Anda di halaman 1dari 49

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Optimasi

Optimasi merupakan pendekatan normatif dengan mengidentifikasi

penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik

maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan. Optimasi produksi diperlukan

perusahaan dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang digunakan agar

suatu produksi dapat menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang

diharapkan, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya. Optimasi

produksi adalah penggunaan faktor-faktor produksi yang terbatas seefisien

mungkin. Faktor-faktor produksi tersebut adalah modal, mesin, peralatan,

bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja.

Berdasarkan langkah-langkah optimasi setelah masalah diidentifikasi

dan tujuan ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah memformulasikan

model matematik yang meliputi tiga tahap, yaitu:

1. Menentukan variabel yang tidak diketahui (variabel keputusan) dan

nyatakan dalam simbol matematik.

2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai hubungan linier

(bukan perkalian) dari variabel keputusan.

3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan

mengekspresikan dalam persamaan atau pertidaksamaan yang juga

merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang

mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah tersebut.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
8

Setiap perusahaan akan berusaha mencapai keadaan optimal

dengan memaksimalkan keuntungan atau dengan meminimalkan biaya yang

dikeluarkan dalam proses produksi. Perusahaan mengharapkan hasil yang

terbaik dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, namun dalam

mengatasi permasalahan dengan teknik optimasi jarang menghasilkan suatu

solusi yang terbaik. Hal tersebut dikarenakan berbagai kendala yang dihadapi

berada diluar jangkauan perusahaan. Optimasi dapat ditempuh dengan dua cara

yaitu maksimisasi dan minimisasi.

Maksimisasi adalah optimasi produksi dengan menggunakan atau

mengalokasian input yang sudah tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang

maksimal. Sedangkan minimisasi adalah optimasi produksi untuk

menghasilkan tingkat output tertentu dengan menggunakan input atau biaya

yang paling minimal. Persoalan optimasi dibagi menjadi dua jenis yaitu tanpa

kendala dan dengan kendala. Pada optimasi tanpa kendala, faktor-faktor

yang menjadi kendala atau keterbatasan-keterbatasan yang ada terhadap fungsi

tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimum atau minimum

tidak terdapat batasan-batasan terhadap berbagai pilihan alternatif yang tersedia.

Sedangkan pada optimasi dengan kendala, faktor-faktor yang menjadi

kendala terhadap fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik

maksimum atau minimum fungsi tujuan. Optimasi dengan kendala pada

dasarnya merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu

fungsi menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan

keterbatasan-keterbatasan yang ada. Keterbatasan-keterbatasan itu meliputi

input atau faktor-faktor produksi seperti modal, bahan baku, tenaga kerja dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
9

mesin. Optimasi produksi dengan kendala perlu memperhatikan faktor-faktor

yang menjadi kendala pada fungsi tujuan karena kendala menentukan nilai

maksimum dan minimum. Fungsi tujuan merupakan suatu pernyataan

matematis yang digunakan untuk mempresentasikan kriteria dalam

mengevaluasi solusi suatu masalah. Fungsi tujuan dalam teknik optimasi

produksi merupakan unsur yang penting karena akan menentukan kondisi

optimal suatu keadaan.

Fungsi tujuan dan kendala merupakan suatu fungsi garis lurus atau

linier. Salah satu metode untuk memecahkan masalah optimasi produksi yang

mencakup fungsi tujuan dan kendala adalah metode Linear Programming.

Linear Programming adalah suatu teknik perencanaan analitis dengan

menggunakan model matematika yang bertujuan untuk menemukan beberapa

kombinasi alternatif solusi.

2.2 Optimasi Model Pengambilan Keputusan

2.2.1 Pengaruh Ketersediaan Data Terhadap Pemodelan

Apapun jenis model, akan memiliki sedikit nilai praktis jika tidak

didukung oleh data yang handal. Walaupun sebuah model didefenisikan dengan

baik, mutu pemecahannya akan bergantung pada seberapa baik kita dapat

mengestimasi data. Jika estimasi tersebut terdistorsi, pemecahan yang diperoleh,

walaupun optimal dalam arti matematis, pada kenyataannya dapat bermutu rendah

dari sudut pandang sistem nyata. Dalam beberapa permasalahan, data tidak

dapat diketahui dengan pasti sehingga data tersebut dapat diestimasi

berdasarkan distribusi probabilitas. Pada permasalahan tersebut, struktur

model kemungkinan perlu diubah untuk mengakomodasi sifat probabilistik

http://digilib.mercubuana.ac.id/
10

dari permintaan. Jadi berdasarkan ketersediaan data, pemodelan sistem dapat

dibagi menjadi 2 jenis model, yaitu model probabilistic atau stokastik dan model

deterministic.

2.2.2 Penyelesaian Terhadap Model Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dikembangkan secara

bertahap dan sistematis. Tidak semua proses pengambilan keputusan dapat

dikembangkan secara sistematis dan bertahap. Bertahap dan sistematis

artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem prosedur tertentu yang

jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah mempunyai suatu ukuran

atau nilai yang jelas, dapat dipergunakan untuk menilai berbagai alternatif

pilihan, dan dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. Selanjutnya untuk

menambah pemahaman tentang model pengambilan keputusan, akan

diterangkan mengenai salah satu model matematis yang prosesnya

dikembangkan secara bertahap dan sistematis dalam proses pengambilan

keputusan, yaitu Linear Programming.

2.2.3 Pengantar Linear Programming

Linear Programming adalah suatu teknik aplikasi matematika dalam

menentukan pemecahan masalah yang bertujuan untuk memaksimumkan atau

meminimumkan sesuatu yang dibatasi oleh batasan-batasan tertentu, dimana

hal ini dikenal juga sebagai teknik optimasi. Linear Programming merupakan

suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah

pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Keberhasilan

suatu teknik operasi pada akhirnya diukur berdasarkan penyebaran

penggunaannya sebagai alat pengambilan keputusan. Sejak diperkenalkan diakhir

http://digilib.mercubuana.ac.id/
11

1940-an, Linear Programming telah terbukti merupakan salah satu alat riset

operasi yang paling efektif. Keberhasilannya berakar dari keluwesannya

dalam menjabarkan berbagai situasi kehidupan nyata diberbagai bidang

pekerjaan, yaitu militer, industri, pertanian, transportasi, ekonomi, kesehatan,

dan bahkan ilmu sosial dan perilaku. Disamping itu, tersedianya program

komputer yang sangat efisien untuk memecahkan masalah-masalah Linear

Programming yang sangat luas merupakan faktor penting dalam tersebarnya

penggunaan teknik ini. Kegunaan Linear Programming adalah lebih luas daripada

aplikasinya semata. Pada kenyataannya, Linear Programming harus dipandang

sebagai dasar penting untuk pengembangan teknik-teknik operasi riset lainnya.

