulah halhal yang tak dapat dipisahkan daripada sesuatu massaactie
yang insyaf atau bewust , sesuatu massaactie yang mempunyai doorzicht .
Massaactie zonder teori kepada yang menjalankannya, massaactie zonder kursuskursus,
brochures dan suratsuratkabar, adalah massaactie yang tak hidup dan tak bernyawa, −
massaactie oleh karenanya, tak mempunyai kemauan , tak mempunyai wil . Padahal, hanya ini
willah yang bisa menjadi motortenaganya massaactie itu yang sebenarbenarnya! Karl
Kautsky, itu theoreticusnya massaactie kaumburuh Eropah yang termashur, adalah di dalam
bukunya “Der Weg zur Macht” mengajarkan kepada kita:
“De wil als strijdlust wordt bepanld: 1e. door den prijs van den strijd, die de strijdenden
wenkt, 2e. door het krachtsgevoel, 3e. door de werkelijke kracht. Hoe hooger de prijs, des
te sterker is de wil, dus te meer waagt men, des te energieker biedt men al zijn krachten
aan, om dien prijs te erlangen. Maar dit geldt alleen dan, wanneer men er van overtuigd is
over de krachten en kundigheden te beschikken, die voor de bereiking van den prijs noodig
zijn. Heeft men niet het noodige vertrouwen in zichzelf, dan moge het strijddoel nog zoo
aanlokkelijk zijn, − het ontketent geen willen, doch slechts een wenschen, een vurig
verlangen, dat zeer brandend kan wezen, doch geen daad doet geboren worden en
practisch volkomen nutteloos is. − Het krachtsgevoel is even kwaad als nutteloos, wanneer
het niet op werkelijke kennis der eigen krachten en die van den tegenstander berust, doch
slechts op blooteillusies. Kracht zonder krachtsgevoel blijft dood, toont geen willen.
Krachtsgevoel zonder kracht kan onder zekere omstandigheden tot daden voeren, die den
tegenstander verrassen en schuchteren, zijn wil of verlammen. Maar blijvende resultaten
zijn zonder werkelijke kracht niet te bereiken. Ondernemingen die niet door werkelijke
kracht, doch slechts door misleiding van den tegenstander t.a.v. de eigen kracht tot
overwinning hebben geleid, moeten vroeger of later altijd te gronde gaan, en een te
grootere ontmoediging achterlaten naarmate de eerste resultaten glansrijker zijn geweest.
....... Onze eerste en gewichtigste opgaaf is de vermeerdering van de kracht van het
proletariaat. Deze kunnen wij natuurlijk niet naar believen vergrooten. De krachten van het
proletariaat zijn voor een zekere toestand van de kapitalistische maatschappij door haar
economische verhoudingen bepaald, en laten zich niet willekeurig vermeerderen. Maar
men kan de werking der voorhanden krachten vergrooten door hare verspilling tegen te
gaan. De nietbewuste processen in de natuur beteekenen een oneindige verspilling van
krachten, wanneer wij ze vanuit het standpunt onzer doelstellingen beschouwen. De natuur
heeft zelf geen doelstelling, die ze dient. Het
bewuste willen van den mensch geeft hem
doelstelingen , wijst hem echter ook de wegen aan, die doelstellingen zonder
krachtsverspilling, met de geringste krachtsinspanning. te bereiken.
Dit geldt ook voor den strijd van het proletariaat. Wel heefl hij al van meetaf niet zonder
het bewustzijn der deelnemers plaats, maar hun bewuste willen omvat daarbij slechts hun
dichtbijzijnde persoonlijke behoeften. De maatschappelijke veranderingen, die uit dien
strijd voortspuiten, blijven voor de strijders eerst verborgen. Als maatschappelijke
gebeurtenis is dientengevolge de klassenstrijd langen tijd een onbewuste gebeurtenis en
als zoodanig behept met al de krachtsverspilling, die in alle onbewuste gebeurtenissen te
vinden is. Slechts de kennis van het maatschappelijke proces, van zijn tendenzen en van zijn
doelen vermag aan deze krachtsverspilling een einde te maken, de krachten van het
proletariaat te concentreeren, ze in groote organisaties samen te vatten, die door groote
doeleinden vereenigd worden en planmatig alle persoonlijke en oogenbliksacties
ondergeschikt maken aan de blijvende klassebelangen, welke op hun beurt weder ten
dienste der gezamenlijke maatschappelijke ont wikkeling worden gesteld.
Met andere woorden: de theorie is de factor die de mogelijke krachtsontwikkeling van het
proletariaat ten zeerste verhoogt, terwijl ze het ook leert op de meest doelmatige wijze
gebruik te maken van de door de economische ontwikkelling gegeven krachten en hun
Verspilling tengengaat.
De theorie verhoogt echter niet alleen de werkzame kracht van het proletariaat, maar ook
zijn krachts bewustzijn . En dat is niet minder noodzakelijk.”177
177
Voorlezingen p. 123
“Kemauan berjuang adalah ditentukan: pertama oleh upahnya perjuangan yang
memanggilmanggil kaum perjuangan itu, kedua oleh rasakekuatan, ketiga oleh kekuatan
yang sebenarnya ada. Makin berharga upah itu, maka makin keraslah juga kemauan, makin
besarlah keberanian tekad, makin giatlah orang mengerjakan tenaganya untuk memperoleh
upah itu. Tetapi ini hanyalah begitu, bilamana orang mempunyai keyakinan, bahwa ia
adalah kekuatan dan kepandaian yang perlu untuk mencapai upah itu. Jikalau orang tidak
mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, maka maksud perjuangan itu, walaupun
bagaimana juga menariknya hati, tidaklah membangkitkan suatu kemauan, tetapi hanyalah
suatu keinginan, suatu nafsu yang bisa juga keras, tetapi tidak melahirkan suatu perbuatan ,
dan oleh karenanya, tiada faedah, Rasakekuatan adalah sama jahat dengan tiada faedahnya,
jikalau rasakekuatan itu tidak terpikullah oleh pengetahuan yang benar tentang kekuatan
musuh, tetapi hanya terpikul oleh pengalamunan yang kosong belaka. Kekuatan zonder
rasakekuatan, krachtzonder krachtsgevoel , adalah mati, tidak menunjukkanlah kemauan.
Rasakekuatan zonder kekuatan, kadangkadang bisalah juga melahirkan
perbuatanperbuatan yang mengejutkan musuh dan mengecilkan hatinya, menundukkan
atau melemahkan kemauannya. Tetapi hasilhasil yang kekal dan langgeng tidaklah bisa
dicapai kalau tidak ada kekekuatan yang sebenarnya. Perjuanganperjuangan yang
mendatangkannya kemenangan tidak karena kekuatan yang sebenarnya ada, tetapi hanya
dengan mengabui mata si musuh saja tentang keadaannya kekuatan sendiri itu, suatu ketika
pastilah menjadi runtuh lagi, dan pastilah meninggalkan suatu rasa keputusanasa yang
makin keras bilamana buahbuah yang pertama tadi itu lebih berseriserian.
............ Kita punya kerja yang pertama dan yang terpenting adalah membesarbesarkan
kekekuatannya kaum proletar itu. Kekuatan ini tentu saja tidak bisalah kita besarbesarkan
semaumau kita. Kekuatan kaum proletar itu bagi sesuatu tingkat daripada pergaulanhidup
kemodalan sudahlah dipastikan oleh perbandinganperbandingan ekonominya, dan tidak
bisalah dibesarbesarkan semaumaunya. Tetapi orang bisa membesarkan hasilgeraknya
kekuatankekuatan yang ada, dengan menjaga jangan sampai ada tenaga yang terbuang.
178
Prosesproses di dalam alam yang tidak bewust *) adalah dibarengi oleh terbuangnya
kekuatankekuatan yang tiada hingga, bilamana kita pandangnya daripada penjurunya
kitapunya maksudmaksud. Alam malahan tidak mempunyailah sesuatu maksud. Kemauan
manusia yang bewust adalah mengasih kepadanya maksudmaksud, tetapi menunjukkanlah
pula kepadanya jalanjalan yang harus diinjaki untuk mencapai maksudmaksud itu zonder
banyak kekuatan yang terbuang, yakni dengan kekuatan yang sesedikitdikitnya.
Begitu jugalah halnya dengan perjuangan kaum proletar. Betul perjuangan ini sedari
mulanya memang tidaklah zonder bewustnya yang menjalankan, tetapi merekapunya
kemauan yang bewust itu hanyalah mengenai merekapunya kebutuhan persoonlijk yang
dekatdekat saja. Perubahanperubahan − pergaulan hidup yang timbul daripada
perjuangan ini, mulamula tidaklah diketahui oleh kaum yang berjuang itu. Oleh karena itu,
maka perjuangan kelas itu (sebagai kejadian pergaulan hidup) adalah lama sekali suatu
kejadian yang tidak bewust, dan oleh karenanya pula, banyaklah kekuatankekuatan yang
terbuang sebagaimana memang banyak kekuatankekuatan yang terbuang pula di dalam
tiaptiap kejadian yang tidak bewust. Hanya pengetahuan tentang proses pergaulan hidup,
tentang araharahnya dan tentang tujuantujuannya, bisalah memberhentikan terbuangnya
178
19 Desember 1919
kekuatankekuatan ini, memusatkan kekuatankekuatannya kaum proletar, mempersatukan
kekuatankekuatan itu di dalam organisasiorganisasi besar, yang tergabung satu sama lain
oleh maksudmaksud tinggi dan yang membelakangkan tiaptiap actie kecilkecil terhadap
kepada kepentingankepentingankelas yang tetap, kepentingankepentingankelas yang
mana adalah diperhambakan lagi kepada kemajuan pergaulan hidup umum adanya.
Dengan lainlain perkataan: teori adalah factor yang sangat sekali mengeraskan kesuburan
kekuatannya kaum proletar, teori itu adalah juga mengajarkan kepada kaum proletar
bagaimana mengusahakan kekuatankekuatan, yang ditentukan oleh tingkatnya kemajuan
ekonomi, dengan cara yang paling manfaat, beserta bagaimana menjaga jangan sampai ada
kekuatan yang terbuang. Tetapi teori itu bukan saja membesarkan hasil geraknya kekuatan
kaum proletar, − ia adalah juga membesarkan keinsyafan akan kekuatan itu, yakni
membesarkan krachts bewustszijn . Dan ini tidaklah kurang perlunya.”
Tuantuan Hakim, dengan dalil ini maka tergambarlah dengan seterangterangnya
bagaimana besar faedahnya pemimpin mengasih teori kepada kaum yang ia tuntun. P.N.I.
mengasih teori itu, ia mengadakan kursuskursus dan suratsuratorgaan . Ia mengasih teori
atas seluk beluknya imperialisme, teori atas soalsoalnya pergerakan sendiri, teori atas
pengajaranpengajarannya atau leeringen nya pergerakanpergerakan di negeri lain. Tetapi, −
bukan hanya teori sajalah yang menambah kekuatannya rakyat; bukan hanya kursuskursus dan
brochures dan suratsuratorgaan sajalah yang membesarkan kemauannya rakyat. Rakyat
haruslah dituntun dan diolah pula kemauan dan tenaganya di atas lapangnya perbuatan ,
−
di”train” kemauan dan tenaganya di atas lapangnya “daadwerkelijke acties” , yakni di”train”
bekerja untuk mendatangkan perbaikanperbaikan harisekarang sebagai yang kami sebutkan
tadi itu. Di sinilah rakyat itu bisa diolah kemauan dan tenaganya diukurukur dan ditakertaker
kekuatannya, dipelihara dan dibesarbesarkan kekuasaannya, digembleng kekerasanhati dan
energinya!
Karl Kautsky tentang daadwerkelijke acties itu adalah mengajarkan:
“Yang belum dipunyai oleh kaum proletar”, − buku “Der Weg zur Macht” adalah tertulis
hampir 30 tahun yang lalu, Tuantuan Hakim yang terhormat −
,
“Wat het proletariaat nog mist is het bewustzijn van zijn macht ............ Wat de
sociaaldemocratie vermag te doen, doet ze, het proletariaat dat bewustzijn bij te brengen.
Ook hier weer door theoretische voorlichting, maar niet door deze alléén. Werkzamer voor
de vorming van het krachtsbewustzijn dan alle theorie is steeds de daad
. Zijn successen in
den strijd tegen den tegenstander zijn het, waarmee de sociaaldemocratie aan het
proletariaat zijn kracht op de meest duidelijke wijze demonstreert en daardoor zijn
krachtsgevoel op zijn krachtigst verhoogt. Successen, die ze echter ook weder hebben te
danken aan de omstandigheid, dat ze wordt geleid door een theorie, welke aan de bewuste,
georganiseerde deelen van het proletariaat mogelijk maakt, om op elk oogenblik het
maximum van zijn voorhanden krachten aan te wenden.
De werkzaamheid der vakbonden buiten de angelsaksische wereld is van begin af door
sociaaldemocratische kennis in het leven géroepen en bevrucht. Naast haar successen zijn
het de succesvolle worstelingen om en in de parlementen, die het krachtsgovoel en de
kracht van het proletariaat machtig hebben opgeheven, niet allen door de materieele
voordeelen, die daarbij aan enkele proletarierslagen ten deel vielen, maar voor aIles ook
daardoor, dat de bezitlooze, totnogtoe angstig gemaakte en hopelooze volksmassa’s hier
een kracht zien optreden, die dapper tegen aIle heerschende machten den strijd opnam,
overwinning op overwinning bevocht en daarbij toch niets anders was dan een organisatie
van die bezitloozen zelf .
Daarin berust de groote beteekenis der Meifees ten, daarin die van de verkiezingsstrijden
zoomede die van de strijden om het kiesrecht. Niet altijd brengen ze het proletariant
belangrijke materieele voordeelen, dikwijls zijn deze niet in verhouding tot de offers van
den strijd, en toch beteekenen ze, waar ze met een overwinning eindigen, steeds een
geweldige aanwas van de werkende krachten van het proletariaat, omdat ze zijn
krachtsgevoel en daarmee de energie van zijn wil in den klassentrijd machtig prikkelen.
Niets vreezen echter onze tegenstanders meer als het groeien van dit krachtsgevoeI! Ze
weten, dat de reus voor hen ongevaarlijk blijft, zoolang hij zich niet bewust wordt van zijn
kracht. Zijn krachtsgevoel klein te houden, dat is hun grootste zorg; materieele concessies
haten ze zelf minder dan de moreele overwinningen van het proletariaat, die zijn
krachtsgevoel verhoogen.”179
“Yang belum dipunyai oleh kaum proletar itu ialah keinsafan akan kekuasaannya ......
