Anda di halaman 1dari 21

SOSIOLOGI PERTANAHAN

“RELASI KUASA”
STRATEGI PERTANAHAN DALAM PERSPEKTIF
FENOMENOLOGI DI DESA PRIGELAN KECAMATAN
PITURUH KABUPATEN PURWOREJO – JAWA TENGAH

KELOMPOK IX (KELAS A) :

1. BUNGA MARETA DWIJANANTI NIT. 16252938


2. I MADE DWI GUNARTA NIT. 16252947
3. SYARLI SYANURISMA NIT. 16252964

DOSEN INSTRUKTUR :
ARISTIONO NUGROHO, A.Ptnh., M.Si.

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BPN


SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2018
A. PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN RELASI KUASA


Salah satu strategi pertanahan yang di lakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan petani adalah dengan “Relasi Kuasa”. Di mana
dalam relasi kuasa ini semua yang terlibat di dalamya baik pemerintah desa
maupun petani diberi kesempatan untuk berkontribusi sesuai dengan
perannya masing-masing dalam hal mencapai kesejahteraan sehingga
sinergitas antara pemerintah desa dan petani sangat diperlukan .Ketua
kelompok tani yang dalam hal ini mewakili para petani serta pemerintah desa
yang mewakili desa haruslah dapat mewakili kepentingan masing-masing
serta mampu bekerjasama untuk mewujudkan kepentingan tersebut , hal ini
mutlak diperlukan untuk mengatasi timbulnya potensi konflik pada hubungan
antar aktor yang terlibat didalam relasi kuasa itu sendiri. Poin inilah yang di
sebut sebagai “Skema Resolusi Konflik”.
Adapun pengertian dari Relasi Kuasa ini adalah merupakan hubungan
antara suatu golongan atupun kelompok yang mewakili suatu kepentingan
baik individu maupun kumpulan berdasarkan prinsip dan perspektif masing
masing yang di dalam kehidupan sehari-hari mengaruhi kehidupan mereka.
Adapun bagian dari relasi kuasa ini antara lain :
1. Pemerintah desa sebagai pihak yang menerapkan strategi pertanahan
2. Petani merupakan sasaran strategi pertanahan
3. Gabungan Kelompok Tani
4. Kelompok tani (gapoktan) sebagai pihak yang memperjuangkan
kepentingan para petani
Tidak selamanya relasi kuasa di dalam interaksi sosial ini
menimbulkan dampak yang positif ada kalanya suatu relasi kuasa ini malah
menciptakan konflik dan kemiskinan hal ini terjadi karena para aktor yang
terlibat di dalam relasi kuasa tidak mempunyai sinergitas peran yang baik
untuk mewujudkan kepentingannya secara bersama hanya mengejar untuk
kepentingan individu atau kelompok masing-masing, jadi dengan
menghindari dua hal tersebut dapat dibangun relasi kuasa yang mendukung
penerapan strategi pertanahan yang baik oleh pemerintah desa.
Selanjutnya dalam membentuk suatu strategi pertanahan ada dua hal
yang harus di jadikan sebagai pedoman, yaitu rasionalitas dan demarjinalisasi,
rasionalitas merupakan suatu rencana dari suatu sistem kekuasaan apakah
strategi pertanahan itu dapat dilaksanakan sehingga tidak menimbulkan
pertentangan terhadap para pihak yang berkepentingan. Sedangkan
demarjinalisasi di dalam hal ini adalah merupakan suatu tindakan dari pihak
yang berkuasa untuk tidak mengabaikan hak-hak yang semestinya didapat
oleh pihak – pihak yang termajinalkan dalam konteks ini adalah para petani.

