Anda di halaman 1dari 19

Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

RANGKUMAN HUKUM ADAT


PENGERTIAN HUKUM ADAT
Dahulu, dalam bahasa kita, tidak ada hukum adat. Kata Hukum dan Adat itupun sendiri berasal
dari bahasa Arab. Maka dalam masyarakat kita, kata Adat itu mencakup norma susila,
kesopanan dan sesuatu yang memiliki sanksi didalamnya. Dan sejak diperkenalkan kata-kata
Hukum Adat, maka itu merujuk pada hukum asli dari Pribumi.
Kata adat berasal dari Adatrecht. Saat Belanda pertama kali masuk, Belanda melihat bahwa
masyarakat Indonesia itu teratur. Kalau teratur, pasti ada hukumnya. Dan saat itu, Snouck
Hungornge memakai nama Adatrecht sebagai hukum asli pribumi. Adat sebagai terminologi
kebiasaan dan recht sebagai norma atau hukum.

Kemudian, Snouck Hurgronje membahas mengenai masyarakat Aceh dalam bukunya "Orang
Orang Aceh". Bahwa orang Aceh dan orang Indonesia lainnya dapat hidup secara teratur dan
mereka mematuhi suatu pedoman dalam segala sendi kehidupan mereka, sehingga ada aturan
atau norma yang dimana norma ini tidak ada bukunya atau tidak dikodifikasi. Dia menyebutnya
Adat Recht (Recht: Bahasa Belanda; Adat: Bahasa Arab) yang kemudian diterjemahkan
kedalam istilah Indonesia, yaitu "Hukum Adat". Hukum adat adalah norma-norma hukum yang
terbentuk dari adat istiadat/kebiasaan yang hidup dalam masyarakat asli Indonesia. Apa yang
dimaksud dengan kebiasaan?

Kebiasaan (dari sudut pandang sosiologi) adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-
ulang untuk jangka waktu yang lama dalam menghadapi peristiwa yang sama, maka orang-
orang akan berbuat yang sama.
Hukum adat bersumber dari kebiasaan, tetapi tidak semua kebiasaan adalah norma hukum.
Kebiasaan mana yang hukum dan mana yang bukan dilihat dari sanksi. Kalau kebiasaan itu
mengandung sanksi yang memaksa, maka itu adalah hukum. Kalau kebiasaan itu tidak
mengandung sanksi yang memaksa, maka kebiasaan itu bukan hukum.

Apa itu hukum adat?


Terminologi: menurut istilahnya hukum adat itu terdiri dari dua kata, hukum dan adat.
a. Hukum: Ada banyak pengertian tentang hukum, tidak ada satu pengertian yang sama.
Contoh: Hukum sebagai petugas dalam hal ini adalah polisi, atau hukum adalah simbol,
atau hukum adalah undang-undang atau hukum adalah seperangkat kaedah yang mengatur
tingkah laku manusia yang terhadap penyimpangannya dapat dikenakan sanksi yang
memaksa. Sanksi sendiri adalah padahan/imbalan/akibat dari suatu perbuatan, maka dari
itu sanksi tidak selalu berbentuk hukuman, sanksi dapat saja berebentuk penghargaan atau
suatu yang positif. Perbuatan itu sendiri tidak harus selalu aktif, tidak melakukan
sesuatupun ialah sebuah perbuatan, “tidak memilih/pembiaran juga merupakan sebuah
perbuatan”.
b. Adat:
i. Arab: Snouck Hurgronje seorang orientalis dan ahli budaya islam dari Belanda yang
menyamar untuk mengalahkan aceh mengatakan bahawa Adat itu diambil dari bahasa
Arab yang artinya kebiasaan. Kebiasaan adalah suatu perbuatan yang diulang-ulang

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

dan dilakukan dalam waktu yang panjang dan dalam bentuk yang sama. Perbuatan ini
diulang-ulang karena dianggap baik, benar, adil, dan sesuai dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Dengan ini, maka kebiasaan itu tidak ajeg dan bisa berubah
sesuai perkembangan. Jika dilihat bahwa Adat itu adalah sebuah kebiasaan, maka
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, tidak dibuat oleh lembaga yang berwenang
dan tidak dikodifikasikan. Ada kebiasaan yang memiliki nilai etis, dimana jika tidak
dijalani akan memiliki sanksi. Seperti contohnya tidak sopan kepada dosen yang sedang
memberi perkuliahan, tidak mengembalikan barang pinjaman, membangkang dengan
orangtua, dan lain sebagainya.
ii. Sansekerta: Tapi ada yang mengatakan bahwa Adat berasal dari bahasa Sansekarta,
dan memiliki dua penggalan, yaitu: A yang berarti Tidak, dan Dato yang berarti
Kekayaan atau Kebendaan. Tapi sebenarnya tidak hanya tentang kebendaan, tapi juga
menyangkut spiritualitas dan kepercayaan. Karena biasanya, didalam benda terdapat
nilai-nilai magis didalamnya, dan nilai-nilai magis itu memiliki pembenaran yang
irasional. Namun mereka mempercayai itu, dan jika Adat dilanggar, akan mendapatkan
sanksi sesuai Adatnya masing-masing.

Pandangan Para Sarjana/Doktrin:


a. Ter Haar: Hukum Adat itu adalah semua aturan yang menjelma di dalam masyarakat. Dia
berangkat dari Teori Keputusan/Beschlissingleer, Ter Haar adalah orang barat yang
memiliki kepercayaan akan budaya hukum tertulis, legisme dan asas legalitas. Ter Haar
bingung banyaknya adat-adat di Indonesia yang memiliki cara dan sanksi yang berbeda-
beda. Sehingga dia percaya bahwa Hukum Adat tidak memiliki kepastian. Sehingga dia
membedakan Hukum Adat dan Adat Istiadat dalam teori Keputusan, yaitu:
i. Hukum Adat: adalah seluruh peraturan masyarakat yang menjelma dalam sebuah
keputusan. Suatu kebiasaan akan berubah menjadi norma hukum jika melalui keputusan
pejabat. Keputusan pejabat itu adalah yang dikehendaki oleh masyarakat. Memiliki
sanksi bila dilanggar. Contoh: Orang Batak yang tidak pernah kenal satu sama lain, dan
tinggal ditempat yang berbeda, namun memiliki marga yang sama, maka mereka
dilarang untuk menikah karena mereka adalah Saudara, jika terjadi maka pernikahan
tidak akan sah.
ii. Adat Istiadat: adalah peraturan yang tidak memiliki dan menjelma dalam sebuah
keputusan. Walaupun dilanggarpun tidak menjadi masalah dan tidak memiliki sanksi
hukum. Contoh: Di Jawa, upacara pernikahan injak telur hanyalah sebuah ritual, jika
tidak diikuti pun, masyarakat akan meyakini perkawinan itu adalah sah.
b. Kusumadi K.: Mengatakan bahwa Teori Ter Haar ini tidak benar, katanya, Adat adalah
sebuah hukum yang telah diadakan dan sedang dijalankan, dan didalamnya sudah memiliki
sanksi hukum. Dari yang paling ringan yaitu cemooh sampai paling berat yaitu hukuman
dan pengusiran. Dan Adat tidak perlu sebuah keputusan untuk menjadi Hukum Adat,
karena masyarakat sudah tahu bahwa Adat itu termasuk norma kesopanan dan norma
hukum. Hukuman atau keputusan itu hanya bersifat formalitas saja, tanpa inipun, Adat
sudah memiliki sanksi hukum.
c. Prof. Hazairin: mengatakan bahwa, hukum itu berasal dari kaedah kesusilaan, apapun
hukum itu barat, islam ataupun adat. Antara hukum dan kesusilaan tidak bisa dipisahkan

