Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

Talamus adalah bagian terbesar dari diencephalon dan berfungsi sebagai pusat

pemrosesan untuk proyeksi yang masuk dan keluar dari kedua belahan otak. Penampang

melintang kedua bagian thalamus terlihat seperti massa berbentuk telur yang terletak didalam

batang otak. Ruang vertikal tipis yang diisi dengan CSF yang disebut ventrikel ke-3terletak di

garis tengah antara dua bagian thalamus. Bagian lateral dan posterior thalamus berhubungan

dengan otak bagian tengah yang mendasari (mesencephalon), namun kapsula internal berfungsi

sebagai batas lateral thalamus dan komisura posterior berfungsi sebagai batas posterior.

Thalamus meluas sampai batas rostral ventrikel ke-3 dan dipisahkan dari korteks frontal oleh

komisura anterior dan linea terminalis. Kesan horizontal dangkal di thalamus yang disebut

hipotalamus sulkus adalah batas ventral thalamus yang memisahkannya dari hipotalamus di

bawah ini.1,2
Sirkuit ganglia basal secara fungsional disisipkan antara korteks dan thalamus. Tugas

utama sirkuit adalah untuk memproses sinyal yang mengalir dari korteks, untuk menghasilkan

sinyal keluaran yang kembali ke korteks, melalui thalamus, untuk memodulasi eksekusi

gerakan2,3,4.
Talamus mentransmisikan input sensoris dari basal ganglia dan serebelum menuju

korteks serebri. Oleh karena fungsinya tersebut, lesi pada struktur talamus dapat menyebabkan

berbagai macam gangguan gerak.5 Tinjauan pustaka kali ini akan membahas mengenai peran

thalamus dalam gangguan gerak.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Thalamus


Thalamus merupakan suatu struktur kompleks nukleus yang terletak pada diensefalon,

berada di tengah dari masing-masing hemisfer serebri dan mengandung banyak nukleus. Secara
makroskopis, thalamus berbentuk ovoid dengan ukuran diameter sekitar rostrokaudal sekitar 30

mm, tinggi 20mm dan lebar 20 mm. Thalamus memenuhi 4/5 volume dari diensefalon. Thalamus

berada pada masing-masing hemisfer dan mengapit ventrikel tiga.6,7


Pada sisi lateral thalamus terdapat lamina medulla eksterna yang memisahkan thalamus

dari kapsula interna. Terdapat sel-sel yang saling berdekatan membentuk lapisan tipis dan

melekat pada lamina medulla eksterna, disebut sebagai nukleus retikularis dati thalamus.7
2.1.1 Nukleus Thalamus

Gambar 2.1. Ilustrasi nukleus thalamus8

Penamaan dari mayoritas nukleus utama disesuaikan berdasarkan lokasinya di thalamus.

Thalamus terdiri dari 4 bagian yakni hypothalamus, epithalamus, thalamus ventral dan thalamus

dorsal. Masing-masing thalamus memiliki 3 regio utama yang dibatasi oleh lamina medulla

interna, yang merupakan lapisan tipis white matter, membatasi thalamus seperti huruf Y. Lamina

medulla interna membagi nukleus thalamius menjadi medial dan lateral kemudian pada sisi

anterior, lamina medulla interna terbagi menjadi 2 lamela dan membatasi kelompok nukleus

anterior.6,7
Dengan menggunakan lamina medulla interna sebagai acuan, regio utama thalamus

terbagi menjadi (i) nukleus anterior yang berada di sudut Y, (ii) nukleus ventrolateral yang

terletak di lateral dan (iii) nukleus media yang terletak di medial. Nukleus anterior terdiri dari
nukleus ventral anterior (VA), nukleus ventral lateral (VL), nukleus ventral posterolateral (VPL)

dan nukleus ventral posteromedial (VPM). Nukleus lateral terdiri dari sebuah nukleus lateral

dorsal dan sebuah nukleus lateral posterior. Pada sisi kaudal terdapat pulvinar dengan korpus

medial dan korpus lateral genikulatum yang melekat pada sisi bawahnya. Ada beberapa

kelompok kecil nukleus pada lamina medulla interna atau disebut sebagai nukleus interlaminar

dan juga nukleus sentromedian.7

Gambar 2.2 Identifikasi target thalamus dengan menggunakan MRI. Traktus dapat

dibentuk secara skematis menggunakan nukleus dentata (DN) berwarna hijau dan nukleus merah.