Sosialdemokrasi adalah bekerja sekeraskerasnya mengasihkan kepada kaum proletar
keinsafan itu. Juga di dalam hal ini dengan penyuluhan teori, tetapi tidak dengan
penyuluhan teori itu saja. Lebih menggugahkan keinsafankekuatan daripada semua teori,
adalah perbuatan, daad . Dengan kemenangankemenangan perjuangannya melawan si
musuh itulah, maka sosialdemokrasi menunjukkan kepada kaum proletar itu kekuatannya
dengan senyatanyatanya, dan oleh karenanya pula, membesarkan rasakekuatannya itu
dengan sebesarbesarnya. Tetapi sebaliknya juga, maka kemenangankemenangan ini
hanyalah bisa terjadi karena suatu teori, yang mengasih susuluh kepada bagianbagian
kaum proletar yang bewust dan tersusun, bagaimana caranya mengambil hasil yang
sebanyakbanyaknya daripada kekuatankekuatannya yang ada pada setiap waktu.
Gerakanbangkitnya serikatserikat sekerja di luar negeri Inggeris adalah sedari mulanya
dilahirkan dan diwahyui oleh pengetahuan dan ilmu sosialdemokrasi.
Berdampingdampingan dengan kemenangankemenangan tadi itu, maka
perjuanganperjuangan di dalam dan untuk dewan − rakyatlah yang menghebatkan sekali
kepada kekuatannya dan rasakekuatannya kaum proletar itu, − bukan saja oleh
buahbuahnya kemenangan yang diperolehkan oleh beberapa golongan kaum proletar itu,
tetapi teristimewa juga ialah oleh karena rakyatrakyat yang melarat dan yang tadinya
dibikinbikin takut dan putusasa itu, di sini melihatlah berbangkitnya suatu kekuatan yang
dengan gagah berani berjuang melawan kaumkaum yang kuasa dan bisa merebut
kemenangan lagi dan kemenangan lagi, sedangkan kekuatan itu toh tidak lain daripada
organisasinya kaummelarat itu sendiri .
Inilah artibesar daripada pestapesta di bulan Mei, daripada perjuanganperjuangan
dimusimnya pemilihan anggota dewan − rakyat, daripada perjuanganperjuangan merebut
kiesrecht. Tidak selamanyalah perjuanganperjuangan ini membawa kemenanganwadag
kepada kaum proletar, malahan sering sekalilah besarnya kemenangankemenangan wadag
ini tidak setimbang dengan besarnya korbanankorbanan yang jatuh di dalam perjuangan
itu,
179
p. 49 e.v.
− en toh, di mana perjuanganperjuangan itu menang, maka kekuatankekuatannya
kaumproletar lantas menjadilah hebat bertambah besarnya, oleh karena
perjuanganperjuangan yang demikian itu adalah mengobarkan rasakekuatannya dan
kekerasan kemauannya di dalam perjuangankelas.
Tetapi tidak adalah barang yang lebih ditakuti oleh musuhmusuh kita daripada
bertambahtambahnya rasakekuatan ini! Mereka tahu, bahwa raksasa ini tidak
berbahayalah bagi mereka, selama iatidak insaf akan kekuatannya. Mereka oleh karenanya
tidak berhentihentilah mencari akal memadammadamkan rasakekuatan itu;
concessieconcessie wadag malahan tidaklah begitu dibenci oleh musuhmusuh kita sebagai
kemenangankemenangan − batin daripada kaum proletar yang membesarkan rasa
kekuatannya itu.”
Tuantuan Hakim, juga di Indonesia, adalah suatu raksasa yang tidak ditakuti oleh kaum
imperialisme, selama ia belum insaf akan tenaganya. Tetapi kami, dari Partai Nasional Indonesia,
kami berusaha mengasih kepada raksasa itu dengan teori dan acties
daadwerkelijke ,
keinsafan
akan tenaganya yang mahabesar itu. Kami berusaha menggugahkan dan membesarkan
krachtsgevoel nya raksasa itu, menghidupkan iapunya krachtsbewustzijn dengan
suratsuratkabar, dengan kursuskursus, dengan meetingmeeting, dengan
demonstratiedemontratie, dengan usaha − mendirikan sekolahansekolahan, dengan actie
mengadakan cooperatiecooperatie, dengan perjuangan buat hapusnya pelbagai ranjau di dalam
strafwetboek , dan dengan jalan lainlain lagi. Raksasa kekuasaan, yang bernyawa nasionalisme,
berurat syaraf empat rupa, berbadan rakyatmurba itu, raksasa itu kini makin lama memang
sudah makin tergugahlah keinsyafan akan tenaganya! Heranlah Tuantuan Hakim, bahwa
imperialisme makin lama makin marah dan geger pula? Herankah tuantuan Hakim, bahwa
suratsuratkabar kaum imperialisme itu, sebagai misalnya A.I.D., de PreangerBode, Nieuws
v.d. Dag, Javabode, de Locomotief, Soerabajaasch Handelsblad dan lain sebagainya, makin
lama makin keras pekiknya “hukumlah Soekarno cs.?”, “buanglah Soekarno cs.!”, “laranglah
P.N.I. hidup terus!” Herankah Tuantuan, bahwa kaum itu sampai mencoba mempengaruhi
Tuantuanpunya pengadilan?
Kami tidak heran. Kami tidak heran pula kalau kaum yang benci kepada pergerakan kita,
supaya pergerakan itu gampang dan ada jalan buat ditindasnya, menjalankan provocatie.
Provocatie seringlah sekali dicobakan pada pergerakan kaumburuh di Eropah, provocatie
seringlah pula kita alamkan di negeri kita. Provocatie terutama sebelum pergerakan itu menjadi
sentosa betul, yakni untuk ada jalan sah menindas pergerakan itu mumpungmumpung
pergerakan itu misih belum kuat sekali,
− provocatie itu sering kita temukan. Kita sering dicoba
diprovoseer akan perbuatanperbuatan jahat dengan bajinganbajingannya “Sarekat Hejo” atau
“Pamitran” sebagai sering terjadi di daerah Cianjur atau di kidulnya. Bandung, dengan rojokan
akan penumpahandarah sebagai di desa Cikeruh daerah Rancaekek atau di desa Panjairan
utaranya Bandung, dengan pengrusakan Clubhuis sebagai di Gadobangkong, dengan dipinta
meneken atau mengisi lijstlijstpemberontakan sebagai di bengkel S.S. bulan Desember 1929, −
dengan macammacam jalan lain yang rendah dan keji. Tetapi kita tak mau diprovoceer, kami
tak berhentihenti mendidik anggotaanggota tinggal aman, jangan mau diprovoceer !
Sebab kami mengetahui, − kalan kita kena diprovoceer, maka kitalah yang dijatuhi
palangpintu!!
Tidak! Tuantuan Hakim, kita tak mengambil pusing akan makimakiannya dan
hasuthasutannya kaum atau suratsurat kabar imperialisme yang sudah semestinya itu, kita tak
mengasih jalan bagi provokasi. Kita dengan tenang hati terus bekerja sepanjang jalan yang halal
dan yang tak melanggar hukum, membesarbesarkan kekuasaan rakyat, menggugahgugahkan
dan menghiduphidupkan keinsafan rakyat akan kekuasaannya itu; kita dengan kepala dingin
terus berusaha secara halal menyusun krachtnya rakyat dan membangunkan krachtsgevoelnya
rakyat. Satu kali sedar, maka krachtsbewustzijn ini tak akan tidur lagi. Dengan geraknya
kekuasaannya rakyat dan dengan hidupnya keinsafan akan kekuasaannya itu, maka pemerentah
dan kaum imperialisme terpaksalah menuruti kehendaknya satupersatu. Sepuluh tahun yang lalu
Albarda adalah bercerita:
“............. de hervormingspolitiek in Nederlandsch Indië is nu niet meer het beleid der
genadige welwillendheid of het gevolg van den vrijen en nobelen gewetensdrang, zij is nu
geworden de politieke weerslag van den machtsgroei der bevolking, die haar nooden
blootlegt en haar eischen voordraagt. Zij is geworden de politiek der concessies aan de
groeiende macht der volksbeweging.” 180
“.......... politik mengasih
− perbaikanperbaikan kepada Hindia Belanda sekarang bukanlah
lagi karena carapemerintahan yang murahhati atau karena suruhannya rasakasih, −
politiek itu sekarang adalah hasil suburnya kekuasaan penduduk yang membeberkan
merekapunya kesengsaraan dan memajukan merekapunya tuntutantuntutan. Politik itu
sudahlah menjadi politik concessieconcessie terhadap kepada kekuasaannya pergerakan
rakyat yang makin hebat.”
Dan sekarang, sepuluh tahun kemudian, raksasa Indonesia sudahlah lebih kuasa, dan lebih
insaf akan kekuasaannya! Segera akan datanglah saatsaatnya yang pemerentah dan kaum
imperialisme itu harus lebih banyak lagi tunduk kepada tuntutannya, harus
lebih banyak lagi
melepaskan concessielagi dan concessielagi, harus lebih banyak lagi menjerahkan hakhak dan
perbaikanperbaikan kepadanya. Bahwasanya, zonder geger berdebatdebatan dengan
wakilwakilnya imperialisme itu dalam volksraad sebagai misalnya Fruin cs. atau Bruineman
etc., zonder pula bomboman atau dinamitdinamit, zonder kocakkocakan sengaja melanggar
artikel 153bis dan 169 Strafwetboek sebagai dituduhkan kepada kami dalam proses ini, − maka
dengan macht yang nyata dan machtgevoel yang hidup itu, kita toh mencapai
concessieconcessie yang penting!
Sebaliknya, zonder Macht dan zonder machtsgevoel, maka kita, walaupun dengan
politiklidah yang bagaimana juga licinnya, tidak akanlah mendapat kemenangan yang
besarbesar!
Tidakkah benar pertanyaan Albarda yang berbunyi:
“Zou de volksraad toen in het leven zijn geroepen, als niet in Indië een krachtige
volksbeweging was onstaan, die invloed op het bestuur over eigen volksleven verlangde?
Ik zou verder willen vragen: Zijn niet de bekende Novemberbeloften van 1918 en de
instelling van de herzieningscommissie Carpentier
− −
Alting te beschouwen als bewijzen
180
*) bewust = insyaf
van het ontzag, misschien ook van de vrees, welke de jonge volksbeweging in die veel
bewogen jaren ......... inboezemde?”181
“Apakah kiranya volksraad itu diadakan juga, jikalau di Hindia tidak ada suatu pergerakan
rakyat yang kuat, yang ingin menjalankan pengaruh di atas caranya memerentah bangsa
sendiri?
Saya tanya lebih jauh: Tidakkah persanggupanpersanggupan bulan November 1918
terkenal itu dan diadakannya herzieningscommissie − Carpentier − Alting harus dipandang
sebagai buktibukti daripada ketakutan dan barangkali juga dari pada kedahsyatan terhadap
kepada pergerakanrakyat muda di dalam tahuntahun yang menggegerkan itu?”
Tidak benar pula, kalau kami, walaupun kami di dalam verhoor mengatakan bahwa P.N.I.
belum mencapai concessieconcessie yang besar, mengatakan bahwa diadakannya “ Inlandsche
meerderheid ” di dalam volksraad dan diadakannya dua anggota Bumiputera di dalam Raad van
Indie, adalah sebenarnya concessie pula terhadap pada pergerakan kita nasional Indonesia yang
makin mendapat kekuasaan itu? Bahwasanya: dengan macht mendapat concessieconcessie
yang besar, zonder macht tidak mendapat concessieconcessie yang besar itu?
“Baik”, − orang sekarang berkata −, consessieconsessie yang penting dapat tercapai
dengan jalan yang halal itu! Tetapi kemerdekaan Indonesia, kemerdekaan Indonesia!, tidakkah
itu harus direbut oleh rakyat Indonesia dengan pemberontakan, dengan revolutiedarah?
Tuantuan Hakim, di dalam verhoor kami telah menerangkan dengan tulus hati: kami tidak
tahu bagaimana langkah yang penghabisan itu. Ya kami tidak “memikirpikirkan acan” akan soal
langkah penghabisan itu. Kami tidak tahu akan perbandinganperbandingan
dikelakkemudianhari itu, sebagaimana kami tadi juga tidak tahu dengan saksama akan
wujudnya kitapunya pergaulan hidup dikelakkemudianhari. Kami misalnya tidak tahu apakah
Nederland pada saat penghabisan tidak lantas mengarti, lebih baik memberhentikan
penjajahannya dengan damai. Kamipun tidak tahu, apakah misalnya di zaman itu kapitalisme
Barat tidak sudah rubuh, imperialisme diganti dengan perhubunganekonomi EropaAsia dengan
jalan merdeka, yakni dengan jalan vrijruilverkeer. Pendekkata, bagi kami, bagi siapapun juga,
bagi tiaptiap manusia, harikemudian itu adalah suatu buku yang tertutup: Tertutup tentang soal
bagaimana wujudnya langkah rakyat Indonesia yang penghabisan, tertutup tentang soal kapan
terjadinya langkah penghabisan itu.
Kami bagi sekarang, hanyalah mengetahui, bahwa tiada kemerdekaan zonder nationalisme,
dus kami menghiduphidupkan nationalisme; bahwa tiada kemerdekaan zonder
persatuanbangsa, dus kami memperusahakan adanya persatuanbangsa; bahwa tiada
kemerdekaan zonder macht, dus kami menyusunkan macht; bahwa tiada kemerdekaan zonder
machtsbewustzijn, dus kami menggugahgugahkan machtsbewustzijn itu. Kami hanyalah
mengetahui bahwa kemerdekaan itu adalah mintasyaratsyarat atau voorwaarden, dus P.N.I.
bekerja untuk terlaksananya syaratsyarat atau voorwaarden itu. Dan kami hanyalah pula
mengetahui, bahwa kemerdekaan tidaklah jatuh dari langit besok pagi atau lusa, tetapi bahwa ia
adalah hasilnya kerja berat yang melalui berpuluhpuluh concessies politik. Hosial dan ekonomi
yang semuanya tidak jatuh dari Iangit, melainkan harus kita desakkan atau afdwingkan
satupersatu dengan desakannya “moreel geweld” kita adanya.
