Anda di halaman 1dari 15

Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder Lamun Thalassodendron ciliatum Pada Pelarut

Berbeda
Aulia Fajarullah
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, aulia.fajarrullah@gmail.com
Henky Irawan
Program Studi Budidaya, FIKP UMRAH, henkyirawan.umrah@gmail.com
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Sea_a_reef@hotmail.com
ABSTRAK
Thalassodendron ciliatum yang tumbuh di perairan Pulau Bintan membentuk hamparan padang
monospesifik pada sebagian besar kawasan sub˗litoral yang berbatasan dengan ekosistem terumbu
karang sepanjang pesisir timur Pulau Bintan. Metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan
atau dikeluarkan sebagai adaptasi biokimia yang dilakukan oleh golongan tumbuhan umumnya
termasuk lamun. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2013 sampai dengan Juli 2014.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposif sampling. Ekstraksi
menggunakan beragam pelarut yaitu n˗heksana, kloroform, metanol. Ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan Metode Maserasi dengan perbandingan berat simplisia dengan volume pelarut 1:10
selama 24 jam. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada lamun Thalassodendron ciliatum
adalah saponin, tanin, triterpenoid dan steroid. Pelarut metanol memiliki rendemen ekstrak tertinggi
yakni 10,09% dan memiliki kandungan metabolit sekunder tertinggi sebanyak empat senyawa yaitu
tanin, saponin, triterpenoid dan steroid. Pelarut kloroform memilik rendemen ekstrak 1,14% dan
memiliki kandungan metabolit sekunder sebanyak tiga senyawa yaitu saponin, triterpenoid dan
steroid. Pelarut n-heksana memiliki rendemen ekstrak terendah yakni 0,08% dengan tanpa ada
satupun senyawa metabolit sekunder yang ditemukan, hal ini diperkirakan karena konsentrasi
senyawa yang terlalu rendah.

Kata Kunci : Ekstraksi, Thalassodendron ciliatum, Metabolit Sekunder


Extraction of Secondary Metabolites Compound Seagrass Thalassodendron ciliatum In
Various Solvents
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, aulia.fajarrullah@gmail.com
Henky Irawan
Program Studi Budidaya, FIKP UMRAH, Henkyirawan.umrah@gmail.com
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Sea_a_reef@hotmail.com
ABSTRACT
Thalassodendron ciliatum that grows in Bintan seawaters forming monospecific bed expanse in
most sub˗litoral area bordering with coral reef ecosystems along the east coast of Bintan Island.
Secondary metabolites are compounds produced or released as a biochemical adaptation that
performed by a general class of plants including seagrasses. The research was held in December
2013 to July 2014 The sampling method used was purposive sampling method. Extraction using
various solvents, namely n˗hexane, chloroform, methanol. Extraction conducted by using a
maceration method with a weight ratio of simplicia to the volume of solvent 1:10 for 24 hours.
Secondary metabolites found in seagrass Thalassodendron ciliatum are saponins, tannins,
triterpenoids and steroids. Methanol extract had the highest yield viz 10.09% and has the highest
content of secondary metabolites as many as four compounds that tannins, saponins, triterpenoids
and steroids. Chloroform extract having an 1.14% yield and has a secondary metabolite content of
three compounds, namely saponins, triterpenoids and steroids. Solvent n-hexane extract had the
lowest yield that is 0.08% with no secondary metabolites were found, this is probably because the
concentration of the compound is too low.

