Secara Terpadu
MICHELLIA DARWIS
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Indonesian Institute of Medicinal Crops and Aromatic
Jl. Tentara Pelajar No.3 Bogor 16111
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp Secara Terpadu (Michelia Darwis) 101
lebih rendahnya persentase sex ratio imago berproduksi secara optimal. Kultur teknis yang
betina dari pada imago jantan, sudah merupakan diterapkan dapat menghambat terjadinya
suatu kemudahan dari segi pengendalian hama serangan hama Sexava spp. Tindakan demikian
Sexava spp. Jumlah koloni imago betina adalah sebaiknya dapat pula meningkatkan peranan
45% X 50 imago = 22 imago betina/pohon. agensia hayati dalam keberhasilan pengendalian
Kemampuan bertelur selama hidupnya rata-rata secara hayati (Watson et al., 1975)
adalah 54 butir, jadi jumlah telur yang dihasilkan Beberapa tindakan kultur teknis yang dapat
adalah 22 x 54 = 1.188 butir telur. Dalam diperlakukan untuk menekan populasi hama
perkembangannya yang dapat mencapai stadia Sexava spp. antara lain adalah:
imago adalah 14% x 1.188 = 166 imago (jantan a. Pembuatan bobokor pada radius 2 m dari
dan betina). pangkal batang kelapa, bertujuan untuk
Dari biologi hama Sexava spp. diketahui satu menghindari Sexava spp meletakan telur.
tahun dapat terjadi dua kali generasi. Pada b. Pengendalian gulma dan semak belukar di
generasi pertama, dapat menghasilkan sebanyak luar batas lingkaran bobokor agar nimfa yang
45% x 166 = 75 imago betina. Dari kemampuan baru menetas kesulitan mendapatkan sumber
keperidiaannya maka dapat pula menghasilkan makanan.
sebanyak 75 x 54 telur = 4.050 telur. Kemampuan c. Pembabatan dan pembersihan lahan di
telur-telur ini mencapai stadia imago adalah; 14% sekitar pertanaman dari beberapa inang
x 4.050 telur = 567 imago (jantan dan betina). hama Sexava spp. seperti; pisang, sagu, salak,
Perhitungan ini hanya berdasarkan kepada satu pinang, pandan, manggis, dan enau.
pohon saja yang populasi hama Sexava spp. d. Memangkas 3 atau 4 pelepah tertua yang
berada di batas ambang ekonomi. Apabila pangkal pelepahnya dapat dijadikan tempat
populasi pada batas ambang ekonomi lebih dari peletakan telur bagi imago betina,
itu, 100 pohon, 1.000 pohon dan seterusnya, e. Membersihkan lubang bekas takikan yang
kemungkinan akan timbul out break serangan dibuat untuk memanjat dan memanen
hama Sexava spp. sekali dalam empat tahun. kelapa, karena tindakan ini juga dapat
Menurut Warouw (1981b), padat populasi rata- menghindari imago betina meletakan telur.
rata tertinggi hama Sexava spp yang pernah f. Penanaman tanaman penutup tanah (cover
ditemukan, adalah sebanyak 233,68 imago/ crops) terutama pada lahan datar, karena
pohon. cover crops memerlukan ‘’rolling’’ agar
Kendala ini harus dihindari, sebab tumbuh merata. Manfaat cover crop menurut
berdasarkan perhitungan secara teoritis hanya Franssen (1954) dapat mempertinggi daya
14% kemampuan daya bertahan hidup dari awal parasit musuh alami hama Sexava spp.
tingkat keperidiaannya, sisanya 86% sudah
terkendali dengan sendirinya. Fenomena ini
sudah merupakan keringanan dalam usaha PENGENDALIAN MEKANIS
pengendalian hama Sexava spp. Teknologi
pengendalian hama ini sudah cukup banyak Hama Sexava spp. lebih mudah dilihat secara
tersedia, pengendalian mengacu pada sistim kasat mata, dibanding dengan patogen penyebab
pengendalian hama terpadu yang ramah penyakit seperti virus, bakteri dan cendawan.
lingkungan dan pemakaian insektisida dilakukan Oleh karena itu, tindakan mekanis pada hama
sebagai pilihan terakhir. Sexava spp. relatif lebih mudah untuk dilakukan.
