PEMBAHASAN
c. Sebagai suatu unsure yang baru maka hukum tadi mungkin akan
ditolak oleh masyarakat, oleh karena berlawanan dengan fungsi
unsure lama.
Inilah yang merupakan salah satu batas di dalam penggunaan hukum sebagai
sarana pengatur atau pengubah perikelakuan. Dengan kata lain, masalah yang
bersangkut-paut dengan tata cara komunikasi itulahh yang terlebih dahulu harus
diselesaikan. Untuk dapat mengidentifikasikan masalah-masalah yang berkaitan
dengan penggunaan hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan, maka perlu
dibicarakan perihal struktur penentuan pilihan pada manusia, sarana-sarana yang ada
untuk mengadakan social engineering melalui hukum, hubungan antara hukum
dengan perikelakuan, dan sebagainya.1
1
http://myhukumblogaddres.blogspot.com/2017/11/sosiologi-hukum-hukum-dan-perilaku.html,
diakses pukul 21:00.
dalam posisinya masing-masing. Selanjutnya, hal itu juga oleh pihak-pihak yang
mengawasi dan memberikank reaksi terhadap peranannya, maupun kemampuan-
kemampuan serta kepribadian manusia pribadi yang berperan (role-performance).
”… the legal norm does not, like the moral norm, refer to the behavior of one
individuals at least, the individual who commits or may commit the delict, the
delinquent, and the individual who ought to execute the sanction.”
Artinya, suatu kaidah hukum yang berisikan larangan atau suuhan atau kebolehan
bagi subyek hukum, sekaligus merupakan kaidah hukum bagi penegak hukum untuk
melakukank tindakan terhadap pelanggar-pelanggarnya. Kaidah hukum yang pertama
disebutknya adalah kaidah hukum sekunder, sedangkan yang kedua kaidah hukum
primer. Kaidah hukum sekunder hanya merupakan gejala lanjutan dari kaidah hukum
primer. Model ini sedikit banyak menunjukkan bagaimana kaidah hukum
mempengaruhi perikelakuan. Hal ini disebabkan, karena pemegang peranan
menentukan pilihan terhadap kemungkinan-kemungkinan yang diberikan oleh
lingkungannya. Kaidah-kaidah hukum dan penegak-penegak hukum merupakan salah
satu batas untuk melakukan pilihan tersebut. Proses tadi berjalan dengan cara:
Oleh karena itu, membentuk hukum yang efektif memang memerlukan waktu
yang lama. Hal itu disebabkan, antara lain karena daya cangkupnya yang sedemikian
luas, lagi pula hukum itu harus dapat menjangkau jauh ke muka, sehingga
memerlukan pendekatan yang multi disipliner. Bahkan kadang-kadang, suatu hukum
perlu dicoba terlebih dahulu, karena justru melalui percobaan tadi akan dapat
diketahui kelemahan-kelemanan dan batas-batas jangkaunya di dalam mengubah atau
mengatur perikelakuan masyarakat. Hukum merupakan bagian dari masyarakat, yang
timbul dan berproes di dalam dan untuk kepentingan masyarakata. Oleh karena itu,
hanya warga masyarakat yang dapat menentukan luas daya cangkup hukum maupun
batas kegunaannya.
Dalam hal ini batas-batas hukum sebenarnya sejak awal sudah ditentukan oleh
proses politik yang ada, kedua, yaitu problematic kepastian hukum dan tuntutan
keadilan. Dimana optima yang dapat dicapai oleh hukum pada suatu saat. Sedangkan
tujuan politik hukum pada dasarnya mencakup 3 hal. Pertama, menjamin keadilan
dalam masyarakat. Kedua, menciptakan kehdiupan yang tentram dengan menjaga
keputusan-keputusan yang nyata dalam kehidupan bersama secara konkret. Dan
berdasarkan pertiumbangan tentang fungsinya secara hakiki hukum itu harus pasti
dan adil.
1. Hukum merupakan aturan-aturan umum yang tetapi jadi bukan merupakan aturan
yang bersifat ad hac.
2. Hukum tersebut harus jelas bagi dan diketahui oleh wraga-warga masyarkat yang
kepentingannya diatas oleh hukum tersebut.
3. Sebaiknya dihindari penerapan peraturan-peraturan yang bersifat retroaktif.
4. Hukum tersebut harus dimengerti oleh umum
5. Tak ada peraturan-peraturan yang saling bertentangan
6. Pembentukan hukum harus memperhatikan kemampuan para warga masyarakat
untuk mematuhi hukum tersebut.
7. Perlu dihindarkan terlalu banyaknya perubahan-perubahan pada hukum, oleh
karena warga-warga masyarakat dapat kehilangan ukuran dan pegangan bagi
kegiatan-kegiatannya.
8. Adanya korelasi antara hukum dengan pelaksanaan/penerapan hukum tersebut.3
3
Dr. Saifullah, S.H., M.Hum., Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama), hlm. 106.