Traktus dentarubrotalamik juga dapat diidentifikasi25.


Gambar 2.3 Identifikasi Talamus. Talamus membentuk proyeksi prominen kedalam

ventrikel ketiga6.

2.1.2 Vaskularisasi
Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari cabang-cabang perforasi dari arteri serebri

posterior dan arteri komunikan posterior.


Gambar 2.2. Ilustrasi vaskularisasi thalamus7

1. Bagian rostral dari thalamus utamanya mendapat vaskularisasi dari arteri perforans

thalamica anterior (arteri tuberal thalamica) yang merupakan cabang dari arteri

komunikan posterior.
2. Daerah basal dan medial thalamus serta area pulvinar mendapat vaskularisasi dari arteri

perforans thalamica posterior (arteri perforans thalamica), merupakan cabang dari arteri

serebri posterior, yang keluar pada proksimal dari insersi arteri komunikan posterior.

Pada sebagian individu, kedua arteri perforans thalamica posterior dari masing-masing

sisi berasal dari trunkus yang sama (arteri Percheron).


3. Bagian lateral dari thalamus mendapat vaskularisasi dari arteri thalamogenikulatum yang

merupakan cabang dari arteri serebri posterior, terletak di distal dari asal dari arteri

komunikan posterior.
4. Korpus genikulatum, nukleus thalamica medial dan posteromedial serta pulvinar

mendapat vaskularisasi dari arteri choroidalis posterior medial dan lateral yang

merupakan cabang dari arteri komunikan posterior, keluar pada distal dari asal arteri

komunikan posterior.
2.2 Fisiologi Thalamus
2.2.1 Fungsi Thalamus
Thalamus adalah sebuah pusat penyalur informasi sensorik dan motorik, juga mengatur

kesadaran, atensi, dan proses kognitif (ingatan dan bahasa). Sebagian besar proyeksi nukleus

thalamik ke area kortikal telah diketahui dengan baik, dengan pengecualian nukleus retikular dan

nukleus intralaminar, yang berproyeksi secara difus ke banyak area korteks dan telah

didefinisikan sebagai nukleus talamik non spesifik. Koneksi talamokortikal diketahui dapat

memiliki sumber aferen dan tujuan eferen yang berbeda.6

Gambar 2.3 Nukleus – nukleus thalamus

2.2.2 Fungsi Nukleus Thalamus


a. Nukleus Thalamus Anterior
Nukleus thalamus anterior adalah komponen kunci dari sistem hippocampal untuk

memori episodik. Nukleus ini terdiri dari 3 subnuklei dengan konektivitas menuju korteks

subkular, korteks retrosplenial, dan badan mamilary. Melalui hubungannya dengan girus

cingulate anterior dan korteks prefrontal, nukleus tersebut dapat berkontribusi untuk interaksi

hippocampal-prefrontal resiprokal yang terlibat dalam fungsi emosional dan eksekutif.9


b. Nukleus Thalamus Medial dan Intralaminar
Kedua nukleus ini mendapat jaras aferen dari batang otak dan nukleus intralaminar.

Nukleus ini dianggap sebagai bagian dari sistem aktivasi retikular asenden (ARAS), kelanjutan

rostral dari formasi retikular. Selain berfungsi untuk arousal, kedua nukleus ini berperan juga

dalam menyalurkan informasi taktil dan nosiseptif, visual, auditorik, dan atensi.10,11
c. Nukleus Thalamus Lateral
Nukleus ventral posterior lateral (VPM) dan ventral posterior medial (VPM) merupakan

bagian dari sistem somatosensori. Jaras yang terlibat meliputi jaras lemniscus medialis dan

spinothalamikus yang melewati VPL, serta trigeminothalamikus dan bagian inferior dari girus

postsentralis. Nucleus lain, yakni nukleus ventro lateral (VL) mendapat masukan dari

serebellum, serta sebagian kecil jaras dari basal ganglia ke bagian rostral. Jaras yang masuk ke

nukleus VL akan diproyeksikan ke korteks motorik, area 4 girus pre sentralis, serta area

premotorik. Nukleus lainnya yakni nukleus posterior lateral (LP) mendapat masukan berupa

informasi visual yang akan diteruskan ke korteks motorik serta formasi hippocampal. Proyeksi

ini menjadikan nukleus LP mempunyai peran dalam pembuatan memori spasial baru dalam

proses belajar.12,13
d. Nukleus Thalamus Posterior
Pulvinar sebegai nukleus thalamus terbesar mendapatkan masukan jaras afferen dari

kolikulus superior dan korteks asosiasi. Proyeksi tersebut berjalan menuju area asosiasi di regio

temporoparietal yang berperan dalam persepsi visual dan pergerakan bola mata. Selain itu,

pulvinar juga mendapat masukan dari berbagai sistem sensorik lainnya dan memproyeksikan ke

korteks lobus parietal, oksipital, dan temporal. Stimulus ini membawa informasi posisi dan

cukup berperan penting dalam posisi tubuh tegak serta atensi terhada stimulus visual ataupun

suara.12
e. Nukleus Metathalamikus
Terdiri dari nukleus genikulatum medial dan lateral. Nukleus genikulatum lateral

mendapatkan input aferen visual dari daerah pretektal sedangkan nukleus genikulatum medial
mendapat masukan aferen auditorik. Nukleus lainnya, nukleus retikularis mengatur atensi, juga

mendapatkan masukan dari formatio retikularis batang otak, korteks serebral, dan thalamus. 12
2.3 Anatomi Fungsional
Pembahasan tentang gangguan gerak akibat lesi pada thalamus tidak bisa lepas dari

pemahaman tentang anatomi fungsional sirkuit BG – thalamokortikal. Struktur penting pada

sirkuit ini adalah thalamus, globus pallidus, putamen, subtalamus, dan substansia nigra. Oleh

karena itu, untuk memahami patofisiologi terjadinya gangguan gerak akibat thalamus perlu

dibahas tentang fungsi fisiologis masing-masing basal ganglia.4


Nukleus ganglia basalis menerima input dari korteks dan mengirimkan output ke

serebelum dan medulla spinalis melalui thalamus. Terdapat dua kategori koneksi intrinsik

ganglia basalis, yaitu direct pathway dan indirect pathway. Direct pathway menggunakan

neurotransmitter GABA. Jaras ini berasal dari putamen menuju globus palidus interna dan

substansia nigra.1,3,4
Ketika direct pathway teraktivasi dari striatum menuju palidum, neuron yang mengalami

aktivasi secara tonik pada palidum tertekan, dan dorongan talamokortikal secara kuat teraktivasi.

Sebaliknya, pada indirect pathway, yang berasal dari putamen, proyeksi menuju regio luar basal

ganglia melalui globus palidus eksterna (GPe) dan substansia nigra (STN). Jalur tidak langsung

ini terdiri dari beberapa hubungan antara striatum dan GPe, GPe dan globus palidus interna (GPi)

dan STN. Sirkuit ini meningkatkan inhibisi pada pemacu talamokortikal. Oleh karena itu, direct

pathway memberikan umpan balik positif, dan indirect pathway memberikan umpan balik

negatif pada jaringan antara basal ganglia dan talamus.1


Gambar 2.4 Sirkuit basal ganglia – thalamokortikal. Hubungan anatomis antara sirkuit basal
ganglia. Dua jalur (langsung dan tidak langsung) berasal dari striatum menuju nukleus pada basal
ganglia. Jalur langsung menghubungkan proyeksi kortikal langsung menuju substansia nigra1

2.4 Gangguan Gerak


Salah satu manifestasi kelainan thalamus adalah gangguan gerak. Oleh karena lokasi

thalamus yang dalam, gangguan gerak lebih sering terjadi akibat stroke daripada akibat cedera

neurologis lainnya. Jenis-jenis gangguan gerak yang dapat terjadi akibat gangguan pada thalamus

antara lain distonia, tremor, mioklonus, dan chorea. Meskipun mekanisme yang mendasari

gangguan gerak pada keadaan post-stroke belum sepenuhnya diketahui, pada dasarnya gangguan

gerak terjadi akibat ketidakseimbangan sirkuit inhibitorik dan eksitatorik. Stroke infark pada

nukleus dalam (deep nuclei) seperti thalamus atau BG tiga kali lebih berisiko menyebabkan

gangguan gerak daripada infark pada daerah permukaan. Infark pada thalamus atau basal ganglia

biasanya menyebabkan gangguan gerak pada sisi kontralateral lesi.1,3

2.4.1 Gangguan Hiperkinetik


Striatum umumnya terlibat dalam gangguan pergerakan hiperkinetik. Lesi striatum

mengganggu transportasi GABA menuju GPe dan, sebagai hasilnya, menghambat STN.

Perubahan ini dapat menyebabkan hilangnya kontrol GPi dan akibatnya meringankan

penghambatan keluaran thalamik. Pada gilirannya, penurunan penghambatan striatal dari neuron

di globus pallidus meningkatkan penghambatan STN, dengan demikian mengurangi inhibisi

ganglia basal ke thalamus.1


Gambar 2.5 Sirkuit ganglia basalis – talamokortikal. Gangguan pada striatum akan mengganggu
persinyalan menuju GPe dan berakibat pada berkurangnya inhibisi terhadap talamus
Penurunan aktivitas indirect pathway menghasilkan gangguan gerakan hiperkinetik,

termasuk khorea dan balismus. Studi pada model hewan sangat mendukung hipotesis bahwa lesi

STN menginduksi pergerakan hiperkinetik. Model monyet percobaan menunjukkan bahwa lesi

STN dapat menginduksi gerakan hiperkinetik seperti hemiballismus dan khorea. Lesi STN pada

monyet mengurangi pelepasan pada neuron GPi dan akibatnya mengurangi inhibisi terhadap

talamus. Bersama-sama, aksi ini berujung pada gerakan involunter. Lesi pada putamen juga

dapat meningkatkan respons neuron talamokortikal.1


Tabel 2.1 Gangguan gerakan yang terjadi setelah stroke yang mengenai sirkuit ganglia basal.1
2.4.1.1 Balismus / Chorea
Studi pencitraan menunjukan bahwa hemichorea atau balismus paling sering terkait

dengan STN, kaudatum, dan putamen. Balismus dan khorea diketahui memiliki patofisiologi

yang sama.14
Balismus dan khorea paling sering terjadi pada gangguan gerakan terkait dengan infark

pada basal ganglia. Khorea muncul dengan gerakan ireguler, mendadak, cepat, dan singkat yang

dapat mempengaruhi keseluruhan tubuh, dan khorea secara umum bermanifestasi pada regio

distal dari tubuh. Balismus adalah bentuk parah dari khorea yang muncul dengan keterlibatan

ekstremitas proksimal. Kurang lebih 80% dari kasus balismus atau khorea terjadi segera setelah

stroke. Sebanyak 54% kasus khorea akibat infark pada sirkuit ganglia basalis membaik dengan

sempurna; akan tetapi, khorea terkait dengan lesi STN tidak mengalami perbaikan.14,15

2.4.1.2 Distonia
Distonia adalah kelainan gerak yang ditandai dengan keterlibatan spasma otot involunter

yang menyebabkan postur memutar pada bagian tubuh tertentu. Banyak kondisi neurologis

manusia yang terkait dengan distonia, termasuk lesi putamen, globus palidus, dan talamus.

Terdapat bukti bahwa beberapa distonia terjadi akibat defisiensi dopamin relatif atau disfungsi

reseptor dopamin tipe 2. Studi dari fisiologi motorik pada distonia menunjukan ko-kontraksi

abnormal dari otot agonis dan antagonis yang biasanya diperberat dengan gerakan.1
Sebuah studi menunjukkan bahwa lesi pada putamen posterior dan Gpe menginduksi

distonia. Lesi thalamus, terutama pada VA dan VL, dan lesi serebelar dapat menyebabkan

distonia. Studi pencitraan menunjukkan bahwa lesi pada putamen dan pallidum juga dapat

menyebabkan distonia. Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa distonia sering dikaitkan

dengan lesi di ganglia basal, terutama di nukleus lentiform dan bahwa distonia adalah gangguan

pergerakan yang paling umum terjadi. Lesi pada nukleus lentiform paling sering terlibat dalam

patogenesis distonia, terutama pada putamen. Distonia biasanya muncul dalam kombinasi

dengan hemidistonia di sisi kontralateral. Namun, distonia fokal dan segmental juga dapat

terjadi. Pada sebagian besar pasien, distonia dapat sembuh sempurna maupun sembuh parsial.

