Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN

PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) DI KOTA


PEKANBARU

Adelia Nopriyarti1, Yufitriana Amir2, Nurlisis3, Lita 4, Ika Putri Damayanti4


1,3,4,5
STIKes Hang Tuah Pekanbaru
*
Email korespondensi: nurlisis@htp.ac.id
2).
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Riau

Abstrak
Masalah dikalangan remaja dikenal dengan TRIAD KRR ialah tiga ancaman dasar kesehatan
reproduksi remaja yang terdiri dari masalah seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA. PKPR
bertujuan mendorong fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas supaya memberikan
pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dan memenuhi kebutuhan remaja yang
menginginkan privacy, diakui, dihargai dan dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan
sampai evaluasi kegiatan PKPR telah dilaksanakan sejak tahun 2003 di Indonesia namun
pemanfaatannya masih sedikit dan belum mencapai target. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Pendekatan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksploratif. Penelitian ini dilakukan untuk
perbaikan dan peningkatan pelaksanaan program PKPR, peneliti berusaha memahami lebih
mendalam mengenai permasalahan yang dirasakan oleh informan melalui wawancara
mendalam dan observasi. Hasil Penelitian didapatkan pelaksanaan program PKPR terdiri dari
pelaksanaan KIE dan Konselor sebaya yang dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung
meliputi pencatatan dan pelaporan, rujukan, serta evaluasi. Ketersediaan media atau alat,
ketersediaan dana, adanya motivasi dari petugas dan siswa, petugas yang sudah terlatih dan
dukungan lintas sektoral menjadi faktor pendukung pelaksanaan program PKPR, sedangkan
petugas rangkap jabatan, pindah tugas, kekurangan petugas, dan sebaran yang tidak merata,
hambatan dari guru dan siswa, belum adanya supervisi dari Dinas Kesehatan, dan waktu untuk
ke sekolah merupakan masalah yang diungkapkan dari hasil wawancara mendalam.
Kata Kunci : Pendukung, Penghambat, Pelaksanaan, Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja

Abstract
The problem among adolescents known as TRIAD KRR are the three basic threats to adolescent
reproductive health which consist of issues of sexuality, HIV / AIDS and drugs. PKPR aims to
encourage health care facilities especially Puskesmas to provide comprehensive health
services, in accordance with and meet the needs of adolescents who want privacy, are
recognized, respected and involved in planning, implementing and evaluating PKPR activities
since 2003 in Indonesia but their utilization is still small and not yet achieve the target. This
study uses qualitative research with in-depth interviews, observation and document review. The
approach taken in this research is explorative. This research was conducted to improve and
enhance the implementation of the PKPR program, so that researchers tried to understand
more deeply about the problems felt by informants through in-depth interviews and observation.
The results of the study found that the implementation of the PKPR program consisted of the
implementation of IEC and peer counselors carried out inside the building and outside the
building including recording and reporting, referencing, and evaluating. The availability of
media or tools, the availability of funds, the existence of motivation from officers and students,
trained staff and cross-sectoral support are factors that support the implementation of the
PKPR program, while dual staff, assignments, staff shortages, and unequal distribution,
obstacles from teachers and students, there is no supervision from the Department of Health,
and time to go to school is a problem that was revealed from the results of in-depth interviews.