Pengendalian dapat dilakukan dengan mencari
semua stadia hama Sexava spp, baik telur, nimfa
PENGENDALIAN KULTUR TEKNIS
(5 instar) maupun imago, kemudian dimus-
Tanaman kelapa membutuhkan tindakan nahkan. Sebaiknya dilakukan secara massal,
kultur teknis dan budidaya agronomis yang secara periodik dan berkesinambungan pada
baik, agar tanaman kelapa dapat tumbuh dan seluruh lokasi serangan.
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp Secara Terpadu (Michelia Darwis) 103
seperti sabut, daging kelapa, tempurung, daun kondisi lingkungan, pola tanam, frekuensi
dan batang kelapa, dapat meningkatkan aplikasi parasit dan perlakuan lainnya yang
pendapatan petani sebanyak 5 – 6 kali lebih diberikan pada tanaman. Apalagi menurut Stehr
banyak, dan 3). Pemanfaatan tanaman sela (inter- (1982) pengaruh pengendalian hayati terhadap
croping) disertai dengan usaha ternak, dapat inang atau mangsa target sasaran bervariasi,
meningkatkan pendapatan petani 3 – 5 kali lebih mulai dari pengaruh yang bersifat sementara
banyak. Ketiga komponen paket teknologi ini sampai yang dapat menyebabkan kematian inang
sudah diterapkan di Desa Wori dan desa atau mangsa hama serangga.
Nonopan di Propinsi Sulawesi Utara dan di Desa Introduksi parasit telur L. bicolor pertama kali
Huntu di Propinsi Gorontalo (Novarianto, 2004). dilakukan oleh Leefmans berkebangsaan Belanda
Teknologi ini dapat pula di adopsi dan diterap- pada tahun 1925 untuk menekan populasi hama
kan oleh petani kelapa yang berada di daerah Sexava spp (Kalshoven, 1981). Walaupun tingkat
serangan hama Sexava spp. Karena selain dapat paratisasinya bervariasi pada lokasi yang
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan berbeda dan dipengaruhi pula oleh perbedaan
petani, secara tidak langsung semua aktifitas ini musim, namun parasit telur L. bicolor tetap
dapat pula mengendalikan populasi hama Sexava berperan penting dalam mengendalikan hama
spp. Sexava spp. (Zelazny et al., 1988). Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa dengan
PENGENDALIAN HAYATI menggunakan L. bicolor dipadukan dengan
metode kultur teknis yaitu penanaman cover
Pengendalian hayati (biological control) crops jenis Centrosema pubescens persentase
merupakan taktik pengendalian hama yang paratisasi akan meningkat sampai 95%. Pada
dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau kondisi tersebut telur-telur banyak diletakkan di
memanipulasi musuh alami untuk menurunkan daerah perakaran kelapa sehingga memudahkan
atau mengendalikan padat populasi hama parasit menemukan target sasarannya.
tanaman (Untung, 1993). Musuh alami ini sudah Aplikasi parasit L. bicolor yang hanya dapat
tersedia di alam tinggal bagaimana mengelolanya menimbulkan 30% mortalitas telur, sudah dapat
sehingga dapat dimanfatkan secara optimal. Jenis menekan padat populasi Sexava spp pada tingkat
musuh alami dan teknik aplikasinya perlu rata-rata 11 ekor nimfa/imago/pohon selama
dimanfaatkan secara optimal. Jenis musuh alami tiga tahun kemudian. Padat populasi ini sudah
dan tehnik pemanfaatannya perlu dipahami agar berada di bawah batas ambang kerugian
musuh alami dapat berperan dengan baik di ekonomi (Warouw, 1985).
lapangan. Sexava spp seperti serangga lainnya L. bicolor dapat diperbanyak di laboratorium
dalam hidupnya diserang oleh entomophatogen dengan menggunakan telur-telur Sexava spp
seperti virus, cendawan, bakteri dan protozoa. yang bernas. Jumlah telur terparasit yang
Beberapa spesies di antaranya mempunyai dibutuhkan untuk mengendalikan hama Sexava
patogenisitas yang baik dan berpotensi untuk spp di lapangan sebanyak 25 butir/ha. Pada
dikembangkan sebagai agen hayati hama Sexava tingkat serangan berat tidak cukup hanya dengan
spp (Henry dan Hosang, 1987; Hosang et al., 1989; menggunakan parasit telur saja, perlu
2006) dikombinasikan dengan tindakan pengendalian
lainnya. Howard dan Fiske (1911) mengemuka-
1.Pemanfaatan Parasit kan teori sequence (sequence theory) yang
1.1 Parasit telur menyatakan bahwa penekanan populasi suatu
spesies serangga hama akan menjadi kurang
Parasit telur Leefmansia bicolor merupakan
efisien jika hanya satu stadia perkembangan
parasitoid yang potensial untuk dikembangkan,
hama yang dikendalikan, misalnya hanya telur
namun dalam aplikasi di lapangan tingkat
saja. Pengendalian hayati dapat dicapai melalui
keberhasilan cukup bervariasi, tergantung
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp Secara Terpadu (Michelia Darwis) 105
merupakan penyakit pertama pada serangga cendawan tersebut pada populasi hama S. nubila
maupun hewan yang diketahui disebabkan oleh di Lirung, Talaud bervariasi antara 4,35% - 40%
patogen cendawan (Tanada dan Kaya, 1993). Ciri- atau rata-rata 16%, sedangkan pada populasi S.