Linear Programming adalah sebuah alat deterministik, yang berarti bahwa

sebuah parameter model diasumsikan diketahui dengan pasti. Tetapi dalam

kehidupan nyata, jarang seseorang menghadapi masalah di mana terdapat

kepastian yang sesungguhnya. Teknik Linear Programming mengkompetisi

kekurangan ini dengan memberikan analisis pasca optimum dan analisis

parametrik yang sistematis untuk memungkinkan pengambil keputusan yang

bersangkutan untuk memuji sensitivitas pemecahan optimum yang statis

terhadap perubahan diskrit atau kontinu dalam berbagai parameter dari

model tersebut. Pada intinya, teknik tambahan ini memberikan dimensi

dinamis pada sifat pemecahan Linear Programming yang optimum.

Tujuan dari Linear Programming adalah suatu hasil yang mencapai

tujuan yang ditentukan (optimal) dengan cara yang paling baik diantara semua

alternatif yang mungkin dengan batasan sumber daya yang tersedia.

Meskipun mengalokasika sumber-sumber daya kepada kegiatan-kegiatan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
12

merupakan jenis aplikasi yang paling umum, Linear Programming

mempunyai banyak aplikasi penting lainnya.

Sebenarnya, setiap masalah yang metode matematisnya sesuai dengan

format umum bagi Linear Programming merupakan masalah bagi Linear

Programming. Selanjutnya suatu prosedur penyelesaian yang sangat efisien,

dinamakan metode simpleks, tersedia untuk menyelesaiakan masalah-masalah

Linear Programming. Linear Programming merupakan masalah pemrograman

yang harus memenuhi tiga kondisi berikut:

1. Variabel-variabel keputusan yang terlibat harus positif.

2. Kriteria-kriteria untuk memilih nilai terbaik dari variabel keputusan

dapat diekspresikan sebagai fungsi linier. Fungsi kriteria ini biasa

disebut fungsi objektif.

3. Aturan-aturan operasi yang mengarahkan proses-proses dapat

diekspresikan sebagai suatu set persamaan atau pertidaksamaan

linier. Set tersebut dinamakan fungsi pembatas.

2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Linear Programming

Sebagai alat kuantitatif untuk melakukan pemrograman, Linear

Programming mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-

kelebihan dari Linear Programming yaitu:

1. Mudah digunakan terutama jika menggunakan alat bantu komputer.

2. Dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan

untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya yang optimal dapat dicapai.

3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan

penelitian atau berdasarkan data yang tersedia.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
13

Kekurangan-kekurangan dari Linear Programming yaitu:

1. Apabila alat bantu komputer tidak tersedia, maka Linear Programming

dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya

bahkan mungkin tidak dapat dikerjakan secara manual. Metode ini tidak

dapat digunakan secara bebas dalam setiap kondisi, tetapi dibatasi oleh

asumsi-asumsi.

2. Metode ini hanya dapat digunakan untuk satu tujuan misalnya hanya

untuk maksimisasi keuntungan atau minimisasi biaya.

2.3 Teori Pompa ESP (Electric Submersible Pump)

Sumur-sumur produksi minyak pada keadaan tertentu dapat

berproduksi secara alami (natural flow), dimana tekanan alir reservoir

cukup kuat untuk mengalirkan fluida hidrokarbon ke permukaan bumi

sesuai kemampuannya. Sumur-sumur natural flow tidak memerlukan tenaga

bantuan artificial lift sampai tekanan alir dasar sumur melemah/menurun atau

tekanan hidrostatiknya naik dikarenakan kenaikan kadar air produksi.

Namun ada juga sumur-sumur produksi yang pada saat well

completion sudah mempunyai harga tekanan alir dasar sumur yang lebih rendah

dari tekanan hidrostatik dan tekanan alir di wellhead, sehingga harus

digunakan sistem pengangkatan buatan yang sesuai dengan kondisi dan sifat-

sifat reservoir, fluida dan sumurnya untuk memproduksi minyak ke permukaan.

Electric Submersible Pump (ESP) merupakan salah satu sistem pengangkatan

buatan yang dipakai oleh CNOOC SES Ltd. ESP cocok digunakan pada kondisi

laju alir produksi > 2000 B/D, harga WC tinggi, GLR rendah, kedalaman <

8000 ft, temperatur < 250 oF (kondisi standar) dan < 350 oF (spesial kabel

http://digilib.mercubuana.ac.id/
14

dan motor) dan mekanisme pendorong water drive. Pada sub-bab ini akan

membahas prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi penggunaan ESP.

2.3.1 Produktivitas Formasi

Produktivitas formasi merupakan kemampuan dari batuan (formasi)

untuk mengalirkan fluida reservoir ke dalam/dasar sumur pada kondisi tekanan

tertentu. Sumur-sumur yang baru umumnya mempunyai tenaga pendorong

alamiah yang mampu mengalirkan fluida hidrokarbon dari reservoir ke

permukaan dengan tenaganya sendiri. Penurunan kemampuan produksi terjadi

dengan berjalannya waktu produksi dimana kemampuan dari formasi untuk

mengalirkan fluida tersebut akan mengalami penurunan yang besarnya

sangat tergantung pada penurunan tekanan reservoir. Untuk mengetahui

kemampuan sumur berproduksi pada setiap saat, maka digunakan konsep

“Productivity index“, Sedangkan kelakuan formasi produktif dinyatakan dalam

bentuk grafis yang dikenal dengan grafik Inflow Performance Relationship

(IPR).

2.3.2 Productivity Index (PI)

Index Produktivitas (PI) merupakan index yang digunakan untuk

menyatakan kemampuan suatu formasi untuk berproduksi pada suatu beda

tekanan tertentu atau merupakan perbandingan antara laju produksi yang

dihasilkan formasi produktif pada drawdown yang merupakan beda tekanan dasar

sumur saat kondisi statis (Ps) dan saat terjadi aliran (Pwf). Secara matematis dapat

dituliskan dalam bentuk persamaan:

q
PI  ..................................................................... (2-1)
Ps  Pwf

http://digilib.mercubuana.ac.id/
15

dimana:

PI = productivity index, bpd/psi

q= laju produksi cairan total, bbl/day

Ps = tekanan statis reservoir, psi

Pwf = tekanan dasar sumur sewaktu terjadi aliran, psi

Atau PI dapat juga ditentukan dengan cara:


q
PI 
(WFL - SFL) ............................................ (2-2)

dimana:

PI = Produktivity Index, bbl/hari/ft

q = Laju produksi aliran total, bbl/hari

SFL = Static Fluid Level, ft

WFL = Working Fluid Level, ft.