2. MANFAAT RELASI KUASA


Angus Stewart (dalam Agusta, 2008:266-267) membagi kekuasaan
dua bagian yaitu :
1. Power Over, kekuasaan yang hadir dalam bentuk dominasi, kekuasaan
jenis ini dipandang sebagai alat strategis untuk mencapai tujuan, melalui
mobilisasi sumberdaya
2. Power to, kekuasaan yang hadir dalam pemberdayaan, kekuasaan jenis ini
sebagai wujud otonomi masyarakat, melalui proses intersubyektif yang
mampu menciptakan solidaritas bersama.
Kekuasaan memproduksi pengetahuan dan pengetahuan menyediakan
kekuasaan. Dua hal ini merupakan sesuatu yang saling terkait.Kekuasaan
tidak selalu bekerja melalui penindasan dan represi, melainkan juga dapat
melalui normalisasi dan regulasi. Hubungan para aktor yang terlibat dalam
relasi kuasa ini dapat berwujud dalam bentuk kerjasama dan dapat pula dalam
bentuk konflik. Hal ini di pengaruhi karena ideologi politik/kekuasaan dan
orientasi ekonomi yang dianut oleh para aktor (Innah, 2012:98).
Manfaat relasi kuasa ini sangat ditentukan oleh format relasi kuasa di
desa tersebut ,
1. Penerapan Power Over Relation, bertujuan untuk memberdayakan
para petani, di mana relasi kuasa ini di gunakan untuk menggerakkan
segala sesuatu yang dimiliki oleh para petani baik materi maupun fisik
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Penerapan Power To Relation, bertujuan agar segala sesuatu yang
dilakukan oleh pemerintah desa dapat dipahami dengan baik oleh
petani, di mana relasi kuasa disini digunakan untuk menciptakan rasa
kebersamaan serta kebebasan agar mencapai kesejahteraan di
kalangan petani.
Modal utama yang terdapat di dalam pelaksanaan relasi kuasa di Desa
Prigelan ini adalah terletak pada kepercayaan petani terhadap Pemerintah
Desa Prigelan, dimana hal ini akhirnya menimbulkan sutu kerjasama yang
baik antara keduanya untuk mendukung strategi pertanahan di daerah
tersebut, kepercayaan inilah yang harus dijaga oleh kedua belah pihak baik
antara Pemerintah Desa Prigelan maupun para petani agar Relasi Kuasa ini
dapat berjalan secara konsisten sehingga dapat diteruskan dan diturunkan
untuk generasi berikutnya bagi kesejahteraan petani di Desa Prigelan.
Dengan menggunakan relasi kuasa ini, Pemerintah Desa Prigelan
berusaha untuk mempetemukan kepentingan para petani yang beraneka
ragam untuk mencapai tujuan bersama.

B. PERSPEKTIF FENOMENOLOGI

1. SUBSTANSI TEORI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fenomenologi adalah ilmu
tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagai ilmu
yang mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat. Sedangkan menurut
wikipedia, Fenomenologi merupakan sebuah studi dalam bidang filsafat yang
mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomenologi dalam
filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang
mempelajari arti daripada fenomena ini.
Fenomenologi merupakan perspektif sosiologi yang memfokuskan
pada kehidupan sehari-hari selain interaksionisme simbolik, dramaturgi, teori
labeling, ethnometodologi, sosiologi eksistensial, dan sosiologi postmodern.
Di antara perspektif-perspektif teoretis tersebut terdapat ide yang sama, yakni
dengan mempertahankan integritas fenomena.
Teori fenomenologi dalam kaitannya dengan sosiologi dikenal luas
sejak tahun 1960-an. Fenomenologi sebagai salah satu cabang filsafat
pertama kali dikembangkan di universitas-universitas Jerman sebelum Perang
Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian dilanjutkan oleh
Martin Heidegger dan yang lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya
Sartre memasukkan ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan
eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus eksistensialisme adalah
eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar atau jalan kehidupan subjek-subjek
sadar. Menurut Hegel, fenomena yang kita alami dan tampak pada kita
merupakan hasil kegiatan yang bermacam-macam dan runtutan konsep
kesadaran manusia serta bersifat relatif terhadap budaya dan sejarah. Husserl
menolak pandangan Hegel mengenai relativisme fenomena budaya dan
sejarah, namun dia menerima konsep formal fenomenologi Hegel serta
menjadikannya prinsip dasar untuk perkembangan semua tipe fenomenologi:
fenomenologi pengalaman adalah apa yang dihasilkan oleh kegiatan dan
susunan kesadaran kita. Menurut Husserl, fenomena adalah realitas sendiri
yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subyek dengan
realitas, karena realitas itu sendiri yang tampak bagi subyek. Dengan
pandangan seperti ini, Husserl mencoba mengadakan semacam revolusi
dalam filsafat Barat. Hal demikian dikarenakan sejak Descartes, kesadaran
selalu dipahami sebagai kesadaran tertutup, artinya kesadaran mengenal diri
sendiri dan hanya melalui jalan itu dapat mengenal realitas. Sebaliknya
Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah pada realitas, dimana kesadaran
bersifat intensional, yakni realitas yang menampakkan diri. (Kuswarno 2009)