1
Keywords : Supporting, Obstacles, Implementation, Care Services for Youth Care

PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dimana
terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun
intelektual pada remaja (Pritasari, 2014). Laporan UNICEF menunjukkan terjadi tren yang
mengkhawatirkan karena peningkatan jumlah kematian remaja yang berusia 10-19 tahun akibat
HIV/AIDS di seluruh dunia, yaitu 71.000 remaja pada tahun 2005 meningkat 57% menjadi
110.000 jiwa pada tahun 2012 (Kemenkes, 2018). Kementerian Kesehatan pada tahun 2003
telah mengembangkan program kesehatan remaja yang menggunakan pendekatan khusus dan
dikenal sebagai Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). PKPR merupakan pelayanan
kesehatan remaja yang fokus mengatasi masalah perilaku menyimpang remaja dalam upaya
menciptakan kesehatan remaja. PKPR bertujuan mendorong fasilitas pelayanan kesehatan
terutama Puskesmas supaya memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dan
memenuhi kebutuhan remaja yang menginginkan privacy, diakui, dihargai dan dilibatkan dalam
perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi kegiatan (Pritasari, 2014).
Di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2018 terdapat 21 Puskesmas yang
sudah melakukan pelayanan kesehatan remaja dan berdasarkan penilaian pedoman SN PKPR.
Namun baru empat Puskesmas yang sudah cukup aktif sedangkan 17 lainnya belum.
Pelaksanaan program hanya berupa penyuluhan di sekolah-sekolah mengenai kesehatan
reproduksi remaja. Pencatatan dan evaluasi sesuai standar belum dilaksanakan dengan baik
sehingga sulit untuk menemukan masalah yang dominan guna dilakukan rencana tindak lanjut
pada pelaksanaan kedepannya. PKPR dapat berjalan optimal dengan terbentuknya jejaring dan
terintegrasi dengan lintas program, lintas sektor, organisasi swasta, dan LSM yang terkait
kesehatan remaja. PKPR dapat dilaksanakan dalam gedung fasilitas kesehatan dan di luar
gedung fasilitas kesehatan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi
dan telaah dokumen. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksploratif.
Kualitatif merupakan metode eksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu
atau sekelompok orang dianggap masalah (Creswell, 2013). Informan dalam penelitian ini
dibagi atas dua jenis, yaitu informan utama dan informan pendukung. Jumlah Informan
tergantung situasi dan kondisi di lapangan atau berdasarkan dua prinsip yaitu kesesuaian
(appropriateness) dan kecukupan (adequacy) (Lapau, 2015). Informan utama adalah petugas
pemegang program dan kepala puskesmas dari 4 Pusksesmas di Kota Pekanbaru yang
dipilih sesuai kriteria sampel. Sedangkan informan pendukung adalah penanggung jawab
program PKPR di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru,
kepala sekolah dan siswa SMA. Pengolahan dan analisa data dalam penelitian ini dilakukan
menurut cara analisa kualitatif sesuai dengan langkah menurut Miles dan Huberman dalam
Emzir (2010) yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan/verifikasi kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
1. Karakteristik Informan
Seperti dijelaskan pada BAB III tentang teknik pemilihan informan pada penelitian
ini yaitu menggunakan metode Purposive Sampling (Non-Probability) yaitu informan
dipilih sesuai dengan prinsip kesesuaian dan kecukupan. Informan utama dalam penelitian
ini adalah pemegang program dan kepala puskesmas, sedangkan informan pendukung
adalah penanggung jawab program PKPR di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Kepala
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, kepala sekolah dan siswa. Jumlah seluruh informan

2
sebanyak 18 (delapan belas) orang, terdiri dari 8 (delapan) informan utama dan 10
(sepuluh) informan pendukung. Berikut tabel karakteristik informan dalam penelitian ini :
Tabel 4.2.1.1
Karakteristik Informan Utama
Kode Umur Jenis Pendidikan Masa Keterangan
Informan Kelamin kerja
Kp6 39 Laki-Laki S1 ±10 th Kepala Pkm 6
Kp16 40 Perempuan S2 ±12 th Kepala Pkm 16
Kp1 47 Perempuan S2 ±24 th Kepala Pkm 1
Kp19 43 Perempuan S2 ±16 th Kepala Pkm 19
Pp6 45 Perempuan D3 ±18 th PJ program Pkm 6
Pp16 47 Perempuan S2 ±23 th PJ program Pkm 16
Pp1 51 Perempuan D4 ±32 th PJ program Pkm 1
Pp19 38 Perempuan D3 ±8 th PJ program Pkm 19

Tabel 4.2.1.2
Karakteristik Informan Pendukung
Umur Jenis Pendidikan / Masa kerja Keterangan
Kelamin Kelas
Kd 43 Perempuan S2 ±13 th Kasi Kesga Dinkes
Pd 42 Perempuan S2 ±11 th PJ PKPR Dinkes
Ks6 60 Perempuan S1 ±34 th Guru BK 6
Ks16 66 Perempuan D3 ±5 th Guru UKS 16
Ks1 39 Perempuan S1 ±13 th Guru BK 1
Ks19 37 Perempuan S1 ±12 th Guru BK 19
S6 17 Perempuan XII - Siswa 6
S16 17 Perempuan XII - Siswa 16
S1 16 Laki-Laki XI - Siswa 1
S19 15 Laki-Laki X - Siswa 19