Gambar 2.1 Kurva PI dan Pwf (persamaan 2-1)

2.3.3 Inflow Performance Relationship (IPR)

Tujuan menentukan potensi sumur minyak adalah untuk menghitung

kemampuan reservoir mengalirkan minyak ke dalam sumur. Kemampuan ini

merupakan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap laju produksi dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
16

dinyatakan dalam bentuk kurva (Inflow Performance Relationship Curve). Ada 3

metode kurva IPR yaitu kurva IPR satu fasa (Darcy), kurva IPR dua fasa (Vogel)

dan kurva IPR tiga fasa (Pudjo Sukarno).

2.3.3.1 Kurva IPR Satu Fasa

Aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy (1856)

dalam persamaan:

q k dP
v  ...................................................................................(2-3)
A  dL

dimana:

v = kecepatan aliran, cm/sec

q = laju aliran fluida, cc/sec

A = luas penampang media berpori, cm2

k = permeabilitas, darcy

 = viskositas fluida, cp

P
= gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm.
L

Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan, diantaranya adalah:

1. Aliran mantap (steady state).

2. Fluida yang mengalir satu fasa.

3. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidanya.

4. Fluida bersifat incompresible.

5. Viscositas fluida yang mengalir konstan.

6. Kondisi aliran isotermal.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
17

7. Formasi homogen dan arah aliran horizontal.

Persamaan diatas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial,

dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk:

0,007082.k .h.( PS  Pwf )


q ................................................................. (2-4)
 O BO ln(re  rw )

dimana:

q = Laju produksi, BPD.

k = Permeabilitas efektif minyak, md.

h = Ketebalan formasi produktif, ft.

Pr = Tekanan formasi, Psi.

Pwf = Tekanan alir dasar sumur, Psi.

μo = Viscositas, cp.

Bo = Faktor volume formasi, bbl/stb.

re = Jari-jari pengurasan sumur, ft.

rw = Jari-jari sumur, ft.

2.3.3.2 Kurva IPR Dua Fasa

Untuk perhitungan aliran dua fasa, Vogel telah memberikan persamaan

umum berikut:

2
qt  Pwf  P 
 1  0.2   0.8 wf  ..........................................................(2-5)
qt max  Pr   Pr 

dimana:

qt = Laju produksi total, BPD.

qt max = Laju produksi total maksimum, BPD.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
18

Pr = Tekanan formasi, Psi.

Pwf = Tekanan alir dasar sumur, Psi.

Persamaan diatas akan tepat digunakan untuk persentasi air hingga 50 %.

2.3.3.3 Kurva IPR Tiga Fasa

Metode ini dikembangkan dengan menggunakan simulator, yang juga

digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak. Anggapan yang

digunakan pada waktu pengembangan metode ini adalah:

1. Faktor Skin sama dengan nol

2. Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama,

secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.

3. Persentase/kadar air dalam laju produksi total Water Cut (WC) diketahui.

Dalam Metode Pudjo Sukarno membuat persamaan sebagai berikut:

2
qo  Pwf  P 
 A0  A1    A2  wf  ............................................ (2-6)
qt max  Pr   Pr 

dimana:

An = konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) dimana harganya berbeda untuk

water cut yang berbeda.

Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut ditentukan pula

dengan analisis regresi:

An  C0  C1 WC   C2 WC  ................................................................ (2-7)


2

dimana:

Cn = konstanta untuk masing-masing harga An (dalam Tabel 2.1).

Pada umumnya fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur terdiri

dari tiga fasa, yaitu gas, minyak dan air, maka dalam pengembangan kelakuan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
19

aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur dapat menggunakan analisis regresi

dari Metode Pudjo Sukarno.

Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan

parameter water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi

cairan total. Harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar

sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water

cut.

Tabel 2.1 Konstanta Cn Untuk Masing-Masing An8)


A
C0 C1 C2
n

0 0.980321 0.115661  10-1 0.179050  10-4

1 0.414360 0.392799  10-2 0.237075  10-5

2 0.564870 0.762080  10-2 0.202079  10-4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut

dapat dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr), dimana (WC @

Pwf = Pr) telah ditentukan dengan analisis regresi dan menghasilkan persamaan

berikut:

WC
WC @ Pwf  Pr
 
 P1  Exp P2 Pwf / Pr .....................................................(2-8)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
20

Dimana harga P1 dan P2 tergantung dari harga water cut dan dapat

ditentukan dengan persamaan berikut:

P1  1.606207  0.130447 Ln(WC )...................................................... (2-9)

P2  0.517792  0.110604  Ln(WC ) ................................................ (2-10)

Dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji

produksi.

2.4 Aliran Fluida Dalam Pipa

Aliran fluida dalam pipa dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik fluida,

friction loss serta gradien tekanan fluida, sub-bab ini akan membahas pengaruh

tersebut terhadap aliran fluida dalam pipa.

2.4.1 Sifat Fisik Fluida

Sifat fisik fluida (gas, minyak dan air) perlu diketahui karena merupakan

variabel utama aliran fluida dalam media berpori maupun dalam pipa. Sifat fisik

fluida yang akan dibahas adalah sifat fisik fluida yang mempengaruhi

perencanaan Electric Submersible Pump (ESP) yaitu kelarutan gas

dalamminyak (Rs); Faktor Volume Formasi (FVF), Viskositas (μ), serta

Specific Gravity Fluida (SG).

Sifat fisik tersebut dinyatakan sebagai fungsi tekanan, untuk suatu

temperatur tertentu dan dapat diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium

terhadap contoh fluida, baik yang diperoleh dari permukaan maupun dari dasar

sumur. Hasil pengukuran tersebut tidak dapat digunakan untuk perhitungan-

perhitungan secara umum sehingga dikembangkan suatu korelasi-korelasi

perhitungan sifat fisik fluida yang diperoleh dari data laboratorium dan diolah

dengan data statistik.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
21

a. Kelarutan Gas Dalam Minyak (Rs)

Sistem minyak pada tekanan yang tinggi, gas mula-mula terlarut

dalam minyak, seiring terjadinya penurunan tekanan, fasa gas yang mula-mula

terlarut dalam minyak akan terbebaskan dari larutan minyak. Jumlah gas yang

terlarut akan tetap konstan sampai mencapai tekanan saturasi (Bubble Point

Pressure-Pb).

