arti
Hukum adat ialah terjemahan langsung dari adatrecht (Dutch) yang dikemukakan
Snouck Hurgonje. Sebelum istilah “adatrecht,” hukum adat istilahnya bermacam-
macam, ada Mohammadennesrecht, ada Hukum Kebiasaan-Kebiasaan Orang Jawa,
dsb. Snouk Hurgonje adalah seorang Orientalis asli Belanda yang ahli mempelajari
Hukum Islam, bahkan pernah menyamar menjadi Abdul Gaffar di Aceh.
Menurutnya, hukum asli orang Indonesia adalah adatrecht.
Secara harfiah, adat berasal dari Arab, dan recht dari Belanda. Dalam masyarakat
sendiri, hukum adat adalah hukum masyarakat, yaitu hukum yang muncul dan
berkembang di masyarakat, senantiasa bertumbuh dan berkembang sesuai dengan
keadaan masyarakat. Istilah “hukum adat” itself however is not present inside the
society.
“Tidak tahu adat” dan “tidak tahu hukum adat” memiliki pengertian yang berbeda.
Ada kebiasaan yang biasa saja dan ada yang memiliki dampak hukum. Melanggar
kebiasaan saja berarti hanya melanggar adat. Melanggar kebiasaan dengan hukum
adat berarti melanggar hukum adat. Walaupun “hukum adat” bukan istilah
Indonesia, tapi substansinya asli dari Indonesia.
terminologi
Hukum
“Seperangkat aturan yang mengatur mengenai tingkah laku manusia yang terhadap
penyimpangannya dikenai dengan sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan.”
Walaupun begitu, tidak ada definisi hukum yang benar-benar definitif. We’ll use that
one for simplicity.
Sanksi —> akibat dari suatu perbuatan. Tidak selamanya sanksi berkonotasi
negatif; bisa punishment dan bisa reward.
1
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Perbuatan —> lihat delik komisi dan omisi, bisa berbuat dan tidak berbuat.
Perbautan tidak selamanya harus aktif; tidak berbuat juga dapat dikenakan sanksi
(contoh: kelalaian)
Adat
Diambil dari Bahasa Arab yang artinya kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan
yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama. Kebiasaan ini
diulang-ulang karena dianggap baik, benar, dan adil menurut nilai-nilai yang idanut
oleh masyarakatnya.
Adat juga berasal dari Sanskerta: “A” dan “Dato.” A berarti tidak, bukan, dan Dato
berarti materi atau kebendaan. Jadi, adat adalah “sesuatu yang tidak berkaitan
dengan dunia kebendaan, tidak terikat dengan materi; sebuah spiritualisme.” Suatu
hal/tindakan/perbuatan yang tidak berdasar melihat dari sudut-sudut kebendaan,
dan terhadap penyimpangannya dikenai sanksi.
Hukum adat adalah seperangkat aturan yang merupakan kebiasaan dari warga
masyarakat yang diulang-ulang, diakui kebenarannya,d an terhadap
penyimpangannya dikenai sanksi yang tegas dan memaksa.
Hukum adat bukanlah hukum negara, tapi hukum masyarakat. Hukum adat tidak
tertulis; yang tertulis ialah hukum negara. Hukum tertulis dibuat oleh lembaga
negara. Hukum adat tidak dibuat oleh lembaga negara, tapi oleh warga masyarakat
sendiri dan tidak memiliki kodifikasi.
Van Vollenhoven: hukum adat adalah seperangkat aturan yang mengatur mengenai
tingkah laku manusia yang tidak tertulis dan tidak dalam bentuk undang-undang
tapi memiliki sanksi yang tegas. Tidak tertulis, disebut adat. Ada sanksi, disebut
hukum.
Ter Haar: budaya hukum orang Belanda adalah budaya hukum tertulis, legisme.
