Anda di halaman 1dari 6

Efektivitas Hukum

Salah satu cara pemberantasan peredaran gelap narkotika yang dipandang efektif perlu
dicari pemecahan masalah ialah dengan mencari akar masalahnya dalam kehidupan
sosial masyarakat. Berbicara efektifitas hukum, Soerjono Soekanto (2011: 26)
berpendapat tentang pengaruh hukum “Salah satu fungsi hukum baik sebagai kaidah
maupun sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku
manusia. Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau
kepatuhan pada hukum tapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau
perilaku baik yang bersifat positif maupun negatif”.

Ketaatan seseorang bersikap tindak atau berperilaku sesuai dengan harapan


pembentuk undang-undang bahwa pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau
perilaku, dapat diklasifikasikan sebagai ketaatan(compliance), ketidaktaatan atau
penyimpangan (deviance) dan pengelakan (evasion). Konsep-konsep ketaatan,
ketidaktaatan atau penyimpangan dan pengelakan sebenarnya berkaitan dengan
hukum yang berisikan larangan atau suruhan. Bilamana hukum tersebut berisikan
kebolehan, perlu dipergunakan konsep-konsep lain, yakni penggunaan (use), tidak
menggunakan (nonuse) dan penyalahgunaan (misuse); hal tersebut adalah lazim dalam
bidang hukum perikatan.
Efektifitas penegakan hukum dibutuhkan kekuatan fisik untuk menegakkan kaidah-
kaidah hukum tersebut menjadi kenyataan berdasarkan wewenang yang sah. Sanksi
merupakan aktualisasi dari norma hukum  threats  dan promises, yaitu suatu ancaman
tidak akan mendapatkan legitimasi bila tidak ada faedahnya untuk dipatuhi atau
ditaati. Internal values merupakan penilaian pribadi menurut hati nurani dan ada
hubungan dengan yang diartikan sebagai suatu sikap tingkah laku.
Efektifitas penegakan hukum amat berkaitan erat dengan efektifitas hukum. Agar
hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakkan sanksi
tersebut. Suatu sanksi dapat diaktualisasikan kepada masyarakat dalam bentuk
ketaatan (compliance), dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa
hukum tersebut adalah efektif.
Sanksi merupakan aktual  dari norma hukum yang mempunyai karakteristik sebagai
ancaman atau sebagai sebuah harapan. Sanksi akan memberikan dampak positif atau
negatif terhadap lingkungan sosialnya. Disamping itu, sanksi ialah penilaian pribadi
seseorang yang ada kaitannya dengan sikap perilaku dan hati nurani yang tidak
mendapatkan pengakuan atau dinilai tidak bermanfaat bila ditaati. Pengaruh hukum dan
konsep tujuan, dapat dikatakan bahwa konsep pengaruh berarti sikap tindak atau
perilaku yang dikaitkan dengan suatu kaidah hukum dalam kenyataan, berpengaruh
positif atau efektifitasnya yang tergantung pada tujuan atau maksud suatu kaidah
hukum. Suatu tujuan hukum tidak selalu identik dinyatakan dalam suatu aturan dan
belum tentu menjadi alasan yang sesungguhnya dari pembuat aturan tersebut.

Hubungan antara hukum dan sikap, agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap
tindak atau perilaku manusia, perlu diciptakan kondisi-kondisi yang harus ada, antara
lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan, sebagaimana dikemukakan
Friedmann (1975:111) “ a legal act (rule, doctrine, practice), whatever functions it
serves, is message.”
Komunikasi itu sendiri merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan lambing-
lambang yang mengandung arti-arti tertentu. Tujuan komunikasi adalah menciptakan
pengertian bersama, dengan maksud agar terjadi perubahan pikiran, sikap ataupun
perilaku. Masalah sanksi sebagai aktivitas hukum, Soerjono Soekanto (1985:82)
mengemukakan “bahwa kalangan hukum lazimnya kurang memperhatikan masalah
sanksi positif. Sanksi negatif lebih banyak dipergunakan karena adanya anggapan kuat
bahwa hukuman lebih efektif. Dapatlah dikatakan bahwa sanksi-sanksi tersebut tidak
mempunyai efek yang bersifat universal. Efek suatu sanksi merupakan masalah
empiris, oleh karena itu manusia mempunyai persepsi yang tidak sama mengenai
sanksi-sanksi tersebut.”

Dalam sanksi negatif, yang penting adalah kepastiannya. Pentingnya kepastian


tersebut antara lain mengakibatkan bahwa yang penting pada sanksi negatif adalah
kepastiannya. Pentingnya kepastian tersebut antara lain mengakibatkan bahwa
pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut harus dilakukan
secara ketat. Suatu ancaman hukuman benar-benar efektif atau tidak untuk mencegah
terjadinya kejahatan, tergantung pula pada persepsi manusia terhadap resiko yang
dideritanya apabila melanggar suatu norma tertentu. Pokok masalahnya adalah
bagaimana menimbulkan anggapan bahwa kalau seseorang melanggar ketentuan
tertentu akan mendapat risiko ancaman hukuman yang berat ? Disamping itu,
kecepatan penindakan pelaksanaan hukuman dengan kepastian dan beratnya
hukuman mempunyai efek yang lebih besar daripada hal itu ditunda.