181
t.a.p. 52
Jalan yang melalui berpuluhpuluh consessie inilah, Tuantuan Hakim, yang kami
maksudkan dengan katakata, bahwa langkah penghabisan itu masih ada di dalam “ver
verschiet”,
− tidak sebagai uitlegkunst atau putarlidahnya A.I.D. de PreangerBode, yang
menulis bahwa kami mengatakan, bahwa langkahpenghabisan itu misih “na eeuwen” lagi
terjadinya.
Tidak!, −
jikalau kami berkata bahwa terjadinya langkahpenghabisan itu misih ada.
“zoo ver in het verschiet, dat men zich daaromtrent nog niets gerealiseerd heeft”.
“begitu jauh sehingga orang belum mengetahui apaapa di atasnya”.
maka kami tidakIah bermaksud mengatakan apaapa tentang tempoh atau
chronologienya
langkahpenghabisan itu terjadi. Tentang tempohnya langkahpenghabisan itu terjadi, tentang
apabilanya langkahpenghabisan itu terjadi, kami tak dapat mengetahui suatu apa, dan kami di
dalam verhoor pun telah menerangkan “zelfs bij benadering niet te weten”
.
Dengan sesungguhnya, Tuantuan Hakim, entah kapan terjadinya langkahpenghabisan itu!
Entah hanya tahunan lagi saja, entah puluhan tahun lagi, entah ratusan tahun lagi! Kami dengan
katakata “ver verschiet” itu adalah bermaksud mengatakan bahwa antara harisekarang dan
harikemudian itu adalah lapang yang lebar, lapangnya berpuluhpuluh consessie yang
semuanya satupersatu harus kita capaikan dengan usahanya nationalistische massaactie
yang mahahebat tetapi halal itu. Lamasebentarnya kita melalui lapang ini, lamasebentarnya
tempoh kita dapat mencapaikan concessieconcessie ini, − itu adalah
tergantung daripada
kekuatan dan kesempurnaannya kitapunya organisasi , tergantung dari lemahkuatnya
“moreel geweld” yang kita dapat bangkitkan. Makin sempurna kitapunya organisasi, makin
besar tenaganya kitapunya “moreel geweld” ,
−
makin lekaslah harikemerdekaan itu
mendekat!
Welnu, Partai Nasional Indonesia ingin lekas dapat menambahnambah besarnya “moreel
geweld” yang ia keluarkan, ingin lekas dapat mencapaikan semua consessieconsessie itu di
dalam tempo yang secepatcepatnya oleh karenanya. Inilah sebabnya Partai Nasional Indonesia
ada suatu partai yang
revolutionnair , suatu partai yang ingin mendatangkan
perubahanperubahan itu dengan lekas, suatu partai yang ingin mengadakan “omvorming in snel
tempo”.
Tuantuan Hakim, kami mengulangi lagi: tentang soal bagaimana wujudnya langkah yang
penghabisan, dan tentang soal apabila langkah yang penghabisan itu, kami tak mengetahui suatu
apa. Kami hanyalah mengetahui, bahwa P.N.I. tak adalah maksud menyimpang dari jalan yang
wettig belaka. Kami hanyalah mengetahui bahwa kami dan P.N.I. tidak ingin atau tidak sengaja
mau membikin pemberontakan, baik sekarang maupun kemudianhari, bahwa kami dan P.N.I.
siang dan malam adalah mengharapharap dan mendoadoa jangan sampai ada
pertumpahandarah, bahwa kami dan P.N.I. sepanjang kekuatannya akan berusahalah
menghindarkan tiaptiap pertumpahandarah!
Kami dan , Tuantuan Hakim,
P.N.I. kami dan !
P.N.I. − entah kaum imperialisme sendiri!
Kepada kaum imperialisme itu, kami tak akan puaspuas mengasih ingat dengan kesucian hati:
“Janganlah menyengsarakan sekali kepada rakyat, janganlah membakar kemarahan rakyat,
janganlah mengabaikan tuntutantuntutan rakyat. Sebab revolusi bukanlah bikinan manusia,
bukanlah bikinan beberapa penghasut, bukanlah bikinan beberapa samen zweerders,
− revolusi
adalah bikinan pergaulan hidup yang hampir tenggelam tertutup jalan nafasnya di dalam
kesengsaraan, yakni bikinan pergaulan hidup sendiri yang kepepet. Manusia tidak bisa
membikin revolutie semaumaunya, manusia tidakpun bisa mencegah revolutie kalau sudah
telaat, yakni kalau sudah
kasep .”
“Kita, kaum Partai Nasional Indonesia, kita betul kaum revolutionnair, tetapi kita bukan
kaum yang membuat pemberontakan. Bumi dan langit akan kita panggil mencegah tiaptiap
pertumpahandarah! Tetapi, − hai kamu kaum imperialisme!, kamu senantiasa
menebarnebarkan benih kesengsaraan itu, kamu , senantiasa mepepetmepetkan pergaulan
hidup itu, kamu senantiasa menebarnebarkan benih revolusi itu.”
Bagi kamu adalah cocok sekali tulisannya Dr. van den Bergh van Eysinga yang berbunyi:
“De eigenlijke scheppers van de Revolutie ...... zijn, in den gang der huidige Geschiedenis,
de zg. “ordelijke” burgers zij hebben het wonderlijke lichaam van samenleving en cultuur
ziek gemaakt, en zij hebben het, doordat zij enkel dachten om zich zelve, om hun belang en
182
winst.”
“Di dalam zaman sekarang ini, maka yang sebenarnya menjadi pembikin sesuatu revolusi
ialah kaum yang disebutkan pendudukpenduduk yang “aman”, merekalah yang membikin
badannya pergaulan hidup dan cultuur menjadi sakit dan membikinnya sakit itu ialah
karena mereka hanya memikirkan diri sendiri saja, merekapunya kepentingan sendiri saja
dan merekapunya keuntungan sendiri saja.”
“Sebelum kasep, lekaslah berhentikan usahamu menyengsarakan rakyat, lekaslah
perhatikan keinginan dan tuntutan rakyat. Sebab jikalau oleh perbuatanmu itu
bantupemberontakan nanti mengautaut, jikalau oleh angkaramurkamu itu revolusi nanti
melahirkan diri sendiri, maka seribu Partai Nasional Indonesia “tidak akanlah bisa mencegahnya,
seribu macam usahamanusia tidak akanlah bisa menolaknya. “Kita mengetahui”, begitulah Karl
Kautsky menulis:
“Wij weten, ............ dat het evenmin in onze macht is deze revolutie te
maken als in die
onzer tegenstanders ze te verhinderen!” 183
184
Revol Cult. p. 17
Dan bukan menujumkan saja akan datangnya, Tuantuan Hakim! Hector Bywater di dalam
iapunya buku “The great Pacific War” malahan bisalah menyebutkan jalannya perang itu
satupersatu, gerakbangkitnya pergelutan belorongbelorongimperialisme itu hampir dengan
seksama. Ia mengatakan, bahwa meledaknya Perang Pacific itu ialah oleh karena Jepang mau
membelokkan publieke opinie di Jepang yang terjangkit pergerakan revolusionair. Ia
menujumkan, bahwa pada permulaan peperangan itu, Amerika adalah bisa dipukul lemah oleh
karena suatu kapal Jepang bisa menghancurkanlah Pannama kanaal dengan peledakan dinamit
yang maha hebat, − bahwa Manilla dan kepulauan Philippina bisa direbut oleh musuh, − bahwa
suatu armada Amerika bisa dibinasakanlah samasekali. Ia lantas meramalkan, bahwa,
sesudahnya kena pukulanpukulan itu, rakyat Amerika lantas hiduplah semangatkemarahannya,
bahwa segenap armada Amerika yang masih ada Iantas ngamuklah membasmi armada Jepang di
dalam suatu pertempuran matimatian didekatnya Guam, − dan bahwa kemudian daripada itu
perdamaian lantas terjadi. “Ia adalah terlalu kecil menaksirkan”, − begitulah commentaar Ernst
Reinhard atas gambarnya tabrakan yang dibikin oleh Hector Bywater ini, −
“hij heeft haar zeker klein gedacht, als hij haar als een duel tusschen twee staten
vooruitzag. Dat zal de botsing zeker niet zijn”.185
“ia adalah terlalu kecil menaksirnya, kalau ia mengira bahwa tabrakan ini hanyalah
tabrakan antara dua kerajaan saja. Itu tentu tidak begitu, − dat zal de botsing zeker
niet
zijn”.
Amboi, − “dat zal de botsing zker niet zijn!”
, perang Pasific menurut Reinhard akan lebih
besar lagi dari tujumannya Bywater itu! O, tidakkah wajib rakyat Indonesia lekaslekas menjadi
kuat, lekaslekas memperteguhkan pergaulanhidupnya, lekaslekas menjadi natie
, agar supaya
cukup kesentosaan menolak pengaruhnya perang besar ini, − pengaruh yang tidakbolehtidak
tentu kita deritakan, yang hidup di pinggir LautanTeduh itu!
Sayang Tuantuan Hakim, sayang kami tak cukup tempo buat membeberkan di sini semua
isinya buku tiga penulis itu tadi, tetapi di sini kami sediakan salah satu daripadanya, − kalau
Tuantuan timbang perlu, bolehlah Tuantuan nyatakan sendiri.
Toh, marilah kami di sini mengambil satudua citaat daripadanya, marilah kita
mendengarkan ceritanya Reinhard yang berbunyi:
“Jepang wil het probleem van het verre Oosten naar zijn zin oplossen. Maar wat zijn
machten, wat zijn trusts willen, dat past Amerika en Morgan niet.
De strijd om de buit blijft bestaan. Wanneer zal hij uitbreken? Deze vraag heeft Amerika te
beantwoorden”. (p.215) ................ Amerika wapent zich .............. Het bouwt niet alleen zijn
vloot, maar ook zijn stationnen in den Pacific gereed. Van DutchHarbour op de Aleuten,
over Hawaii naar Tutuila en Guam tot de Philippijnen toe, strekt zich een wijdgespannen
boog uit van Amerikaansche vestingen, een boog, die Jepang in het Noorden en Zuiden als
een tang omklemt. Jepang merkt de stalen greep van deze tang. Maar ook England bespeurt
hem”. (p. 224)
“De spanning groeit. Geen ventiel opent zich. Heden is de oververhitte ketel nog in staat,
den sterken druk te weerstaan. Maar de concurrentie der Amerikaansche en Jepangsche
trusts in China sleept er gestadig nieuwe brandstof bij, werpt dag aan dag olie in het vuur.
185
Macht p. 57
Eens moet de dag komen, waarop de stoomdruk den ketel met geweldige kracht tot
explosie brengt!” ............ (p. 223) . “Als vanwege China een oorlog uitbreekt, dan wordt
het zeker een wereldoorlog in den waren zin des woords, .............. Wij zullen allemaal
moeten meedansen, als de dood de Chineesche doodenwijs ten gehoore geeft”. (p. 227).
“Jepang mau menyelesaikan soal Timurjauh itu menurut diapunya kemauan. Tetapi apa
yang dikemaui oleh kaumkaumkuasanya dan oleh trusttrustnya, itu tidak
menyenangkanlah hati Amerika dan Morgan. Perjuangan rebutan mangsan tetaplah ada.
Kapankah perjuangan ini meledaknya? Pertanyaan ini Amerikalah yang harus menjawab”.
....... Amerika melengkaplengkapkanlah senjatanya ...... ia bukan saja menyelesaikan
armadanya, tetapi juga stationstationnya di LautanTeduh. Dari Dutch Harbour di
kepulauan Aleuten, melewati Hawaii ke Tutuila dan Guam sam pai ke Philippina, maka
adalah melengkung satu bengkungan yangmahabesar daripada bentengbenteng Amerika,
satu bengkungan, yang menggigit Jepang di utara dan di selatan sebagai satu
gegepkakatua. Jepang sudahlah merasa gigitannya gegep ini. Tetapi juga kepada Inggeris
tampaklah dia”.
“Keadaan makin lama menjadilah makin panas. Tidak ada satu jalanhawalah yang terbuka.
Kini ketel itu masihlah cukup kuat menahan kekuatankekuatan dari dalam. Tetapi
persaingan trusttrust Amerika dan Jepang di Tiongkok adalah tak berhentihenti
membesarbesarkan apinya, adalah saban hari menyiramkan minyak di atas api itu. Satu
ketika pasti datanglah saatnya, yang ketel itu meledaklah dengan cara yang
sehebathebatnya oleh kerasnya tenagatenaga di dalamnya!”
“Jikalau peperangan rebutan Tiongkok ini nanti meledak, maka tentulah ia suatu
peperangan dunia yang sebenarbenarnya ............ Kita semua terpaksalah nanti ikut menari,
jikalau hantumaut memainkan iapunya lagu kematian”.
Tuantuan Hakim, begitulah bunyinya tujuman kaumkaum bijaksana itu. Kita, kaum Partai
Nasional Indonesia, kita mengerti akan bahaya yang mengancam rakyat dari peperangan hebat
ini. Kita merasa wajib memperingatkan rakyat tentang bahaya itu, kita merasa wajib
memujimujikan kepada rakyat supaya lekaslekas menjadi teguh, lekaslekas menjadi natie.
Sebab kita, sekali lagi kami katakan, kita insyaf, kita yakin, bahwa rakyat kita dan negeri kita,
yang berduduk di pinggir samudera peperangan itu, niscaya akan mendapat pengaruh pula yang
membencanai ekonomi dan pergaulan hidup.
Kita tidak mengatakan bahwa perang Pacific itu tahun
ini akan pecah. Kita tidak pula
mengatakan bahwa ia sebentar lagi akan meledak. Kita hanyalah memperingatkan, bahwa
dengan adanya persaingan Amerika, Jepang dan Inggeris itu, peperangan itu akan terjadi.
Ah, Tuantuan Hakim, di Indonesia ini, toh bukan kami saja yang mengatakan akan
datangnya perang itu, toh bukan kami saja yang mengumumkan kabar itu, yang memang bukan
kabar bohong! Dr. Ratu Langi di dalam zittingnya volksraad 14 Juni 1928, dus lebih dulu dari
kami, adalah membicarakan akan datangnya perang Pasific itu juga, dan belakangan ini A.I.D.
de Preangerbode dan JavaBode pun ikut menceritakannya! Adakah mereka menyebarkan
“logenachtig bericht”? Adakah bermaksud merusak ketenteraman rakyat ?