2. Hasil Analisa Data


Dari hasil analisa data Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan Program
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2.2
Tabel Analisa Data Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan
Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
No Tema Sub Tema Kategori
1 Pelaksanaan PKPR Pelaksanaan Kegiatan PKPR
PKPR Tempat kegiatan
2 Faktor pendukung pelaksanaan Fasilitas Fasilitas Ruangan
program PKPR Kesehatan Fasilitas Media atau Alat
3 Faktor penghambat Hambatan SDM Hambatan dari Petugas
pelaksanaan program PKPR Hambatan dari Siswa
Hambatan dari Guru
Permasalahan remaja
Hambatan Hambatan dari sistem kerja
sistem kerja
Hambatan Hambatan dari waktu
waktu

Hasil wawancara dituangkan dalam bentuk teks naratif kemudian dirangkum dan
difokuskan pada hal-hal penting untuk kemudian dicari tema (lampiran 6). Tema tersebut
kemudian diberi kode dengan menggunakan stabilo (lampiran 7) sehingga data yang
diperoleh benar-benar fokus sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah dilakukan reduksi
data dan didapatkan tema hasil penelitian pelaksanaan PKPR, maka ditulis ke dalam
matriks (lampiran 8) bersamaan dengan hasil observasi dan dokumentasi di Puskesmas,

3
kemudian tema ini diuraikan dalam bentuk teks naratif. Kemudian dilakukan analisa data
secara content analisis (teknik analisis isi) yaitu dengan membandingkan hasil penelitian
dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka dalam bentuk bagan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Bagan 4.1 Pembentukan tema Kegiatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja


(PKPR)
Berdasarkan bagan 4.1 didapatkan bahwa semua puskesmas telah melaksanakan
PKPR. Berikut hasil wawancara informan mengenai pelaksanaan program PKPR
yaitu:
“Berjalan, materi KIE itukan banyak, ada di dalam gedung dan di luar gedung
informasi edukasi ke pasien” (Kp6)
“Untuk konselor sebaya ada PKR (pembinaan kesehatan remaja) kita sudah ada
posyandunya di daerah tangkerat barat pada tahun 2018, yang sekarang akan kita
semarakkan lagi”(Kp16)
“Untuk program PKPR sudah berjalan, karena itu kan sudah program dari dinas
kesehatan.
Berikut hasil wawancara tentang pencatatan dan pelaporan dalam pelaksanaan
program PKPR yaitu:
“kalau pencatatan dan pelaporan dilakukan, seperti registerkan terus
konselingnya ada atau tidak. Pelaporan ke dinkes rutin setiap bulan”(Pp6)
Berikut hasil wawancara tentang evaluasi dalam pelaksanaan program PKPR yaitu:
“evaluasi program itu kita rutin melakukan. Jadi setiap bulan itu puskesmas ada
lokakarya mini”(Kp19)
Hal ini didukung dari pernyataan informan pendukung (pemegang program PKPR
Dinas Kesehatan) yaitu:
“itu memang puskesmas, kita cuman bagian evaluasi”(Pd)
Berikut hasil wawancara tentang rujukan remaja dalam pelaksanaan program
PKPR yaitu:

4
“ada, jika ada masalah remaja ada rujukan dari sekolah ke puskesmas. Bisa
jadi dirujuk ke RS jika dibutuhkan”(Kp6)

b. Faktor Pendukung Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja


(PKPR)

Bagan 4.2 Pembentukan tema Faktor Pendukung Pelayanan Kesehatan Peduli


Remaja (PKPR)
Berdasarkan bagan 4.2 didapatkan bahwa terdapat lima faktor yang mendukung
pelaksanaan program PKPR yaitu media atau alat, dana, faktor internal, faktor
eksternal, dan lintas sektoral. Berikut hasil wawancara informan tentang faktor media
atau alat yaitu :
“alat pemeriksaan kesehatan, ruangan konseling, brosur kesehatan. Ada di
puskesmas, tapi ruang konseling masih belum tersendiri, masih digabung dengan
VCT HIV”(Pp16)
“Ada brosur, timbangan, lembar balik, tensi meter, dan banyak lagi”(Pp6)
“Audio visual kita sendiri, dari sini kita ada laptop puskesmas, sama
infokus”(Pp19)
“Tertulis belum, cuma sudah ada dalam SOP cuma belum kita pampang”(Kp1)
“ada, mereka ada mengadakan pelatihan diundang sekolah-sekolah binaan kita.
Jadi konselor sebaya yang diundang ke Dinas Kesehatan sehingga diberi

