PENDAHULUAN
Talamus adalah bagian terbesar dari diencephalon dan berfungsi sebagai pusat
pemrosesan untuk proyeksi yang masuk dan keluar dari kedua belahan otak. Penampang
melintang kedua bagian thalamus terlihat seperti massa berbentuk telur yang terletak didalam
batang otak. Ruang vertikal tipis yang diisi dengan CSF yang disebut ventrikel ke-3terletak di
garis tengah antara dua bagian thalamus. Bagian lateral dan posterior thalamus berhubungan
dengan otak bagian tengah yang mendasari (mesencephalon), namun kapsula internal berfungsi
sebagai batas lateral thalamus dan komisura posterior berfungsi sebagai batas posterior.
Thalamus meluas sampai batas rostral ventrikel ke-3 dan dipisahkan dari korteks frontal oleh
komisura anterior dan linea terminalis. Kesan horizontal dangkal di thalamus yang disebut
hipotalamus sulkus adalah batas ventral thalamus yang memisahkannya dari hipotalamus di
bawah ini.1,2
Sirkuit ganglia basal secara fungsional disisipkan antara korteks dan thalamus. Tugas
utama sirkuit adalah untuk memproses sinyal yang mengalir dari korteks, untuk menghasilkan
sinyal keluaran yang kembali ke korteks, melalui thalamus, untuk memodulasi eksekusi
gerakan2,3,4.
Talamus mentransmisikan input sensoris dari basal ganglia dan serebelum menuju
korteks serebri. Oleh karena fungsinya tersebut, lesi pada struktur talamus dapat menyebabkan
berbagai macam gangguan gerak.5 Tinjauan pustaka kali ini akan membahas mengenai peran
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
berada di tengah dari masing-masing hemisfer serebri dan mengandung banyak nukleus. Secara
makroskopis, thalamus berbentuk ovoid dengan ukuran diameter sekitar rostrokaudal sekitar 30
mm, tinggi 20mm dan lebar 20 mm. Thalamus memenuhi 4/5 volume dari diensefalon. Thalamus
dari kapsula interna. Terdapat sel-sel yang saling berdekatan membentuk lapisan tipis dan
melekat pada lamina medulla eksterna, disebut sebagai nukleus retikularis dati thalamus.7
2.1.1 Nukleus Thalamus
Thalamus terdiri dari 4 bagian yakni hypothalamus, epithalamus, thalamus ventral dan thalamus
dorsal. Masing-masing thalamus memiliki 3 regio utama yang dibatasi oleh lamina medulla
interna, yang merupakan lapisan tipis white matter, membatasi thalamus seperti huruf Y. Lamina
medulla interna membagi nukleus thalamius menjadi medial dan lateral kemudian pada sisi
anterior, lamina medulla interna terbagi menjadi 2 lamela dan membatasi kelompok nukleus
anterior.6,7
Dengan menggunakan lamina medulla interna sebagai acuan, regio utama thalamus
terbagi menjadi (i) nukleus anterior yang berada di sudut Y, (ii) nukleus ventrolateral yang
terletak di lateral dan (iii) nukleus media yang terletak di medial. Nukleus anterior terdiri dari
nukleus ventral anterior (VA), nukleus ventral lateral (VL), nukleus ventral posterolateral (VPL)
dan nukleus ventral posteromedial (VPM). Nukleus lateral terdiri dari sebuah nukleus lateral
dorsal dan sebuah nukleus lateral posterior. Pada sisi kaudal terdapat pulvinar dengan korpus
medial dan korpus lateral genikulatum yang melekat pada sisi bawahnya. Ada beberapa
kelompok kecil nukleus pada lamina medulla interna atau disebut sebagai nukleus interlaminar
Gambar 2.2 Identifikasi target thalamus dengan menggunakan MRI. Traktus dapat
dibentuk secara skematis menggunakan nukleus dentata (DN) berwarna hijau dan nukleus merah.
ventrikel ketiga6.
2.1.2 Vaskularisasi
Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang perforasi dari arteri serebri
1. Bagian rostral dari thalamus utamanya mendapat vaskularisasi dari arteri perforans
thalamica anterior (arteri tuberal thalamica) yang merupakan cabang dari arteri
komunikan posterior.
2. Daerah basal dan medial thalamus serta area pulvinar mendapat vaskularisasi dari arteri
perforans thalamica posterior (arteri perforans thalamica), merupakan cabang dari arteri
serebri posterior, yang keluar pada proksimal dari insersi arteri komunikan posterior.