“Dalam pada itu”, begitulah Dr. Ratu Langi berpidato, −
“Intusschen, bij de krachtsinspanning in sini − en sana − groep, wordt door de westersche
groepen maar al te zeer uit het oog verloren, dat de, staatkundige toekomst van Indonesia
ook, en voor een belangrijk deel, beheerscht zal worden door de verdere evolutie der
internationale situatie in het zg. uiterste Oosten ........
Men onderdrukt psychologisch gesproken, eenvoudig het feit, dat het koloniale vraagstuk
van Indonesia een deel is van het groote Pacificvraagstuk, en dat dit land niet kan
ontkomen aan het lot , actief wellicht, maar zeker passief, betrokken te worden in een
conflict in den Pacific , waarbij geweldige machten tegen elkaar zuIlen opbotsen ............
Trachten wij ons den toestand te realiseeren; over OostAzie heeft zich een netwerk
gewezen van economische, politieke en strategische activiteit. De egoiatische, economische
motieveen voorop, zooals altijd, en daarna volgen scheepladingen ethischhumanitaire
leuzen over beschaving brengen etc.
“Drie dingen”, zegt Max Reinhard (sebetulnya Ernst Reinhard, Tuantuan Hakim) “heeft
het vreemde kapitaal in China gezocht; markten voor zijn waren, grondstoffen voor zijn
grondstofbasis en goedkoope arbeidskrachten voor zijn fabrieken” ........ Wat van China
gezegd werd, geldt mutatis mutandis voor veIe andere Pacificgebieden. Alleen, het
Pacificvraagstuk vindt zijn exponent in China, om de afmetingen, die de kwesties daar
hebben en omdat wij daar, als het ware onder onze oogen het treurspel zien afspelen van
een onafhankelijk land, dat overgeleverd is aan een niets ontziend egoïsme van zekere
machtscombinaties.
Maar het is duidelijk, dat dit alles, de pachtgebieden, de invloeds − en interessensferen of
opendeurpolitiek ...... noodzankelijk een toestand van spanning moet veroorzaken, in den
zin, dien Van den Bergh van Eysinga daaraan hecht.
Deze moreel eenzijdige relaties, waarvan gezegd wordt, dat ze alleen gehandhaafd kunnen
worden, zoolang de vreemde naties krachting genoeg zijn om op haar handhaving te blijven
staan, al die wijzen van ingrijpen, zijn evenzoovele haarden, waarop conflicten zullen
groeien, conflicten, die zullen uitvlammen tot ver over de grenzen van het Rijk van het
Midden.
Want in den wedijver om economische voordeelen stuit het Westen echter thans op
tegenstand, passief en achtief. Passief van de regeneratieve krachten van het Oosten zelf,
en actief van een Ooostersch rivaal ......... en dat is Japan.
Bij dezen toestand zullen antithese en antagonisme groeien en verscherpen, totdat ze
eenmaal hun normale oplossing zullen moeten vinden in een catastrophaal conflict ,
waarbij diplomatie en staatsmanskunst zich moeten terugtrekken achter de monden van
kanonnen en metrailleurs.
Het voorstel deezer catastrophale oplossing is reeds zichthaar en de voorteekenen zijn
niet te misduiden , als men maar zien will en zich niet laat misleiden door gelegenheid en
hoeraspeeches, die ten slotte geen grijntje pit hebben .........
......... Oost Azie is het schaakbord geworden van de internationle economische en militaire
penetratiepolitiek; wij zien stuk na stuk naar voren schuiven on wederdom terugtrekken;
Duitschland trekt zich, terug van Kiauchiau, Japan posteert er een zijner stukken, Amerika
geeft Jap, knooppunt van teIegraafkabels, prijs, Japan plaats daar een ander Japan breidt
zijn vloot sedert den wapenstiIstand van 1918 uit met 19 kruisers, 154 destroyers en 45
onderzoebooten waartegenover Engeland in Singapore een vlootbasis bouwt en Amerika
zijn vloot met een nog grooter aantal uitbreidt en de steunpunten Hawaii, Tutuila en Guam
versterkt.
En hieronder door, aan de publieke controIe ontsnappend, werken spionnen, stukken van
lager orde, die vlechten het netwerk waarop straks het tournooi gespeeld zal worden en
grande style ...........
...... Maar intusschen kunnen te avond of te morgen de tegengerichte strevingen boven de
bodem van OostAzie tot manifeste botsingen komen, en een heksensabbath ontketenen ook
over deze Ianden en ook zonder onzen wil. Wat dan? Hoe is de positie van Indonesia in het
castatsprophale conflict, dat niet kan uitblijven ............ ?”
“dalam pada itu, maka di dalam perjuangan adutenaga antara golongan sini dan golongan
sana itu, oleh golongangolongan Barat terlampau sekalilah dilupakan, bahwa keadaan
politik di Indonesia di kelakkemudianhari adalah buat sebagian besar juga di bawah
pengaruhnya gerakbangkitnya keadaan international di daerah Timurjauh ......... Orang
dengan gampang sekali adalah mengabaikan, bahwa kolonial dari Indonesia itu adalah
suatu bagian daripada soal Pacific yang besar itu, dan bahwa negeri ini tidak akan bisalah
menghindarkan diri daripada cengkeramannya soal pergulatan di LautanTeduh, dimana
kekuasaankekuasaan yang mahahebat nanti akan tabrakan satu sama lain ............
Marilah kita coba menggambarkan keadaan ini; di seluruh AsiaTimur adalah terancam
suatu jaring dari pada kekuatankekuatan ekonomi, politik dan militer, Maksudmaksud dan
keserakahan akan rezeki adalah sebagai biasa berjalan di muka, dan kemudian diikutilah
oleh berkapalkapalan banyaknya omonganomongan tentang “mendatangkan kesopanan”
dan lain sebagainya.
“Tiga macam halhal”, begitulah Max Reinhard berkata (sebetulnya Ernst Reinhard,
TuanTuan Hakim) “tiga macam halhal yang dicari oleh modal asing di Tiongkok itu;
pasarpasar buat barangbarang perdagangannya, bekalbekal untuk
perusahaanperusahaannya, dan kaumburuhmurah untuk pabrikpabriknya” ........... Apa
yang saya katakan dari Tiongkok, bolehlah juga dikatakan dari daerahdaerah lautanTeduh
yang lain. Hanya, pusatnya soal Pacific ini adalah Tiongkok, yakni karena soalsoal di situ
adalah soalsoal yang besar; dan oleh karena kita, ibarat di bawah kitapunya hidung
sendiri, adalah melihat keadaansedih, bagaimana suatu negeri yang merdeka menjadilah
korban makanannya keserakahan kekuasaankekuasaan yang tamak dan angkaramurka.
Tetapi nyatalah dengan senyatanyatanya, bahwa hal itu semua, yaitu
daerahdaerahpenyewaan, daerahdaerahpengaruh, daerahdaerah kepentingan atau
opendeurpolitiek ...... tidakbolehtidak tentulah menyebabkan keadaan menjadi panas di
dalam makna yang dikasihkan oleh Van den Bergh van Eysinga.
Ini perhubunganperhubungan yang mencong, yang menurut kata orang hanyalah bisa
dikekalkan selama bangsabangsa asing itu masih sama cukup kekuatan untuk
mengekalkannya, semua halhal itu adalah kawahkawah di mana nanti akan terjadilah
peledakanpeledakan, − yang apinya nanti akan berkobarkobarlah sampai melewatlewati
batasbatasnya negeri Tiongkok.
Sebab, di dalam persaingan merebut keuntungankeuntungan ekonomi ini maka dunia Barat
sekarang menemuilah musuh yang pasif dan aktif. Pasif daripada tenagatenaga
pembaharuan daripada dunia Timur sendiri, aktif daripada musuhpersaingan bangsa
Timur, ..... yakni negeri Jepang.
Dengan keadaan yang demikian ini, maka pertentangan dan permusuhan akan menjadilah
makin lama makin besar dan makin sengit, sehingga satu ketika tidakboleh tidak pasti
pecahlah satu perbentusan yang mahahebat, di mana diplomasi dan politik − lidah terpaksa
memundurkan diri di belakang mulutnya meriammeriam dan metrailleurs.
Pendahuluan daripada bencana ini sekarang sudahlah tampak dari tandatandanya tak
bisalah dipungkiri lagi , asal saja orang mau membuka matanya dan tidak mengabui mata
sendiri itu dengan pidatopidato omongkosong yang akhirnya tidak berisi garam sedikit
juapun adanya ............... AsiaTimur sekarang sudah menjadilah papan caturnya politik
international yang bermaksud menanamkan kekuasaan ekonomi dan kekuasaanmiliter; kita
melihat mundurmajunya buahbuah catur itu satu persatu; negeri Jerman adalah
memundurkan diri dari Kiauchiau, Jepang menaruhlah disitu salah satu buahcaturnya,
Amerika melepaskanlah Jap, pusat pertemuannya kawatkawat telegraaf itu, Jepang
menaruhlah di situ suatu buahcatur yang lain, Jepang menambahlah semenjak tahun 1918
kekuatan armadanya dengan 19 kruisers, 54 desroyers dan 45 kapalselam, sedang Inggris
membikin iapunya bentenglaut di Singapura, dan Amerika menambah kekuatan
armadanya dengan jumlah kapal yang lebih besar lagi dan menambah pula kekuatan
bentengbentengnya di Hawaii, di Tutuila dan di Guam.
Dan dibawah halhal ini semua, tak terlihat oleh pengawasan publik, bekerjalah
spionspion, buahbuahcatur tingkat rendahan, yang menganyamkan jaring di atas mana
nanti peraduantenaga itu akan dijalankanlah dengan cara yang mahahebat ............
Tetapi dalam pada itu, maka esok atau lusa nafsunafsu yang bertentangan satu sama lain
itu bisa meledaklah bertabrakan di atas bumi AsiaTimur, mendidihlah kawahneraka yang
meluapluap ke manamana, juga ke negeri di sini, juga di luar kemauan kita. Apakah yang
harus kita perbuat? Bagaimanakah kedudukan Indonesia di dalam tabrakan mahabencana
yang tidakboleh tidak pasti akan terjadi itu ............?”
Tuantuan Hakim, Dr. Ratu Langi bukanlah komunis, bukanlah sosialis, bukanlah
nasionaliskiri sebagai kami. Dr. Ratu Langi adalah seorang yang sekarang terkenal gematigd
sekali, yakni seorang yang terkenal sangat “lunaknya” dan sangat “kapuknya”. Dan Dr. Ratu
Langi orang dus tidak gampang mengatakan, bahwa ia “omong bohong”, sebagai yang sering
dituduhkan kepada kaum radikal. Toh, − Dr. Ratu Langi berpidato juga bahwa perang Pacific
alian meledak, bahwa “ heksensabbath ” dan “ catastrophaal conflict niet kan uitblijven
” itu “ ”,
akan membakar dunia Timur “ te avond of te morgen ”! sesungguhnya, adakah kabar perang
Pacific itu, kalau kami yang mengabarkannya kepada rakyat, sekonyongkonyong menjadi
“kabarbohong”, sekonyongkonyong menjadi “ logenachtig bericht ”? Adakah kabar itu, kalau
kami yang mengabarkannya, sekonyongkonyong berarti, bahwa kami sengaja mau merusak
ketenteramanumum? Adakah kabar itu, kalau kami yang mengucapkannya,
sekonyongkonyong menjadi alasan untuk mengusahakan artikel 171 wetboek van strafrecht?
Toh tidak, Tuantuan Hakim!
En toh, ........ kami berdiri di muka Tuantuan Baldal .......... terdakwa melanggar artikel 171
itu!
O nasib!, .......... sedang kami dilanjrat berhubung dengan soal Pacific ini, sedang kami
menjadi pesakitan di hadapan mahkamah tuantuan berhubung dengan soal Pacific itu, maka
dipertengahan bulan Oktober yang lalu diadakanlah vlootmanoeuvres Jepang yang mahahebat,
dan A.I.D. de Preangerbode pada ketika itu memuatlah suatu kabar Associated Press yang
berbunyi:
“De voorbereidingen begonnen reeds op 7 dezer .......... toen eenheden van de blauwe vloot
naar hun concentratiepunt Koere vertrokken en de vijandelijke schapen in het geheim
opereerden in Zuidelijke wateren, tot zelf in de buurt van Formosa toe. Iets verder dan
Formosa ............ liggen de Philippijnen, maar niemand zou zoo ondiplomatik zijn er ook
maar op te zinspelen, dat de aanval van dien kant komt!”
“Persediaanpersediaan sudahlah mulai pada tanggal 7 bulan ini, tatkala kapalkapalnya
armada biru berangkat kearah tempat pusatnya di Koere, sedang kapalkapal musuh adalah
bergerak dengan sembunyisembunyian di lautanlautan kidul, sampai kedekatdekatnya
pulau Formosa. Sedikit lebih jauh lagi dari Formosa itu .......... adalah kepulauan Philippina,
tetapi tak seorangpun akan begitu kasarbibir menyindirnyindir, bahwa dari sanalah akan
datangnya serangan!”
Sedang kami dilanjrat berhubung dengan soal Pacific itu, maka A.I.D. de Preangerbode 6
Oktober 1930 adalah membicarakan akan terpecahnya soal Pacific itu sebagai suatu soal
practischactueel di dalam foordartikelnya , yang berkepala: “ De vlootwet ”,
− Yakni
menganjurkan diterimanya begrooting pembesaran armada HindiaBelanda guna menjaga
neutraliteit di dalam perang Pacific yang di pastikan olehnya
akan meledak itu! Sedang kami
dilanjrat berhubung dengan soal Pacific itu, maka Javabode adalah mengumumkan artikel
serieseriean dari penanya “Observer” yang mengatakan, bahwa keadaan di dunia Pacific
“sudahlah begitu panas, sehingga sebab yang sekecilkecilnyapun sudah cukup buat meledakkan
peperangan Pacific itu”.186
Dan kami menanya lagi: Adakah kami harus dihukum, kalau kami ikutikut membicarakan
soal Pacific itu, adakah kami sekonyongkonyong menjadi penyebar logenachtig bericht guna
merusak ketenteraman umum, kalau kami ikutikut meramalkan Pacificoorlog itu, −
Pacificoorlog, yang di Indonesia juga diramalkan oleh Dr. Ratu Langi,
juga diramalkan oleh
A.I.D. de Preangerbode, juga
diramalkan oleh Javabode itu?