2. PERKEMBANGAN TEORI
Pada awal perkembangannya, fenomenologi memiliki ciri-ciri yaitu
descriptive phenomenology, yakni pembuktian secara deskriptif atau dua
bentuk temuan, yaitu permasalahan dan objek sebagai permasalahan.
Pembagian ini tampaknya cukup berpengaruh kemudian, yakni pada
terbentuknya empat percabangan besar yang dikenal dalam fenomenologi.
a. Realistic Phenomenology
Percabangan ini menekankan pada pencarian persoalan universal
manusia ditinjau dari berbagai objek yang meliputi, tindakan, motif
tindakan, serta nilai kepribadian. 
b. Constitutive Phenomenology
Gambaran tentang cabang ini adalah seperti pendapat Husserl yang
kemudian dikembangkan oleh Oskar Becker, Aron Gurwitsch dan
Elizabeth Stoker yaitu refleksi tentang metode transcendental
phenomenological epoche, dan penyederhanaannya. Prosedur ini meliputi
keraguan terhadap penerimaan status kehidupan kesadaran sebagai hal
yang ada di dunia dan juga adanya keraguan sebagaimana ditunjukkan
dalam pemahaman intersubjektif untuk dunia dan untuk menempatkan
constitutive phenomenology dalam tradisi modern yang kembali pada
pemikiran Immanuel Kant dan juga mencirikan hasil pemikiran Husserl.
Selain hal itu, fenomenologi yang dikembangkan di Amerika oleh
Alferd Schultz (tokoh kunci perkembangan fenomenologi dan
penerapannya di bidanga sosiologi di Amerika), masyarakat membentuk
dunianya sendiri melalui kesadaran constitutive maupun kesadaran
reconstitutive yang melakukan tindakan apa adanya (taken for granted).
Dalam kaitan itu Schutz menyarankan hendaknya penelitian sosial lebih
memfokuskan pada dunia kehidupan sehari-hari.
Realitas berada dalam kegiatan intersubjektive sehingga ciptaan dari
pikiran selalu berada dalam proses interaksi para aktor yang terlibat dalam
kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, Ritzer menyadari bahwa walaupun
masyarakat mempunyai seperangkat pengetahuan tentang dunianya namun
stock of knowledge tersebut ternyata juga tidak sempurna dalam
menginterpretasikan objek tersebut. Stock of knowledge itu sendiri terdiri
atas akal sehat dan kategori dimana asal dunia sosial itu.
c. Existential Phenomenology
Perkembangan percabangan ini bermula dari pemikiran Martin
Heidegger yang menggunakan kehidupan manusia sebagai cara dalam
ontologi fundamental yang bergerak melampaui ontologi regional yang
disampaikan oleh Husserl. Setelah Martin Heidegger, Hannah Arendt
menjadi orang pertaman yang menggunakan fenomenologi eksistensial
dengan kecenderungan pemikirannya pada topik-topik seperti tindak
kekerasan, kekuasaan, dan kematian. Di samping Arendt, masih banyak
tokoh yang mengembangkan fenomenologi eksistensial seperti dalam isu
gender, hari tua, kebebasan, dan kesusasteraan.
d. Hermeunitical Phenomenology
Yang membedakan fenomenologi hermeunitik adalah pada metode
interpretasi. Fenomenologi hermeunitik berkembang lebih mendunia
dengan isu pemikiran ke arah antropologi, filsafat, ekologi, gender,
etnisitas, agama, dan teknologi. Perkembangan tersebut juga mencakup
perhatian pada estetika, etika, filsafat manusia, politik. (Agus Salim,
2006 : 170-174)
Sebagai sebuah teori, Fenomenologi tak luput dari variasi pemikiran
beberapa tokoh. Berikut ini merupakan sejarah perkembangan teori
Fenomenologi.

Tahun Keterangan
1788 Publikasi Immanuel Kant berjudul Critique of Practical Reason.
Georg Hegel mempublikasikan karyanya yang terjemahannya
1807
berjudul The Phenomenology of Mind.
Dalam karyanya Logical Investigations, Edmund Husserl
1900-01 meletakkan dasar-dasar fenomenologi. Ia dikenal sebagai founding
father perspektif teori itu.
Ernst Cassirer mempublikasikan karyanya yang kemudian pada
1929 tahun 1957 Penerj. Ralph Manheim dengan judul The Philosophy
of Symbolic Forms. Vol. 3 dan The Phenomenology of Knowledge.
Alfred Schutz melalui karyanya The Phenomenology of the Social
1932 World berusaha memperluas filsafat fenomenologi dalam teori
sosial.
Martin Heidegger menerbitkan karyanya Die Krisis der
europaischen Wissenschaften und die transzendentale
1936 Phanomenologie, yang kemudian pada tahun 1954 karya tersebut
diterjemahkan dengan judul The Crisis of European Sciences and
the Transcendental Phenomenology.
Edmund Husserl mengembangkan ide tentang dunia kehidupan
(lifeworld) dalam karyanya yang berjudul The Crisis of the
1936
European Sciences and Transcendental Phenomenology
(diterbitkan tahun 1936 diterjemahkan tahun 1970).
Martin Heidegger mempublikasikan Phanomenologie als strenge
1965
Wissesnchaft
Martin Heidegger mempublikasikan Zur Phanomenologie des
inneren Zeitbewutseins yang kemudian diterjemahkan dengan
1966
judul On the Phenomenology of the Consciousness pada tahun
1991.
Peter Berger dan Thomas Luckmann mempublikasikan The Social
1966 Costruction of Reality : A Treatise in the Sociology of Knowledge
yang merupakan perluasan fenomenologi ke level analisis makro.
Martin Heidegger menerbitkan Ideen zu einer reinen
Phanomenologie und phanomenologischen Philosophie, yang
1976
kemudian diterjemahkan dengan judul Ideas Pertaining to a Pure
Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy.
Dorothy Smith mengombinasikan pendekatan fenomenologi
1987 dengan feminisme dalam menuliskan karyanya yang berjudul The
Everyday World as Problematic : A Feminist Sociology.
Judith Butler mempublikasikan karyanya yang berjudul
1988 “Performative Acts & Gender Constitution : An Essay in
Phenomenology and Feminist Theory”.
Sandra Lee Bartky professor feminis pertama menerbitkan
1990 Feminity and Domination : studies in the Phenomenology of
Oppression.
Ernst Cassirer mempublikasikan Philosophie der symbolischen
1997
Formen (Philosophy of Symbolic Forms). Dalam 3 Volume.
Lester Embree et al., eds. Mempublikasikan Encyclopedia of
1997
Phenomenology.