Gambar 2.2 Rs Sebagai Fungsi Tekanan5)

b. Faktor Volume Formasi (FVF)

Faktor volume formasi diperlukan untuk memperkirakan volume

fluida pada suatu tekanan dan temperatur tertentu. Perubahan volume fluida

yang menyertai perubahan tekanan dan temperatur disebabkan oleh

terbebaskannya gas sebagai akibat perubahan tersebut.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
22

Gambar 2.3 Hubungan Faktor Volume Formasi Minyak dengan

Tekanan5)

c. Viskositas ( μ )

Viskositas merupakan keengganan suatu fluida untuk mengalir.

Harga viskositas ini dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, pada temperatur

yang tinggi harga viskositas fluida akan mengecil dan sebaliknya pada

temperatur rendah harga viskositas akan semakin besar.

Gambar 2.4 Hubungan Viskositas Minyak Dengan Tekanan


Reservoir5)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
23

d. Specific Gravity Fluida (SG)

Specific Gravity fluida (SG) adalah perbandingan antara densitas fluida

tersebut dengan fluida yang lain pada kondisi standart (14.7 psi, 60o F). Untuk

menghitung besarnya SG fluida tertentu, biasanya air diambil sebagai patokan

densitas sebesar 62.40 lb/cuft.

Spesific Gravity fluida (SGf) dapat dihitung apabila harga spesific gravity

air (SGw) dan spesific gravity minyak (SGo) serta watercut (WC) diketahui, yaitu

dengan menggunakan persamaan berikut :

SGf  1 - WC x SGo  WC x SGw ................................................... (2-11)

dimana:

SGf = Spesific gravity fluida

SGo = Spesific gravity minyak

SGw = Spesific gravity air

WC = Water cut, fraksi

2.4.2 Friction Loss

Persamaan gradien tekanan pada umumnya digunakan untuk setiap fluida

yang mengalir pada sudut kemiringan pipa tertentu dinyatakan dengan tiga

komponen, yaitu adanya perubahan energi potensial (elevasi), adanya gesekan

pada dinding pipa dan adanya perubahan energi kinetik.

Fluida yang mengalir di dalam pipa maka akan mengalami tegangan geser

(shear stress) pada dinding pipa, sehingga terjadi kehilangan sebagian tenaganya

http://digilib.mercubuana.ac.id/
24

yang sering disebut dengan friction loss. Darcy dan Weisbah’s menghitung

kehilangan energi karena gesekan dengan persamaan:

Lv 2
h=f .......................................................................................... (2-12)
d  2g

dimana:

h = Friction loss, ft

f = Friction factor

L = Panjang pipa, ft

v = Kecepatan aliran rata-rata dalam pipa, ft/s2

d = Diameter pipa, inch

g = Percepatan gravitasi

Berdasarkan persamaan diatas, William-Hazen membuat suatu persamaan

empiris untuk friction loss (hf), yaitu:

 Q1,85 
1,85
100 
hf  2,0830  4,8655  ............................................................(2-13)
 C   ID 

dimana:

hf = Friction loss, psi per 1000 ft

C = Koefisien friksi; 94 (tubing lama > 10 tahun) dan 120 (tubing

baru)

Q = Laju produksi, gallon/menit

ID = Diameter dalam pipa, inchi

Berdasarkan persamaan tersebut, William-Hazen membuat Grafik friction

loss seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
25

Gambar 2.5 Grafik Friction Loss Berdasarkan Persamaan William-


Hazen8)

2.5 Electric Submersible Pump (ESP)


Electric Submersible Pump (ESP) merupakan salah satu artificial lift

yang menggunakan pompa sentrifugal bertingkat banyak, dimana setiap tingkat

terdiri dari dua bagian, yaitu impeller (bagian yang berputar) dan diffuser

(bagian yang diam) serta memiliki poros yang dihubungkan langsung dengan

motor penggerak. Motor penggerak ini menggunakan tenaga listrik yang di

supplai dari permukaan dengan perantaraan kabel listrik. Sedangkan sumber

listrik diambil dari power plant yang ada di lapangan minyak.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
26

Gambar 2.6 Jenis Pompa ESP

2.5.1 Peralatan Electric Submersible Pump

Secara umum peralatan Electric Submersible Pump (ESP) terdiri dari dua

bagian, yaitu: peralatan bawah permukaan dan peralatan atas permukaan.

Susunan lengkap peralatan ESP dapat dilihat pada Gambar 2.7.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
27

Gambar 2.7 Susunan lengkap peralatan ESP

2.5.2 Peralatan di Bawah Permukaan

Peralatan bawah permukaan dari ESP terdiri dari centralizer,

pressure sensing instruments, electric motor, protector, intake, pump unit,

electric cable, check valve, dan bleeder valve. Dalam kondisi kerja, unit

bawah permukaan ditenggelamkan dalam fluida dengan disambung tubing

yang kemudian digantungkan pada well head.

a. Centralizer

Centralizer atau sering digunakan Entry Guide (Gambar 2.8) berfungsi untuk

menjaga kedudukan motor dan unit pompa berada ditengah sehingga

pendinginan dapat tercapai dengan baik. Juga dalam beberapa kasus dapat

mencegah kerusakan kabel karena adanya gesekan. Dalam penggunaan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
28

centralizer harus teliti untuk memastikan centralizer tidak akan berputar dan

bergeser ke atas atau ke bawah pada tubing string.

Gambar 2.8 Entry Guide

b. Pressure Sensing Instruments

Tranducers untuk tekanan dan suhu bottom hole dipasang pada salah satu

komponen unit di dasar sumur dan dihubungkan dengan main power cable

dan groundingnya. Dengan mengukur tahanan listrik kabel, tranducers

dan casing kemudian mengukur lagi tanpa tranducernya ESP maka perbedaan

pengukuran tersebut adalah tahanan listriknya. Karakteristik tahanan listrik dari

tranducers tahanan dan suhu yang dicatat tersebut dikalibrasikan dan

diterjemahkan dengan tabel-tabel yang ada untuk membaca harga tekanan

dan suhu alir sebenarnya pada saat testing dari dasar sumur. Secara umum

PSI Unit (Gambar 2.9) mempunyai 2 komponen pokok, yaitu:

1. PSI Down Hole Unit, Dipasang dibawah Motor Type Upper atau

Center Tandem, karena alat ini dihubungkan pada Wye dari Electric

Motor yang seolah-olah merupakan bagian dari Motor tersebut.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
29

2. PSI Surface Readout, Merupakan bagian dari system yang mengontrol

kerja Down Hole Unit serta menampakkan (display) informasi yang

diambil dari Down Hole Unit.