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

secara tegas. Karena sebenarnya apa-apa yang dilarang kaedah kesusilaan adalah apa yang
dilarang kaedah hukum, begitu pula apa yang dianjurkan. Menurut Hazairin, semua
kebiasaan dan norma hukum adat berasal dari kesusilaan. Sanksinya bersifat pribadi, dan
bersifat tidak memaksa, baik tidaknya sesuatu ditentukan pribadi itu  Cerita kepada
orang lain pengalamannya  masyarakat mengetahui perbuatan itu baik atau tidak baik
 Masyarakat akhirnya akan menilai perbuatan itu dan apabila itu menyimpang,
masyarakat akan memberi sanksi  anjuran: perbuatan tersebut dianjurkan untuk
dilakukan atau tidak dilakukan, dan sanksinya masih tidak memaksa karena masih berupa
anjuran  karena perbuatan tersebut dinilai sangat baik, maka pada akhirnya masyarakat
akan mengatakan bahwa perbuatan itu harus dilakukan, dan bagi yang tidak baik akan
dikatakan tidak boleh dilakukan  sanksi memaksa  menjadi norma hukum. Contoh:
tidak boleh mengambil barang orang lain.
d. Van Hollenhoven: Seperangkat kaedah atau aturan yang tidak tertulis. Karena tidak
tertulis, disebut adat. Tapi, bagi pelanggarnya memiliki sanksi yang tegas, karena ada
sanksi yang tegas, maka adat disebut juga hukum.
e. Soepomo: Hukum adat adalah norma hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat
Indonesia asli. Walaupun aturan-aturan hukum yang hidup berbeda antar masyarakat,
sumber hukum adat tersebut adalah sama, yaitu pola pikir masyarakat Indonesia. Pola yang
sama ini dikatakan sebagai CORAK HUKUM ADAT. Hanya pengembangannya saja yang
berbeda.

HUKUM ADAT DARI SEGI SOSIOLOGIS


Hukum adat bersumber dari kebiasaan, dimana pengertian dari kebiasaan adalah perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama dalam menghadapi
peristiwa yang sama, maka orang-orang akan berbuat yang sama.
 Proses terbentuknya kebiasaan
Teori terbentuknya kebiasaan dalam kehidupan masyarakat (dari sesuatu yang belum ada
menjadi ada). Hal ini ada dalam buku Soerjono Soekanto. Menurut Soerjono, manusia itu
didalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus berinteraksi, berhubungan dengan manusia
lain, dan berhubungan dengan alam. Jadi ada dua hal kepada siapa setiap orang bisa
berinteraksi; kepada manusia lain dan kepada alam. Dalam melakukan sesuatu, baik dalam
berinteraksi, tentu ada akibat yang ditimbulkannya. Apa yang seseorang peroleh itulah yang
disebut dengan pengalaman. Apapun yang dilakukan, memerlukan pengalaman. Disetiap
aksi, interaksi pasti membutuhkan pengalaman, dari pengalaman, maka didapatkan sesuatu
yang baik maupun yang tidak baik. Dari situlah didapatkan pengetahuan mengenai baik atau
buruknya sesuatu. Sehingga, seseorang mengetahui apa yang sebaiknya atau tidak
seharusnya dilakukan.
Secara teoritis sosiologis, apa yang baik dan apa yang tidak baik itu disebut sistem nilai.
Sistem nilai merupakan pandangan sesaat mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik,
atau apa yang sebaiknya dilakukan dalam berinteraksi. Jadi, dari pengalaman menghasilkan
sistem nilai. Jika bicara dari kacamata hukum, maka kuncinya ada pada nilai (apa yang baik,
yang tidak baik, yang sebaiknya dilakukan, apa yang harus dilakukan, yang tidak boleh
dilakukan, atau apa yang bisa dilakukan > peraturan). Peraturan merupakan bentuk dari
sistem nilai. Kalau sudah tau apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam melakukan
USAHA + DOA = HASIL.
(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

interaksi, Soerjono mengatakan, timbullah yang disebut pola berpikir. Setelah berpikir,
maka manusia akan membuat keputusan, ya atau tidak. Keputusan tersebut dinamakan
sikap. Setelah berpikir, maka orang pasti akan mengambil sikap. Sikap adalah berbuat atau
tidak berbuat, melakukan atau tidak melakukan. Jika sikap ini diwujudkan/dilaksanakan,
maka dinamakan perilaku. Perilaku yang diulang ulang, itulah yang dinamakan kebiasaan.

Jika kebiasaan itu hanya dilakukan oleh pribadi pribadi saja, dan tidak diikuti orang lain, maka
disebut dengan kebiasaan pribadi. Jika kemudian, kebiasaan pribadi itu diikuti orang lain,
masyarakat, karena memang sangat menguntungkan, maka jadilah kebiasaan antar pribadi.

Hukum adat itu adalah kebiasaan antar pribadi. Yang menjadi norma hukum adalah yang
memiliki sanksi memaksa, kalau tidak memaksa, itu hanya kebiasaan.
Kalau tinjauannya sosiologis, maka sistem nilai dulu baru pola berpikir.
Kalau tinjauannya yuridis, maka pola berpikir membentuk sistem nilai.
Jika seseorang mengatakan suatu masyarakat berubah, yang berubah dan berkembang adalah
pola berpikir. Kalau pola berpikir berubah, maka nilai juga berubah. Kalau nilai berubah, maka
sikap berubah. Kalau sikap berubah, perilaku berubah. Kalau perilaku berubah, kebiasaan
berubah. Kalau kebiasaan berubah, maka hukumnya (bisa) berubah.

HUKUM ADAT DARI SEGI YURIDIS


Norma adalah seperangkat pedoman yang harus diikuti oleh orang-orang didalam menjalani
kehidupan. Norma terbagi 2, yaitu norma pribadi dan norma antar pribadi.
1. Norma pribadi ada dua, yaitu kepercayaan dan kesusilaan
Kesusilaan: Jika suatu perilaku atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, buruk atau
baiknya perbuatan itu dia sendiri yang menentukan.
2. Norma antar pribadi ada kesopanan dan hukum
Kesopanan: Jika, perbuatan/norma itu sudah menjadi aturan yang diikuti oleh masyarakat
dan kalau dilanggar, sanksinya diberikan oleh masyarakat tetapi belum memaksa.
Hukum: Jika kebiasaan itu memasyarakat (diikuti orang banyak) dan kalau dilanggar
sanksinya memaksa
Jika kita bicara yuridis, maka kita bicara sanksi.
Jika suatu peraturan memiliki sanksi yang memaksa, maka kebiasaan itulah yang dimaksud
hukum adat. Oleh karena itu, jika dilihat proses bagaimana suatu kebiasaan menjadi hukum,
maka dapat dilihat bahwa nilai bisa berubah kalau pengalaman berubah. Nilai bisa berubah jika
pola berpikir berubah (yuridis). Jika nilai pola berpikir berubah > nilai berubah > perilaku
berubah, maka kebiasaan juga berubah. Norma yang awalnya kesopanan, bisa jadi norma
hukum dan vice versa. Kebiasaan akan selalu berubah, sesuai dengan perubahan yang terjadi
didalam masyarakat.
Salah satu ciri dari hukum adat adalah hukum adat bersifat dinamis. Artinya norma-norma
hukum adat akan selalu berubah, akan selalu berkembang, mengikuti perkembangan
masyarakat dimana hukum adat berlaku. Mengapa dinamis? Karena proses terbentuknya yang
membuatnya demikian dan juga hukum adat bersumber dari kebiasaan, dimana kebiasaan bisa
kapan saja berubah. Contoh: Orang Minang, secara tradisional matrilineal, suami/ayah tidak
bertanggungjawab secara materi terhadap kehidupan istri dan anaknya. Hal ini karena seorang

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

suami fungsinya adalah sebagai tamu di rumah istrinya. Perannya hanyalah sebagai
pembangkit keturunan. Dengan berubahnya pola berpikir, maka kebiasaan juga berubah. Yang
awalnya suami tidak bertanggungjawab atas istri dan anaknya, sekarang suami
bertanggungjawab dan anak juga merupakan ahli waris. Dengan merubah pola pergaulan dan
pola berpikir, maka dapat merubah hukum yang hidup dalam masyarakat.
Hal itulah mengapa hukum adat bersifat dinamis.