Pada sebagian individu, kedua arteri perforans thalamica posterior dari masing-masing
merupakan cabang dari arteri serebri posterior, terletak di distal dari asal dari arteri
komunikan posterior.
4. Korpus genikulatum, nukleus thalamica medial dan posteromedial serta pulvinar
mendapat vaskularisasi dari arteri choroidalis posterior medial dan lateral yang
merupakan cabang dari arteri komunikan posterior, keluar pada distal dari asal arteri
komunikan posterior.
2.2 Fisiologi Thalamus
2.2.1 Fungsi Thalamus
Thalamus adalah sebuah pusat penyalur informasi sensorik dan motorik, juga mengatur
kesadaran, atensi, dan proses kognitif (ingatan dan bahasa). Sebagian besar proyeksi nukleus
thalamik ke area kortikal telah diketahui dengan baik, dengan pengecualian nukleus retikular dan
nukleus intralaminar, yang berproyeksi secara difus ke banyak area korteks dan telah
didefinisikan sebagai nukleus talamik non spesifik. Koneksi talamokortikal diketahui dapat
memori episodik. Nukleus ini terdiri dari 3 subnuklei dengan konektivitas menuju korteks
subkular, korteks retrosplenial, dan badan mamilary. Melalui hubungannya dengan girus
cingulate anterior dan korteks prefrontal, nukleus tersebut dapat berkontribusi untuk interaksi
Nukleus ini dianggap sebagai bagian dari sistem aktivasi retikular asenden (ARAS), kelanjutan
rostral dari formasi retikular. Selain berfungsi untuk arousal, kedua nukleus ini berperan juga
dalam menyalurkan informasi taktil dan nosiseptif, visual, auditorik, dan atensi.10,11
c. Nukleus Thalamus Lateral
Nukleus ventral posterior lateral (VPM) dan ventral posterior medial (VPM) merupakan
bagian dari sistem somatosensori. Jaras yang terlibat meliputi jaras lemniscus medialis dan
spinothalamikus yang melewati VPL, serta trigeminothalamikus dan bagian inferior dari girus
postsentralis. Nucleus lain, yakni nukleus ventro lateral (VL) mendapat masukan dari
serebellum, serta sebagian kecil jaras dari basal ganglia ke bagian rostral. Jaras yang masuk ke
nukleus VL akan diproyeksikan ke korteks motorik, area 4 girus pre sentralis, serta area
premotorik. Nukleus lainnya yakni nukleus posterior lateral (LP) mendapat masukan berupa
informasi visual yang akan diteruskan ke korteks motorik serta formasi hippocampal. Proyeksi
ini menjadikan nukleus LP mempunyai peran dalam pembuatan memori spasial baru dalam
proses belajar.12,13
d. Nukleus Thalamus Posterior
Pulvinar sebegai nukleus thalamus terbesar mendapatkan masukan jaras afferen dari
kolikulus superior dan korteks asosiasi. Proyeksi tersebut berjalan menuju area asosiasi di regio
temporoparietal yang berperan dalam persepsi visual dan pergerakan bola mata. Selain itu,
pulvinar juga mendapat masukan dari berbagai sistem sensorik lainnya dan memproyeksikan ke
korteks lobus parietal, oksipital, dan temporal. Stimulus ini membawa informasi posisi dan
cukup berperan penting dalam posisi tubuh tegak serta atensi terhada stimulus visual ataupun
suara.12
e. Nukleus Metathalamikus
Terdiri dari nukleus genikulatum medial dan lateral. Nukleus genikulatum lateral
mendapatkan input aferen visual dari daerah pretektal sedangkan nukleus genikulatum medial
mendapat masukan aferen auditorik. Nukleus lainnya, nukleus retikularis mengatur atensi, juga
mendapatkan masukan dari formatio retikularis batang otak, korteks serebral, dan thalamus. 12
2.3 Anatomi Fungsional
Pembahasan tentang gangguan gerak akibat lesi pada thalamus tidak bisa lepas dari
sirkuit ini adalah thalamus, globus pallidus, putamen, subtalamus, dan substansia nigra. Oleh
karena itu, untuk memahami patofisiologi terjadinya gangguan gerak akibat thalamus perlu
serebelum dan medulla spinalis melalui thalamus. Terdapat dua kategori koneksi intrinsik
ganglia basalis, yaitu direct pathway dan indirect pathway. Direct pathway menggunakan
neurotransmitter GABA. Jaras ini berasal dari putamen menuju globus palidus interna dan
substansia nigra.1,3,4
Ketika direct pathway teraktivasi dari striatum menuju palidum, neuron yang mengalami
aktivasi secara tonik pada palidum tertekan, dan dorongan talamokortikal secara kuat teraktivasi.