Keywords: Extraction, Thalassodendron ciliatum, Secondary Metabolites


I. PENDAHULUAN fenolik pada ekstrak 85% metanol di 43 spesies
lamun. Penelitian oleh Lakshmanan dan
Dunia tumbuhan memiliki beragam
Dhanalakshmi (1988) menemukan senyawa
spesies yang tersebar di seluruh permukaan
metabolit sekunder seperti saponin, triterpena
bumi, mengkolonisasi mulai dari daratan hingga
dan sterol pada ekstrak etanol 80% di 7 spesies
perairan tawar dan lautan. Bukti yang ada
lamun. Pada ekstrak methanol lamun
menunjukkan bahwa tumbuhan angiosperma
Syringodium isoetifolium oleh Mani et al (2012)
mulai mengkolonisasi lingkungan laut sekitar
ditemukan beragam senyawa metabolit
100 juta tahun yang lalu (Den Hartog dalam
sekunder seperti saponin, fenol dan alkaloid.
Hemminga dan Duarte, 2000). Lamun
Banyak metabolit dari lamun telah
(seagrasses) adalah tumbuhan berbunga
diketahui aktif secara biologis dan merupakan
(Angiospermae) yang sudah sepenuhnya
biomedis penting serta bisa dimanfaatkan
menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut
sebagai obat yang potensial. Akar dari Enhalus
(Dahuri, 2003). Kecuali organisme ini
acoroides digunakan sebagai obat terhadap
menjalani adaptasi biokimia tertentu, lamun
sengatan berbagai jenis pari dan kalajengking.
tidak akan dapat menahan lingkungan yang
Halophila sp. adalah obat yang ampuh terhadap
kompetitif dengan predator yang berbeda dan
penyakit malaria, penyakit kulit dan ditemukan
organisme asosiasi yang juga berbeda
sangat efektif dalam tahap awal kusta (Mani et
(Subhashini et al, 2013).
al, 2012). Pada daerah – daerah maritim Asia,
Adaptasi biokimia yang dilakukan oleh
ekstrak lamun digunakan sebagai agen kuratif
golongan tumbuhan umumnya termasuk lamun
berbagai penyakit seperti antibiotik,
ialah dengan menghasilkan atau mengeluarkan
antihelmintic, batuk, antipiretik, antitumor,
senyawa tertentu yang disebut senyawa bioaktif
antidiarea, penyembuhan luka, pengobatan batu
atau metabolit sekunder. Senyawa – senyawa
empedu dan gondok (Umamaheshwari, 2009).
kimia ini menurut Subhashini et al (2013)
Karakteristik lamun berbeda untuk setiap
disintesis oleh jalur metabolik sekunder yang
faktor ekologis sehingga memungkinkan tiap
tidak terlibat dalam pertumbuhan normal,
daerah memiliki variasi spesies lamun. Pulau
perkembangan atau reproduksi tetapi biasanya
Bintan merupakan salah satu daerah Kepulauan
memiliki peran dalam proses adaptasi dalam
Riau yang terdapat ekosistem lamun. Kepulauan
kondisi stress.
Riau merupakan daerah pertama di Indonesia
Beberapa penelitian telah
menurut Khordi (2011) yang mengusung
mendokumentasikan kelimpahan metabolit
program pengelolaan padang lamun berbasis
alam (metabolit sekunder, senyawa bioaktif) ini
masyarakat yakni Program Trismades (Trikora
di lamun dan beberapa telah difokuskan pada
Seagrass Management Demonstration).
potensi bioaktif mereka (Subhashini et al, 2013)
Program Trismades ini berhasil
diantaranya yaitu, Mcmillan et al (1980)
menginventarisasi 12 spesies lamun di pantai
menemukan keberadaaan senyawa sulfat
timur Pulau Bintan.
Thalassodendron ciliatum merupakan Tujuan dilakukan penelitian ini adalah
salah satu lamun yang tumbuh di perairan Pulau untuk mengetahui secara kualitatif senyawa
Bintan Kepulauan Riau. Lamun ini menurut metabolit sekunder yang terdapat pada lamun
Kiswara (1999) awalnya diketahui memiliki Thalassodendron ciliatum dan mengatahui
distribusi yang terbatas di Indonesia bagian kemampuan ekstraksi pelarut – pelarut yang
timur Thalassodendron ciliatum yang tumbuh berbeda pada ekstraksi senyawa metabolit
di perairan Pulau Bintan membentuk hamparan sekunder lamun Thalassodendron ciliatum.
padang monospesifik pada sebagian besar Hasil penelitian ini diharapkan dapat
kawasan sub˗litoral yang berbatasan dengan menjadi informasi mengenai kandungan
ekosistem terumbu karang sepanjang pesisir senyawa metabolit sekunder dari lamun
timur Pulau Bintan. Beberapa peneliti seperti Thalassodendron ciliatum serta kemampuan
Larkum dan Den Hartog (1989) menyatakan beberapa jenis pelarut mengekstraksi senyawa
dalam Hemminga dan Duarte (2000) bahwa metabolit sekunder pada lamun
lamun genus Thalassodendron merupakan bukti Thalassodendron ciliatum.
pendukung hipotesis yang mengatakan lamun
berasal dari tumbuhan pesisir seperti tumbuhan II. TINJAUAN PUSTAKA
rawa dan mangrove. Kajian literatur mengenai
Lamun Thalassodendron ciliatum
senyawa metabolit sekunder dari lamun
mempunyai sistematika taksonomi sebagai
Thalassodendron ciliatum yang ada di Pulau
berikut :
Bintan Kepulauan Riau hingga saat ini belum
Kingdom : Plantae
ada.
Filum : Tracheophyta
Menurut Bhakuni dan Rawat (2005),
Kelas : Liliopsida
pemisahan senyawa yang luas dari suatu
Ordo : Najadales
campuran dapat dicapai oleh fraksinasi dengan
Famili : Cymodoceaceae
pelarut organik. Pelarut - pelarut organik yang
Genus : Thalassodendron
umum digunakan ialah senyawa – senyawa
Spesies : Thalassodendron ciliatum (Forssk)
kimia diantaranya metanol, etanol, etil asetat, n-
Den Hartog
heksana, kloroform dan lebih banyak lagi.
(Sumber : IUCN Red List, 2010)
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab
permasalahan apakah golongan senyawa
Spesies ini terdapat pada subtidal diatas
metabolit sekunder yang terdapat dari ekstrak
dari rata rata surut purnama hingga kedalaman
lamun Thalassodendron ciliatum dan
setidaknya 10 m. Tumbuhan ini dapat tumbuh di
bagaimanakah kemampuan ekstraksi dari
perairan dangkal, tetapi mungkin membentuk
pelarut – pelarut yang berbeda pada ekstraksi
padang luas sekitar terumbu karang dan dasar
senyawa metabolit sekunder lamun
pasir berbatu (Phillips dan Menez, 1988).
Thalassodendron ciliatum ?
hingga pada kedalaman 50-60 m.
Polisakarida, protein, lemak dan asam Lokasi pengambilan Sampel dilaksanakan di
nukleat merupakan penyusun utama makhluk pesisir timur pulau Bintan, Kawasan Teluk
hidup sehingga disebut metabolit primer. Proses Dalam, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
– proses biokimia jenis lain terjadi hanya pada Preparasi Sampel, Ekstraksi dan Uji Fitokimia
spesies tertentu sehingga memberikan produk dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
yang berlainan. Reaksi yang demikian Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
tampaknya bukan merupakan proses yang Universitas Maritim Raja Ali Haji.
terpenting bagi eksistensi dari suatu organisme
sehingga disebut metabolit sekunder. (Manitto, B. Bahan Penelitian
1992 dalam Dewatisari, 2009). Bahan yang digunakan dalam penelitian
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan ini meliputi sampel lamun dan bahan kimia.
kandungan kimia yang dapat larut sehingga Sampel Lamun diambil dari pesisir timur pulau
terpisah dari bahan yang tidak larut dengan Bintan, Kawasan Teluk Dalam, Kabupaten
pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif Bintan, Kepulauan Riau, adapun spesies lamun
yang dikandung simplisia akan mempermudah yang dijadikan sampel adalah jenis
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Thalassodendron cilliatum. Bahan kimia yang
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia digunakan dalam penelitian serta kegunaannya
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa masing-masing terdapat pada Tabel 1.
kali pengocokan atau pengadukan pada
Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam
temperatur ruangan (kamar) (Ditjen POM,
Penelitian
2000).
No. Bahan Kimia Kegunaan
Kajian fitokimia menurut Harborne
1. Preparasi Sampel
(1987) meliputi aneka ragam senyawa organik HCL Membersihkan sampel
lamun
yang dibentuk dan disimpan oleh organisme,
2. Pelarut
yaitu struktur kimianya, biosintesisnya, Metanol Melarutkan senyawa
Kloroform Melarutkan senyawa
perubahan serta metabolismenya, n˗Heksana Melarutkan senyawa
penyebarannya secara alamiah dan fungsi 3. Uji Fitokimia
Larutan pereaksi Menguji keberadaan
biologisnya. Analisis fitokimia dilakukan untuk Wagner Alkaloid
Larutan pereaksi
menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek Meyer
racun atau efek yang bermanfaat yang Larutan pereaksi
Dragendorff
ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila
Larutan Amil Menguji keberadaan
diuji dengan sistem biologi (bioassay ).
alkohol Flavonoid
Serbuk Magnesium