Hukum tertulis adalah aturan-aturan hukum yang dibuat melalui suatu proses yang sudah
ditentukan oleh UU oleh badan-badan dan lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan
untuk membuat UU. Hukum adat tidak melalui proses seperti itu, karena berawal atau
bersumber dari kebiasaan, dan prosesnya berada di dalam masyarakat. Jadi hukum adat adalah
aturan hukum yang tidak dibuat oleh badan-badan yang berwenang. Karena itu dinamakan
hukum tidak tertulis. Kalau ditanya mengenai kenapa hukum adat tidak tertulis dan mengapa
hukum adat dinamis, maka jawabnya dengan proses pembentukannya. Hukum adat walaupun
ada yang bentuknya tertulis, tapi tetap dianggap sebagai hukum tidak tertulis, karena bukan
dilihat dari bentuknya, tapi dilihat dari proses terbentuknya aturan hukum adat itu.
Contoh: putusan hakim; setiap putusan hakim harus menyebutkan dasar putusannya. Hakim A
memutus menghukum seseorang 10 tahun berdasarkan KUHP. Hakim B memutus bahwa si X
didenda 10 ekor kerbau karena telah melanggar adat istiadat berdasarkan nilai-nilai yang hidup
di dalam masyarakat.
- Putusan hakim itu tertulis
- Jika dasar putusannya mengatakan berdasarkan hukum adat, maka dia termasuk hukum
tidak tertulis walaupun putusannya tertulis.

UNSUR-UNSUR PEMBENTUK HUKUM ADAT


Hukum adat dari sudut istilah, terbentuk dari kebiasaan, karena arti adat adalah kebiasaan.
Sehingga jika bicara mengenai hukum adat, sama dengan hukum kebiasaan. Pengertian hukum
adat itu sendiri adalah norma-norma, aturan-aturan, pedoman-pedoman yang terbentuk dari
kebiasaan. Dengan demikian, sampai saat ini hukum adat pembentuknya adalah kebiasaan.
Hukum adat lahir dan tumbuh sejak adanya manusia di Indonesia. Kemudian, masuklah agama
ke bangsa Indonesia. Sampai sejauh mana agama mempengaruhi terbentuknya hukum adat?
Apakah agama merubah norma hukum adat?
Jika ya, maka agama setara dengan pembentuk hukum adat. Sehingga, unsur pembentuk dari
hukum adat itu tidak hanya kebiasaan tetapi juga agama.
Ada 3 pendapat para ahli mengenai unsur pembentuk hukum adat:
1. Van den Berg
Menurutnya, hukum adat dengan datangnya agama adalah keseluruhan dari agama, kecuali
jika bisa dibuktikan sebaliknya. Misalnya, hukum adat Minangkabau berasal dari agama
islam. Teori yang dikemukakan oleh Van den Berg ini dinamakan Teori Receptio in
Complexu. Teori ini secara umum mengatakan bahwa penerimaan secara utuh hukum dari
suatu bangsa yang lain oleh suatu bangsa. Menurutnya, hukum adat yang dianut oleh orang

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Indonesia sepenuhnya berasal dari agama masing masing, kecuali jika bisa dibuktikan
sebaliknya. Hal ini supaya lebih gampang menundukkan orang Indonesia. Teori Receptie
(Snouck Hurgonje), menepatkan hukum agama dibawah hukum adat. Sehingga pada toeri
ini dianggap masyarakat adat dapat menggunakan hukum atau unsur agama sesuai dengan
pilihannya. Hukum agama berlaku jika ada penerimaan di masyarakat.
Pendapat ini kemudian ditentang oleh Van Vollenhoven.
2. Van Vollenhoven
Sepanjang menyangkut bidang hukum publik, itu adalah asli dari kebiasaan hukum orang
Indonesia asli. Yang dipengaruhi oleh agama adalah bidang hukum privat/perdata. Dan
pendapat itu ditentang oleh Ter Haar.
3. Ter Haar
Menurutnya, memang bidang publik asli Indonesia tapi tidak semua bidang private dari
agama. Menurut Ter Haar yang dipengaruhi oleh agama adalah hukum perkawinan. Hukum
perkawinan pun hanya segi formal dari perkawinan. Tapi segala akibat hukum dari
perkawinan itu adalah asli dari kebiasaan. Sehingga hanya sebagian kecil dari hukum adat
yang terbentuk dari agama, dan sebagian besarnya tetap berasal dari kebiasaan. Sepanjang
mengangkut sahnya perkawinan, syarat-syarat perkawinan, larangan-larangan perkawinan,
dan segi formal dari perkawinan berasal dari agama. Segi materiil dari perkawinan seperti
akibat hukum dari perkawinan adalah kebiasaan.
Contoh: Orang minangkabau. Adat minangkabau bersendi pada al-Quran. Tetapi, tidak
semua adat minangkabau sejalan dengan Al-Qur'an, contohnya adalah anak tidak mendapat
warisan dari ayahnya. Hal ini sangat bertentangan dengan al-quran.
Bagaimana kalau terjadi pertentangan antara adat dengan agama?
Pada waktu pemerintahan hindia belanda, berlaku suatu asas, yaitu hukum agama baru bisa
berlaku bila sudah diterima sebagai hukum adat. Teori inilah yang dikenal sebagai Teori
Receptie. Jadi selama hukum agama belum diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat,
maka agama tidak berlaku. Kalau terjadi pertentangan antara agama dan adat, maka yang
berlaku adalah hukum adat. Ada pengecualian yaitu pada masyarakat Bali. Di Bali, agama
dan adat tidak dapat dipisahkan. Hukum adat Bali adalah hukum agamanya.

PROSES TERBENTUKNYA HUKUM ADAT


Menurut Soerjono Soekanto:
Sosiologis:
Gregariousness: Manusia tidak bisa hidup sendiri dan akan selalu berada dalam masyarakat.
Manusia sejak lahir pasti akan melakukan sebuah interaksi. Dari interaksi akan muncul
pengalaman, baik positif maupun negatif. Dari pengalaman lahirlah nilai, sesuatu yang
dianggap baik atau tidak baik, adil atau tidak adil, dan seterusnya. Nilai ini ditentukan dari baik
buruknya pengalaman. Dari nilai ini, akan lahir sebuah sikap, yaitu kecerendungan untuk
berbuat. Jika sikap ini dilakukan, maka muncul perilaku, sebuah bentuk konkret dari sikap.
Jika perilaku ini diulang secara terus menerus, akan melahirkan kebiasaan. Kenapa diulang?
Karena disukai. Kenapa disukai? Karena dianggap adil dan benar. Lama kelamaan kebiasaan
ini akan menjadi norma. Norma adalah abstraksi dari perilaku yang diulang-ulang. Dan norma
ini akan menjadi hal yang membatasi perilaku.
Hukum

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Gregariousness  Interaksi  Pengalaman (+/-) Nilai  Sikap  Perilaku


Kebiasaan  Norma  Hukum Adat. Semua ini adalah satu kesatuan dimana jika ada
satu elemen yang berubah, maka akan berubah pula seterusnya.

Yuridis:
Aspek yuridis diambil dari perilaku. Perilaku ini memiliki tingkatan, yaitu:

1. Cara/Usage: memiliki sanksi yang lemah.


2. Kebiasaan/Folksway: karena sudah disukai, memiliki sanksi yang lebih berat.
3. Standar Tata Kelakuan/Mores: menjadi acuan akan personaliti dalam sebuah masyarakat.
Menjadi tolak ukur identifikasi masyarakat apa. Lebih dari kebiasaan. Jika dilanggar, sanksinya
sudah mulai bersifat hukuman.
4. Adat/Custom: inilah adat. Sudah menjadi hukum yang memiliki sanksi keras didalamnya.