Sebaliknya, pada indirect pathway, yang berasal dari putamen, proyeksi menuju regio luar basal
ganglia melalui globus palidus eksterna (GPe) dan substansia nigra (STN). Jalur tidak langsung
ini terdiri dari beberapa hubungan antara striatum dan GPe, GPe dan globus palidus interna (GPi)
dan STN. Sirkuit ini meningkatkan inhibisi pada pemacu talamokortikal. Oleh karena itu, direct
pathway memberikan umpan balik positif, dan indirect pathway memberikan umpan balik
thalamus yang dalam, gangguan gerak lebih sering terjadi akibat stroke daripada akibat cedera
neurologis lainnya. Jenis-jenis gangguan gerak yang dapat terjadi akibat gangguan pada thalamus
antara lain distonia, tremor, mioklonus, dan chorea. Meskipun mekanisme yang mendasari
gangguan gerak pada keadaan post-stroke belum sepenuhnya diketahui, pada dasarnya gangguan
gerak terjadi akibat ketidakseimbangan sirkuit inhibitorik dan eksitatorik. Stroke infark pada
nukleus dalam (deep nuclei) seperti thalamus atau BG tiga kali lebih berisiko menyebabkan
gangguan gerak daripada infark pada daerah permukaan. Infark pada thalamus atau basal ganglia
mengganggu transportasi GABA menuju GPe dan, sebagai hasilnya, menghambat STN.
Perubahan ini dapat menyebabkan hilangnya kontrol GPi dan akibatnya meringankan
penghambatan keluaran thalamik. Pada gilirannya, penurunan penghambatan striatal dari neuron
termasuk khorea dan balismus. Studi pada model hewan sangat mendukung hipotesis bahwa lesi
STN menginduksi pergerakan hiperkinetik. Model monyet percobaan menunjukkan bahwa lesi
STN dapat menginduksi gerakan hiperkinetik seperti hemiballismus dan khorea. Lesi STN pada
monyet mengurangi pelepasan pada neuron GPi dan akibatnya mengurangi inhibisi terhadap
talamus. Bersama-sama, aksi ini berujung pada gerakan involunter. Lesi pada putamen juga
dengan STN, kaudatum, dan putamen. Balismus dan khorea diketahui memiliki patofisiologi
yang sama.14
Balismus dan khorea paling sering terjadi pada gangguan gerakan terkait dengan infark
pada basal ganglia. Khorea muncul dengan gerakan ireguler, mendadak, cepat, dan singkat yang
dapat mempengaruhi keseluruhan tubuh, dan khorea secara umum bermanifestasi pada regio
distal dari tubuh. Balismus adalah bentuk parah dari khorea yang muncul dengan keterlibatan
ekstremitas proksimal. Kurang lebih 80% dari kasus balismus atau khorea terjadi segera setelah
stroke. Sebanyak 54% kasus khorea akibat infark pada sirkuit ganglia basalis membaik dengan
sempurna; akan tetapi, khorea terkait dengan lesi STN tidak mengalami perbaikan.14,15
2.4.1.2 Distonia
Distonia adalah kelainan gerak yang ditandai dengan keterlibatan spasma otot involunter
yang menyebabkan postur memutar pada bagian tubuh tertentu. Banyak kondisi neurologis
manusia yang terkait dengan distonia, termasuk lesi putamen, globus palidus, dan talamus.