Gambar 2.9 PSI Down Hole Unit dan Surface Readout

c. Electric Motor

Jenis motor pompa benam listrik adalah motor listrik induksi dua kutub tiga

fasa yang diisi dengan minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan

listrik (dielectric strength) tinggi. Dipasang paling bawah dari rangkaian

dan motor tersebut digerakkan oleh arus listrik yang dikirim melalui kabel

dari permukaan. Motor berfungsi untuk menggerakan pompa dengan mengubah

tenaga listrik menjadi tenaga mekanik. Untuk lebih jelas dapat dihat pada

Gambar 2.10 Motor ESP.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
30

Gambar 2.10 Motor ESP

http://digilib.mercubuana.ac.id/
31

Fungsi dari minyak tersebut adalah:

1. Sebagai pelumas

2. Sebagai tahanan (isolator)

3. Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh

perputaran rotor ketika motor tersebut sedang bekerja.

Jadi minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang

biasanya sudah ditentukan oleh pabrik, yaitu berwarna jernih, tidak

mengandung bahan kimia, dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan

panas. Minyak yang diisikan akan mengisi semua celah-celah yang ada

dalam motor, yaitu antara rotor dan stator. Motor berfungsi sebagai tenaga

penggerak pompa (prime mover), yang mempunyai 2 (dua) bagian pokok,

yaitu:

1. Rotor (gulungan kabel halus yang berputar)

2. Stator (gulungan kabel halus yang stasioner dan menempel pada

badan motor)

Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran

pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada

ditengahnya akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan

ikut berputar pula (poros pompa, intake, dan protector).

d. Seal Section (Protector)

Kadang-kadang disebut isolation chamber. Protector (Gambar 2.11)

dipasang diantara unit-unit motor dan pompa yang mempunyai fungsi utama

yaitu:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
32

1. Menghubungkan ESP motor dan pompa housing

2. Menghindarkan aliran fluida produksi masuk ke dalam ESP motor,

namun memberikan tekanan keseimbangan di dalam motor dengan

tekanan sumur.

3. Tempat duduknya thrust bearing (yang mempunyai bantalan axial

dari jenis marine type) untuk meredam gaya axial yang ditimbulkan

oleh pompa.

4. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak


motor sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada saat
bekerja dan saat dimatikan.
Secara umum protector mempunyai dua macam type, yaitu:Positive

Seal atau Modular Type Protector dan Labyrinth Type Protector.Untuk

sumur-sumur miring dengan temperatur > 300 F disarankan menggunakan

protektor dari jenis positive seal atau modular type protektor.

Gambar 2.11 Protector

http://digilib.mercubuana.ac.id/
33

e. Intake (Gas Separator)

Gas separator (Gambar 2.12) berfungsi memisahkan free gas dari

aliran fluida produksi dan membantu mengalirkan keluar, biasanya ke arah

casing annulus, menjauh dari pump intake. Dengan demikian, membantu

mencegah gas locking dan umumnya efektif untuk gassy wells.

Gambar 2.12 Gas Separator

http://digilib.mercubuana.ac.id/
34

Ada beberapa jenis intake yang sering dipakai, yaitu standart intake,

rotary gas separator, static gas separator:

1. Standart Intake

Dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang masuk pada

intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15% dari total volume fluida.

Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa, dan dibagian luar

dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring partikel masuk ke

intake sebelum masuk kedalam pompa.

2. Rotary Gas Separator

Dapat memisahkan gas 80-95%, dan biasanya dipasang untuk sumur-

sumur dengan GLR tinggi. Gas Separator jenis ini tidak

direkomendasi untuk dipasang pada sumur-sumur yang abrasive.

3. Static Gas Separator

Sering disebut reverse gas separator, yang dipakai untuk

memisahkan gas 25-50% dari fluidanya.

f. Pump (Pompa)

Merupakan pompa sentrifugal multistage, dimana setiap pompa terdiri dari

sebuah rotating impeller dan stationary difuser (Gambar 2.13 dan 2.14).

Sebuah ESP terdiri dari beberapa stage dan jumlah stage menentukan jumlah

dari ketinggian fluida yang dihasilkan dan tenaga yang diperlukan untuk

menggerakkan pompa. Perubahan tekanan dan energi dimulai sewaktu

aliran fluida produksi dipompa memasuki impeller, dan sewaktu impeller

mulai berputar gerakan putaran ini mendorong suatu gerakan putar dari liquid.

Ada 2 komponen gerakan liquid yang ditimbulkan oleh impeller, yaitu:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
35

1. Gerakan radial ke arah keluar dari titik tengah impeller, kekuatan

sentrifugal.

2. Gerakan arah tangential pada pinggir luar diameter impeller.

Fungsi diffuser sesuai namanya adalah merubah sebagian dari energi

kecepatan tinggi menjadi energi kecepatan relatif rendah dan merubah ke

pressure energy.

Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi

tenaga potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses

tersebut fluida memiliki energi yang semakin besar dibandingkan pada saat

masuknya.

Kejadian tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa

berbanding linier dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stages yang

dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa untuk

mengangkat fluida.

Gambar 2.13 Pompa ESP

http://digilib.mercubuana.ac.id/
36

Diffuser Impeller

Gambar 2.14 Diffuser dan Impeller

Untuk mengetahui spesifikasi diameter dan seri dari jenis pompa yang

digunakan, Schlumberger menggunakan karakter secara abjad seperti pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Diameter dan Seri Pompa


Type Series Outside Minimum
diameter casing size
A 338 3.38” 4 ½”
D 400 4.00” 5 ½”
G 540 5.13” 6 5/8”
S 538 5.38” 7”
H 562 5.63” 7”
J 675 6.75” 8 5/8”
M 738 7.25” 9 5/8”
L 862 8.63” 10 ¾”
N 950 9.5” 11 ¾”
950 10.00” 11 ¾”
P 1125 11.25” 13 3/8”

http://digilib.mercubuana.ac.id/
37

Sebagai contoh penulisan tatanama seri pompa SN2600 dapat diartikan:

S = seri 538 dengan OD pompa 5,38”

N = jenis material dari stage, Ni-resist

2600 = laju alir dengan efisiensi terbaik pada @60 Hz : 3500 RPM

g. Check Valve

Check valve biasanya dipasang pada tubing (2-3 joint) diatas pompa.

Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Jika check valve tidak

dipasang maka akan ada kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida)

yang melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik

keatas, sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller

berbalik arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Jadi

umumnya check valve digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida

sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun kebawah.

h. Bleeder Valve

Bleeder valve dipasang satu joint diatas check valve, mempunyai fungsi

mencegah minyak keluar pada saat pompa dicabut. Bleeder valve dapat

digantikan dengan wireline sliding sleeve door (SSD). Beda antara

keduanya yaitu sliding sleeve door dapat dibuka dan ditutup menggunakan

wireline sementara bleeder valve hanya dapat dibuka dan tidak bisa ditutup.

i. Electric Cable

Jenis kabel listrik untuk unit-unit instalasi ESP harus tahan terhadap

rendaman minyak, gas, maupun air asin di dalam sumur dan tetap

operasional dalam kondisi sumur yang sangat berat, antara lain tekanan alir, suhu

tinggi, korosi dan sedikit gesekan-gesekan fisik dengan dinding-dinding

http://digilib.mercubuana.ac.id/
38

dalam casing.

Fungsi utama kabel ESP adalah untuk mengalirkan energi untuk

menggerakan dan memutar motor dan pompa di dalam sumur produksi.

Kabel ESP terdiri dari tiga konduktor listrik disusun berupa konfigurasi

round cable dan flat cable yang umumnya terbuat dari bahan copper dan juga

dilapisi berbagai metal tapes terbuat dari baja galvanis, bronze, stainless

steel dan bahan non metalik polyethylene. Dapat dilihat pada Gambar 2.15

Elecric Cable.

Gambar 2.15 Elecric Cable

j. Automatic Diverter Valve (ADV)

Automatic Diverter Valve (ADV) dipasang 4 joint diatas pompa. ADV

didesain untuk meningkatkan runtime ESP pada sumur berpasir dimana ADV

akan aktif secara otomatis pada saat start-up ESP. Fungsi dari ADV yaitu

untuk mencegah jatuhnya padatan kedalam pompa pada saat ESP mati, mencegah

putaran balik, dan mencegah terjadinya plugging. Jadi alat ini dapat bekerja

secara otomatis, tidakseperti penggunaan SSD dan RCV. ADV dapat dilhat pada

Gambar 2.16.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
39

Gambar 2.16 Automatic Diverter Valve (ADV)

2.5.3 Peralatan di Atas Permukaan

Unit peralatan atas permukaan ESP terdiri dari beberapa komponen utama,

yaitu: wellhead, junction box, switchboard, transformer dan VSD. Peralatan atas

permukaaan tersebut berperan untuk mengontrol kondisi ESP di bawah permukaan.

a. Wellhead

Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang

mempunyai lubang untuk cable pack-off atau penetrator. Cable pack-off ini

biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi juga dengan

lubang untuk hidraulic control line, yaitu saluran cairan hidraulik untuk

menekan subsurface ball valve agar terbuka. Wellhead juga harus dilengkapi

dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang untuk kabel dan tulang. Wellhead di

http://digilib.mercubuana.ac.id/
40

desain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai 3000 psi. Dapat dilhat pada

Gambar 2.17 Wellhead.

Gambar 2.17 Wellhead

b. Junction Box

Junction box (Gambar 2.18) ditempatkan di antara kepala sumur dan untuk

alasan keamanan. Gas dapat mengalir keatas melalui kabel dan ke permukaan

menuju switchboard, yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran, karena

itu kegunaan dari junction box ini adalah untuk mengeluarkan gas yang

naik keatas tadi. Juction box biasanya 15 ft (minimum) dari kepala sumur dan

normalnya berada diantara 2 sampai 3 ft diatas permukaan tanah.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
41

Fungsi dari junction box antara lain:

1. Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi

kepermukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfir.

2. Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan

kabel dari switchboard.

Gambar 2.18 Junction Box

c. Switchboard

Switchboard berfungsi untuk mengontrol kerja pompa (Gambar 2.19). Peralatan

yang ada pada switchboard yaitu:

1. Start stop panel, yang berfungsi untuk menghidupkan atau

http://digilib.mercubuana.ac.id/
42

mematikan motor.

2. Breaker, sebagai pemutus aliran listrik saat dilakukan reparasi pompa.

3. Fuse, merupakan pengaman jika terjadi hubungan singkat pada arus listrik

atau bila terjadi over voltage.

4. Recording ammeter, sebagai pencatat besarnya arus yang digunakan motor.

Gambar 2.19 Switchboard

d. Transformer

Merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk menaikan atau

menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang dikelilingi oleh coil

http://digilib.mercubuana.ac.id/
43

dari lilitan kawat tembaga. Baik core maupun coil direndam dengan minyak

trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding dengan

jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input transformer diberikan tinggi

agar didapat ampere yang rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak

dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan

diturunkan dengan menggunakan step-down tranformer sampai dengan tegangan

yang dibutuhkan oleh motor. Transformer dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Transformer

e. Variable Speed Drive (VSD)

Sistem ESP dioperasikan dengan frekuensi tetap 50 atau 60 Hz. Secara umum

Variable Speed Drive (VSD) merupakan switchboard yang mempunyai

kapasitas frekuensi yang dapat diubah. VSD digunakan untuk mengubah frekuensi

tetap dari gelombang AC power menjadi frekuensi lainnya, biasanya berkisar

http://digilib.mercubuana.ac.id/
44

antara 30-90 Hz. VSD dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Dengan adanya range frekuensi tersebut, akan memberikan keleluasaan

dalam penentuan laju alir produksi yang disesuaikan dengan kemampuan sumur

melalui pengaturan putaran pompa. Dengan pengaturan putaran diharapkan

akan didapatkan pemompaan yang optimum dengan tanpa harus merubah

perencanaan jumlah stage.

Penentuan besarnya frekuensi output dari VSD yang nantinya

merupakan frekuensi putaran pompa dapat ditentukan melalui beberapa jenis

pengontrol (control mode), yaitu:

 Speed Mode, yaitu pengaturan berdasarkan speed sebagai harga tetapan.

Misal dengan Speed Mode pada 52 Hz, berarti motor akan tetap pada putaran

52 Hz.

 Current Mode, yaitu pengaturan berdasarkan running ampere sebagai

harga tetapan. Misal dengan Current Mode pada 40 Amp, berarti

VSD akan mengatur putaran (frekuensi) untuk menyesuaikan running ampere

(40 Amp).