Yang khas dari hukum adat adalah kita tidak tahu kapan hukum adat berubah dan tidak bisa
dilihat. Cara melihat hukum adat berubah atau tidak adalah melihatnya dari perspektif orang
lain atau masyarakat lain. Masyarakat berubah, hukum adat berubah. Masyarakat akan berubah
jika interaksi berubah, interaksi berubah karena banyak faktor seperti pendidikan, teknologi,
demokrasi, keadilan dan sebagainya.

CIRI-CIRI HUKUM ADAT


Dari teori mengenai kebiasaan dari segi sosiologis dan norma yuridis, ada dua hal yang dapat
dilihat berkaitan dengan hukum adat, yaitu dilihat dari proses bagaimana terbentuknya hukum
adat. Dari sudut tersebut, maka hukum adat memiliki ciri sebagai berikut:
1. Hukum adat adalah sistem hukum yang akan selalu berubah atau dinamis
Perubahan itu dilihat dari proses terbentuknya kebiasaan itu. Karena, kebiasaan itu yang
pada akhirnya menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk. Pada kenyataannya,
yang baik dan tidak baik itu tidak tetap dan selalu akan berubah. Jika seseorang melakukan
perbuatan yang berbeda dari sebelumnya, hasilnya juga mungkin berbeda. Dan jika
seseorang melakukan perbuatan yang sama dengan sebelumnya, hasilnya juga mungkin
sama.
2. Hukum yang tidak tertulis
Norma hukum adat itu tidak dibentuk dan tidak dibuat oleh badan-badan yang berwenang
menurut undang-undang dalam membuat peraturan.Karena hukum adat itu tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat dan berpedoman dari pola berpikir
masyarakat. Oleh karena itu, hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis.

ASPEK-ASPEK DARI SISTEM HUKUM ADAT


Soejono Soekanto memberikan beberapa ciri dan aspek mengenai sistem hukum adat. Ia
mengatakan bahwa:
1. Adanya pengaruh yang menentukan dari sistem sosial masyarakat dimana sistem sosial
kemasyarakatan ini dasarnya dapat dikembalikan kepada faktor teritorial dan faktor
geneologis. Faktor geneologis itu adalah faktor kekerabatan atau hubungan darah. Faktor

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

teritorial adalah faktor tempat tinggal. Yang lahir dari sistem hukum adat itu sangat
dipengaruhi oleh faktor geneologis dan faktor teritorial adat ini. Segala sesuatu norma yang
berkaitan dengan masalah-masalah publik, seperti sistem pemerintahan, sistem kekuasaan,
kepala adat, dan seterusnya, sangat dipengaruhi oleh faktor teritorial. Sedangkat bidang
hukum privat, seperti hak-hak pribadi, hak-hak kemasyarakatan yang sifatnya privat, dll,
sangat dipengaruhi oleh faktor geneologis.
2. Fungsi yang utama dari norma hukum adat adalah untuk menyerasikan serta menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban pribadi dengan hak dan kewajiban masyarakat.
Contoh:
- Hak masyarakat adalah mempertahankan keberadaan dan kemurnian klan.
Perkawinan adalah hak yang sifatnya pribadi, tetapi ada hukumnya. Misalnya dilarang
kawin dengan orang yang memiliki marga yang sama.
- Setiap orang diberikan hak atas tanah, akan tetapi penggunaan hak tidak boleh
melanggar hak masyarakat. Aturan hukum itu adalah dalam rangka menyeimbangkan
hak dan kewajiban pribadi dengan hak dan kewajiban masyarakat.
3. Norma-norma hukum adat itu merupakan refleksi atau pencerminan dari harapan
masyarakat. Pencerminan ini didasarkan pada nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat
itu. Hal ini dilihat dari proses terbentuknya hukum adat. Karena dari proses terbentuknya
hukum adat dapat dilihat bahwa yang akan menjadi norma hukum adat apa yang menurut
masyarakat sesuatu yang harus dipertahankan. Jadi, dilihat dari pendapatnya Hazairin
maupun Ter Haar.
4. Hukum adat merupakan sistem hukum yang tidak tertulis.
5. Sanksi negatif hanya tujuan mencapai harmoni internal dan eksternal. Hukuman menurut
hukum adat adalah untuk mengembalikan keseimbangan didalam masyarakat yang sudah
terganggu dengan adanya perbuatan melawan hukum. Hukum adat berorientasi pada
kedudukan seseorang. Makin tinggi kedudukan seseorang, makin besar
pertanggungjawabannya. Jadi kalau orang yang berkedudukan tinggi melanggar suatu
aturan, maka hukumannya harus lebih berat. Dalam menemukan hukum adat itu,
pemikiran yang dipakai adalah induktif. Maksudnya adalah dari berbagai fakta di
lapangan, ditarik kesimpulan bahwa seperti inilah hukum adat itu. Ini berkaitan dengan
metode penemuan norma-norma hukum adat.
Dasar dari poin satu sampai tiga itu adalah proses terbentuknya hukum adat.

PERBEDAAN SISTEM HUKUM ADAT DAN HUKUM BARAT

Hukum Barat Hukum Adat


Mengenal dan mempertentangkan hak Mengenal hak kebendaan dan hak
kebendaan (zakelijkrechten) dengan hak perseorangan namun tidak
perorangan (persoonlijkrechten). mempertentangkannya.
Hak kebendaan bersifat mutlak / absolut, Hak kebendaan bersifat relatif. Apabila A
yang berarti dapat dipertahankan terhadap memiliki sebidang tanah, tanah tersebut
setiap orang. Contohnya adalah hak harus bermanfaat pula untuk masyarakat
eigendom (hak milik atas tanah) dan hak atas setempat. A tidak memiliki hak absolut atas

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

benda bergerak yang dapat dipertahankan tanah, dan A tidak punya kebebasan mutlak
dari siapapun juga. Dalam BW, pemilik atas tanah tersebut. A harus membuat tanah
tanah dapat melakukan apapun yang ia itu produktif bagi dia dan orang lain. Apabila
kehendaki untuk menggunakan tanahnya, tanah itu dibiarkan kosong, maka diambil
entah mengolahnya atau membiarkannya alih kembali oleh masyarakat adat dan
sehingga bersifat individualistis. Untuk dijadikan tanah ulayat (tanah bersama) dan
mengambil alih tanah, harus ada ganti ditetapkan oleh kepala adat, karena pada
untung. Kegiatan jual beli tanah di hukum dasarnya A mendapat tanah karena ia
Barat termasuk perikatan. Dalam BW, anggota masyarakat setempat. A kehilangan
perikatan bersifat kepribadian (hanya antara hak milik atas tanah. Tanah menurut hukum
orang-orang yang terikat dalam perjanjian). adat harus memiliki fungsi sosial. Saat tanah
tidak berfungsi sosial, tanah bisa diambil alih
tanpa memberikan ganti apapun kepada
pemilik tanah. Apabila A ingin menyuruh B
untuk menggarap tanahnya, B harus
merupakan orang dari masyarakat setempat
pula (orang dalam kampung yang sama
dengan si A). Saat panen, hasil panen dibagi
dua antara A dan B. Apabila B orang luar,
maka B akan diupah, dan B menjadi buruh
tani si A.

Hak perorangan bersifat relatif / nisbi, yaitu Hak perorangan di hukum adat menjadi hak
hanya dapat dipertahankan terhadap orang- mutlak, karena dapat dipertahankan kepada
orang tertentu saja. Contohnya, A dan B orang lain di luar perjanjian. Contoh: A
melakukan kegiatan pinjam meminjam. B meminjam uang kepada B. Apabila A tidak
memiliki hak untuk menuntut A saja. B mampu bayar, maka B bisa meminta bayaran
hanya dapat mempertahankan haknya kepada klan / keluarga besar A, karena
terhadap A saja. A dan B sama-sama keluarga besar A dan B terkait dalam
memiliki hak perorangan satu sama lain. perjanjian tersebut, yang disebut perjanjian
pertanggungan kerabat. Tanggung jawab A
juga merupakan tanggung jawab keluarga
besar A.