Terdapat bukti bahwa beberapa distonia terjadi akibat defisiensi dopamin relatif atau disfungsi
reseptor dopamin tipe 2. Studi dari fisiologi motorik pada distonia menunjukan ko-kontraksi
abnormal dari otot agonis dan antagonis yang biasanya diperberat dengan gerakan.1
Sebuah studi menunjukkan bahwa lesi pada putamen posterior dan Gpe menginduksi
distonia. Lesi thalamus, terutama pada VA dan VL, dan lesi serebelar dapat menyebabkan
distonia. Studi pencitraan menunjukkan bahwa lesi pada putamen dan pallidum juga dapat
menyebabkan distonia. Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa distonia sering dikaitkan
dengan lesi di ganglia basal, terutama di nukleus lentiform dan bahwa distonia adalah gangguan
pergerakan yang paling umum terjadi. Lesi pada nukleus lentiform paling sering terlibat dalam
patogenesis distonia, terutama pada putamen. Distonia biasanya muncul dalam kombinasi
dengan hemidistonia di sisi kontralateral. Namun, distonia fokal dan segmental juga dapat
terjadi. Pada sebagian besar pasien, distonia dapat sembuh sempurna maupun sembuh parsial.
Onset distonia rata-rata adalah 9,5 bulan setelah onset penyakit yang mendasari. Sebagian besar
pasien yang mengalami distonia setelah infark thalamus awalnya memiliki klinis hemiparesis
sebagai akibat dari kerusakan pada korteks serebri, batang otak, sumsum tulang belakang atau
saraf tepi. Asteriksis, yang juga disebut mioklonus negatif, ditandai oleh kegagalan
mempertahankan kontraksi otot dalam posisi tetap. Meskipun asteriksis identik dengan
ensefalopati hepatikum, asteriksis telah diamati terjadi pada kasus infark talamus yang
serebelum / batang otak / thalamus / sistem lobus frontal. Lesi pada nukleus VL dan VPL di
2.4.1.4 Tremor
Terdapat laporan bahwa tremor terjadi setelah infark ganglia basal; Namun, tremor yang
disebabkan oleh lesi ke thalamus lebih sering muncul. Lesi ke nukleus posterior di thalamus
sering menyebabkan tremor. Meskipun jarang, tremor yang disebabkan oleh stroke yang
mempengaruhi nukleus tengah dan anterior thalamus juga telah dilaporkan. Tremor yang timbul
dari infark thalamik lebih sering muncul pada kombinasi dengan gangguan gerakan lainnya,
Gambar 2.6 Korelasi anatomis dengan kelainan gerak setelah terjadi infark pada ganglia
basalis1.
penghambatan neuron yang kuat di GPe. Peristiwa ini menyebabkan inhibisi talamus.1
2.4.2.1 Parkinsonisme Vaskular
Parkinsonisme vaskular adalah kondisi di mana fitur penyakit Parkinson muncul setelah
stroke. Parkinsonisme vaskular adalah penyakit yang tidak terdefinisi dengan baik, dan memiliki
gambaran klinis dan patologis penyakit lainnya. Tidak ada kriteria klinis diagnostik yang
mengusulkan pedoman untuk diagnosis dan manajemen yang tepat. Parkinsonisme vaskular telah
dilaporkan pada 2% hingga 3% dari semua kasus Parkinsonisme. Parkinsonisme vaskular dapat
berupa keterlibatan unilateral atau bilateral, dapat disebabkan oleh lesi ke inti lentiformus dan
striatum, serta lesi pontine dan lesi white matter yang luas.22
Dua subtipe parkinsonisme vaskular yang berbeda telah diusulkan. Tipe pertama
digambarkan sebagai Parkinsonisme setelah infark ganglia basal akut dan tipe kedua
digambarkan sebagai degenerasi white matter difus kronis yang melibatkan inti lentiformus dan
termasuk presentasi simetris, tidak adanya tremor, keterlibatan tubuh yang lebih rendah, dan
respons yang buruk terhadap L-dopa. Infark yang mempengaruhi talamus, GPe dan putamen,
yang meluas ke nucleus kaudatus dan kapsul internal, dapat menginduksi fitur penyakit
Parkinson. Belum ada laporan Parkinsonisme vaskular yang terkait dengan infark STN. Dalam
kasus Parkinsonisme vaskular setelah infark ganglia basal akut, lesi iskemik yang mempengaruhi
jalur pallido- / nigro-thalamic dapat mengganggu output ganglia basal ke inti thalamic VL dan
VA VA. Lesi unilateral dapat menginduksi fitur penyakit Parkinson pada sisi tubuh yang