Tetapi hasutan harus berontak atau mogok kalau perang itu sudah datang!! Kami tidak
pernah menghasut yang demikian itu. Kami tidakpun pernah menyindir atau memujikan dengan
tertutup akan perbuatanperbuatan yang demikian itu, atau perbuatan apa saja yang dilarang
oleh hukum. Kami, sebagai tadi terangkan, hanyalah memujikan supaya rakyat lekas menjadi
natie agar kuat menolak pengaruhnya peperangan Pasifik itu, (terutama pengaruh ekonomi), −
pengaruh yang tentu kita deritakan oleh karena kita hidup
di pinggir Lautan Pasifik! Lebih dari
10 saksi membuktikan halhal ini, Tuantuan Hakim. Dan lagi, − mana boleh jadi kami
menghasut mogok, mana boleh jadi kami menyuruh atau memujikan staking, di mana kami tidak
berdiri di muka perserikatan sekerja atau tidak berdiri di muka ka um buruh yang tersusun di
dalam vakvereeniging ; mana boleh jadi kami memujikan stakingstakingan, dimana pendirian
kami terhadap pada staking itu ternyata dengan seterangterangnya di dalam manifest bestuur
186
Verg. Reinhard p. 211.
P.N.I. yang termuat di dalam “BantengPeriangan” No. 910 yang kami serahkan kepada
Tuantuan itu? Mana boleh jadi kami berkata bahwa perang Pasifik akan terjadi dalam tahun
1930 atau lekaslekas, dan bahwa pada saat pecahnya itu kita akan merebut kemerdekaan,
dimana ternyata tidak ada satu anggota P.N.I. yang terdapat mempunyai senjata apa saja yang
pantas dipakai berontak, yakni di mana tidak terdapat satu bedil atau satu pistol atau
satu
pedang tatkala diadakan penggeledahan di manamana?
Tetapi perkataanperkataan “rubuhkanlah imperialisme!”, “rubuhkanlah kapitalisme!”; −
perkataanperkataan “imperialisme memeras kita”, “kapitalisme menindas kita”, − tidakkah
yang demikian itu buktibukti bahwa kami bersalah melanggar artikel 153 bis atau 169? Kami
menjawab: kami mustahil sengaja melanggar artikelartikel itu. Kami toh, sebagaimana banyak
saksi menerangkan kepada Tuantuan Hakim, selamanya mendidik keamanan, selamanya
mendidik kesabaran. Kami toh, selamanya menghukum anggotaanggota yang membahayai
keamananumum itu. Adakah bisa jadi bahwa orang yang senantiasa mendidik keamanan, lantas
sengaja melanggar artikel 153bis atau 169? Adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk bagi
Tuantuan Hakim, bahwa orang yang tak berhentihenti mengursuskan “harus menjauhi segala
hal yang teu
puguh ”, yakni harus menjauhi segala yang tidak senonoh”, mengancam tiaptiap
anggota yang melanggar keamanan dengan royement, membohongkan bisikbisikan akan ada
apaapa tahun 1930, − adakah waarschijnlijk bagi Tuantuan, bahwa orang yang demikian itu
lantas mempunyai opzet,187 *) membahayai keamanan umum atau melanggar gezag menjalankan
halhal yang dituduhkan dalam proses ini?
O, zeker, kami memang pernah mengatakan “rubuhkanlah imperialisme!”, rubuhkanlah
kapitalisme!”, − kami memang pernah mengatakan “imperialisme jahat, kapitalisme
angkaramurka, imperialisme mencelakakan kita, kapitalisme merusak rakyat” dan lainlain
sebagainya, − tetapi adakah bisa jadi, bahwa kami memaksudkan dengan perkataan imperialisme
itu pemerintahyang − sekarang atau keamananumum, adakah bisa jadi bahwa kami
memaksudkan dengan kapitalisme itu bangsa Belanda atau bangsa asing yang lain?
Kapitalisme dan imperialisme, Tuantuan Hakim, kapitalisme dan imperialisme, sebagai
kami uraikan diawalnya kami punya pidato dengan disokong dalildalilnya orangorang yang
ternama, bukanlah bangsa asing yang lain, bukanlah kaum B.B., bukanlah gezag, bukanlah suatu
badan atau materie, − kapitalisme dan imperialisme, sebagai tiaptiap perkataan yang berakhiran
dengan “ isme ”, adalah suatu faham, suatu begrip, suatu stelsel
!
Stelsel ini yang mencilakakan, stelsel ini yang merusak, stelsel ini yang jahat, stelsel inj.
yang harus “dirubuhkan”, − bukan bangsa asing, bukan pemerintah, bukan gezag! Amboi
adakah kami begitu goblok, adakah kami keringotak atau barangkali miringotak, mengira
bahwa imperialisme = gezag, kapitalisme = bangsa asing, − kami, yang toh setidaktidaknya
boleh dinamakan orang terpelajar? Adakah kami siasia, lebih dari 20 tahun duduk di atas
bangku sekolahan,188 *) lebih dari 10 tahun membaca sociale litteratuur, mempelajari ilmu sociale
wetenschappen, − yang kami tidak tahu bedanya antara imperialismekapitalisme dengan gezag
beserta bangsa asing?
Ah, Tuantuan Hakim, di dalam salah satu daripada producten yang diserahkan oleh saksi
Albreghs, toh dengan seterangterangnya tertulis, bahwa yang kami orang musuhi itu ialah suatu
stelsel, dan bahwa “kita tidak menyalahkan Holland” dan bahwa “niet aIle Hollanders zijn
187
pag. 224.
188
Lihatlah JavaBode 3 Desember 1930
slecht”! Di dalam catatancatatan leiderscursus toh tertulis dengan seterangterangnya, bahwa
imperialisme adalah suatu faham atau tabeat, dan di dalam keterangannya banyak saksi toh
ternyata juga, bahwa yang kamiorang empat terdakwa maksudkan dengan kata imperialisme itu
ialah suatu faham atau suatu nafsu , sedang di dalam keterangan saksisaksi Doelhadi, Entjo,
Soemarta, H. Mansoer, yang sama menerangkan, bahwa kata impelialisme terjadinya ialah dari
kata imperium, ternyata pula dengan senyatanyatanya bahwa kami orang empat terdakwa
sebelumnya membicarakan imperialisme itu, lebih dulu adalah mengasih keterangan atau uitleg
yang jelas tentang faham dan artiartinya!
Lagi pula, tidakkah kami punya politiekevisie189 mengatakan bahwa dengan berhentinya
gezag di sini, imperialisme itu belum tentu berhenti sama sekali, yakni bahwa dengan
berhentinya gezag itu, Indonesia buat sementara waktu misih menjadi lapangnya imperialisme,
misih belum terhindar dari exploitatienya buitenlandsch surpluskapitaal, misih ada kaum gula,
kaum minyak, kaum tembakau dll., sebagai misalnya sekarang negeri Tiongkok atau Persia yang
merdeka itu duaduanya bongkok menderitakan exploitatienya imperialisme asing! Tidakkah
kami punya politiekevisie itu mengatakan, bahwa pemerintahan nasional itu, − dus kalau gezag
asing di sini sudah
tidak ada!
−, selainnya buat nationale reconstructie, adalah suatu syarat
untuk melawan imperialisme dengan leluasa dan memberhentikannya sama sekali, sebagaimana
juga misalnya kaum socialist memandang politieke macht sebagai suatu syarat untuk
memberhentikan kapitalisme! tidakkah dengan kamipunya politiekevisie itu, ternyata dengan
seterangterangnya, bahwa di dalam kamipunya visie imperialisme dan gezag bukanlah satu,
bukanlah identiek!
Lagi pula tidakkah kami seringsering menerangkan di tahun kursuskursus atau openbare
vergadering, bahwa imperialisme di Indonesia sejak adanya opendeurpolitiek adalah dihinggapi
pula oleh imperialisme Amerika , imperialisme Inggeris , imperialisme Jepang dan lainlain, −
imperialisme Belanda dengan modal + ƒ40.000.000.000,, imperialisme asing yang lainlain
dengan modal + ƒ2.000.000.000,, sedang gezag di Indonesia toh hanya Nederlandsch gezag
saja! Tidakkah di dalam keteranganazas P.N.I. tertulis dengan seterangterangnya apa yang
bernama impelialisme itu, dan bahwa imperialisme di sini itu bersifat international ,
−
keteranganazas P.N.I., yang kami menjadi penulisnya! Tidakkah kami, kalau kami
membicarakan imperialisme itu dikursus atau diopenbarevergadering, biasa sekali lantas
membikin suatu analyse daripadanya, − analyse di dalam empat sifat yang kami sebutkan
diawalnya pidato ini dan yang juga tertulis di dalam keterangan azas − P.N.I.
−
, yakni pertama
sifat pengambilan bekalbekal hidup, kedua sifat pengambilan bekalbekal atau
basisgrondstoffen untuk industri di negeri asing, ketiga sifat memperusahakan Indonesia
menjadi pasarpenjualan barangbarang dari asing, keempat sifat memperusahakan Indonesia
menjadi exploitatiegebied buitenlandsch surpluskapitaal, − sambil selamanya menyebutkan
angkaangka hasil “gula + ƒ400.000.000. setahunnya:, ”karet + ƒ400.000.000, setahunnya”,
“minyak + ƒ150.000.000, setahunnya” dan seterusnya, sehingga ternyata bahwa yang kami
namakan imperialisme itu ialah bukan gezag!
Sesungguhnya, Tuantuan Hakim, bahwa kami tak mengetahui bedanya imperialisme
dengan gezag, itu adalah suatu hal yang tidak bisa masuk akal , suatu hal yang
mochal , suatu
hal yang mustahil !
189
*) opzet = sengaja
Tetapi Tuantuan barangkali membantah: “Betul tuan tahu bahwa imperialisme bukan
gezag, tuan tahu bahwa kapitalisme bukan bangsa asing, − tetapi, tatkala tuan berseru
“rubuhkanlah imperialisme dan kapitalisme!”, tuan maksudkan gezag dan bangsa asing !”
Ini juga mustahil, Tuantuan Hakim!
Kami toh, kepada semuaanggota baru , kalau, kami menerangkan azasnya P.N.I. dengan
panjanglebar, senantiasa menerangkan juga panjanglebar artinya dua perkataan imperialisme
dan kapitalisme itu, sifatsifatnya dan internationaliteitnya imperialisme itu, sebagai yang kami
uraikan tadi. Kami toh spesial mengadakan kursus serieseriean spesial tentang pasal
imperialisme, mengadakan kursus serieseriean atas halnya bagaimana kapitalismekapitalisme
di Eropah dan Amerika mengasih “cap” sendirisendiri atas imperialismeimperialismenya di
Asia,
− dari barbaarschroofimperialisme Spanyol zaman dulu sampai
monopolistischimperialisme Belanda di Indonesia, dari halfmonopolistischimperialisme
Inggeris di Hindostan sampai liberaalimperialisme Amerika di Philippina! Kami toh spesial
mengadakan kursuskursus tentang pasal kapitalisme, kursuskursus buat menerangkan artinya
dan faktorfaktornya, yakni kursuskursus tentang meerwaardetheorie, tentang
kapitaalaccumulatie, tentang kapitaalconcenratie, tentang kapitaalcentralisatie tentang
industrieelreservearmee dan lainlain!
Pendek kata Tuantuan Hakim, perkataan imperialisme dan kapitalisme seringlah kami
terangterangkan maknanya, perkataanperkataan itu, kalau kami ucapkan, mustahillah kami
lantas sebenarnya memaksudkan gezag atau bangsa asing. Apalagi ............ bahwa kami pernah
mengatakan bahwa imperialisme = gezag, bahwa kami pernah mengatakan bahwa
imperialisme = regent, = wedana, camat, kopral, bahwa kami pernah mengatakan bahwa
kapitalisme = bangsa asing, − itu adalah lebih mustahil lagi, lebih lagi sama sekali tidak ada
emperempernya !
Amboi, umpama kami dengan kata imperialisme itu memaksudkan kaum B.B. atau
pemerintah, toh barangkali lebih baik sama sekali kami berkata imperialisme = gubernur
jenderal, imperialisme = residen, imperialisme = hupkomissaris polisi, dan seterusnya!
Tidak, kalau kami berkata imperialisme maka kami bermaksud juga imperialisme, kalau
kami berkata kapitalisme maka kaui bermaksud juga kapitalisme. Memang imperialisme dan
kapitalisme ini yang jahat, memang imperialisme dan kapitalisme ini yang harus dirubuhkan,
memang imperialisme dan kapitalisme ini yang kami musuhi. Kami adalah ingin merubuhkan
suatu nafsu atau stelsel, tidak gezag atau sesuatu bangsa!
Tetapi perkataanperkataan yang tajamtajam itu!, − buat apa memakai perkataan yang
tajamtajam itu, buat apa memakai perkataan “merubuhkan”, “menghancurkan”,
“mencelakakan”, “merusak”, dan lain sebagainya, kalau tidak buat menghasut dan buat
mengganggu keamananumum, − buat merusak ketenteraman rakyat?
O, memang, Tuantuan Hakim, kamipunya bahasa adalah bahasa yang radikal .
Kamipunya bahasa bukanlah bahasa neneknenek yang sudah jatuh pingsan kalau mendengar
kata “kemerdekaan”, kamipunya pidatopidato bukanlah pidatonya paderi di dalam gereja atau
pidatonya jurukhotbah di dalam masjid. Kami adalah natiolis revolutioner , nationalist yang
radikal , nationalis
kepala banteng! Kamipunya bahasa adalah bahasa yang keluar dari kalbu
yang berkobarkobaran dengan semangat nasional, berkobarkobaran dengan rasakecewa atas
celaka dan sengsaranya rakyat. Siapakah tidak pedih dan dendam hati, siapakah tidak
kecewahati kalau ia mengetahui celaka dan sengsaranya rakyat sebagai yang kami gambarkan di
muka tadi, kalau memang ia mau bertulushati! Sebagai pidatopidatonya hampir semua
pemimpinpemimpin kaum celaka dan kaum sengsara dimanamana negeri, sebagai bahasanya
semua pemuka kaum terpepet hatinya penuh dengan rasapedih dan rasakecewa, sebagai bahasa
semua kaum radikal dan revolutioner yang semangatnya berkobarkobaran, maka pidatopidato
kami dan bahasa kami penuhlah dengan katakata yang radikal dan tandes, penuhlah dengan
gambargambar, tamsiltamsil, babasan dan saloka yang berisi semangat yang berkobarkobaran
pula. Tetapi tidak adalah pidatopidato kami dan bahasa kami itu berisi opzet melanggar artikeI
153bis, tidak adalah ia berisi maksud menjalankan kejahatankejahatan yang dituduhkan dengan
artikel169!