Jual beli tanah di hukum Barat termasuk ke Jual beli tanah di hukum adat bukan
dalam perikatan. termasuk kedalam perikatan.
Hukum Barat mengenal pembedaan hukum Mengenal pembidangan hukum publik dan
publik dengan hukum perdata / privat. privat, namun tidak ada batasan yang jelas.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur Kasus pidana dalam hukum adat dapat
hubungan antara negara dan warga negara. diselesaikan dengan cara kekeluargaan. A
Norma-normanya sudah ditentukan oleh membunuh B, apabila keluarga besar B
negara, karena negara merupakan organisasi memaafkan dan menerima ganti rugi dari A
kedaulatan yang paling tinggi. dan mengadakan upacara adat, maka kasus

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Contoh: A membunuh B yang termasuk tersebut selesai. Hal ini dikarenakan sifat
peristiwa pidana. Aturan mengenai hal hukum adat yang mengembalikan ke kondisi
tersebut sudah diatur oleh negara, orang lain semula.
tidak boleh mengganggu gugat (warga Perkawinan (bidang hukum privat): kepala
negara lain tidak boleh ikut campur)  A adat juga punya kewenangan untuk mengatur
diancam hukuman pidana. Perkataan ‘maaf’ masalah perkawinan.
tidak termasuk alasan penghapus pidana. Pembuktian hak (bidang hukum privat):
Norma dibuat oleh negara untuk melindungi dalam hukum adat, pembuktian hak ada di
seluruh masyarakat. tangan kepala adat.
Jual beli tanah: harus dilakukan di depan
Hukum privat mengatur hubungan antara kepala adat, jika tidak, maka jual beli itu
warga negara dengan warga negara lainnya. dianggap tidak pernah ada. Pembuktian hak
Hukum dibuat oleh orang-orang yang terikat, milik pribadi juga ada di tangan kepala adat.
contohnya: perkawinan, waris, hutang Jadi walaupun secara praktiknya ada yang
piutang. Kesepakatan menjadi hukum bagi publik dan privat, tetapi secara teoritis,
masing-masing pihak. Apabila terjadi hukum adat tidak memisahkan hal itu.
pertentangan memakai UU yang dibuat oleh
negara, yang menunjukkan campur tangan
negara dalam kehidupan warga negara.
Memiliki hukum acara publik dan privat Hanya ada satu hukum acara, yang diadili
karena ada perbedaan materiil. oleh hakim adat.
Perbedaan hukum acara, misalnya hukum Putusan hakim adat mengembalikan ke
acara pidana menggunakan KUHAP, hukum keadaan semula. Putusan yang dihasilkan
privat dengan HIR / RBG, di mana dalam bersifat win-win solution.
kasus perdata, tidak ada jaksa, namun ada Hukum acara yang digunakan adalah
pengacara tergugat dan penggugat. Ada musyawarah mufakat dan upacara adat.
hakim, dan pembuktian secara formil.

KEBERADAAN DAN KEDUDUKAN HUKUM ADAT


Bidang hukum privat/perdata menyangkut kepentingan pribadi. Karena kepentingan pribadi,
setiap orang memiliki hak untuk menentukan apa yang ingin ia lakukan sepanjang tidak
merugikan orang lain. Dalam bidang hukum privat mengenai hak pribadi, paling tidak ada dua
undang-undang:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
UU Perkawinan ini adalah UU yang mengatur mengenai perkawinan bagi warga negara
Indonesia dimanapun mereka berada dan dimanapun melakukan perkawinan.
Walaupun jika orang Indonesia tersebut menikah di luar negeri, sebut saja Kuala
Lumpur, maka yang digunakan tetap hukum perkawinan Indonesia karena dia masih
warga negara Indonesia.
Apakah dengan berlakunya UU Perkawinan ini hukum perkawinan adat menjadi tidak
berlaku?
Hal ini kembali lagi kepada Pasal 2 Aturan Peralihan, yaitu hukum adat berlaku
sepanjang belum ada yang baru. Dalam kenyataannya, orang Indonesia Asli masih
USAHA + DOA = HASIL.
(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

terikat kepada hukum adatnya masing-masing. Jadi, mereka tetap kembali ke hukum
adatnya walaupun sudah berlakunya UU Perkawinan. UU mengenai Perkawinan ini
mencakup dua bidang; bidang formil dan bidang materiil. Bidang formil mengandung
hal yang berkaitan dengan administrasi, sahnya perkawinan, larangan-larangan
perkawinan, dan syarat-syarat perkawinan. Sebagian besar yang ada di UU Perkawinan
ini, seperti larangan perkawinan, sama dengan apa yang ada di hukum adat. Ada hal-
hal yang berada dan diatur di masyarakat adat, tetapi tidak diatur dalam UU
Perkawinan. Contoh:
Menurut hukum adat, pada masyarakat yang berklan, perkawinan tidak boleh didalam
klan. Hal ini tidak ada didalam UU Perkawinan. UU Perkawinan mengatakan dalam
salah satu pasalnya bahwa hukum perkawinan BW, hukum perkawinan campuran,
hukum perkawinan bagi orang kristen, dan peraturan lainnya tidak berlaku sepanjang
sudah diatur oleh UU Perkawinan. Artinya, BW dan semua peraturan perkawinan
dalam hukum barat tidak berlaku lagi, sepanjang sudah diatur. Tetapi, undang-undang
ini tidak menyebut hukum islam dan hukum adat secara jelas dan eksplisit. Jadi, kalau
sudah diatur, maka hanya UU ini yang berlaku. Menurut hukum adat, perkawinan sah
apabila dilakukan menurut agama masing-masing. Hal ini sama dengan perundang-
undangan barat. Masyarakat adat mengatakan bahwa dengan datangnya agama,
perkawinan sah menurut agama. Kemudian, masyarakat adat juga melarang
perkawinan yang sedarah, perkawinan yang sebelumnya sudah terikat hubungan
(seperti, menikah dengan mertua, dll). Untuk masyarakat yang berklan, mereka tetap
mengikuti dan terikat hukum adatnya dengan prinsip tetap dilarang perkawinan dalam
klan.
UU Perkawinan mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan sebagai Suami-Isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha
Esa. Hukum adat mengartikan perkawinan bukan sebagai ikatan lahir batin antara dua
orang (pria dan wanita), tetapi ikatan kekeluargaan antar dua keluarga dan dua
masyarakat. Tidak menyangkut pribadi, tetapi menyangkut keluarga.