Sumber : (Haryanto 2012, 133)

Dalam perkembangannya, fenomenologi mempunyai pengaruh luas


baik dalam sosiologi kontemporer, teori postmodern, poststrukturalisme, teori
kritis, dan juga neofungsional. Dalam sosiologi kontemporer, pengaruh teori
fenomenologi dapat dilihat dari meningkatnya humanisasi, baik dalam
kerangka teori, metodologi riset, serta prosedur penilaian, dan model-model
instruksional dalam pendidikan.

C. GAMBARAN UMUM DESA PRIGELAN


1. KONDISI PERTANAHAN
Desa Prigelan yang terletak di wilayah bagian selatan Kecamatan Pituruh
ini menurut keterangan dari Camat Pituruh pada tahun 2015 lebih maju
dibanding wilayah utara baik dari segi penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatannya karena telah diatur sejak lama sehingga menjadi lebih
tertib. Luas Desa Prigelan adalah 152,292 Hadi mana sebesar 109 Ha adalah
berupa tanah sawah, hal ini didukung pula dengan sistem irigasi yang
distribusi yang airnya berasal dari Bendungan Wadas Lintang tidak pernah
kering sepanjang tahun. Berdasarkan data pada buku C Desa Prigelan yang
diperbarui pada tahun 1988 terdapat lebih dari 2000 bidang tanah. Dalam hal
sengketa dan konflik pertanahan selama ini di Desa Prigelan dapat diatasi
karena adanya Buku C Desa yang memuat data mutasi, jual beli, waris dan
lain-lain, dan pada tahun 2012 terdapat kegiatan SISMIOP (sistem
manajemen informasi obyek pajak) berupa pengukuran dan pemetaan bidang
tanah dengan hasil berupa buku dan peta yang dapat juga dijadikan sebagai
data pertanahan. Pada tahun 1990 dan 2008 di Desa Prigelan telah
dilaksanakan program legalisasi aset yaitu Prona di mana secara keseluruhan
bidang tanah yang telah disertifikasi mencapai lebih dri 50%. Menurut data
dari Kantor Pertanahan Purworejo minat pensertifikatan tanah di Desa
Prigelan ini tergolong rendah hal ini disebabkan karena adanya “Pologoro”
(pungutan dari desa untuk membiayai pembangunan di desa). Telah banyak
yang dilakukan oleh pemerintah Desa Prigelan untuk mensejahterakan dan
memberdayakan para petani, hal ini dilakukan antara lain dengan cara
melarang pemilikan tanah absentee, pemberian tanah seluas 60 ubin bagi para
petani yang tidak memiliki sawah, pelarangan alih fungsi lahan didaerah
tersebut. Untuk menciptakan suatu kesejahteraan serta keadilan terhadap para
petani di Desa Prigelan khususnya di bidang pertanahan, dalam hal ini
perangkat desa serta pengurus kelompok tani bekerja sama untuk menata
kembali nilai-nilai kultura Desa Prigelan, agar sistem sosialnya mampu
menghadapi guncangan modernitas.

