Anda di halaman 1dari 150

BAGIAN PERTAMA

Bilangan Real, Barisan, Deret

1
2 Hendra Gunawan
Pengantar Analisis Real 3

0. BILANGAN REAL

0.1 Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal

Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bi-
langan asli, bilangan bulat, dan bilangan rasional. Himpunan semua bilangan asli
dilambangkan dengan N, yakni

N := {1, 2, 3, . . . }.

Himpunan semua bilangan bulat dilambangkan dengan Z, yakni

Z := {0, ±1, ±2, ±3, . . . }.

(Tanda . . . di sini menyatakan ‘dan seterusnya’, yang mengasumsikan bahwa pembaca


telah mengetahui pola yang ada.) Sementara itu, himpunan semua bilangan rasional
dilambangkan dengan Q, yakni
p
Q := : p ∈ Z, q ∈ N, dan FPB(p, q) = 1 .
q
(Di sini FPB(p, q) menyatakan faktor persekutuan terbesar dari p dan q. Sebagai
contoh, F P B(6, 10) = 2.)
Selain itu, pembaca juga diasumsikan telah mengenal notasi bilangan dalam
bentuk desimal. Sebagai contoh,

1 = 1.00000 . . .
1
= 0.50000 . . .
2
1
= 0.33333 . . .
√3
2 = 1.41421 . . .
e = 2.71828 . . .
π = 3.14159 . . .
4 Hendra Gunawan

Sebagian bilangan mempunyai bentuk desimal yang ‘berhenti’, seperti 12 = 0.5,


dan sebagian bilangan mempunyai bentuk desimal yang ‘berulang’, seperti 13 =
0.33333 . . . . Bilangan rasional senantiasa dapat dinyatakan dalam bentuk desimal
yang berhenti atau berulang. Bilangan yang mempunyai bentuk desimal tak berhenti
ataupun berulang merupakan bilangan irasional. Sebagai contoh, bilangan

0.1010010001 . . .

merupakan bilangan irasional.


Himpunan semua bilangan rasional dan bilangan irasional disebut sebagai him-
punan bilangan real, yang dilambangkan dengan R. Dalam hal ini, kita mempunyai

N ⊂ Z ⊂ Q ⊂ R.

Pada pembahasan selanjutnya, kita akan mempelajari sifat-sifat bilangan real secara
lebih mendalam.

Soal Latihan

1
1. Nyatakan 12 dalam bentuk desimal. Apakah bentuk desimalnya berhenti atau
berulang?

2. Nyatakan 0.123123123 . . . sebagai bentuk pecahan.

0.2 Sifat Aljabar

Himpunan bilangan real R diasumsikan memenuhi Sifat Aljabar yang terkait


dengan operasi penjumlahan dan perkalian padanya. Persisnya, R terhadap penjum-
lahan bersifat komutatif, asosiatif, mempunyai unsur identitas 0, dan mencakup unsur
lawan. Demikian pula R terhadap perkalian bersifat komutatif, asosiatif, mempunyai
unsur identitas 1 6= 0, dan mencakup unsur kebalikan. (Catat bahwa sumsi bahwa
1 6= 0 termasuk bagian yang penting di sini.) Selain itu, di R berlaku pula sifat
distributif, yakni x(y + z) = xy + xz untuk setiap x, y, z ∈ R. Kesembilan sifat ini
dikenal pula sebagai Sifat Lapangan R.
Pengantar Analisis Real 5

Pada R dapat didefinisikan pula operasi pengurangan dan pembagian sebagai


berikut:
a − b := a + (−b)

dan untuk b 6= 0
a 1
:= a · ,
b b
1
dengan b menyatakan kebalikan dari b.
Catat bahwa 0 tidak mempunyai unsur kebalikan, dan pembagian dengan 0
tidak didefinisikan. Sehubungan dengan itu tidak benar bahwa
1
= ∞.
0
Walaupun kelak lambang ∞ (baca: tak hingga atau tak terhingga) akan sering digu-
nakan, ia tidak menyatakan sebuah bilangan real.

Teorema 1 (Hukum Pencoretan). Misalkan x, y, dan z adalah bilangan real.


(i) Jika x + z = y + z, maka x = y.
(ii) Jika xz = yz dan z 6= 0, maka x = y.

Bukti. (i) Misalkan x + z = y + z. Tambahkan kedua ruas dengan −z, sehingga kita
dapatkan
(x + z) + (−z) = (y + z) + (−z).

Dengan menggunakan sifat asosiatif dan sifat unsur lawan, kita peroleh

x + 0 = y + 0,

dan berdasarkan sifat unsur identitas pada penjumlahan, kita sampai pada kesimpul-
an bahwa x = y. Jadi pernyataan terbukti.

(ii) Serupa dengan bukti bagian (i); dapat dicoba sebagai latihan.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 1 bagian (ii).

2. Diketahui bilangan real a sembarang. Buktikan bahwa

(a) a.0 = 0.
6 Hendra Gunawan

(b) (−1)a = −a.


(c) −(−a) = a.
(d) (−1)(−1) = 1.

3. Diketahui bilangan real a dan b. Buktikan jika ab = 0, maka a = 0 atau b = 0.

4. Buktikan bahwa tidak ada bilangan rasional x yang memenuhi persamaan x2 =


2. (Petunjuk. Gunakan metode pembuktian tak langsung.)

0.3 Sifat Urutan

Selain memenuhi Sifat Lapangan, R juga diasumsikan memenuhi Sifat Uru-


tan, yang berkaitan dengan ketaksamaan di antara dua bilangan real. Khususnya,
diberikan dua buah bilangan real a dan b sembarang, terdapat tiga kemungkinan dan
hanya satu di antara tiga kemungkinan tersebut yang benar — yaitu:

atau a > b, atau a = b, atau a < b.

Sifat ini dikenal sebagai Hukum Trikotomi.


Catat bahwa a < b setara dengan b > a. Jika a, b, dan c adalah bilangan real,
maka a < b < c berarti a < b dan b < c. Sebagai contoh, kita mempunyai
1
0< < 1.
2
Selanjutnya, a ≤ b berarti a < b atau a = b; sementara a ≥ b berarti a > b atau
a = b. Sebagai contoh,
1 ≥ 0 dan − 1 ≤ 1

merupakan dua pernyataan yang benar.


Sifat Urutan lainnya yang dipenuhi oleh bilangan real adalah:
(i) Jika a > b dan b > c, maka a > c.
(ii) Jika a > b dan c ∈ R, maka a + c > b + c.
(iii) Jika a > b dan c > 0, maka ac > bc; Jika a > b dan c < 0, maka ac < bc.
Bilangan x dikatakan bernilai positif jika dan hanya jika x > 0. Teorema berikut
menyatakan ketertutupan bilangan positif terhadap penjumlahan dan perkalian.
Pengantar Analisis Real 7

Teorema 2. Jika a > 0 dan b > 0, maka a + b > 0 dan ab > 0.

Bukti. Misalkan a, b > 0. Maka a + b > 0 + b = b dan ab > 0.b = 0.

Contoh 3. Fakta bahwa 1 > 0 dapat dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan


sifat-sifat di atas. Ingat bahwa 1 6= 0. Karena itu tinggal ada dua kemungkinan: atau
1 < 0 atau 1 > 0. Andaikan 1 < 0. Tambahkan kedua ruas dengan −1, kita peroleh
0 < −1 atau −1 > 0. Akibatnya [lihat Soal Latihan 0.2 No. 2(d)], kita peroleh
1 = (−1)(−1) > 0, bertentangan dengan pengandaian semula. Dengan demikian
tidak mungkin 1 < 0, dan karena itu mestilah 1 > 0.

Contoh 4. Misalkan diketahui a < b +  untuk setiap  > 0. Maka dapat disimpulkan
bahwa a ≤ b. (Andaikan a > b. Maka, untuk  = a − b, berlaku a < b + (a − b) = a,
sesuatu yang mustahil.)

Soal Latihan

1
1. Buktikan jika a > 0, maka a > 0.

2. Buktikan jika a > b dan c > d, maka a + c > b + d.


a a+b A
3. Buktikan jika A, B > 0, maka A < A+B < B.

4. Diketahui x, y > 0. Buktikan x < y jika dan hanya jika x2 < y 2 .

5. Buktikan jika b −  < a < b +  untuk setiap  > 0, maka a = b.

0.4 Akar dan Persamaan Kuadrat

Untuk n ∈ N, kita tuliskan xn := x x · · · x (n kali). Asumsi berikutnya tentang


sistem bilangan real adalah eksistensi akar ke-n. Persisnya, diberikan y ≥ 0, terdapat
sebuah bilangan x ≥ 0 (tunggal) sedemikian sehingga

y = xn .

Untuk y ≥ 0, nilai x ≥ 0 yang memenuhi persamaan y = xn disebut sebagai


akar ke-n dari y dan dilambangkan dengan

x = y 1/n .
8 Hendra Gunawan


Khususnya, untuk n = 2, kita gunakan notasi y = y 1/2 . Catat bahwa dalam hal

ini senantiasa berlaku y ≥ 0. Jika y > 0, maka tentu saja terdapat dua buah
√ √
bilangan yang kuadratnya sama dengan y, yaitu y yang bernilai positif dan − y
√ √ √
yang bernilai negatif. Notasi ± y berarti ‘ y atau − y’.
m
Jika r = n adalah suatu bilangan rasional positif dan y ≥ 0, kita definisikan

y r = y m/n := (y m )1/n .

Catat bahwa y m/n dalam hal ini merupakan akar ke-n dari y m , yang memenuhi
[y m/n ]n = y m .
Selanjutnya, jika r adalah suatu bilangan rasional negatif, maka −r merupakan
bilangan rasional positif dan karenanya y −r terdefinisi. Khususnya, jika y > 0, maka
kita dapat mendefinisikan y r sebagai
1
y r := .
y −r
Kita juga mendefinisikan y 0 = 1. Dengan demikian, jika y > 0, maka y r terdefinisi un-
tuk semua bilangan rasional. (Definisi y x untuk bilangan irasional x harus menunggu
hingga pembahasan berikutnya.)
Seperti telah disinggung di atas, untuk y > 0, persamaan x2 = y mempu-

nyai dua buah solusi, yaitu x = ± y. Persamaan x2 = y di sini merupakan suatu
persamaan kuadrat. Bentuk umum persamaan kuadrat (dalam x) adalah

ax2 + bx + c = 0,

dengan a 6= 0. Sebagaimana telah dipelajari di sekolah menengah, persamaan kuadrat


ax2 + bx + c = 0 tidak mempunyai solusi atau akar real jika b2 − 4ac < 0, mempunyai
sebuah akar real (tunggal) jika b2 − 4ac = 0, dan mempunyai dua buah akar real
berbeda jika b2 − 4ac > 0. Dalam hal b2 − 4ac ≥ 0, akar persamaan kuadrat di atas
diberikan oleh rumus √
−b ± b2 − 4ac
x= .
2a
Akar persamaan kuadrat merupakan titik potong grafik persamaan y = ax2 +
bx + c (yang berbentuk parabola) dengan sumbu-x pada sistem koordinat Cartesius.
(Pembaca diasumsikan telah mengenal sistem koordinat Cartesius dan grafik per-
samaan padanya.) Ingat bahwa grafik persamaan kuadrat terbuka ke atas jika a > 0,
atau terbuka ke bawah jika a < 0.
Pengantar Analisis Real 9

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa bilangan x yang memenuhi 2x = 5 bukan merupakan bilangan


rasional.

2. Misalkan koefisien a, b dan c pada persamaan kuadrat ax2 +bx+c = 0 merupakan



bilangan rasional (dengan, tentu saja, a 6= 0). Buktikan jika α = r + s 2

merupakan akar persamaan ini, dengan r dan s rasional, maka β = r − s 2
juga merupakan akar.

3. Misalkan n ∈ N dan a1 , . . . , an dan b1 , . . . , bn adalah bilangan real. Buktikan


ketaksamaan

(a1 b1 + · · · + an bn )2 ≤ (a21 + · · · + a2n )(b21 + · · · + b2n ).

(Catatan. Ketaksamaan ini dikenal sebagai Ketaksamaan Cauchy-Schwarz.)

0.5 Nilai Mutlak

Jika x adalah bilangan real, maka nilai mutlak x, ditulis |x|, didefinisikan sebagai

x, jika x ≥ 0,
|x| =
−x, jika x < 0.

Sebagai contoh, |2| = 2, |0| = 0, dan | − 5| = −(−5) = 5. Perhatikan bahwa |x| ≥ 0



dan |x|2 = x2 , sehingga |x| = x2 untuk setiap x.

Teorema 5. Untuk setiap bilangan real x berlaku

−|x| ≤ x ≤ |x|.

Teorema 6. Untuk setiap bilangan real a dan b berlaku

|ab| = |a| · |b|.


10 Hendra Gunawan

Teorema 7 (Ketaksamaan Segitiga). Untuk setiap a, b ∈ R berlaku

|a + b| ≤ |a| + |b|.

Bukti. Perhatikan bahwa untuk setiap a, b ∈ R berlaku

|a + b|2 = (a + b)2
= |a|2 + 2ab + |b|2
≤ |a|2 + 2|a| |b| + |b|2
= (|a| + |b|)2 .

Karena itu (lihat Soal Latihan 0.3 No. 4), kita peroleh

|a + b| ≤ |a| + |b|,

sebagaimana kita harapkan.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 5.

2. Buktikan Teorema 6.

3. Buktikan bahwa |a| < b jika dan hanya jika −b < a < b.

4. Buktikan bahwa untuk setiap a, b ∈ R berlaku |a − b| ≥ |a| − |b| dan juga



|a − b| ≥ |a| − |b| .

5. Buktikan jika a < x < b dan a < y < b, maka |x−y| < b−a. Berikan interpretasi
geometrisnya.
Pengantar Analisis Real 11

1. SIFAT KELENGKAPAN BILANGAN REAL

1.1 Paradoks Zeno

Zeno, seorang filsuf dan matematikawan Yunani Kuno (490-435 SM), menge-
mukakan sebuah paradoks tentang suatu perlombaan lari antara Achilles dan seekor
kura-kura. Karena Achilles berlari lebih cepat daripada sang kura-kura, maka sang
kura-kura memulai perlombaan x0 meter di depan Achilles. Menurut Zeno, sekalipun
Achilles berlari lebih cepat dan akan semakin mendekati sang kura-kura, namun ia
takkan pernah dapat menyalip sang kura-kura. Ketika Achilles mencapai titik di
mana sang kura-kura mulai berlari, sang kura-kura telah menempuh x1 meter; dan
ketika Achilles mencapai posisi tersebut beberapa saat kemudian, sang kura-kura
telah menempuh x2 meter lebih jauh; dan seterusnya.
Apa yang salah dengan paradoks Zeno ini? Dengan pengetahuan tentang bilang-
an real yang kita kenal sekarang, Achilles akan menyalip sang kura-kura ketika ia telah
menempuh x meter, dengan x sama dengan ‘bilangan real terkecil yang lebih besar
dari semua bilangan x0 , x0 +x1 , x0 +x1 +x2 , . . . .’ Sebagai contoh, bila Achilles berlari
dengan kecepatan 6 m/detik sementara sang kura-kura berlari dengan kecepatan 3
m/detik (ditarik roda), maka Achilles akan menyalip sang kura-kura setelah

1 1 1
+ + + · · · = 1 detik.
2 4 8
Hal serupa dijumpai pada metode exhaustion Eudoxus (405-355 SM), yang di-
gunakan oleh Archimedes (287-212 SM) untuk menghampiri luas daerah lingkaran
dengan luas daerah segi-n beraturan di dalam lingkaran, yaitu dengan barisan bi-
langan A1 , A2 , A3 , . . . . Luas daerah lingkaran kelak didefinisikan sebagai ‘bilangan
real terkecil yang lebih besar dari setiap bilangan Ai , i = 1, 2, 3, . . . . Argumen ini
bergantung pada sebuah sifat bilangan real yang belum terpikirkan oleh Eudoxus dan
Archimedes, serta matematikawan lainnya pada zaman itu.
12 Hendra Gunawan

Sifat bilangan real yang diperlukan untuk membantah paradoks Zeno atau men-
dukung argumen Eudoxus dan Archimedes adalah Sifat Kelengkapan, yang menjamin
eksistensi bilangan real x yang lebih besar dari x0 , x0 + x1 , x0 + x1 + x2 , . . . (pada
paradoks Zeno) dan juga bilangan real A yang lebih besar dari Ai , i = 1, 2, 3, . . .
(pada perhitungan Archimedes).
Sifat Kelengkapan bilangan real biasanya tidak diungkapkan secara eksplisit
di sekolah menengah, namun sesungguhnya merupakan sifat yang sangat penting.
(Tanpa Sifat Kelengkapan, Achilles takkan memenangkan perlombaan dan luas daerah
lingkaran tak dapat dinyatakan sebagai sebuah bilangan.)

Soal Latihan
1 1 1
1. Sederhanakan bentuk penjumlahan + + ··· + n.
2 4 2

1.2 Himpunan Terbatas

Sebelum membahas Sifat Kelengkapan, kita perlu memperkenalkan sejumlah


istilah terlebih dahulu. Misalkan H himpunan bagian dari R. Himpunan H dikatakan
terbatas di atas apabila terdapat suatu bilangan real M sedemikian sehingga

x≤M

untuk setiap x ∈ H. Bilangan M yang memenuhi sifat ini (bila ada) disebut sebagai
batas atas himpunan H. Jika M merupakan batas atas H, maka semua bilangan yang
lebih besar daripada M juga merupakan batas atas H.
Serupa dengan itu, himpunan H dikatakan terbatas di bawah apabila terdapat
suatu bilangan real m sedemikian sehingga

m≤x

untuk setiap x ∈ H. Bilangan m yang memenuhi sifat ini (bila ada) disebut sebagai
batas bawah H. Jika m merupakan batas bawah H, maka semua bilangan yang lebih
kecil daripada m juga merupakan batas bawah dari H.
Himpunan H dikatakan terbatas apabila ia terbatas di atas dan terbatas di
bawah.
Pengantar Analisis Real 13

Contoh 1. (i) Himpunan A := {1, 2, 3} terbatas di atas. Sebagai contoh, 100, 10, 5,
dan 3 merupakan batas atas himpunan A. Himpunan A juga terbatas di bawah.
Sebagai contoh, −5, −1, 0, dan 1 merupakan batas bawah A.
(ii) Himpunan I := {x ∈ R : 0 ≤ x < 1} terbatas di atas. Sebagai contoh, 100, 10,
dan 1 merupakan batas atas I. Himpunan I juga terbatas di bawah. Sebagai contoh,
−10, −1, dan 0 merupakan batas bawah I.
(iii) Himpunan semua bilangan real positif P := {x ∈ R : x > 0} terbatas di bawah
namun tidak terbatas di atas. Jika M merupakan batas atas himpunan P , maka
x ≤ M untuk setiap x ∈ P . Dalam hal ini M mesti merupakan bilangan positif.
Sebagai akibatnya M + 1 juga positif dan M + 1 ≤ M , sesuatu yang mustahil.

Proposisi 2. Himpunan H ⊆ R terbatas jika dan hanya jika terdapat suatu bilangan
real K sedemikian sehingga
|x| ≤ K
untuk setiap x ∈ H.

Misalkan himpunan H terbatas dan M adalah suatu batas atas H. Bila untuk
setiap  > 0 bilangan M −  bukan merupakan batas atas H, maka M disebut sebagai
batas atas terkecil H. Serupa dengan itu, misalkan m adalah suatu batas bawah H.
Bila untuk setiap  > 0 bilangan m +  bukan merupakan batas bawah H, maka m
disebut sebagai batas bawah terbesar H. Sebagai contoh, himpunan A = {1, 2, 3}
mempunyai batas atas terkecil 3 dan batas bawah terbesar 1.

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa batas atas terkecil himpunan I pada Contoh 1(ii) adalah 1.

2. Buktikan bahwa batas bawah terbesar himpunan P pada Contoh 1(iii) adalah
0.

3. Buktikan Proposisi 2.

1.3 Sifat Kelengkapan

Sekarang kita sampai pada perumusan Sifat Kelengkapan bilangan real, yang
akan sering kita gunakan pada pembahasan selanjutnya.
14 Hendra Gunawan

Sifat Kelengkapan. Setiap himpunan bagian tak kosong dari R yang terbatas di atas
mempunyai batas atas terkecil. Setiap himpunan bagian tak kosong dari R yang
terbatas di bawah mempunyai batas bawah terbesar.

Misalkan H 6= ∅. Jika H terbatas di atas, maka batas atas terkecil H disebut


sebagai supremum H, ditulis sup H. Serupa dengan itu, jika H terbatas di bawah,
maka batas bawah terbesar H disebut sebagai infimum H, ditulis inf H. Jika H
terbatas, maka jelas bahwa
inf H ≤ sup H.
Secara umum perlu dicatat bahwa supremum maupun infimum suatu himpunan tidak
harus merupakan anggota himpunan tersebut.
Jika H tidak terbatas di atas, kadang kita menuliskan sup H = +∞; dan jika
H tidak terbatas di bawah, kita dapat menuliskan inf H = −∞.

Contoh 3. (i) Himpunan A = {1, 2, 3} mempunyai batas atas terkecil 3 dan batas
bawah terbesar 1; yakni, sup A = 3 dan inf A = 1.
(ii) Misalkan I = {x : 0 ≤ x < 1}. Maka, sup I = 1 dan inf I = 0.
(iii) Misalkan P = {x : x > 0}. Maka, sup P = +∞ (yakni, P tak terbatas di atas)
dan inf P = 0.

Dengan Sifat Kelengkapan, himpunan bilangan real R dapat dinyatakan se-


bagai sebuah garis, yang kita kenal sebagai garis bilangan real. Sifat Kelengkapan
menjamin bahwa setiap titik pada garis tersebut menyatakan sebuah bilangan real,
dan sebaliknya setiap bilangan real menempati sebuah titik pada garis tersebut.
Sebagai perbandingan, himpunan bilangan rasional Q tidak memenuhi Sifat
Kelengkapan, dan apabila kita memaksakan diri untuk menyatakannya sebagai se-
buah garis, maka garis tersebut akan berlubang-lubang (sebagai contoh, bilangan x
di antara 1 dan 2 yang memenuhi x2 = 2 bukan merupakan bilangan rasional, dan
karenanya terdapat lubang di antara 1 dan 2).
Sifat Kelengkapan menjamin bahwa 1 merupakan bilangan real terkecil yang
lebih besar dari 21 + 14 + · · · + 21n , dan terdapat bilangan real π yang menyatakan
luas daerah lingkaran berjari-jari 1 dan nilainya lebih besar dari luas daerah segi-n
beraturan di dalam lingkaran tersebut, untuk setiap n ∈ N. Sifat Kelengkapan pula
lah yang menjamin bahwa bilangan yang mempunyai bentuk desimal tak berhenti
ataupun berulang (yang dibahas pada Sub-bab 0.2) merupakan bilangan real.
Pengantar Analisis Real 15

Soal Latihan

1. Verifikasi nilai supremum dan infimum pada Contoh 3(ii) dan (iii).

2. Diketahui H = n1 : n ∈ N . Buktikan bahwa sup H = 1 dan inf H ≥ 0.




(Kelak anda akan diminta membuktikan bahwa inf H = 0.)

3. Diketahui himpunan H 6= ∅ terbatas di atas dan M adalah suatu batas atas H.


Buktikan bahwa M = sup H jika dan hanya jika untuk setiap  > 0 terdapat
x ∈ H sedemikian sehingga x > M − .

1.4 Manipulasi dengan Supremum dan Infimum

Misalkan H ⊆ R dan c ∈ R. Kita definisikan

cH := {cx : x ∈ H} dan H + c := {x + c : x ∈ H}.

Sebagai contoh, jika A = {1, 2, 3} dan c = 2, maka

2A = {2, 4, 6} dan A + 2 = {3, 4, 5}.

Proposisi 4. Misalkan H ⊆ R tak kosong dan terbatas di atas, dan c > 0. Maka cH
terbatas di atas dan
sup(cH) = c sup H.

Bukti. Misalkan v = sup H. Ambil sembarang y ∈ cH. Maka, y = cx untuk suatu


x ∈ H. Karena x ≤ v dan c > 0, kita peroleh

y ≤ cv.


Jadi cv merupakan batas atas cH. Selanjutnya, untuk sembarang  > 0, v − c bukan
batas atas H. Karena itu, terdapat x ∈ H sedemikian sehingga

v− < x.
c
16 Hendra Gunawan

Kalikan kedua ruas dengan c, kita dapatkan

cv −  < cx,

yang menunjukkan bahwa cv −  bukan batas atas cH. Jadi cv merupakan batas atas
terkecil cH, yakni cv = sup(cH).

Proposisi 5. Misalkan H ⊆ R tak kosong dan terbatas di atas, dan c < 0. Maka cH
terbatas di bawah dan
inf(cH) = c sup H.

Proposisi 6. Misalkan H ⊆ R tak kosong dan terbatas di atas, dan c ∈ R. Maka


H + c terbatas di atas dan

sup(H + c) = c + sup H.

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 5.

2. Buktikan Proposisi 6.

3. Misalkan H ⊆ R tak kosong dan terbatas di atas, dan G ⊆ H juga tak kosong.
Buktikan bahwa G terbatas di atas dan sup G ≤ sup H.

4. Misalkan G, H ⊆ R tak kosong dan terbatas. Definisikan H + G := {x + y :


x ∈ H, y ∈ G}. Buktikan bahwa H + G terbatas dengan

sup(H + G) ≤ sup H + sup G dan inf(H + G) ≥ inf H + inf G.

6 H ⊆ P = {x ∈ R : x > 0}. Definisikan himpunan G = x1 : x ∈



5. Diketahui ∅ =

H . Buktikan jika H terbatas di atas, maka G terbatas di bawah dan

1
inf G = .
sup H
Pengantar Analisis Real 17

2. LEBIH JAUH TENTANG BILANGAN REAL

2.1 Maksimum dan Minimum; Interval

Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu him-
punan tidak harus merupakan anggota himpunan tersebut. Jika H mempunyai supre-
mum dan sup H = M ∈ H, maka M merupakan anggota terbesar dan disebut mak-
simum H, ditulis M = maks H. Serupa dengan itu, jika H mempunyai infimum
dan inf H = m ∈ H, maka m merupakan anggota terkecil dan disebut minimum H,
ditulis m = min H.

Contoh 1. (i) Himpunan A := {1, 2, 3} mempunyai maksimum 3 dan minimum 1.


(ii) Himpunan I := {x ∈ R : 0 ≤ x < 1} mempunyai minimum 0 tetapi tidak
mempunyai maksimum. Di sini 1 = sup I tetapi 1 ∈
/ I, jadi ia bukan maksimum I.
(iii) Himpunan P := {x ∈ R : x > 0} tak mempunyai maksimum maupun minimum.

Himpunan I pada Contoh 1(ii) merupakan sebuah interval. Secara umum,


sebuah interval di R merupakan himpunan bagian dari R yang bersifat: jika u, v ∈ I
dan u ≤ x ≤ v, maka x ∈ I. Sebuah interval mungkin terbatas dan mungkin pula tak
terbatas.
Berikut adalah notasi untuk interval terbatas di R:

(a, b) := {x : a < x < b}.


[a, b] := {x : a ≤ x ≤ b}.
[a, b) := {x : a ≤ x < b}.
(a, b] := {x : a < x ≤ b}.
18 Hendra Gunawan

Berikut adalah notasi untuk interval tak terbatas di R (selain R sendiri):

(a, ∞) := {x : x > a}.


[a, ∞) := {x : x ≥ a}.
(−∞, b) := {x : x < b}.
(−∞, b] := {x : x ≤ b}.

Catat bahwa lambang ∞ dan −∞ di sini bukan menyatakan bilangan real.


Interval (a, b), (a, ∞), dan (−∞, b) merupakan interval terbuka, sedangkan in-
terval [a, b], [a, ∞), dan (−∞, b] merupakan interval tertutup. Sementara itu, interval
[a, b) dan (a, b] sering disebut sebagai interval setengah terbuka. Interval [a, b] yang
bersifat tertutup dan terbatas merupakan contoh himpunan kompak di R. Pada [a, b],
a merupakan minimum dan b merupakan maksimum.

Soal Latihan

1. Tentukan maksimum dan minimum himpunan berikut (bila ada).


1
(a) n : n∈N .
 (−1)n
(b) n : n∈N .
(c) Himpunan semua bilangan rasional r dengan 0 ≤ r ≤ 1.

2. Misalkan c ∈ R dan δ > 0. Buktikan bahwa

{x : |x − c| < δ} = (c − δ, c + δ).

3. Beri dua buah contoh himpunan yang mempunyai supremum 1 tetapi tidak
mempunyai satu pun anggota x ∈ (0, 1).

2.2 N dan Q sebagai Himpunan Bagian dari R

Dengan Sifat Kelengkapan, kita dapat pula membuktikan bahwa N tak terbatas
di atas. Fakta ini dikenal sebagai Sifat Archimedes, yang lazim dinyatakan sebagai
sebuah teorema.
Pengantar Analisis Real 19

Teorema 2 (Sifat Archimedes). Untuk setiap x ∈ R terdapat nx ∈ N sedemikian


sehingga x < nx .

Bukti. Andaikan sebaliknya berlaku, yakni terdapat x ∈ R sedemikian sehingga


n ≤ x untuk setiap n ∈ N. Ini berarti bahwa N terbatas di atas. Karena N 6= ∅
dan N ⊂ R, maka menurut Sifat Kelengkapan, N mempunyai supremum, sebutlah
v = sup N. Karena v merupakan batas atas terkecil N, v − 1 bukan batas atas N,
sehingga terdapat m ∈ N sedemikian sehingga v − 1 < m atau v < m + 1. Ini
mustahil mengingat m + 1 ∈ N dan v merupakan batas atas N. Jadi pengandaian di
atas mestilah salah.

Dengan asumsi bahwa jarak antara dua bilangan asli sekurang-kurangnya sama
dengan 1, kita dapat membuktikan Sifat Terurut Rapi N, yang dinyatakan dalam
teorema berikut.

Teorema 3 (Sifat Terurut Rapi N). Setiap himpunan bagian tak kosong dari N
mempunyai minimum.

Bukti. Misalkan A ⊆ N tak kosong. Jelas bahwa sebagai himpunan bagian dari N,
himpunan A terbatas di bawah. Menurut Sifat Kelengkapan, A mempunyai infimum,
sebutlah a = inf A. Sekarang a + 1 bukan batas bawah A, dan karenanya terdapat
n ∈ A sehingga
n < a + 1.
Jika n bukan minimum A, maka terdapat m ∈ A sehingga m < n. Dalam hal ini,
kita mempunyai
a ≤ m < n < a + 1,
sehingga jarak antara m dan n lebih kecil dari 1. Ini bertentangan dengan sifat
bilangan asli. Jadi n mestilah minimum A, dan bukti selesai.