Jikalau Mr. Pieter Jelles Troelstra di dalam apipidatonya berkata: “hantamkanlah
kitapunya palugodam di atas singgasananya kapitalisme!”; jikalau Jean Jaures menggetarkan
hati dan semangat pendengarpendengarnya dengan perkataan: “ini kesengsaraan sekarang sudah
menjadilah bangun, dan menuntutlah dengan menggenggam pisaubelati iapunya tempat di
bawah matahari”; jikalau pemimpinpemimpin proletariaat mendengungkan “majulah perang
menghancurkan kapitalisme, majulah perang melawan kaumkaum yang kuasa”; jikalau di dalam
parlemen atau meeting partai apa saja kita sebentar mendengar seruan “rapatkanlah barisan”,
“luruglah bentengnya musuh”, “asahlah senjatamu yang paling tajam untuk melebur
pengkhianatpengkhianat kita secindilabangnya”; jikalau Pastoor van Lith di sini berseru pada
rakyat Indonesia:
........... laat hen misbruik maken van hun macht, indien zij dit verkiezen,
− gij zult groeien
tegen de verdrukking, als staal gehard worden in het vuur, krachten winnen door
zelfverweer, de krijgskracht leeren van Uw vijand, en reuzensterk door de kracht van het
getal, aanneengesmeed door volhardend samen werken en samenverchten, tenslotte toch
als overwinnaar uit den kamp te voorschijn komen.”190
........... biarlah mereka lalim mengerjakan merekapunya kekuasaan kalau mereka mau,
meski ditindas bagaimana juga, kamu akan menjadilah makin kuat, menjadilah makin keras
ibarat baja di dalam api, menambahnambahkan tenagamu karena melindungkan diri,
meyakinkan caraberkelahi daripada musuh, dan mahakuat oleh besarnya jumlahmu,
tergemblengkan satu sama lain oleh pekerjaan bersama dan perkelahian − bersama, kamu
akhirnya toh akan keluar dari peperangan itu sebagai pihak yang menang”.
− jikalau kita mendengar perkataanperkataan yang demikian itu, adakah kita lantas harus ingat
akan palugodam yang sebenarnya, akan tahta kerajaan yang sebenarnya, akan pisaubelati yang
sebenarnya, akan perang yang sebenarnya, akan pedang, akan bom, akan dinamit, akan meriam,
serdadu, darah, dan lainlain?, adakah mereka sengaja mau merusakkeamananumum atau
melanggar gezag atau menjalankan sesuatu kejahatan yang dilarang oleh hukum di negerinya
masingmasing?
Jikalau Prof. Boeke berkata, bahwa “bapa tani bangsa Jawa adalah hidup kelewat
sengsara ”; jikalau Dr. Huender menuliH, bahwa keadaan di sini sudah membikin rakyat menjadi
“minimum lijdser”; jikalau van Kol mendengungkan iapunya protest tentang adanya “drainage”
yang merusak negeri kita menjadi “negeri yang habis terhisap sungsumnya ”; jikalau Mr.
Brooshooft mengatakan:
190
*) kami mulai sekolah di desa
“wij, duwen den Inlander in den afgrond , wij drijven hem in denzelfden poel van ellende
die in de westersche maatschappij millioenen tot aan den hals houdt omsloten”,
“kita menjerumuskan rakyat Bumiputera itu ke dalam jurang , ke dalam
lembahkesengsaraan yang juga menenggelamkan milliunan orang di dunia Barat sampai
ke batanglehernya” ,
dan berkata bahwa di sini adalah:
“uitbuiting van den man die niet heeft dan zijn arbeid door den bezitter van het kapitaal,
d.i. van de macht”,
“perampok orang yang tak mempunyai apaapa melainkan tenaganya bekerja, oleh kaum
yang menggenggam modal, yakni menggenggam kekuasaan”,
− adakah mereka bermaksud menghasut atau sengaja melanggar hukum?
Tidak, Tuantuan Hakim, mereka tidak adalah maksud yang demikian itu; mereka hanyalah
menulis atau mengucapkan pidato yang penuh dengan perkataanperkataan yang berapi, mereka
hanyalah menulis atau membeberkan oratorisch talent191*) yang penuh dengan welsprekendheid
dan penuh dengan gambargambar, babasan dan saloka yang mengagumkan. Begitupun kami, di
mana kami dengan semangat yang berkobarkobaran. berseru “rubuhkanlah imperialisme!”, di
mana dari mulut kami keluar apinya perkataanperkataan “hancurkanlah itu nafsu
angkaraangkara”, “lawanlah kapitalismeimperialisme yang menghisap kita itu dengan segenap
kitapunya tenaga”, maka kami tidak ada satu kejap mata sengaja membahayai
keamananumum, sengaja melanggar gezag, sengaja menyalankan apaapa yang dilarang oleh
hukum di sini! Kami, sebagai dipersaksikan oleh banyak saksi, adalah senantiasa mendidik akan
keamanan dan menjunjung tinggi akan keamanan itu, kami adalah malahan mengancamkan
royement dan mengasih royement pada siapa yang merusak keamanan itu!
Ah, Tuantuan Hakim, mana boleh jadi kami sengaja menjalankan perbuatanperbuatan
atau sengaja mempunyai maksudmaksud yang dituduhkan kepada kami itu, mana boleh jadi
kami bisa bersalah sepanjang artikel 153bis atau 169 itu, di mana kami di dalam leiderkursus
yang tertutup dan rahasia itu sampai mengadakan theorie antirevolutie dan antiputsch dan
mendidik kepada leidersleiders itu supaya selamanya menjunjung tinggi pada keamanan, mana
boleh jadi di mana kami di dalam leiderkursus yang rahasia itu, − zonder takut telinganya
cucunguk atau coro alias spion, zonder takut telinganya politik, − senantiasa mendidik kepada
pemukapemukamuda itu menginjak jalan yang halal agar supaya kitapunya machtsvorming
tidak mendapat gangguan dan bisa melahirkan suatu macht yang sekuasakuasanya, sebagai
terbukti daripada persaksiannya beberapa pemimpinpemimpin yang Tuantuan dengar itu?
Kalau kami memang senang kepada pengrusakan keamanan umum, kalau kami memang
ingin akan pelanggaran gezag, kalau kami memang bermaksud pula halhal yang dituduhkan
dengan artikel 169 itu, maka di sinilah tempatnya, di dalam leiderkursus inilah tempatnya
kami mengajarkan hal itu kepada subleders, agar supaya subleiders itu, kalau berpropaganda ke
desa dan ke kampung, bisa menyebarkanlah “benihracun” kami itu ke manamana, sehingga
sempurnalah “keamananumum terrusak”, sempurnalah “gezag terlanggar”, sempurnalah
“misdrijven dari artikel 169 itu terjadi”! En toh, bagaimanakah kenyataan! Kenyataan adalah
menunjukkan sebaliknya , kenyataan adalah membuktikan bahwa kami di dalam kamipunya
191
politieke visie = penglihatan politik
“sarang” leiderkursus itu bukanlah bertelor racun, tetapi ialah bertelor barang, yang walaupun
pahit rasanya bagi kaum imperialisme, sepanyang wet, adalah halal belaka!
O memang, kami tidak tedengalingaling, − telor yang kami jatuhkan di dalam
leiderkursus dan kursuskursus biasa itu, adalah pahit sekali rasanya bagi kaum yang
berkepentingan atas terusnya keadaankeadaan yang sekarang! Kami di mukapun tidak
tedengalingaling, bahwa maksud P.N.I. adalah berusaha serajinrajinnya menyusunnyusunkan
suatu nationalistische machtsorganisatie, suatu raksasakekuasaan yang insyaf akan
kekuasaannya, suatu raksasa mahasakti ibarat saktinya. Krishna Tiwikrama! Kami tidak
tedengalingaling bahwa P.N.I. hanyalah percaya kepada macht yang demikian itu saja, untuk
mendatangkan concessies dan perbaikanperbaikan di dalam kitapunya pergaulanhidup yang
dikungkungi oleh belangentegenstellingen itu! Tetapi kamipun sudah menerangkan, bahwa
machtsvorming dan macht ini sama sekali tidaklah memeluk faham bom atau dinamit, sama
sekali tidaklah memeluk pula faham yang dilarang oleh artikel 153bis atau yang dituduhkan
dengan artikel 169 dari wetboek van strafrecht itu.
Sekali lagi memang: telor P.N.I. adalah telor yang pahit sekali bagi kaum imperialisme; dan
kaum imperialismepun tak lupa mencacimaki dan menjelekjelekkan kami sepuaspuasnya di
dalam suratsuratkabar dan perkumpulanperkumpulannya, menuntutkan hukuman atau
pembuangan atas diri kami, menuntutkan larangan atas actienya P.N.I., − tetapi tak bolehlah
disangkal oleh siapajuga bahwa telor P.N.I. itu adalah telor yang halal
!
Tuantuan Hakim, oleh karenanya, kembali lagi kami menanya: adakah boleh jadi, adakah
waarschijnlijk, bahwa kami mempunyai opzet yang dimaksudkan oleh artikel 153bis atau
bahwa kami melanggar artikel 169, − kami yang menurut persaksiannya banyak saksi itu
senantiasa mendidik keamanan, kami yang sering memperingatkan jangan kena provokasi, kami
yang membohongkan ramalan tentang tahun 1930, kami yang mengancamkan dan mengasih
royement kepada tiaptiap anggota yang melanggar keamanan itu, kami yang menurut
persaksiannya anam subleiders di dalam leiderscurcus seringkali mendidik menjunjung tinggi
akan keamanan agar supaya machtsvorming tidak terganggu, dan mengajarkan theorie
antirevolutie, antiputsch, antigeweld, antigolokgolokan, yang bagaimana juga?
Adakah halhal ini semuanya belum cukup untuk meyakinkan Tuantuan Hakim atas
ketidaksalahan kamiorang? Adakah barangkali timbul pertanyaan pada Tuantuan, buat apa
kami spesial mendidik keamanan itu,
buat apa kami spesial mendidik antigolokgolokan itu,
kalau keamanan tidak memang terancam bahaya dan kami tidak takut akan buahnya
propaganda kami sendiri ?
Tuantuan Hakim, tidak benarlah gagasan yang demikian itu.
Ketahuilah, bahwa P.N.I. adalah hidup di dalam suatu zaman dimana udara Indonesia
memang penuh dengan kepercayaan rakyat tentang “akan ada apaapa” di dalam tahun 1930 itu,
di mana ingatannya rakyat akan caracara dan methodenya P.K.I. dan S.R. yang belum
berselanglama matinya itu misih belum hilanglah samasekali, di mana kamu reactie tak
berhentiberhenti mencoba menjatuhkan P.N.I. dengan pelbagai provokasi yang rendah dan
keji! Didalam waktu yang demikian itu, P.N.I. yang memang sebenarnya partai keamanan dan
menjunjung tinggi akan keamanan, di dalam waktu yang demikian itu P.N.I. haruslah
lebihlebih dari misti menanamkan faham keamanan itu di dalam otak, hati, tulangsungsum dan
darah dagingnya rakyat. Sebab, selainnya yang P.N.I. memang tak mau akan mengrusak
keamanan, maka sebagai tadi sudah beberapa kali kami katakan, P.N.I. tahu bahwa dialah yang
mendapat palang pintu kalau ada apaapa!!
Sebab P.N.I. di dalam matanya kaum reactie memang sudah sedari lahirnya adalah di cap
dombahitam atau anjingbelang, memang sudah sedari lahirnya di cap zondebok yang hanya
bisa menjalankan kejahatankejahatan belaka! Tanyakan hal ini kepada Mr. Wormser, Tuantuan
Hakim, ia tentu bakal membetulkannya ............
Belum juga cukup menunjuknunjuk akan kemokhalannya kami bersalah, Tuantuan
Hakim? Welnu, haraplah menanya kepada tuan Datoek Toemenggoeng dari Kantoor voor
Inlandsche Zaken, apakah tidak benar yang kami di dalam suatu openbare vergadering P.N.I. di
Pekalongan telah menerangkan bahwa P.N.I. tak akan menginjaki jalan yang tak aman. Haraplah
membaca verslagnya openbare vergadering P.P.P.K.I. di Solo sebentar sebelumnya kami
ditangkap, vergadering yang mana dihadliri juga oleh Tuantuan Gobee dan Van der Plas dari
Kantoor itu tadi, − haraplah membaca verslagnya di dalam “de Locomotief” dari 28 December
1929 di mana tertulis bahwa kami mencela pemberontakanpemberontakan dengan katakata:
“De vroegere pogingen tot verwekking van “revolutie” in Sumatra, Aceh, Borneo, Celebes
etc. zijn aIle symptomen van ellende onder de tani’s, die actie voeren tot verbetering van
hun lot.
We moeten nu andere wegen inslaan om een duurzame verbetering te bereiken”.
“Percobaan di zaman dahulu, mengadakan pem berontakan di Sumatera, Aceh, Borneo,
Selebes dan lainlain tempat, semuanya adalah tandatanda kesengsaraannya kaum tani
yang berusaha mencari perbaikan nasibnya.
Kita zaman sekarang ini haruslah menginyak jalanjalan yang lain, untuk mencapai
perbaikanperbaikan yang kekal.”
− haraplah membaca verslagnya dalam suratkabar “Bintang Timur” 30 Desember 1929, di mana
ada tertulis bahwa kami berpidato :
“Itu pembrontakan dari tempo hari di Sumatra, Java, Selebes, Borneo dll., itu semua
disebabkan karena keadaan rakyat sangat jelek dan oleh karena rakyat adakan gerakan buat
memperbaiki dan mintak perbaiki nasib yang jelek itu ............
Kita sekarang tidak ambil jalan sedemikian. Kita sekarang adakan actie yang sah buat
mendatangkan kebaikan rakyat seumumnya”.
Haraplah kalau Tuantuan Hakim tidak percaya pada verslag koran, haraplah menanyakan
kebenarannya verslagverslag ini pada tuantuan Gobee dan Van der Plas itu tadi, atau kepada
wakil pemerintah siapa saja yang menghadiri rapat P.P.P.K.I. itu!