5
pelatihan untuk konselor sebaya,. Kemudian ada diberikan buku-buku edukasi”
(Kp1)
“Dia juga melakukan pelatihan kader remaja di sekolah setiap tahun ada dibuat.
Kita utus 2 siswa dari 2 sekolah”(Pp1)
Berikut hasil wawancara tentang dana dalam faktor pendukung pelaksanaan
program PKPR yaitu:
“Mandiri dari puskesmas karenakan puskesmas sudah BLUD”(Kp16)
“Kalau dana gak la ya, uang transpor nya juga ada, kalau sarana prasarana lain
tahun 2019 ini pengadaan sendiri nampaknya”(Pp1)
Berikut hasil wawancara tentang faktor internal dalam faktor pendukung
pelaksanaan program PKPR yaitu:
“Cuma kalau orangnya itu kurang, mau gimana lagi. Cuma kita tidak berhenti aja
sampai situ, tetap kita laksanakan semaksimal kita bisa, buktinya toh tetap jalan
juga tapi tidak maksimal”(Kp6)
“siswanya sudah siap karena mereka yang memilihkan. Apalagi kalau diadakan
pelatihan. Lebih bersemangat mereka itukan”(Ks6)
“disini siswa sudah cukup aktif dalam kegiatan terutama siswa yang mengambil
ekskul PMR”(Ks16)
Berikut hasil wawancara tentang faktor internal dalam faktor pendukung
pelaksanaan program PKPR yaitu:
“kita untuk narasumbernya dari puskesmas sendiri yang sudah dilatih”(Kp16)
Berikut hasil wawancara tentang lintas sektoral dalam faktor pendukung
pelaksanaan program PKPR yaitu:
“camat, lurah, tokoh masyarakat, LKM penanggung jawab dari tokoh
masyarakat. Dari situ biasanya kalau kita ada pertemuan dengan masyarakat
mereka itu diundang” (Pp16)
“di PKM L ada, seperti remaja sekitar sudah masuk jejaring, kalau ada masalah
remaja dia ke pusat pemberdayaan anak, ke puspaga, ada LSM kemaren,
psikolog juga disediakan” (Pd)
”lingkungan sekitar ada kerjasamanya, tapi belum sampai ke RT RW yang jauh”
(Ks6)
“sekarang sudah dua orang,,jadi,, di puskesmas saya kita sudah mengeluarkan
SK tim PKPR jadi didalamnya ada struktur organisasinya.. didalamnya ada PJ
HIV, TB, Narkoba, Promkes, ada analis labor”(Kp16)
“kita ada didukung oleh yayasan, masyarakat sekitar juga memberitahukan jika
ada kenakalan siswa” (Ks1)
“kalau dengan orang tua dia mendukung, memotivasi, tapi tidak dengan
fasilitas”(Ks6)

6
c. Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR)

Bagan 4.3 Pembentukan tema Faktor Penghambat Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
(PKPR)
Berdasarkan bagan 4.3 didapatkan bahwa terdapat lima faktor yang menghambat
pelaksanaan program PKPR yaitu petugas, siswa, guru, sistem kerja dan waktu. Berikut
hasil wawancara informan tentang faktor petugas yaitu :
“dan penggagasan itu dia pindah ke RS ketika dia pindah ada pendelegasian
sehingga ilmu”(Kp6)
“memang kita kurang tenaga disini, kita kurang SDM, cuman terus terang kita
nanti mengambil PKPR pada saat penjaringan kesehatan anak sekolah”(Kp1)
“Sebenarnya sih sebaran yang tidak merata menyebabkan SDM yang tidak
sesuai”(Kp6)
“Kalau tahun kemaren ibuk megang KIS, kalau sekarang PKPR ada juga ibuk
sebagai bikor “bidan koordinator” puskesmas langsat, terus ibu juga megang
jampersal”(Pp1)
Berikut hasil wawancara informan tentang penghambat dari siswa yaitu :
“Ya karena saya gak ikut jadi saya gak tahu kak, mungkin karena gak tahu itu
kak hehe”(S1)
“siswanya sebenarnya siap tapi saat mereka naik ke kelas 3 siswa sudah sibuk
dengan kisi-kisi ujian. Jadi ya waktunya sudah untuk kisi-kisi ujian”(Ks16)
“yang tidak sekolah inikan rata-rata karena faktor ekonomikan. Tapi ada juga
gak. Sehingga yang faktor ekonomi ini, dia terpaksa untuk bekerja. Jadi jam-
jamnya kita untuk menemui mereka itu tidak mungkin, dan dipanggil gak kan
bisa karena dia kerja”(Kp6)

7
Berikut hasil wawancara informan tentang penghambat dari guru yaitu :
“Jadi caranya dulu untuk memilih kita berikan kepada guru dengan kita kasih
batasan seperti nilai diatas rata-rata, luwes, dia komunikatif”(Kp6)
“di bilang aktif,,aktif,,buktinya kita datang ada dilayaninya..aktif la ya.. tapi
kadang-kadang seolah-olah gurunya tuh merasa jam nya diambil.. jadi kita cari-
carilah pas mereka jam olahraga”(Pp1)
Berikut hasil wawancara informan tentang sistem kerja yaitu :
“Kalau untuk puskesmas perkotaan kita udah berlebih, lebih dari 40.. cuma
program-program kita tu banyak,, diskoring tempat kerja kemaren saya buat,
lebih dari 10 skoring”(Kp1)
“Kalau dari dinas itu,,sampai sekarang belum ada ya supervisi..paling dari
pelaporan saja”(Kp16)
“PKPR itu sendirikan bagian dari PKRT itu, jadi selama ini kita jalan masing-
masing, tapi data dapat”(Kp19)
“Kalau kesulitan sebenarnya oo laporan itu datang satu-satu gitu. Jadi kita
malas untuk mengerjakan gitu.. mungkin karena double job jugakan”(Pd)
“Ada sebagian yang kolom-kolom tertentu masih kosong padahal mereka ada
kunjungan”(Pd)
Berikut hasil wawancara informan tentang hambatan dari waktu yaitu :
“jadi kadang keterbatasan waktu..jadi waktu itu terbagi-bagi..jadi kerja itu kita
harus pandai-pandai membagi waktu..sementara kita mengerjakan yang
lain.”(Pp1)

PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Kota Pekanbaru
Tahun 2019” diketahui bahwa pelaksanaan program PKPR terdiri dari pelaksanaan KIE dan
Konselor sebaya yang dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung meliputi pencatatan
dan pelaporan, rujukan, serta evaluasi.
Program KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) yaitu kegiatan untuk mendorong
terjadinya proses perubahan perilaku kearah yang positif, peningkatan pengetahuan, sikap
dan praktik masyarakat (klien) secara wajar sehingga masyarakat melaksanakannya secara
mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung jawab, sedangkan konseling teman
sebaya merupakan suatu program penolong sebaya yang memberikan fungsi positif di
sekolah melalui teman sebaya. Konseling teman sebaya memberikan fungsi untuk
memberikan layanan konselor sekolah dalam meraih pendengar yang lebih luas. Teman
sebaya memiliki fungsi yang positif salah satunya memberikan dorongan bagi remaja untuk
mengambil peran dan tanggung jawab baru agar tidak selalu tergantung dengan keluarga
mereka. Hasil penelitian yang dilakukan dari 4 Puskesmas sudah melakukan KIE tetapi
hanya bersifat umum. KIE untuk remaja hanya dilakukan ketika ada remaja yang datang
berkunjung ke Puskesmas sedangkan remaja yang tidak berkunjung ke Puskesmas tidak
mendapatkan pelayanan KIE.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zainab (2012) yaitu program PKPR yang
dilaksanakan adalah membuka klinik khusus pelayanan remaja dengan memberikan layanan
pengobatan, mengadakan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja disekolah-sekolah,
melakukan sosialisasi, memberikan tablet SF pada remaja putri, dan memberikan layanan
konseling remaja. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Khotimah (2016)
didapatkan bahwa Pelaksanaan program PKPR di Puskesmas secara teknis telah berjalan
dengan cukup baik. Kegiatan yang dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan kesehatan
disekolah dan msyarakat, Focus Group Discussion (FGD) tentang kesehatan remaja,
konseling, dan kegiatan lomba-lomba kesehatan. Penyuluhan kesehatan remaja menjadi