Dengan menggunakan Sifat Archimedes dan Sifat Terurut Rapi N , kita da-
pat membuktikan sifat kepadatan bilangan rasional di R, yang dinyatakan sebagai
teorema berikut.

Teorema 4 (Kepadatan Bilangan Rasional). Misalkan x, y ∈ R dengan x < y.


Maka terdapat r ∈ Q sedemikian sehingga x < r < y.

Bukti. Tanpa mengurangi keumuman, kita asumsikan bahwa 0 < x < y. Menurut
1
Sifat Archimedes, terdapat n ∈ N sedemikian sehingga n > y−x . Untuk n tersebut,
20 Hendra Gunawan

kita mempunyai
ny − nx > 1.

Sekarang tinjau himpunan A := {k : k ∈ N, nx < k}. Menurut Sifat Terurut Rapi


N, A mempunyai minimum, sebutlah m. Dalam hal ini m merupakan bilangan asli
m terkecil yang memenuhi
m − 1 ≤ nx < m.

Akibatnya, kita peroleh


m ≤ nx + 1 < ny.

Karena itu, nx < m < ny, atau


m
x< < y.
n
m
Jadi terdapat bilangan rasional r := n sedemikian sehingga x < r < y.

Catatan. Bukti Teorema 4 memberi tahu kita bagaimana caranya mendapatkan se-
buah bilangan rasional di antara x dan y dengan 0 < x < y. Pertama, kita zoom out
1
interval (x, y) dengan faktor dilasi n > y−x , sehingga kita peroleh interval (nx, ny)
yang lebarnya lebih besar daripada 1. Dalam interval tersebut kita pilih bilangan asli
m, kemudian kita zoom in untuk mendapatkan bilangan rasional m n di dalam interval
(x, y). Untuk x, y ∈ R lainnya, bilangan rasional dapat diperoleh dengan meman-
faatkan hasil ini. Sebagai contoh, untuk x < y < 0, jika r adalah bilangan rasional di
dalam interval (−y, −x), maka −r adalah bilangan rasional di dalam interval (x, y).

Soal Latihan
1
1. Diketahui H = n : n ∈ N . Buktikan bahwa inf H = 0.
1 1

2. Misalkan A = 2 + ··· + 2n : n ∈ N . Buktikan bahwa sup A = 1.

3. Buktikan bahwa terdapat bilangan real positif x sedemikian sehingga x2 = 2.


(Petunjuk. Tinjau himpunan A := {a ∈ R : a > 0, a2 < 2}.)

4. Diketahui x, y ∈ R dengan x < y. Buktikan bahwa terdapat bilangan irasional


s sedemikian sehingga x < s < y.

5. Buktikan bahwa himpunan semua bilangan irasional s dengan 0 ≤ s ≤ 1 tidak


mempunyai maksimum maupun minimum.
Pengantar Analisis Real 21

2.3 Prinsip Induksi Matematika

Salah satu metode pembuktikan klasik untuk pernyataan yang berkaitan dengan
bilangan asli berpijak pada Prinsip Induksi Matematika.

Teorema 5 (Prinsip Induksi Matematika). Misalkan P (n) adalah suatu perny-


ataan mengenai n ∈ N. Misalkan pula
(i) P (1) benar, dan
(ii) untuk setiap k ∈ N berlaku: jika P (k) benar, maka P (k + 1) benar.
Maka, P (n) benar untuk setiap n ∈ N.

Bukti. Misalkan S := {n ∈ N : P (n) salah}. Akan ditunjukkan bahwa S = ∅.


Andaikan S 6= ∅. Maka, menurut Sifat Terurut Rapi, S mempunyai minimum, sebut-
lah m. Karena P (1) benar, 1 ∈ / S. Jadi m 6= 1. Akibatnya m > 1 dan m − 1 ∈ N.
Karena m adalah minimum S, m−1 ∈ / S atau P (m−1) benar. Berdasarkan hipotesis
(ii), kita peroleh P (m) benar atau m ∈
/ S, yang bertentangan dengan m ∈ S.

Contoh 6. Untuk setiap n ∈ N, kita mempunyai


1
1 + 2 + ··· + n = n(n + 1).
2
Untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini, misalkan Sn := 1 + 2 + · · · + n, n ∈ N,
dan P (n) adalah pernyataan bahwa Sn = 21 n(n + 1). Perhatikan bahwa P (1) benar,
karena S1 = 1 = 12 .1.(1 + 1). Selanjutnya misalkan k ∈ N dan P (k) benar atau
Sk = 12 k(k + 1). Untuk mengetahui apakah P (k + 1) benar, kita periksa

Sk+1 = 1 + 2 + · · · + k + (k + 1)
= Sk + (k + 1)
1
= k(k + 1) + (k + 1)
2
1
= (k + 1)(k + 2).
2
Jadi ternyata P (k + 1) benar. Berdasarkan Prinsip Induksi Matematika, kita sim-
pulkan bahwa P (n) benar untuk setiap n ∈ N.

Contoh 7. Untuk setiap n ∈ N berlaku n < 2n . Di sini P (n) adalah ketaksamaan


n < 2n . Jelas bahwa P (1) benar karena 1 < 2. Selanjutnya misalkan k ∈ N dan P (k)
22 Hendra Gunawan

benar, yakni k < 2k . Maka, 1 ≤ k < 2k dan

k + 1 < 2k + 1 < 2k + 2k = 2k+1 ,

yakni P (k + 1) benar. Berdasarkan Prinsip Induksi Matematika, P (n) benar atau


n < 2n untuk setiap n ∈ N.

Teorema 8 (Prinsip Induksi Kuat). Misalkan P (n) adalah suatu pernyataan


mengenai n ∈ N sedemikian sehingga
(i) P (1) benar, dan
(ii) untuk setiap k ∈ N, jika P (1), . . . , P (k) benar, maka P (k + 1) benar.
Maka, P (n) benar untuk setiap n ∈ N.

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa 1 + 3 + · · · + (2n − 1) = n2 untuk setiap n ∈ N.

2. Buktikan bahwa 2n−1 ≤ n! untuk setiap n ∈ N. (Catatan. n! = 1 × 2 × · · · × n.)

3. Buktikan Teorema 8.

4. Misalkan n0 ∈ N dan P (n) adalah suatu pernyataan mengenai n ∈ N sedemikian


sehingga P (n0 ) benar dan jika P (k) benar, maka P (k + 1) benar. Buktikan
bahwa P (n) benar untuk setiap n ∈ N dengan n ≥ n0 .

5. Buktikan bahwa n2 < 2n untuk n ≥ 5.


1
6. Diketahui r1 = 1 dan rn+1 = 1 + rn untuk n = 1, 2, 3, . . . . Buktikan bahwa
1 < rn < 2 untuk setiap n ≥ 3.
Pengantar Analisis Real 23

3. BARISAN

3.1 Definisi Barisan

Dalam kisah Zeno tentang perlombaan lari antara Achilles dan seekor kura-kura,
ketika Achilles mencapai posisi x0 tempat sang kura-kura mulai berlari, sang kura-
kura telah menempuh x1 meter; dan ketika Achilles mencapai posisi tersebut beberapa
saat kemudian, sang kura-kura telah menempuh x2 meter lebih jauh; dan seterusnya.
Sebagai contoh, bila Achilles berlari dengan kecepatan 6 m/detik sementara sang
kura-kura berlari dengan kecepatan 3 m/detik (ditarik roda), maka Achilles akan
mencapai posisi-posisi tertentu yang pernah dicapai oleh sang kura-kura pada saat
1 1 1
+ + · · · + n detik, n = 1, 2, 3, . . . .
2 4 2
Bentuk penjumlahan di atas membentuk sebuah deret geometri, yang jumlahnya
sama dengan 1 − 21n . Jadi, dalam cerita di atas, kita mempunyai sebuah ‘barisan’
bilangan h1 − 21n i. Bila n ‘menuju tak terhingga’, maka 21n ‘menuju 0’. Jadi barisan
bilangan di atas ‘konvergen ke 1’. Dengan pengetahuan ini, pada akhirnya kita dapat
menyimpulkan bahwa Achilles akan menyalip sang kura-kura setelah berlari selama
1 detik.
Barisan bilangan dapat pula muncul ketika kita hendak menaksir suatu bilan-

gan, misalnya menaksir 2. Salah satu cara yang mudah adalah dengan Metode
√ √
Bagi Dua. Mengetahui bahwa 2 terletak di antara 1 dan 2, kita taksir 2 de-
ngan x1 := 21 (1 + 2) = 1.5. Setelah kita periksa bahwa 1.52 = 2.25 > 2, maka

kita tahu bahwa 2 berada di antara 1 dan 1.5. Selanjutnya kita taksir dengan
x2 := 12 (1 + 1.5) = 1.25, dan seterusnya sehinga kita peroleh barisan bilangan

x1 , x2 , x3 , . . . yang merupakan hampiran untuk 2.
Secara informal, sebuah barisan bilangan real dapat diartikan sebagai suatu
daftar bilangan real x1 , x2 , x3 , . . . . Persisnya, sebuah barisan bilangan real adalah
24 Hendra Gunawan

suatu aturan yang mengaitkan setiap bilangan asli n dengan sebuah bilangan real
tunggal xn . Di sini xn disebut sebagai suku ke-n barisan tersebut. Notasi hxn i
menyatakan barisan dengan suku ke-n xn . Himpunan {xn : n ∈ N} disebut sebagai
daerah nilai barisan hxn i. Barisan hxn i dikatakan terbatas (terbatas di atas atau
terbatas di bawah) apabila daerah nilainya terbatas (terbatas di atas atau terbatas
di bawah). Jadi, menurut Proposisi 2 pada Bab 1, hxn i terbatas jika dan hanya jika
terdapat K > 0 sedemikian sehingga |xn | ≤ K untuk setiap n ∈ N.

Contoh 1. (i) Barisan h n1 i adalah barisan bilangan 1, 1 1


2, 3, . . . .
(ii) Barisan h(−1)n i adalah barisan bilangan −1, 1, −1, 1, . . . . Jika n ganjil, maka
suku ke-n bernilai −1; dan jika n genap, maka suku ke-n bernilai 1. Jadi daerah nilai
barisan ini adalah {−1, 1}.
(iii) Barisan yang didefinisikan secara induktif dengan x1 = x2 = 1 dan

xn+2 = xn + xn+1 , n = 1, 2, 3, . . . ,

adalah barisan 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, .... Barisan ini dikenal sebagai barisan Fibonacci
(yang dipublikasikan oleh Leonardo Fibonacci dalam Liber abaci pada 1202).
(iv) Barisan hrn i yang didefinisikan secara induktif dengan r1 = 1 dan
1
rn+1 = 1 + , untuk n = 1, 2, 3, . . .
rn
adalah barisan 1, 2, 32 , 53 , . . . .

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa ketiga barisan pada Contoh 1 merupakan barisan terbatas.

2. Buktikan bahwa barisan Fibonacci tak terbatas.


xn+1
3. Misalkan hxn i adalah barisan Fibonacci. Definisikan rn := xn , n ∈ N. Buk-
tikan bahwa barisan hrn i terbatas.

3.2 Kekonvergenan Barisan

Barisan hxn i dikatakan konvergen ke L (L ∈ R) apabila untuk setiap  > 0


terdapat bilangan asli N sedemikian sehingga
Pengantar Analisis Real 25

jika n ≥ N , maka |xn − L| < .

Bilangan L dalam hal ini disebut sebagai limit barisan hxn i, dan kita tuliskan

lim xn = L,
n→∞

atau
xn → L, bila n → ∞.
Secara informal, kita dapat mengatakan bahwa xn ‘menuju L’ bila n ‘menuju tak
terhingga’.
Untuk tiap n ∈ N, bilangan xn dapat dianggap sebagai hampiran untuk L
(dan sebaliknya, L merupakan hampiran untuk xn ). Jarak |xn − L| antara xn dan
L menyatakan kesalahan pada penghampiran tersebut (dengan  sebagai taksiran
kesalahan maksimum-nya). Definisi di atas menyatakan bahwa kesalahan tersebut
dapat dibuat sekecil-kecilnya dengan memilih n cukup besar.

Contoh 2. Barisan h n1 i konvergen ke 0, yakni


1
lim = 0.
n→∞ n
1
Diberikan  > 0 sembarang, kita dapat memilih bilangan asli N >  sedemikian
sehingga jika n ≥ N , maka
1 1 1
− 0 = ≤ < .

n n N

1
Catatan. Eksistensi bilangan asli N yang lebih besar dari bilangan real  tentu saja
dijamin oleh Sifat Archimedes.)

Teorema 3. Sebuah barisan tidak mungkin konvergen ke dua buah limit yang berbeda.

Bukti. Misalkan hxn i konvergen ke L dan juga ke M . Untuk  > 0 sembarang, kita
dapat memilih N1 ∈ N sedemikian sehingga untuk n ≥ N1 berlaku |xn − L| < 2 .
Pada saat yang sama, kita dapat memilih N2 ∈ N sedemikian sehingga untuk n ≥ N2
berlaku |xn − M | < 2 . Jadi, untuk N := maks {N1 , N2 }, kita mempunyai
 
|L − M | ≤ |L − xn | + |xn − M | < + = .
2 2
Karena ini berlaku untuk  > 0 sembarang, kita simpulkan bahwa |L − M | = 0 atau
L = M.
26 Hendra Gunawan

Teorema 4. Jika hxn i konvergen, maka hxn i terbatas.

Catatan. Kebalikan dari Teorema 4 tidak berlaku. Sebagai contoh, h(−1)n i terbatas,
tetapi tidak konvergen. Di sini keterbatasan merupakan ‘syarat perlu’ tetapi bukan
merupakan ‘syarat cukup’ untuk kekonvergenan.

Bukti. Misalkan hxn i konvergen ke L. Pilih N ∈ N sedemikian sehingga |xn − L| < 1


untuk n ≥ N . Akibatnya, untuk n ≥ N , kita mempunyai

|xn | ≤ |xn − L| + |L| < 1 + |L|.

Sebut K := maks{|x1 |, . . . , |xN |, 1 + |L|}. Maka jelas bahwa

|xn | ≤ K,

untuk tiap n ∈ N. Ini menunjukkan bahwa hxn i terbatas.

Barisan yang tidak konvergen disebut barisan divergen. Dari Teorema 4, kita
mengetahui bahwa barisan tak terbatas tidak mungkin konvergen, dan karenanya ia
merupakan barisan divergen. Sebagai contoh, barisan Fibonacci

1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, . . .

merupakan barisan divergen karena ia tak terbatas.


Selanjutnya perlu diingat bahwa barisan terbatas pun mungkin saja divergen.
Sebagai contoh, barisan h(−1)n i merupakan barisan divergen. Dengan mudah kita
dapat menunjukkan bahwa lim (−1)n 6= ±1. Namun ini belum menunjukkan bahwa
n→∞
h(−1)n i divergen. Untuk menunjukkan kedivergenan h(−1)n i, kita harus meyakinkan
bahwa lim (−1)n 6= L untuk sembarang L ∈ R.
n→∞

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan rasional r > 0, barisan h n1r i konvergen
ke 0.

n−1
2. Buktikan bahwa n+1 konvergen ke 1.

3. Tuliskan arti dari lim xn 6= L. Tunjukkan bahwa lim (−1)n 6= L untuk sem-
n→∞ n→∞
barang L ∈ R.
Pengantar Analisis Real 27

4. Buktikan jika c ∈ R dan hxn i konvergen ke L, maka hcxn i konvergen ke cL.

5. Buktikan jika hxn i konvergen ke L > 0, maka terdapat N ∈ N sedemikian


sehingga xn > L2 untuk tiap n ≥ N .

6. Berikan alasan sederhana mengapa barisan Fibonacci tidak mungkin konvergen.

3.3 Teorema Limit

Dalam contoh dan soal-soal latihan pada subbab sebelumnya, ketika  > 0
diberikan, cukup mudah bagi kita untuk mencari bilangan asli N yang memenuhi
definisi barisan konvergen. Namun secara umum tidaklah selalu demikian situasinya.
Dalam hal ini kita perlu mempunyai cara lain untuk memeriksa kekonvergenan suatu
barisan (dan menentukan limitnya) tanpa harus menggunakan definisinya.

Proposisi 5. Misalkan xn → L dan yn → M bila n → ∞, dan λ, µ ∈ R. Maka


(i) λxn + µyn → λL + µM bila n → ∞.
(ii) xn yn → LM bila n → ∞.
xn L
(iii) → bila n → ∞, asalkan M 6= 0.
yn M
Bukti. (i) Berdasarkan Soal Latihan 3.2 No. 4, cukup dibuktikan bahwa, jika xn → L
dan yn → M untuk n → ∞, maka xn + yn → L + M untuk n → ∞. Diberikan  > 0
sembarang, terdapat N1 ∈ N sedemikian sehingga untuk n ≥ N1 berlaku

|xn − L| < .
2
Pada saat yang sama, terdapat N2 ∈ N sedemikian sehingga untuk n ≥ N2 berlaku

|yn − M | < .
2
Sekarang pilih N := maks{N1 , N2 }. Maka, untuk n ≥ N , kita peroleh (dengan
menggunakan Ketaksamaan Segitiga)
 
|(xn + yn ) − (L + M )| ≤ |xn − L| + |yn − M | < + = .
2 2
Ini menunjukkan bahwa xn + yn → L + M untuk n → ∞.
28 Hendra Gunawan

Bukti bagian (ii) dan (iii) diserahkan sebagai latihan.


2n2 − 5n 2
Contoh 6. lim = .
n→∞ 3n2 − 7n + 4 3
Penjelasan. Berdasarkan Proposisi 5 (serta contoh dan soal latihan pada §3.2),

2n2 − 5n 2 − (5/n) 2−0 2


2
= 2
→ =
3n − 7n + 4 3 − (7/n) + (4/n ) 3−0+0 3
bila n → ∞.

Teorema 7 (Teorema Apit). Misalkan xn ≤ yn ≤ zn untuk tiap n ∈ N. Jika


xn → L dan zn → L untuk n → ∞, maka yn → L untuk n → ∞.

Catatan. Hipotesis bahwa xn ≤ yn ≤ zn berlaku untuk tiap n ∈ N dapat ‘diperlunak’


menjadi hanya berlaku untuk tiap n ≥ n0 (untuk suatu n0 ∈ N). Dalam menyelidiki
kekonvergenan suatu barisan, yang penting untuk kita tangani adalah ‘ekor’-nya,
yakni suku-suku xn dengan n ≥ n0 .

Bukti. Diberikan  > 0, pilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk n ≥ N berlaku

|xn − L| <  dan |zn − L| < 

atau
L −  < xn < L +  dan L −  < zn < L + .

Akibatnya, untuk n ≥ N , kita peroleh

L −  < xn ≤ yn ≤ zn < L + ,

sehingga |yn − L| < . Ini menunjukkan bahwa yn → L untuk n → ∞.


xn
Contoh 8. Misalkan hxn i terbatas. Maka lim = 0.
n→∞ n
Penjelasan. Terdapat K > 0 sedemikian sehingga untuk setiap n ∈ N berlaku

−K ≤ xn ≤ K.

Akibatnya
K xn K
− ≤ ≤ .
n n n
K xn
Karena lim = 0, maka menurut Teorema Apit lim = 0.
n→∞ n n→∞ n
Pengantar Analisis Real 29

Teorema 9. (i) Jika xn → L untuk n → ∞, maka |xn | → |L| untuk n → ∞.


(ii) Jika xn ≥ 0 untuk tiap n ∈ N dan xn → L untuk n → ∞, maka L ≥ 0 dan
√ √
xn → L untuk n → ∞.

Bukti. (i) Berdasarkan Ketaksamaan Segitiga, untuk setiap n ∈ N, kita mempunyai



|xn | − |L| ≤ |xn − L|.

Karena itu jelas jika xn → L untuk n → ∞, maka |xn | → |L| untuk n → ∞.

(ii) Andaikan L < 0, kita dapat memilih n ∈ N sedemikian sehingga xn < L2 < 0,
bertentangan dengan hipotesis. Jadi mestilah L ≥ 0.
√ √
Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa h xn i konvergen ke L, kita tinjau
kasus L = 0 dan kasus L > 0 secara terpisah. Untuk kasus L = 0, kita perhatikan
√ √ √
bahwa xn <  bila xn < . Karena itu, xn → 0 untuk n → ∞ karena xn → 0
untuk n → ∞. Sekarang misalkan L > 0. Untuk tiap n ∈ N, kita mempunyai

√ √ |xn − L| 1
| xn − L| = √ √ ≤ √ |xn − L|.
xn + L L

Jadi, diberikan  > 0, kita tinggal memilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap
√ √ √
n ≥ N berlaku |xn − L| <  L. Ini menunjukkan bahwa xn → L untuk n → ∞.

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 5 bagian (ii) dan (iii).

2. Buktikan jika |xn − L| ≤ yn untuk tiap n ∈ N dan yn → 0 untuk n → ∞, maka


xn → L untuk n → ∞.

3. Diketahui xn ≤ yn untuk tiap n ∈ N, xn → L dan yn → M untuk n → ∞.


Buktikan bahwa L ≤ M .

4. Buktikan bahwa 21n konvergen ke 0, dengan menggunakan fakta bahwa n < 2n



untuk tiap n ∈ N.
√ √
5. Buktikan bahwa h n + 1 − ni konvergen ke 0.

6. Diketahui |x| < 1. Buktikan bahwa hxn i konvegen ke 0. (Petunjuk. Tuliskan


1 1
|x| = 1+a , maka |xn | < an .)
30 Hendra Gunawan

7. Misalkan xn ≤ yn untuk tiap n ∈ N. Buktikan jika xn → L dan yn → M untuk


n → ∞, maka L ≤ M .

3.4 Barisan Monoton

Salah satu jenis barisan yang mudah dipelajari kekonvergenannya adalah barisan
monoton. Barisan hxn i dikatakan naik apabila xn ≤ xn+1 untuk tiap n ∈ N. Serupa
dengan itu, hxn i dikatakan turun apabila xn ≥ xn+1 untuk tiap n ∈ N. Barisan naik
dan barisan turun disebut barisan monoton. Bila xn < xn+1 atau xn > xn+1 untuk
tiap n ∈ N, maka hxn i dikatakan naik murni atau turun murni.

Contoh 10. (i) Barisan h n1 i merupakan barisan monoton turun.


(ii) Barisan Fibonacci 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, . . . merupakan barisan monoton naik.
(iii) Barisan konstan hci merupakan barisan monoton naik dan sekaligus turun.
(iv) Barisan h(−1)n i bukan merupakan barisan monoton.

Teorema 11. (i) Jika hxn i naik dan terbatas (di atas), maka ia konvergen ke sup{xn :
n ∈ N}.
(ii) Jika hxn i turun dan terbatas (di bawah), maka ia konvergen ke inf{xn : n ∈ N}.

Bukti. (i) Misalkan A := {xn : n ∈ N} dan L = sup A. Akan ditunjukkan bahwa


xn → L untuk n → ∞. Untuk setiap  > 0, L −  bukan batas atas himpunan A, dan
karenanya terdapat N ∈ N sedemikian sehingga L −  < xN ≤ L. Karena hxn i naik,
untuk setiap n ≥ N berlaku L −  < xN ≤ xn ≤ L, dan sebagai akibatnya

|xn − L| < .

Dengan demikian xn → L untuk n → ∞.

(ii) Serupa dengan bukti untuk bagian (i).


1 1
Contoh 12. Misalkan xn := 1 + 2 + · · · + 2 , n ∈ N. Di sini jelas bahwa hxn i
2 n
naik. Selanjutnya, untuk tiap n ≥ 2, kita mempunyai

1 1 1 1
2
≤ = − .
n n(n − 1) n−1 n
Pengantar Analisis Real 31

Akibatnya, untuk tiap n ∈ N berlaku


1 1 1 1 1 1 1
1 + 2 + ··· + 2 ≤ 1 + − + ··· + − = 2 − < 2.
2 n 1 2 n−1 n n
Jadi hxn i terbatas (di atas). Menurut Teorema 11, hxn i konvergen (ke suatu L ≤ 2).

Contoh 13. Diberikan a > 0 dan x0 > 0, definisikan barisan hxn i sebagai
1 2 
xn = xn−1 + , n ∈ N.
2 xn−1
Dapat ditunjukkan bahwa hxn i turun dan terbatas di bawah, sehingga konvergen,

dan limitnya adalah a. Lihat tabel di bawah yang berisi nilai suku-suku barisan ini

untuk a = 2 dan x0 = 1. (Cara menghampiri a dengan barisan ini telah dikenal di
Mesopotamia sebelum 1500 SM.)
n
Contoh 14. Misalkan xn := 1 + n1 , n ∈ N. Dapat diperiksa bahwa hxn i naik dan
terbatas (di atas), sehingga konvergen. (Lihat [1] atau [2].)

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 11 bagian (ii).

2. Diketahui 0 < x < 1. Buktikan bahwa hxn i turun dan terbatas di bawah,
sehingga ia konvergen.
1 1
3. Misalkan xn := 1 + + · · · + , n ∈ N. Buktikan bahwa hxn i naik dan
2! n!
terbatas (di atas). (Petunjuk. 2n−1 ≤ n! untuk tiap n ∈ N.)
1 1
4. Misalkan xn := 1 + + · · · + , n ∈ N. Buktikan bahwa hxn i naik. Apakah
2 n
hxn i terbatas (di atas)?
32 Hendra Gunawan

4. SUB-BARISAN DAN BARISAN CAUCHY

4.1 Sub-barisan

Misalkan hxn i barisan dan hnk i barisan naik murni dengan nk ∈ N untuk tiap
k ∈ N. Maka, barisan
hxnk i

disebut sebagai sub-barisan dari hxn i. Sebagai contoh,

x2 , x3 , x4 , x5 , . . .

dan
x2 , x4 , x8 , x16 , . . .

merupakan sub-barisan dari hxn i. Pada sub-barisan pertama, nk = k + 1; sementara


pada sub-barisan kedua, nk = 2k .

Contoh 1. (i) Diketahui barisan h(−1)n i. Maka,

h(−1)2k−1 i = h−1i

dan
h(−1)2k i = h1i

merupakan sub-barisan dari h(−1)n i.


(ii) Misalkan hrn i adalah barisan 1, 2, 23 , 53 , 85 , 13
8 , . . . . Maka

3 8
1, , , . . .
2 5
dan
5 13
2, , , . . .
3 8
merupakan sub-barisan dari hrn i.
Pengantar Analisis Real 33

Hipotesis hnk i naik murni merupakan bagian penting dalam definisi sub-barisan.
Sebagai salah satu akibat dari hipotesis ini, kita mempunyai nk ≥ k untuk tiap k ∈ N.
Fakta ini dapat dibuktikan dengan Prinsip Induksi Matematika. (Jelas bahwa n1 ≥ 1.
Selanjutnya, jika nk ≥ k, maka nk+1 > nk ≥ k dan karenanya nk+1 ≥ k + 1.)
Catat bahwa setiap sub-barisan dari barisan terbatas juga bersifat terbatas.
Selanjutnya, kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 2. Jika hxn i konvergen ke L, maka setiap sub-barisan dari hxn i konvergen
ke L.

Bukti. Misalkan hxnk i adalah sub-barisan dari hxn i. Diberikan  > 0, pilih N ∈ N
sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N berlaku

|xn − L| < .

Maka, untuk setiap k ≥ N , kita mempunyai nk ≥ k ≥ N, dan karenanya

|xnk − L| < .

Dengan demikian hxnk i konvergen ke L.

Contoh 3. Kita telah membahas kedivergenan barisan h(−1)n i. Bukti alternatif yang
lebih sederhana dapat diberikan dengan menggunakan Teorema 2. Karena terdapat
sub-barisan h−1i yang konvergen ke -1 dan sub-barisan h1i yang konvergen ke 1,
maka barisan h(−1)n i tidak mungkin konvergen. (Jika ia konvergen, maka menurut
Teorema 2 kedua sub-barisan di atas seharusnya konvergen ke bilangan yang sama.)

Contoh 4. Pada Soal Latihan 3.4 No. 3, anda diminta menunjukkan bahwa hxn i
konvergen untuk 0 < x < 1. Sekarang kita dapat menentukan limitnya dengan
menggunakan Teorema 2 sebagai berikut. Misalkan hxn i konvergen ke L. Maka,
sub-barisan hx2k i akan konvergen ke L juga. Namun,

x2k = (xk )2 → L2 untuk k → ∞.

Karena itu L = L2 , sehingga kita dapatkan L = 0 atau L = 1. Mengingat 0 < x < 1


dan hxn i turun, kita simpulkan bahwa L = 0. Hasil ini sesuai dengan Soal Latihan
3.3 No. 5.
34 Hendra Gunawan

Contoh 5. Dalam Contoh 13 pada Sub-bab 3.4 kita telah menunjukkan bahwa
barisan hxn i yang didefinisikan secara induktif dengan

1 2 
xn+1 = xn + , n ∈ N,
2 xn

konvergen. Sekarang misalkan limitnya adalah L. Maka, menurut Teorema 2, hxn+1 i


juga konvergen ke L. Akibatnya
1 2
L= L+ ,
2 L
sehingga L2 = 2. Namun x1 > 0 mengakibatkan xn > 0 untuk tiap n ∈ N. Karena

itu mestilah L = 2.

Soal Latihan

1. Diketahui barisan hxn i. Tunjukkan jika hx2k−1 i dan hx2k i konvergen ke bilangan
yang sama, maka hxn i konvergen.

2. Diketahui barisan hxn i didefinisikan secara induktif dengan x1 = 1 dan

1
xn+1 = xn + , n ∈ N.
xn

Mungkinkah hxn i konvergen?

3. Diketahui barisan hrn i didefinisikan secara induktif dengan r1 = 1 dan

1
rn+1 = 1 + , n ∈ N.
rn

1+ 5
Tunjukkan jika hrn i konvergen, maka ia mestilah konvergen ke 2 .

4.2 Teorema Bolzano-Weierstrass

Pada bagian ini kita akan membahas sebuah hasil penting tentang barisan ter-
batas. Sebelum kita sampai ke sana, kita pelajari terlebih dahulu teorema berikut.

Teorema 6. Setiap barisan mempunyai sub-barisan yang monoton.


Pengantar Analisis Real 35

Bukti. Misalkan hxn i barisan sembarang. Untuk tiap N ∈ N, definisikan AN := {xn :


n ≥ N }. Kita tinjau dua kasus berikut.