Onset distonia rata-rata adalah 9,5 bulan setelah onset penyakit yang mendasari. Sebagian besar

pasien yang mengalami distonia setelah infark thalamus awalnya memiliki klinis hemiparesis

dan mengalami distonia setelah hemiparesis membaik.16,17,18,19


2.4.1.3 Mioklonus dan Asteriksis
Mioklonus adalah kontraksi otot involunter, singkat, dan ireguler yang dapat muncul

sebagai akibat dari kerusakan pada korteks serebri, batang otak, sumsum tulang belakang atau

saraf tepi. Asteriksis, yang juga disebut mioklonus negatif, ditandai oleh kegagalan

mempertahankan kontraksi otot dalam posisi tetap. Meskipun asteriksis identik dengan

ensefalopati hepatikum, asteriksis telah diamati terjadi pada kasus infark talamus yang

melibatkan batang otak dan serebelum.20,21


Asteriksis dapat dikaitkan dengan hilangnya propriosepsi karena gangguan pada

serebelum / batang otak / thalamus / sistem lobus frontal. Lesi pada nukleus VL dan VPL di

thalamus juga dapat menginduksi perkembangan asteriksis unilateral.1

2.4.1.4 Tremor
Terdapat laporan bahwa tremor terjadi setelah infark ganglia basal; Namun, tremor yang

disebabkan oleh lesi ke thalamus lebih sering muncul. Lesi ke nukleus posterior di thalamus
sering menyebabkan tremor. Meskipun jarang, tremor yang disebabkan oleh stroke yang

mempengaruhi nukleus tengah dan anterior thalamus juga telah dilaporkan. Tremor yang timbul

dari infark thalamik lebih sering muncul pada kombinasi dengan gangguan gerakan lainnya,

daripada terjadi secara terpisah.17

Gambar 2.6 Korelasi anatomis dengan kelainan gerak setelah terjadi infark pada ganglia
basalis1.

2.4.2 Gangguan Hipokinetik


Penurunan kadar dopamin merangsang indirect pathway dan menghasilkan

penghambatan neuron yang kuat di GPe. Peristiwa ini menyebabkan inhibisi talamus.1
2.4.2.1 Parkinsonisme Vaskular
Parkinsonisme vaskular adalah kondisi di mana fitur penyakit Parkinson muncul setelah

stroke. Parkinsonisme vaskular adalah penyakit yang tidak terdefinisi dengan baik, dan memiliki
gambaran klinis dan patologis penyakit lainnya. Tidak ada kriteria klinis diagnostik yang

ditetapkan untuk mendiagnosis Parkinsonisme vaskular, meskipun beberapa kelompok telah

mengusulkan pedoman untuk diagnosis dan manajemen yang tepat. Parkinsonisme vaskular telah

dilaporkan pada 2% hingga 3% dari semua kasus Parkinsonisme. Parkinsonisme vaskular dapat

berupa keterlibatan unilateral atau bilateral, dapat disebabkan oleh lesi ke inti lentiformus dan

striatum, serta lesi pontine dan lesi white matter yang luas.22
Dua subtipe parkinsonisme vaskular yang berbeda telah diusulkan. Tipe pertama

digambarkan sebagai Parkinsonisme setelah infark ganglia basal akut dan tipe kedua

digambarkan sebagai degenerasi white matter difus kronis yang melibatkan inti lentiformus dan

striatum. Parkinsonisme vaskular memiliki kesamaan klinis dengan penyakit Parkinson,

termasuk presentasi simetris, tidak adanya tremor, keterlibatan tubuh yang lebih rendah, dan

respons yang buruk terhadap L-dopa. Infark yang mempengaruhi talamus, GPe dan putamen,

yang meluas ke nucleus kaudatus dan kapsul internal, dapat menginduksi fitur penyakit

Parkinson. Belum ada laporan Parkinsonisme vaskular yang terkait dengan infark STN. Dalam

kasus Parkinsonisme vaskular setelah infark ganglia basal akut, lesi iskemik yang mempengaruhi

jalur pallido- / nigro-thalamic dapat mengganggu output ganglia basal ke inti thalamic VL dan