Sesungguhnya, sudah nyatalah senyatanyatanya. bahwa tidak bisa jadi, tidak ada
empernya, tidak waarschijnlijk, ya tidak mogelijk, mokhal, mustahil kami bisa bersalah atas
apaapa yang dituduhkan dalam proces ini, −
kami yang begitu banyaknya buktibukti atau
penunjukpenunjuk, bahwa kami selamanya adalah mendidik kepada keamanan itu!
Toh, ............... barangkali Tuantuan Hakim masih belum juga yakin? Baik!, tetapi apakah
Tuantuan dan misih syakwasangka, kalau Tuantuan memperingatkan halnya kami di dalam
bulan Desember tahun yang lalu menemui wakil pemerintah tuan Mr. Ir. Kiewiet de Jonge
dengan permintaan supaya tuan itu suka memintakan idin bagi kami kepada residen
MiddenPriangan untuk mengadakan vergaderingvergadering openbaar, dimana kami dimuka
seluruh dunia mau membohongkan ramalan tentang tahun 1930 itu , dan mau mendidik
seluruh rakyat, terutama yang belum masuk P.N.I., akan tinggaI tenteram dan menjunjung
tinggi keamanan.
Idin buat openbarevergadering? Ya, Tuantuan Hakim Idin buat openbarevergadering, −
tetapi bukan idin buat openbarevergadering biasa, melainkan ialah idin buat
openbarevergadering di mana kami akan membantah bisikbisikan itu, dan dimana kami akan
membeberkan teori tentang massaactie yang P.N.I. maksudkan!
Sebab, sebagai yang sudah kami terangkan di dalam verhoor, pada suatu hari sebelumnya
Desember itu, residen MiddenPriangan adalah kecewahati atas halnya saudara Gatot
Mangkupradja dalam suatu rapat terbuka mengatakan bahwa P.N.I. memperusahakan
kemerdekaan itu ialah dengan tidak mau mengalirkan darah setetespun jua, − pada suatu hari,
tuan Kuneman telah memperingatkan pula kami, bahwa tiaptiap pidato yang ada perkataannya
“darah” walau melarang mengalirkan darah, akan ditegor oleh politie atau distop sama sekali!
Ya, Tuantuan Hakim, sampai ini hari kami belum mengarti apa jeleknya meIarang
meneteskan getihwalauhanyasetetes, sampai ini hari misihlah suatu tekateki bagi kami
jahatnya propaganda sayang akan darah manusia!
Tetapi, bagaimana juga, kami di dalam bulan Desember itu memandang perlu
sekali
membantah di dalam openbaar omong kosong tentang tahun 1930 itu dan memandang perlu
sekali mendidik keamanan dan ketenteraman pada rakyat. Bukan terutama kepada rakyat
didalam kalangan P.N.I., Tuantuan Hakim, − rakyat
didalam P.N.I. sudahlah cukup mendapat
didikan yang demikian itu di dalam kursuskursus yang tertutup! Tetapi kepada rakyat di luar
kalangan P.N.I., rakyat di luar organisasi yang misih kegelapan itu, kepada rakyat yang misih
bodoh ini, yang gampang diabui matanya oleh kaum provocateurs, yang gampang ditipu oleh
kaum SarekatSarekat atau Pamitran, yang gampang dibodohi oleh kaum jahathati yang
lainlain, − kepada rakyat di luar P.N.I. inilah kami butuh akan openbare vergadering itu, −
hanya di dalam openbare vergadering itulah kami akan bisa berjumpa dan mengasih didikan
kepadanya!
Dan bahwasanya!, didikan itu pada waktu itu adalah perlu sekali, sebab dengan makin
mendekatnya tahun 1930, ramalan tadi makin “makan”, kaum provocateurs makin rajin
mengabui mata rakyat yang belum masuk P.N.I., kaum Pamitran makin merajalela, kaum
dessapolitie makin bertambah jumlahnya yang ikut kena terjangkit penyakit “akan ada apaapa”
itu,
− pendek kata, dengan mendekatnya tahun 1930 udara di luar kalangan P.N.I. makin getar
dan tak tenteramlah adanya. P.N.I. memandang perlu sekali ikut berusaha mengembalikan
ketenteraman itu. P.N.I. memang tak suka akan keadaan rakyat yang tak tenteram itu. P.N.I.
lagipula mengetahui, sebagai beberapa kali sudah kami katakan tadi, bahwa: − kalau ada apaapa
di luar kesalahannya dan di luar anggungannya, toh dia yang paling dulu mendapat sangkaan, toh
dia , yang paling dulu dianjingbelangkan, toh dia, yang paling dulu dijatuhi palang pintu!
Welnu, kami minta perantaraannya Mr. Ir. Kiewiet de Jonge untuk hal yang kami katakan
tadi itu. Mr. Ir. Kiewiet de Jonge pergi ke tuan Kuneman; Mr. Ir. Kiewiet de Jonge sesudahnya
itu lantas mengkabarkanlah kepada kami dengan surat, bahwa kami harus menemui tuan
Kuneman, yakni kalau kami sudah pulang dad Congres P.P.P.K.I. di Solo dan dari tournee192 *)
ke JawaTengah.
192
t.a.p. pag. 32
Tetapi, Tuantuan Hakim, tetapi! ............. tournee belum habis, kami belum kembali di
Bandung, − di Mataram pada 29 Desember kami sudah ditangkap, ditahan di kantor politie,
dimasukkan di dalam bui, dikunci belakang pintu besi dan tralie besi, − sampai hari sekarang!
............ Yah, begitulah nasibnya pemimpin, kami pikul nasib itu dengan senantiasa ingat akan
IbuIndonesia, tetapi kami menanya kepada Tuantuan penjabat pengadilan dan penjunjung
keadilan: Adakah bisa jadi, adakah masuk akal, bahwa kami yang mempunyai permintaan yang
demikian itu pada Mr. Ir. Kiewiet de Jonge, bisa bersalah atas halhal yang dituduhkan pada
kami di dalam proces ini? Adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk
, adakah masuk akal bahwa
kami yang mau mengadakan openbarevergadering di manamana untuk mendidik keamanan itu,
bisa mempunyai opzet melanggar keamanan yang dilindungi oleh artikel 153bis dan 169 itu?
O memang, politie sering menerima verslag yang “kocak” dari spionspionnya, politie
sering mendapat laporan yang sensasional dari matamatanya, politie sendiri sering
mengirimkan verslag saringan kabarkabar spion kepada parketnya procureurgeneraal yang
“mengagumkan”. Tetapi, − spion adalah spion, matamata budi pekertinya tinggallah budi
pekerti matamata, cucunguk moraalnya tinggallah moraal cucunguk! Mereka selamanya
mempunyai nafsu “mengocakkan” verslagnya, menambahnambahi laporannya, − dan amboi,
berapa tinggikah pengetahuan atau ontwikkelingnya!
Kami mengetahui adanya politiekoplitioneeloverzicht yang menyebutkan kami menghasut
pemogokan pada perusahaan post!, sedang sebenarnya kami hanya membicarakan hak mogok di
tiaptiap negeri yang sopan, dan memujikan cabutannya artikel 161 bis wetboek van strafrecht.
Kami mengetahui adanya politiekpolitioneel overzicht yang mengatakan, bahwa kami
menujumkan pertolongan dari Jepang, sedang tiaptiap hidung mengetahui, bahwa barangkali
tidak ada satu orang Indonesia yang begitu anti kepada Jepang sebagai kami. Kami mengetahui
pula adanya politiekpolitioneeloverzicht, yang dengan “stalen gezicht” alias “muka kaju”
memberitakan bahwa Mr. Iskaq sudah bicara di dalam suatu vergadering P.N.I. di Malang,
sedang Mr. Iskaq itu seumur hidup belum pernah menginjak Malang buat urusan politik, ya
barangkali seumur hidup belum pernah menginjak Malang sama sekali !! ............
Memang, Tuantuan Hakim, ini semua “kocak”, ini semua sangat “mendirikan bulu”, −
193
tetapi juga ini semua “tragisch!” *)
Tragisch, tragisch sekali, tragisch setragischtragischnya, sebagai terbukti tahun yang lalu,
tatkala kabarspion yang “jempoljempol” itu mengatakan dengan banyak kekocakan bahwa
P.N.I. tanggal 1 Januari 1930 akan mengadakan rrrrevolutie, − rrrrevolutie yang akhirnya ...........
mengkerut menjadi perkara di dalam proces ini!
Herankah Tuantuan Hakim, bahwa misalnya sampai Mr. Van Helsdingen di dalam
volksraad memintakan:
“een scherper toezicht op do spionnen, die onrustwekkende onjuiste berichten aanbrengen,
desnoodig door onverbiddelijlk zulke lieden te ontslaan?”194
“pengawasan yang lebih keras atas spionspion, yang menyetorkan kabarkabar bohong
yang membikin onar, kalau perlu dengan melepas orangorang yang demikian itu zonder
ampunan lagi”?
193
*) oratorisch talent = kepandaian berpidato
194
*) tournee = keliling inspeksi
Herankah Tuantuan, bahwa kami, yang mengetahui akan bahaya yang datang dari spion
yang jahathati atau bodokotak itu, sudah pernah meminta Mr. Ir. Kiewiet de Jonge meneruskan
harapan kami kepada pemerintah, supaya lebih banyak195**) mengada spion intellectueel yang
bisa mengerti akan maknanya pidatopidalo kami, yakni supaya rapportrapport kepada dan dari
politie tidak ngacau sebagai sekarang? Tetapi sebaliknya juga, tidaklah Tuantuan mendapat satu
penunjuk lagi akan mochal dan mustahilnya kami bisa sengaja bersalah atas halhal yang
dituduhkan pada kami di dalam proces ini, kami yang meminta lebih banyak spion intellectueel
supaya kursuskursus kami dan actie kami sempurna bisa diamatamati, − kursuskursus kami
dan actie kami, yang memang tak pernah berisi satu apa saja yang harus kami sembunyikan!
Setengah orang barangkali heran, melihat seorang pemimpin partai revolutionair dan
noncooperator bermusyawarat dengan wakil pemerintah. Lahirnya saja hal ini mengherankan,
lahirnya saja hal ini sebagai bertentangan dengan kitapunya azas. Tetapi di dalam hakekatnya,
di dalam sejatinya perkara, azas kita itu tidaklah terlanggar sedikitpun jua: Pertemuan kami
dengan wakil pemerintah bukanlah timbul dari keinginan bekerja bersamasama, melainkan
hanyalah timbul dari halnya actie P.N.I. dan noncooperation P.N.I. itu, bukanlah actie dan
noncooperation yang sembunyisembunyian, bukanlah actie dan noncooperation yang
seselumputan, bukanlah actie dan noncooperation àla nihilisme, tetapi ialah actie dan
noncooperation yang terangterangan ! Kita ialah berjuang dengan zonder tedengalingaling
membukakan dan menunjukkan kitapunya dada , kita ialah berjuang dengan ketulusannya
ksatria, kita berjuang ialah dengan open vizer ! Dan oleh karena perjuangan kita yang dengan
open vizier inilah, oleh karena actie yang tiada satu hal yang harus kita sembunyikan itulah,
maka kami tak kuat akan matamata atau spionspion, asal saja spionspion itu spion yang
intellectueel yang mengerti akan segala apa yang ia dengarkan!
Dan sekali lagi kami menanya: adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, kami bersalah
tentang halhal yang dituduhkan kepada kami itu, kami yang minta diamatamati oleh
sebanyakbanyaknya spion intellectueel?
Mogamoga sekarang Tuantuan, sesudahnya mendengar segala halhal yang kami
beberkan itu, mendapat keyakinan akan ketidaksalahan kamiorang itu adanya!
Tuantuan Hakim yang terhormat!, − kami sekarang mengulangi, kami membikin resume;
sudah terlampau lamalah kami meminta Tuantuan punya perhatian:
Imperialisme yang kami musuhi itu, adalah suatu faham, suatu begrip, suatu nafsu, suatu
streven, suatu stelsel, suatu politik menaklukkan atau mempengaruhi negeri orang lain atau
ekonomi bangsa lain. Imperialisme, dan juga kapitalisme bukanlah pemerintah, bukanlah bangsa
asing, bukanlah kaum ambtenaar, bukanlah badan atau materie apapun juga, − imperialisme dan
kapitalisme adalah nafsu dan stelsel belaka. Indonesia sudah lebih dari 300 tahun menderitakan
imperialisme itu, lebih dari 300 tahun dipengaruhi, diduduki, diexploiteer oleh imperialisme, −
dulu imperialismetua, kini imperialismemodern.
Baik imperialismetua, maupun imperialismemodern, − duaduanya bagi negeri Indonesia
dan rakyat Indonesia adalah membikin melesetnya dan kocarkacirnya susunan pergaulanhidup,
duaduanya adalah pengedukanrezeki, exploitatie, drainage yang sangat. Oleh karena itu,
kehidupan rakyat Indonesia kini adalah kehidupan “minimumlijdster”, pergaulanhidup
Indonesia adalah pergaulanhidup “rakyat kaumburuh”, rakyat Indonesia menjadilah rakyat
195
*) Tragisch = merindukan
yang celaka. Maka kecelakaan rakyat ini, kesengsaraan rakyat ini, airmata rakyat ini, dan bukan
hasutan kamiorang, bukan hasutan “opruiers”, bukan hasutan manusia manapun jua, melahirkan
suatu pergerakan rakyat, yang berakhiran di dalam pergerakan P.N.I. itu, − di dalam satu
pergerakan yang berkeyakinan, bahwa, oleh adanya pertentangankepentingan antara sana dan
sini, syarat yang amat penting bagi pembaikan segala susunan pergaulanhidup kita dan bagi
memberhentikan imperialisme ialah politieke macht, − kemerdekaan nasional.
Pertentangankepentingan inipun mengasih keyakinan kepadanya, bahwa umumnya segala
perbaikan yang pentingpenting hanyalah bisa datang kalau diusahakan oleh kita sendiri, dengan
kebisaan kita , dengan
sendiri macht kita sendiri . Sebab soalsoal jajahan bukanlah soal hak,
bukanlah soal recht, − soalsoal jajahan adalah soalkekuasaan, soal macht. Partai Nasional
Indonesia oleh karenanya, mau menyusunkan macht ini; ia mau mengorganisirkan rakyat
Indonesia dengan jalan yang halal dijadikan suatu machtsorganisatie yang sentosa, − ia dengan
rajin mengusahakan machtsvorming yang halal itu. Ia mendapatkan nyawa baginya di dalam
nationalisme yang hidup dan berkobarkobar, ia mendapatkan uratsyaraf baginya di dalam
saktisakti amput rupa yang tadi kami terangkan, ia mencarikan badanwadagnya di dalam
massa, di dalam rakyatmurba yang ribuan, ketian, milliunan itu. Dengan nyawa yang demikian,
dengan uratsyaraf yang demikian, dengan badanwadag yang demikian, maka organisatierakyat
ilu menjadilah nanti macht yang mahahebat, menjadilah nanti raksasa yang maha sakti.