Hukum adat timbul apabila ada Reaksi dari masyarakat. Hukum adat adalah seluruh
atau segenap adat istiadat yang menjelma dalam keputusan-keputusan kepala
adat, fungsionalis adat, atau dari warga masyarakat sendiri, dan keputusan ini harus
besifat spontan.
2
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Keputusan ini bersifat spontan karena didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat. Kalau sudah melalui keputusan itu, maka sudah bisa dikatakan sebagai
hukum adat. Apabila nilai-nilai dalam masyarakat berubah maka hukumnya pun
berubah.
Ter Haar menganggap adat istiadat belum tentu hukum adat, tetapi hukum adat
sudah pasti adat istiadat.
Apabila tidak ada keputusan, hanya menjadi adat istiadat saja, karena tidak
memiliki sanksi yang kuat. Tidak semua adat istiadat adalah hukum adat, tapi
seluruh hukum adat adalah adat istiadat. Demi kepastian hukum, harus ada
dikotomi yang jelas antara hukum adat dan adat istiadat.
Adat —> Reaksi —> Keputusan —> Sanksi Hukum —> Hukum Adat
Banyak yang tidak menyetujui pendapat Ter Haar, karena kita tidak mengenal
hukum adat, hanya adat. Tidak ada dikotomi antara adat dengan hukum adat.
“Hukum” itu sendiri bahkan bukan bahasa kita.
Kusmadi Pudjosoewojo: seluruh adat istiadat, seluruh tingkah laku manusia, pasti
memiliki sanksi, dan sanksi itu pasti ada ukurannya.
Hukum adat adalah seluruh adat istiadat yang telah/sedang/akan diadakan dan
setiap adat istiadat yang telah/sedang/akan diadakan pasti memiliki sanksi, dari
yang paling ringan sampai yang paling berat. Keputusan hanyalah formalitas
sebagai deklarasi saja. Adanya keputusan kepala adat hanyalah sebagai formalitas
bahwa sanksi itu ada, tetapi sanksi tidak lahir dari keputusan.
Kusmadi tidak memisahkan hukum adat dengan adat. “Hukum” itu bahasa Arab,
bukan Indonesia. Melanggar hukum, menurut Kusmadi, sama artinya dengan
melanggar adat. Ada adat yang memiliki nilai etis/kesopanan, ada yang memiliki
nilai hukum.
Hazairin: hukum semuanya berasal dari kaidah kesusilaan dan tidak ada
pertentangan antara keduanya, karena apabila kesusilaan menyuruh melakukan
sesuatu, maka hukum pun akan menyuruh melakukan sesuatu. Tidak ada hukum
membolehkan, kesusilaan melarang, atau sebaliknya. Jika ada, maka hukum itu
dzalim.
3
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
3. Wajib dan haram Ialah nroma hukum, karena sanksinya tegas dan kuat.
Kalau kaidah kesusilaan tidak bisa mengatur masyarakat, maka kaidah kesusilaan
tersebut harus diubah menjadi kaidah hukum, ditambah sanksi yang memaksa.
Contoh: perda merokok memberikan sanksi terhadap kaidah kesusilaan merokok.
Hukum adat adalah hasil endapan dari kaidah-kaidah kesusilaan yang ditambahkan
sanksi.
Hukum masyarakat bukanlah hukum negara dan bukan pula hukum tertulis (yang
dibuat oleh lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif). Hukum masyarakat
dibuat oleh masyarakat dan tumbuh dalam masyarakat. Masyarakat berubah, maka
hukum juga berubah.
1. Sosiologis
Manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa orang lain, karena
memang fitrahnya manusia tidak diciptakan dengan kelengkapan untuk hidup
sendiri. Manusia harus hidup dalam suatu komunitas, memiliki insting
gregariousness atau insting untuk selalu berkumpul dengan masyarakat. Dari
ini melahirkan interaksi, antarorang dengan orang atau orang dengan alam.