III. METODE PENELITIAN Larutan Ferri klorida Menguji keberadaan


A. Lokasi dan Waktu Penelitian Tanin

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Larutan Asam asetat Menguji keberadaan
anhidrid Triterpenoid & Steroid
Desember 2013 sampai dengan Juli 2014. Larutan H2SO4
C. Instrumen Penelitian pengambilan sampel yang digunakan adalah
Alat yang digunakan dalam penelitian metode Purposif Sampling yaitu teknik
meliputi alat pengambilan sampel, preparasi pengambilan yang digunakan apabila sampel
sampel, ekstraksi dan uji fitokimia. Alat yang yang akan diambil mempunyai pertimbangan
digunakan serta kegunaannya masing-masing tertentu (Ferianita, 2006). Lamun diambil pada
terdapat pada Tabel 2. lokasi berdekatan dengan kedalaman yang sama
pada saat pasang dalam kondisi hidup, sehat dan
Tabel 2. Peralatan yang digunakan dalam memiliki ukuran yang relatif sama. Lamun lalu
Penelitian
dimasukkan ke dalam kantong plastik ketika
No Alat Kegunaan
masih di dalam perairan sehingga tidak terjadi
1. Pengambilan
Sampel kontak dengan udara. Sampel kemudian
Cool Box Tempat sampel basah lamun
Penampan Tempat untuk membersihkan dimasukkan di dalam Cool Box untuk dibawa ke
Timbangan sampel Laboratorium FIKP UMRAH.
Menimbang sampel lamun
2 Preparasi
. Sampel Tempat merendam sampel 2. Preparasi Sampel
Wadah tertutup Mengikis epiphyt
Scalple Mengeringkan sampel Lamun yang telah dikumpulkan
Oven Memotong sampel dibersihkan menggunakan air mengalir. Lamun
Pisau Menghaluskan sampel
Blender lalu direndam ke dalam larutan HCL 5% di
3 Ekstraksi
. Erlenmeyer Wadah ekstraksi sampel dalam wadah tertutup sambil sesekali diaduk
Vacum rotavapor Mengkisatkan larutan ekstrak selama 1 jam. Lamun yang telah direndam lalu
kasar
Cawan penguap Tempat mengeringkan dicuci lagi menggunakan air mengalir dan
ekstrak
Spatula Alat untuk mengambil ekstrak epiphit yang ditemukan dikeruk secara hati –
kering hati menggunakan scapel (Dauby dan Poulicek
Timbangan Menimbang sampel dan
analitik ekstrak kering dalam Qi et al, 2008).
Kertas saring Memisahkan filtrat dengan
ampas ekstrak Lamun dipotong kecil kecil sebelum
Botol vial Untuk menyimpan ekstrak dikeringkan menggunakan oven pada suhu 37º-
kering lamun
4 Uji Fitokimia 40º hingga didapatkan berat konstan (El Hady et
. Pipet tetes Mengambil ekstrak untuk uji
fitokimia
al, 2007). Sampel yang telah dikeringkan
Lempeng tetes Wadah melakukan uji dihaluskan hingga menjadi serbuk. Serbuk yang
fitokimia
Tabung reaksi Wadah melakukan uji didapatkan digunakan sebagai sampel
fitokimia
penelitian.
5 Dokumentasi
. Kamera Digital Mendokumentasi kegiatan
penelitian 3. Ekstraksi Maserasi
Buku dan Pena Mencatat hasil pengamatan
Ekstraksi menggunakan beragam pelarut
D. Prosedur Penelitian yaitu n˗heksana, kloroform, metanol. Pelarut
1. Pengambilan Sampel n˗heksana, Kloroform dan Metanol yang
Pengambilan sampel dilakukan digunakan ialah larutan pro analys. Ekstraksi
menggunakan peralatan selam dasar. Metode dilakukan dengan menggunakan Metode
Maserasi dengan 3 kali pengulangan tiap b. Uji Flavonoid
pelarut. Sampel kering direndam dengan Sejumlah sampel ditambah 0,1 mg
perbandingan berat sampel dan volume pelarut serbuk magnesium, 0,4 mL amil alkohol dan 4
1 : 10 selama 24 jam (El Hady et al, 2007). mL alkohol, kemudian campuran dikocok.
Larutan ekstrak yang didapat di saring Adanya flavonoid ditunjukkan dengan
menggunakan kertas penyaring Whatman No.1. terbentuknya warna merah, kuning atau jingga
Filtrat lalu di-evaporasi dan dikeringkan pada pada lapisan amil alkohol (Harborne dalam
suhu 55ºC - 60ºC (El Hady et al, 2007). Priyanto, 2012).
Selanjutnya dilakukan pengukuran rendemen
ekstrak dengan rumus : c. Uji Saponin
Sebanyak 2 mL sampel dimasukkan ke
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
mL akuades lalu dikocok selama 30 detik,
diamati perubahan yang terjadi. Apabila
4. Uji Fitokimia
terbentuk busa yang mantap (tidak hilang
Uji fitokimia dilakukan pada semua
selama 30 detik) maka identifikasi
filtrat untuk mengetahui kemampuan pelarut