VA VA. Lesi unilateral dapat menginduksi fitur penyakit Parkinson pada sisi tubuh yang

berlawanan dengan lesi menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara infark ganglia basal

dan parkinsonisme vaskular.22


2.5 Tindakan Operatif
Operasi sebagai modalitas terapi gangguan gerak telah dikembangkan sejak tahun 1947,

diawali dengan teknik stereotaktik membuat lesi pada thalamus dan memutus aliran darah dari

arteri coroidal anterior. Pada penelitian penelitian selanjutnya, membuat lesi pada thalamus

terbukti dapat lebih menyingkirkan tremor dengan target utama adalah nucleus

ventrointermediate (Vim). Namun pada tahun 1968, sejak ditemukannya levodopa, operasi pada
pasien gangguan gerak mulai sangat jarang dilakukan. Pada perkembangannya, penyakit

Parkinson semakin banyak muncul dan menimbulkan gejala dyskinesia dan fluktuasi motorik

sehingga tindakan operasi pada Parkinson kembali berkembang.23,24


Seleksi pasien untuk dilakukan tindakan operasi sebagai terapi dari gangguan gerak

sangat perlu diperhatikan, mengingat operasi ini tidak efektif pada pasien yang sudah mengalami

“Burned out” dan juga pasien non dopa responsif seperti pasien atrofi system multiple tidak akan

merespon terhadap operasi. Berikut adalah table pasien ideal untuk dilakukan operasi gangguan

gerak.23
Tabel 2.2. Daftar kriteria pasien ideal untuk operasi nukleus subthalamica.23

2.5.1 Teknik operasi


Gambar 2.7 Target operasi untuk Parkinson23
Lokasi target dari operasi sangat tergantung pada imaging atau initial localization, saat

ini modalitas diagnostic yang paling baik digunakan yakni MRI, namun dapat juga digunakan

CT Scan dan ventrikulografi. Operasi dilakukan dengan menggunakan alat stereotaktis dengan

awake surgery untuk memastikan operasi berlangsung optimal dengan menghilangkan penyebab

gangguan gerak dan mempertahankan fungsi otak lain yang masih baik, akan tetapi akan sulit

dilakukan jika pasien dalam kondisi “off state” Parkinson. Pasien dengan bradikinesia perlu

diperhatikan tidak merespon terhadap deep brain stimulation (DBS).23


Pada prinsipnya saat ini terdapat 2 pilihan dalam melakukan operasi gangguan gerak

yakni dengan membuat lesi di thalamus dan dengan melakukan DBS, DBS bekerja dengan
memberikan arus elektrik frekuensi tinggi dan dapat dikendalikan sehingga dapat dilaksanakan

dengan lebih akurat pada organ target.23


Operasi gangguan gerak di thalamus dapat memberikan outcome pasien yang baik

dikarenakan thalamus adalah organ yang dilewati jaras yang dapat mengalami tremor.

Memberikan lesi pada nucleus Vim efektif untuk menghentikan tremor pada sisi kontralateral.

Sementara memberikan lesi pada nucleus (Ventralis oralis posterior) V op efektif pada pasien

yang mengalami kekakuan.23


2.5.2 Indikasi Teknik Operasi
Inti VL thalamik terdiri dari 2 wilayah fungsional utama Neuron dalam thalamus VL

yang merespons gerakan sukarela sebagian besar terletak di dalam Vo, dan neuron yang

merespons gerakan kinestetik / pasif tentang sendi sebagian besar terkandung dalam Vim. Aferen

penghambatan pallidothalamic berakhir secara istimewa dalam nukleus Vo ipsilateral, dengan

gradien kepadatan terminal anterior ke posterior melalui inti VL. Sebaliknya, aferen rangsang

serebellothalamikus berakhir terutama di inti Vim kontralateral, menciptakan gradien kepadatan

terminal posterior ke anterior melalui inti VL. Selain itu, pengaturan somatotopik, yaitu,

distribusi medial ke lateral dari bidang wajah, forelimb-, dan hindlimb-reseptif, juga ada dalam

inti thalamic V26.


Jalur cerebellothalamic berperan dalam penyetelan spasial dan temporal gerakan

terkoordinasi, serta dalam pembelajaran dan retensi keterampilan motorik baru. Dengan

demikian, gangguan fungsional juga dapat dicapai dalam nuklei serebelar yang dalam dan

mempengaruhi aktivitas di striatum dan korteks serebral melalui nukleus VL, sehingga

mempengaruhi gerakan yang sedang berlangsung dan yang dimaksudkan. Pemilihan Vim

berguna pada kasus tremor esensial, tremor akibat sklerosis multipel26.