Dengan mengubah frekuensi maka pump performance akan berubah juga.

Frekuensi yang lebih tinggi menyebabkan kecepatan pompa menjadi lebih besar

yang akan memberikan rate produksi dan head lebih besar, maka horse power yang

dibutuhkan juga menjadi lebih besar.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
45

Gambar 2.21 Variable Speed Drive

2.6 Dasar Perencanaan Electric Submersible Pump (ESP)

Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam perencanaan Electric

Submersible Pump (ESP) yang akan dijelaskan dalam sub bab berikut ini.

2.6.1 Pengumpulan Data Teknis yang Diperlukan

Mengumpulkan data yang diperlukan, yaitu data sumur (diameter dan

panjang casing dan liner, kedalaman dan interval perforasi, diameter dan

panjang tubing beserta coupling, data reservoir (laju produksi, tekanan statik dan alir

sumur, temperatur dasar sumur, GOR, WC, SG minyak air dan gas, dan

viskositas minyak) dan data PVT (tekanan gelembung dan gas terlarut).

http://digilib.mercubuana.ac.id/
46

2.6.2 Perhitungan Spesific Gravity Rata-rata dan Gradien Fluida

Untuk menentukan harga SG rata-rata dapat digunakan Persamaan (2-14).

Dan untuk menentukan besarnya gradien tekanan digunakan persamaan:

..................................... (2-14)

Keterangan:

Gf = gradien tekanan, psi,ft.

Sgmix = SG rata-rata fluida.

2.6.3 Penentuan Laju Alir Produksi Optimum (Qopt)

Untuk menentukan laju alir produksi optimum (Qopt) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan:

............................................... (2-15)

Keterangan:

Qopt = laju alir produksi optimum, BFPD.

WOR = water oil ratio, %.

Qt = laju alir total fluida, BFPD.

2.6.4 Penentuan Datum (Mid Perforation)

Untuk menentukan datum dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan:

............. (2-16)

2.6.5 Penentuan Kedalaman Pompa (PSD)

Batasan umum untuk menentukan letak kedalaman pompa dalam suatu

sumur adalah bahwa pompa harus ditenggelamkan didalam fluida sumur.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
47

Sebelum perhitungan perkiraan Pump Setting Depth dilakukan, terlebih dahulu

diketahui parameter yang menentukannya, yaitu Static Fluid Level (SFL) dan

Working Fluid Level (WFL) dimana untuk menentukannya digunakan alat

sonolog atau dengan operasi wireline, bila sumur tersebut tidak menggunakan

packer. Jika sumur menggunakan packer, maka penentuan SFL dan WFL

dilakukan dengan pendekatan:

A. Static Fluid Level (SFL, ft)

Apabila sumur dalam keadaan mati (tidak diproduksikan), sehingga tidak ada

aliran, maka tekanan didepan perforasi sama dengan tekanan statik sumur (Ps).

Sehingga kedalam permukaan fluida di annulus (SFL, ft) adalah:

= − + , ........................................ (2-17)

B. Working Fluid Level (WFL, ft)


Bila sumur diproduksikan dengan rate produksi sebesar Q (bbl/D), dan

tekanan alir dasar sumur adalah Pwf (psi), maka ketinggian (kedalaman bila

diukur dari permukaan) fluida di annulus adalah:

= − + , .................................... (2-18)

Keterangan:

SFL = Statik Fluid Level, ft.

WFL = Working Fluid Level, ft.

Ps = Tekanan Statik sumur, psi.

Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi.

Q = Rate produksi, BPD.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
48

D = Kedalaman sumur, ft.

Pc = Casing Head Pressure, psi.

ρb = Tekanan Bubble Point, psi.

Gf = Gradient Fluida Sumur, psi/ft.

Untuk mengetahui berbagai posisi pompa, maka dapat dilihat pada

Gambar 2.22 berikut:

Gambar 2.22 Berbagai Posisi Pompa Pada Kedalaman Sumur

2.6.5.1 Pump Setting Depth Minimum

Pada keadaan yang diperlihatkan dalam Gambar 2.22B. (posisi

minimum) dalam waktu yang singkat akan terjadi pump-off, oleh karena

ketinggian fluida level diatas pompa relatif sangat kecil atau pendek sehingga gas

yang akan dipompakan. Pada kondisi ini pump intake pressure (PIP) akan menjadi

http://digilib.mercubuana.ac.id/
49

kecil. Jika PIP mencapai harga dibawah bubble point pressure (ρb), maka akan

terjadi penurunan efficiency volumetric dari pompa (disebabkan terbebasnya gas

dari larutan). Pump Setting Depth (PSD) minimum dapat ditulis dengan

persamaan:

= + − , .................................. (2-19)

2.6.5.2 Pump Setting Depth Maksimum

Sedangkan keadaan yang ditunjukkan oleh Gambar 2.22C. (pompa pada

keadaan maksimum) juga kedudukan yang kurang menguntungkan. Karena

dalam keadaan ini memungkinkan terjadinya overload (pembebanan berlebihan),

yaitu pengangkatan beban kolom fluida yang terlalu berat. Kedalaman Pump

Setting Depth (PSDmax) dapat didefinisikan:

= − − , ........................................ (2-20)

2.6.5.3 Pump Setting Depth Optimum

Kedudukan ini yang paling dikehendaki dalam perencanaan pompa benam

listrik seperti dalam Gambar 2.22D. (pompa dalam keadaan optimum). Selanjutnya

untuk menentukan kedalaman pompa yang optimum tadi (agar tidak terjadi

pump-off dan overload serta sesuai dengan kondisi rate yang dikehendaki),

maka kapasitas pompa yang digunakan harus sesuai dengan produktivitas

formasi dari sumur yang bersangkutan.