Dalam UU Perkawinan, apabila perkawinan telah terjadi, maka seorang istri berada
dalam ikatan hak dan kewajiban yang sama. Sedangkan dalam hukum adat, perkawinan
itu urusan keluarga dan urusan masyarakat, jadi suami istri tetap terpisah dalam ikatan
dua keluarga, tidak menjadi satu. Yang mengikat mereka adalah perkawinan atau ijab
kabul dalam islam. Diluar itu, mereka masing-masing. Pada kenyataan sekarang ini,
secara umum dalam kehidupan masyarakat Indonesia
(kecuali orang Jawa; orang Jawa sama persis dengan UU Perkawinan):
- Patrilineal
Istri setelah menikah harus ikut keluarga suami, hak dan kewajibannya terikat pada
hak dan kewajiban suami, dan ia putus hubungan dengan keluarganya
- Matrilineal
Secara sosiologis memang tidak terlihat, tetapi dari segi hukumnya, tetap saja
suami istri terpisah dalam keluarga masing-masing.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Jadi, tidak sepenuhnya orang Indonesia asli tunduk kepada UU Perkawinan. Mereka
tidak bisa dihukum karena hal ini merupakan bidang hukum privat, dimana mereka
sendiri yang memilih mau mengikuti yang mana.
Hukum perkawinan dan seluruh bidang hukum adat sangat dipengaruhi oleh sistem
kekeluargaan. Ada tiga sistem kekeluargaan:
A. Patrilineal
Anak hanya berhubungan dengan ayahnya. Dalam adat Batak, marga anak pasti
marga ayahnya. Kalau orang Bali, pura ayahnya pasti pura anaknya. Dalam adat
Batak, apabila ingin menikah, maka keluarga laki-laki wajib membayar sinamot
kepada keluarga perempuan. Fungsi dari membayar sinamot ini adalah menentukan
terjadi atau tidaknya perkawinan. Pada kenyataannya, hingga saat ini membayar
sinamot ini masih terjadi.
Dalam hal ini, kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Kewenangannya
juga lebih kecil dari suaminya. Dalam rumah tangga, yang berkuasa adalah
suaminya. Perempuan pada patrilineal tidak berhak menerima warisan karena
perempuan bukan ahli waris.
B. Matrilineal
Dalam matrilineal, anak hanya berhubungan dengan ibu dan keluarga ibunya.
C. Bilateral
Ciri pertama dari bilateral adalah bahwa setiap orang akan punya hubungan hukum
dan hubungan keluarga dengan ayah dan ibunya. Hubungan anak dengan ayah dan
ibunya sama, dan dua duanya sama sama bertanggungjawab terhadap anak. Semua
hukum perkawinan pasti merujuk kepada sistem bilateral. UU No. 1 Tahun 1974
tidak ada satu pasal pun yang menyebut tentang istilah bilateral. Tetapi, pada
dasarnya UU Perkawinan itu, jika dilihat dari sistem kekeluargaan menurut hukum
adat, maka UU Perkawinan ini menganut sistem bilateral. Hal ini dilihat dari
kedudukan anak, yaitu anak tanggungjawab dua orang tua, mempunyai hubungan
dengan ayah maupun ibu. Oleh karena itu, sepanjang menyangkut hukum adat
perkawinan orang jawa, maka ada kesamaan antara UU No. 1 Tahun 1974 dengan
hukum perkawinan orang Jawa.
Yang berbeda hanyalah kedudukan suami istri. UU No. 1 Tahun 1974, suami istri
berada dalam ikatan hak dan kewajiban yang sama. Sedangkan dalam hukum adat,
suami istri tetap terpisah dalam keluarga masing-masing. Hal ini karena dalam
hubungan keluarga, hubungan darah menjadi dasar bagi hukum adat. Kalau orang
tidak punya hubungan darah, berarti tidak sekeluarga. Suami istri pasti tidak
memiliki hubungan darah, karena itu mereka tetap berada dalam hubungan keluarga
yang berbeda. Diluar kedudukan suami istri, maka norma-norma perkawinan orang
Jawa sama dengan UU Perkawinan.
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
Benda yang paling kompleks saat ini adalah tanah. Apakah dengan adanya UUPA
hukum adat yang mengatur tentang tanah menjadi tidak berlaku?
UUPA disusun dengan berpedoman kepada hukum adat. Dengan demikian, hukum adat
menjadi tidak berlaku. Prinsip dasar dan asas dasar tentang hak atas tanah, maka UUPA

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

dengan hukum adat sama. Karena baik UUPA maupun hukum adat, prinsip dasar yang
dianut adalah prinsip kebersamaan dimana kebersamaan ini diambil dari hukum adat.
Dalam hukum adat, hak setiap orang atas tanah terikat kepada hak masyarakat. Oleh
karena itu jika seseorang mempunyai tanah atau hak atas tanah, maka orang itu harus
memanfaatkan tanahnya, bukan hanya untuk kepentingannya tetapi juga kepentingan
masyarakat hukum adat. Seseorang yang memiliki tanah tidak boleh menelantarkan
tanahnya sehingga harus digunakan tanah itu. Jika sudah melalui proses tertentu tanah
tetap tidak diusahakan, maka hak orang itu akan dicabut. Dalam UUPA pasal 6
mengatakan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial. Maksudnya adalah tanah tidak
hanya bermanfaat bagi pemiliknya, tetapi harus memberikan manfaat untuk orang lain.
Pasal 9 UUPA, yang boleh mempunyai hak milik paling kuat hanyalah warga negara
Indonesia, jadi WNA tidak boleh. Hal ini juga sama dengan hukum adat, yaitu yang
boleh memiliki tanah di suatu wilayah hukum adat, hanya anggota masyarakat tersebut.
Dengan demikian, ternyata norma-norma hukum adat tidak bisa berlaku. Kalau
berpedoman pada UUPA, maka hukum tanah adat bisa dikatakan tidak bisa berlaku
lagi. Ada suatu prinsip yang mengatakan bahwa suatu prinsip hukum dapat melahirkan
berbagai macam norma hukum. Pada tanah ini, prinsipnya sama yaitu asas
kebersamaan, akan tetapi pasal pasal yang ada di UUPA dan norma-norma hukum tanah
adat yang lahir dari prinsip kebersamaan, saling bertentangan. Ruang lingkup berlaku
prinsip itu berbeda. Hukum tanah adat prinsip kebersamaannya bersama dalam
masyarakat hukum adat. Sementara UUPA, kebersamaan itu didalam bangsa Indonesia.
Contoh: Tidak boleh ada jual beli tanah diantara orang-orang yang berbeda masyarakat
hukum adatnya. Hal ini tidak bisa berlaku di UUPA, karena di UUPA ruang lingkupnya
adalah bangsa Indonesia, yang merupakan gabungan dari seluruh masyarakat hukum
adat di Indonesia. Semua warga negara Indonesia berhak memiliki tanah dimanapun di
wilayah Indonesia. Oleh karena itu, norma-norma hukum adat tidak bisa berlaku karena
ruang lingkupnya berbeda. Masyarakat hukum adat masing-masing mempunyai satu
wilayah tempat tinggal.
Dengan berlakunya UUPA, Hukum tanah adat menjadi tidak berlaku. tetapi,
masyarakat di luar Jawa mengenal hak wilayah. Hak wilayah ini diakui oleh UUPA
pasal 33, yaitu hak wilayah hukum adat diakui sepanjang kenyataannya masih ada. Dan
ini harus memenuhi banyak syarat. Aturan-aturan yang ada ini bertujuan untuk
menghapuskan hak-hak dari masyarakat hukum adat di Indonesia. Karena, kepentingan
tanah terbentur dengan masalah hak wilayah. Secara yuridis, hukum tanah adat tidak
berlaku, tetapi secara sosiologis masih berlaku.
3. UU No. 14 tahun 1970
Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman adalah UU yang isinya memberikan
kedudukan kepada keberadaan hukum adat. Ada dua pasal yang salah satunya
menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengetahui, memahami nilai nilai yang
hidup dalam masyarakat. Jika membicarakan nilai ini, maka berarti membicarakan
hukum adat.
Pasal yang kedua menyatakan bahwa jika hakim memutuskan suatu perkara, dan
putusan itu isinya hukuman, maka hakim harus menyebutkan dasar dari keputusannya.
Jadi harus menyebutkan Undang-Undang mana yang menjadi dasar keputusannya.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Seandainya tidak ditemukan, maka dicari didalam hukum tidak tertulis (hukum adat).
Artinya, dalam keputusan hakim harus disebutkan dasar hukumnya, jika tidak ada
UUnya, maka dicari dalam hukum tidak tertulis, seperti hukum kebiasaan atau hukum
adat. Hukum adat bisa dijadikan dasar putusan.
Contoh:
Masyarakat Lombok adalah masyarakat yang patrilineal. Perkawinan terjadi kalau
pihak laki-laki mampu membayar barang jujur. Makin tinggi status sosialnya, makin
tinggi nilai magisnya. Jika lelaki tidak mampu membayar barang jujur, maka jalan
keluarnya adalah kawin lari. Kalau sudah dibawa lari, maka harus dinikahkan, kalau
tidak dinikahkan maka melawan adat. Tiba-tiba, laki lakinya kabur, tidak jadi menikahi
perempuannya. Keluarga perempuan pun mengadu kepada pengadilan. Begitu
diperiksa oleh hakim, hakimnya bingung karena dasar hukumnya tidak ditemukan di
perundangundangan. Akhirnya, pihak laki-laki dikenakan denda dengan dasar
hukumnya hukum adat. UU ini pada dasarnya memberikan kedudukan kepada hukum
adat, karena masih bisa dipakai sepanjang belum diatur dalam UU.

BERLAKUNYA HUKUM ADAT


Menurut Soerjono, suatu sistem hukum yang baik adalah apabila sistem hukum itu untuk
berlakunya harus memenuhi tiga dasar:
1. Dasar Sosiologis
Menurut Soerjono, dilihat dari dasar sosiologis, maka hukum itu harus diketahui,
dimengerti, dipahami, dan ditaati oleh warga masyarakat. Apakah hukum adat
mempunyai dasar ini?
Contoh:
A pergi ke Minangkabau. A melihat ada seorang suami yang kaya raya meninggal.
Tetapi, anaknya tidak dapat apa-apa. Lalu A bertanya ke B mengapa demikian. Hal ini
karena apa yang diketahui, dimengerti, dipahami dan ditaati oleh masyarakat adat
Minangkabau, seperti itu. Untuk membuktikan ini menggunakan proses terbentuknya
hukum adat.
2. Dasar Filosofis
Kalau orang barat dasar pemikirannya adalah individualistis. Kalau yang komunis,
falsafahnya adalah komunal. Sedangkan falsafah dasar dari bangsa Indonesia adalah
adanya keseimbangan antara individu dengan masyarakat. Hal ini termuat dan
terkandung dalam pancasila.
Suatu hukum yang baik itu dasarnya adalah harus sejalan dengan falsafah dasarnya.
Jika hukum adat sejalan dengan pancasila, maka hukum adat memiliki dasar filosofis.
Pancasila lahir dari kebudayaan asli Indonesia. Hukum adat juga merupakan
kebudayaan asli bangsa Indonesia. Jadi, pancasila dan hukum adat sama sama digali
dari kebudayaan Indonesia. Apapun norma hukum yang lahir di Indonesia harus
menyerasikan dengan hak dan kewajiban masyarakat. Jadi, kalau dilihat dari prinsip
dasar, yang dianut oleh pancasila dan hukum adat bisa dikatakan bahwa dua duanya
berprinsip kebersamaan.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

Kebersamaan yang dikandung dalam pancasila adalah kebersamaan dalam ruang


lingkup bangsa Indonesia. Artinya, setiap warga negara Indonesia harus
menyeimbangkan hak dan kewajibannya dengan hak dan kewajiban bangsa Indonesia.
Perbedaan antara hukum adat dan pancasila memiliki perbedaan dalam prinsip
kebersamaannya. Dalam hukum adat ruang lingkup kebersamaannya hanyalah
masyarakat hukum adat. Sedangkan ruang lingkup kebersamaan pancasila adalah
bangsa Indonesia, dimana bangsa Indonesia merupakan gabungan dari seluruh anggota
masyarakat hukum adat. Oleh karena pancasila ruang lingkupnya bangsa Indonesia,
maka semua norma hukum adat yang kaitannya dengan masyarakat hukum adat
seharusnya tidak bisa diberlakukan lagi. Hal ini dikarenakan ruang lingkup
kebersamaannya berbeda antara hukum adat dengan bangsa Indonesia.
Contoh:
Anggota masyarakat A tidak boleh menjual tanahnya kepada anggota masyarakat B,
karena hak atas tanah terikat kepada kebersamaan dalam masyarakat hukum adat. Jika
hanya bertitik tolak pada asas kebersamaan, maka hukum adat sejalan dengan pancasila.
Tetapi jika berbicara mengenai ruang lingkup berlakunya asas kebersamaan, hukum
adat berbeda dengan pancasila, karena kebersamaan pancasila pada masyarakat
Indonesia, dan hukum adat adalah masyarakat hukum adat. Akan ada pertentangan
antara hukum adat yang lahir dalam kebersamaan lingkup kecil, dengan kebersamaan
yang lain dari hukum yang besar. Inilah yang disebut oleh Hazairin, prinsip hukum
yang sama dapat melahirkan aturan hukum yang berbeda. Jadi, ada tidaknya dasar
filosofis di hukum adat, tergantung dilihat dari sudut yang mana. Juga, belum tentu
norma hukum adat bisa diterima oleh dasar falsafah bangsa Indonesia, yaitu pancasila.
3. Dasar Yuridis
Bahwa setiap sistem hukum itu harus mempunyai dasar perundang-undangan untuk
berlaku. Semua hukum yang ada di Indonesia harus ada dasar perundang-undangannya
atau dasar yuridisnya. Ada satu undang-undang yang tidak punya dasar yuridis dan
landasan apapun. Undang-undang itu adalah Undang-Undang Dasar. Dasar dari UUD
adalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945
mengatakan bahwa semua badan-badan yang ada dan semua peraturan-peraturan yang
ada tetap berlaku selama belum diadakan yang baru. Berdasarkan pasal 2 ini, maka IS
tetap berlaku walaupun sudah ada UUD 1945. Dalam 131 IS ayat 2 sub B mengatakan
bahwa bagi orang-orang Indonesia asli, didalam perkara-perkara perdata dan dagang,
maka berlakulah hukum adat mereka, kecuali jika kepentingan sosial mereka
menghendaki, maka dapat diberlakukan bagi mereka hukum eropa, hukum eropa yang
sudah diubah, atau hukum yang baru yang merupakan sintesa antara hukum adat dan
hukum eropa. Hukum adat berlaku sepanjang tidak ada kepentingan sosial dan
kepentingan umum. Jika pasal ini ditafsirkan dimana ditujukan kepada pembuat
undang-undang, maka berarti, orang timur asing dan Indonesia asli harus dibuat
kodifikasi hukum yang isinya hukum yang baru, hukum eropa yang sudah diubah, atau
hukum yang berlaku bagi semua orang.
Sampai dengan berakhirnya pemerintah Hindia Belanda, kodifikasi itu tidak pernah
ada. Karena tidak ada, maka yang berlaku bagi orang Indonesia asli sesuai dengan pasal
131 ayat 6 IS adalah hukum yang berlaku saat itu. Salah satu undang-undang yang ada

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

pada saat itu adalah RR. RR pasal 75 mengatakan bahwa didalam perkara-perkara
perdata dan datang bagi orang Indonesia asli dan timur asing, hakim harus memakai
hukum adat mereka. Jadi, dasar yuridis berlakunya hukum adat adalah Pasal 75 RR
yang mulai berlaku pada tahun 1854. Sementara pasal 131 ayat 2 Sub B IS, bukanlah
perintah kepada badanperadilan, tetapi perintah kepada pembuat undang-undang.

Jika suatu sistem hukum memenuhi ketiga dasar ini, maka itu adalah suatu sistem hukum yang
baik. Sebelum tahun 1854, hukum adat tidak memiliki dasar hukum. Tetapi, itu tidak berarti
hukum adat tidak berlaku. Yang menjadi dasarnya hanyalah dasar sosiologis. Kalau filosofis
sejak 18 Agustus 1945, yaitu saat lahirnya pancasila.

APA ITU MASYARAKAT HUKUM ADAT?


Menurut Ter Haar, masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu wilayah tertentu untuk jangka waktu panjang yang mempunyai penguasa, hak
kekayaan yang terlihat maupun yang tidak terlihat, serta tidak ada seorang pun yang berniat
meninggalkan dan membubarkan masyarakat itu. Menurut Hazairin, masyarakat hukum adat
ini paling tidak harus mempunyai tiga unsur:

1. Ada kesatuan penguasa


Ada sekelompok orang dalam masyarakat itu yang diberikan kewenangan untuk mengatur
masyarakat itu, dimana sekelompok orang itu sebagai penguasa yang dipimpin oleh Kepala
Adat. Orang itu berasal dari masyarakat itu sendiri, dan menjalankan hukum adat didalam
lingkungan masyarakatnya dan dia juga berkuasa didalam masyarakat itu
2. Mempunyai suatu kesatuan hukum
Setiap masyarakat melahirkan hukum adat.
3. Mempunyai suatu lingkungan hidup yang didasarkan kepada hak bersama atas suatu
lingkungan tanah
Mempunyai suatu wilayah tempat tinggal bagi anggota-anggotanya.
Jika sekelompok orang memenuhi ketiga unsur ini, maka dia bisa dikatakan sebagai
Masyarakat Hukum Adat. Jadi, Negara Republik Indonesia adalah gabungan dari sekian ribu
masyarakat hukum adat.