Kasus 1: Untuk tiap N ∈ N, AN mempunyai maksimum. Dalam kasus ini, kita dapat
memperoleh barisan bilangan asli hnk i sedemikian sehingga

xn1 = maks A1
xn2 = maks An1 +1
xn3 = maks An2 +1

dan seterusnya. Jelas bahwa n1 < n2 < n3 < · · · dan hxnk i merupakan sub-barisan
yang monoton turun.

Kasus 2: Terdapat n1 ∈ N sedemikian sehingga An1 tidak mempunyai maksimum.


Dalam kasus ini, terdapat n2 ≥ n1 + 1 sedemikian sehingga xn2 > xn1 (karena jika
tidak, maka xn1 merupakan maksimum An1 ). Selanjutnya, terdapat n3 ≥ n2 + 1
sedemikian sehingga xn3 > xn2 (karena jika tidak, maka maks {xn1 , . . . , xn2 } meru-
pakan maksimum An1 ). Demikian seterusnya, sehingga kita peroleh sub-barisan hxnk i
yang monoton naik.

Teorema 7 (Bolzano-Weierstrass). Setiap barisan terbatas mempunyai sub-barisan


yang konvergen.

Bukti. Misalkan hxn i terbatas. Menurut Teorema 6, terdapat sub-barisan hxnk i yang
monoton. Karena hxn i terbatas, sub-barisan hxnk i juga terbatas. Jadi, menurut
Teorema 11 pada Bab 3, hxnk i konvergen.

Contoh 8. (i) Barisan h(−1)n i mempunyai dua sub-barisan yang konvergen, yakni
h−1i dan h1i.
1 1 2 1 2 3
(ii) Barisan 2, 3, 3, 4, 4, 4, . . . mempunyai banyak sub-barisan yang konvergen, di
antaranya
1 2 3
, , ,...;
2 4 6
1 1 1
, , ,...;
2 3 4
1 2 3
, , ,....
2 3 4
36 Hendra Gunawan

Misalkan hxn i terbatas dan L adalah himpunan semua bilangan real yang meru-
pakan limit sub-barisan dari hxn i. Sebagai contoh, jika xn = (−1)n , maka

L = {−1, 1}.

Dari Teorema Bolzano-Weierstrass, kita tahu bahwa L tak kosong. Kita juga tahu
bahwa dalam hal hxn i konvergen, himpunan L merupakan himpunan ‘singleton’, yakni
{ lim xn }. Lebih jauh, kita mempunyai proposisi berikut tentang L — yang buktinya
n→∞
tidak akan kita bahas di sini (lihat [2] bila ingin mempelajarinya).

Proposisi 9. Himpunan L mempunyai maksimum dan minimum.

Misalkan L := maks L dan L := min L. Kita sebut L sebagai limit superior


dari hxn i dan kita tuliskan
lim sup xn = L.
n→∞

Serupa dengan itu, kita sebut L sebagai limit inferior dari hxn i dan kita tuliskan

lim inf xn = L.
n→∞

Sebagai contoh, jika xn = (−1)n , maka

lim sup xn = 1 dan lim inf xn = −1.


n→∞ n→∞

Soal Latihan

1. Misalkan hxn i adalah barisan terbatas sedemikian sehingga untuk setiap N ∈ N


terdapat n ≥ N sedemikian sehingga xn ≥ a. Buktikan bahwa hxn i mempunyai
sub-barisan yang konvergen ke suatu bilangan L ≥ a.

2. Diketahui barisan 21 , 13 , 23 , 41 , 24 , 34 , . . . . Tentukan limit superior dan limit inferi-


ornya.

3. Diketahui barisan h(−1)n (1+ n1 )i. Tentukan limit superior dan limit inferiornya.

4. Misalkan hxn i terbatas. Untuk tiap n ∈ N, definisikan Mn := sup xk . Tun-


k≥n
jukkan bahwa hMn i turun dan terbatas (di bawah), dan karenanya konvergen.
Pengantar Analisis Real 37

4.3 Barisan Cauchy

Teorema 11 pada Bab 3 memberi kita cara untuk menyelidiki kekonvergenan


sebuah barisan tanpa harus mengetahui limitnya. Persisnya, jika kita dihadapkan
pada sebuah barisan yang monoton dan terbatas, maka kita dapat menyimpulkan
bahwa ia konvergen. Namun bagaimana bila barisan tersebut bukan barisan monoton
dan limitnya tak dapat diterka? Upaya yang dapat kita lakukan dalam hal ini adalah
mengamati jarak antara satu suku dengan suku lainnya.
Barisan hxn i disebut barisan Cauchy apabila untuk setiap  > 0 terdapat N ∈ N
sedemikian sehingga untuk m, n ≥ N berlaku

|xm − xn | < .

Secara intuitif, suku-suku pada barisan Cauchy mendekat dan semakin mendekat satu
sama lain.

Proposisi 10. Jika hxn i konvergen, maka hxn i merupakan barisan Cauchy.

Bukti. Misalkan hxn i konvergen ke L. Diberikan  > 0, pilih N ∈ N sedemikian


sehingga untuk tiap n ≥ N berlaku |xn − L| < 2 . Maka, untuk m, n ≥ N , kita
peroleh
 
|xm − xn | ≤ |xm − L| + |L − xn | < + = .
2 2
Ini membuktikan bahwa hxn i Cauchy.

Proposisi 11. Jika hxn i Cauchy, maka hxn i terbatas.

Bukti. Diserahkan sebagai latihan.

Teorema 12. Jika hxn i Cauchy, maka hxn i konvergen.

Bukti. Misalkan hxn i Cauchy. Menurut Proposisi 11, hxn i terbatas. Menurut Teorema
Bolzano-Weierstrass, hxn i mempunyai sub-barisan yang konvergen, sebutlah hxnk i
dengan lim xnk = L. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa xn → L untuk n → ∞.
k→∞
Diberikan  > 0 sembarang, pilih M ∈ N sedemikian sehingga untuk k ≥ M
berlaku |xnk − L| < 2 . Juga pilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk m, n ≥ N
berlaku |xm − xn | < 2 . Sekarang jika n ≥ N , maka untuk k ≥ M dengan nk ≥ N
kita mempunyai
 
|xn − L| ≤ |xn − xnk | + |xnk − L| < + = .
2 2
38 Hendra Gunawan

Ini menunjukkan bahwa hxn i konvergen ke L.

Contoh 13. Diketahui barisan hxn i dengan x1 = 1, x2 = 2, dan


1
xn+2 = (xn+1 + xn ), n ∈ N.
2
Maka, dapat diperiksa bahwa untuk tiap n ∈ N kita mempunyai
1
|xn+2 − xn+1 | = .
2n
Dengan menggunakan Ketaksamaan Segitiga, kita peroleh untuk m > n
1
|xm − xn | ≤ |xm − xm−1 | + · · · + |xn+1 − xn | ≤ .
2n−2
Diberikan  > 0, kita dapat memilih N ∈ N sedemikian sehingga 2N1−2 < . Maka,
untuk m, n ≥ N , kita peroleh |xm − xn | ≤ 2N1−2 < . Ini menunjukkan bahwa hxn i
Cauchy, dan karenanya konvergen.
Untuk menentukan limitnya, cara seperti pada Contoh 5 akan memberikan per-
samaan L = 12 (L + L), yang tak berguna. Namun ada cara lain yang dapat kita
lakukan. Perhatikan bahwa sub-barisan x1 , x3 , x5 , . . . monoton naik (dan terbatas).
Lebih jauh, untuk tiap n ∈ N, kita mempunyai
1
xn+2 − xn = (xn − xn−2 ).
4
Karena itu, untuk tiap k ∈ N, kita peroleh
   
1 1 1 2 1
x2k+1 = 1 + 1 + + · · · + k−1 = 1 + 1− k .
2 4 4 3 4
5
Dengan demikian x2k+1 → 3 untuk k → ∞. Jadi hxn i mestilah konvergen ke 53 .

Salah satu cara mengenali barisan Cauchy adalah dengan melihat selisih antara
satu suku dengan suku berikutnya. Barisan hxn i disebut barisan kontraktif apabila
terdapat suatu konstanta 0 < C < 1 sedemikian sehingga

|xn+2 − xn+1 | ≤ C |xn+1 − xn |, .

untuk setiap n ∈ N.

Contoh 14. Barisan hxn i dengan x1 = 1, x2 = 2, dan


1
xn+2 = (xn+1 + xn ), n ∈ N,
2
Pengantar Analisis Real 39

merupakan barisan kontraktif, karena untuk tiap n ∈ N berlaku


1
|xn+2 − xn+1 | = |xn+1 − xn |.
2

Teorema 15. Jika hxn i kontraktif, maka hxn i Cauchy (dan karenanya ia konvergen).

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 11.

2. Tentukan limit barisan hxn i pada Contoh 13.

3. Buktikan Teorema 15.

4. Diketahui barisan hxn i dengan x1 = 1, x2 = 2, dan



xn+2 = xn+1 xn , n ∈ N.

Buktikan bahwa 1 ≤ xn ≤ 2 untuk tiap n ∈ N dan


2
|xn+2 − xn+1 | ≤ |xn+1 − xn |, n ∈ N,
3
sehingga hxn i Cauchy (dan konvergen). Tentukan limitnya.

5. Diketahui barisan hrn i didefinisikan secara induktif dengan r1 = 1 dan


1
rn+1 = 1 + , n ∈ N.
rn
Buktikan bahwa hrn i kontraktif, sehingga ia Cauchy (dan konvergen).

6. Selidiki apakah barisan h n1 i kontraktif.

4.4 Barisan Divergen

Di antara barisan divergen, terdapat sekelompok barisan divergen yang menarik


untuk dipelajari. Barisan hxn i dikatakan divergen ke +∞ dan kita tuliskan

xn → +∞ untuk n → ∞
40 Hendra Gunawan

apabila untuk setiap M > 0 terdapat N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N


berlaku xn > M .
Serupa dengan itu, barisan hxn i dikatakan divergen ke −∞ dan kita tuliskan

xn → −∞ untuk n → ∞

apabila untuk setiap M > 0 terdapat N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N


berlaku xn < −M .
Dalam [1], barisan divergen ke ±∞ disebut sebagai barisan divergen sejati.

Catatan. Walaupun di sini kita menggunakan notasi yang mirip dengan notasi untuk
barisan konvergen, Proposisi 5 pada Bab 3 tidak berlaku untuk barisan yang divergen
ke ±∞ mengingat ±∞ bukan bilangan real.

Contoh 16. (i) Barisan hni divergen ke +∞; sementara barisan h−ni divergen ke
−∞.

1 1
(ii) Barisan 1 + + · · · + (yang ditanyakan pada Soal Latihan 3.4 No. 5) meru-
2 n
pakan barisan yang divergen ke +∞.
(iii) Barisan h(−1)n ni divergen, tetapi bukan merupakan barisan yang divergen ke
+∞ ataupun divergen ke −∞.

Catatan. Barisan hxn i yang divergen tetapi bukan merupakan barisan yang divergen
ke ±∞ dikatakan berosilasi.

Teorema 17. (i) Jika hxn i naik dan tak terbatas (di atas), maka ia divergen ke +∞.
(ii) Jika hxn i dan tak terbatas (di bawah), maka ia divergen ke −∞.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 17.

2. Buktikan bahwa untuk setiap bilangan rasional r > 0, barisan hnr i divergen ke
+∞.

3. Misalkan xn > 0 untuk tiap n ∈ N. Buktikan bahwa hxn i konvergen ke 0 jika


dan hanya jika x1n divergen ke +∞.


Pengantar Analisis Real 41

5. DERET

5.1 Deret dan Kekonvergenannya

Diberikan sebuah barisan bilangan real han i, definisikan barisan hsN i dengan
N
X
sN := an = a1 + · · · + aN , N ∈ N.
n=1

Untuk tiap N ∈ N, sN dikenal sebagai jumlah parsial dari deret



X
an .
n=1

Catatan. Indeks n dapat ‘berjalan’ mulai dari 0, sehingga kita mempunyai deret
P∞
an . Indeks n dapat pula berjalan mulai dari sembarang bilangan asli n0 .
n=0

P
Jika sN → s untuk N → ∞, maka deret an dikatakan konvergen ke s.
n=1
Dalam hal ini s disebut sebagai jumlah deret tersebut dan kita tuliskan

X
an = s.
n=1

Ini berarti bahwa



X N
X
an = lim an ,
N →∞
n=1 n=1

yang tentu saja bermakna apabila deret konvergen.

Contoh 1. Deret geometri



X 1
n=1
2n
42 Hendra Gunawan

merupakan barisan jumlah parsial


N
X 1 1
sN = n
=1− N,
n=1
2 2
yang konvergen ke 1. Jadi dalam hal ini kita dapat menuliskan

X 1
n
= 1.
n=1
2

Secara umum, deret geometri



X
xn = 1 + x + x2 + x3 + . . .
n=0

mempunyai jumlah parsial


N
X 1 − xN +1
sN = xn = .
n=0
1−x
N +1
Jika |x| < 1, maka x → 0 untuk N → ∞; sehingga
1
sN → , untuk N → ∞.
1−x

1
xn konvergen ke
P
Jadi, untuk |x| < 1, deret 1−x . Jika |x| ≥ 1, maka deret divergen.
n=0

Contoh 2. Deret

X 1
n=1
n(n + 1)
mempunyai jumlah parsial
N N 
X 1 X 1 1 
sN = = −
n=1
n(n + 1) n=1 n n + 1
 1 1 1 1 1 
= 1− + − + ··· + −
2 2 3 N N +1
1
=1− .
N +1
Di sini sN → 1 untuk N → ∞, sehingga deret di atas konvergen dan mempunyai
jumlah 1, yakni

X 1
= 1.
n=1
n(n + 1)
(Deret yang suku-sukunya saling menghapuskan seperti pada contoh ini disebut deret
teleskopis.)
Pengantar Analisis Real 43

Soal Latihan

1 1
P
1. Misalkan α > 0. Tunjukkan bahwa (α+n)(α+n+1) = α.
n=0

4
P
2. Tunjukkan bahwa 4n2 −1 = 2.
n=1

(−1)n . Apakah deret ini konvergen?
P
3. Tentukan jumlah parsial deret
n=1

5.2 Deret dengan Suku-suku Positif

Deret yang suku-sukunya bernilai positif (atau tak negatif) termasuk deret yang
mudah dipelajari, karena jumlah parsialnya membentuk barisan naik. Jadi, jika kita
ingin menunjukkan bahwa deret tersebut konvergen, kita hanya perlu menunjukkan
bahwa barisan jumlah parsialnya terbatas di atas. Jika barisan jumlah parsialnya tak
terbatas di atas, maka deret tersebut divergen ke +∞.

Contoh 3. Deret

X 1
n 2
n=1

mempunyai suku-suku yang bernilai positif. Jumlah parsialnya, yaitu


1 1
sN = 1 + 2
+ ··· + 2,
2 N
membentuk barisan naik dan terbatas di atas (lihat Contoh 12 pada Bab 3). Karena
itu deret di atas konvergen (namun pada saat ini kita belum dapat menghitung jumlah
deret tersebut).

Contoh 4. Deret

X 1
n=1
n
mempunyai suku-suku yang bernilai positif. Jumlah parsialnya, yaitu
1 1
sN = 1 + + ··· + ,
2 N
membentuk barisan naik yang tak terbatas di atas (Soal Latihan 3.4 no. 5). Jadi
deret ini divergen ke +∞.
44 Hendra Gunawan


1
P
Teorema 5. Misalkan α > 1, bilangan rasional. Maka deret nα konvergen.
n=1

Bukti. Perhatikan bahwa 21−α < 1 dan, untuk tiap N > 1,


1 1 1
sN ≤ s2N −1 = 1 + α
+ α + ··· + N
2 3 (2 − 1)α
 1 1   1 1 
= 1 + α + α + α + ··· + α +
2 3 4 7
 1 1 
+ ··· + N
2(N −1)α (2 − 1)α
 1 1   1 1 
≤ 1 + α + α + α + ··· + α +
2 2 4 4
 1 1 
+ · · · + (N −1)α
2(N −1)α 2
2 4 2N −1
= 1 + α + α + · · · + (N −1)α
2 4 2
1−α N
1 − (2 ) 1
= ≤ < ∞.
1 − 21−α 1 − 21−α

1
P
Jadi hsN i naik dan terbatas di atas. Karena itu kita simpulkan bahwa deret nα
n=1
konvergen.

Soal Latihan

1
P
1. Selidiki kekonvergenan deret n! .
n=1

2. Misalkan hrn i adalah barisan bilangan rasional

1 1 2 1 2 3
, , , , , ,....
2 3 3 4 4 4

P
Tunjukkan bahwa rn divergen ke +∞.
n=1

5.3 Sifat-sifat Dasar Deret

Bagian ini membahas sifat-sifat dasar deret. Kita mulai dengan sifat linear
deret konvergen.
Pengantar Analisis Real 45


P ∞
P
Teorema 6 Misalkan an dan bn konvergen ke a dan b berturut-turut. Jika λ
n=1 n=1

P
dan µ adalah bilangan real sembarang, maka (λan + µbn ) konvergen ke λa + µb.
n=1

Bukti. Perhatikan bahwa


N
X N
X N
X
(λan + µbn ) = λ an + µ bn
n=1 n=1 n=1
→ λa + µb

untuk N → ∞, menurut Proposisi 5 pada Bab 3.



P
Teorema 7. Jika deret an konvergen, maka an → 0 untuk n → ∞.
n=1


P
Bukti. Misalkan an = s. Maka
n=1

N
X
sN = an → s,
n=1

untuk N → ∞. Akibatnya,

aN = sN − sN −1 → s − s = 0,

untuk N → ∞.

Teorema 7 menyatakan bahwa lim an = 0 merupakan syarat perlu untuk


n→∞
∞ ∞
(−1)n divergen, karena lim (−1)n 6=
P P
kekonvergenan deret an . Sebagai contoh,
n=1 n=1 n→∞
0 (persisnya, lim (−1)n tidak ada).
n→∞
Kebalikan dari Teorema 7 tidak berlaku: lim an = 0 bukan merupakan syarat
n→∞

an konvergen. Sebagai contoh, lim n1 = 0,
P
cukup untuk menjamin bahwa deret
n=1 n→∞

1
P
tetapi n divergen.
n=1


P
Proposisi 8. Misalkan deret an konvergen. Maka, untuk setiap N ∈ N, deret
n=1

P ∞
P
an konvergen dan an → 0, untuk N → ∞.
n=N n=N
46 Hendra Gunawan

Catatan. Bila Teorema 7 menyatakan bahwa suku-suku dari suatu deret konvergen
haruslah konvergen ke 0, maka menurut Proposisi 8 ‘ekor’ atau ‘residu’ dari suatu
deret konvergen juga akan konvergen ke 0.

Soal Latihan

n
P
1. Apakah deret 100n+1 konvergen?
n=1

2. Buktikan Proposisi 8.

P
3. Misalkan han i turun, an > 0 untuk tiap n ∈ N, dan an konvergen. Buktikan
n=1
bahwa nan → 0 untuk n → ∞. [Petunjuk: Tinjau an+1 + · · · + a2n .]

5.4 Kriteria Cauchy; Uji Kekonvergenan Deret

Pada beberapa sub-bab terdahulu, kita telah mempelajari deret dengan jum-
lah parsial yang mempunyai rumus sederhana atau yang membentuk barisan naik,
sehingga kekonvergenannya relatif mudah diselidiki. Bagaimana bila tidak demikian
situasinya? Seperti halnya ketika kita berurusan dengan barisan, kita dapat memeriksa
apakah jumlah parsial deret yang kita amati membentuk barisan Cauchy.
Teorema berikut membahas kekonvergenan deret dengan suku-suku yang ‘berganti-
tanda’.

Teorema 9. Misalkan han i turun, an > 0 untuk tiap n ∈ N, dan an → 0 untuk


n → ∞. Maka deret

X
(−1)n−1 an = a1 − a2 + a3 − a4 + − · · ·
n=1

konvergen.

Bukti. Bila kita dapat menunjukkan bahwa hsn i merupakan barisan Cauchy, maka
bukti selesai. Perhatikan bahwa untuk m > n, kita mempunyai

0 ≤ an+1 − an+2 + − · · · + −am ≤ an+1 .

Ini terjadi karena ak > 0 dan ak − ak+1 ≥ 0 untuk tiap k.


Pengantar Analisis Real 47

Sekarang misalkan  > 0 diberikan. Karena an → 0 untuk n → ∞, terdapat


N ∈ N sehingga an <  untuk n ≥ N . Akibatnya, untuk m > n ≥ N , kita peroleh

|sm − sn | = |an+1 − an+2 + − · · · + −am | ≤ an+1 < .

Ini berarti bahwa hsn i Cauchy, sesuai dengan harapan kita.

Contoh 10. Deret



X (−1)n−1 1 1 1
= 1 − + − + −···
n=1
n 2 3 4

merupakan deret berganti tanda yang memenuhi hipotesis Teorema 9. Karena itu
deret ini konvergen.

P
Teorema 11 (Uji Banding). Misalkan bn > 0 untuk tiap n ∈ N dan bn konver-
n=1
gen. Jika
|an | ≤ bn , n ∈ N,

P
maka an konvergen.
n=1

P
Bukti. Ambil  > 0 sembarang. Karena bn konvergen, maka menurut Proposisi
n=1

P
8 terdapat N ∈ N sehingga bk <  untuk K ≥ N . Sekarang misalkan sn adalah
k=K

P
jumlah parsial dari an . Maka, untuk m > n ≥ N , kita peroleh
n=1

|sm − sn | = |an+1 + · · · + am | ≤ |an+1 | + · · · + |am |


X∞
≤ bn+1 + · · · + bm ≤ bk < .
k=n+1


P
Ini menunjukkan bahwa hsn i Cauchy. Jadi an konvergen.
n=1

Teorema 12 (Uji Rasio). Misalkan an 6= 0 untuk tiap n ∈ N dan


a
n+1
lim = L.
n→∞ an


P ∞
P
Jika L < 1, maka an konvergen; jika L > 1, maka an divergen.
n=1 n=1
48 Hendra Gunawan

Teorema 13 (Uji Akar). Misalkan h|an |1/n i terbatas dan lim supn→∞ |an |1/n = L.

P P∞
Jika L < 1, maka an konvergen; jika L > 1, maka an divergen.
n−1 n=1

Soal Latihan

1. Selidiki benar atau salah pernyataan berikut:



P ∞
P ∞
P
• Jika an dan bn konvergen, maka an bn konvergen.
n=1 n=1 n=1

N N
P P P
• Jika bn > 0 untuk tiap n ∈ N, bn konvergen, dan an ≤ bn ,

n=1 n=1 n=1

P
untuk tiap N ∈ N, maka an konvergen.
n=1

2. Buktikan Teorema 12.

3. Buktikan Teorema 13. (Ingat bahwa L adalah bilangan terbesar yang meru-
pakan limit dari suatu sub-barisan dari h|an |1/n i.)

4. Selidiki kekonvergenan deret berikut:



1
P
• n2 +1
n=1

n
P
• n2 +1 .
n=1

n
P
• 2n .
n=1


P
5. Diketahui an ≥ 0 untuk tiap n ∈ N dan an konvergen. Buktikan bahwa
n=1

a2n konvergen.
P
n=1

5.5 Kekonvergenan Mutlak dan Kekonvergenan Bersyarat


P ∞
P
Deret an dikatakan konvergen mutlak apabila deret |an | konvergen. Se-
n=1 n=1
∞ ∞
P (−1)n−1 P 1
bagai contoh, n2 konvergen mutlak karena n2 konvergen.
n=1 n=1
Pengantar Analisis Real 49

Catat bahwa deret yang konvergen berdasarkan Uji Rasio secara otomatis meru-
pakan deret konvergen mutlak.
Hubungan antara deret konvergen mutlak dan deret konvergen dinyatakan oleh
teorema berikut dan catatan di bawahnya.

Teorema 13. Deret konvergen mutlak senantiasa konvergen.

Bukti. Gunakan Uji Banding dengan bn = |an |.

Kebalikan dari Teorema 13 tidak berlaku: deret yang konvergen belum tentu

P (−1)n−1
konvergen mutlak. Sebagai contoh, n konvergen tetapi tidak konvergen
n=1
mutlak. Deret yang konvergen tetapi tidak konvergen mutlak dikatakan konvergen
bersyarat.

Soal Latihan
∞ ∞ ∞
a2n dan b2n konvergen, maka
P P P
1. Buktikan jika an bn konvergen mutlak
n=1 n=1 n=1
(dan karenanya konvergen).

2. Selidiki apakah deret berikut konvergen mutlak, konvergen bersyarat, atau di-
vergen:

P (−1)n−1
• √
n
n=1

P (−1)n−1
• n3/2
.
n=1

3. Selidiki kekonvergenan deret berikut:


∞ √ √
P n+1− n
• n .
n=1
∞ √ √
P n+1− n
• √
n
.
n=1


xn
P
4. Buktikan bahwa n! konvergen mutlak untuk setiap x ∈ R.
n=0

∞ ∞
a2n konvergen.
P P
5. Buktikan jika an konvergen mutlak, maka
n=1 n=1
50 Hendra Gunawan
BAGIAN KEDUA

Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

51
52 Hendra Gunawan
Pengantar Analisis Real 53

6. FUNGSI

6.1 Fungsi dan Grafiknya

Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried von Leibniz sejak akhir abad ke-
17, namun definisi fungsi yang kita kenal sekarang berakar pada rumusan Leonhard
Euler pada 1749, yang disempurnakan kemudian oleh Joseph Fourier pada 1822 dan
Lejeune Dirichlet pada 1837.
Sebuah fungsi dari himpunan A ke himpunan B adalah suatu aturan yang
mengaitkan setiap x ∈ A dengan sebuah elemen tunggal y ∈ B, ditulis

f :A→B
x 7→ y.

Elemen y yang terkait dengan x disebut peta dari x (di bawah f ) dan kita tulis
y = f (x). Bila f (x) mempunyai rumus yang eksplisit, fungsi f sering dinyatakan
sebagai persamaan
y = f (x).
Dalam buku ini, kita membatasi pembahasan kita pada fungsi dari A ⊆ R ke
B ⊆ R, yakni fungsi bernilai real dengan peubah real. Dalam hal ini, kita dapat
menggambar grafik fungsi f : A → B pada bidang-xy (lihat Gambar 6.1). Definisi di
atas menjamin bahwa setiap garis vertikal yang memotong A akan memotong grafik
tepat pada satu buah titik (tidak mungkin lebih).
Jika f adalah sebuah fungsi dari A ke B dan H ⊆ A, maka kita katakan
bahwa f terdefinisi pada H. Himpunan terbesar pada mana f terdefinisi adalah A.
Himpunan A dalam hal ini disebut sebagai daerah asal f . Sebagai contoh, sebuah
barisan merupakan fungsi dengan daerah asal himpunan bilangan asli N.
Jika f terdefinisi pada H, maka kita definisikan peta dari H di bawah f sebagai

f (H) := {f (x) : x ∈ H}.


54 Hendra Gunawan

Gambar 6.1 Grafik sebuah fungsi

Untuk ilustrasi, lihat Gambar 6.2 di bawah ini. Dalam hal H = A, himpunan f (A)
disebut sebagai daerah nilai f . Catat bahwa f (A) tidak harus sama dengan B.

Gambar 6.2 Peta dari H di bawah f

Contoh 1. Persamaan y = x2 mendefinisikan sebuah fungsi dari R ke R. Untuk


tiap x ∈ R terdapat tepat sebuah y ∈ R yang memenuhi aturan y = x2 . Amati
bahwa, dalam Gambar 6.3 pada halaman berikut, setiap garis vertikal memotong
grafik y = x2 tepat pada sebuah titik. Daerah asal fungsi ini adalah R dan daerah
nilainya adalah [0, ∞). Peta dari (−0.5, 1], misalnya, adalah [0, 1].

Contoh 2. Persamaan y 2 = x tidak mendefinisikan fungsi dari [0, ∞) ke R. Untuk


Pengantar Analisis Real 55

Gambar 6.3 Grafik persamaan y = x2


tiap x > 0 terdapat dua buah y ∈ R, yakni y = ± x, yang memenuhi aturan y 2 = x.
Dalam Gambar 6.4, amati bahwa setiap garis vertikal yang memotong sumbu-x pada
x0 > 0 akan memotong grafik y 2 = x pada dua buah titik.

Gambar 6.4 Grafik persamaan y 2 = x

Contoh 3. Persamaan y 2 = x, y ≥ 0, mendefinisikan sebuah fungsi dari [0, ∞) ke



[0, ∞). Untuk tiap x > 0 terdapat tepat sebuah y ∈ [0, ∞), yakni y = x, yang
memenuhi aturan y 2 = x. Dalam Gambar 5.5, amati bahwa setiap garis vertikal yang
memotong sumbu-x pada x0 ≥ 0 akan memotong grafik y 2 = x, y ≥ 0, tepat pada
sebuah titik.
56 Hendra Gunawan

Gambar 6.5 Grafik persamaan y 2 = x, y ≥ 0

Soal Latihan

1. Gambar grafik himpunan semua titik (x, y) sedemikian sehingga



5 jika x ≥ 1
y=
2 jika x < 1

Jelaskan mengapa grafik tersebut merupakan grafik sebuah fungsi dari R ke


R. Tentukan daerah nilainya. Tentukan pula peta dari [1, 2] di bawah fungsi
tersebut.

2. Apakah persamaan x2 + y 2 = 1 mendefinisikan sebuah fungsi dari [−1, 1] ke


[−1, 1]? Jelaskan.

3. Apakah persamaan x2 +y 2 = 1, y ≥ 0, mendefinisikan sebuah fungsi dari [−1, 1]


ke [0, 1]? Jelaskan.

4. Diketahui f terdefinisi pada H dan A, B ⊆ H. Selidiki apakah f (A ∪ B) =


f (A) ∪ f (B) dan f (A ∩ B) = f (A) ∩ f (B).

6.2 Fungsi Polinom dan Fungsi Rasional

Jika a0 , a1 , . . . , an ∈ R, maka persamaan

y = a0 + a1 x + · · · + an xn
Pengantar Analisis Real 57

mendefinisikan sebuah fungsi dari R ke R. Sembarang nilai x yang disubstitusikan


ke ruas kanan akan memberi kita sebuah nilai y yang berkaitan dengannya. Untuk
n ∈ N, fungsi ini dikenal sebagai polinom berderajat n asalkan an 6= 0. Untuk n = 0,
fungsi konstan y = a0 merupakan polinom berderajat 0.
Misalkan P dan Q adalah fungsi polinom, dan S adalah himpunan semua bi-
langan x ∈ R dengan Q(x) 6= 0. Maka, persamaan
P (x)
y=
Q(x)
mendefinisikan sebuah fungsi dari S ke R. Fungsi ini dikenal sebagai fungsi rasional.