Stimulasi pada subthalamic bilateral meringankan semua gejala utama penyakit

Parkinson dan manfaatnya dipertahankan selama lebih dari lima tahun. Tidak seperti operasi

pallidal, pengobatan dapat dikurangi setidaknya setengah pasca operasi, dan ini menyebabkan
pengurangan diskinesia yang diinduksi oleh obat. Pembedahan unilateral dapat ditawarkan

kepada pasien dengan penyakit yang sangat asimetris, tetapi sebagian besar memerlukan

pembedahan bilateral untuk menghindari masalah dengan kebutuhan pengobatan yang bervariasi

di kedua sisi. Komplikasi dapat bersifat sementara atau permanen. Efek samping yang muncul

sering berupa efek samping psikiatrik disebabkan oleh inhibisi STN. Pasien dengan riwayat

depresi atau gangguan psikiatrik dominan tidak disarankan untuk menjalani stimulasi pada

subtalamik bilateral23.
Pemilihan teknik operasi berupa lesi mengharuskan pasien untuk sadar penuh karena

penilaian klinis pasien tetapi sulit pada keadaan asimtomatik. Penggunaan teknik ini memberikan

hasil jangka panjang tanpa efek samping apabila lesi yang diberikan tepat pada sasaran.
DBS pada regio VIM thalamus tetap menjadi target efektif untuk pengobatan pasien

tertentu dengan penyakit Parkinson dominan tremor yang refrakter terhadap terapi medis.

Getaran ekstremitas kontralateral adalah gejala yang paling baik dengan thalamic DBS.

Frekuensi stimulasi adalah faktor kunci dalam menentukan kemanjuran klinis. Stimulasi untuk

mengurangi tremor pada frekuensi sekitar 50Hz dan mencapai a ∼200 Hz. Selama lebih dari

lima tahun setelah implantasi, DBS thalamik telah terbukti menguntungkan kontrol tremor. Pada

tremor Parkinson yang parah, hasilnya menjanjikan baru-baru ini diperoleh dari penggunaan

DBS di posterior daerah subthalamic (termasuk zona ekor). DBS memiliki kelemahan bahwa

teknik ini lama, perlu penggantian alat berkala selama beberapa tahun dan resiko infeksi23,
BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan yang melibatkan gerakan hiperkinetik dan hipokinetik dapat terjadi setelah lesi

yang mengalami ganglia basalis ataupun talamus. Chorea / balisme dan distonia adalah jenis

kelainan pergerakan hiperkinetik yang paling umum yang timbul setelah ganglia basal dan infark

thalamik. Tremor sering berkembang setelah infark thalamus dan menunjukkan keterlibatan

saluran serebelar yang luas. Meskipun mioklonus jarang diamati setelah stroke pada sirkuit

ganglia basal, asteriksis sering dilaporkan dalam konteks ini.KChorea / balismus berkembang

pada tahap akut pasca-stroke, sedangkan distonia dan tremor menunjukkan penundaan yang

relatif lama dalam onsetnya. Parkinsonisme vaskular juga dapat menunjukkan onset akut setelah

stroke ganglia basal, tetapi jarang bermanifestasi sebagai akibat dari infark thalamik atau STN.

DAFTAR PUSTAKA
1. Park J. Movement Disorders Following Cerebrovascular Lesion in the Basal Ganglia
Circuit J Mov Disord. 2016 May; 9(2): 71–79.
2. Franklin, S. (2017). The Peripheral and Central Nervous System. Conn’s Translational
Neuroscience, 113–129.doi:10.1016/b978-0-12-802381-5.00007-5
3. Fahn S, Jankovic J, Hallett M. Principles and practice of movement
disorders. Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2011
4. Holtbernd F, Eidelberg D. Functional brain networks in movement disorders: recent
advances. Curr Opin Neurol. 2012;25:392–401.
5. Mehanna R, Jankovic J. Movement disorders in cerebrovascular disease. Lancet
Neurol. 2013;12:597–608
6. Herrero, M. T., Barcia, C. and Navarro, J. M. (2002) ‘Functional anatomy of thalamus
and basal ganglia’, Child’s Nervous System, 18(8), pp. 386–404. doi: 10.1007/s00381-
002-0604-1.

7. Duus, P. (2012) Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 52nd edn. Edited by M. Baehr
and M. Frotscher. Thieme.