Interaksi ini akan melahirkan pengalaman. Pengalaman dapat bersifat positif
ataupun negatif, tergantung dari hasil interaksi. Pengalaman akan meningkat
menjadi sistem nilai, yaitu pandangan mengenai sesautu yang baik dan buruk,
positif dan negatif, adil dan tidak adil, benar dan salah. Sistem nilai akan
menimbulkan pola pikir mengenai apa yang baik dan apa yang tidak. Mengenai
mana yang lebih dulu ada (pola pikir atau pengalaman), itu tergantung dengan
4
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
jalan pikir masing-masing orang. Pola pikir akan melahirkan sikap, yaitu
kecenderungan untuk berbuat. Dari sikap muncul perilaku. Kalau perilaku
dilakukan secara berulang-ulang, maka perilaku akan menjadi norma. Norma
adalah abstraksi perilaku yang berulang-ulang. Tugas norma adalah membatasi
perilaku, memberikan perdoman dalam bersikap tindak.
A. Norma Pribadi
1. Norma kepercayaan
2. Norma kesusilaan
B. Norma Antarpribadi
1. Norma kesopanan
2. Norma hukum
Budaya pun berbeda-beda. Hukum adalah ciptaan budaya, budaya adalah hasil
cipta, rasa, dan karsa manusia.
2. Yuridis
Diambil dari perilaku. Kalau sisi sosiologis mengambil dari yang tidak ada
(invented). Kita melihat bentuk perilaku dari sanksinya:
1. Cara atau usage: bentuk konkret berperilaku. Sanksinya ringan, atau bahkan
tidak ada sanksi. In other words, “cara pribadi.”
2. Kebiasaan atau folksways: cara pribadi diikuti oleh orang banyak, karena
dianggap baik, benar, adil, disukai, dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup
di masyarakat. Cara berubah menjadi kebiasaan. Sanksinya lebih kuat dari
cara, sudah ada orang lain yang mengukur.
5
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
4. Adat atau custom: cara yang digunakan seseoreang dilakukan oleh suatu
masyarakat secara terus menerus. Sanksinya luar biasa. Sanksi hukum
negara? Dipenjara. Sanksi adat? Tidak dianggap ada oleh masyarakat adat;
dikucilkan.
Hukum adat terbentuk dari kaidah kebiasaan masyarakat dan kaidah agama. Demi
menentukan mana yang lebih dominan, maka harus melihat teori-teori di bawah ini:
1. Receptio in Complexu
Hukum adat adalah keseluruhan dari kaidah agama yang diterima oleh
masyarakat [Van den Berg]. Maksudnya, kalau suatu masyarakat menganut
agama tertentu, hukum adat akan bersumber dari agama tersebut. Hukum adat
diterima (resepsi) keselurhan dari kaidah agama.
Contoh: Bali, agama Hindu, hukum adat sesuai dengan agama Hindu.
2. Receptie
Orang Batak Kristen, tetapi warisan Batak hanya diberi kepada laki-
laki saja.
3. Receptio A Contrario
Teori ini menyangkal receptie, bahkan menyebutnya sebagai “teori iblis,” karena
bertentangan dengan kepercayaan orang-orang beragama. Apakah hukum
Islam lebih rendah dari adat? Apakah hukum Nasrani lebih rendah dari adat
Batak? Orang agamawan akan tersinggung. [Hazairin]
6
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Teori-teori ini ialah contoh politik Devide et Impera di bidang hukum, berusaha
memecah belah antara adat dan agama. Konsekuensinya terlihat dalam Perang
Padri antara kaum adat dan kaum padri (agama).
Hak kebendaan (zakelijk rechten) adalah hak yang bersifat mutlak yang dapat
dipertahankan terhadap siapapun juga, contoh: hak atas tanah.
Hukum adalah hasil budaya, dan budaya adalah hasil cipta, rasa, dan karsa.
Budaya berbeda-beda, orang pantai dengan orang gunung budayanya berbeda.
Hukum adalah aspek budaya, budaya berbeda akan menghasilkan hukum yang
berbeda. Hukum tidak hanya berupa struktur dan infrastruktur, tetapi juga legal
culture. [Friedman]
Mengapa sistem hukum adat berbeda dengan sistem hukum barat? Karena
budayanya berbeda; yang satu komunalistik, yang satu lagi individualistis.
Dalam hukum adat, tanah memiliki fungsi sosial, harus mendatangkan manfaat bagi
si pemilik dan orang-orang di sekeliling pemilik.
7
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Ada 3 perbedaan mendasar mengenai sistem hukum adat dan sistem hukum barat:
8
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
1. Komunalistik
Di dunia ada dua pandangan (isme) mengenai pertentangan hak antara individu
dan masyarakat (hubungan antara individu dengan masyarakat), yaitu:
Hubungan orang dengan tanah dalam hukum adat bersifat abadi, selama NKRI
masih ada, maka selama itu pula WNI memiliki hak atas tanah.
9
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
2. Magis Religius
Masyarakat hukum adat meyakini betul akan keberadaan “hal-hal lain” yang
tidak terlihat, di luar alam kita, yang memengaruhi kehidupan kita. Ada dua
cosmos di dalam dunia ini: microcosmos (manusa) dan macrocosmos (di luar
manusia) dan saling mempengaruhi. Untuk menjaga keseimbangan, maka
diadakan upaara adat.
3. Kontan/Tunai
Suatu perbuatan dianggap telah selesai saat perbuatan itu benar-benar selesai.
Tunai itu adalah ada dua perbuatan hukum yang dilakukan secara serentak,
tidak ada perbedaan waktu.
Contoh: A menjual sebidang tanah kepada B, dalam hukum adat jual beli tanah
harus tunai atau kontan. Serentak, tanah disreahkan dan uang diserahkan.
Dibandingkan dengan BW, BW tidak tunai. Saat B membayar tidak Serta merta
menjadikan B pemilik tanah. Penguasaan fisik dan penguasaan yuridis
dibedakan dalam BW. B akan menjadi pemilik saat A sudah menyerahkan
secara yuridis (juridische revering), ketika B sudah balik nama di atas sertifikat
tanah milik A. Tidak tunai di sini karena saat bayar tidak serentak hak milik
berpindah.
4. Visual
Suatu perbuatan yang diharapkan terjadi di kemudian hari, hari ini sudah
diberikan tanda-tandanya.
10
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Hazairin:
Masyarakat Hukum Adat Tunggal
- Dalam 1 wilayah, hanya ada 1 bentuk masyarakat hukum adat.
- Semua orang yang tinggal di wilayah tersebut merasa ada dalam 1 kesatuan nilai,
pendangan hidup, dan kepercayaan yang sama.
- Ada 1 penguasa saja sebagai wakil dari masyarakat hukum adat, yng mengatur
ke dalam dan berhubungan dengn dunia luar.
11
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
- Masyarakat hukum adat bawahan terbentuk apabila ada 4 suku yang berbeda: 4
suku mendiami 1 wilayah. Sebelum menjadi nagari, ada tahapannya. Mulai dari
taratak (1 klan menggunakan tanah untuk berladang) ketika belum ada hak dan
kewajiban, lalu berkembang menjadi dusun (ketika suku-suku lain dan kemudian
nagari kemudian memilih wali nagari (penguasa)).
Ini contoh nagari di Minangkabau. Contoh lainnya antara lain dusun di
Palembang, huria di Batak.
- Suku-suku tersebut hidup berdampingan, tidak ada batas yang jelas. Batasannya
hanya berdasarkan keefektifan penggunaannya (effective occupation) —> siapa
yang paling efektif dan menggunakan tanah —> hukum internasional mengenal
konsep effective occupation yang sama dengan hukum adat.