ciri awal dari serangan cendawan adalah hama coriacea di Jailolo, Maluku Utara lebih rendah
sakit, tidak mau makan, dan lemah. Kemudian yaitu sekitar 0,78% - 28,57% atau rata-rata 10,92%.
muncul masa konidia yang bewarna putih Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cendawan
menyelimuti permukaan tubuh. yang menginfeksi telur S. nubila dan S. coriacea
Setelah hama serangga mati, cendawan mulai adalah Verticillium sp (Hypomycetes; Dema-
menyerang jaringan dan akhirnya membentuk tiaceae) (Allouw et al., 2000). Konidia cendawan
organ reproduksi. Pada umumnya semua Verticillium berbentuk ellips (Cook dan Baker,
jaringan serangga diserang. Pertumbuhan 1983). Mekanisme infeksi adalah menyerang
cendawan terjadi di dalam tubuh serangga kuning telur kemudian terjadi perubahan warna
sehingga cairan tubuh serangga habis digunakan menjadi putih karena konidia sudah menutupi
oleh cendawan, maka serangga mati dengan seluruh permukaan kulit telur.
tubuh yang mengeras dan kaku seperti mumi. Cendawan entomopatogen Metarrhizium
Pertumbuhan cendawan diikuti dengan produksi anisopliae yang diisolasi dari hama Bronstispa
pigmen dan toksin yang dapat melindungi yang sakit (terinfeksi secara alami), ternyata
serangga dari mikroorganisme lain terutama effektif menginfeksi nimfa dan imago Sexava spp.
bakteri. Miselia cendawan menembus keluar Hama Bronstispa dan Sexava merupakan hama
tubuh serangga pada bagian yang paling mudah pemangsa daun, sehingga kemungkinan
terserang yaitu di antara ruas-ruas tubuh dan alat Metarrhizium dapat berkembang dengan baik
mulut. Apabila keadaan kurang mendukung pada populasi Sexava spp karena memiliki
perkembangan cendawan hanya berlangsung di ’’relung’’ yang sama dengan Bronstispa. Penetrasi
dalam tubuh serangga tanpa keluar menembus (penetration peg) ketubuh serangga didukung
integumen (Santoso, 1993). oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh. M.
Dari pengamatan populasi telur di kepulauan anisopliae terutama enzim protease. Protease
Talaud pada bulan April dan Mei 1924, diketahui menghidrolisis kutikula serangga yang sebagian
bahwa telur yang terinfeksi cendawan berturut- besar (70%) terdiri dari protein (Charnley, 2005)
turut adalah 55,2% dan 2,0% (Leefmans, 1927 Hasil penelitian Hosang et al. (2006),
dalam Warouw, 1981b). Reyne, 1933 dalam menunjukkana bahwa pemanfaatan cendawan
Warouw (1981b) menjelaskan bahwa infeksi entomopatogen M. anisopliae yang diinokulasi
cendawan pada telur S. nubila di Talaud rata-rata dari hama Bronstispa, dipopulerkan sebagai
8,44% dengan kisaran antara 0 – 26,9%. Tim agensi hayati ‘’Metabron’’. (Metarrhizium
Survei Hama tahun 1977 dalam Warouw (1981b), Bronstispa), sangat effektif untuk mengendalikan
melaporkan bahwa Phytium sp juga dapat stadia nimfa dan imago Sexava spp. Konsentrasi
menyebabkan penyakit kutil pada permukaan sebanyak 5 x 10 5 konidia/µl dapat menimbulkan
kulit telur, sedangkan Aspergillus sp dan mortalitas nimfa dan imago pada 20 HSP (hari
Penicilium sp menyebabkan pembusukan telur setelah perlakuan) berturut-turut sebesar 90,25%
Sexava spp. Persentase infeksi cendawan yang dan 86,26%. Dengan tingkat keberhasilan yang
ditemukan di Kabaruan, Salibabu dan tinggi diharapkan agensia hayati Metabron