8
barometer utama. Layanan tim PKPR aktif mempromosikan program pada remaja di sekolah
dan di kelurahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sarweni (2017) dari hasil wawancara kepada
petugas dan observasi, baik kegiatan posyandu remaja dan Rumah Remaja belum berjalan
optimal. Banyak faktor determinan yang menjadi penghambat kegiatan-kegiatan ini, seperti
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang dari sisi petugas dikarenakan petugas hanya satu
orang. Selain itu SDM dari sasaran cukup sulit dipertemukan, jadwal pelaksanaan kegiatan
yang tidak pasti, anggaran dana kegiatan minim, dan banyak faktor lainnya. Hal ini menjadi
bahan evaluasi yang harus diperhatikan mengingat bahwa seharusnya kegiatan promosi
kesehatan dan pelayanan kesehatan tidak harus dilakukan di dalam gedung saja, melainkan
di luar gedung juga, Karena masih banyak sasaran remaja di luar yang perlu mendapatkan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta intervensi.
Hal juga ini sejalan dengan penelitian ini bahwa hanya remaja yang berkunjung saja yang
mendapatkan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta intervensi, sehingga para
remaja tidak memiliki peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat (klien) dan
perubahan perilaku kearah yang lebih positif yang berdampak kepada tingginya angka
kenakalan remaja. Agar terwujudnya peran konselor sebaya sebagai pendorong positif bagi
remaja dalam mengambil sikap perlu dilaksanakan pelatihan konselor sebaya secara rutin di
puskesmas dan dinas kesehatan. Sehingga konselor sebaya memiliki kemampuan dan
keahlian dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah remaja terutama teman sebaya di
sekolah.
B. Faktor Pendukung Pelaksanaan Program PKPR
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Kota Pekanbaru
Tahun 2019” diketahui bahwa faktor pendukung pelaksanaan program PKPR adalah
ketersediaan media atau alat, ketersediaan dana, adanya motivasi dari petugas dan siswa,
petugas yang sudah terlatih dan dukungan lintas sektoral.
Ketersediaan media atau alat promosi kesehatan terutama tentang kesehatan reproduksi
remaja di Puskesmas sangat membantu pelaksanaan PKPR. Semua puskesmas telah
menyediakan fasilitas media atau alat seperti liflet, poster, brosur, lembar balik, modul dan
buku-buku yang digunakan saat penyuluhan dan konseling remaja. Kegiatan PKRP juga
membutuhkan dana dalam pelaksanaannya, dari hasil penelitian diketahui bahwa semua
puskesmas sudah BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) sehingga sudah memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas. Kemudian pelaksanaan PKPR didukung oleh faktor internal petugas dan siswa
yaitu motivasi petugas dan siswa dalam melaksanakan program PKPR dan difasilitasi oleh
lintas sektoral seperti MOU dengan sekolah, tim PKPR Puskesmas, LKMD kelurahan,
lingkungan sekitar dan dukungan orang tua.
Penelitian Khozin (2010) tentang kebijakan SPM di Kabupaten Gunungkidul dapat
disimpulkan bahwa penerapan Standar Pelayanan Minimal oleh Kabupaten Gunung Kidul
diyakini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dengan adanya target yang
harus dicapai, akan meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mencapainya.
Lintas sektoral dalam penelitian ini yaitu tokoh masyarakat seperti RT, RW, sekolah
mendukung untuk dilaksanakannya PKPR diluar Puskesmas sehingga kegiatan PKPR
tersebut berjalan dengan lancar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afrianti (2017) dengan lima orang remaja
Sekolah Menengah Atas di wilayah Kota Banda Aceh mengatakan bahwa petugas kesehatan
pernah berkunjung ke sekolah untuk memberikan penyuluhan namun tidak sering dan remaja
tersebut tidak mengetahui tentang program PKPR yang ada. Remaja yang mengalami
masalah dengan kesehatan pada saat berada disekolah biasanya lebih sering meminta ijin
pulang guna mencari pengobatan secara mandiri dengan keluarga. Program PKPR yang