8. Felten, D. L., O’Banion, M. K. and Maida, M. S. (2016) ‘Brain’, Netter’s Atlas of


Neuroscience, pp. 51–70. doi: 10.1016/B978-0-323-26511-9.00003-5.

9. Child, N. D. and Benarroch, E. E. (2013) ‘Anterior nucleus of the thalamus:Functional


organization and clinical implications’, Neurology, 81(21), pp. 1869–1876. doi:
10.1212/01.wnl.0000436078.95856.56.

10. Sturm, W. et al. (1999) ‘Functional anatomy of intrinsic alertness: Evidence for a fronto-
parietal-thalamic-brainstem network in the right hemisphere’, Neuropsychologia, 37(7),
pp. 797–805. doi: 10.1016/S0028-3932(98)00141-9.
11. Kinomura, S. et al. (2011) ‘Activation by Attention of the Human Reticular Formation
and Thalamic Intralaminar Nuclei Jonas Larsson , Balazs Gulyas , Per E . Roland *’,
Advancement Of Science, 271(5248), pp. 512–515.

12. Kosif, R. (2016) ‘The Thalamus: A Review of its Functional Anatomy’, Medical
Research Archives, 4(8). doi: 10.18103/mra.v4i8.740.

13. Mizumori, S. J. and Williams, J. D. (1993) ‘Directionally selective mnemonic properties


of neurons in the lateral dorsal nucleus of the thalamus of rats.’, The Journal of
neuroscience : the official journal of the Society for Neuroscience, 13(9), pp. 4015–28.

14. Bansil S, Prakash N, Kaye J, Wrigley S, Manata C, Stevens-Haas C, et al. Movement


disorders after stroke in adults: a review. Tremor Other Hyperkinet Mov (N Y) 2012.
15. Takahashi T, Kanamori H, Shigehara R, Takahashi SN, Tamura M, Takasu T, et al. Pure
hemi-chorea resulting from an acute phase of contralateral thalamic lacunar infarction: a
case report. Case Rep Neurol. 2012;4:194–201
16. Vidailhet M, Grabli D, Roze E. Pathophysiology of dystonia. Curr Opin
Neurol. 2009;22:406–413.
17. Mehanna R, Jankovic J. Movement disorders in cerebrovascular disease. Lancet
Neurol. 2013;12:597–608
18. Chuang C, Fahn S, Frucht SJ. The natural history and treatment of acquired
hemidystonia: report of 33 cases and review of the literature. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2002;72:59–67.
19. Kim JS. Delayed onset mixed involuntary movements after thalamic stroke: clinical,
radiological and pathophysiological findings. Brain. 2001;124(Pt 2):299–309
20. Kojovic M, Cordivari C, Bhatia K. Myoclonic disorders: a practical approach for
diagnosis and treatment. Ther Adv Neurol Disord. 2011;4:47–62.
21. Espay AJ, Chen R. Myoclonus. Continuum (Minneap Minn) 2013;19(5 Movement
Disorders):1264–1286.
22. Gupta D, Kuruvilla A. Vascular parkinsonism: what makes it different? Postgrad Med
J. 2011;87:829–836.
23. Gregory, R. (2002) ‘Surgery for movement disorders.’, Journal of Neurology,
Neurosurgery, and Psychiatry, 72(Suppl I), pp. i32–i36. Available at:
http://discovery.ucl.ac.uk/21338/.

24. Lunsford, L. D. and Niranjan, A. (2018) ‘The History of Movement Disorder Brain
Surgery’, Progress in Neurological Surgery, 33, pp. 1–12. doi: 10.1159/000480717.
25. Avecillas-Chasin, J. M., Alonso-Frech, F., Parras, O., del Prado, N., & Barcia, J. A.
(2015). Assessment of a method to determine deep brain stimulation targets using
deterministic tractography in a navigation system. Neurosurgical Review, 38(4), 739–
751.doi:10.1007/s10143-015-0643-1.
26. Tani N, Morigaki R, Kaji R, Goto S. Current Use of Thalamic Vim Stimulation in
Treating Parkinson’s Disease. 2013. InTechOpen. DOI:10.5772/57105.
27. Shipton EA. Movement Disorder and Neuromodulation. Hindawi Publishing
Corporation. doi:10.1155/2012/309431

Anda mungkin juga menyukai