berlawanan dengan lesi menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara infark ganglia basal
diawali dengan teknik stereotaktik membuat lesi pada thalamus dan memutus aliran darah dari
arteri coroidal anterior. Pada penelitian penelitian selanjutnya, membuat lesi pada thalamus
terbukti dapat lebih menyingkirkan tremor dengan target utama adalah nucleus
ventrointermediate (Vim). Namun pada tahun 1968, sejak ditemukannya levodopa, operasi pada
pasien gangguan gerak mulai sangat jarang dilakukan. Pada perkembangannya, penyakit
Parkinson semakin banyak muncul dan menimbulkan gejala dyskinesia dan fluktuasi motorik
sangat perlu diperhatikan, mengingat operasi ini tidak efektif pada pasien yang sudah mengalami
“Burned out” dan juga pasien non dopa responsif seperti pasien atrofi system multiple tidak akan
merespon terhadap operasi. Berikut adalah table pasien ideal untuk dilakukan operasi gangguan
gerak.23
Tabel 2.2. Daftar kriteria pasien ideal untuk operasi nukleus subthalamica.23
ini modalitas diagnostic yang paling baik digunakan yakni MRI, namun dapat juga digunakan
CT Scan dan ventrikulografi. Operasi dilakukan dengan menggunakan alat stereotaktis dengan
awake surgery untuk memastikan operasi berlangsung optimal dengan menghilangkan penyebab
gangguan gerak dan mempertahankan fungsi otak lain yang masih baik, akan tetapi akan sulit
dilakukan jika pasien dalam kondisi “off state” Parkinson. Pasien dengan bradikinesia perlu
yakni dengan membuat lesi di thalamus dan dengan melakukan DBS, DBS bekerja dengan
memberikan arus elektrik frekuensi tinggi dan dapat dikendalikan sehingga dapat dilaksanakan
dikarenakan thalamus adalah organ yang dilewati jaras yang dapat mengalami tremor.
Memberikan lesi pada nucleus Vim efektif untuk menghentikan tremor pada sisi kontralateral.
Sementara memberikan lesi pada nucleus (Ventralis oralis posterior) V op efektif pada pasien
yang merespons gerakan sukarela sebagian besar terletak di dalam Vo, dan neuron yang
merespons gerakan kinestetik / pasif tentang sendi sebagian besar terkandung dalam Vim. Aferen
gradien kepadatan terminal anterior ke posterior melalui inti VL. Sebaliknya, aferen rangsang
terminal posterior ke anterior melalui inti VL. Selain itu, pengaturan somatotopik, yaitu,
distribusi medial ke lateral dari bidang wajah, forelimb-, dan hindlimb-reseptif, juga ada dalam
terkoordinasi, serta dalam pembelajaran dan retensi keterampilan motorik baru. Dengan
demikian, gangguan fungsional juga dapat dicapai dalam nuklei serebelar yang dalam dan
mempengaruhi aktivitas di striatum dan korteks serebral melalui nukleus VL, sehingga
mempengaruhi gerakan yang sedang berlangsung dan yang dimaksudkan. Pemilihan Vim
Parkinson dan manfaatnya dipertahankan selama lebih dari lima tahun. Tidak seperti operasi
pallidal, pengobatan dapat dikurangi setidaknya setengah pasca operasi, dan ini menyebabkan
pengurangan diskinesia yang diinduksi oleh obat. Pembedahan unilateral dapat ditawarkan
kepada pasien dengan penyakit yang sangat asimetris, tetapi sebagian besar memerlukan
pembedahan bilateral untuk menghindari masalah dengan kebutuhan pengobatan yang bervariasi
di kedua sisi. Komplikasi dapat bersifat sementara atau permanen. Efek samping yang muncul
sering berupa efek samping psikiatrik disebabkan oleh inhibisi STN. Pasien dengan riwayat
depresi atau gangguan psikiatrik dominan tidak disarankan untuk menjalani stimulasi pada
subtalamik bilateral23.
Pemilihan teknik operasi berupa lesi mengharuskan pasien untuk sadar penuh karena
penilaian klinis pasien tetapi sulit pada keadaan asimtomatik. Penggunaan teknik ini memberikan
hasil jangka panjang tanpa efek samping apabila lesi yang diberikan tepat pada sasaran.
DBS pada regio VIM thalamus tetap menjadi target efektif untuk pengobatan pasien
tertentu dengan penyakit Parkinson dominan tremor yang refrakter terhadap terapi medis.
Getaran ekstremitas kontralateral adalah gejala yang paling baik dengan thalamic DBS.