menunjukkan adanya saponin (Marliana et al,
yang digunakan untuk mengekstrak senyawa –
2005).
senyawa metabolit sekunder pada lamun
Thalassodendron ciliatum. Uji fitokimia yang d. Uji Tanin
dilakukan mewakili jalur sintesis utama Sampel sebanyak 1 gram ditambah
metabolit sekunder. Pengujian filtrat dilakukan pereaksi FeCl3 3% adanya warna hijau
pada tiap pengulangan pelarut meliputi: kehitaman menandakan suatu bahan
mengandung komponen tanin (Harborne dalam
a. Uji Alkaloid
Priyanto, 2012).
Sejumlah sampel dilarutkan dalam
beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian e. Uji Triterpenoid dan Steroid
menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml
pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan kloroform dalam tabung reaksi yang kering,
pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif kemudian ditambah 10 tetes anhidrat asetat dan
bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif
endapan merah jingga. Kemudian, ditunjukkan dengan terbentuknya larutan
terbentuknya endapan putih kekuningan dengan berwarna merah untuk pertama kali kemudian
pereaksi Meyer dan terbentuknya endapan berubah menjadi biru dan hijau (Harborne
cokelat dengan pereaksi Wagner (Harborne dalam Priyanto, 2012).
dalam Priyanto, 2012).
E. Analisis Data dihasilkan dari ekstrak metanol diduga
Data hasil ekstraksi dihitung jumlah dipengaruhi sifat larutan tersebut yang dapat
ekstrak yang dihasilkan dan data hasil uji melarutkan hampir semua komponen bahan
fitokimia dianalisis dengan menghitung jumlah aktif.
senyawa sekunder yang ditemukan secara
deskriptif dengan mengamati perubahan warna B. Uji fitokimia Lamun Thalassodendron
yang menunjukkan reaksi positif oleh ciliatum
penambahan reagen – reagen. Data kemudian Komponen senyawa metabolit sekunder
dibandingkan untuk tiap fraksi dengan bantuan dalam ekstrak lamun Thalassodendron ciliatum
tabel dan dan gambar. dianalisis golongan senyawanya dengan
menggunakan pereaksi alkaloid, flavonoid,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN saponin, tanin, triterpenoid dan steroid dengan
mengamati perubahan warnanya. Hasil uji
A. Ekstraksi Lamun Thalassodendron
fitokimia dari masing – masing ekstrak
ciliatum
ditampilkan pada tabel 3.
Hasil ekstraksi maserasi dari 100 gram
lamun Thalassodendron ciliatum dalam 1 liter 1. Alkaloid
pelarut selama 24 jam menunjukkan perbedaan Alkaloid bereaksi dengan asam
dalam jumlah berat ekstrak yang didapatkan. membentuk kristal garam tanpa menghasilkan
Berat ketiga ekstrak yakni ekstrak metanol, air. Mayoritas alkaloid ada dalam bentuk padat
ekstrak kloroform dan ekstrak n-heksana seperti atropin, beberapa dalam bentuk cairan
digunakan untuk mengetahui nilai rendemen yang mengandung karbon, hidrogen, dan
ekstrak. Berdasarkan jumlah berat ekstrak yang nitrogen (Firn dalam Doughari, 2012).
didapat, nilai rendemen ekstrak ekstrak metanol Berdasarkan hasil identifikasi, tidak ditemukan
ialah 10,09 % , ekstrak kloroform 1,14% dan kandungan alkaloid pada tiap fraksi pelarut
ekstrak n-heksan 0,80 %. ekstrak lamun Thalassodendron ciliatum.
Rendemen ekstrak yang dihasilkan oleh Melalui penarikan alkaloid dengan
fraksi pelarut polar lebih besar bila larutan asam, alkaloid dapat diidentifikasi
dibandingkan dengan pelarut semipolar dan non langsung dengan satu atau lebih pereaksi
polar. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa pengendap. Namun, senyawa alkaloid dengan
yang terkandung dalam lamun Thalassodendron struktur nitrogen heterosiklik, amin oksida dan
ciliatum cenderung lebih banyak bersifat polar. alkaloid kuarterner tidak dapat terdeteksi
Hasil ini sesuai seperti yang dinyatakan dengan pereaksi pengendap. Hal ini akan
Salamah et al dalam Priyanto (2012) bahwa menghasilkan negatif palsu pada pengujian
rendemen ekstrak hasil maserasi dengan pelarut
yang berbeda akan menghasilkan rendemen
yang berbeda dan nilai rendemen yang
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Lamun Thalassodendron ciliatum

Ekstrak Reaksi Positif


Uji fitokimia Metanol Kloroform N-Heksana
(Polar) (Semi Polar) (Non Polar)
1. Alkaloid

a. Dragedroff - - - Endapan merah atau Jingga


b. Wagner - - - Endapan putih kekuningan
c. Meyer - - - Endapan cokelat

2. Flavonoid - - - Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau

3. Saponin + + - Membentuk buih

4. Tanin + - - Warna hijau kebiruan/hijau kehitaman

5. Triterpenoid dan Steroid + + - Perubahan dari merah menjadi hijau biru

Ket : (+) Reaksi Positif (-) Reaksi Negatif


2. Flavonoid
alkaloid dengan pereaksi pengendap Pada identifikasi flavonoid dengan

(Farnsworth dalam Andriani, 2011). menggunakan serbuk magnesium dan amil


alkohol tidak memperlihatkan hasil positif. Hal
ini bisa dilihat pada Gambar 2 dengan tidak
terbentuknya perubahan warna merah, kuning
atau Jingga pada lapisan amil alkohol pada
ketiga fraksi. Penelitian Sari (2013)
menunjukkan perbedaan respons sampel lamun
Enhalus Acoroides dan Thalassia hemprichii
terhadap pereaksi flavonoid. Sampel lamun
Enhalus Acoroides dan Thalassia hemprichii
bereaksi dengan pereaksi cenderung terjadi
Gambar 1. Hasil Uji Alkaloid dalam suasana basa dibandingkan dengan
suasana asam. Hal ini memungkinkan sampel
Alkaloid menurut Saxena et al (2013)
lamun Thalassodendron ciliatum juga
memiliki banyak aktivitas farmakologi
menunjukkan respons yang serupa sehingga
termasuk efek anti-hipertensi (banyak pada
menunjukkan respons negatif terhadap pereaksi
indole alkaloid), efek anti-aritmia (quinidine,
yang digunakan.
spareien), aktivitas anti-malaria (kina), dan
aktivitas anti-kanker (banyak pada indole dimer,
vincristine, vinblastin) .
Gambar 2. Hasil Uji Flavonoid (a) Ekstrak Gambar 3. Hasil Uji Saponin (a) Ekstrak
Metanol (b) Ekstrak Kloroform Metanol (b) Ekstrak Kloroform
(c) Ekstrak n-Heksana (c) Ekstrak n-Heksana

Flavonoid telah dinyatakan memiliki Penelitian yang ekstensif telah


banyak khasiat bermanfaat, mengandung dilakukan ke arah membran-permeabilising,
aktivitas anti-inflamasi, penghambatan enzim, imunostimulan, hypocholesterolaemic dan sifat
aktivitas antimikroba, aktivitas estrogenik, anti-kanker dari saponin. saponin juga telah
aktivitas anti-alergi, aktivitas antioksidan, ditemukan untuk mempengaruhi secara
aktivitas vaskular dan aktivitas sitotoksik signifikan pertumbuhan, konsumsi pakan dan
antitumor (Saxena et al, 2013). reproduksi pada hewan. Senyawa yang memilik
struktur beragam ini memiliki juga telah diamati
3. Saponin mampu membunuh protozoa dan moluska,
Saponin merupakan senyawa aktif untuk menjadi antioksidan, untuk mengurangi
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya mineral dalam usus, menyebabkan
membentuk busa dan menghemolisis darah hipoglikemia, dan bertindak sebagai anti-jamur
(Harborne, 1987). Metode identifikasi dengan dan anti-virus.
pengocokan dan melihat terbentukanya busa
stabil digunakan karena metode ini mudah 4. Tanin
dilakukan, cepat serta tidak memerlukan Hasil identifikasi senyawa tanin dengan
peralatan dan bahan yang rumit. menggunakan pereaksi ferri klorida pada
Berdasarkan hasil identifikasi saponin ekstrak metanol lamun Thalassodendron
dapat ditemukan pada fraksi ekstrak metanol ciliatum menunjukkan reaksi positif. Ekstrak
dan kloroform. Sedangkan tidak terkandung kloroform dan n-heksan dari lamun
dalam ekstrak n-heksana. Hal ini sesuai seperti Thalassodendron ciliatum menunjukkan reaksi
yang dinyatakan Doughari (2012) bahwa negatif. Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan
saponin larut dalam alkohol dan air, namun Tiwari et al (2011) bahwa pelarut metanol dapat
tidak larut dalam pelarut organik non-polar melarutkan senyawa metabolit sekunder
seperti benzena dan n-heksana. diantaranya senyawa tanin. Doughari (2012)
juga menyatakan bahwa tanin dapat larut dalam mungkin bahwa senyawa ini larut dalam pelarut
pelarut air dan alkohol. organik seperti kloroform. Tiwari et al (2011)
juga menyatakan bahwa senyawa terpenoid
dapat ditemukan pada ekstrak air, etanol,
metanol, kloroform dan eter. Hal ini
menjelaskan hasil identifikasi senyawa
triterpenoid dan steroid yang menunjukkan hasil
positif untuk ekstrak metanol dan kloroform dari
lamun Thalassodendron ciliatum.

Gambar 4. Hasil Uji Tanin (a) Ekstrak Metanol


(b) Ekstrak Kloroform (c) Ekstrak
n-Heksana

Tanin digunakan dalam industri zat


warna sebagai caustic untuk pewarna kationik
(tanin pewarna), dan juga dalam produksi tinta.
Dalam industri makanan tanin digunakan untuk
memjernihkan anggur, bir, dan jus buah.
Gambar 5. Hasil Uji Triterpenoid (a) Ekstrak
Kegunaan skala industri lainnya dari tanin Metanol (b) Ekstrak Kloroform
termasuk didalamnya pewarna tekstil, ialah (c) Ekstrak n-Heksana

seperti anti-oksidan dalam industri jus buah, bir,


dan anggur dan sebagai koagulan dalam
produksi karet (Saxena et al, 2013).

5. Triterpenoid dan Steroid


Reaksi positif dari uji triterpenoid dan
steroid adalah dengan terbentuknya larutan
berwarna merah untuk pertama kali pada reaksi
positif triterpenoid dan selanjutnya terbentuk
larutan berwarna biru dan hijau untuk reaksi
positif steroid. Hasil uji triterpenoid dan steroid Gambar 6. Hasil Uji Steroid (a) Ekstrak
lamun Thalassodendron ciliatum dapat dilihat Metanol (b) Ekstrak Kloroform
(c) Ekstrak n-Heksana
pada gambar 5 dan 6.
Senyawa golongan terpenoid umumnya Triterpenoid termasuk didalamnya
larut dalam lemak dan terdapat pada sitoplasma steroid, sterol dan glikosida jantung memilik
sel tumbuhan (Harborne,1987). Sehingga sangat khasiat anti-inflamasi, penenang, insektisida
atau aktivitas sitotoksik (Doughari, 2011). 2. Pelarut Kloroform
Menurut Sari (2013) kegunaan dari senyawa ini Hasil ekstraksi fraksi pelarut kloroform
untuk manusia biasanya, terpenoid seperti menunjukkan nilai rendemen ekstrak sebesar
minyak atsiri sebagai dasar wewangian, 1,14 %. Senyawa metabolit sekunder yang
rempah-rempah serta sebagai cita rasa dalam terkandung dalam ekstrak kloroform meliputi
industri makanan. Sedangkan steroid biasanya Saponin, Triterpenoid dan Steroid. Harborne
digunakan dalam bahan dasar pembuatan obat (1987) mengelompokkan saponin, triterpenoid
untuk meningkatkan stamina tubuh. dan steroid ke dalam golongan besar Terpenoid.
Hal ini menunjukkan bahwa pelarut kloroform
C. Kemampuan Ekstraksi Pelarut merupakan pelarut terbaik dalam ekstraksi
Hasil ekstraksi dan identifikasi senyawa senyawa golongan Terpenoid.
metabolit sekunder pada lamun
3. Pelarut n-Heksana
Thalassodendron ciliatum menunjukkan
Hasil ekstraksi lamun Thalassodendron
perbedaan dalam jumlah rendemen dan senyawa
ciliatum dari fraksi pelarut n-heksana
metabolit sekunder yang didapat pada tiap fraksi
menunjukkan nilai rendemen ekstrak 0,80 %.
pelarut.
Pada fraksi pelarut n-heksana tidak ditemukan
1. Pelarut Metanol senyawa metabolit sekunder. Hal ini
Fraksi pelarut metanol memiliki nilai kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi
rendemen ekstrak tertinggi 10,09 % dan senyawa yang terlalu rendah sehingga tidak
memiliki kandungan metabolit sekunder terdeteksi oleh pereaksi dan sehingga tidak
sebanyak empat jenis antara lain saponin, tanin, menunjukkan reaksi positif.
triterpenoid dan steroid. Hasil ini paling tinggi Perbedaan jumlah dan komposisi dari
bila dibandingkan dengan fraksi pelarut senyawa metabolit sekunder tergantung kepada
kloroform dan n-heksana. Hal ini menunjukkan tipe ekstraksi, waktu ekstraksi, suhu, kondisi
bahwa pelarut metanol memiliki kemampuan alami pelarut, konsentrasi pelarut dan polaritas
ekstraksi paling besar terhadap lamun (Tiwari et al, 2011). Pada penelitian ini dapat
Thalassodendron ciliatum. dilihat perbedaan polaritas dari pelarut
Pelarut metanol merupakan pelarut yang menghasilkan perbedaan jumlah dan jenis
paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa metabolit sekunder yang didapat.
senyawa organik bahan alam (Susanti et al, Selain itu kandungan senyawa dalam tumbuhan
2012). Menurut Astarina (2013) metanol menurut Farnsworth dalam Sari (2013) dapat
merupakan pelarut universal yang memiliki dipengaruhi beberapa faktor seperti perbedaan
gugus polar (-OH) dan gugus nonpolar (-CH3) iklim, habitat, kondisi nutrisi tanah, dan waktu
sehingga dapat menarik senyawa - senyawa pemanenan dari tanaman. Kemudian, pemilihan
yang bersifat polar dan nonpolar. pelarut pada proses ekstraksi dan kondisi pada
saat preparasi ekstrak dapat mempengaruhi
senyawa yang terkandung dalam ekstrak yang B. Saran
akan diuji. 1. Perlu dilakukannya optimasi
perbandingan berat simplicia,
V. PENUTUP volume pelarut dan waktu ekstraksi
untuk mendapatkan efektivitas
A. Kesimpulan
dalam melakukan ekstraksi.
Berdasarkan hasil penelitian dan
2. Perlu dilakukannya ekstraksi
pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat
dengan menggunakan metode yang
diambil kesimpulan :
berbeda seperti metode dingin;
1. Senyawa metabolit sekunder yang
remaserasi, perkolasi atau metode
berhasil dideteksi pada lamun
panas; soxhlet, refluks dan sonikasi
Thalassodendron ciliatum adalah
untuk mendapatkan metode
saponin, tanin, triterpenoid dan steroid.
ekstraksi dengan hasil yang terbaik.
2. Senyawa yang terkandung di dalam
3. Pengujian Fitokimia sebaiknya
lamun Thalassodendron ciliatum
dilakukan dengan variasi reagen
cenderung bersifat polar bila dilihat dari
serta dilakukan pada suasana asam
rendemen ekstrak metanol (10,09%)
dan basa seperti pengujian pada
yang paling tinggi bila dibandingkan
flavonoid agar mengurangi hasil