Karakelang berturut-turut 18,52%; 15%; dan 29%. bukan hanya berfungsi sebagai biological control,
Data ini menjelaskan bahwa infeksi cendawan namun lebih dahsyat lagi menjadi ‘’biological
pada telur Sexava spp sangat bervariasi. Sampai weapons’’ (senjata biologi) terutama untuk
sekarang cendawan–cendawan tersebut belum mencegah timbulnya outbreak serangan hama
dimanfaatkan dalam pengendalian hama Sexava Sexava spp. Hal ini memungkinkan, karena salah
spp. Cendawan entomopatogen dapat meng- satu manfaat agensia hayati adalah dapat
infeksi telur S. nubila dan S. coriacea. Daya infeksi bertahan lama dan berkembang biak dengan
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp Secara Terpadu (Michelia Darwis) 107
Gusadrin 150 WSC (92,5%), Demicron 50 SWC Saran
(72,5%) dan kontrol (37,5%). Perlakuan ini sangat
Upaya pengendalian mengacu pada sistim
efektif, namun kemungkinan ada pengaruh lain,
pengendalian hama secara terpadu dengan
karena persentase mortalitas hama Sexava spp
mengutamakan pemanfaatan agensia hayati.
pada perlakuan kontrol juga cukup tinggi.
Meskipun demikian, pengendalian tidak dapat
Untuk membantu agar petani tidak keliru
dalam mengambil tindakan pengendalian bersifat parsial, supaya efektif harus meman-
dengan menggunakan insektisida, pada tahun faatkan semua komponen teknologi yang sudah
2004 Balitka bekerjasama dengan Dirjenbun, telah dikuasai, termasuk pemanfaatan teknologi
melakukan pengujian efektifitas dari 17 jenis mutakhir seperti pemanfaatan agensia hayati
insektisida untuk mengendalikan hama Sexava ‘’Metabron’’ dan teknologi hasil kerja sama
spp di Talaud. Dari hasil penelitian didapat jenis Balitka dan COGENT sebagaimana telah
insektisida yang efektif dan efisien sebanyak diuraikan dalam naskah ini
sembilan jenis insektisida yang dapat
menyebabkan lebih dari 80% mortalitas Sexava DAFTAR PUSTAKA
spp. Insektisida sistemik tersebut adalah; Spontan
400 WSC, Dipho 200 EC, Dafat 75 SP, Allorerung. D, Z. Mahmud dan B. Prastowo.
Amchothene 75 SP, Marshal 200 EC, Winder 100 2006. Peluang kelapa untuk SDA
EC, Kanon 400 EC, Matrix 200 EC, dan Vista 400 pengembangan produk kesehatan dan
WSC. Dari sembilan jenis tersebut yang dapat biodiesel. Prosiding KNK VI. Buku-1.
menimbulkan mortalitas mencapai 100% adalah Puslitbang Perkebunan. Hlm 12-31.
Spontan 400 WSC dan Dafat 75 SP (Novarianto et Allouw. J, J. Mawikere, S. Sabbatoellah dan
al., 2004). MLA.Hosang. 2.000. Cendawan entomo-
phatogen pada telur Sexava.sp. Buletin
Palma Balitka. Manado. Nop. 2000. (26).
KESIMPULAN DAN SARAN Hlm 7 – 10.
Anonim. 1983. Pengujian analisa residu
Kesimpulan insektisida sistemik pada tanaman
Masalah hama Sexava spp kembali menarik perkebunan kelapa. Prosiding Pertemuan
perhatian setelah muncul publikasi melalui Teknis Perlindungan Tanaman
media masa yang menyatakan akibat outbreak Perkebunan. Bogor, Cisarua 24 – 26
serangan hama Sexava spp pada tahun 2004, September 1982. Buku IV. Hlm 434 – 436.
menimbulkan 13.000 hektar tanaman kelapa Bennett, C.P.A, M.L.A. Hosang and B.H.
rusak berat dan produktivitas turun mencapai Assa.1986. Observation of pests and
50% atau setara 0,5 ton kopra/ha/tahun. disease of the coconut. Cocos nucifera.L. in
Masih terjadinya outbreak serangan hama Northern Islands of Maluku. CRI. 85 pp.