Masyarakat hukum adat juga adalah semua orang yang masuk golongan ke-3 dalam Pasal 131
dan 163 IS, yaitu inlander / bumiputera yang mematuhi hukum adat mereka dan akhirnya
menjadi bangsa Indonesia.

Masyarakat hukum adat merupakan sekumpulan orang yang menempati wilayah, ada
penguasa, dan ada kesatuan hukum. Contoh masyarakat hukum adat: desa (di Jawa), nagari (Di
Minangkabau), Huta/Huria (Batak), dan sebagainya. Sementara, masyarakat adat adalah etnis
/ suku bangsa, yang memiliki nilai-nilai adat, budaya, hukum sendiri. Kalau anggota
masyarakat adat melanggar hukum, maka sanksi akan dikenakan oleh Masyarakat Hukum Adat
(desanya). Masyarakat adat lebih luas dari masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat
memiliki kepala adat, yang mengatur mengenai tanah ulayat, hutan ulayat, dan ada 1 kesatuan
hukum.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

MHA Tunggal

Bentuk (dari luar)


MHA Bertingkat
[Menurut Hazairin]

MHA Berangkai
Masyarakat
Hukum Adat
Teritorial

Struktur (dari dalam)


Genealogis
[Menurut Soepomo]

Genealogis-Teritorial

Penjelasan:

1. Masyarakat Hukum Adat Tunggal


- Dalam 1 wilayah, hanya ada 1 bentuk MHA.
- Semua orang yang tinggal di wilayah tersebut merasa ada dalam 1 kesatuan nilai,
pandangan hidup, dan kepercayaan yang sama
- 1 penguasa saja, wakil dari MHA  mengatur ke dalam dan berhubungan dengan dunia
luar
- 1 wilayah dibagi-bagi ke dalam sub wilayah, dan setiap sub wilayah memiliki pemimpin.
Pemimpin tersebut hanyalah perpanjangan tangan si penguasa MHA itu.
- Tidak ada otonomi; pemimpin-pemimpin sub wilayah tersebut bekerja atas nama
penguasa.
- Contoh: Desa di Jawa
2. Masyarakat Hukum Adat Bertingkat
- 1 wilayah, 2 atau lebih MHA.
- Ada MHA atasan, ada MHA Bawahan.
- Kekuasaan dan kewenangan ada 2, yaitu atasan dan bawahan.
- MHA bawahan terbentuk apabila ada 4 suku yang berbeda.  4 suku mendiami 1
wilayah. Sebelum menjadi nagari, ada tahapannya. Mulai dari taratak (1 clan
menggunakan tanah untuk berladang) ketika belum ada hak dan kewajiban, lalu
berkembang menjadi dusun (ketika suku-suku lain juga , dan kemudian nagari,
kemudian memilih wali nagari (penguasa).
- Contoh: nagari di Minangkabau, dusun di Palembang, Huria di Batak.
- Kekuasaan wali nagari terbagi-bagi menjadi kekuasaan-kekuasaan di bawahnya, yaitu
kepala-kepala suku. Kepala suku biasanya dipilih dari yang paling dihormati dan paling
tua.
- Kepala suku memiliki otoritas penuh untuk mengatur sukunya (kekuasaan ke dalam),
namun dibatasi wali nagari untuk bertindak ke luar. Sebaliknya, wali nagari dibatasi oleh
kepala suku untuk bertindak ke dalam dan punya otoritas penuh untuk bertindak ke luar.
 Konsep Negara Federal. Kepala suku mengatur urusan-urusan adat, tanah,
perkawinan.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

- Suku-suku tersebut hidup berdampingan, tidak ada batas yang jelas. Batasannya hanya
berdasarkan keefektifan penggunaannya (effective occupation)  siapa yang paling
efektif menguasai dan menggunakan tanah.  Hukum internasional mengenal konsep
effective occupation, konsepnya sama dengan hukum adat.
Atasan

Suku Suku Suku Suku

Kampung Kampung Kampung Kampung

Kampung Kampung Kampung Kampung

3. Masyarakat Hukum Adat Berangkai


- 2 atau lebih MHA setingkat yang melakukan kerjasama [sama-sama bawahan lain
atasan; atau sama-sama atasan]
- Contoh: Subak di Bali  kerjasama di bidang pengairan sawah, di mana setiap petak
sawah dimiliki oleh banjar (desa) yang berbeda-beda). Ada kepala Subak dan
pengurusnya, kekuasaannya terbatas hanya pada masalah subak saja. Ia mengambil
keputusan dalam masalah pengairan asal tidak bertentangan dengan kepala-kepala
banjar.
4. Teritorial  berdasarkan wilayah
Contoh: Kartu tanda penduduk dasar pembuatnya adalah tempat tinggal. Orang yang tinggal
di kelurahan yang sama, maka KTP nya sama dan ditandatangan oleh orang yang sama.
Teritorial: Masyarakat Jawa. Ada hukum adat desa yang merupakan masyarakat hukum adat
teritorial karena dilihat dari sistem hukum adatnya. Kalau orang jawa bilang mereka berasal
dari satu desa, maka mereka terikat karena tempat tinggal mereka atau teritorial.
Jika sekelompok orang itu diikat oleh tempat tinggal, maka disebut dengan masyarakat
teritorial.
5. Genealogis  berdasarkan hubungan darah
a. Hubungan darah melalui laki-laki (patrilineal)
Ada masyarakat di Indonesia yang didalam menentukan hubungan darah, apakah punya
hubungan darah atau tidak, apakah sekelompok orang itu punya hubungan darah atau
tidak, maka ditentukan melalui penghubung laki-laki saja, sampai keatas dan seterusnya.
Kalau misalnya seseorang ingin mengetahui dengan siapa saja dia punya hubungan
darah, pertama melalui ayahnya, lalu kepada kakeknya, dan seterusnya melalui laki-laki,
dan dengan keyakinan bahwa hubungan darah mereka itu berasal dari laki-laki yang
sama diujung atas sana.
b. Melalui perempuan (matrilineal)
Jika seseorang ingin menentukan siapa saja dia berhubungan darah, maka melalui
ibunya lalu neneknya, dan selanjutnya. Jika penghubungnya ada yang laki-laki, maka
keturunan dari laki-laki bukan saudaranya, karena tidak berhubungan darah. Contoh:
Masyarakat minangkabau.
c. Melalui laki-laki dan perempuan
Ada masyarakat di Indonesia yang dalam menentukan hubungan darah, sekaligus
melalui ayah dan ibu. Jadi, seseorang berhubungan darah dengan semua keluarga baik
USAHA + DOA = HASIL.
(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)
Satria Afif – Dominique Virgil – Anonymous

dari ayah dan ibu. Tidak ada pemutusan hubungan darah. Jadi selanjutnya keatas melalui
penghubung laki-laki dan perempuan. Masyarakat ini disebut masyarakat bilateral.
Contoh: Jawa
6. Teritorial-Genealogis
Salah satu syarat dari keberadaan masyarakat hukum adat adalah adanya suatu wilayah
tempat tinggal bersama dari anggota-anggotanya. Secara sosiologis, tidak semua orang yang
satu klan atau marga berdiam di satu wilayah yang sama, padahal syarat masyarakat hukum
adat adalah ada wilayah untuk tinggal bersama. Maka dari itu, dari masyarakat yang berklan,
tidak hanya berhubungan darah, tetapi juga terikat oleh tempat tinggal. Tidak semua orang
yang berasal dari klan yang sama berdiam di wilayah yang sama.

USAHA + DOA = HASIL.


(Mohon maaf atas bentuk yang narasi dan banyak uraian. Siapkan stabilo. Semangat!)

Anda mungkin juga menyukai