dengan rendemen ekstrak kloroform
negatif palsu karena ketidaksesuaian
(1,14%) dan n-heksana (0,80%).
penggunaan reagen.
3. Pelarut metanol memiliki rendemen
4. Untuk mengekstraksi senyawa
ekstrak tertinggi yakni 10,09% dan
golongan terpenoid disarankan
memiliki kandungan metabolit sekunder
menggunakan pelarut bersifat non-
tertinggi sebanyak empat senyawa yaitu
polar seperti kloroform.
tanin, saponin, triterpenoid dan steroid.
5. Senyawa metabolit sekunder dari
4. Pelarut kloroform memilik rendemen
lamun Thalassodendron ciliatum
ekstrak 1,14% dan memiliki kandungan
yang telah diidentifikasi perlu
metabolit sekunder sebanyak tiga
dilakukan pengujian bioaktifitas
senyawa yaitu saponin, triterpenoid dan
lebih lanjut untuk mengetahui
steroid.
manfaat dan kegunaan dari senyawa
5. Pelarut n-heksana memiliki rendemen
metabolit tersebut
ekstrak terendah yakni 0,08% dengan
6. Perlu dilakukan fraksinasi lebih
tanpa ada satupun senyawa metabolit
lanjut hingga didapatkan komponen
sekunder yang ditemukan, hal ini
murni dan struktur kimia dari
diperkirakan karena konsentrasi senyawa
senyawa yang memiliki kandungan
yang terlalu rendah.
bioaktif.
DAFTAR PUSTAKA Ferianita Facrul, M., 2007, Metode Sampling
Bioekologi, Jakarta: Bumi Aksara.
Andriani, A., 2011, Skrining fitokimia dan Uji
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokima:
Penghambatan Aktivitas α-Glukosidae
Penuntun Cara Modern Menganalisis
Pada Ekstrak Etanol Dari Beberapa
Tumbuhan. Terbitan kedua,
Tanaman Yang Digunakan Sebagai Obat
Diterjemahkan oleh: Kosasih. Bandung:
antidiabetes, Skripsi, Universitas
Penerbit ITB.
Indonesia
Hemminga, A dan Duarte, C., 2000, Seagrass
Astarina, N. W. G., Astuti, K. W., Warditiani,
Ecology. Cambridge: Cambridge
N. K., 2013, Skrining Fitokimia Ekstrak
University Press.
Metanol Rimpang Bangle (Zingiber
Purpureum Roxb.), Jurnal Farmasi Kiswara, W., 1999, Pertumbuhan dan Produksi
Udayana. Daun Lamun Thalassodendron ciliatum
(Forsk.) Den Hartog di Pulau Mapur,
Bart, H. J., 2011, Extraction of Natural Products
Kepulauan Riau, Prosiding Seminar
from Plants-An Introduction. Di Dalam :
Kelautan Regional Sumatera II. Padang,
Bart, H. J. And Pilz, S., Industrial Scale
1999.
Natural Products Extraction, First
Edition. Wiley-VCH Verlag GmbH & Kordi, K.M.G.H., 2011, Ekosistem Lamun
Co. KGaA (Seagrass), Jakarta: Rineka Cipta.
Bhakuni, D. S. dan Rawat, D. S., 2005, Kuo J dan C. Den Hartog, 2006, Seagrass
Bioactive Marine Natural Product. Morphology, Anatomy, and
Netherlands: Springer Ultrastructure, Di dalam: Larkum, A. W.
D. and R.J. Orth, and C.M. Duarte.
Dahuri, R., 2003, Keanekaragaman Hayati
Seagrasses: Biology, Ecology and
Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan
Conservation, Netherlands: Springer.
Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Lakshmanan, K. K. dan Dhanalakshmi, S.,
1988, Phytochemical Survey of Indian
Dewatisari, W. F., 2009, Uji Anatomi, Metabolit
Seagrasses-A Preliminary Screening.,
Sekunder dan Molekuler Sansevieria
Proc. Nat. Acad. Sci. India.
Trifasciata, Tesis, Universitas Sebelas
Maret. Surakarta Mani, A. E. Aiyamperumal, V dan Patterson, J.,
2012, Phytochemicals of The Seagrass
Ditjen POM, 2000, Parameter Standar Umum
Syringodium Isoetifolium and Its
Ekstrak tumbuhan Obat, Jakarta,
Antibacterial And Insecticidal Activities,
Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-
European Journal of Biological Sciences
11.
4 (3): 63-67
Doughari, J. H., 2012, Phytochemicals:
Marliana, S. D. Suryanti, V dan Suyono, 2005,
Extraction Methods, Basic Structures
Skrining Fitokimia dan Analisis
and Mode of Action as Potential
Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Chemotherapeutic Agents,
Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Phytochemicals - A Global Perspective
Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol,
of Their Role in Nutrition and Health,
Biofarmasi 3 (1): 26-31.
Intech
Mcmillan, C. Zapata, O dan Escobar, L., 1980,
El Hady, H. H. A. Daboor, S. M dan Ghoniemy,
Sulphated Phenolic Compounds In
A. E., Nutritive And Antimicrobial
Seagrasses, Aquatic Botani 8: 267-278.
Profiles of Some Seagrasses From
Bardawil Lake Egypt, Egyptian Journal Phillips, R.C. dan Menez, E.G., 1988,
of Aquatic Research Volume 33 No. 3: Seagrasses. Smithsonian Contributions
103 -110 to the Marine Sciences, Washington:
Smithsonian Institution Press.
Priyanto, R. A., 2012, Aktivitas Antioksidan ciliatum. In: IUCN 2013. IUCN Red List
Dan Komponen Bioaktif Pada Buah of Threatened Species. Version 2013.2,
Bakau (Rhizophora mucronata Lamk.), http://www.iucnredlist.org/details/17337
Skripsi, Institut Pertanian Bogor. 5/0. (diakses pada 8 Januari 2014 pukul
15.27 WIB).
Sahidin, I., Mengenal Senyawa Alami:
Pembentukan dan Pengelompokan Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., Kaur,
Secara Kimia., Kendari : Unhalu Press. H., 2011, Phytochemical Screening and
Extraction: A Review, International
Sari, D. W. S., 2013, Potensi Lamun Enhalus Pharmaceutical Sciencia Volume 1 Issue
acoroides dan Thalassia hemprichii dari 1
Perairan Pulau Pramuka Kepulauan
Seribu Sebagai Antioksidan dan
Aktivitasnya dalam Menghambat
Pembentukan Peroksida, Tesis.
Universitas Padjadjaran.

Saxena, M., Saxena, J., Singh, D. dan Gupta, A.,


2013, Phytochemistry of Medicinal
Plants, Journal of Pharmacognosy and
Phytochemistry Volume 1 Issue 6.

Subhashini, P. Dilipan, E. Thangaradjou, T dan


Papenbrock, J., 2013, Bioactive Natural
Products From Marine Angiosperm:
Abundance and Functions, Natural
Product Bioprospect: 129 – 136.

Susanti, A. D., Ardiana, D., Gumelar, G. P.,


Bening, Y. G., 2012, Polaritas Pelarut
Sebagai Pertimbangan Dalam
Pemilihan Pelarut Untuk Ekstraksi
Minyak Bekatul Dari Bekatul Varietas
Ketan (Oriza sativa glatinosa),
Simposium Nasiona RAPI XI FT UMS
ISSN : 1412-9612

Umamaheshwari, R. Thirumaran, G dan


Anantharaman, P., 2009, Potential
Antibacterial Activities of Seagrasses
From Vellar Estuary; Southeast Coast of
India Advances In Biological Research 3
(3-4): 140-143

Qi, S.H. Zhang, S. Qian, P. Y dan Wang, B. G.,


2008, Antifeedant, Antibacterial, And
Antilarval Compounds From The South
China Sea Seagrass Enhalus Acoroides,
Botanica Marina 51.

Short, F.T., Coles, R., Waycott, M., Bujang,


J.S., Fortes, M., Prathep, A., Kamal,
A.H.M., Jagtap, T.G., Bandeira, S.,
Freeman, A., Erftemeijer, P., La Nafie,
Y.A., Vergara, S., Calumpong, H.P. &
Makm, I., 2010, Thalassodendron

Anda mungkin juga menyukai