Contoh 4. Fungsi yang diberikan oleh persamaan

y = x3 − 3x2 + 2x

merupakan polinom berderajat 3 (atau ‘polinom kubik’). Grafik fungsi ini dapat
dilihat dalam Gambar 6.6. Perhatikan bahwa grafik memotong sumbu-x pada tiga
buah titik (yang merupakan akar persamaan kubik x3 − 3x2 + 2x = 0).

Gambar 6.6 Grafik fungsi y = x3 − 3x2 + 2x

Contoh 5. Fungsi yang diberikan oleh persamaan


x2 + 4
y=
x2 − 4
merupakan polinom rasional. Daerah asalnya adalah {x : x 6= ±2}. Grafiknya dapat
dilihat dalam Gambar 6.7.
58 Hendra Gunawan

x2 +4
Gambar 6.7 Grafik fungsi y = x2 −4

Soal Latihan

1. Tentukan daerah nilai fungsi polinom y = 4x − 4x2 dan sketsalah grafiknya.


1−x
2. Tentukan daerah asal fungsi rasional y = 1+x dan sketsalah grafiknya.

6.3 Operasi pada Fungsi; Fungsi Invers

Jika H ⊆ R, f, g : H → R, dan λ ∈ R, maka kita definisikan f + g dan λf


sebagai fungsi yang memenuhi aturan

(f + g)(x) := f (x) + g(x), x ∈ H;

(λf )(x) := λf (x), x ∈ H.

Selain itu kita definisikan pula f g dan f /g sebagai

(f g)(x) := f (x)g(x), x ∈ H;

(f /g)(x) := f (x)/g(x), x ∈ H, g(x) 6= 0.

Sebagai contoh, jika f dan g adalah polinom, maka f /g merupakan fungsi rasional.
Misalkan A, B ⊆ R, g : A → B, dan f : B → R. Maka kita definisikan fungsi
komposisi f ◦ g : A → R sebagai

(f ◦ g)(x) := f (g(x)), x ∈ A.
Pengantar Analisis Real 59

Perhatikan bahwa untuk tiap x ∈ A

x 7→ g(x) 7→ f (g(x)).

Di sini fungsi g beroperasi terlebih dahulu terhadap x, baru kemudian fungsi f berop-
erasi terhadap g(x).

Contoh 6. Misalkan f : R → R didefinisikan sebagai


x2 − 1
f (x) = , x ∈ R,
x2 + 1
dan g : R → R didefinisikan sebagai

g(x) = x2 .

Maka f ◦ g : R → R adalah fungsi dengan aturan


{g(x)}2 − 1 x4 − 1
(f ◦ g)(x) = f (g(x)) = = .
{g(x)}2 + 1 x4 + 1
Misalkan A dan B adalah himpunan dan f adalah fungsi dari A ke B. Ini berarti
bahwa bahwa setiap anggota a ∈ A mempunyai sebuah peta tunggal b = f (a) ∈ B.
Kita sebut f −1 fungsi invers dari f apabila f −1 merupakan fungsi dari B ke A dengan
sifat
x = f −1 (y) jika dan hanya jika y = f (x).

Tidak semua fungsi mempunyai fungsi invers. Dari definisi di atas jelas bahwa
f : A → B mempunyai fungsi invers f −1 : B → A jika dan hanya jika setiap b ∈ B
merupakan peta dari sebuah anggota tunggal a ∈ A. Fungsi dengan sifat ini disebut
sebagai suatu korespondensi 1 − 1 antara A dan B.
Secara geometris, f : A → B merupakan korespondensi 1 − 1 antara A dan
B jika dan hanya jika setiap garis vertikal yang memotong A juga memotong grafik
f tepat pada sebuah titik dan setiap garis horisontal yang memotong B juga akan
memotong grafik f tepat pada sebuah titik. Kondisi pertama memastikan bahwa
f merupakan fungsi, sementara kondisi kedua memastikan bahwa f −1 merupakan
fungsi. Lihat Gambar 6.8 di bawah ini.

Contoh 7. Fungsi f (x) = x merupakan korespondensi 1 − 1 antara [0, ∞) dan
[0, ∞). Fungsi ini mempunyai fungsi invers, yaitu

f −1 (x) = x2 , x ≥ 0.
60 Hendra Gunawan

Gambar 6.8 Korespondensi 1 − 1

Soal Latihan

1. Misalkan f : [0, 1] → [0, 1] didefinisikan sebagai


1−x
f (x) = , 0 ≤ x ≤ 1,
1+x
dan g : [0, 1] → [0, 1] didefinisikan sebagai

g(x) = 4x − 4x2 , 0 ≤ x ≤ 1.

Tentukan aturan untuk f ◦ g dan g ◦ f . Apakah mereka sama?

2. Untuk fungsi f dan g pada Soal 1, tunjukkan bahwa f −1 ada sedangkan g −1


tidak ada. Tentukan aturan untuk f −1 .

3. Diketahui g : A → B merupakan suatu korespondensi 1 − 1 antara A dan B.


Buktikan bahwa (g −1 ◦ g)(x) = x untuk tiap x ∈ A dan (g ◦ g −1 )(y) = y untuk
tiap y ∈ B.

6.4 Fungsi Terbatas

Misalkan f terdefinisi pada H. Kita katakan bahwa f terbatas di atas pada H


oleh suatu batas atas M apabila untuk tiap x ∈ H berlaku

f (x) ≤ M.
Pengantar Analisis Real 61

Ini setara dengan mengatakan bahwa himpunan

f (H) = {f (x) : x ∈ H}

terbatas di atas oleh M .


Jika f terbatas di atas pada H, maka menurut Sifat Kelengkapan f (H) mem-
punyai supremum. Misalkan

B = sup f (x) = sup f (H).


x∈H

Secara umum, belum tentu terdapat c ∈ H sehingga f (c) = B. Jika terdapat c ∈ H


sehingga f (c) = B, maka B disebut sebagai nilai maksimum f pada H dan nilai
maksimum ini tercapai di c. Untuk ilustrasi, lihat Gambar 6.9 di bawah ini.

Gambar 6.9 Fungsi terbatas dan nilai maksimumnya

Definisi fungsi terbatas di bawah dan nilai minimum dapat dirumuskan secara
serupa. Jika f terbatas di atas dan juga di bawah pada himpunan H, maka f
dikatakan terbatas pada H. Menurut Proposisi 2 pada Bab 1, f terbatas pada H
jika dan hanya jika terdapat K > 0 sedemikian sehingga untuk tiap x ∈ H berlaku

|f (x)| ≤ K.

Contoh 8. Misalkan f : (0, ∞) → R didefinisikan sebagai


1
f (x) = , x > 0.
x
62 Hendra Gunawan

Fungsi ini terbatas di bawah pada (0, ∞) dan inf f (x) = 0, namun f tidak mempunyai
x>0
nilai minimum. Perhatikan pula bahwa f tidak terbatas di atas pada (0, ∞).

Contoh 9. Misalkan f : [0, 1] → [0, 1] didefinisikan oleh

f (x) = 1 − x.

Fungsi ini terbatas pada [0, 1], mencapai nilai maksimumnya (yaitu 1) di 0, dan juga
mencapai nilai minimumnya (yaitu 0) di 1.

Soal Latihan

1. Selidiki apakah f : [0, 1] → [0, 1] yang didefinisikan sebagai


1−x
f (x) = , 0 ≤ x ≤ 1,
1+x
terbatas serta mencapai nilai maksimum dan minimumnya.

2. Selidiki apakah g : [0, 1] → [0, 1] yang didefinisikan sebagai

g(x) = 4x − 4x2 , 0 ≤ x ≤ 1.

terbatas serta mencapai nilai maksimum dan minimumnya.


1
3. Tunjukkan bahwa f (x) = 1+x 2 terbatas pada R. Apakah f mencapai nilai
maksimum dan minimumnya?

4. Misalkan f dan g terbatas di atas pada H dan a ∈ R. Buktikan bahwa

• sup {a + f (x)} = a + sup f (x).


x∈H x∈H

• sup {f (x) + g(x)} ≤ sup f (x) + sup g(x).


x∈H x∈H x∈H
Beri contoh bahwa kesamaan tidak harus berlaku.
Pengantar Analisis Real 63

7. LIMIT DAN KEKONTINUAN

7.1 Limit Fungsi di Suatu Titik

Diberikan sebuah fungsi yang terdefinisi pada interval (a, b) kecuali mungkin di
sebuah titik c ∈ (a, b), kita tertarik untuk mengamati nilai f (x) untuk x di sekitar
c. Khususnya, kita bertanya: apakah f (x) menuju suatu bilangan tertentu bila x
menuju c? Berikut ini adalah definisi limit sepihak, yaitu limit kiri dan limit kanan,
di suatu titik.
Misalkan f terdefinisi pada interval (a, c) dan L ∈ R. Kita katakan bahwa f
menuju L bila x menuju c dari kiri, dan kita tulis

f (x) → L bila x → c−

atau
lim f (x) = L,
x→c−

apabila untuk setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga

jika c − δ < x < c, maka |f (x) − L| < .

Misalkan f terdefinisi pada interval (c, b) dan M ∈ R. Kita katakan bahwa f


menuju M bila x menuju c dari kanan, dan kita tulis

f (x) → M bila x → c+

atau
lim f (x) = M,
x→c+

apabila untuk setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga

jika c < x < c + δ, maka |f (x) − M | < .


64 Hendra Gunawan

Gambar 7.1 Limit Kiri f di c

Bilangan L dan M disebut sebagai limit kiri dan limit kanan dari f di c. Nilai
|f (x) − L| (atau |f (x) − M |) menyatakan jarak antara f (x) dan L (atau jarak antara
f (x) dan M ), yang dapat kita interpretasikan sebagai kesalahan dalam menghampiri
nilai L atau M dengan f (x) (atau sebaliknya menghampiri nilai f (x) dengan L atau
M ). Kesalahan ini dapat dibuat sekecil yang kita kehendaki dengan cara mengambil
x sedekat-dekatnya ke c dari kiri atau kanan.

Contoh 1. Misalkan f : R → R adalah fungsi yang didefinisikan sebagai



1 − x, x ≤ 1;
f (x) =
2x, x > 1.

Maka,
lim f (x) = 0 dan lim f (x) = 2.
x→1− x→1+

Perhatikan bahwa nilai f (1) terdefinisi, yakni f (1) = 0.

Misalkan f terdefinisi pada interval (a, b) kecuali mungkin di titik c ∈ (a, b),
dan L ∈ R. Kita katakan bahwa f menuju ke L bila x menuju c, dan kita tuliskan

f (x) → L bila x → c

atau
lim f (x) = L,
x→c
Pengantar Analisis Real 65

apabila untuk setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga

jika 0 < |x − c| < δ, maka |f (x) − L| < .

Dalam hal ini, bilangan L disebut sebagai limit f di c, dan f dikatakan mempunyai
limit L di c.

Gambar 7.2 Limit f di c

Perhatikan bahwa kondisi 0 < |x − c| < δ setara dengan −δ < x − c < δ, x 6= c.


Jadi, 0 < |x−c| < δ jika dan hanya jika x memenuhi salah satu dari dua pertaksamaan
berikut:
c − δ < x < c atau c < x < c + δ.
Sehubungan dengan itu, kita mempunyai proposisi berikut.

Proposisi 2. lim f (x) = L jika dan hanya jika lim− f (x) = L dan lim+ f (x) = L.
x→c x→c x→c

Menurut Proposisi 2, fungsi pada Contoh 1 tidak mempunyai limit di 1 karena


limit kiri dan limit kanannya tidak sama.
2
−1
Contoh 3. Misalkan f (x) = xx−1 . Fungsi ini terdefinisi pada (−∞, 1) dan juga pada
(1, ∞). Bila kita tinjau nilai f (x) untuk x < 1, maka kita dapatkan bahwa

f (x) → 2 bila x → 1− .

Bila kita amati nilai f (x) untuk x > 1, maka kita dapatkan bahwa

f (x) → 2 bila x → 1+ .
66 Hendra Gunawan

Jadi, limit kiri dari f di c sama dengan limit kanannya, yaitu 2. Karena itu lim f (x) =
x→c
2. (Perhatikan bahwa pada contoh ini, f tidak terdefinisi di 1.)

Proposisi 4. (i) lim k = k


x→c
(ii) lim x = c.
x→c

Bukti. (i) Diberikan  > 0, pilih δ > 0 sembarang. Jika 0 < |x − c| < δ, maka
|k − k| = 0 < . Ini membuktikan bahwa lim k = k.
x→c

(ii) Diberikan  > 0, pilih δ = . Jika 0 < |x − c| < δ, maka |x − c| < δ = . Ini
membuktikan bahwa lim x = c.
x→c

Soal Latihan

1. Misalkan n ∈ N. Buktikan, dengan menggunakan definisi, bahwa lim+ x1/n = 0.


x→0

2. Misalkan f : R → R adalah fungsi yang didefinisikan sebagai



 2x, x < 1;
f (x) = 1, x = 1
3 − x, x > 1.

Buktikan, dengan menggunakan definisi, bahwa

lim f (x) = 2 dan lim f (x) = 2.


x→1− x→1+

Simpulkan bahwa lim f (x) = 2.


x→1

3. Buktikan, dengan menggunakan definisi, bahwa lim px + q = pc + q.


x→c

4. Buktikan lim f (x) = 0 jika dan hanya jika lim |f (x)| = 0.


x→c x→c

5. Buktikan jika lim f (x) = L > 0, maka terdapat δ > 0 sehingga f (x) > 0 untuk
x→c
c − δ < x < c + δ, x 6= c.

7.2 Kekontinuan di Suatu Titik

Dalam definisi lim f (x), nilai f di c sama sekali tidak diperhatikan. Kita hanya
x→c
tertarik dengan nilai f (x) untuk x menuju c, bukan dengan nilai f di c. Jadi mungkin
Pengantar Analisis Real 67

saja f mempunyai limit L di c sekalipun f tidak terdefinisi di titik c. Dalam hal f


terdefinisi di c, dapat terjadi f (c) 6= L.
Misalkan f terdefinisi pada (a, b) dan c ∈ (a, b). Kita katakan bahwa f kontinu
di titik c jika dan hanya jika
lim f (x) = f (c).
x→c

Berdasarkan Proposisi 2, f kontinu di c jika dan hanya jika untuk setiap  > 0 terdapat
δ > 0 sedemikian sehingga jika |x − c| < δ, maka

|f (x) − f (c)| < .

Secara intuitif, f kontinu di c berarti grafik fungsi f tidak ‘terputus’ di c.


Seperti halnya limit sepihak, kita juga mempunyai definisi kekontinuan sepihak.
Jika f terdefinisi pada (a, c] dan lim− f (x) = f (c), maka kita katakan bahwa f kontinu
x→c
kiri di c. Jika f terdefinisi pada [c, b) dan lim f (x) = f (c), maka kita katakan bahwa
x→c+
f kontinu kanan di c.

Gambar 7.3 Fungsi Kontinu di Suatu Titik

Contoh 5. (i) Untuk setiap n ∈ N, fungsi f (x) = x1/n kontinu kanan di 0.


(ii) Fungsi f (x) = px + q kontinu di setiap titik.

Teorema 6. Misalkan f terdefinisi pada (a, b) kecuali mungkin di c ∈ (a, b). Maka,
lim f (x) = L jika dan hanya jika, untuk setiap barisan hxn i di (a, b) dengan xn 6=
x→c
c (n ∈ N) dan lim xn = c, berlaku lim f (xn ) = L.
n→∞ n→∞
68 Hendra Gunawan

Catatan. Jika f kontinu di c, maka L = f (c) dan Teorema 6 menyatakan bahwa



lim f (xn ) = f lim xn ;
n→∞ n→∞

yakni, limit dapat ‘bertukar’ dengan f . Hasil serupa berlaku untuk limit kiri dan
limit kanan.

Dengan menggunakan Teorema 6, kekontinuan f (x) = px + q di sebarang titik


c ∈ R dapat dibuktikan sebagai berikut. Misalkan hxn i adalah sebarang barisan yang
konvergen ke c. Maka, menurut Proposisi 5 pada Bab 3,

f (xn ) = pxn + q → pc + q = f (c), untuk n → ∞.

Menurut akibat dari Teorema 6, f kontinu di c.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 6.

2. Buktikan bahwa f (x) = x kontinu di setiap c > 0.

3. Buktikan bahwa f (x) = |x| kontinu di setiap titik.

4. Misalkan f terdefinisi pada (a, b) dan kontinu di suatu titik c ∈ (a, b). Buktikan
jika f (c) > 0, maka terdapat δ > 0 sehingga f (x) > 0 untuk x ∈ (c − δ, c + δ).

5. Konstruksi sebuah fungsi f : R → R yang kontinu hanya di sebuah titik.

7.3 Sifat-sifat Limit dan Kekontinuan

Proposisi 7. Misalkan f dan g terdefinisi pada interval (a, b) kecuali mungkin di


c ∈ (a, b). Misalkan lim f (x) = L dan lim g(x) = M , dan λ, µ ∈ R. Maka
x→c x→c
(i) lim [λf (x) + µg(x)] = λL + µM ;
x→c
(ii) lim f (x)g(x) = LM ;
x→c
f (x) L
(iii) lim = M, asalkan M 6= 0.
x→c g(x)
f
Akibat 8. Jika f dan g kontinu di c, maka λf + µg, f g, dan g kontinu di c (asalkan
g(c) 6= 0).
Pengantar Analisis Real 69

Akibat 9. Fungsi polinom kontinu di setiap titik. Fungsi rasional kontinu di setiap
titik dalam daerah asalnya.

Bukti. Menurut Proposisi 4, f (x) = k dan g(x) = x kontinu di sebarang titik c ∈ R.


Menurut Proposisi 7(ii), h(x) = xi kontinu di sebarang titik c ∈ R, untuk tiap i ∈ N.
Akibatnya, menurut Proposisi 7(i), fungsi polinom

p(x) = an xn + an−1 xn−1 + · · · + a1 x + a0

kontinu di setiap titik c ∈ R. Untuk membuktikan kekontinuan fungsi rasional di


setiap titik dalam daerah asalnya, kita perlu menggunakan Proposisi 7(iii).

Teorema 10. Jika g kontinu di c dan f kontinu di g(c), maka f ◦ g kontinu pada c.

Bukti. Ambil  > 0 sebarang. Karena f kontinu di b := g(c), maka terdapat δ > 0
sedemikian sehingga
|f (y) − f (b)| < 
untuk |y − b| < δ. Selanjutnya, karena g kontinu di c, kita dapat memilih γ > 0
sedemikian sehingga
|g(x) − g(c)| < δ
untuk |x − c| < γ. Akibatnya, jika |x − c| < γ, maka |g(x) − b| = |g(x) − g(c)| < δ,
sehingga
|f ◦ g(x) − f ◦ g(c)| = |f (g(x)) − f (b)| < .
Ini berarti bahwa f ◦ g kontinu di c.

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 7.

2. Berikan contoh fungsi f dan g dengan lim f (x) tidak ada, lim g(x) ada, dan
x→0 x→0
lim f (x)g(x) ada. Apakah ini bertentangan dengan Proposisi 7(ii) atau 7(iii)?
x→0

3. Benar atau salah: Jika lim g(x) = L dan lim f (y) = M , maka lim f (g(x)) =
x→c y→L x→c
M?

4. Buktikan jika lim g(x) = L dan f kontinu di L, maka lim f (g(x)) = f (L).
x→c x→c

5. Kita katakan bahwa lim f (x) = +∞ apabila, untuk setiap M > 0 terdapat
x→c+
δ > 0 sehingga f (x) > M untuk c < x < c+δ. Buktikan bahwa lim+ √1 = +∞.
x→0 x
70 Hendra Gunawan

8. FUNGSI KONTINU PADA INTERVAL

8.1 Kekontinuan pada Interval

Secara geometris, f kontinu di suatu titik berarti bahwa grafiknya tidak terputus
di titik tersebut. Serupa dengan itu, f kontinu pada suatu interval apabila grafiknya
tidak terputus pada interval tersebut. Secara intuitif, f kontinu pada suatu interval
apabila kita dapat menggambar grafik fungsi f pada interval tersebut tanpa harus
mengangkat pena dari kertas.
Secara formal, sebuah fungsi f dikatakan kontinu pada suatu interval buka I
jika dan hanya jika f kontinu di setiap titik pada I. Fungsi f dikatakan kontinu pada
interval tutup I = [a, b] jika dan hanya jika f kontinu di setiap titik c ∈ (a, b), kontinu
kanan di a, dan kontinu kiri di b.

Gambar 8.1 Grafik fungsi kontinu pada interval buka

Contoh 1. Misalkan f : R → R didefinisikan sebagai



x, x ≤ 1;
f (x) = 3
2, x > 1
Pengantar Analisis Real 71

Perhatikan bahwa f kontinu di setiap titik kecuali di c = 1. Namun f kontinu kiri di


c = 1, dan karenanya f kontinu pada interval [0, 1]. Karena f tidak kontinu kanan di
c = 1, maka f tidak kontinu pada interval [1, 2].

Gambar 8.2 Grafik fungsi kontinu pada interval tutup

Proposisi 2. Misalkan f terdefinisi pada suatu interval I. Maka, f kontinu pada I


jika dan hanya jika, untuk setiap x ∈ I dan setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian
sehingga
|f (x) − f (y)| < 

untuk y ∈ I dengan |x − y| < δ.

Contoh 3. (i) Fungsi f (x) = px + q kontinu pada sebarang interval I.


(ii) Fungsi g(x) = |x| kontinu pada sebarang interval I.

(iii) Fungsi h(x) = x kontinu pada sebarang interval I ⊆ [0, ∞).

Soal Latihan

1. Misalkan f : [0, 5] → R didefinisikan sebagai



2x, 0 ≤ x < 1;
f (x) =
1, 1 ≤ x ≤ 5.

Selidiki apakah f kontinu di setiap titik pada interval [0, 5]. Selidiki kekontinuan
f pada interval [0, 1] dan pada interval [1, 5]. Sketsalah grafiknya.
72 Hendra Gunawan

2. Buktikan bahwa fungsi f pada Soal 1 terbatas. Tentukan apakah ia mempunyai


nilai maksimum dan nilai minimum.

3. Misalkan K > 0 dan f : I → R adalah fungsi yang memenuhi

|f (x) − f (y)| ≤ K |x − y|

untuk setiap x, y ∈ I. Buktikan bahwa f kontinu pada I.

8.2 Sifat-sifat Fungsi Kontinu pada Interval

Sebagai akibat dari Proposisi 8 dan Teorema 11 yang telah dibahas pada Bab
7, kita mempunyai Proposisi 4 dan Proposisi 6 di bawah ini.

Proposisi 4. Misalkan f dan g kontinu pada suatu interval I dan λ, µ ∈ R. Maka


λf +µg dan f g kontinu pada I. Juga, jika g(x) 6= 0 untuk tiap x ∈ I, maka fg kontinu
pada I.

Contoh 5. (i) Setiap fungsi polinom kontinu pada sebarang interval.


(ii) Setiap fungsi rasional kontinu pada sebarang interval dalam daerah asalnya. Se-
bagai contoh, f (x) = x1 kontinu pada (0, ∞).

(iii) Fungsi f (x) = x+ x kontinu pada sebarang interval I ⊆ [0, ∞), karena f1 (x) = x

dan f2 (x) = x kontinu pada sebarang interval I ⊆ [0, ∞).

Proposisi 6. Misalkan g : I → J kontinu pada interval I dan f : J → R kontinu


pada interval J. Maka f ◦ g kontinu pada I.

Contoh 7. (i) Fungsi h(x) = |1+x| kontinu pada sebarang interval, karena f (x) = |x|
dan g(x) = 1 + x kontinu pada sebarang interval.

1−√x
(ii) Fungsi h(x) = 1+ x
kontinu pada sebarang interval I ⊆ [0, ∞).

Soal Latihan

1. Jelaskan mengapa fungsi berikut kontinu pada sebarang interval.

1
• f (x) = 1+|x| .
Pengantar Analisis Real 73

• g(x) = 1 + x2 .

2. Misalkan f kontinu pada suatu interval I dan untuk setiap bilangan rasional
r ∈ I berlaku f (r) = r2 . Buktikan bahwa f (x) = x2 untuk setiap x ∈ I.

3. Misalkan f : [0, 1] → [0, 1] adalah fungsi kontraktif, yakni memenuhi ketak-


samaan
|f (x) − f (y)| ≤ C |x − y|, x, y ∈ [0, 1],

untuk suatu konstanta C dengan 0 < C < 1. Konstruksi barisan hxn i dengan
x1 ∈ I dan xn+1 = f (xn ), n ∈ N. Buktikan bahwa hxn i konvergen ke suatu
L ∈ [0, 1], dan L = f (L).

8.3 Lebih jauh tentang Fungsi Kontinu pada Interval

Sebagaimana telah disinggung dalam Bab 2, interval [a, b] yang tertutup dan
terbatas merupakan himpunan kompak di R. Sekarang kita akan mempelajari keis-
timewaan yang dimiliki oleh fungsi kontinu pada interval kompak [a, b].

Teorema 8. Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Maka f ([a, b]) juga merupakan
suatu interval kompak.

Teorema ini merupakan konsekuensi dari beberapa teorema berikut.

Teorema 9. Misalkan f kontinu pada suatu interval I. Maka daerah nilainya, yaitu
f (I), juga merupakan suatu interval.

Teorema 10 (Teorema Nilai Antara). Misalkan f kontinu pada suatu interval I


yang memuat a dan b. Jika u terletak di antara f (a) dan f (b), maka terdapat c di
antara a dan b sedemikian sehingga f (c) = u.

Catatan. Teorema 10 setara dengan Teorema 9. Oleh karena itu kita cukup mem-
buktikan salah satu di antara mereka.

Bukti Teorema 10. Tanpa mengurangi keumuman, asumsikan a < b dan f (a) <
u < f (b). Tinjau himpunan H := {x ∈ [a, b] : f (x) < u}. Jelas bahwa H 6= ∅
karena a ∈ H. Karena H juga terbatas, maka H mempunyai supremum, sebutlah
74 Hendra Gunawan

c = sup H. Di sini a < c < b. Selanjutnya tinggal membuktikan bahwa f (c) = u,


dengan menunjukkan bahwa tidak mungkin f (c) < u ataupun f (c) > u.
Andaikan f (c) < u. Karena f kontinu di c, maka terdapat δ > 0 sedemikian
sehingga f c + 2δ < u (?). Jadi c + 2δ ∈ H. Ini bertentangan dengan fakta bahwa


c = sup H. Sekarang andaikan f (c) > u. Sekali lagi, karena f kontinu di c, maka
terdapat δ > 0 sedemikian sehingga f (x) > u untuk c − δ < x ≤ c (?). Jadi tidak
ada satu pun anggota H pada interval (c − δ, c]. Ini juga bertentangan dengan fakta
bahwa c = sup H.

Teorema 11. Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Maka f terbatas pada [a, b].

Bukti. Misalkan f tak terbatas pada [a, b]. Maka terdapat suatu barisan hxn i di [a, b]
sedemikian sehingga
|f (xn )| → +∞ untuk n → ∞. (1)
Karena hxn i terbatas, maka menurut Teorema Bolzano - Weierstrass terdapat suatu
sub-barisan hxnk i yang konvergen ke suatu titik c ∈ [a, b]. Tetapi f kontinu di c,
sehingga f (xnk ) → f (c) untuk k → ∞. Ini bertentangan dengan (1). Jadi mestilah
f terbatas pada [a, b].

Teorema 12. Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Maka f mencapai nilai mak-
simum dan nilai minimum pada [a, b].

Bukti. Dari Teorema 11 kita tahu bahwa f terbatas pada [a, b]. Misalkan v :=
sup f ([a, b]). Konstruksi barisan hxn i di [a, b] dengan f (xn ) → v untuk n → ∞.
Karena hxn i terbatas, terdapat sub-barisan hxnk i yang konvergen ke suatu titik c ∈
[a, b]. Namun kekontinuan di c mengakibatkan f (xnk ) → f (c) untuk k → ∞. Jadi
mestilah v = f (c), dan ini berarti bahwa v merupakan nilai maksimum. Serupa
dengan itu, f juga mencapai nilai minimumnya.

Contoh 13. Persamaan 10x7 − 13x5 − 1 = 0 mempunyai sebuah akar c ∈ (−1, 0).
Untuk menunjukkannya, misalkan f (x) = 10x7 − 13x5 − 1. Maka, f (−1) = 2 dan
f (0) = −1. Karena f kontinu pada [−1, 0] dan 0 terletak di antara f (−1) dan
f (0), maka menurut Teorema Nilai Antara terdapat c ∈ (−1, 0) sedemikian sehingga
f (c) = 0. Bilangan c dalam hal ini merupakan akar persamaan di atas.

Contoh 14. Misalkan f : [a, b] → [a, b] kontinu pada [a, b]. Maka, terdapat c ∈ [a, b]
sedemikian sehingga f (c) = c. [Bilangan c demikian disebut sebagai titik tetap f .]
Pengantar Analisis Real 75

Perhatikan bahwa peta dari [a, b] merupakan himpunan bagian dari [a, b], sehingga
f (a) ≥ a dan f (b) ≤ b. Sekarang tinjau g(x) = f (x) − x, x ∈ [a, b]. Karena f
kontinu pada [a, b], maka g juga kontinu pada [a, b]. Namun g(a) = f (a) − a ≥ 0
dan g(b) = f (b) − b ≤ 0. Menurut Teorema Nilai Antara, mestilah terdapat c ∈ [a, b]
sedemikian sehingga g(c) = 0. Akibatnya f (c) = c.

Soal Latihan

1. Lengkapi Bukti Teorema Nilai Antara, khususnya bagian yang diberi tanda
tanya (?).

2. Buktikan bahwa setiap polinom berderajat ganjil mempunyai sedikitnya satu


akar real.

3. Misalkan f kontinu pada suatu interval kompak I. Misalkan untuk setiap x ∈ I


terdapat y ∈ I sedemikian sehingga
1
|f (y)| ≤ |f (x)|.
2
Buktikan bahwa terdapat suatu c ∈ I sedemikian sehingga f (c) = 0.

8.4 Kekontinuan Seragam

Proposisi 2 menyatakan bahwa suatu fungsi f kontinu pada sebuah interval I


jika dan hanya jika untuk setiap x ∈ I dan setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian
sehingga
|f (x) − f (y)| < 

untuk y ∈ I dengan |x − y| < δ. Contoh berikut memperlihatkan bahwa secara umum


nilai δ bergantung pada  dan x.

Contoh 16. Kita telah mengetahui bahwa f (x) = x1 kontinu pada (0, 1]. Diberikan
2
x ∈ (0, 1] dan  > 0 sebarang, kita dapat memilih δ = min x2 , x2

sedemikian
sehingga untuk y ∈ (0, 1] dengan |x − y| < δ berlaku
1 1 x − y 1 1 1 2 x2
− = = · · |x − y| < · · = .

x y xy x y x x 2
76 Hendra Gunawan

Perhatikan bahwa jika x menuju 0, maka δ akan menuju 0.

Dalam kasus tertentu, nilai δ hanya bergantung pada , tidak pada x. Hal ini
terjadi pada, misalnya, f (x) = px + q, x ∈ R, dengan p 6= 0. Diberikan  > 0, kita

dapat memilih δ = |p| sedemikian sehingga

|f (x) − f (y)| = |p| · |x − y| < 

untuk x, y ∈ R dengan |x − y| < δ. Kekontinuan f (x) = px + q dalam hal ini


merupakan kekontinuan ‘seragam’ pada R.
Fungsi f : I → R dikatakan kontinu seragam pada I apabila untuk setiap  > 0
terdapat δ > 0 sedemikian sehingga

|f (x) − f (y)| < 

untuk x, y ∈ I dengan |x − y| < δ. Perhatikan bahwa dalam definisi di atas x dan y


muncul setelah δ, yang mengindikasikan bahwa δ tidak bergantung pada x (dan y).

Teorema 17. Fungsi f : I → R tidak kontinu seragam pada I jika dan hanya jika
terdapat 0 > 0 dan dua barisan hxn i dan hyn i di I sedemikian sehingga |xn −yn | < n1
dan |f (xn ) − f (yn )| ≥ 0 untuk setiap n ∈ N.

Teorema berikut menyatakan bahwa kekontinuan pada interval kompak meru-


pakan kekontinuan seragam.

Teorema 18. Jika f kontinu pada [a, b], maka f kontinu seragam pada [a, b].

Bukti. Andaikan f tidak kontinu seragam pada [a, b]. Maka, menurut Teorema 17,
terdapat 0 > 0 dan dua barisan hxn i dan hyn i di [a, b] sedemikian sehingga |xn −yn | <
1
n dan |f (xn ) − f (yn )| ≥ 0 untuk setiap n ∈ N. Karena hxn i terbatas di [a, b], maka
menurut Teorema Bolzano-Weierstrass terdapat sub-barisan hxnk i yang konvergen,
sebutlah ke c ∈ [a, b]. Karena |xn − yn | < n1 untuk setiap n ∈ N, maka sub-barisan
hynk i akan konvergen ke c juga. Selanjutnya, karena f kontinu di c, maka hf (xnk )i
dan hf (ynk )i konvergen ke f (c). Akibatnya, |f (xnk ) − f (ynk )| → 0 untuk k → ∞. Ini
mustahil karena |f (xn ) − f (yn )| ≥ 0 untuk setiap n ∈ N.
Pengantar Analisis Real 77

Soal Latihan

1. Contoh 16 memperlihatkan bahwa fungsi f (x) = x1 tampaknya tidak kontinu


seragam pada (0, 1]. Buktikan bahwa ia memang tidak kontinu seragam pada
(0, 1].

2. Selidiki apakah f (x) = x2 kontinu seragam pada [0, ∞).

3. Buktikan jika fungsi f : I → R memenuhi ketaksamaan

|f (x) − f (y)| ≤ K |x − y|, x, y ∈ I,

untuk suatu K > 0, maka f kontinu seragam pada I.



4. Buktikan bahwa f (x) = x kontinu seragam pada [0, ∞).
78 Hendra Gunawan

9. TURUNAN

9.1 Turunan di Suatu Titik

Misalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka I yang memuat titik c. Maka,
f dikatakan mempunyai turunan di titik c apabila limit

f (x) − f (c)
lim
x→c x−c
ada, dan dalam hal ini nilai limit tersebut disebut turunan dari f di titik c, yang
biasanya dilambangkan dengan f 0 (c) atau Df (c).
Jadi, untuk fungsi f yang mempunyai turunan di c, kita mempunyai

f (x) − f (c)
f 0 (c) = lim .
x→c x−c
Dengan mengganti x dengan c + h, kita peroleh

f (c + h) − f (c)
f 0 (c) = lim .
h→0 h
Catat bahwa f mempunyai turunan di c jika dan hanya jika terdapat suatu
bilangan L = f 0 (c) sedemikian sehingga

f (c + h) − f (c) − Lh = (h)

(h)
dengan h → 0 untuk h → 0.
Secara intuitif, sebuah fungsi f mempunyai turunan di titik c berarti bahwa
grafik fungsi y = f (x) mempunyai garis singgung di titik (c, f (c)) dan gradien garis
singgung tersebut adalah f 0 (c). Untuk ilustrasi, lihat Gambar 9.1. Persamaan garis
singgung pada grafik fungsi y = f (x) di titik (c, f (c)) dalam hal ini adalah

y = f (c) + f 0 (c)(x − c).


Pengantar Analisis Real 79

Sebagai catatan, masalah menentukan persamaan garis singgung pada kurva


di titik tertentu pertama kali dipelajari oleh Rene Descartes pada 1620-an. Namun,
kalkulus diferensial dan integral yang kita kenal sekarang ini ‘ditemukan’ oleh Isaac
Newton pada 1665 (namun dipublikasikan pada 1704) dan Gottfried Wilhelm von
Leibniz pada 1684.

Gambar 9.1 Grafik fungsi f yang mempunyai turunan di titik c

Contoh 1. Misalkan f (x) = x2 dan c = 1. Untuk memeriksa apakah f mempunyai


turunan di 1, kita hitung

f (x) − f (1) x2 − 1
lim = lim = lim (x + 1) = 2.
x→1 x−1 x→1 x − 1 x→1

Jadi f mempunyai turunan di 1, dengan f 0 (1) = 2.


Secara umum dapat ditunjukkan bahwa f (x) = x2 mempunyai turunan di setiap
titik c ∈ R, dengan f 0 (c) = 2c. Fungsi f 0 : c 7→ 2c disebut sebagai turunan dari f .

Contoh 2. Misalkan f (x) = |x| dan c = 0. Perhatikan bahwa

f (h) − f (0) |h|


lim = lim
h→0 h h→0 h

tidak ada (?). Karena itu, f tidak mempunyai turunan di 0.

Proposisi 3. Misalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka I yang memuat titik
c. Jika f mempunyai turunan di c, maka f kontinu di c.
80 Hendra Gunawan

Bukti. Perhatikan bahwa


f (x) − f (c)
f (x) − f (c) = · (x − c) → f 0 (c) · 0 = 0
x−c
untuk x → c. Jadi f (x) → f (c) untuk x → c.

Dalam prakteknya, kita sering pula menggunakan kontraposisi dari Proposisi 3


yang menyatakan: jika f tidak kontinu di c, maka f tidak akan mempunyai turunan
di c. Sebagai contoh, fungsi f : [0, 2] → R yang didefinisikan sebagai

2x, 0 ≤ x < 1;
f (x) =
1, 1 ≤ x ≤ 2,

tidak mungkin mempunyai turunan di 1 karena f tidak kontinu di titik tersebut.

Catatan. Proposisi 3 menyatakan bahwa kekontinuan f di c merupakan syarat perlu


bagi f untuk mempunyai turunan di c. Namun, Contoh 2 memperlihatkan bahwa
kekontinuan f di c bukan merupakan syarat cukup untuk mempunyai turunan di c.

Soal Latihan

1. Tentukan persamaan garis singgung pada kurva y = x2 di titik (1, 1).

2. Tunjukkan bahwa f (x) = x2 mempunyai turunan di setiap titik c ∈ R, dengan


f 0 (c) = 2c.

3. Diketahui f (x) = x|x|, x ∈ R. Selidiki apakah f mempunyai turunan di 0.

4. Berikan sebuah contoh fungsi f yang kontinu di 0 tetapi tidak mempunyai tu-
runan di sana, selain f (x) = |x|.

5. Konstruksi sebuah fungsi f : R → R yang mempunyai turunan hanya di sebuah


titik.

6. Buktikan jika f mempunyai turunan di c, maka

f (c + h) − f (c − h)
f 0 (c) = lim .
h→0 2h
Berikan sebuah contoh fungsi yang tidak mempunyai turunan di suatu titik
namun limit di atas ada.
Pengantar Analisis Real 81

9.2 Sifat-sifat Dasar Turunan

Teorema 4. Misalkan f dan g terdefinisi pada suatu interval terbuka I yang memuat
titik c. Misalkan λ dan µ bilangan real sembarang. Jika f dan g mempunyai turunan
di c, maka λf + µg, f g, dan f /g mempunyai turunan di c, dan

(i) (λf + µg)0 (c) = λf 0 (c) + µf 0 (c);


(ii) (f g)0 (c) = f 0 (c)g(c) + f (c)g 0 (c);
 0 0
(c)g 0 (c)
(iii) fg (c) = f (c)g(c)−f g 2 (c) asalkan g(c) 6= 0.

Bukti. (i) Perhatikan bahwa


1
 
hh λf (c + h) + i µg(ch+ h) − λf (c)
i − µg(c)
f (c+h)−f (c) g(c+h)−g(c)
= λ h + µ h
0 0
→ λf (c) + µg (c)

untuk h → 0.
(ii) Di sini kita mempunyai
1
 
h f (c +hh)g(c + h) −i f (c)g(c)
h i
= g(c + h) f (c+h)−f
h
(c)
+ f (c) g(c+h)−g(c)
h
0 0
→ g(c)f (c) + f (c)g (c),

untuk h → 0.
(iii) Latihan.

Contoh 5. Misalkan n ∈ N dan f (x) = xn . Maka turunan dari f adalah

f 0 (x) = nxn−1 .

Fakta ini dapat dibuktikan secara induktif. Untuk n = 1 atau f (x) = x, jelas bahwa
f 0 (x) = 1. Sekarang misalkan pernyataan di atas benar untuk n = k, yakni jika
f (x) = xk , maka f 0 (x) = kxk−1 . Maka, untuk n = k + 1 atau f (x) = xk+1 , kita
peroleh

f 0 (x) = D(xk .x) = D(xk ).x + xk .D(x) = kxk−1 .x + xk = (k + 1)xk .

Jadi, menurut Prinsip Induksi Matematika, pernyataan benar untuk setiap n ∈ N.


82 Hendra Gunawan

Teorema 6 (Aturan Rantai). Misalkan g mempunyai turunan di c dan f mem-


punyai turunan di y = g(c). Maka, f ◦ g mempunyai turunan di c dan

(f ◦ g)0 (c) = f 0 (g(c))g 0 (c).

Bukti. Berdasarkan definisi turunan,

(f ◦ g)(x) − (f ◦ g)(c) f (g(x)) − f (g(c))


(f ◦ g)0 (c) = lim = lim .
x→c x−c x→c x−c
Bila g(x) − g(c) 6= 0 pada suatu interval terbuka (c − δ, c + δ), maka

f (g(x)) − f (g(c)) g(x) − g(c)


(f ◦ g)0 (c) = lim · = f 0 (g(c)) · g 0 (c).
x→c g(x) − g(c) x−c

Namun, bila g konstan (misalnya), maka argumentasi di atas gugur. Untuk meng-
atasinya, definisikan
(
f (y)−f (g(c))
y−g(c) , y 6= g(c),
h(y) := 0
f (g(c)), y = g(c).

Perhatikan bahwa h kontinu di g(c). Mengingat g kontinu di c, maka menurut Teo-


rema 10 pada Bab 7, h ◦ g kontinu di c. Akibatnya

f (g(x)) − f (g(c)) g(x) − g(c)


(f ◦ g)0 (c) = lim = lim h(g(x)) · = f 0 (g(c)) · g 0 (c),
x→c x−c x→c x−c
sebagaimana yang kita harapkan.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 4 bagian (iii).

2. Misalkan n ∈ N dan f (x) = xn . Buktikan dengan menggunakan definisi bahwa


f 0 (x) = nxn−1 .

3. Misalkan n ∈ N. Buktikan

• jika f (x) = x−n (x 6= 0), maka f 0 (x) = −nx−n−1 .


• jika f (x) = x1/n (x > 0), maka f 0 (x) = 1 1/n−1
nx .
Pengantar Analisis Real 83

4. Buktikan bahwa untuk bilangan rasional r sembarang berlaku

D(xr ) = rxr−1

asalkan x > 0.

5. Misalkan f : R → R mempunyai turunan di x. Buktikan jika f mempunyai


invers f −1 : R → R dan f −1 mempunyai turunan di y = f (x), maka
1
Df −1 (y) = .
Df (x)

9.3 Turunan Tingkat Tinggi

Jika f mempunyai turunan di setiap titik dalam suatu interval terbuka I, maka
kita katakan f mempunyai turunan pada I. Dalam hal ini turunan dari f , yaitu f 0 ,
merupakan fungsi yang juga terdefinisi pada I.
Selanjutnya kita dapat mendefinisikan turunan kedua dari f sebagai turunan
dari f 0 , yang nilainya di c adalah
f 0 (x) − f 0 (c)
f 00 (c) = lim ,
x→c x−c
asalkan limit ini ada.
Turunan kedua dari f berkaitan dengan kecekungan grafik fungsi f . Jika f 00
bernilai positif pada suatu interval, maka grafik fungsi f cekung ke atas pada interval
tersebut. Sementara itu, jika f 00 bernilai negatif pada suatu interval, maka grafik
fungsi f cekung ke bawah pada interval tersebut.
Setelah menghitung turunan pertama dan kedua dari f , turunan ketiga dan
seterusnya dapat didefinisikan secara serupa. Secara umum, f (n) (x) menyatakan tu-
runan ke-n, n ∈ N, dari f .

Contoh 7. Jika f (x) = x1 , maka

1
f 0 (x) = − ;
x2
2
f 00 (x) = ;
x3
84 Hendra Gunawan

6
f 000 (x) = − ;
x4
dan seterusnya. (Dapatkah anda menentukan rumus umum f (n) (x) untuk n ∈ N?)

Bila f mempunyai turunan ke-n pada suatu interval yang memuat titik c, maka
f dapat dihampiri oleh suatu polinom berderajat n − 1 dan kesalahannya dapat
ditaksir dengan turunan ke-n. Lihat Teorema Taylor pada bab berikutnya.

Soal Latihan

1. Tentukan pada interval mana grafik fungsi f (x) = x3 cekung ke atas dan pada
interval mana ia cekung ke bawah.

2. Tentukan rumus umum turunan ke-n dari f (x) = x1 .



3. Diketahui f (x) = x. Tentukan f 0 (x), f 00 (x), dan f 000 (x). Tentukan rumus
umum f (n) (x) untuk n ∈ N.

4. Misalkan p(x) adalah polinom berderajat n. Buktikan bahwa p(m) (x) = 0 untuk
m > n.

5. Berikan sebuah contoh fungsi yang mempunyai turunan pertama tetapi tidak
mempunyai turunan kedua di 0.
Pengantar Analisis Real 85

10. TEOREMA NILAI RATA-RATA

10.1 Maksimum dan Minimum Lokal

Misalkan f terdefinisi pada suatu interval terbuka (a, b) dan c ∈ (a, b). Kita
katakan bahwa f mencapai nilai maksimum lokal di c apabila

f (x) ≤ f (c)

untuk setiap x dalam suatu interval terbuka I yang memuat c. Titik c dalam hal ini
disebut sebagai titik maksimum lokal.
Nilai dan titik minimum lokal didefinisikan secara analog.

Gambar 10.1 f mencapai nilai maksimum lokal di c

Secara intuitif, f mencapai nilai maksimum lokal di c apabila grafiknya mem-


punyai sebuah ‘puncak’ di atas titik c. Serupa dengan itu, f mencapai nilai minimum
lokal di c apabila grafiknya mempunyai sebuah ‘lembah’ di atas titik c.
86 Hendra Gunawan

Jika f (c) merupakan nilai maksimum f pada seluruh interval (a, b), maka ten-
tunya f mencapai nilai maksimum lokal di c. Namun sebaliknya belum tentu benar,
nilai maksimum lokal belum tentu merupakan nilai maksimum f .

Contoh 1. Misalkan f : R → R adalah fungsi yang didefinsikan sebagai



x + 2, x < −1,
f (x) =
|x|, x ≥ −1.
Maka, f mencapai nilai maksimum lokal di −1, namun f (−1) = 1 bukan merupakan
nilai maksimum f pada R. Demikian pula f mencapai nilai minimum lokal di 0,
namun f (0) = 0 bukan merupakan nilai minimum f pada R.

Teorema 2. Misalkan f mempunyai turunan pada (a, b) dan c ∈ (a, b). Jika f
mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di c, maka f 0 (c) = 0.

Bukti. Menurut definisi turunan,


f (x) − f (c)
→ f 0 (c)
x−c
untuk x → c. Misalkan f 0 (c) > 0. Menurut Soal Latihan 7.1 No. 4, terdapat suatu
δ > 0 sedemikian sehingga
f (x) − f (c)
>0 (2)
x−c
untuk x ∈ (c − δ, c + δ), x 6= c. Sekarang misalkan x ∈ (c, c + δ) sembarang. Maka,
x−c > 0 dan (1) memberikan f (x)−f (c) > 0 atau f (x) > f (c). Jadi f tidak mungkin
mencapai nilai maksimum lokal di c. Selanjutnya misalkan x ∈ (c − δ, c) sembarang.
Maka, x − c < 0 dan (1) memberikan f (x) − f (c) < 0 atau f (x) < f (c). Jadi f juga
tidak mungkin mencapai nilai minimum lokal di c.
Hal serupa terjadi ketika f 0 (c) < 0. Jadi, jika f 0 (c) 6= 0, maka f tidak akan
mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di c.

Catatan. Kebalikan dari Teorema 2 tidak berlaku: jika f 0 (c) = 0, belum tentu f
mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di c.

Soal Latihan

1. Berikan sebuah contoh fungsi f yang terdefinisi pada (−2, 2) dan mencapai nilai
maksimum lokal di 1 tetapi f (1) bukan merupakan nilai maksimum f pada
(−2, 2).
Pengantar Analisis Real 87

2. Berikan sebuah contoh fungsi f yang mempunyai turunan nol di suatu titik
tetapi f tidak mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di titik tersebut.

10.2 Titik Stasioner

Titik c dengan f 0 (c) = 0 disebut titik stasioner f . Sebagaimana telah dicatat


sebelumnya, tidak semua titik stasioner merupakan titik maksimum atau minimum
lokal. Sebagai contoh, jika f (x) = x3 , maka f 0 (x) = 3x2 , sehingga 0 merupakan titik
stasioner. Namun, 0 bukan merupakan titik maksimum maupun minimum f . (Titik 0
dalam hal ini merupakan titik infleksi f , yaitu titik terjadinya perubahan kecekungan
grafik fungsi f .)

Gambar 10.2 Grafik fungsi f (x) = x3

Situasi yang lebih parah dapat terjadi. Sebagai contoh, fungsi f (x) = x2 sin x1
untuk x 6= 0 dan f (0) = 0 mempunyai turunan f 0 (0) = 0 tetapi 0 bukan merupakan
titik maksimum atau minimum lokal, ataupun titik infleksi.

Teorema 3 (Teorema Rolle). Misalkan f kontinu pada [a, b] dan mempunyai


turunan pada (a, b). Jika f (a) = f (b), maka f 0 (c) = 0 untuk suatu c ∈ (a, b).

Bukti. Karena f kontinu pada interval kompak [a, b], maka menurut sifat kekontinuan
88 Hendra Gunawan

f mencapai nilai maksimum M di suatu titik c1 ∈ [a, b] dan juga mencapai nilai
minimum m di suatu titik c2 ∈ [a, b].
Misalkan c1 dan c2 adalah titik-titik ujung [a, b]. Karena f (a) = f (b), maka
m = M dan dengan demikian f konstan pada [a, b]. Akibatnya f 0 (c) = 0 untuk setiap
c ∈ (a, b).
Misalkan c1 bukan titik ujung [a, b]. Maka c1 ∈ (a, b) dan f mencapai nilai
maksimum lokal di c1 . Menurut Teorema 2, f 0 (c1 ) = 0. Hal serupa terjadi bila c2
bukan titik ujung [a, b].

Soal Latihan

1. Diketahui f (x) = x|x|, x ∈ R. Tunjukkan bahwa 0 merupakan titik stasioner.


Selidiki apakah f mencapai nilai maksimum atau minimum lokal di 0.

2. Beri contoh sebuah fungsi f yang terdefinisi pada [a, b], mempunyai turunan
pada (a, b), dan f (a) = f (b), namun tidak ada c ∈ (a, b) dengan f 0 (c) = 0.

10.3 Teorema Nilai Rata-rata dan Teorema Taylor

Sebagai perumuman dari Teorema Rolle, kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 4 (Teorema Nilai Rata-rata). Misalkan f kontinu pada [a, b] dan mem-
punyai turunan pada (a, b). Maka
f (b) − f (a)
f 0 (c) =
b−a
untuk suatu c ∈ (a, b).

Catatan. Nilai f (b)−fb−a


(a)
disebut nilai rata-rata f pada [a, b]. Nilai ini sama dengan
gradien ruas garis singgung yang menghubungkan titik (a, f (a)) dan (b, f (b)). Ke-
simpulan Teorema Nilai Rata-rata menyatakan bahwa pada kurva y = f (x) terdapat
suatu titik (c, f (c)) dengan gradien garis singgung sama dengan nilai rata-rata f pada
[a, b].

Bukti Teorema 4. Misalkan F didefinisikan pada [a, b] sebagai

F (x) = f (x) − hx
Pengantar Analisis Real 89

dengan h konstanta. Maka F kontinu pada [a, b] dan mempunyai turunan pada (a, b).
Kita pilih konstanta h sedemikian sehingga F (a) = F (b), yakni

f (b) − f (a)
h= .
b−a

Karena F memenuhi hipotesis Teorema Rolle, maka F 0 (c) = 0 untuk suatu c ∈ (a, b).
Namun
F 0 (c) = f 0 (c) − h = 0,

sehingga teorema pun terbukti.

Jika f mempunyai turunan di c, maka persamaan garis singgung pada kurva


y = f (x) di titik (c, f (c)) adalah

y = f (c) + (x − c)f 0 (c).

Untuk x dekat c, nilai f (c) + (x − c)f 0 (c) merupakan hampiran yang ’baik’ untuk
f (x). Namun seberapa besar kesalahan dalam penghampiran ini?
Lebih jauh, misalkan f mempunyai turunan ke-(n − 1) di c. Maka polinom

(x − c)2 00 (x − c)n−1 (n−1)


P (x) = f (c) + (x − c)f 0 (c) + f (c) + · · · + f (c)
2! (n − 1)!

mempunyai turunan ke-k, k = 0, 1, . . . , n − 1, yang sama dengan turunan ke-k dari


f . Karena itu masuk akal untuk menghampiri f (x) dengan P (x) untuk x di sekitar
c. Namun, sekali lagi, seberapa besar kesalahan dalam penghampiran ini. Teorema
Taylor di bawah ini menjawab pertanyaan tersebut.

Teorema 5 (Teorema Taylor). Misalkan f mempunyai turunan ke-n pada interval


terbuka I yang memuat titik c. Maka, untuk setiap x ∈ I, berlaku

(x − c)2 00 (x − c)n−1 (n−1)


f (x) = f (c) + (x − c)f 0 (c) + f (c) + · · · + f (c) + En
2! (n − 1)!
1
dengan En = n! (x − c)n f (n) (ξ) untuk suatu ξ di antara x dan c.

Proof. Untuk t di antara x dan c, definisikan

(x − t)n−1 (n−1)
F (t) = f (x) − f (t) − (x − t)f 0 (t) − · · · − f (t).
(n − 1)!
90 Hendra Gunawan

Perhatikan bahwa
(x − t)n−1 (n)
F 0 (t) = − f (t).
(n − 1)!
Sekarang definisikan  x − t n
G(t) = F (t) − F (c).
x−c
Maka, G(x) = G(c) = 0, sehingga menurut Teorema Rolle, terdapat ξ di antara x
dan c sedemikian sehingga

n(x − ξ)n−1 (x − ξ)n−1 (n) n(x − ξ)n−1


0 = G0 (ξ) = F 0 (ξ) + F (c) = − f (ξ) + F (c).
(x − c)n (n − 1)! (x − c)n

Dari sini kita peroleh


(x − c)n (n)
F (c) = f (ξ)
n!
dan teorema pun terbukti.

Soal Latihan

1. Diketahui f (x) = x. Tentukan nilai rata-rata f pada [0, 4]. Tentukan c ∈ (0, 4)
sedemikian sehingga f 0 (c) sama dengan nilai rata-rata tersebut.

2. Misalkan f kontinu pada [a, b] dan mempunyai turunan pada (a, b). Buktikan
jika f 0 (x) = 0 untuk setiap x ∈ (a, b), maka f konstan pada [a, b].

3. Misalkan f : R → R mempunyai turunan di setiap titik dan f 0 (x) = x2 untuk


setiap x ∈ R. Buktikan bahwa f (x) = 13 x3 + C, dengan C suatu konstanta.

4. Diketahui f : R → R memenuhi ketaksamaan

|f (x) − f (y)| ≤ C|x − y|p , x, y ∈ R,

untuk suatu C > 0 dan p > 1. Buktikan bahwa f konstan.

5. Buktikan jika f mempunyai turunan kedua di c, maka

f (c + h) − 2f (c) + f (c − h)
f 00 (c) = lim .
h→0 h2
Berikan sebuah contoh fungsi yang tidak mempunyai turunan kedua di suatu
titik namun limit di atas ada.
Pengantar Analisis Real 91

6. Misalkan c ∈ R dan n ∈ N. Buktikan dengan menggunakan Teorema Taylor


bahwa
n(n − 1) 2
(1 + c)n = 1 + nc + c + · · · + cn .
2!
(Petunjuk. Tinjau f (x) = xn .)
92 Hendra Gunawan

11. FUNGSI MONOTON DAN FUNGSI KONVEKS

11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton

Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik


pada H apabila untuk setiap x, y ∈ H dengan x < y berlaku

f (x) ≤ f (y).

Jika ketaksamaan < berlaku, maka kita katakan bahwa f naik sejati pada H.
Definisi serupa dapat dirumuskan untuk fungsi turun dan turun sejati pada H.
Fungsi naik atau turun disebut fungsi monoton. Fungsi yang naik dan turun
sekaligus pada H mestilah konstan pada H.

Contoh 1. (i) Fungsi f : R → R yang didefinisikan sebagai f (x) = x3 merupakan


fungsi naik sejati pada R.
1
(ii) Fungsi g : (0, ∞) → R yang didefinisikan sebagai g(x) = x merupakan fungsi
turun sejati pada (0, ∞).

Proposisi 2. Jika f naik pada [a, b], maka f mencapai nilai minimum di a dan nilai
maksimum di b.

Bukti. Misalkan a < x < b. Maka menurut definisi kita mempunyai

f (a) ≤ f (x) ≤ f (b).

Jadi f mencapai nilai minimum di a dan nilai maksimum di b.

Sekarang kita akan membahas limit fungsi monoton. Untuk itu, kita perke-
nalkan notasi
f (c−) = lim f (x)
x→c−
Pengantar Analisis Real 93

Gambar 11.1(i) Grafik fungsi f (x) = x3

1
Gambar 11.1(ii) Grafik fungsi g(x) = x

dan
f (c+) = lim+ f (x),
x→c
asalkan kedua limit ini ada.

Contoh 3. Misalkan f : R → R didefinisikan sebagai



x, x ≤ 1;
f (x) = 3
2, x > 1
94 Hendra Gunawan

Maka, f (1−) = 1 = f (1), sedangkan f (1+) = 32 .

Teorema 4. (i) Jika f naik dan terbatas di atas pada (a, b), maka

f (b−) = sup f (x).


x∈(a,b)

(ii) Jika f naik dan terbatas di bawah pada (a, b), maka

f (a+) = inf f (x).


x∈(a,b)

Bukti. (i) Misalkan M = sup f (x). Diberikan  > 0 sembarang, kita harus mencari
x∈(a,b)
suatu δ > 0 sedemikian sehingga jika b − δ < x < b, maka |f (x) − M | <  atau
M −  < f (x) < M + .
Ketaksamaan f (x) < M +  selalu terpenuhi karena M merupakan batas atas
untuk f pada (a, b). Selanjutnya, karena M −  bukan merupakan batas atas untuk
f pada (a, b), maka terdapat suatu y ∈ (a, b) sedemikian sehingga M −  < f (y).
Namun f naik pada (a, b), sehingga untuk setiap x yang memenuhi y < x < b berlaku

M −  < f (y) ≤ f (x).

Jadi, pilihlah δ = b − y.

(ii) Serupa dengan (i).

Akibat 5. Misalkan f naik pada (a, b). Jika c ∈ (a, b), maka f (c−) dan f (c+) ada,
dan
f (x) ≤ f (c−) ≤ f (c) ≤ f (c+) ≤ f (y)

untuk a < x < c < y < b.

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 4 bagian (ii). Mulai dengan memisalkan m = inf f (x).


x∈(a,b)

2. Buktikan jika f turun dan terbatas di bawah pada (a, b), maka

f (b−) = inf f (x).


x∈(a,b)
Pengantar Analisis Real 95

Gambar 11.2 Kasus f (c−) < f (c) < f (c+)

3. Buktikan jika f dan g naik (sejati) pada H, maka f + g naik (sejati) pada H.

1
4. Diketahui f (x) > 0 untuk setiap x ∈ H, dan g := f. Buktikan jika f naik
(sejati) pada H, maka g turun (sejati) pada H.

5. Diketahui f naik sejati pada A. Buktikan bahwa f merupakan korespondensi


1-1 antara A dan B := f (A), sehingga f −1 ada. Buktikan bahwa f −1 naik sejati
pada B.

11.2 Fungsi Monoton yang Mempunyai Turunan

Pada bagian ini kita akan membahas bagaimana kita dapat menyelidiki kemono-
tonan suatu fungsi melalui turunannya, bila fungsi tersebut mempunyai turunan.
Persisnya, kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 6. Misalkan f kontinu pada [a, b] dan mempunyai turunan pada (a, b).

(i) Jika f 0 (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ (a, b), maka f naik pada [a, b]. Jika f 0 (x) > 0 untuk
tiap x ∈ (a, b), maka f naik sejati pada [a, b].

(ii) Jika f 0 (x) ≤ 0 untuk tiap x ∈ (a, b), maka f turun pada [a, b]. Jika f 0 (x) < 0
untuk tiap x ∈ (a, b), maka f turun sejati pada [a, b].
96 Hendra Gunawan

Bukti. (i) Misalkan x dan y bilangan sembarang di [a, b] dengan x < y. Maka f
memenuhi hipotesis Teorema Nilai Rata-rata pada [x, y] dan karenanya

f (y) − f (x)
f 0 (c) =
y−x

untuk suatu c ∈ (x, y). Jika f 0 (t) ≥ 0 untuk tiap t ∈ (a, b), maka f 0 (c) ≥ 0 dan
karenanya f (x) ≤ f (y). Jadi f naik pada [a, b].
Jika f 0 (t) > 0 untuk tiap t ∈ (a, b), maka f 0 (c) > 0 dan karenanya f (x) < f (y).
Jadi f naik sejati pada [a, b].

(ii) Serupa dengan (i).

Contoh 7. Misalkan f : R → R didefinisikan sebagai f (x) = x(1 − x). Turunannya


adalah
f 0 (x) = 1 − 2x.

Jadi f 0 (x) ≥ 0 untuk x ≤ 21 dan f 0 (x) ≤ 0 untuk x ≥ 1


2. Dengan demikian f naik
pada (−∞, 12 ] dan turun pada [ 12 , ∞).

Soal Latihan

1. Misalkan n ∈ N. Buktikan bahwa fungsi f : [0, ∞) → R yang didefinisikan


sebagai
f (x) = (x + 1)1/n − x1/n

merupakan fungsi turun pada [0, ∞).

2. Misalkan f mempunyai turunan dan naik pada suatu interval terbuka I. Buk-
tikan bahwa f 0 (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ I. Jika f naik sejati pada I, apakah
dapat disimpulkan bahwa f 0 (x) > 0 untuk tiap x ∈ I? Jelaskan.

11.3 Invers Fungsi Monoton

Menurut Soal 11.1 No. 5, fungsi f yang naik sejati pada A mendefinisikan suatu
korespondensi 1-1 antara A dan B := f (A). Dalam hal ini f akan mempunyai invers
f −1 . Lebih jauh, f −1 naik sejati pada B.
Pengantar Analisis Real 97

Dalam kasus di mana f kontinu dan daerah asal f merupakan interval, sebutlah
I, maka daerah nilainya juga merupakan suatu interval, sebutlah J = f (I) (Teorema
10 pada Bab 8). Lebih jauh, kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 8. Misalkan f : I → J dengan I interval dan J = f (I). Jika f naik sejati


dan kontinu pada I, maka f −1 : J → I kontinu pada J.

Bukti. Andaikan f −1 tidak kontinu di suatu titik d ∈ J. Asumsikan bahwa d bukan


titik ujung J. Maka, mengingat f −1 naik sejati pada J, f −1 (d−) dan f −1 (d+) ada,
dan f −1 (d−) < f −1 (d+). Sekarang misalkan λ ∈ I sedemikian sehingga

f −1 (d−) < λ < f −1 (d+) dan λ 6= f −1 (d).

Karena itu f (λ) tidak terdefinisi (buatlah ilustrasinya!), dan ini bertentangan dengan
hipotesis bahwa f terdefinisi pada I.

Teorema 9. Misalkan I dan J interval, I ◦ dan J ◦ interval terbuka yang mempunyai


titik ujung sama dengan titik ujung I dan J. Misalkan f : I → J kontinu dan
J = f (I). Jika f mempunyai turunan pada I ◦ dan f 0 (x) > 0 untuk tiap x ∈ I ◦ , maka
f −1 : J → I ada dan kontinu pada J. Lebih jauh, f −1 mempunyai turunan pada J ◦
dan
1
(f −1 )0 (y) = 0
f (x)
untuk tiap y ∈ J ◦ dan x = f −1 (y).

Catatan. Bukti Teorema 9 dapat dilihat di [2].

Soal Latihan

1. Misalkan f : R → R didefinisikan sebagai f (x) = 1 + x + x3 . Tunjukkan bahwa


f mempunyai invers dan hitunglah nilai (f −1 )0 (−1).

2. Berikan sebuah contoh fungsi f : A → R yang naik sejati dan kontinu pada A,
tetapi f −1 tidak kontinu pada B = f (A). (Petunjuk. Himpunan A tentunya
bukan suatu interval.)
98 Hendra Gunawan

11.4 Fungsi Konveks

Misalkan I ⊆ R suatu interval. Fungsi f : I → R dikatakan konveks pada I


apabila untuk setiap t ∈ [0, 1] dan x1 , x2 ∈ I berlaku

f ((1 − t)x1 + tx2 ) ≤ (1 − t)f (x1 ) + tf (x2 ).

Catat bahwa untuk x1 < x − 2, titik (1 − t)x1 + tx2 bergerak dari x1 ke x2 ketika t
bergerak dari 0 ke 1. Jadi jika f konveks pada I dan x1 , x2 ∈ I, maka ruas garis yang
menghubungkan titik (x1 , f (x1 )) dan (x2 , f (x2 )) berada di atas grafik fungsi f (lihat
Gambar 11.3).

Gambar 11.3 Grafik fungsi konveks

Sebuah fungsi konveks tidak harus mempunyai turunan di setiap titik. Sebagai
contoh, f (x) = |x| merupakan fungsi konveks pada R tetapi tidak mempunyai tu-
runan di 0. Namun, dapat ditunjukkan jika f konveks pada interval terbuka I, maka
f mempunyai ‘turunan kiri’ dan ‘turunan kanan’ di setiap titik dalam I. Sebagai
akibatnya, setiap fungsi konveks pada interval terbuka merupakan fungsi kontinu.
Teorema berikut memperlihatkan kaitan antara fungsi konveks dan turunan
keduanya, bila fungsi tersebut mempunyai turunan kedua. Istilah konveks dalam hal
ini setara dengan istilah ‘cekung ke atas’ yang telah kita bahas pada Bab 9.

Teorema 10. Misalkan I interval terbuka dan f : I → R mempunyai turunan kedua


pada I. Maka, f konveks pada I jika dan hanya jika f 00 (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ I.
Pengantar Analisis Real 99

Bukti. Misalkan f konveks pada I. Untuk tiap c ∈ I, kita mempunyai

f (c + h) − 2f (c) + f (c − h)
f 00 (c) = lim .
h→0 h2
Kita pilih h cukup kecil sedemikian sehingga c − h dan c + h ada di I. Maka, c =
1
2 [(c + h) + (c − h)], sehingga
 
1 1 1 1
f (c) = f (c + h) + (c − h) ≤ f (c + h) + f (c − h).
2 2 2 2

Akibatnya, f (c + h) − 2f (c) + f (c − h) ≥ 0. Karena h2 > 0 untuk tiap h 6= 0, kita


simpulkan bahwa f 00 (c) ≥ 0.
Sebaliknya, misalkan f 00 (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ I. Untuk membuktikan bahwa
f konveks pada I, ambil x1 , x2 ∈ I dan 0 < t < 1, dan misalkan x0 = (1 − t)x1 + tx2 .
Berdasarkan Teorema Taylor, terdapat ξ1 di antara x0 dan x1 sedemikian sehingga

(x1 − x0 )2 00
f (x1 ) = f (x0 ) + (x1 − x0 )f 0 (x0 ) + f (ξ1 )
2
dan juga terdapat ξ2 di antara x0 dan x2 sedemikian sehingga

(x2 − x0 )2 00
f (x2 ) = f (x0 ) + (x2 − x0 )f 0 (x0 ) + f (ξ2 ).
2
Perhatikan bahwa (1 − t)(x1 − x0 ) + t(x2 − x0 ) = (1 − t)x1 + tx2 − x0 = 0 dan
2 2
E := (1 − t) (x1 −x
2
0)
f 00 (ξ1 ) + t (x2 −x
2
0)
f 00 (ξ2 ) ≥ 0. Akibatnya,

(1 − t)f (x1 ) + tf (x2 ) = f (x0 ) + E ≥ f (x0 ) = f ((1 − t)x1 + tx2 ),

sebagaimana yang kita harapkan.

Soal Latihan

1. Buktikan f konveks pada interval I jika dan hanya jika untuk setiap x1 , x2 , x3 ∈
I dengan x1 < x2 < x3 berlaku

f (x2 ) − f (x1 ) f (x3 ) − f (x2 )


≤ .
x2 − x1 x3 − x2

Berikan interpretasi geometrisnya beserta ilustrasinya.


100 Hendra Gunawan

2. Buktikan f konveks pada interval I jika dan hanya jika untuk setiap x1 , x2 , x3 ∈
I dengan x1 < x2 < x3 berlaku

f (x2 ) − f (x1 ) f (x3 ) − f (x1 )


≤ .
x2 − x1 x3 − x1
Berikan interpretasi geometrisnya beserta ilustrasinya.

3. Buktikan jika f konveks pada interval terbuka I, maka

f (c + h) − f (c) f (c + h) − f (c)
lim dan lim
h→0− h h→0+ h
ada untuk setiap c ∈ I, dan sebagai akibatnya f kontinu pada I.

4. Misalkan f mempunyai turunan pada interval terbuka I. Buktikan f konveks


jika dan hanya jika f 0 naik pada I.

5. Misalkan I interval terbuka, f : I → R naik sejati, konveks, dan mempunyai


turunan pada I. Misalkan c ∈ I sedemikian sehingga f (c) = 0. Konstruksi
barisan hxn i dengan x1 > c dan

f (xn )
xn+1 = xn − , n = 1, 2, 3, . . . .
f 0 (xn )

Buktikan bahwa xn → c untuk n → ∞. (Metode penghampiran ‘akar’ f ini


dikenal sebagai Metode Newton-Raphson. Untuk f (x) = x2 − a, metode ini
menghasilkan barisan hxn i yang dibahas pada Bab 3, Contoh 13.)
BAGIAN KETIGA

Integral, Barisan Fungsi, Pertukaran Limit dan Integral

101
102 Hendra Gunawan
Pengantar Analisis Real 103

12. LUAS DAERAH DAN INTEGRAL

12.1 Luas Daerah di Bawah Kurva

Masalah menentukan luas daerah (dan volume ruang) telah dipelajari sejak
era Pythagoras dan Zeno, pada tahun 500-an SM. Konsep integral (yang terkait erat
dengan luas daerah) berpijak pada metode ‘exhaustion’, yang telah dipakai oleh Plato
dan Eudoxus, dan kemudian oleh Euclid dan Archimedes, untuk menghitung luas
daerah lingkaran.
Pada 1630-an, Pierre de Fermat tertarik untuk menghitung luas daerah di bawah
kurva. Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Apakah masuk akal untuk membahas
‘luas’ daerah di bawah kurva y = f (x)? Jika ya, bagaimanakah kita menghitungnya?

Gambar 12.1 Daerah di bawah kurva y = f (x)

Jika memang masuk akal untuk membahas luas daerah di bawah kurva y = f (x),
maka luas daerah ini setidaknya mestilah lebih besar daripada L, yang menyatakan
luas daerah yang diarsir pada Gambar 12.2 .
104 Hendra Gunawan

Gambar 12.2 Luas daerah L

Misalkan L menyatakan himpunan semua bilangan L yang dapat diperoleh


sebagai jumlah luas daerah persegi-panjang kecil sebagaimana dalam Gambar 12.2.
Maka ‘luas daerah’ di bawah kurva y = f (x) mestilah lebih besar daripada setiap
anggota L. Tampaknya masuk akal untuk mendefinisikan ‘luas daerah’ di bawah
kurva y = f (x) sebagai bilangan terkecil yang lebih besar daripada setiap anggota L,
yakni sup L.

Contoh 1. Misalkan f (x) = x2 , x ∈ [0, 1]. Maka, dengan membagi interval [0, 1]
atas n interval bagian yang sama panjang dan menghitung jumlah luas daerah persegi-
panjang yang terbentuk, luas daerah di bawah kurva y = f (x) mestilah lebih besar
daripada
1h 12 22 (n − 1)2 i
0 + 2 + 2 + ··· + .
n n n n2
Jumlah deret ini sama dengan

(n − 1)n(2n − 1)
.
6n3
(n−1)n(2n−1) 1
Mengingat 6n3 ≤ 3 untuk tiap n ∈ N dan

(n − 1)n(2n − 1) 1

6n3 3

untuk n → ∞, maka bilangan terkecil yang lebih besar daripada (n−1)n(2n−1)


6n3 untuk
1 1
tiap n ∈ N adalah 3 . Jadi, luas daerah di bawah kurva y = f (x) adalah 3 .
Pengantar Analisis Real 105

Soal Latihan

1. Buktikan bahwa (n−1)n(2n−1)


6n3 ≤ 1
3 untuk tiap n ∈ N, dan simpulkan bahwa
sup (n−1)n(2n−1)
6n3 = 1
3 .
n∈N

2. Tentukan luas daerah di bawah kurva y = 1 + x, x ∈ [0, 1], dengan cara seperti
pada Contoh 1. Apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan ge-
ometri kita?

12.2 Integral

Misalkan f kontinu pada interval [a, b]. Definisikan partisi dari [a, b] sebagai
himpunan P := {x0 , x1 , . . . , xn } dengan

a = x0 < x1 < · · · < xn−1 < xn = b.

Karena f kontinu pada [a, b], maka f terbatas pada [a, b]. Jadi, diberikan
sembarang partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn } dari [a, b], kita dapat mendefinisikan

mk := inf f (x),
xk−1 ≤x≤xk

untuk k = 1, 2, . . . , n. Dengan demikian, untuk tiap partisi P , kita dapat membentuk


deret
n
X
L(P, f ) := mk (xk − xk−1 ).
k=1

(Buatlah suatu ilustrasi yang menyatakan nilai L(P, f ).)


Misalkan f terbatas di atas pada [a, b], katakanlah

f (x) ≤ M, x ∈ [a, b].

Maka
n
X
L(P, f ) ≤ M (xk − xk−1 ) = M (b − a).
k=1

Jadi himpunan bilangan {L(P, f ) : P partisi dari [a, b]} terbatas di atas oleh M (b−a),
dan karena itu ia mempunyai supremum.
106 Hendra Gunawan

Sekarang kita sampai pada definisi integral. Jika f kontinu pada interval [a, b],
maka kita definisikan integral dari f pada [a, b] sebagai
Z b
f (x) dx := sup L(P, f ),
a P

dengan nilai supremum diambil atas semua partisi P dari [a, b].
Rb
Dalam hal f (x) ≥ 0 untuk setiap x ∈ [a, b], maka a f (x) dx dapat diinterpre-
tasikan sebagai luas daerah di bawah kurva y = f (x).
Sebagai tambahan, jika a < b, maka kita definisikan
Z a Z b
f (x) dx := − f (x) dx.
b a

Selain itu, untuk sembarang a ∈ R, kita definisikan


Z a
f (x) dx := 0.
a

Proposisi 2. Misalkan f kontinu pada [a, b] dan m ≤ f (x) ≤ M untuk tiap x ∈ [a, b].
Maka Z b
m(b − a) ≤ f (x) dx ≤ M (b − a).
a

Proposisi 3. Misalkan f kontinu pada [a, b] dan a ≤ c ≤ b. Maka


Z b Z c Z b
f (x) dx = f (x) dx + f (x) dx.
a a c

Catatan. Bukti Proposisi 3 agak panjang; lihat [2].

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 2.
Rb
2. Buktikan bahwa a c dx = c(b − a).

3. Diketahui f (x) = x, x ∈ [a, b]. Buktikan bahwa


1 2
L(P, f ) ≤ (b − a2 )
2
Pengantar Analisis Real 107

untuk sebarang partisi P dari [a, b]. Selanjutnya, dengan menggunakan definisi
integral, buktikan bahwa
Z b
1 2
f (x) dx = (b − a2 ).
a 2

12.3 Turunan dari Integral; Teorema Dasar Kalkulus

Misalkan f terdefinisi pada (a, b). Misalkan F kontinu pada [a, b] dan mempu-
nyai turunan pada (a, b) dengan

F 0 (x) = f (x)

untuk tiap x ∈ (a, b). Maka F disebut sebagai anti turunan dari f pada [a, b].

Contoh 4. Jika f (x) = x3 , maka fungsi F yang didefinisikan sebagai

1 4
F (x) = x +5
4
merupakan suatu anti turunan dari f . Secara umum, fungsi G yang didefinisikan
sebagai
1
G(x) = x4 + C,
4
dengan C konstanta, merupakan anti turunan dari f .

Pembaca mungkin bertanya: apa urusannya anti turunan dengan integral? Un-
tuk menjawab pertanyaan ini, misalkan f kontinu pada [a, b]. Definisikan F pada
[a, b] sebagai Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ [a, b].
a

Dalam teorema berikut, kita akan menunjukkan bahwa F merupakan suatu anti tu-
runan dari f pada [a, b].

Teorema 5 (Teorema Dasar Kalkulus I). Misalkan f kontinu pada [a, b] dan F
didefinisikan pada [a, b] sebagai
Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ [a, b].
a
108 Hendra Gunawan

Maka, F merupakan suatu anti turunan dari f pada [a, b]; yakni, F kontinu pada
[a, b], mempunyai turunan pada (a, b), dan F 0 (x) = f (x) untuk tiap x ∈ (a, b).

Bukti. Karena f kontinu pada [a, b], maka f terbatas pada [a, b], katakanlah

|f (t)| ≤ κ

untuk tiap t ∈ [a, b]. Selanjutnya, untuk x, c ∈ [a, b], kita mempunyai
Z x
F (x) − F (c) = f (t) dt,
c

sehingga
|F (x) − F (c)| ≤ κ|x − c|.

Jadi F kontinu pada [a, b].


Selanjutnya perhatikan bahwa untuk x 6= c kita mempunyai
Z x
F (x) − F (c) 1
− f (c) = [f (t) − f (c)] dt.
x−c x−c c
Karena f kontinu di c, kita dapat memilih δ > 0 sedemikian sehingga
F (x) − F (c)
− f (c) < ,

x−c

untuk 0 < |x − c| < δ. Ini menunjukkan bahwa F 0 (c) = f (c), dan ini berlaku untuk
setiap c ∈ [a, b].

Teorema 6 (Teorema Dasar Kalkulus II). Setiap fungsi f yang kontinu pada
[a, b] mempunyai anti turunan pada [a, b]. Jika G adalah anti turunan dari f pada
[a, b], maka
Z b
f (t) dt = G(b) − G(a).
a

Bukti. Definisikan fungsi F pada [a, b] sebagai


Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ [a, b].
a

Maka, F merupakan suatu anti turunan dari f pada [a, b], dan
Z b
f (t) dt = F (b) = F (b) − F (a).
a
Pengantar Analisis Real 109

Sekarang, jika G adalah anti turunan dari f pada [a, b], maka

G(x) = F (x) + C, x ∈ [a, b],

suatu konstanta C. Karena itu,


Z b
f (t) dt = [F (b) + C] − [F (a) + C] = G(b) − G(a),
a

sebagaimana yang kita harapkan.

Soal Latihan
R1
1. Buktikan bahwa 0
x2 dx = 13 .
R1 1
2. Misalkan r ∈ Q, r 6= −1. Buktikan bahwa 0
xr dx = r+1 .

3. Misalkan f dan g kontinu pada [a, b]. Buktikan, dengan menggunakan Teorema
Dasar Kalkulus II, bahwa untuk setiap λ, µ ∈ R, berlaku
Z b Z b Z b
[λf (x) + µg(x)] dx = λ f (x) dx + µ g(x) dx.
a a a

4. Misalkan f dan g kontinu pada [a, b]. Buktikan Ketaksamaan Cauchy-Schwarz:


hZ b i2 Z b Z b
f (x)g(x) dx ≤ [f (x)]2 dx · [g(x)]2 dx.
a a a
110 Hendra Gunawan

13. INTEGRAL RIEMANN

13.1 Jumlah Riemann Atas dan Jumlah Riemann Bawah

Pada Bab 12 kita mengasumsikan bahwa f kontinu pada [a, b] dan mendefini-
Rb
sikan integral a f (x) dx sebagai supremum dari himpunan semua jumlah luas daerah
persegi-panjang kecil di bawah kurva y = f (x). Sesungguhnya, kita dapat pula
Rb
mendefinisikan integral a f (x) dx sebagai infimum dari himpunan semua jumlah luas
daerah persegi-panjang kecil ‘di atas’ kurva y = f (x). Dalam hal f kontinu pada [a, b],
kedua definisi tersebut akan menghasilkan nilai yang sama.
Pada bab ini, kita akan memperluas definisi integral untuk fungsi f : [a, b] → R
yang terbatas, sebagaimana yang dilakukan oleh Bernhard Riemann pada 1850-an.
Seperti pada Sub-bab 12.2, diberikan sembarang partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn }
dari [a, b], kita dapat mendefinisikan
n
X
L(P, f ) := mk (xk − xk−1 ).
k=1

dengan mk := inf f (x), k = 1, 2, . . . , n. Pada saat yang sama, kita juga dapat
xk−1 ≤x≤xk
mendefinisikan
n
X
U (P, f ) := Mk (xk − xk−1 ).
k=1

dengan Mk := sup f (x), k = 1, 2, . . . , n.


xk−1 ≤x≤xk
L(P, f ) dan U (P, f ) disebut sebagai jumlah Riemann bawah dan jumlah Rie-
mann atas dari f yang berkaitan dengan partisi P . Perhatikan bahwa

L(P, f ) ≤ U (P, f )

untuk sembarang partisi P .


Pengantar Analisis Real 111

Selanjutnya, jika P := {x0 , x1 , . . . , xn } dan Q := {y0 , y1 , . . . , ym } adalah partisi


dari [a, b], maka Q disebut sebagai suatu perhalusan dari P apabila setiap titik partisi
xk ∈ P merupakan titik partisi di Q, yakni P ⊆ Q. Dalam hal ini, setiap sub-interval
yang terkait dengan partisi P dapat dinyatakan sebagai gabungan dari beberapa sub-
interval yang terkait dengan partisi Q, yakni

[xk−1 , xk ] = [yi−1 , yi ] ∪ [yi , yi+1 ] ∪ · · · ∪ [yj−1 , yj ].

Catat bahwa kita dapat memperoleh suatu perhalusan dari sembarang partisi P de-
ngan menambahkan sejumlah titik ke P .

Proposisi 1. Jika Q merupakan perhalusan dari P , maka L(P, f ) ≤ L(Q, f ) dan


U (Q, f ) ≤ U (P, f ).

Akibat 2. Jika P1 dan P2 adalah dua partisi sembarang dari [a, b], maka L(P1 , f ) ≤
U (P2 , f ).

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 1. (Petunjuk. Mulai dengan kasus Q = P ∪ {x∗ } dengan


x∗ ∈
/ P .)

2. Buktikan Akibat 2.

13.2 Integral Riemann

Seperti pada sub-bab 13.1, pada sub-bab ini kita mengasumsikan bahwa f :
[a, b] → R terbatas. Menurut Akibat 2, himpunan {L(P, f ) : P partisi dari [a, b]}
terbatas di atas (oleh suatu jumlah Riemann atas), sementara himpunan {U (P, f ) :
P partisi dari [a, b]} terbatas di bawah (oleh suatu jumlah Riemann bawah). Karena
itu kita dapat mendefinisikan

L(f ) := sup{L(P, f ) : P partisi dari [a, b]}

dan
U (f ) := inf{U (P, f ) : P partisi dari [a, b]}.
112 Hendra Gunawan

L(f ) disebut sebagai integral Riemann atas dari f , sementara U (f ) disebut sebagai
integral Riemann bawah dari f .

Proposisi 3. L(f ) ≤ U (f ).

Bukti. Untuk setiap partisi P0 dari [a, b], U (P0 , f ) merupakan batas atas dari {L(P, f ) :
P partisi dari [a, b]}, sehingga

L(f ) = sup{L(P, f ) : P partisi dari [a, b]} ≤ U (P0 , f ).

Karena ini berlaku untuk sembarang partisi P0 , maka L(f ) merupakan batas bawah
dari {U (P0 , f ) : P0 partisi dari [a, b]}. Akibatnya

L(f ) ≤ inf{U (P0 , f ) : P0 partisi dari [a, b]} = U (f ),

sebagaimana yang diharapkan.

Secara umum, L(f ) 6= U (f ). Sebagai contoh, jika f : [0, 1] → R didefinisikan


sebagai 
0, x rasional;
f (x) =
1, x irasional,
maka L(f ) = 0 sementara U (f ) = 1.
Jika L(f ) = U (f ), maka f dikatakan terintegralkan Riemann dan nilai yang
sama tersebut didefinisikan sebagai integral Riemann dari f pada [a, b], yang di-
Rb Ra
lambangkan dengan a f (x) dx. (Seperti pada Bab 12, kita definisikan b f (x) dx =
Rb Ra
− a f (x) dx dan a f (x) dx = 0.)
Sebagai contoh, jika f bernilai konstan pada [a, b], katakan f (x) = c untuk
setiap x ∈ [a, b], maka L(f ) = U (f ) = c(b − a) dan karenanya f terintegralkan
Riemann pada [a, b] dengan
Z b
f (x) dx = c(b − a).
a

Teorema berikut memberikan suatu kriteria untuk keterintegralan f pada [a, b].
(Untuk selanjutnya, ‘terintegralkan’ berarti ‘terintegralkan Riemann’ dan ‘integral’
berarti ‘integral Riemann’.)

Teorema 6. f terintegralkan pada [a, b] jika dan hanya jika untuk setiap  > 0
terdapat suatu partisi P dari [a, b] sedemikian sehingga

U (P , f ) − L(P , f ) < .


Pengantar Analisis Real 113

Bukti. Misalkan f terintegralkan pada [a, b]. Ambil  > 0 sembarang. Dari definisi
supremum, terdapat suatu partisi P1 dari [a, b] sehingga

L(f ) − < L(P1 , f ).
2
Dari definisi infimum, terdapat pula suatu partisi P2 dari [a, b] sehingga

U (P2 , f ) < U (f ) − .
2
Sekarang misalkan P = P1 ∪ P2 . Maka P merupakan perhalusan dari P1 dan P2 .
Akibatnya,
 
L(f ) − < L(P1 , f ) ≤ L(P , f ) ≤ U (P , f ) ≤ U (P2 , f ) < U (f ) + .
2 2
Namun L(f ) = U (f ), sehingga kita peroleh

U (P , f ) − L(P , f ) < .

Sebaliknya misalkan untuk setiap  > 0 terdapat suatu partisi P dari [a, b]
sedemikian sehingga
U (P , f ) − L(P , f ) < .

Maka, untuk setiap  > 0, berlaku

0 ≤ U (f ) − L(f ) ≤ U (P , f ) − L(P , f ) < .

Dari sini kita simpulkan bahwa U (f ) = L(f ) atau f terintegralkan pada [a, b].

Akibat 7. Misalkan terdapat barisan partisi hPn i dari [a, b] sedemikian sehingga

lim [U (Pn , f ) − L(P n, f )] = 0.


n→∞

Maka f terintegralkan pada [a, b] dan


Z b
lim L(Pn , f ) = f (x) dx = lim U (Pn , f ).
n→∞ a n→∞

Soal Latihan

1. Buktikan Akibat 7.
114 Hendra Gunawan

2. Misalkan f (x) = x, x ∈ [0, 1], dan Pn = {0, n1 , n2 , . . . , 1}, n ∈ N. Tunjukkan


bahwa lim [U (Pn , f ) − L(Pn , f )] = 0, dan kemudian simpulkan bahwa f terin-
n→∞
tegralkan pada [0, 1].

3. Misalkan fungsi f didefinisikan pada [0, 1] sebagai



0, 0 ≤ x < 1;
f (x) =
1, x = 1.
R1
Buktikan bahwa f terintegralkan pada [0, 1] dengan 0
f (x) dx = 0.

4. Misalkan fungsi f didefinisikan pada [0, 2] sebagai



1, 0 ≤ x ≤ 1;
f (x) =
2, 1 < x ≤ 2.
R2
Buktikan bahwa f terintegralkan pada [0, 2] dengan 0
f (x) dx = 3.

13.3 Keterintegralan Fungsi Kontinu dan Fungsi Monoton

Sebagaimana disinggung pada awal bab ini, fungsi yang kontinu pasti terinte-
gralkan.

Teorema 8. Jika f kontinu pada [a, b], maka f terintegralkan pada [a, b].

Bukti. Menurut Teorema 18 pada Bab 8, fungsi yang kontinu pada [a, b] mestilah
kontinu seragam pada [a, b]. Karena itu, diberikan  > 0 sembarang, terdapat δ > 0
sedemikian sehingga untuk x, y ∈ [a, b] dengan |x − y| < δ berlaku

|f (x) − f (y)| < .
b−a

Selanjutnya, untuk tiap n ∈ N dengan n > b−a δ , tinjau partisi Pn := {x0 , x1 , . . . , xn }


dengan xk = a + k · b−a
n , k = 0, 1, . . . , n. (Di sini, interval [a, b] terbagi menjadi n
sub-interval sama panjang.)
Menurut Teorema 13 pada Bab 8, pada setiap sub-interval [xk−1 , xk ], f menca-
pai nilai maksimum Mk dan minimum mk , katakanlah

f (uk ) = Mk dan f (vk ) = mk .


Pengantar Analisis Real 115

Dalam hal ini kita peroleh



Mk − mk = f (uk ) − f (vk ) < ,
b−a
dan akibatnya
n n
X X  b−a
0 ≤ U (Pn , f ) − L(Pn , f ) = (Mk − mk )(xk − xk−1 ) ≤ · = .
b−a n
k=1 k=1

Dari sini kita simpulkan bahwa lim [U (Pn , f ) − L(Pn , f )] = 0, dan karenanya f
n→∞
terintegralkan pada [a, b].

Selain fungsi kontinu, teorema berikut menyatakan bahwa fungsi monoton juga
terintegralkan.

Teorema 9. Jika f monoton pada [a, b], maka f terintegralkan pada [a, b].

Bukti. Tanpa mengurangi keumuman, asumsikan f naik pada [a, b]. Untuk tiap
n ∈ N, tinjau partisi Pn := {x0 , x1 , . . . , xn } dengan xk = a + k · b−a
n , k = 0, 1, . . . , n.
Karena f naik pada [xk−1 , xk ], maka mk = f (xk−1 ) dan Mk = f (xk ). Dalam hal ini
kita peroleh suatu deret teleskopis
n n
X b−a X b−a
(Mk − mk )(xk − xk−1 ) = [f (xk ) − f (xk−1 )] = [f (b) − f (a)].
n n
k=1 k=1

Sekarang, jika  > 0 diberikan, maka untuk tiap n ∈ N dengan n > b−a  [f (b) − f (a)]
berlaku
n
X
0 ≤ U (Pn , f ) − L(Pn , f ) = (Mk − mk )(xk − xk−1 ) < .
k=1

Dengan demikian f mestilah terintegralkan pada [a, b].

Soal Latihan

1. Misalkan f : [a, b] → R kontinu dan f (x) ≥ 0 untuk setiap x ∈ [a, b]. Buktikan
jika L(f ) = 0, maka f (x) = 0 untuk setiap x ∈ [a, b].

2. Misalkan f : [a, b] → R kontinu dan, untuk setiap fungsi g : [a, b] → R yang terin-
Rb
tegralkan, f g terintegralkan dan a f (x)g(x) dx = 0. Buktikan bahwa f (x) = 0
untuk setiap x ∈ [a, b].
116 Hendra Gunawan

14. SIFAT-SIFAT INTEGRAL RIEMANN

14.1 Sifat-sifat Dasar Integral Riemann

Pada bab ini kita akan mempelajari sifat-sifat dasar integral Riemann. Sifat
pertama adalah sifat kelinearan, yang dinyatakan dalam Proposisi 1. Sepanjang bab
ini, I menyatakan interval [a, b], kecuali bila kita nyatakan lain.

Proposisi 1. Misalkan f, g : I → R terintegralkan pada I, dan c ∈ R suatu konstanta.


Maka cf dan f + g terintegralkan pada I dan
Z b Z b
cf (x) dx = c f (x) dx, (1)
a a
Z b Z b Z b
(f + g)(x) dx = f (x) dx + g(x) dx. (2)
a a a

Bukti. (1) Jika c = 0, maka pernyataan tentang cf jelas benar. Sekarang tinjau
kasus c > 0. (Kasus c < 0 serupa dan diserahkan sebagai latihan). Misalkan P :=
{x0 , x1 , . . . , xn } partisi sembarang dari I. Karena c > 0, kita mempunyai

inf{cf (x) : x ∈ [xk−1 , xk ]} = c inf{f (x) : x ∈ [xk−1 , xk ]}

untuk k = 1, 2, . . . , n. Kalikan tiap suku ini dengan xk − xk−1 dan jumlahkan, kita
dapatkan
L(P, cf ) = cL(P, f ).

Jadi, karena c > 0, kita peroleh

L(cf ) = sup{cL(P, f ) : P partisi dari I} = c sup{L(P, f ) : P partisi dari I} = cL(f ).

Dengan cara yang serupa kita peroleh pula U (P, cf ) = cU (P, f ) dan

U (cf ) = inf{cU (P, f ) : P partisi dari I} = c inf{U (P, f ) : P partisi dari I} = cU (f ).


Pengantar Analisis Real 117

Karena f terintegralkan, U (f ) = L(f ) dan akibatnya

L(cf ) = cL(f ) = cU (f ) = U (cf ).

Jadi cf terintegralkan dan


Z b Z b
cf (x) dx = c f (x) dx.
a a

(2) Untuk sembarang interval Ik := [xk−1 , xk ], kita mempunyai

inf{f (x) : x ∈ Ik } + inf{g(x) : x ∈ Ik } ≤ inf{(f + g)(x) : x ∈ Ik },

sup{(f + g)(x) : x ∈ Ik } ≤ sup{f (x) : x ∈ Ik } + sup{g(x) : x ∈ Ik }.

Dari sini kita peroleh


L(P, f ) + L(P, g) ≤ L(P, f + g)

dan
U (P, f + g) ≤ U (P, f ) + U (P, g)

untuk sembarang partisi P dari I. Sekarang, jika  > 0 diberikan, maka terdapat
partisi Pf, dan Pg, sedemikian sehingga

U (Pf, , f ) ≤ L(Pf, , f ) +
2
dan

U (Pg, , g) ≤ L(Pg, , g) + .
2
Akibatnya, untuk P := Pf, ∪ Pg, , kita peroleh

U (P , f + g) ≤ U (P , f ) + U (P , g) ≤ L(P , f ) + L(P , g) +  ≤ L(P , f + g) + .

Menurut Kriteria Keterintegralan Riemann, f + g terintegralkan.


Selanjutnya perhatikan bahwa dari ketaksamaan di atas, kita peroleh
Z b Z b Z b
(f +g)(x) dx ≤ U (P , f +g) ≤ L(P , f )+L(P , g)+ ≤ f (x) dx+ g(x) dx+.
a a a

Sementara itu,
Z b Z b Z b
f (x) dx+ g(x) dx ≤ U (P , f )+U (P , g) ≤ L(P , f +g)+ ≤ (f +g)(x) dx+.
a a a
118 Hendra Gunawan

Dari kedua ketaksamaan ini, kita peroleh


Z b Z b Z b 
(f + g)(x) dx − f (x) dx + g(x) dx < .

a a a

Karena ini berlaku untuk  > 0 sembarang, kita simpulkan bahwa


Z b Z b Z b
(f + g)(x) dx = f (x) dx + g(x) dx,
a a a

dan bukti pun selesai.

Proposisi berikut dikenal sebagai sifat kepositifan integral Riemann. (Buktinya


diserahkan sebagai latihan.)

Proposisi 2. Misalkan f : I → R terintegralkan pada I. Jika f (x) ≥ 0 untuk tiap


Rb
x ∈ I, maka a f (x) dx ≥ 0.

Akibat 3. Misalkan f, g : I → R terintegralkan pada I. Jika f (x) ≤ g(x) untuk tiap


Rb Rb
x ∈ I, maka a f (x) dx ≤ a g(x) dx.

Proposisi 3. Misalkan f : I → R terintegralkan pada I. Jika m ≤ f (x) ≤ M untuk


tiap x ∈ [a, b], maka
Z b
m(b − a) ≤ f (x) dx ≤ M (b − a).
a

Proposisi 4. Misalkan f : [a, b] → R terbatas dan a < c < b. Maka, f terintegralkan


pada [a, b] jika dan hanya jika f terintegralkan pada [a, c] dan pada [c, b]. Dalam hal
ini,
Z b Z c Z b
f (x) dx = f (x) dx + f (x) dx.
a a c

Catatan. Bukti Proposisi 4 tidak dibahas di sini; lihat [1] bila ingin mempelajarinya.

Soal Latihan

1. Buktikan Proposisi 1 bagian (1) untuk kasus c < 0.

2. Buktikan Proposisi 2 dan Akibat 3.

3. Buktikan Proposisi 3.
Pengantar Analisis Real 119

4. Buktikan jika f terintegralkan pada I dan |f (x)| ≤ K untuk tiap x ∈ I, maka


R b
f (x) dx ≤ K|b − a|.
a

14.2 Teorema Dasar Kalkulus untuk Integral Riemann

Analog dengan Teorema Dasar Kalkulus I (Teorema 5 pada Sub-bab 12.3) untuk
integral dari fungsi kontinu, kita mempunyai hasil berikut untuk integral Riemann
dari fungsi terbatas.

Teorema 5 (Teorema Dasar Kalkulus I). Misalkan f terbatas pada I = [a, b] dan
F didefinisikan pada I sebagai
Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ I.
a

Maka, F kontinu pada I. Selanjutnya, jika f kontinu di c ∈ (a, b), maka F mempun-
yai turunan di c dan F 0 (c) = f (c).

Demikian pula kita mempunyai Teorema Dasar Kalkulus II untuk integral


Riemann, yang dapat dibuktikan tanpa menggunakan Teorema Dasar Kalkulus I
melainkan dengan menggunakan Kriteria Keterintegralan Riemann.

Teorema 6 (Teorema Dasar Kalkulus II). Misalkan f terintegralkan pada I =


[a, b]. Jika F : I → R adalah anti-turunan dari f pada I, maka
Z b
f (t) dt = F (b) − F (a).
a

Bukti. Diberikan  > 0 sembarang, pilih partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn } dari I sedemikian


sehingga
U (P, f ) − L(P, f ) < .
Menurut Teorema Nilai Rata-rata (yang kita terapkan pada F ), pada tiap interval
[xk−1 , xk ] terdapat titik tk ∈ (xk−1 , xk ) sedemikian sehingga

F (xk ) − F (xk−1 ) = (xk − xk−1 )f (tk ).

Misalkan mk dan Mk adalah infimum dan supremum dari f pada [xk−1 , xk ]. Maka

mk (xk − xk−1 ) ≤ F (xk ) − F (xk−1 ) ≤ Mk (xk − xk−1 )


120 Hendra Gunawan

untuk tiap k = 1, 2, . . . , n. Perhatikan bahwa bila kita jumlahkan suku-suku di tengah,


maka kita peroleh suatu deret teleskopis yang jumlahnya sama dengan F (b) − F (a).
Karena itu, kita peroleh

L(P, f ) ≤ F (b) − F (a) ≤ U (P, f ).

Namun, kita juga mempunyai


Z b
L(P, f ) ≤ f (t) dt ≤ U (P, f ).
a

Akibatnya, kita peroleh


Z b
f (t) dt − [F (b) − F (a)] < .


a

Karena ini berlaku untuk  > 0 sembarang, kita simpulkan bahwa


Z b
f (t) dt = F (b) − F (a),
a

sebagaimana yang kita kehendaki.

Soal Latihan

1. Misalkan f (x) = |x|, x ∈ [−1, 1]. Terkait dengan f , definisikan


Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ [−1, 1].
−1

(a) Peroleh rumus untuk F (x), x ∈ [−1, 1].


(b) Periksa bahwa F 0 (x) = f (x) untuk x ∈ [−1, 1].
R1
(c) Periksa bahwa −1 f (t) dt = F (1) − F (−1).

2. Misalkan f : [−1, 1] → R didefinisikan sebagai



 −1, −1 ≤ x < 0;
f (x) = 0, x = 0;
1, 0 < x ≤ 1,

Terkait dengan f , definisikan


Z x
F (x) := f (t) dt, x ∈ [−1, 1].
1
Pengantar Analisis Real 121

(a) Peroleh rumus untuk F (x). Apakah F kontinu pada [−1, 1]?
(b) Tunjukkan bahwa F 0 (x) = f (x) untuk x ∈ [−1, 1], x 6= 0.
R1
(c) Periksa apakah −1 f (t) dt = F (1) − F (−1). Berikan argumen yang men-
dukung fakta tersebut.

3. Misalkan f dan g terintegralkan dan mempunyai anti- turunan F dan G pada


I = [a, b]. Buktikan bahwa
Z b Z b
F (x)g(x) dx = [F (b)G(b) − F (a)G(a)] − f (x)G(x) dx.
a a

(Catatan. Hasil ini dikenal sebagai teknik pengintegralan parsial.)

14.3 Teorema Nilai Rata-rata dan Teorema Taylor untuk Integral

Jika f kontinu pada I = [a, b], maka (menurut Teorema 9 pada Bab 8) f akan
mencapai nilai maksimum M dan minimum m pada [a, b]. Menurut Proposisi 3, kita
mempunyai
Z b
m(b − a) ≤ f (x) dx ≤ M (b − a)
a

atau Z b
1
m≤ f (x) dx ≤ M.
b−a a

1
Rb
Nilai b−a a
f (x) dx disebut sebagai nilai rata-rata integral f pada interval I. (Dalam
versi diskrit, nilai rata-rata aritmetik dari sejumlah bilangan adalah jumlah dari
bilangan-bilangan tersebut dibagi dengan banyaknya bilangan itu. Dalam versi ‘kon-
tinum’, integral menggantikan jumlah dan panjang interval menggantikan banyaknya
bilangan.)
1
Rb
Mengingat m dan M ada di daerah nilai f dan b−a a
f (x) dx ada di antara
kedua nilai tersebut, maka menurut Teorema Nilai Antara mestilah terdapat suatu
titik c ∈ I sedemikian sehingga
Z b
1
f (c) = f (x) dx.
b−a a
122 Hendra Gunawan

Fakta ini dikenal sebagai Teorema Nilai Rata-rata untuk integral, yang dinyatakan di
bawah ini. (Ingat bahwa sebelumnya kita juga mempunyai Teorema Nilai Rata-rata
untuk turunan. Dalam konteks turunan, nilai rata-rata analog dengan ‘kecepatan
rata-rata’ dalam fisika.)

Teorema 7 (Teorema Nilai Rata-rata untuk Integral). Jika f kontinu pada


I = [a, b], maka terdapat c ∈ I sedemikian sehingga
Z b
1
f (c) = f (x) dx.
b−a a

Pada Bab 10, kita telah membahas Teorema Taylor untuk turunan. Sekarang
kita akan membahas teorema yang serupa untuk integral.

Teorema 8 (Teorema Taylor untuk Integral). Misalkan f, f 0 , . . . , f (n) kontinu


pada I = [a, b]. Maka

(b − a)n−1 (n−1)
f (b) = f (a) + (b − a)f 0 (a) + · · · + f (a) + En
(n − 1)!

1
Rb
dengan En = (n−1)! a
(b − t)n−1 f (n) (t) dt.

Bukti. Dengan pengintegralan parsial, kita peroleh


Z b
1 h i
En = (b − t)n−1 f (n−1) (t)|ba + (n − 1) (b − t)n−2 f (n−1) (t) dt
(n − 1)! a
n−1 Z b
(b − a) 1
=− f (n−1) (a) + (b − t)n−2 f (n−1) (t) dt.
(n − 1)! (n − 1)! a

Jika kita lakukan pengintegralan parsial hingga n kali, maka kita akan sampai pada
hasil di atas.

Soal Latihan

1. Buktikan jika f kontinu pada I = [a, b] dan f (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ I, maka
terdapat c ∈ I sedemikian sehingga
h 1 Z b i1/2
f (c) = f 2 (x) dx .
b−a a
Pengantar Analisis Real 123

2. Buktikan jika f kontinu pada I = [a, b] dan f (x) ≥ 0 untuk tiap x ∈ I, maka
untuk sembarang k ∈ N terdapat c = ck ∈ I sedemikian sehingga
h 1 Z b i1/k
f (c) = f k (x) dx .
b−a a

3. Misalkan f dan g adalah fungsi yang kontinu pada I = [a, b] sedemikian sehingga
Z b Z b
f (x) dx = g(x) dx.
a a

Buktikan bahwa terdapat c ∈ I sedemikian sehingga f (c) = g(c).


124 Hendra Gunawan

15. INTEGRAL SEBAGAI LIMIT

15.1 Jumlah Riemann

Dalam kuliah Kalkulus pada tahun pertama, integral Riemann biasanya diperke-
nalkan sebagai limit dari ‘jumlah Riemann’, tidak melalui integral Riemann atas dan
integral Riemann bawah. Hal ini memang dimungkinkan, karena nilai limit dari jum-
lah Riemann tersebut sama dengan integral Riemann yang kita bahas pada Bab 13.
Seperti pada bab sebelumnya, sepanjang bab ini I menyatakan interval [a, b],
kecuali bila kita nyatakan lain. Misalkan f : I → R terbatas dan P := {x0 , x1 , . . . , xn }
partisi dari I. Jika tk adalah bilangan sedemikian sehingga xk−1 ≤ tk ≤ xk untuk
k = 1, 2, . . . , n, maka jumlah

n
X
S(P, f ) := f (tk )(xk − xk−1 )
k=1

disebut sebagai suatu jumlah Riemann untuk f , yang terkait dengan partisi P dan
titik-titik sampel tk .
Catat bahwa untuk sebuah partisi P terdapat tak terhitung banyaknya cara
memilih titik-titik sampel tk , dan karenanya terdapat tak terhitung banyaknya jumlah
Riemann yang terkait dengan partisi P .
Untuk fungsi f ≥ 0 pada I, jumlah Riemann dapat diinterpretasikan sebagai
jumlah luas daerah persegipanjang dengan lebar xk − xk−1 dan tinggi f (tk ). Jika
partisi P cukup halus, maka masuk akal untuk mengharapkan bahwa jumlah Riemann
S(P, f ) akan menghampiri luas daerah di bawah kurva y = f (x). Dalam hal ini, nilai
S(P, f ) mestilah cukup dekat ke nilai integral dari f pada I, bila f terintegralkan
pada I.
Perhatikan bahwa untuk sembarang partisi P dari I dan untuk sembarang
Pengantar Analisis Real 125

pemilihan titik sampel tk ∈ Ik := [xk−1 , xk ], kita mempunyai

mk ≤ f (tk ) ≤ Mk , k = 1, 2, . . . , n,

dengan mk := inf f (Ik ) dan Mk := sup f (Ik ). Akibatnya,


n
X n
X n
X
mk (xk − xk−1 ) ≤ f (tk )(xk − xk−1 ) ≤ Mk (xk − xk−1 ),
k=1 k=1 k=1

yakni
L(P, f ) ≤ S(P, f ) ≤ U (P, f ).
Jadi, jumlah Riemann untuk f senantiasa bernilai di antara jumlah Riemann bawah
dan jumlah Riemann atas, terlepas dari bagaimana caranya kita memilih titik-titik
sampel tk .
Catat khususnya jika batas bawah mk dan batas atas Mk tercapai oleh f pada
[xk−1 , xk ] untuk tiap k = 1, 2, . . . , n, maka jumlah Riemann bawah dan jumlah Rie-
mann atas sama dengan jumlah Riemann untuk titik-titik sampel tertentu. Secara
umum, jumlah Riemann bawah maupun atas bukan jumlah Riemann (karena nilai mk
dan Mk tidak harus tercapai oleh f ). Namun demikian, dengan memilih titik-titik
sampel secara cermat, kita dapat memperoleh jumlah Riemann yang cukup dekat ke
jumlah Riemann bawah atau ke jumlah Riemann atas.

Soal Latihan

1. Misalkan f (x) = x, x ∈ [0, b]. Untuk sembarang partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn }


dari [0, b], pilih titik-titik sampel tk = 21 (xk +xk−1 ). Hitunglah jumlah Riemann
S(P, f ) dengan titik-titik sampel ini.

2. Misalkan f : I → R terbatas, P := {x0 , x1 , . . . , xn } partisi dari I, dan  > 0


sembarang.

(a) Tentukan titik-titik sampel tk sedemikian sehingga


n
X
f (tk )(xk − xk−1 ) − L(P, f ) < .
k=1

(b) Tentukan titik-titik sampel tk sedemikian sehingga


n
X
U (P, f ) − f (tk )(xk − xk−1 ) < .
k=1
126 Hendra Gunawan

15.2 Integral sebagai Limit


Rb
Di sini kita akan melihat bahwa a f (x) dx dapat dipandang sebagai ‘limit’ dari
jumlah Riemann S(P, f ), dalam arti tertentu.

Teorema 1. Misalkan f terintegralkan pada I. Maka, untuk setiap  > 0 terdapat


suatu partisi P dari I sedemikian sehingga untuk sembarang partisi P ⊇ P dan
sembarang jumlah Riemann S(P, f ) berlaku
Z b
S(P, f ) − f (x) dx < .

a

Bukti. Diberikan  > 0 sembarang, pilih partisi P dari I sedemikian sehingga

U (P , f ) − L(P , f ) < .

Selanjutnya ambil sembarang partisi P ⊇ P . Maka, menurut Proposisi 1 pada Sub-


bab 13.1, kita mempunyai

L(P , f ) ≤ L(P, f ) ≤ U (P, f ) ≤ U (P , f ).

Akibatnya,
U (P, f ) − L(P, f ) < .

Sekarang misalkan S(P, f ) adalah sembarang jumlah Riemann yang terkait dengan
P . Maka,
L(P, f ) ≤ S(P, f ) ≤ U (P, f ).

Sementara itu, kita juga mempunyai


Z b
L(P, f ) ≤ f (x) dx ≤ U (P, f ).
a

Dari kedua ketaksamaan ini kita peroleh


Z b
S(P, f ) − f (x) dx ≤ U (P, f ) − L(P, f ) < ,

a

dan teorema pun terbukti.

Teorema berikut merupakan kebalikan dari Teorema 1. Buktinya diserahkan


sebagai latihan.
Pengantar Analisis Real 127

Teorema 2. Misalkan f terbatas pada I. Misalkan terdapat suatu bilangan A ∈ R


sedemikian sehingga untuk setiap  > 0 terdapat partisi P dari I sedemikian sehingga
untuk sembarang partisi P ⊇ P dan sembarang jumlah Riemann S(P, f ) berlaku

|S(P, f ) − A| < .

Maka f terintegralkan pada I dan


Z b
f (x) dx = A.
a

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 2.

2. Misalkan f (x) = x, x ∈ [0, b]. Gunakan Teorema 1 dan Soal Latihan 15.1 No.
Rb
1 untuk menyimpulkan bahwa 0 x dx = 12 b2 .

3. Gunakan Teorema 1 untuk memberikan bukti alternatif untuk Teorema Dasar


Kalkulus II (Teorema 6 pada Sub-bab 14.2).

15.3 Teorema Darboux

Terdapat cara lain melihat integral sebagai limit dari jumlah Riemann. Misal-
kan I := [a, b] dan P := {x0 , x1 , . . . , xn } adalah partisi dari I. Ukuran kehalusan dari
P , dilambangkan dengan kP k, didefinisikan sebagai

kP k := sup{xk − xk−1 : k = 1, 2, . . . , n}.

Dalam perkataan lain, kP k adalah panjang sub-interval maksimum yang terkait de-
ngan partisi P .
Catat bahwa dua partisi berbeda dapat memiliki kehalusan yang sama. Selain
itu, jika P ⊆ Q (yakni, Q merupakan perhalusan dari P ), maka kQk ≤ kP k. Namun
sebaliknya kQk ≤ kP k tidak mengharuskan P ⊆ Q.
Teorema berikut memperlihatkan bahwa jika f terintegralkan pada I, maka
integral f pada I merupakan limit dari jumlah Riemann untuk kP k → 0.
128 Hendra Gunawan

Teorema 3 (Teorema Darboux). Misalkan f terintegralkan pada I. Maka, untuk


setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga jika Q adalah partisi dari I dengan
kQk < δ, maka untuk sembarang jumlah Riemann S(Q, f ) berlaku
Z b

S(Q, f ) − f (x) dx < .

a

Bukti. Diberikan  > 0 sembarang, terdapat partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn } sedemikian


sehingga

U (P , f ) − L(P , f ) < .
3
Akibatnya, jika P ⊇ P , maka

U (P, f ) − L(P, f ) < .
3

Selanjutnya misalkan M := sup{|f (x)| : x ∈ I} dan δ := 12M n .
Ambil sembarang partisi Q := {y0 , y1 , . . . , ym } dari I dengan kQk < δ dan
misalkan Q∗ := Q ∪ P . Maka Q∗ ⊇ P dan Q∗ mempunyai sebanyak-banyaknya n − 1
titik lebih banyak daripada Q, yakni titik-titik x1 , . . . , xn−1 yang ada di P tetapi
tidak di Q. Selanjutnya kita akan membandingkan U (Q, f ) dengan U (Q∗ , f ), serta
L(Q, f ) dengan L(Q∗ , f ).
Karena Q∗ ⊇ Q, kita mempunyai U (Q, f ) − U (Q∗ , f ) ≥ 0. Jika kita tuliskan
Q∗ = {z0 , z1 , . . . , zp }, maka U (Q, f ) − U (Q∗ , f ) dapat dinyatakan sebagai jumlah dari
sebanyak-banyaknya 2(n − 1) suku berbentuk

(Mj − Mk∗ )(zk − zk−1 ),

dengan Mj menyatakan supremum dari f pada sub-interval ke-j dalam Q dan Mk∗
menyatakan supremum dari f pada sub-interval ke-k dalam Q∗ . Karena |Mj − Mk∗ | ≤
2M dan |zk − zk−1 | ≤ kQ∗ k ≤ kQk < δ, kita peroleh

0 ≤ U (Q, f ) − U (Q∗ , f ) ≤ 2(n − 1) · 2M · δ < .
3
Akibatnya, kita dapatkan

U (Q, f ) < U (Q∗ , f ) + .
3
Serupa dengan itu kita juga mempunyai

L(Q∗ , f ) − < L(Q, f ).
3
Pengantar Analisis Real 129

Rb
Selanjutnya kita tahu bahwa S(Q, f ) dan a f (x) dx terletak dalam interval
[L(Q, f ), U (Q, f )], dan karena itu keduanya berada dalam interval
 
I := [L(Q∗, f ) − , U (Q∗ , f ) + ].
3 3
Karena Q∗ ⊇ P , kita mempunyai U (Q∗ , f ) − L(Q∗ , f ) < 3 , sehingga panjang I
Rb
lebih kecil daripada . Jadi jarak antara S(Q, f ) dan a f (x) dx mestilah lebih kecil
daripada , sebagaimana yang ingin kita buktikan.

Kebalikan dari Teorema 3 juga berlaku.

Teorema 4. Misalkan f : I → R terbatas. Misalkan terdapat suatu bilangan B ∈ R


sedemikian sehingga untuk setiap  > 0 terdapat δ > 0 sedemikian sehingga untuk
sembarang partisi P dari I dengan kP k < δ dan sembarang jumlah Riemann S(P, f )
berlaku
|S(P, f ) − B| < .

Maka f terintegralkan pada I dan


Z b
f (x) dx = B.
a

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 4. (Petunjuk. Gunakan Teorema 2.)

2. Buktikan bahwa f terintegralkan jika dan hanya jika untuk setiap  > 0 terdapat
δ > 0 sedemikian sehingga jika kP k < δ dan kQk < δ, maka

|S(P, f ) − S(Q, f )| < .


130 Hendra Gunawan

16. BARISAN FUNGSI

16.1 Barisan Fungsi dan Kekonvergenan Titik Demi Titik

Bila pada bab-bab sebelumnya kita membahas fungsi sebagai sebuah objek
individual, maka pada bab ini dan selanjutnya kita akan membahas keluarga fungsi
yang membentuk suatu barisan. Dalam aplikasi, barisan fungsi muncul ketika kita
berupaya menghampiri sebuah fungsi dengan keluarga fungsi yang kita kenal baik.
Sebuah barisan fungsi adalah suatu pengaitan n 7→ fn , n ∈ N, yang kita tuliskan
sebagai hfn i. Di sini fn merupakan fungsi dan untuk tiap n ∈ N kita asumsikan bahwa
fn mempunyai daerah asal yang sama, sebutlah A ⊆ R.
Seperti pada pembahasan barisan bilangan real, ketika dihadapkan dengan se-
buah barisan fungsi hfn i kita akan tertarik untuk membahas perilaku fn apabila
n → ∞. Dalam perkataan lain, kita ingin mempelajari kekonvergenan barisan hfn i
pada A.
Mengingat bahwa untuk tiap x ∈ A, fn (x) membentuk suatu barisan bilangan
real, maka kekonvergenan barisan fungsi hfn i dapat didefinisikan melalui kekonver-
genan barisan bilangan hfn (x)i. Bila untuk tiap x ∈ A, barisan hfn (x)i konvergen
ke suatu bilangan (yang secara umum bergantung pada x), sebutlah Lx , maka kita
peroleh sebuah fungsi f : A → R dengan f (x) = Lx . Jadi, untuk tiap x ∈ A, kita
mempunyai
fn (x) → f (x), n → ∞.

Dalam hal ini, kita katakan bahwa hfn i konvergen titik demi titik ke f , dan kita
tuliskan
fn → f (titik demi titik), n → ∞.

Fungsi f di sini disebut sebagai limit (titik demi titik) barisan hfn i.
Pengantar Analisis Real 131

Contoh 1. Misalkan untuk tiap n ∈ N kita mempunyai

fn (x) := xn , x ∈ [0, 1].

Maka, barisan fungsi hfn i konvergen titik demi titik ke fungsi f dengan

0, 0 ≤ x < 1;
f (x) :=
1, x = 1.

Untuk mendapatkan gambaran tentang apa yang terjadi, gambarlah grafik beberapa
buah fungsi fn dan juga grafik fungsi f , pada sebuah sistem koordinat yang sama.

Dalam Contoh 1 kita melihat bahwa fn kontinu pada [0, 1] untuk tiap n ∈ N,
namun f tidak kontinu pada [0, 1]. Jadi, kekonvergenan titik demi titik secara umum
tidak mempertahankan sifat kekontinuan fungsi. Padahal, dalam aplikasinya, ini
merupakan salah satu isu penting. Oleh karena itu, dalam pembahasan berikutnya,
kita akan mempelajari jenis kekonvergenan barisan fungsi yang lebih kuat, yang mem-
pertahankan antara lain sifat kekontinuan fungsi.

P
Diberikan suatu barisan fungsi hfk i, kita mempunyai deret fungsi fk , yang
k=1
n

P
didefinisikan sebagai limit titik demi titik dari barisan jumlah parsial fk , asalkan
k=1
barisan jumlah parsial ini konvergen.
Jika barisan jumlah parsial tersebut konvergen titik demi titik ke fungsi s pada
A, maka s disebut sebagai jumlah deret pada A. Dalam hal ini, kita tuliskan

X
fk (x) = s(x), x ∈ A.
k=1

Secara umum, indeks k dapat berjalan mulai dari sembarang k ∈ Z.


Sebagai contoh, jika fk (x) := xk , k = 0, 1, 2, . . . , maka kita peroleh deret

1
xk , yang konvergen ke 1−x
P
geometri untuk |x| < 1 (lihat kembali Bab 5).
k=0
Pembahasan mengenai deret fungsi, khususnya deret yang berbentuk

X
an (x − c)n
n=0

akan dilakukan secara mendalam pada Bab 18.


132 Hendra Gunawan

Soal Latihan

1. Tinjau barisan fungsi hfn i yang dibahas dalam Contoh 1. Diberikan x ∈ [0, 1]
dan  > 0, tentukan N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N berlaku
|fn (x) − f (x)| < . (Catatan. Kasus x = 1 perlu ditangani tersendiri.)

2. Untuk masing-masing barisan fungsi di bawah ini, tentukan sebuah fungsi f


yang merupakan limitnya (titik demi titik).

xn
(a) fn (x) := n , x ∈ [0, 1].
(b) fn (x) := nx(1 − x2 )n , x ∈ [0, 1].
x
(c) fn (x) := n, x ∈ R.
2n
x
(d) fn (x) := 1+x2n , x ∈ R.
sin√nx
(e) fn (x) := n x
, x > 0.

16.2 Kekonvergenan Seragam

Misalkan hfn i adalah suatu barisan fungsi yang, katakanlah, konvergen titik
demi titik ke fungsi f pada A. Dalam hal ini, diberikan x ∈ A dan  > 0, terdapat
N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N berlaku |fn (x) − f (x)| < . Secara
umum bilangan N di sini bergantung pada x, selain pada . Bila bilangan N tadi
berlaku untuk tiap x ∈ A, maka hfn i dikatakan konvergen seragam ke f pada A.
Jadi, barisan fungsi hfn i konvergen seragam ke f pada A apabila untuk setiap
 > 0 terdapat N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N dan x ∈ A berlaku

|fn (x) − f (x)| < .