9
sudah diberlakukan oleh Kementrian Kesehatan selama 13 tahun sampai sekarang belum
dilaksanakan secara maksimal.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Winangsih (2015) yang didapatkan
bahwa dana, waktu dan tenaga yang disediakan dianggap kurang sehingga terjadi
ketidakmerataan pembentukan konselor sebaya, muda-mudi di tingkat desa belum dapat
mengakses layanan PKPR karena jam layanan Puskesmas terbatas.
Dalam pelaksanaan kebijakan tentang program PKPR sangat dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan seperti pelatihan dan penyuluhan agar sasaran (remaja) memiliki pemahaman yang
baik tentang kesehatan remaja dan konselor sebaya. Kegiatan pelatihan dan penyuluhan
sangat dipengaruhi oleh peran lintas sektoral karena PKPR adalah program yang
dilaksanakan di masyarakat dan sangat membutuhkan izin dari semua sektor terkait agar
kegiatan bisa berjalan dengan baik dan maksimal.
C. Faktor Penghambat Pelaksanaan Program PKPR
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Kota Pekanbaru
Tahun 2019” diketahui bahwa Faktor Penghambat pelaksanaan program PKPR adalah
masalah SDM yang terdiri dari hambatan petugas yaitu petugas rangkap jabatan, pindah
tugas, kekurangan petugas, dan sebaran yang tidak merata, hambatan dari guru dan siswa,
masalah sistem kerja seperti belum adanya supervisi dari Dinas Kesehatan, dan waktu untuk
ke sekolah yang berbenturan dengan pelayanan di Puskesmas. Dari 4 Puskesmas yang diteliti
hanya 2 Puskesmas yang memiliki tim untuk program PKPR sedangkan 2 Puskesmas lagi
Program PKPR hanya dipegang oleh satu orang yang merangkap jabatan sehingga waktu
untuk pelaksanaan program menjadi terbagi. Dari penelitian juga diketahui bahwa dalam
sistem kerja terdapat masalah seperti Dinas Kesehatan belum melakukan supervisi ke
lapangan, PKPR dan PKRT (Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu) berjalan terpisah,
pelaporan yang masih belum lengkap karena masih ada kolom-kolom yang kosong dan
pelaporan yang datang ke Dinas Kesehatan tidak serentak sehingga untuk hasil evaluasi
menjadi tidak masksimal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Winangsih (2015) tentang Faktor
Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
di Kuta Selatan didapatkan bahwa PKPR bermanfaat bagi responden namun pengetahuan
siswa mengenai PKPR sangat kurang. Masalah yng dikemukakan ialah sarana dan prasarana
tidak lengkap, materinya cukup menarik tetapi penyampaiannya kurang jelas dan sikap
petugas yang kurang ramah. Dana, waktu dan tenaga yang disediakan dianggap kurang,
muda-mudi di tingkat desa belum dapat mengakses layanan PKPR.
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Afrianti (2017) dalam layanan PKPR yaitu
belum terintegrasi dalam suatu alur layanan Puskesmas. Hal ini sangat jelas karena selain
satu puskesmas yang sudah mencapai pelaksanaan paripurna, semua puskesmas melakukan
usaha penjaringan pasien remaja dengan menitipkan secara personal ke petugas-petugas di
unit-unit lain. Selain itu, manajemen Kesehatan yang belum berjalan optimal dalam upaya
pelaksanaan PKPR, puskesmas perlu meningkatkan komunikasi persuasif kepada semua
stakeholder seperti Camat, Dinas Kesehatan Kota, sekolah, masyarakat dan lembaga lain
yang menjadi sarana remaja sebagai upaya dalam membangun jaringan yang dapat
mempengaruhi kebijakan publik. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap dukungan dan
komitmen dalam pelaksanaan PKPR sehingga pelayanan kesehatan dapat menjangkau
seluruh kalangan remaja.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Falatansah dan Indarjo
(2016) tentang perbandingan program pelayanan KRR di wilayah yang terdapat lokalisasi
dan yang tidak terdapat lokalisasi dengan kendala terbesar adalah kurangnya sumber daya
manusia yang bertanggungjawab dalam memegang program tersebut sehingga
mengakibatkan kurang maksimalnya pelaksanaan PKPR. Petugas pemegang program remaja
adalah petugas yang merangkap di posisi lain, sehingga kinerjanya kurang bisa maksimal
dan hal itu menjadi kendala terbesar dalam upaya memaksimalkan PKPR. Hal ini sejalan

10
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ni Luh Kadek Alit Arsani (2013) yang
mendapatkan hasil tentang kendala pelaksanaan program pelayanan kesehatan reproduksi
remaja di Puskesmas yaitu berupa keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya.
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2016)
tentang pelaksanaan program PKPR dalam mendukung ketahanan pribadi remaja yaitu peran
petugas dapat mendukung ketahanan pribadi remaja. Disisi lain, layanan kurang maksimal
disebabkan tiga faktor krusial yaitu faktor pada jam layanan bersamaan dengan jam masuk
sekolah, faktor ruangan PKPR tidak ada, dan faktor dana yang menyebabkan keterbatasan
kegiatan.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rohmayanti (2014) tentang pelayanan
kesehatan remaja menurut perspektif remaja yaitu pemahaman remaja terhadapa program
PKPR menyebabkan remaja memiliki persepsi dan penilaian terhadap perlu atau tidaknya
pelayanan kesehatan remaja. Penelitian Afrima menyebutkan bahwa siswa yang menerima
adanya PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja) dan
memiliki sikap yang positif terhadap kesehatan reproduksi akan meningkatkan pemanfaat
PIK-KRR sebanyak 1,4 kali dibandingkan siswa yang tiak menerima PIK-KRR.
Pelaksanaan program PKPR tidak bisa maksimal jika petugas pemegang program
memiliki tugas lain. Hal ini akan membatasi ruang gerak petugas sehingga untuk mencapai
hasil yang diharapkan akan menjadi lebih berat. Untuk itu petugas pelaksana sangat
membutuhkan bantuan dari berbagai pihak agar program bisa dilaksanakan maka dari itu
sangat dibutuhkan tim pelaksana program yang solid dan bertanggung jawab. Kesibukan
siswa sangat mempengaruhi pelaksanaan PKPR, begitu juga dengan peran guru sebagai
pendamping siswa selama di sekolah. Kemudian Dinas Kesehatan sangat perlu untuk
melakukan supervisi ke lapangan sehingga masalah-masalah yang ada di lapangan bisa
diselesaikan. Karena pelaporan yang sampai ke Dinas Kesehatan tidak memuat semua
masalah atau kendala yang ada dilapangan. Ditambah lagi dengan adanya pelaporan yang
masih kosong (nol) masuk dan tidak serentak, sehingga untuk evaluasi hasilnya tidak
maksimal.

SIMPULAN
Pelaksanaan program PKPR terdiri dari pelaksanaan KIE dan Konselor sebaya
yang dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung meliputi pencatatan dan
pelaporan, rujukan, serta evaluasi. Ketersediaan media atau alat, ketersediaan dana,
adanya motivasi dari petugas dan siswa, petugas yang sudah terlatih dan dukungan
lintas sektoral menjadi faktor pendukung pelaksanaan program PKPR, sedangkan
petugas rangkap jabatan, pindah tugas, kekurangan petugas, dan sebaran yang tidak
merata, hambatan dari guru dan siswa, belum adanya supervisi dari Dinas Kesehatan,
dan waktu untuk ke sekolah merupakan masalah yang diungkapkan dari hasil
wawancara mendalam.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Tempat
Penelitian, Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru dan seluruh
responden yang ikut berpartisipasi dalam penelitian serta Ketua Prodi Pasca Magister STIKes
Hangtuah Pekanbaru.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, N., Mudatsir, dan Tahlil, T. 2017. Analisis Implementasi Program Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Jurnal Ilmu Keperawatan, 5 (2), 15-25
Creswell, J.W. 2013. Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Edisi Ke-
3. California : Sage

11
Falatansah. L, Indajo. S. 2016. Perbandingan Program Pelayanan KRR oleh Puskesmas yang di
Wilayah Kerjanya Terdapat Lokalisasi dan yang Tidak Terdapat Lokalisasi. Public
Health Perspective Journal, 1, (1), 68-77
Kemenkes. 2018. Laporan Perkembangan HIV/AIDS dan IMS Triwulan IV Tahun 2017. Jakarta
: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Khotimah, H. 2016. Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Dalam
Mendukung Ketahanan Pribadi Remaja. Tesis. Prodi Pascasarjana Ketahanan Nasional
UGM. Yogyakarta
Lapau. 2015. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Pritasari, K. 2014. Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Rohmayanti, et al. 2014. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja Menurut Perspektif Remaja di
Kota Magelang. Tesis. Program Studi Magister Keperawatan UGM. Yogyakarta
Sarweni, K.P, Hargono. R. 2017. Demand Vs Supply Program Kesehatan Remaja Di Puskesmas
Tanah Kalikedinding Surabaya. Jurnal Promkes, 5, (1), 71-81
Winangsih, R., Kurniati, D. P. Y., dan Duarsa, D. P. 2015. Faktor Predisposisi, Pendukung dan
Pendorong Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Kuta Selatan. Public
Health and Preventive Medicine Archive, 3, (2), 133-140
Zainab, Shaluhiyah .Z, dan Widjanarko .B . 2012. Pelaksanaan Program PKPR Pada Puskesmas
Guntung Payung di Kota Banjarbaru. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 7 (1), 1-9

12

Anda mungkin juga menyukai