P.N.I. mengasih raksasakekuasaan ini keinsyafan akan kekuasaannya, mengasih padanya
machtsgevoel dan machtsbewustzijn dengan jalan teori serta perbuatan, dengan jalan
kursuskursus dan suratsuratorgaan beserta daadwerkelijke acties bermacammacam, −
daadwerkelijke acties yang juga untuk mengusahakan pasalpasal daftarusahanya. Dengan
kekuasaan dan keinsyafan akan kekuasannnya itu, maka raksasa Indonesia tidak boleh tidak
tentu ,
pasti bisa mendatangkan perbaikanperbaikan atau concessieconcessie yang penting dan
berharga, yang akhirnya di kelakkemudianhari mendatangkan IndonesiaMerdeka!
Dengan ini semua, maka ternyatalah bahwa actienya P.N.I. itu adalah actie yang tak
melanggar hukum, − teryatalah bahwa kami tak melanggar halhal yang dituduhan dengan
artikel 169 itu.
O memang, actie P.N.I. adalah merugikan sekali pada imperialisme dan kaum
imperialisme, membahayai kantong mereka dan dividend mereka, tetapi tidak adalah halhal di
dalamnya yang bertentangan dengan hukum. Tidak adalah kamiorang pernah sengaja berbuat
barang sesuatu yang dilarang oleh hukum itu, tidak adalah keadilan, yang akan mengambil
putusan. Kami menunggu Tuantuan punya putusan itu, yang tentu tak lupa mempertimbangkan
segala apa yang kami uraikan tadi. Kami tidak merasa salah. Kami tidak memajukan
verlichtende omstandigheden, kami tidak memajukan alasanalasan buat mengembangkan diri, −
kami hanyalah kamiorang pernah bersalah atas hal apa saja yang dituduhkan dalam proses ini.
Ketaktentraman tempo yang akhirakhir itu bukanlah bikinan kami atau karena kami,
bukanlah melentungnya benihbenih yang kami orang tebartebarkan, bukanlah bekerjanya
“nafas racun” yang keluar dari mulut kamiorang, − ketaktentraman tempo yang akhirakhir itu
memang sudahlah terjadi oleh kepercayaan rakyat akan ramalan tahun 1930 yang bukanbukan,
oleh perbuatanperbuatannya kaumkaum pembencipergerakan yang jahathati dan
rendahbudi, oleh sebabsebab yang semuanya di luar tanggungan P.N.I. adanya. Kami, semua
pemimpinpemimpin P.N.I., kami malahan senantiasa mendidik keamanan dan mendidik anti
kekerasan, sebagaimana dipersaksikan oleh banyak saksi biasa dan oleh enam saksipemimpin
yang dulu menghadiri leiderscursus. Kami malahan senantiasa mendidik dengan kena
provokasi, mengancamkan dan mengasihkan royement pada tiaptiap anggota yang melanggar
keamanan. Kami malahan membohongkan ramalan tentang tahun 1930, memerangi kepercayaan
yang mengganggu keamanan itu, − kami malahan berpidato di dalam openbarevergadering di
manamana, di Pekalongan, di Solo dan lainlain tempat, mengatakan bahwa jalan yang kita
injaki harus jalan yang sah belaka. Kami malahan memajukan permintaan pada Mr. Ir. Kiewiet
de Jonge tentang niat mengadakan rapatrapat terbuka, guna membantah ramalan itu dan
mendidik rakyat di luar P.N.I. supaya mencitai ketentraman, − memintakan lebih banyak spion
intellectueel agarsupaya actie dan kursuskursus kami bisa diamatamati dan diverslagkan
kepada dan oleh politie dengan tidak dikocakkocakkan. Kami pendekkata, kami senantiasa
menjunjung tinggi akan ketentraman dan menjunjung tinggi akan segala laranglarangan hukum!
O memang, di muka kami tak mungkin dan kami mengakui: machtsvorming P.N.I. adalah
machtsvorming yang mendirikan bulupunduknya kaum imperialisme, bahasa kami adalah
bahasa radikal yang bernyalanyala dengan apikekeciwaanhati atas kesengsaraan rakyat dan
berkobarkobar dengan semangat nasional yang hurung, − kami adalah kaum noncooperator
dan revolutionnair ,
− tetapi walau begitu, adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, adakah
masuk akal, bahwa kami bersalah atas halhal yang dituduhkan dalam proses ini, kami yang
begitu banyak bukti dan banyak petunjuk akan sebaliknya, kami yang berniat dan bertindak
sebagai yang kami tuturtuturkan tadi itu, kami, pencinta keamanan dan pecinta ketertiban
itu ? Adakah bisa jadi, Tuantuan Hakim yang terhormat, adakah bisa masuk akal, bahwa kami
sekonyongkonyong bisa mempunyai opzet membahayai keamananumum melanggar gezag
atau menjalankan halhal yang dimaktubkan dalam artikel 169, kami yang berbuat dan bertindak
sebagai kami ceritakan itu.
Dengan seolaholah tiada keadilan lagi maka kami, yang senantiasa mendidik keamanan
itu, yang mempunyai niat yang begitu suci sebagai yang kami beritahukan pada Mr. Ir. Kiewiet
de Jonge itu, dilemparkan ke dalam bui, dikunci dan digeredel di dalam sel yang hanya 1½ x 2½
Meter, tiga ratus tiga puluh hari lamanya dulu dikasih melihat matahari hanya dua kali dua jam
sehariharinya, ditaruh di pinggirnya kebinasaan ekonomi dan kebinasaan pencaharian hidup!
....... En toh, ........ berapa lamakah berselang, yang kami, juga via Mr. Ir. Kiewiet de Jonge,
pada permulaan tahun 1929 menyampaikan kata pada pemerintah yang berbunyi: “Kasihkanlah
pada kami kans untuk menyusunkan tenaga rakyat, −
kalau ada apaapa, kamilah yang akan
memikul segala pertanggunganjawab, kamilah yang sanggup diasingkan kedalam rimba dan
rawa pembuangan” ?
Beberapa lamakah berselang, yang kami dengan katakata ini menunjukkan pula, bahwa
kami memang hanya berniat mengorganiseer rakyat belakan dijadikan suatu macht yang
maha kuasa dan maha sakti, zonder keniatan melanggar hukum! Dan buat sekian kalinya
lagi kami menanya: adakah bisa jadi, adakah waarschijnlijk, bahwa orang yang memasrahkan
diri untuk dimasukkan ke dalam kesengsaraannya hidup pembuangan kalau ada apaapa yang
menyimpang dari hukum, − adakah waarschijnlijk bahwa orang yang demikian itu bisa
mempunyai opzet menjalankan halhal yang dituduhkan dalam proces ini ?
Tuantuan Hakim, sekarang Tuantuanlah yang akan mengangkat kata, sekarang
Tuantuanlah yang akan melahirkan pendapatan, Sekarang Tuantuanlah , penjabat pengadilan
dan penjunjung keadilan, yang akan mengambil putusan. Kami menunggu Tuantuan punya
putusan itu, yang tentu tak lupa mempertimbangkan segala apa yang kami uraikan tadi. Kami
tidak merasa salah. Kami tidak memajukan verlichtende omstandigheden, kami tidak memajukan
alasanalasan buat mengentengkan diri, − kami hanyalah membuktikan bahwa kami tidak
bersalah, menunjukkan mochalnya kami bisa sengaja menjalankan halhal yang dituduhkan itu.
Kami oleh karenanya, memang mengharap dan menunggu putusan bebas . Seluruh rakyat
Priangan, seluruh rakyat Indonesia, seluruh dunia manusia yang tulushati dan cinta pada
keadilan adalah mengharap dan menunggu pula putusan bebas itu.
Mogamoga demikianlah adanya. Tetapi, jikalau seandainya Tuantuan Hakim toh
memandang kami bersalah, jikalau seandainya Tuantuan Hakim toh menjatuhkan hukuman,
jikalau seandainya kamiorang toh harus menderita lagi kesengsaraanpenjara, wahai apa boleh
buat, mogamoga pergerakan seolaholah mendapat wahyubaru dan tenagabaru oleh karenanya,
mogamoga IbuIndonesia suka menerima nasib kami itu sebagai korbanan yang kami
persembahkan di atas haribaannya, mogamoga IbuIndonesia suka menerimanya sebagai
bungabunga yang harum dan cantik yang bisa dipakai menghiasi sanggulkundainya yang manis
itu. Memang rohani kami tak adalah merasa masgul, rohani kami adalah berkata, bahwa segala
apa yang kami tindakkan itu adalah hanya kamipunya kewajiban, − kamipunya plicht
.
Pemimpin Hindustan Bal Gangadhar Tilak yang besar itu, di muka mahkamah adalah
berkata :
“Het kan zijn de Wil der Voorzienigheid, dat de Zaak die ik voorsta beter gediend zal zijn
met mijn lijden dan met mijn vrijheid.”
“Barangkali sudah kemauannya Yang MahaSuci, bahwa pergerakan yang kami pimpin itu
akan lebih majulah dengan kamipunya kesengsaraan daripada dengan kamipunya
kemerdekaan.”
Perkataan Tilak ini kami jadikan perkataan kami sendiri. Juga kami adalah menyerahkan
segenap raga dengan seridhoridhonya kepada tanahair dan bangsa, juga kami adalah
menyerahkan segenap jiwa kepada IbuIndonesia dengan seikhlasikhlasnya hati. Juga kami
adalah mengabdi kepada suatu ideaal yang suci dan luhur, juga kami adalah berusaha ikut
mengembalikan haknya tanahair dan bangsa atas perikehidupan yang merdeka, Tiga ratus
tahun, ya walau seribu tahunpun, tidaklah bisa menghilangkan haknya negeri Indonesia dan
rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu. Untuk laksananya hak ini maka kami ridho menderitakan
segala kepahitan yang dituntutkan oleh tanahair itu, ridho menandang kesengsaraan yang
dipintakan oleh IbuIndonesia itu setiap waktu.
Memang tanahair Indonesia, bangsa Indonesia, IbuIndonesia adalah mengharap daripada
semua puteraputera dan puteriputerinya pengabdian yang demikian itu, penyerahan jiwaraga
yang tiada batas, pengorbanandiri walau yang sepahitpahitnyapun kalau perlu, dengan hati
yang suci dan hati yang ikhlas. Puteraputera dan puteriputeri Indonesia haruslah merasa
sayang, bahwa mereka untuk pengabdian ini, masingmasing hanya bisa menyerahkan satu
badan saja, satu roh saja,
satu nyawa saja, −
dan tidak lebih!
Sebab, tiada korbanan yang hilang terbuang, tiada korbanan yang tersiasia, −
“no sacrifice
is wasted”, begitulah Sir Oliver Lodge berkata. Dengan korbanankorbanannya harisekarang,
maka harikemudian akan menjadilah makin bercahya, makin berseriserian, makin
berkilaukilauan, lebih berkilaukilauan lagi daripada segenap kebesarannya hari yang sediakala.
Fajarkebesaranbaru, fajar kemuliaannya harikemudian bagi kita itu, kini sudahlah
menyingsing, − fajar itu makin lama makin menerang, dan walau dihalanghalangi oleh
kekuatanmanusia yang bagaimanapun juga, walau dirintangrintangi oleh kekuatanwadag dari
negeri manapun jua, walau dicegah oleh segenap kekuatanduniawi daripada segenap. negeri di
atas segenap mukabumi ini, ia tidak boleh tidak, harus, tentu,
pasti akan diikuti oleh terbitnya
matahari yang menghidupkan segala sesuatu yang harus hidup dan mematikan segala sesuatu
yang harus mati. Segala dayadayanya kegelapan akan hancurcairlah sebagai salju di hadapan
sinarnya matahari ini, segala awanawangelap yang menyuramkan angkasa akan musnahlah
tertiup oleh anginhangat yang keluar daripadanya.
Rakyat Indonesia sudahlah bersedia dengan hati yang memukulmukul akan menghormati
terbitnya matahari itu. Dengan rakyat Indonesia itu kami menderita kesengsaraan, dengan rakyat
Indonesia itu kami bersukaraya. Dengan rakyat Indonesia itu kami menunggu putusan
Tuantuan Hakim.
Memang kamiorang berdiri di hadapan mahkamah Tuantuan ini bukanlah sebagai
Soekarno, bukanlah sebagai Gatot Mangkoepradja, bukanlah sebagai Maskoen atau
Soepriadinata, − kamiorang berdiri di sini ialah sebagai bagianbagian daripada rakyat
Indonesia yang berkeluhkesah itu, sebagai puteraputera IbuIndonesia yang setill dan bakti
kePadanya. Suara yang kami keluarkan di dalam gedung mahkamah sekarang ini, tidaklah
tinggal diantara tembok dan dindingdindingnya saja, − suara kami itu adalah
didengardengarkan pula oleh rakyat yang kami abdii, mengumandang kemanamana,
melintaslintasi tanahdatar dan gunung dan samudera, ke KotaRaja sampai ke FakFak, ke
Oeloesiaoe − dekat − Manado sampai ke Timor. Rakyat Indonesia yang mendengarkan suara
kami itu, adalah merasa mendengarkan suaranya sendiri.
Putusan Tuantuan Hakim atas usaha kamiorang, adalah putusan atas usaha rakyat
Indonesia sendiri, atas usaha IbuIndonesia sendiri. Putusanbebas, rakyat Indonesia akan
bersyukur, putusan tidakbebas, rakyat Indonesia akan tafakur.
Kami memujikan Tuantuan mempertimbangkan segala halhal ini. Dan sekarang, di dalam
bersatuhati dengan rakyat Indonesia itu, di dalam bakti dan bersujud kepada IbuIndonesia yang
kami cintai itu,
− didalam kepercayaan bahwa rakyat Indonesia dan IbuIndonesia akan terus
nanti menjadi mulia , nasib yang bagaimanapun juga mengenai kami, maka kami siapbersedia
mendengarkan putusan Tuantuan Hakim!
ooOoo
ooOoo