Frekuensi stimulasi adalah faktor kunci dalam menentukan kemanjuran klinis. Stimulasi untuk
mengurangi tremor pada frekuensi sekitar 50Hz dan mencapai a ∼200 Hz. Selama lebih dari
lima tahun setelah implantasi, DBS thalamik telah terbukti menguntungkan kontrol tremor. Pada
tremor Parkinson yang parah, hasilnya menjanjikan baru-baru ini diperoleh dari penggunaan
DBS di posterior daerah subthalamic (termasuk zona ekor). DBS memiliki kelemahan bahwa
teknik ini lama, perlu penggantian alat berkala selama beberapa tahun dan resiko infeksi23,
BAB 3
KESIMPULAN
Gangguan yang melibatkan gerakan hiperkinetik dan hipokinetik dapat terjadi setelah lesi
yang mengalami ganglia basalis ataupun talamus. Chorea / balisme dan distonia adalah jenis
kelainan pergerakan hiperkinetik yang paling umum yang timbul setelah ganglia basal dan infark
thalamik. Tremor sering berkembang setelah infark thalamus dan menunjukkan keterlibatan
saluran serebelar yang luas. Meskipun mioklonus jarang diamati setelah stroke pada sirkuit
ganglia basal, asteriksis sering dilaporkan dalam konteks ini.KChorea / balismus berkembang
pada tahap akut pasca-stroke, sedangkan distonia dan tremor menunjukkan penundaan yang
relatif lama dalam onsetnya. Parkinsonisme vaskular juga dapat menunjukkan onset akut setelah
stroke ganglia basal, tetapi jarang bermanifestasi sebagai akibat dari infark thalamik atau STN.
DAFTAR PUSTAKA
1. Park J. Movement Disorders Following Cerebrovascular Lesion in the Basal Ganglia
Circuit J Mov Disord. 2016 May; 9(2): 71–79.
2. Franklin, S. (2017). The Peripheral and Central Nervous System. Conn’s Translational
Neuroscience, 113–129.doi:10.1016/b978-0-12-802381-5.00007-5
3. Fahn S, Jankovic J, Hallett M. Principles and practice of movement
disorders. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2011
4. Holtbernd F, Eidelberg D. Functional brain networks in movement disorders: recent
advances. Curr Opin Neurol. 2012;25:392–401.
5. Mehanna R, Jankovic J. Movement disorders in cerebrovascular disease. Lancet
Neurol. 2013;12:597–608
6. Herrero, M. T., Barcia, C. and Navarro, J. M. (2002) ‘Functional anatomy of thalamus
and basal ganglia’, Child’s Nervous System, 18(8), pp. 386–404. doi: 10.1007/s00381-
002-0604-1.
7. Duus, P. (2012) Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 52nd edn. Edited by M. Baehr
and M. Frotscher. Thieme.
10. Sturm, W. et al. (1999) ‘Functional anatomy of intrinsic alertness: Evidence for a fronto-
parietal-thalamic-brainstem network in the right hemisphere’, Neuropsychologia, 37(7),
pp. 797–805. doi: 10.1016/S0028-3932(98)00141-9.
11. Kinomura, S. et al. (2011) ‘Activation by Attention of the Human Reticular Formation
and Thalamic Intralaminar Nuclei Jonas Larsson , Balazs Gulyas , Per E . Roland *’,
Advancement Of Science, 271(5248), pp. 512–515.
12. Kosif, R. (2016) ‘The Thalamus: A Review of its Functional Anatomy’, Medical
Research Archives, 4(8). doi: 10.18103/mra.v4i8.740.
24. Lunsford, L. D. and Niranjan, A. (2018) ‘The History of Movement Disorder Brain
Surgery’, Progress in Neurological Surgery, 33, pp. 1–12. doi: 10.1159/000480717.
25. Avecillas-Chasin, J. M., Alonso-Frech, F., Parras, O., del Prado, N., & Barcia, J. A.
(2015). Assessment of a method to determine deep brain stimulation targets using
deterministic tractography in a navigation system. Neurosurgical Review, 38(4), 739–
751.doi:10.1007/s10143-015-0643-1.
26. Tani N, Morigaki R, Kaji R, Goto S. Current Use of Thalamic Vim Stimulation in
Treating Parkinson’s Disease. 2013. InTechOpen. DOI:10.5772/57105.
27. Shipton EA. Movement Disorder and Neuromodulation. Hindawi Publishing
Corporation. doi:10.1155/2012/309431