Ancaman hukuman dalam sanksi negatif akan lebih berpengaruh terhadap perilaku
instrumental dari pada perilaku kriminal ekspresif. Karakteristik suatu ancaman dan
harapan dari sebuah sanksi ialah The nature of the sanction, reward and punishment,
perception of risk and the speed of enforcement. Sanksi secara konvensional dibagi
dalam dua bagian besar yaitu imbalan (reward) dan penghukuman (punishment).
Reward dan punishment merupakan konsep sanksi yang selalu banyak didiskusikan
oleh semua orang dalam kaitan dengan sebuah pertanyaan mana yang lebih efektif
antara reward dan punishment. Punishment(penghukuman) kelihatannya tidak sebaik
apabila dikenakan suatureward (imbalan). Kecepatan dalam memberikan hukuman
atau imbalan akan mendatangkan kepastian yang amat penting dan mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang sangat pelik. Penghukuman atau imbalan
secara lebih awal akan memberikan pengaruh, dibanding dengan menunda-nunda
permasalahannya.
Peranan penegak hukum dalam arti fungsi dan maknanya merupakan bagian dari
konsep struktur hukum. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pembahasan tentang
peranan penegak hukum terlebih dahulu diketahui tentang pengertian sistem hukum.

Menurut Friedmann (2001: 8) mengemukakan bahwa sebuah sistem


hukum, pertama mempunyai struktur. Kedua memiliki substansi, meliputi aturan, norma
dan perilaku nyata manusia yang berada didalam sistem itu. Termasuk pula dalam
pengertian substansi ini adalah semua produk, seperti keputusan, aturan baru yang
disusun dan dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem itu pula.
Aspek ketiga, budaya hukum meliputi kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya.
Struktur dapat diibaratkan sebagai mesin. Substansi adalah apa yang dihasilkan atau
dikerjakan oleh mesin itu. Budaya hukum (legal culture) adalah apa saja atau siapa
saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta
bagaimana mesin itu harus digunakan.

Ancaman hukuman dalam sanksi negatif Lawrence Friedman (2001: 11-18) selanjutnya
menguraikan tentang fungsi sistem hukum yakni:
1. Fungsi kontrol (social control),  yang menurut Donald Black bahwa semua hukum
berfungsi sebagai kontrol social pemerintah.
2. Berfungsi sebagai cara penyelesaian sengketa (dispute settlement) dan konflik
(conflict). Penyelesaian sengketa ini biasanya untuk penyelesaian yang sifatnya
berbentuk pertentangan lokal berskala kecil (mikro). Sebaliknya pertentangan-
pertentangan yang bersifat makro dinamakan konflik.
3. Fungsi redistribusi atau rekayasa social (redistributive function or social
engineering function). Fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum untuk
mengadakan perubahan social yang berencana yang ditentukan oleh pemerintah.
4. Fungsi pemeliharaan social (social maintenance function). Fungsi ini berguna
untuk menegakkan struktur hukum agar tetap berjalan susuai dengan aturan
mainnya (rule of the game).
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa fungsi penegakan hukum adalah untuk
mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh
hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan
bingkai (frame work)yang telah ditetapkan oleh suatu undang-unang atau hukum.
Pengertian sistem penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto (1985:13) adalah:“…
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau
pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagaisocial
engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian
pergaulan hidup”.
Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut
penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia. Pada
hakikatnya, hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial
masyarakat, karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi.

Mengenai hal ini, dalam mengidentifikasi tentang hubungan penegakan hukum pidana
dengan politik kriminal dan politik sosial menyatakan bahwa “penegakan hukum pidana
merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal). Tujuan
akhir dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan utama
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum pidana yang
merupakan bagian dari politik kriminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral
dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (politik sosial). Sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
wajarlah bila dikatakan bahwa usaha penanggulangan kejahatan (termasuk usaha
penegakan hukum pidana) merupakan integral dari rencana pembangunan nasional.

Berdasarkan orientasi pada kebijakan sosial itulah, dalam menghadapi masalah


kriminal atau kejahatan, menurut Djoko Prakoso (1999:12), harus diperhatikan hal-hal
yang pada intinya sebagai berikut:

1. Tujuan penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan


nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spirituiil berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan ini, maka penggunaan hukum
pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penyegaran
terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan
pengayoman masyarakat.
2. Perbuatan yang diusahakan untuk mencegah atau menanggulangi dengan
hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki yaitu perbuatan
yang mendatangkan kerugian materiil dan spirituiil atas warga masyarakat.
3. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan
hasil”.
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai
melampaui beban tugas (overbelasting).
Disamping itu, beberapa sarjana hukum mengemukakan tentang tujuan hukum pidana
sebagaimana dikemukakan oleh Sunar Agus, (2006:19) sebagai berikut:

1. Untuk menakut-nakuti orang, jangan sampai melakukan kejahatan baik dengan


menakut-nakuti orang banyak (general preventive), maupun menakut-nakuti orang
tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan
kejahatan lagi (special preventive).
2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang suka melakukan kejahatan,
agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
3. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman Negara,
masyarakat dan penduduk yakni:
1. Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota masyarakat
yang berbudi baik dan berguna.
2. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak pidana.
tujuan hukum pidana di atas bahwa “proses sosialisasi dari perbuatan kriminal dapat
mencakup lapangan sosioekonomi dan patologi sosial. Hasil penelitian kriminologi
dapat menunjang politik kriminal dan politik hukum pidana. Hasil penentuan sebab
perbuatan kriminal dan penggolongan jenis kejahatan bermanfaat untuk kebijaksanaan
penerapan pidana.

Anda mungkin juga menyukai