2. KONDISI DEMOGRAFIS
Desa Prigelan terletak Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo.
Adapun secara geografis desa ini berbatasan dengan :
1. Sebelah utara : Desa Ngandagan dan Desa Wonosari
2. Sebelah timur : Desa Wonosari dan Desa Ngampel
3. Sebelah selatan : Desa Ngampel dan Desa Pituruh
4. Sebelah barat : Desa Pturuh dan Desa Karanganyar
Sebagian besar penduduk di Desa Prigelan ini berprofesi sebagai petani
sebagaimana mayoritas penduduk di Kecamatan Pituruh. Hasil komoditas
utama Desa Prigelan selain padi juga dikenal sebagai penghasil kedelai.
Penanaman kedelai dan padi di sawah, serta pemeliharaan ikan air tawar di
kolam ikan merupakan bentuk penggunaan dan pemanfaatan tanah di Desa
Prigelan. Adapun hal yang menghambat dalam proses pertanian di Desa
Prigelan ini khususnya terhadah komoditi kedelai yang merupakan komoditas
kedua mereka setelah padi, yaitu hujan salah mangsa (hujan yang tidak tepat
waktu) yang nantinya dapat memicu adanya serangan ulat terhadap tanaman
kedelai mereka. Kepala Desa Prigelan dari masa ke masa di jabat oleh :
1. Wongsodiharjo (sebelum tahun 1946)
2. Suparmin (1946-1986)
3. Suparno (1986-2002)
4. Jumari (2002-2012)
5. Maniso (2012-2017).
Desa Prigelan ini terdiri dari beberapa dusun antara lain Dusun Krajan
Kulon, Dusun Kuniran, Dusun Gamblok. Adapun beberapa kelompok tani Di
Desa Prigelan ini yaitu :
1. Gabungan Kelompok Tani Mekar Sari (Desa Prigelan)
2. Kelompok Tani Karya Tani II (Krajan Kulon)
3. Kelompok Tani Kunir Maju (Dusun Kuniran)
4. Kelompok Tani Wonodadi (Dusun Gamblok)
5. Kelompok Tani Ternak Subur Makmur (Krajan Kulon)
Kondisi alam Desa Prigelan subur atau dalam istilah jawanya “Subur
Kang Sarwa Tinandur” (subur bagi semua yang ditanam) sehingga harus
dikelola sebaik-baiknya demi kesejahteraan petani. Di Desa Prigelan terdapat
seorang warga tertua dengan usia 91 tahun yang bernama Mardiyono yang
mengetahui sebagian besar tentang kondisi pertanahan di Desa Prigelan.

3. KONDISI SOSIOGRAFIS
Jumlah penduduk di Desa Prigelan sebanyak 420 KK (kepala keluarga),
di mana 33 KK tergolong kedalam kepala keluarga miskin tetapi jumlah
penduduk miskin di Desa Prigelan ini termasuk yang paling rendah di
Kabupaten Purworejo. Desa Prigelan merupakan daerah dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani oleh karena itu telah
banyak yang diakukan baik dari pemerintah pusat hingga daerah maupun
pemerintah desa untuk lebih mensejahterakan kehidupan petani disana, salah
satunya dengan memberikan bantuan , antara lain :
1. Gapoktan Mekar Sari Desa Prigelan pada tahun 2013 menerima bantuan
sarana pascapanen kedelai dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
2. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Puworejo pada
tahun 2013 melaksanakan KKN (kuliah kerja nyata) berupa penyuluhan
kepada petani.
3. Bantuan Bupati Purworejo pada tahun 2010 kepada kelompok tani
“Karya Tani” berupa benih ikan, pakan ikan dan terpal.
Selain itu banyak hal yang dilakukan oleh pemerintah desa yang
bertujuan untuk mencapai kesejahteraan petani diantaranya dengan
menciptakan beberapa kelompok tani di beberapa dusun yang masuk ke
dalam Desa Prigelan dimana pemimpin kelompok tani ini diambil dari orang
orang yang juga duduk didalam perangkat desa, hal ini dilakukan agar apa
yang menjadi program desa juga mendapat dukungan dari kelompok tani
tersebut. Pada dasarnya masyarakat di Desa Prigelan merupakan masyarakat
yang santun dan mau dajak bekerjasama dalam hal memajukan kesejahteraan
petani sehingga apapun program dari Desa Prigelan dapat diterima dan
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat, sehingga terwujudlah apa yang
disebut sebagai harmoni sosial sebagai bukti nyata kemampuan masyrakat
untuk memberdayakan diri selain itu harmoni sosial juga tercipta manakala
Pemerintah Desa Prigelan menerapkan aturan untuk penguasaan, pemilikan,
penggunaan serta pemanfaatan tanah sehingga sistem sosial Desa Prigelan
yang tediri dari berbagai unsur dapat saling menyatu didalam suatu
keseimbangan.

D. PEMBAHASAN dan ANALISIS


1. NORMA SOSIAL
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku
dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan
berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya,
sering juga disebut dengan peraturan sosial. Di dalam norma sosial, tentu akan
menenal yang nama ny tingkatan bormal sosial. Tingjatan dalam norma sosial

1. Cara (usage)

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu
masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.

Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti
hewan.

2. Kebiasaan (folkways)

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang


sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan
dianggap baik dan benar.

Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu


kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3. Tata kelakuan (mores)

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup


dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan
pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam
tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan.

Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4. Adat istiadat (custom)


Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya
karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang
memilikinya.

Merujuk dari buku yang berjudul “Relasi Kuasa Dalam Strategi Pertanahn
di Desa Prigelan” masyarakat di desa Prigelan benar-benar mengikuti norma
sosial yang ada. Masyarakat menjalankan norma sosial yang ada dengan maksud
tujuan agar tidak terjadi perpecahan atau pertikaian antar sesama. Sebagai contoh,
ketika suatu aparat desa membuat sebuah kebijakan, kami ambil contoh dalam
kebijakan pertanahan, maka ketika petani kurang menyetujui kebijakan itu maka
serta merta petani tidak langsung menunjukkan perlawanan yang anarkis tetapi
masih dengan sukarela menjalankan kebijakan tersebut sambil memberikan
masukan kepada ketua kelompok tani dengan tujuan agar kebijakan tersebut dapat
dipertimbangkan lagi. Mereka melakukan protes secara santun. Sikap
merendahnya petani ini bukan berarti mereka kalah tetapi mereka lebih memilih
jalan damai untuk menyampaikan aspirasi mereka. Petani tidak melakukan
perlawanan secara terbuka dan perlawanan semacam ini seringkali tidak diakui
sebagai bentuk perlawanan dikarenakan tidak mengancam pihak manapun. Bentuk
resitensi antara lain tidak ikut gotong royong, berbohong, ngemplang dan
sabotase. Bentuk perlawanan tidak frontal ini dapat terjadi karena adanya
moralitas petani yang lebih mementingkan keselamatan dan keselarsan dibanding
konflik.

Selain hal di atas, norma social yang ada adalah melindungi petani yang
tak bersawah. Pemerintah desa menerapkan strategi pemilikan berupa penyerahan
1/6 tanah sawah dari petani yang memiliki sawah kepada pemerintah dan akan
digunakan untuk petani yang tidak memiliki sawah, petani yang tidak memiliki
sawah ini atau yang menerima tanah tersebut diwajibkan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang ada di desa seperti ronda malam dan pembangunan irigasi.
Hal ini semacam ganti rugi atau timbal balik dari petani yang tidak memiliki
sawah.
2. KEBUTUHAN PARA PIHAK

Berbicara tentang pihak, dalam relasi kuasa ini terdapat beberapa pihak
yang terlibat.

1. pemerintah desa

Kebutuhan dari pemerintah desa ini adalah bagaimana agar masyarakat


pada umum nya dan petani khusus nya memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
Untuk itulah dibuat berbagai kebijakan dan aturan agar para petani mendapat
keadilan dan kesejahteraan. Pemerintah desa pastinya membutuhkan dukungan
dari seluruh masyarakat baik itu Gabungan Kelompok Tani, Kelompok tani
ataupun petani itu sendiri agar kebijakan atau aturan yang dibuat dapat berjalan
dengan baik. Dengan kata lain pemerintah desa membutuhkan terwujudnya
strategi pertanahan di masyarakat desa Prigelan ini.

2. Gabungan kelompok tani

Gabungan kelompok tani ini merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah


desa untuk menyampaikan bantuan-bantuan yang akan dapat dipergunakan oleh
petani. Gabungan kelompok tani ini membutuhkan dukungan-dukungan dari
pemerintah dalam hal mensejahterakan para petani. Pihak pemerintah desa
menginginkan adanya gabungan kelompok tani ini agar bantuan atau apapun yang
brsifat penunjang produktivitas pertanian agar lebih terkoordinir

3. Kelompok tani

Kelompok tani merupakan perpanjangan tangan dari gabungan kelompok tani


agar bantuan-bantuan dari pemerintah dapat langsung sampai kepada para petani.
Kebutuhan kelompok tani ini tentu saja merupakan cerminan dari kebutuhan para
petani yang menginginkan adanya keadilan, kesejahteraan dan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
4. Petani

Petani adalah pelaksana dalan hal ini. Secara fisik tentu mereka menginginkan
atau membutuhkan sesusatu yang dapat menunjang kegiatan pertanian mereka
seperti pupuk, bibit, lahan sawah yang mencukupi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut
merupakan cerminan dari kebutuhan untuk mensejahterakan diri dan keluarga.
Dengan hasil pertanian yang meningkat ini tentu akan berakibat baik terhadap
perekonomian keluarga petani tersebut dimana petani tersebut akan ddapat
memenuhi kebutuhan keluarga nya.

Secara garis besar, kebutuhan para pihak ini adalah sama yaitu sesuatu
yang dapat meningkatkan kesejahteraan, menciptakan keadilan sehingga interaksi
antar pihak dapat berjalan harmonis dan ini tentunya akan sangat menguntungkan
bagi desa tersebut baik itu dari segi pemasukan kas daerah, pembangunan di des
tersebut atau pun keharmonisan antar sesama.

3. INTERPRETASI PARA PIHAK.

1. Pemerintah desa

Pemerintah desa membuat suatu kebijakan dengan maksud agar petani yang ada di
desa tersebut tetap dapat menjalankan aktivitas pertanian dan mendapat
keuntungan. Pemerintah desa berpandangan dengan adanya kebijakan seperti
tidak bole menjual tanah kepada orang-orang di luar desa Prigelan maka petani
akan sepenuhnya merasakan hasil dari pertanian ini. Petani tidak lagi menjadi
penonton ketika panen dilakukan oleh masyarakat dari luar padahal tanah sawah
merupakan tanah sawah di desa Prigelan dan masyarakat desa Prigelan sama
sekali tidak merasakan hasilnya. Kebijakan tersebut tidak akan berjalan tanpa
adanya kerjama antar pihak. Untuk itu pemerintah Desa menginterprtasikan
bahwa relasi kuasa adalah alat unutk mendorong telaksananya stategi pertanahan
ini.

2. Gabungan kelompok tani


Gabungan kelompok tani memiliki pandangan yang sama dalam hal ini. Hanya
saja, ketika kebijakan adanya 1/6 tanah dari pemilik sawah harus diberikan kepada
pemerintah dan pemerintah memberikan kepada petani yang tidak memiliki
sawah, para gabungan kelompok tani ingin membuat keadilan agar para
masyarakat kaya yang tidak memiliki sawah juga ikut berkontribusi dalam
memakmurkan desa tersebut yaitu dengan cara nemberi uang dengan besaran
yang sama dari 1/6 tanah tersebut.

Jika dilihat sekilas lalu, memang terkesan Gabungan Kelompok Tani seperti
melakukan perlawanan terhadap kebijakan tetapi dari bila dimaknai dan dilihat
secara mendalam, hal ini justru menimbulkan kebaikan bagi masyarakat desa. Hal
ini agat tidak terjadi nya kesenjangan sosial antara masyarakt yang memiliki tanah
sawah dengan masyarakat kaya yang tidak memiliki tanah sawah padahal mereka
sama-sama menikmati hasil dari tanah sawah tersebut.

3. Kelompok tani

Tujuan dari adanya kelompok tani ini adalah bagaimana caranya agar hasil dan
pendapatan para petani meningkat. Untuk itu, kelompok tani sangat mendukung
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah desa dan gabungan kelompok
tani. Kelompok tani berpandangan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut akan
menimbulkan konsekuensi positif terhadap para petani

4. petani

Dengan adanya kebijakan yang mengharuskan 1/6 dari tanah oleh pemilik tanah
sawah yang kemudian diberikan hak garap kepada petani yang tidak memiliki
sawah, perilaku ini penting bagi petani yaitu dengan memberi perhatian kepada
petani yang tidak memiliki sawah.

Inilah cara petani menginterpretasikan lingkungan dalam frame kepentingan


petani, yaitu ketika pengetahuan tentang makhluk sosial yang menuntut pemilik
tanah sawah agar melakukan atau menerapkan kebijakan tersebut.
Ketika adanya kebijakan untuk tidak menjual tanah sawah kepada orang luar,
petani yang teletak di desa yang jauh dan terpencil menginterpretasikan kebijakan
ini sebagai hal yang akan merugikan mereka. Tetapi setelah diberi masukan dan
sosialisai mereka menjadi mengerti dan mendukung kebijakan ini.

4. PENGENDALIAN SOSIAL

Pengendalian sosial dapat diartikan adalah bagaimana agar suatu tatanan


atau aturan dapat berjalan dengan baik. Pengendalian ini perlu dilakukan agar
tidak terjadi hal-hal yang menyimpang.

Seperti yang diketahui, pemerintah desa membuat kebijakan atau strategi


dalam hal penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan. Dalam hal
pengusaaan, yaitu adanya kewajiban pemilik tanah sawah untuk menyerahkan
hak garap atas tanah sawah seluas 1/6 bagian tanah sawahnya kepada pemerintah
desa. Pemerintah desa akan memberikan hak garap tanah sawah ini kepada petani
yang tidak memiliki sawah. Dalam hal pemilikan, tidak diperbolehkannya
menjual tanah sawah dari desa prigelan kepada orang-orang luar desa kecuali
putra desa. Dalam hal penggunaan, adanya tanah telar yang sejak dahulu selalu
diusahakan oleh pemerintah desa agar dapat dimanfaatkan sebagai tanah sawah.
Dengan kata lain, pemerintah desa akan berusaha untuk tidak terjadinya konversi
dari tanah sawah ke tanah non pertanian atau tanah kebun campuran. Dalam hal
pemanfaatan, memanfaatkan tanah sawah yang ada dengan menanam sesuatu
yang dapat meningkatkan pendapatan dan hasil tani seperti padi dan kedelai yang
merupakan produktivitas teringgi di desa prigelan.

Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut tentunya pemerintah desa


akan berupaya agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik. Tujuan dari
adanya peraturan tersebut adalah sudah pasti untuk meningkatkan kesejahteraan
para petani. Agar peraturan tersebut dapat berjalan dengan baik dan para petani
akan lebih bersemangat dalam menjalan kegiatan tani nya maka perlu adaya
pengendalian, salah satu pengendalian tersebuat dengan adanya reward. Reward
ini dapat meningkatkan semangat para petani dan lebih termotivasi dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Reward tersebut adalah dapat berupa penghargaan
bagi petani yang dapat menghasilkan banyak produk tani dengan catatan tidak
melanggar kebijakan tersebut. Tentu para petani akan enggan menjual tanah
sawah mereka kepada orang luar dan hasil tani pun dapat dirasakan sepenuhnya
oleh masyarakat desa Prigelan.

Strategi pertanahan yang dilakukan dengan relasi kuasa ini tentunya tidak
serta mendapat respon positif dari semua kalangan masyarakat. Bagi mereka yang
tidak mendukung maka dilakukan dominasi terhadap mereka. Dominasi ini
dilakukan bukan untuk mengucilkan mereka tetapi dilakukan dengan maksud
untuk memberi kesadaran mereka arti penting dan manfaat yang dapat
ditimbulkan dari strategi pertanahan ini.

Selain itu, kebijakan atau strategi yang telah ada tersebut baik dalam hal
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan, secara tidak langsung
merupakan sebuah kendali atau yang disebut pengendalian sosial untuk
kepentingan bersama masyarakat Desa Prigelan. Strategi-strategi itu dibuat agar
tanah-tanah sawah tetap dapat digunakan secara penuh oleh masyarakat Desa
Prigelan dan hasilnya pun secara utuh dapat mereka rasakan. Selain itu merupakan
sebuah pengendalian untuk masyarakat desa agar bertindak selaku makluk sosial
yang juga memikirkan manusia lainnya.

E. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Relasi Kuasa ini adalah merupakan hubungan antara suatu golongan atupun
kelompok yang mewakili suatu kepentingan baik individu maupun kumpulan
berdasarkan prinsip dan perspektif masing masing yang di dalam kehidupan
sehari-hari mengaruhi kehidupan mereka. Adapun bagian dari relasi kuasa ini
antara lain :
1. Pemerintah desa sebagai pihak yang menerapkan strategi pertanahan
2. Petani merupakan sasaran strategi pertanahan
3. Gabungan Kelompok Tani
4. Kelompok tani (gapoktan) sebagai pihak yang memperjuangkan kepentingan
para petani
Fenomenologi merupakan perspektif sosiologi yang memfokuskan pada
kehidupan sehari-hari selain interaksionisme simbolik, dramaturgi, teori labeling,
ethnometodologi, sosiologi eksistensial, dan sosiologi postmodern. Di antara
perspektif-perspektif teoretis tersebut terdapat ide yang sama, yakni dengan
mempertahankan integritas fenomena.
Dari perspektif ini dapat terlihat, relasi antar pihak sudah berjalan dengan
baik. Terbukti dengan adanya strategi pemerintah desa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani yang kemudian didukung oleh Gabungan
kelompok Tani sebagai penyalur bantuan dari pemerintah serta Kelompok Tani
yang langsung bersentuhan dengan para petani yang kemudian juga sebagai
wadah aspirasi dari petani yang kemudian diteruskan kepada Gabungan
Kelompok Tani dan sampai pada pemerintah Desa.
Norma sosial yang ada di masyarakat ini merupakan senjata bagi mereka
untuk terus hidup secara damai dan rukun sehingga ketika suatu strategi
diterapkan mereka akan dengan bijak menyikapi nya meskipun tidak sesuai
keinginan mereka. Kebutuhan para pihak akan kesejahteraan dapat terlaksana dan
terwujud dengan baik karena adanya kerjasama atau relasi antar pihak .
Kebijakan-kebijakan yang ada yang dijadikan sebagai pengendali sosial di Desa
Prigelan ini sehingga masyarakat khususnya petani dapat melakukan kegiatan tani
dengan sepenuhnya dan merasakan hasil panen tersebut.

2. SARAN
Dilihat dari strategi atau kebiakan serta hasil tani di desa Prigelan, strategi
tersebut sedah berjalan dengan baik. Untuk ke depannya agar kebijakan atau
strategi ini tidak hanya sampai pada ranah pemerintahan Desa Prigelan tetapi juga
ada campur tangan atau partisipasi dari pemerintah tingkat atas seperti Kabupaten
sehingga hasil lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Haryanto, Sundung 2012, Spektrum teori sosial dari klasik hingga postmodern,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
Kuswarno, Engkus 2009, Metodologi penelitian komunikasi, fenomenologi:
konsepsi, pedoman dan contoh penelitiannya, Widya Padjadjaran,
Bandung.
Nugroho, Aristiono dkk. 2016, Relasi kuasa dalam strategi pertanahan di desa
Prigelan, STPN Press, Yogyakarta.
Salim, Agus 2006. Teori dan paradigma penelitian sosial, Tiara Wacana,
Yogyakarta.

Sumber Lainnya :
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Wikipedia Ensiklopedia Bebas

Anda mungkin juga menyukai