Dalam hal ini kita tuliskan

fn → f (seragam), n → ∞.

Jelas bahwa kekonvergenan seragam akan mengakibatkan kekonvergenan titik demi


titik. (Dalam perkataan lain, kekonvergenan titik demi titik merupakan syarat perlu
untuk kekonvergenan seragam.)
Pengantar Analisis Real 133

Gambar 16.1 Pita dengan lebar 2 dan median grafik fungsi f

Perhatikan bahwa ketaksamaan |fn (x) − f (x)| <  setara dengan

f (x) −  < fn (x) < f (x) + .

Bila ini berlaku untuk setiap n ≥ N dan x ∈ A, maka grafik fungsi fn pada A berada
di antara ‘pita’ [f − , f + ] yang mempunyai lebar 2 dan median grafik fungsi f ,
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 16.1.

Contoh 2. Barisan fungsi hfn i dengan fn (x) := xn , x ∈ [0, 1], tidak konvergen
seragam ke f pada [0, 1], dengan

0, 0 ≤ x < 1;
f (x) :=
1, x = 1.

Di sini, pita [f − 41 , f + 41 ] tidak akan memuat grafik fn untuk n berapa pun.

Lemma berikut (yang merupakan negasi dari definisi kekonvergenan seragam)


dapat dipakai untuk menyelediki ketidakkonvergenan seragam suatu barisan fungsi.

Lemma 3. Barisan fungsi hfn i tidak konvergen seragam ke fungsi f pada A jika
dan hanya jika untuk suatu 0 > 0 terdapat subbarisan hfnk i dari hfn i dan barisan
bilangan hxk i di A sedemikian sehingga

|fnk (xk ) − f (xk )| ≥ 0 .


134 Hendra Gunawan

Dengan menggunakan Lemma 3, ketidakkonvergenan seragam barisan fungsi


1/k
dalam Contoh 2 dapat dibuktikan dengan mengambil 0 = 41 , nk = k dan xk = 12 .
Di sini kita mempunyai
1 1
|fnk (xk ) − f (xk )| = − 0 = > 0 .
2 2
Ketidakkonvergenan seragam barisan dalam Contoh 2 juga dapat dijelaskan dengan
teorema di bawah ini (yang mengatakan bahwa kekonvergenan seragam memperta-
hankan sifat kekontinuan).

Teorema 4. Misalkan hfn i konvergen seragam ke f pada suatu interval I ⊆ R. Jika


fn kontinu di c ∈ I untuk tiap n ∈ N, maka f juga kontinu di c.

Bukti. Diberikan  > 0, pilih N ∈ N sedmeikian sehingga untuk setiap n ≥ N dan


x ∈ I berlaku

|fn (x) − f (x)| < .
3
Karena fN kontinu di c, maka suatu interval Iδ (c) ⊆ I yang memuat c sedemikian
sehingga untuk setiap x ∈ Iδ (x) berlaku

|fN (x) − f (x)| < .
3
Jadi, untuk setiap x ∈ Iδ (c), kita mempunyai
  
|f (x) − f (c)| ≤ |f (x) − fN (x)| + |fN (x) − fN (c)| + |fN (c) − f (c)| < + + = .
3 3 3
Ini membuktikan bahwa f kontinu di c.

Soal Latihan

1. Selidiki apakah masing-masing barisan fungsi di bawah ini konvergen seragam


ke limitnya.

xn
(a) fn (x) := n , x ∈ [0, 1].
(b) fn (x) := nx(1 − x2 )n , x ∈ [0, 1].
x
(c) fn (x) := n, x ∈ R.
x2n
(d) fn (x) := 1+x2n , x ∈ R.
sin√nx
(e) fn (x) := n x
, x > 0.
Pengantar Analisis Real 135

2. Buktikan jika hfn i dan hgn i konvergen seragam ke f dan g pada A (berturut-
turut), maka hfn + gn i konvergen seragam ke f + g pada A.

3. Misalkan fn (x) := x + n1 dan f (x) = x, x ∈ R. Buktikan bahwa hfn i konvergen


seragam ke f pada R, namun hfn2 i tidak konvergen seragam ke f 2 pada R.

16.3 Kriteria Cauchy untuk Kekonvergenan Seragam

Dalam membahas kekonvergenan seragam, seringkali kita terbantu dengan pe-


ngertian norma seragam berikut. Ingat bahwa untuk A ⊆ R, fungsi f : A → R
dikatakan terbatas pada A apabila f (A) merupakan himpunan terbatas. Sekarang,
jika f terbatas pada A, maka kita definisikan norma seragam f pada A sebagai

kf kA := sup {|f (x)| : x ∈ A}.

Perhatikan bahwa kf kA <  setara dengan |f (x)| <  untuk tiap x ∈ A.


Menggunakan norma seragam, kita mempunyai lemma berikut tentang kekon-
vergenan seragam.

Lemma 5. Misalkan fn terbatas pada A untuk tiap n ∈ N. Maka, barisan hfn i


konvergen seragam ke f pada A jika dan hanya jika lim kfn − f kA = 0.
n→∞

Dengan menggunakan Lemma 5, kita juga dapat membuktikan ketidakkonver-


genan seragam barisan fungsi dalam Contoh 2, dengan menghitung bahwa

kfn − f k[0,1] = 1

untuk tiap n ∈ N.
Dengan menggunakan norma seragam, kita peroleh pula kriteria berikut untuk
kekonvergenan seragam suatu barisan fungsi.

Teorema 6 (Kriteria Cauchy untuk Kekonvergenan Seragam). Misalkan fn


terbatas pada A untuk tiap n ∈ N. Maka, barisan hfn i konvergen seragam ke suatu
fungsi terbatas f pada A jika dan hanya jika untuk setiap  > 0 terdapat N ∈ N
sedemikian sehingga untuk sembarang m, n ≥ N berlaku kfm − fn k < .
136 Hendra Gunawan

Bukti. Misalkan hfn i konvergen seragam ke f pada A. Diberikan  > 0 sembarang,


pilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ N berlaku kfn − f kA < 2 .
Akibatnya, jika m, n ≥ N , maka
 
|fm (x) − fn (x)| ≤ |fm (x) − f (x)| + |fn (x) − f (x)| < + =
2 2
untuk tiap x ∈ A. Jadi kfm − fn kA <  untuk m, n ≥ N .
Sebaliknya, misalkan untuk setiap  > 0 terdapat N ∈ N sedemikian sehingga
untuk m, n ≥ N kita mempunyai kfm − fn kA < . Maka, untuk setiap x ∈ A, berlaku

|fm (x) − fn (x)| ≤ kfm − fn kA < ,

untuk m, n ≥ N . Ini berarti bahwa hfn (x)i merupakan barisan Cauchy di R, dan
karenanya ia merupakan barisan yang konvergen, katakanlah ke f (x). Selanjutnya,
untuk setiap x ∈ A, kita mempunyai

|fm (x) − f (x)| = lim |fm (x) − fn (x)| ≤ ,


n→∞

untuk m ≥ N . Ini menunjukkan bahwa hfn i konvergen seragam ke f pada A.

Soal Latihan

1. Buktikan Lemma 5.

2. Misalkan hfn i dan hgn i adalah barisan fungsi terbatas pada A, yang konver-
gen seragam ke f dan g pada A (berturut-turut). Tunjukkan bahwa hfn gn i
konvergen seragam ke f g pada A.

3. Uji-M Weierstrass. Misalkan hfn i adalah barisan fungsi pada A dan |fn (x)| ≤
P∞
Mn untuk tiap x ∈ A dan n ∈ N. Buktikan jika k=1 Mk konvergen, maka
P∞
deret fungsi k=1 fk konvergen seragam pada A.
Pengantar Analisis Real 137

17. PERTUKARAN LIMIT

17.1 Pertukaran Limit dan Turunan

Kita telah melihat sebelumnya bahwa kekonvergenan seragam mempertahankan


sifat kekontinuan fungsi, yakni, jika fn kontinu pada A untuk tiap n ∈ N dan hfn i
konvergen seragam ke f pada A, maka f kontinu pada A.
Sekarang kita bertanya: apakah kekontinuan seragam juga mempertahankan
sifat diferensiabilitas? Pertanyaan ini penting mengingat dalam aplikasi kita seringkali

P
menaksir sebuah fungsi f dengan suatu deret fn (misalnya), dan kemudian kita
n=1
menginginkan

X
f 0 (x) = fn0 (x).
n=1

Jawaban untuk pertanyaan ini ternyata negatif. Sebagai contoh, fungsi f yang didefi-
nisikan sebagai jumlah deret berikut

X
f (x) := 2−k cos(3k x)
k=1

merupakan fungsi yang kontinu di setiap titik tetapi tidak mempunyai turunan di titik
manapun (lihat Bartle & Sherbert). Padahal, jumlah parsial deret ini mempunyai
turunan di setiap titik dan membentuk barisan yang konvergen seragam ke f . Jadi,
kekonvergenan seragam dari suatu barisan fungsi yang mempunyai turunan ternyata
tidak menjamin bahwa limitnya mempunyai turunan.
Teorema berikut memberikan suatu syarat cukup agar sebuah barisan fungsi
mempertahankan sifat diferensiabilitas.

Teorema 1. Misalkan I ⊆ R adalah suatu interval terbatas dan hfn i adalah barisan
fungsi pada I. Misalkan terdapat x0 ∈ I sedemikian sehingga hfn (x0 )i konvergen dan
138 Hendra Gunawan

barisan hfn0 i terdefinisi dan konvergen seragam ke suatu fungsi g pada I. Maka, hfn i
konvergen seragam ke suatu fungsi f pada I dengan f 0 (x) = g(x), x ∈ I.

Bukti. Misalkan a < b adalah titik ujung interval I dan x ∈ I sembarang. Jika
m, n ∈ N, maka menurut Teorema Nilai Rata-rata (untuk turunan) terdapat y di
antara x0 dan x sedemikian sehingga

0
fm (x) − fn (x) = fm (x0 ) − fn (x0 ) + (x − x0 )[fm (y) − fn (y)].

Akibatnya, kita peroleh

0
kfm − fn kI ≤ |fm (x0 ) − fn (x0 )| + (b − a)kfm − fn0 kI .

Menurut hipotesis dan Kriteria Cauchy (Teorema 6, Bab 16), hfn i konvergen seragam
pada I. Sebutlah f := lim fn . Karena fn kontinu pada I untuk tiap n ∈ N, maka f
n→∞
juga kontinu pada I.
Untuk menunjukkan bahwa f mempunyai turunan di sembarang titik c ∈ I,
kita terapkan lagi Teorema Nilai Rata-rata terhadap fm − fn pada interval dengan
titik ujung c dan x. Dalam hal ini terdapat z di antara c dan x sedemikian sehingga

0
[fm (x) − fn (x)] − [fm (c) − fn (c)] = (x − c)[fm (z) − fn0 (z)].

Jadi, dalam hal x 6= c, kita peroleh



fm (x) − fm (c) fn (x) − fn (c) 0
− ≤ kfm − fn0 kI .
x−c x−c

Karena hfn0 i konvergen seragam pada I, untuk  > 0 sembarang terdapat N ∈ N


sedemikian sehingga jika m, n ≥ N dan x 6= c, maka

fm (x) − fm (c) fn (x) − fn (c)
− ≤ .
x−c x−c

Jika kita ambil limit dari ruas kiri (terhadap m), maka kita dapatkan

f (x) − f (c) fn (x) − fn (c)

x−c − ≤
x−c

untuk n ≥ N dan x 6= c. Selanjutnya, karena lim fn0 (c) = g(c), maka terdapat
n→∞
M ∈ N sedemikian sehingga |fn0 (c) − g 0 (c)| <  untuk n ≥ M . Sekarang misalkan
Pengantar Analisis Real 139

0
K := maks {M, N }. Karena fK (c) ada, maka terdapat δK > 0 sedemikian sehingga
jika 0 < |x − c| < δK , maka

fK (x) − fK (c) 0

− fK (c) < .
x−c
Jadi, jika 0 < |x − c| < δK , maka (berdasarkan ketiga ketaksamaan di atas) kita
mempunyai
f (x) − f (c)

x−c − g(c) < 3.

Ini menunjukkan bahwa f 0 (c) ada dan sama dengan g(c). Karena c ∈ I sembarang,
kita simpulkan bahwa f 0 = g pada I.

Soal Latihan

1. Misalkan fn (x) := nx , x ∈ R. Selidiki apakah limit dan turunan dapat bertukar


untuk barisan fungsi ini.
n
2. Misalkan fn (x) := xn , x ∈ [0, 1]. Buktikan bahwa hfn i konvergen seragam
ke suatu fungsi f yang mempunyai turunan pada [0, 1], dan hfn0 i konvergen ke
suatu fungsi g pada [0, 1], tetapi f 0 (1) 6= g(1).

17.2 Fungsi Eksponensial

Dalam Kalkulus, kita mendefinisikan fungsi eksponensial E(x) := ex sebagai


Rx
invers dari fungsi logaritma L(x) := ln x := 1 1t dt, x > 0. Namun, daripada meng-
ulang apa yang telah kita pelajari dalam Kalkulus, kita akan mempelajari suatu cara
lain mendefinisikan fungsi eksponensial, yaitu dengan meninjau Masalah Nilai Awal

E 0 (x) = E(x), E(0) = 1. (3)

Perhatikan bahwa Masalah Nilai Awal ini setara dengan persamaan integral
Z x
E(x) = 1 + E(t) dt.
0

Untuk mendapatkan solusinya, kita lakukan iterasi Picard dengan hampiran awal
E0 (x) := 1 dan
Z x
En+1 (x) := 1 + En (t) dt, n = 0, 1, 2, . . . .
0
140 Hendra Gunawan

Dalam hal ini, kita akan memperoleh barisan fungsi


x xn
En (x) := 1 + + ··· + , n = 0, 1, 2, . . . ,
1! n!
yang memenuhi
0
En+1 (x) = En (x), n = 0, 1, 2, . . . .

Sekarang marilah kita pelajari barisan fungsi ini. Misalkan R > 0. Jika |x| ≤ R
dan m > n > 2R, maka
xn+1 xm
|Em (x) − En (x)| = + ··· +

(n + 1)! m!

Rn+1 h R  R m−n−1 i
≤ 1 + + ··· +
(n + 1)! n n
n+1
2R
< .
(n + 1)!
n
Karena lim Rn! = 0, kita simpulkan bahwa barisan hEn i konvergen seragam pada
n→∞
[−R, R] untuk R > 0 sembarang.
Sebagai akibatnya, kita mempunyai teorema berikut.

Teorema 2. Barisan hEn i konvergen titik demi titik ke suatu fungsi E yang kontinu
pada R, dengan E(0) = 1.

Bukti. Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa hEn (x)i konvergen untuk tiap
x ∈ R. Definisikan E : R → R dengan

E(x) := lim En (x), x ∈ R.


n→∞

Karena setiap x ∈ R termuat dalam suatu interval [−R, R], maka E kontinu pada R.
Selanjutnya, karena En (0) = 1 untuk tiap n, maka E(0) = 1.

Lebih jauh, kita mempunyai:

Teorema 3. E mempunyai turunan dengan E 0 (x) = E(x) untuk tiap x ∈ R.


0
Bukti. Mengingat bahwa En mempunyai turunan dan En+1 (x) = En (x) untuk tiap
0
n = 0, 1, 2, . . . , barisan hEn i juga konvergen seragam ke E pada sembarang interval
[−R, R]. Menurut Teorema 1,

E 0 (x) = lim En+1


0
(x) = lim En (x) = E(x),
n→∞ n→∞
Pengantar Analisis Real 141

pada sembarang interval [−R, R]. Dengan demikian, E 0 (x) = E(x) untuk tiap x ∈
R.

Akibat 4. Fungsi E mempunyai turunan ke-k untuk tiap k ∈ N, dengan E (k) (x) =
E(x) untuk tiap x ∈ R.

Teorema 5. Fungsi E yang memenuhi Masalah Nilai Awal (3) adalah tunggal.
Teorema 6. Fungsi E yang memenuhi Masalah Nilai Awal (3) bersifat:
(i) E(x) 6= 0 untuk tiap x ∈ R;
(ii) E(x + y) = E(x)E(y) untuk tiap x, y ∈ R;
(iii) Jika e = E(1), maka E(r) = er untuk tiap r ∈ Q.

Soal Latihan

1. Buktikan jika x > 0, maka E(x) > 1 + x.

2. Buktikan Teorema 5.

17.3 Pertukaran Limit dan Integral

Sekarang mari kita periksa apakah kekonvergenan titik demi titik memperta-
hankan keterintegralan. Misalkan fn (x) := nx(1 − x2 )n , x ∈ [0, 1] (Soal 16.1 No.
R1
2(b). Barisan fungsi ini konvergen ke fungsi f ≡ 0 pada [0, 1]. Di sini 0 f (x) dx = 0,
sementara
Z 1 Z 1
n (1 − x2 )n+1 1 n
fn (x) dx = n x(1 − x2 )n dx = − = .
0 0 2 n + 1 0 2(n + 1)

Jadi, kita peroleh


Z 1
1
lim fn (x) dx = .
n→∞ 0 2
Dengan demikian, untuk barisan fungsi ini, kita melihat bahwa
Z 1 Z 1
lim fn (x) dx 6= f (x) dx.
n→∞ 0 0

Perlu dicatat di sini bahwa hfn i tidak konvergen seragam ke f .


142 Hendra Gunawan

Pertanyaannya sekarang adalah: bilakah limit dan integral dapat bertukar tem-
pat, yakni bilakah
Z b Z b
lim fn (x) dx = lim fn (x) dx?
n→∞ a a n→∞
Teorema berikut menyatakan bahwa kekonvergenan seragam mempertahankan keter-
integralan dan menjamin bahwa limit dan integral dapat betukar tempat.

Teorema 7. Misalkan fn terintegralkan pada I := [a, b] untuk tiap n ∈ N dan hfn i


konvergen seragam ke f pada [a, b]. Maka, f terintegralkan pada [a, b] dan
Z b Z b
lim fn (x) dx = f (x) dx.
n→∞ a a

Bukti. Diberikan  > 0, pilih N ∈ N sedemikian sehingga untuk setiap m ≥ N berlaku



kf − fm kI < .
4(b − a)

Selanjutnya, karena fN terintegralkan, maka menurut Kriteria Riemann, terdapat


partisi P := {x0 , x1 , . . . , xn } dari I sedemikian sehingga

U (P , fN ) − L(P , fN ) < .
2

Sementara itu, karena |f (x) − fN (x)| ≤ 4(b−a) untuk tiap x ∈ I, maka


Mj (f ) ≤ Mj (fN ) +
4(b − a)

dengan Mj (f ) := sup f (x) dan Mj (fN ) := sup fN (x). Jadi, kita peroleh
xj−1 ≤x≤xj xj−1 ≤x≤xj


U (P , f ) ≤ U( P , fN ) + .
4
Dengan cara yang serupa, kita juga peroleh

L(P , fN ) − ≤ L(P , f ).
4
Akibatnya, kita dapatkan
  
U (P , f ) − L(P , f ) ≤ U (P , fN ) − L(P , fN ) + < + = .
2 2 2
Ini membuktikan bahwa f terintegralkan pada I.
Pengantar Analisis Real 143

Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa limit dan integral dapat bertukar tem-
pat, kita amati bahwa
Z Z
b Z b b
f (x) dx − fm (x) dx = [f (x) − fm (x)] dx ≤ kf − fm kI (b − a).


a a a

Karena lim kf −fm kI = 0, maka nilai di ruas kiri mestilah menuju ke 0 bila m → ∞,
m→∞
sehingga
Z b Z b
f (x) dx = lim fm (x) dx,
a m→∞ a
sesuai dengan harapan kita.

Soal Latihan

1. Misalkan gn (x) := nx(1 − x)n , x ∈ [0, 1]. Selidiki kekonvergenan hgn i dan
R1
h 0 gn (x) dxi.

2. Misalkan hfn i adalah barisan fungsi yang terintegralkan pada [a, b], yang kon-
vergen (titik demi titik) ke suatu fungsi yang terintegralkan pada [a, b]. Misal-
kan pula bahwa terdapat B > 0 sedemikian sehingga |fn (x)| ≤ B untuk tiap
x ∈ [a, b] dan n ∈ N. Buktikan bahwa
Z b Z b
lim fn (x) dx = f (x) dx.
n→∞ a a
144 Hendra Gunawan

18. DERET PANGKAT

18.1 Deret Pangkat dan Interval Kekonvergenannya

Pada Bab 16 (dan, jauh sebelumnya, yaitu pada Bab 5) kita telah membahas

1
xn , yang konvergen (titik demi titik) ke 1−x
P
deret geometri untuk |x| < 1. Pada
n=0

xn
P
Bab 17, tepatnya pada Sub-bab 17.2, kita berurusan dengan deret n! , yang kon-
n=0
vergen (seragam) pada sembarang interval [−R, R], R > 0. Kedua deret ini termasuk
dalam keluarga deret pangkat
X∞
an (x − c)n , (4)
n=0
yang akan kita pelajari secara lebih mendalam sekarang.
Deret pangkat (4) jelas konvergen untuk x = c. Teorema berikut menunjukkan
bahwa sebuah deret pangkat secara umum konvergen pada suatu interval yang ber-
pusat di c.

an (x − c)n konvergen untuk x = x0 , maka deret tersebut
P
Teorema 1. Jika deret
n=0
juga konvergen (mutlak) untuk x dengan |x − c| < |x0 − c|.

an (x0 − c)n konvergen, maka an (x0 − c)n → 0 bila n → ∞.
P
Bukti. Karena
n=0
Akibatnya, barisan han (x0 − c)n i terbatas, yakni terdapat M sedemikian sehingga

|an (x0 − c)n | ≤ M, n = 0, 1, 2, . . . .

Sekarang misalkan |x − c| < |x0 − c|. Maka


|x − c|
r= < 1.
|x0 − c|
Akibatnya

|an (x − c)n | = |an (x0 − c)n |.rn ≤ M.rn , n = 0, 1, 2, . . . .


Pengantar Analisis Real 145

∞ ∞
rn konvergen, maka menurut Uji Banding deret an (x − c)n juga
P P
Karena deret
n=0 n=0
konvergen (mutlak).

Untuk selanjutnya, himpunan semua bilangan x ∈ R di mana deret pangkat



an (x − c)n konvergen disebut interval kekonvergenan deret tersebut. Jika titik
P
n=0
ujung interval kekonvergenan tersebut adalah c − R dan c + R (dengan R ≥ 0), maka

an (x − c)n . Interval kekonvergenannya
P
R disebut jari-jari kekonvergenan deret
n=0
dalam hal ini adalah (c−R, c+R), (c−R, c+R], [c−R, c+R), atau [c−R, c+R]. Jika
interval kekonvergenannya adalah R, maka jari-jari kekonvergenannya tak terhingga.

xn adalah (−1, 1), jari-jari
P
Contoh 2. (a) Interval kekonvergenan deret geometri
n=0
kekonvergenannya sama dengan 1.

xn
P
(b) Interval kekonvergenan deret n! adalah R. [Ingat bahwa deret ini konvergen
n=0
pada sembarang interval [−R, R], R > 0.]

Soal Latihan

1. Tentukan interval kekonvergenan deret pangkat berikut. (Petunjuk. Gunakan


subsitusi peubah, misal t = x − 1 untuk deret pertama.)


(x − 1)n .
P
(a)
n=0

xn
P
(b) 2n .
n=0

x2n
P
(c) n!
n=0

18.2 Jari-jari Kekonvergenan

Pada sub-bab terdahulu kita telah membuktikan bahwa sebuah deret pangkat

an (x − c)n senantiasa konvergen pada suatu interval yang berpusat di c. Teorema
P
n=0
berikut memberi kita rumus jari-jari kekonvergenannya.
146 Hendra Gunawan

a
n
Teorema 3. Misalkan lim ada atau tak terhingga, katakanlah sama dengan
n→∞ an+1

an (x−c)n konvergen bila |x−c| < R dan divergen bila |x−c| > R.
P
R. Maka, deret
n=0

Bukti. Misalkan 0 < R < ∞. (Kasus R = 0 atau tak terhingga diserahkan sebagai

an (x − c)n konvergen bila
P
latihan.) Menggunakan Uji Rasio, deret
n=0

n+1 (x − c)n+1
a 1
lim = · |x − c| < 1,
n→∞ an (x − c)n R

yakni bila
|x − c| < R.

Uji Rasio juga memberi tahu kita bahwa deret akan divergen bila |x − c| > R.

Catatan. Teorema di atas tidak memberi tahu kita perihal kekonvergenan deret untuk
x = c ± R. Namun, kita dapat memeriksa kedua kasus tersisa ini secara tersendiri,
dengan menggunakan pengetahuan kita tentang deret bilangan.

xn , kita mempunyai an = 1 untuk tiap
P
Contoh 4. (a) Untuk deret geometri
n=0
n ∈ N. Karena itu, jari-jari kekonvergenannya adalah
a
n
R = lim = 1.
n→∞ an+1

Jadi deret konvergen bila |x| < 1 dan divergen bila |x| > 1. Untuk x = ±1, deret
jelas divergen. Dengan demikian, interval kekonvergenan deret adalah (−1, 1), seba-
gaimana telah kita ketahui sebelumnya.

xn 1
P
(b) Untuk deret n! , kita mempunyai an = n! untuk tiap n ∈ N. Karena itu,
n=0
jari-jari kekonvergenannya adalah
a
n
R = lim = lim (n + 1) = ∞.
n→∞ an+1 n→∞

Jadi deret konvergen untuk setiap x ∈ R.


D a E
n
Apa yang terjadi bila barisan berosilasi, misalnya bila an adalah barisan
an+1
1, 1, 2, 2, 3, 3, . . . ? Teorema berikut memberi suatu cara lain menentukan jari-jari
kekonvergenan deret dengan koefisien demikian.
Pengantar Analisis Real 147

1
Teorema 5. Misalkan L := lim sup |an |1/n ada atau tak terhingga, dan R := .
n→∞ L

n
P
Maka, deret an (x − c) konvergen bila |x − c| < R dan divergen bila |x − c| > R.
n=0

Soal Latihan

1. Buktikan Teorema 3 untuk kasus R = 0 dan R = ∞.

2. Tentukan jari-jari kekonvergenan deret berikut, dan kemudian tentukan interval


kekonvergenannya.

xn
P
(a) n .
n=0

xn+1
P
(b) 2n .
n=0

x2n
P
(c) (2n)!
n=0

3. Buktikan Teorema 5.

18.3 Kekonvergenan Seragam Deret Pangkat

Teorema berikut menyatakan bahwa deret pangkat senantiasa konvergen ser-


agam pada sembarang interval kompak di dalam interval kekonvergenannya.

an xn , maka
P
Teorema 6. Jika R adalah jari-jari kekonvergenan deret pangkat
n=0
deret konvergen seragam pada sembarang interval kompak K ⊆ (−R, R).

Bukti. Hipotesis bahwa K kompak dan termuat dalam (−R, R) mengakibatkan


adanya suatu konstanta c < 1 sedemikian sehingga |x| < cR untuk tiap x ∈ K.
Karena itu,
|an xn | ≤ |an |cn Rn =: Mn , n = 0, 1, 2, . . . .

P
Menurut Uji Rasio, Mn konvergen. Akibatnya, berdasarkan Uji-M Weierstrass
n=0

an xn konvergen seragam pada K.
P
(Soal No. 3, Sub-bab 16.3),
n=0
148 Hendra Gunawan

Akibat 7. Jumlah suatu deret pangkat merupakan fungsi yang kontinu pada (−R, R),
dengan R adalah jari-jari kekonvergenan deret pangkat tersebut.

Akibat 8. Sebuah deret pangkat dapat diintegralkan suku demi suku (yakni, inte-
gral dan sigma dapat bertukar) pada sembarang interval kompak di dalam interval
kekonvergenannya.

Akibat 9. Sebuah deret pangkat dapat diturunkan suku demi suku (yakni, turunan
dan sigma dapat bertukar) di dalam interval kekonvergenannya. Persisnya, jika f (x) =
∞ ∞
an xn , maka f 0 (x) = nan xn−1 untuk |x| < R, dengan R adalah jari-jari kekon-
P P
n=0 n=1
∞ ∞
n
nan xn−1 juga mempunyai jari-jari
P P
vergenan deret an x . Lebih jauh, deret
n=0 n=1
kekonvergenan R.

Perhatikan bahwa dalam Akibat 9 kita mempunyai a0 = f (0) dan a1 = f 0 (0).


Jika fungsi f mempunyai turunan ke-n di titik c untuk tiap n ∈ N, maka kita dapat
(n)
menghitung koefisien Taylor an := f n!(c) untuk tiap n ∈ N dan memperoleh suatu
deret pangkat dengan koefisien-koefisien ini. Namun, tidak ada jaminan bahwa deret
pangkat yang dihasilkan konvergen ke f pada suatu interval terbuka yang memuat c.
Kekonvergenan deret pangkat tersebut bergantung pada suku sisa En dalam Teorema
Taylor (Teorema 5, Sub-bab 10.3). Dalam hal ini, kita mempunyai deret Taylor untuk
f di sekitar c, yaitu

X (x − c)n (n)
f (x) = f (c), x ∈ (c − R, c + R),
n=0
n!

jika dan hanya jika barisan hEn (x)i konvergen ke 0 untuk tiap x ∈ (c − R, c + R).

Soal Latihan

1. Buktikan Akibat 7.

2. Buktikan Akibat 8.

3. Buktikan Akibat 9.

an xn dapat diturunkan suku demi suku k kali
P
4. Buktikan bahwa deret pangkat
n=0
di dalam interval kekonvergenannya. Kemudian buktikan bahwa f (k) (0) = k!ak ,
untuk tiap k ∈ N.
Pengantar Analisis Real 149

∞ ∞
an xn dan bn xn konvergen ke suatu fungsi f yang sama
P P
5. Buktikan jika
n=0 n=0
pada suatu interval (−r, r) dengan r > 0, maka an = bn untuk tiap n ∈ N.
2
6. Buktikan dengan induksi bahwa fungsi f dengan f (x) = e−1/x untuk x 6= 0 dan
f (0) = 0 mempunyai turunan ke-k di 0, yaitu f (k) (0) = 0, untuk tiap k ∈ N.
(Jadi, fungsi f tidak dapat dinyatakan sebagai deret Taylor di sekitar 0.)
150 Hendra Gunawan

DAFTAR PUSTAKA

1. R.G. Bartle and D. Sherbert, Introduction to Real Analysis, 3rd ed., John Wiley
& Sons, 19xx.
2. K.G. Binmore, Mathematical Analysis, 2nd ed., Cambridge Univ. Press., 1982.

Anda mungkin juga menyukai