- Ada 2 atau lebih masyarakat hukum adat setingkat yang melakukan kerja sama
(sama-sama bawahan lain atasan atau sama-sama atasan)
Contoh: Subak di Bali —> kerja sama di bidang pengairan sawah, di mana setiap
petak sawah dimiliki oleh banjar (desa) yang berbeda-beda. Ada kepala subak
dan pengurusnya, kekuasaannya terbatas hanya pada masalah subak saja. Ia
mengambil keputusan dalam masalah pengairan asal tidak bertentangna dengan
kepala banjar.
Soepomo:
Teritorial: berdasarkan wilayah. Jika sekelompok orang terikat oleh tempat
tinggalnya, maka mereka disebut sebagai masyarakat teritorial.
12
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
13
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Masyarakat hukum adat Punya hak dan kewajiban untuk mengatur wilayahnya dan
hubungan hukum Antar orang-orang yang ada dalam wilayah itu. Unsur-unsur
masyarakat hukum adat sama dengan unsur-unsur negara: wilayah, satu kesatuan
penguasa, warga masyarakat.
1. Satu totalitas
Seluruh orang dalam satu desa atau masyarakat hukum adat termasuk kepala
adatnya dijumlahkan semua. Kepala adat dianggap sebagai satu individu yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga masyarakat hukum adat.
Masyarakat hukum adat punya hak bersama atas tanah. Tanah ulayat dikuasai
oleh masyarakat hukum adat sebagai satu totalitas.
2. Penguasa
Kepala adat bertindak sebagai penguasa. Kepala adat adalah wakil dari
masyarakat hukum adat, punya kewajiban untuk mengatur tanah ulayat
(peruntukkan, perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah ulayat). Kepala
adat yang membuat peraturan, meninjau, dan melihat permohonan hak.
3. Badan hukum
Entitas hukum: masyarakat hukum adat adalah subyek hukum, memiliki hak dan
kewajiban; memilki harta kekayaan dsb.
Berkaitan dengan kepala adat: prinsip Primus interpares yang mengangkat
kepala adat secara turun temurun, dan dari suatu marga tertentu.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 —> something about desa, Pasal 1 ayat (12):
(I’m not sure if this matters but I have no idea what matters so)
14
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Filosofis
- Hukum adat: lingkup lokal/regional —> setiap daerah mempunyai nilai dan
budaya sendiri, thus norma hukum yang berbeda.
Apabila ada budaya lokal, kita tidak bisa langsung menilai bahwa budaya
tersebut tidak sesuai dengan Pancasila.
- Hukum adat: nilai-nilai budaya yang luhur dari masing-masing daerah. Nilai-nilai
tersebut dianggap baik dan benar, serta diakui, sehingga diulang-ulang dan
menjadi adat. Apabila ada kebiasaan yang negatif, itu deviasi (penyimpangan)
dari adat, contoh: menyabung ayam.
Yuridis
Kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila 1) dibuat oleh pejabat atau lembaga
yang berwenang dan 2) tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
15
Dyah Ayu Saraswati (FH UI 2018)
Di samping UUD 1945, terdapat pula hukum dasar yang tidak tertulis (hukum adat/
adat istiadat) yang berlaku dalam praktik-praktik kenegaraan atau penyelenggaraan
negara [Soepomo]. Contohnya: konvensi ketatanegaraan. Tidak tercantum dalam
UUD 1945, tetapi dalam praktik muncul.
Hukum adat merupakan hukum dasar yang dipertahankan dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Hukum adat tersebut punya landasan konstitusional, dibuktikan dalam
penjelasan UUD 1945 dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945: “Perekonomian disusun …
atas asas kekeluargaan”, identik dengan asas komunalistik yang merupakan salah
satu corak masyarakat hukum adat.
Sosiologis
Jadi, hukum adat sudah berlaku secara efektif karena memenuhi syarat keberlakuan
sebagai kaidah hukum.
16