Sexava spp memberi gambaran bahwa Charnley. K. 2005. Fungal pathogens of insects ,
keseimbangan antara padat populasi dengan from mechanisms of pathogenicity to
berbagai teknologi komponen pengendalian, host defence. Retrieved from: www/htp.
belum dapat menekan pupulasi hama Sexava spp mailto:bsscdmd @bath.ac.uk last updated
berada di bawah batas ambang kerugian 8 March 2006.
ekonomi. Cook, J and K.F. Baker. 1983. The Nature and
Mengingat kelapa sebagai tanaman serba Practise of Biological Control of Plant
guna dan peranannya menjadi semakin penting Pathogens. The American Phytopa-
sebagai bahan baku biofuel dan herbal medicine, thological Society. 539 pp.
maka masalah ini harus diantisipasi agar outbreak Darwis SN. 1988. Tanaman sela di antara kelapa.
serangan tidak terjadi kembali. Seri Pengembangan No.2. 1988. Pusat
Upaya Pengendalian Hama Sexava spp Secara Terpadu (Michelia Darwis) 109
coconut based farming system. VISCA. Fakultas Pasca Sarjana. FPS. IPB. Bogor.
LEYTE. June 1-3 (1983) Warouw, J. 1981b. Peranan parasit telur
Santoso. T. 1993. Dasar-dasar patologi serangga. Leefmansia bicolor (Waterston) dalam
Pengendalian populasi Sexava spp di
Prosiding Simposium Patologi Serangga
Sangihe Talaud.
I. Yogyakarta 12-13 Oktober 1993. Kerja Warouw, J. 1985. Pengendalian hayati pada
sama antara PEI Cabang Yogya-karta, tanaman kelapa di Indonesia. Simposium
Fakultas Pertanian UGM dan Program hayati serangga. Malang. 26 – 27 Maret
Nasional PHT/Bappenas. Hlm 1 - 15 1985. 12 hlm.
Schowalter, T.D. 2000. Insect Ecology: and Watson, T.F. Moore, and G.W. Ware. 1975.
Ecosystem Approach. Academia Practical Insect Pest Management. A Self
Press. New York. 483 pp. Instruction Manual. W.H. Freeman and
Co. San Fransisco. 196 pp.
Soekaryoto, M.L.A. Hosang dan W.A. Barimbing.
Wigley.P, M.L.A Hosang and Soekaryoto. 1989. A
1994. Pengendalian hama utama tanaman strepsid parasite of Sexava nubila.
kelapa. Prosiding Simposium II Hasil UNDP/FAO Integrated Coconut Pest
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Control Project. Annual R.eport. Balai
Industri. Buku 2. Bogor, 21 – 23 Nov. Penelitian Tanaman Kelapa. Manado.
1994. North Sulawesi. Hlm 132-139.
Wiryosoehardjo, S dan A. Budiman. 1985. Situasi
Stehr, DW. 1982. Parasitoids and Predator in Pest hama dan penyakit tanaman kelapa di
Management. Dalam : RL. Metcalf and Indonesia. Prosiding Seminar Proteksi
WH. Luckman (eds). Introduction to Tanaman Kelapa. Puslitbangtri. Seri
Insect Pest Management. John Wiley and Pengembangan (3): 1988.
Son. New York. 577 pp. Young, GR. 1987. Some Parasitoid of Segestes
Southwood, TRE. 1976. Bionomic strategies and decorates Redtenbacker and their possible
use in the biological control of
population parameters. p. 26 – 48 Dalam :
Tettigonidae pest of coconuts in Papua
RM. May (ed). Theoritical Ecology New Quinea. Ent. Res. 77. CAB.
Principles and Applications. Blackwell International Institute of Entomology.
Sci. Publ. Oxford. London. London. p 515 – 524.
Tanada. Y and H.K. Kaya. 1993. Insect Pathology. Zelazny, B and M.L.A Hosang, 1988. Ecological
Academia Press. Inc. San Diego. studies on Sexava spp and discussion on
California. 666 pp. control with pesticides.UNDP/FAO
Integrated Coconut Pest Control Project.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama
Annual Report. Balai Penelitian Tanaman
Terpadu. Gajah Mada University Press.
Kelapa. Manado. North Sulawesi. Hlm 69
273 hlm. – 78.
Warouw, J. 1981a. Dinamika Populasi Sexava Zelazny, B and M.L.A. Hosang. 1991. Estimating
nubila (Stal) (Orthoptera; Tettigonidae) di defoliation of coconut palms by insect
Sangihe Talaud Dalam Hubungannya pest. Tropical Pest Management 37 (1): 63
Dengan Kerusakan Tanaman Kelapa. – 65.