Untuk casing head tertutup, maka: c

G
Kedalaman pompa optimum = + .............................. (2-21)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
50

Untuk casing head terbuka, maka: c

G
Kedalaman pompa optimum = + ......................... (2-22)

2.6.6 Perhitungan Pump Intake Pressure (PIP)

Intake adalah tempat masuknya fluida untuk diisap oleh pompa, pada

kondisi sumur yang memiliki Gas Liquid Ratio (GLR) yang relatif tinggi juga

dipasang gas separator agar gas yang terkandung dapat terlepaskan ke annulus

lubang sehingga hanya fluida saja yang akan diisap oleh pompa. Berdasarkan

setting depth pump, besarnya Pump Intake Pressure (PIP) dapat dihitung dengan

persamaan:

PIP = Pwf – {(Datum – PSD) x Gf} .................................................(2-23)

Keterangan:

PIP = Pump Intake Pressure (Psi)

Pwf = Tekanan alir dasar sumur (Psi)

Datum = Mid Perforasi (ft)

PSD = Pump setting Depth (ft)

Gf = Gradient fluida (Psi/ft)

2.6.7 Perhitungan Net Vertical Lift (Hd)

Net Vertical Lift merupakan jarak vertikal yang dilalui dimana fluida akan

terangkat ke permukaan yaitu antara fluid level dengan surface. Dapat dihitung

dengan Persamaan berikut:

Vertical lift, (Hd) = Pump setting Depth (TVD) – FOP

http://digilib.mercubuana.ac.id/
51

Fluid Over Pump, (FOP) = PIP/Gf

Keterangan:

FOP = Fluid Over Pump, (ft)

Hd = Net vertical lift, (ft)

2.6.8 Perhitungan Besarnya Friction Loss di Tubing (Hf)

Dari Persamaan (2-13) maka dapat ditentukan besarnya friction Loss

Sepanjang Tubing (Hf) adalah:

= ............................................................... (2-24)

Keterangan:

Hf = Friction loss pada tubing, ft.

PSD = Kedalaman letak pompa dr permukaan, ft MD.

2.6.9 Perhitungan Total Dynamic Head (TDH)

Total dynamic Head (TDH) adalah total pressure dimana pompa bekerja yang

dinyatakan sebagai head (kolom atau ketinggian kolom cairan). TDH juga dapat

dinyatakan sebagai pressure differential sepanjang pompa (outlet-inlet), atau

sebagai kerja yang dilakukan oleh pompa pada cairan untuk menaikkannya dari satu

level energi ke level lainnya yang dinyatakan dalam satuan feet (ft). TDH dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

= + + ..................................................... (2-25)

http://digilib.mercubuana.ac.id/
52

Keterangan:

TDH = Total Dynamic Head, ft.

THP = Tubing Head Pressure, psi.

Gf = Gradien tekanan fluida sepanjang tubing, psi/ft.

Hf = Friction loss di tubing, ft.

Hd = Net Vertikal Lift, ft.

2.6.10 Penentuan Jenis Pompa dan Motor

Berdasarkan data laju alir desain ESP, dapat ditentukan jenis pompa yang

akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang tersedia, pompa yang digunakan

adalah merk REDA, maka jenis-jenis pompa yang sesuai dapat dilihat dari pump

summary. Jarak clearance antara OD pompa dengan ID casing minimal 1 inch.

Grafik performa pompa dapat dilihat pada lampiran.

Grafik performa pompa digunakan untuk menentukan Head Capacity,

Horse Power Motor dan efisiensi pompa. Pemilihan seri pompa ini berdasarkan

efisiensi maksimum pada laju produksi yang sudah didesain. Semua data yang

didapatkan dari grafik tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan dan

perencanaan selanjutnya. Data Head Capacity pompa digunakan untuk

menghitung banyaknya stages pompa yang dibutuhkan:

Head per stage (feet/stage) = .................................... (2-26)

Keterangan:

TDH = Total Dynamic Head, ft.

Head Capacity = Head per stages, ft/stages.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
53

Setelah didapatkan jumlah stages pompa yang dibutuhkan, kemudian dilanjutkan

dengan melakukan perhitungan besarnya Horse Power yang dibutuhkan, nilai

HP/stage didapat dari Grafik Pompa :

Horse Power Motor = Brake Horse Power x stages .............. (2-27)

Brake Horse Power = Stages x xSGmix .............. (2-28)

Setelah didapatkan Horse Power Motor, selanjutnya adalah penentuan jenis

motor. Penentuan jenis motor harus disesuaikan dengan jenis seri pompa yang

dipilih dan besarnya Horse Power yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasi

yang tersedia. Fluida yang mengalir melewati motor harus memiliki kecepatan > 1

ft/s sebagai syarat untuk pendinginan pada motor.

( , )
= –
............................................ (2-29)

Keterangan:

V = kecepatan aliran fluida, ft/s.

Pada tiap–tiap jenis motor kecepatan aliran fluida berbeda-beda

tergantung dari OD Motor. Spesifikasi motor yang tersedia dapat dilihat pada

lampiran.

2.6.11 Penentuan Jenis Kabel dan Besarnya Voltage

Dalam pemilihan kabel hal yang harus diperhatikan yaitu clearance

antara ID casing dengan OD maksimum unit pompa harus lebih besar dari 0,126

inch.

Clearance = ID Casing - OD Pompa, Inch........................... (2-30)

Selain clearance, hal yang perlu dipilih tipe/jenis kabel dan panjang kabel.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
54

Reda telah membuat grafik-grafik penurunan voltage pada kabel untuk beberapa

harga amper motor yang berbeda. Penentuan panjang kabel (L) dapat dihitung

dengan persamaan berikut :

L = PSD + 100 ft .................................................................... (2-31)

Keterangan:

L = panjang kabel, ft.

PSD = Pump Setting Depth, ft MD.

Berdasarkan pembacaan harga arus listrik (A) dan tegangan listrik

(Vmotor) yang dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan, maka dapat

dipilih jenis kabel pada lampiran. Pemilihan jenis kabel sebaiknya memilih jenis

kabel yang memiliki kehilangan tegangan dibawah atau sekitar 30 volt tiap

1,000 ft.

Hasil pembacaan voltage loss (Voltage Drop/1000, ft) yang didapat dari

chart berdasarkan amper motor kemudian digunakan untuk perhitungan voltage

drop kabel pada koreksi temperatur dengan menggunakan persamaan berikut:

∆ = ............................ (2-32)

Keterangan:

∆ = Voltage Dropp Kabel, Volt

L = Panjang Kabel, ft.

2.6.12 Pemilihan Switchboard dan Transformer

Menentukan jenis switchboard yang akan dipakai perlu diketahui terlebih

dahulu berapa besarnya voltage total (Vtotal) yang akan bekerja pada

http://digilib.mercubuana.ac.id/
55

switchboard tersebut. Besarnya Voltage total atau tegangan yang bekerja pada

switchboard dapat dihitung dari persamaan berikut ini:

= + ∆ ............................................. (2-33)

Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan besarnya KVA yang dibutuhkan

oleh transformer pada saat pengoperasian nantinya.


.
= .................................................... (2-34)

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai