Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEMI SOLID SEDIAAN EMULSI

DI SUSUN OLEH :

DHINA MARYANA (1808010010)

NAUFAL

WANDA SAFIRA IRSALINA (1808010028)

AGUNG ROYAN MULYANI (1808010052)

MICHELIA CHAMPAKA (1808010055)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat-Nya kita bisa menyelesaikan makalah ini. Di sini kami menyajikan makalah
tentang “SEDIAAN EMULSI" yang kami pikir dapat bermanfaat bagi kami dalam
mempelajari seluk beluk obat.

Makalah ini dirancang untuk memenuhi tugas FORMULASI TEKNOLOGI


SEDIAAN SEMI SOLID. Dalam kata pengantar ini kami pertama kali meminta maaf dan
meminta maaf ketika dalam isi tulisan ini ada kekurangan dan penulisan yang tidak
akurat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kelemahan dan kelemahannya,
sehingga kritik dan saran pembaca kami akan disambut dengan baik untuk peningkatan di
masa depan dalam makalah ini.
Kami dengan ini menyampaikan makalah ini dengan rasa terima kasih dan semoga Allah
SWT memberkatinya sehingga dapat bermanfaat.

Purwokerto,13 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................1


B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan Masalah...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Praformulasi........................................................................................2
B. formulasi............................................................................................. 10
C. Metode Pembuatan..............................................................................10
D. kemasan...............................................................................................10
E. master formula.....................................................................................11
F. penimbangan perbets...........................................................................11
G. alur produksi........................................................................................12
H. pengemasan…………………………………………………………..13
I. pembuatan spesifikasi bahan baku dari produksi jadi………………..13
J. Pengujian in process control………………………………………….13
K. Evaluasi produk akhir………………………………………………...15

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Emulsi adalah zat yang mengandung cairan atau obat cair yang dilarutkan dalam
cairan pembawa distabilkan dengan pengemulsi atau surfaktan yang sesuai. Tujuan
penggunaan emulsi adalah, secara umum, untuk menyiapkan obat yang dapat larut dalam air
dan minyak dalam campuran tunggal.
Komponen utama emulsi adalah fase disper (cairan dibagi menjadi partikel-partikel kecil
menjadi cairan lain (fase internal). digunakan dalam stabilitas emulsi) Berdasarkan pada
berbagai cairan yang berfungsi sebagai fase internal atau eksternal, emulsi diklasifikasikan
menjadi 2: Emulsi tipe w / o (emulsi yang terdiri dari butiran yang dilarutkan dalam minyak,
air bertindak sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan emulsi tipe o / w
(emulsi yang terdiri dari partikel minyak yang terdispersi ke dalam air).
Emulsi adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang paling banyak digunakan dalam
industri dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam kosmetik seperti krim,
lotion, dan lainnya, sedangkan dalam makanan seperti susu, mentega, dan lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Praformulasi Dari Formulasi A Dan Formulasi B
2. Formulasi Emulsi
3. Metode Pembuatan Emulsi
4. Master Formula
5. Penimbangan Per Bets
6. Alur Produksi
7. Metode Pembuatan Skala Komersial
8. Pengemasan
9. Pembuatan Spesifikasi Bahan Baku Dan Produksi Jadi
10. Pengujian In Process Control
11. Evaluasi Produk Akhir

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Praformulasi Dari Formulasi A Dan Formulasi B
2. Mengetahui Formulasi Emulsi
3. Mengetahui Metode Pembuatan Emulsi
4. Mengetahui Master Formula
5. Mengetahui Penimbangan Per Bets
6. Mengetahui Alur Produksi
7. Mengetahui Metode Pembuatan Skala Komersial
8. Mengetahui Pengemasan
9. Mengetahui Pembuatan Spesifikasi Bahan Baku Dan Produksi Jadi
10. Mengetahui Pengujian In Process Control
4
11. Mengetahui Evaluasi Produk Akhir
BAB II
PEMBAHASAN

1. PRAFORMULASI

 FORMULASI A

1. Praformulasi Gliserin (Hand Book of Pharmaceutical Excipients : 301)


a. Nama : GLISERIN
b. Sinonim : Croderol; E422; glycerine;
Glycon G-100; Kemstrene; Optim; Pricerine; 1,2,3-propanetriol;
trihydroxypropane glycerol.
c. Nama kimia : Propane-1,2,3-triol [56-81-5]
d. Formula empiris dan berat molekul : C3H803 BM 92,09
e. Kategori fungsi : pelarut; zat pemanis; agen
tonisitas
f. Penerapan di dalam formulasi : Gliserin digunakan dalam
berbagai macam formula farmasi - termasuk oral, otic, oftalmikus, topikal, dan
parenteral persiapan; Dalam formulasi dan kosmetik farmasi topikal, gliserin
digunakan terutama untuk humektan dan emoliennya properti. Dalam
formulasi parenteral, gliserin digunakan terutama sebagai pelarut. Dalam
larutan oral, gliserin digunakan sebagai pelarut, pemanis agen, pengawet
antimikroba, dan peningkatan viskositas agen. Itu juga digunakan sebagai
plasticizer dan dalam lapisan film. Gliserin juga digunakan dalam formulasi
topikal seperti krim dan emulsi. Gliserin digunakan sebagai pelunak gelatin
dalam produksi kapsul soft-gelatin dan supositoria gelatin. Gliserin digunakan
sebagai agen terapi dalam berbagai aplikasi klinis, dan juga digunakan sebagai
aditif makanan.
g. Deskripsi : Gliserin adalah zat yang jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, kental, higroskopis cair; ini memiliki rasa manis,
sekitar 0,6 kali semanis sukrosa.
h. Keasaman/kebasaan : -
i. Densitas/berat jenis : 1.2656 g/cm3 at 158C; 1.2636 g/cm3 at
208C; 1.2620 g/cm3 at 258C.
j. Konstanta disosiasi : -
k. Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan
dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak
lemak dan dalam minyak menguap.
l. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin
murni tidak mudah mengalami oksidasi oleh atmosfer dalam kondisi
penyimpanan biasa tetapi itu terurai pada pemanasan, dengan evolusi akrolein

5
beracun. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol
stabil secara kimiawi.
m. Kondisi penyimpanan : Gliserin dapat mengkristal jika
disimpan pada suhu rendah; itu kristal tidak meleleh sampai dihangatkan ke
208C. Gliserin harus disimpan dalam wadah kedap udara, di tempat sejuk,
tempat yang kering.
n. Inkompabilitas : Gliserin dapat meledak jika
dicampur dengan zat pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida, kalium
klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan encer, reaksi berlangsung
pada laju lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi sedang terbentuk.
Perubahan warna hitam gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau jika kontak
dengan seng oksida atau nitrat bismut dasar. Kontaminan zat besi dalam
gliserin bertanggung jawab untuk itu gelap dalam warna campuran yang
mengandung fenol, salisilat, dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam
borat, asam gliseroborat, itu adalah asam yang lebih kuat dari asam borat.

2. Praformulasi Tween 80 (Farmakope Indonesia Edisi 5 : 1038)


a. Nama : Tween 80
b. Sinonim : Polysorbate 80
c. Nama kimia : Polioksietilen 20 sorbitan monooleat
[9005-65-6]
d. Formula empiris dan berat molekul :-
e. Kategori fungsi : surfaktan
f. Penerapan di dalam formulasi : surfaktan
g. Deskripsi : Polisorbat 80 adalah ester oleat dari
sorbitol dan
anhidnidanya berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilen oksida
untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol.
h. Keasaman/kebasaan :
Bilangan Asam : Tidak lebih dan 2,2; lakukan penetapan sebagai benikut:
Timbang 10,0 g zat masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml, dan
tambahkan 50 ml etanol ñetral P. panaskan di atas tangas uap hingga hamper
mendidih, kocok sesekali secara hati-hati selama
pemanasan. Tutup dengan gelas piala, dinginkan dengan air mengalir,
tambahkan 5 tetesfenolfialein LP dan titrasi dengan natrium hidrokida 0,1 N
LV: diperlukan tidak lebih dari 4 ml natrium hiroksida 0,1 N.
Bilangan Hidroksil : Antara 65 dan 80; lakukan penetapan seperti tertera
pada Lemak dan Minyak Lemak
i. Densitas/berat jenis : Antara 1,06 dan 1,09.
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larutan
tidak berbau dan praktis tidak berwarna; larut dalam etanol, dalam etil asetat;
tidak larut dalam minyak mineral.
l. Stabilitas :-
m. Kondisi penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
6
n. Inkompabilitas :-

3. Praformulasi Sukrosa (Hand Book of Pharmaceutical Excipients : 744)


a. Nama : Sukrosa
b. Sinonim : Beet sugar; cane sugar; a-D-
glucopyranosyl-b-D-fructofuranoside; refined sugar; saccharose; sugar.
c. Nama kimia : b-D-fructofuranosyl-a-D-
glucopyranoside [57-50-1]
d. Formula empiris dan berat molekul : C12H22O11 342.30
e. Kategori fungsi : Dasar untuk gula-gula obat;
agen pelapis; granulasi agen; tambahan lapisan gula; agen suspensi; pemanis
agen; pengikat tablet; tablet dan pengencer kapsul; pengisi tablet; agen
penambah viskositas.
f. Penerapan di dalam formulasi : Sukrosa banyak digunakan
dalam formulasi farmasi oral. Sirup sukrosa, mengandung sukrosa 50-67% b /
b, digunakan di tablet sebagai zat pengikat untuk granulasi basah. Dalam
bentuk bubuk, sukrosa berfungsi sebagai pengikat kering (2-20% b / b) atau
sebagai agen bulking dan pemanis dalam tablet kunyah dan tablet hisap.
Tablet yang mengandung sukrosa dalam jumlah besar mungkin mengeras
untuk memberikan disintegrasi yang buruk. Sirup sukrosa digunakan sebagai
agen pelapis tablet di konsentrasi antara 50% dan 67% b / b. Dengan lebih
tinggi konsentrasi, inversi parsial sukrosa terjadi, yang membuat lapisan gula
sulit. Sirup sukrosa juga banyak digunakan sebagai kendaraan dalam bentuk
cairan likuidasi oral untuk meningkatkan palatabilitas atau untuk
meningkatkan viskositas. Sukrosa telah digunakan sebagai pengencer protein
beku-kering produk. Sukrosa juga banyak digunakan dalam makanan dan
permen, dan terapi dalam pasta gula yang digunakan untuk mempromosikan
luka penyembuhan.
g. Deskripsi : Sukrosa adalah gula yang diperoleh
dari tebu (Saccharum officinarum Linne´ (Fam. Gramineae)), bit gula (Beta
vulgaris Linne´ (Fam. Chenopodiaceae)), dan sumber lainnya. Itu
mengandung tidak ada zat tambahan. Sukrosa terjadi sebagai kristal tidak
berwarna, seperti massa atau blok kristal, atau sebagai bubuk kristal putih; Itu
tidak berbau dan memiliki rasa manis.
h. Keasaman/kebasaan : -
i. Densitas/berat jenis : 1.6 g/cm3
j. Konstanta disosiasi : 12.62
k. Kelarutan :
l. Stabilitas : Sukrosa memiliki stabilitas yang baik
pada suhu kamar dan suhu kelembaban relatif sedang. Ini menyerap
kelembaban hingga 1%,
7
yang dilepaskan pada pemanasan 908C. Sukrosa mengaramelisasi saat
dipanaskan hingga suhu di atas 1608C. Sukrosa encer solusi mungkin untuk
fermentasi oleh mikroorganisme tetapi tahan dekomposisi pada konsentrasi
yang lebih tinggi, mis., di atas 60% Sukrosa 745 konsentrasi konsentrasi.
Larutan berair dapat disterilkan dengan
autoclaving atau filtrasi. Ketika sukrosa digunakan sebagai dasar untuk
permen obat,
proses memasak, pada suhu naik dari 110 ke 1458C, menyebabkan beberapa
inversi untuk membentuk dekstrosa dan fruktosa (terbalik Gula). Fruktosa
memberikan lengket pada gula-gula tetapi Mencegah kekeruhan karena
butiran. Pembalikan dipercepat
khususnya pada suhu di atas 1308C dan oleh adanya asam.
m. Kondisi penyimpanan : Material curah harus disimpan
di tempat yang tertutup rapat wadah di tempat yang sejuk dan kering.
n. Inkompabilitas : Sukrosa bubuk mungkin
terkontaminasi engan jejak berat logam, yang dapat menyebabkan
ketidakcocokan dengan bahan aktif, mis. asam askorbat. Sukrosa juga dapat
terkontaminasi dengan sulfit dari proses pemurnian. Dengan kandungan sulfit
yang tinggi, perubahan warna dapat terjadi pada tablet yang dilapisi gula; pasti
warna yang digunakan dalam lapisan gula batas maksimum untuk sulfit
konten, dihitung sebagai sulfur, adalah 1 ppm. Di hadapan encer atau asam
pekat, sukrosa dihidrolisis atau dibalikkan dekstrosa dan fruktosa (gula
terbalik). Sukrosa dapat menyerang penutup aluminium.

4. Praformulasi Akuades (Farmakope Indonesia Edisi 3 : 96)


a. Nama : Aqua Destillata
b. Sinonim : Air Suling
c. Nama kimia : Hidrogen Dioksida
d. Formula empiris dan berat molekul : H2O, BM 18,02
e. Kategori fungsi : Pelarut
f. Penerapan di dalam formulasi : Pelarut
g. Deskripsi : Air suling dibuat dengan menyuling air
yang dapat diminum
h. Keasaman/kebasaan : pada 10 ml tambahkan 2 tetes larutan
merah etil p tidak terjadi warna merah. Pada 10 ml ditambahkan 5 tetes larutan
biru brotimol tidak terjadi warna biru.
i. Densitas/berat jenis :-
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan :-
l. Stabilitas :-
m. Kondisi penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
n. Inkompabilitas :-

8
 FORMULASI B
1. Praformulasi VCO (Farmakope Indonesia Edisi 3 : 456)
a. Nama : Virgin Coconut Oil
b. Sinonim : Oleum Cocos Purum, Minyak kelapa
murni
c. Nama kimia :-
d. Formula empiris dan berat molekul :-
e. Kategori fungsi : zat tambahan
f. Penerapan di dalam formulasi :-
g. Deskripsi : minyak kelapa murni adalah minyak
lemak yang dimurnikan dari endosperma Cocus nucifera yang telah
dikeringkan . Terdiri dari campuran trigliserida yang mengandung asam lemak
jenuh dengan rantai atom karbon pendek dan sedangkan terutama asam
oktanoat dan dekanoat.
h. Keasaman/kebasaan : bilangan asam tidak lebih dari 1
i. Densitas/berat jenis :-
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, mudah
larut dalam etanol 95%, dalam klorofom, dan dalam eter P
l. Stabilitas :-
m. Kondisi penyimpanan : wadah tertutup baik, terhindar
dari cahaya
n. Inkompabilitas :-

2. Praformulasi Metil Paraben (Handbook Of Pharmaceutical Exipients : 441)


a. Nama : Methylparaben
a. Sinonim : Aseptoform M; CoSept M;
E218; 4-hydroxybenzoic acid methyl ester; metagin; Methyl Chemosept;
methylis parahydroxybenzoas; methyl p-hydroxybenzoate; Methyl Parasept;
Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P-23.
b. Nama kimia : Methyl-4-hydroxybenzoate [99-
76-3]
c. Formula empiris dan berat molekul : C8H8O3 BM 152.15
d. Kategori fungsi : Pengawet antimikroba
e. Penerapan di dalam formulasi :
Methylparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba di Indonesia
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi; Lihat
Tabel I. Dapat digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan lainnya
M.
Methylparaben 441
paraben atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik,
methylparaben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. (
1)
9
Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki a
spektrum luas dari aktivitas antimikroba, meskipun mereka paling banyak
efektif terhadap ragi dan jamur. Aktivitas antimikroba meningkat
karena panjang rantai gugus alkil meningkat, tetapi berair
kelarutan berkurang; oleh karena itu campuran paraben sering
digunakan untuk memberikan pelestarian yang efektif. Khasiat pengawet juga
ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (2-5%), atau dengan
menggunakan
paraben dalam kombinasi dengan agen antimikroba lainnya seperti
imidurea; lihat Bagian 10.
Karena kelarutan paraben yang buruk, garam paraben
(khususnya garam natrium) lebih sering digunakan di
formulasi. Namun, hal ini meningkatkan pH buffer yang buruk
formulasi.
Methylparaben (0,18%) bersama dengan propylparaben (0,02%)
telah digunakan untuk pelestarian berbagai farmasi parenteral
formulasi; lihat Bagian 14.
f. Deskripsi :
Methylparaben muncul sebagai kristal tidak berwarna atau kristal putih
bubuk. Tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki sedikit rasa
terbakar
rasa.
g. Keasaman/kebasaan :-
h. Densitas/berat jenis :-
i. Konstanta disosiasi :-
j. Kelarutan :-
k. Stabilitas :-
l. Kondisi penyimpanan : -
m. Inkompabilitas :
Aktivitas antimikroba dari methylparaben dan paraben lainnya adalah
sangat berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti
sebagai polisorbat 80, sebagai hasil miselisasi. (10,11) Namun,
propilen glikol (10%) telah terbukti mempotensiasi
aktivitas antimikroba paraben di hadapan nonionik
surfaktan dan mencegah interaksi antara metilparaben
dan polisorbat 80. (12)
Ketidakcocokan dengan zat lain, seperti bentonit, (13)
magnesium trisilicate, (14) talk, tragacanth, (15) natrium alginat, (16)
Minyak atsiri, (17) sorbitol, (18) dan atropin, (19) telah dilaporkan. Itu
juga bereaksi dengan berbagai gula dan alkohol gula terkait. (20)
Penyerapan metilparaben oleh plastik juga telah dilaporkan;
jumlah yang diserap tergantung pada jenis plastik dan
kendaraan. Telah diklaim bahwa kepadatan rendah dan kepadatan tinggi
botol polietilen tidak menyerap methylparaben. (21)
Methylparaben dihitamkan dengan adanya zat besi.
10
3. Praformulasi Span 80 (Dirjen POM, 1979)
a. Nama : SORBITON MONO
b. Sinonim : Span 80
c. Nama kimia :-
d. Formula empiris dan berat molekul :-
e. Kategori fungsi : Surfaktan
f. Penerapan di dalam formulasi : Surfaktan
g. Deskripsi
:Cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam lemak
h. Keasaman/kebasaan :-
i. Densitas/berat jenis :-
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan :
Mudah larut dalam air, daalam etanol 95% P sukar larut dalam Parafin cair
dan dalamminyak biji kapas
l. Stabilitas :-
m. Kondisi penyimpanan : Wadah tertutup rapat
n. Inkompabilitas :-

 FORMULASI

A. Ekstrak etanol buah kapulaga 14 g


Gliserin 7,9 g
Tween 80 2,4 g
Sukrosa 50% b/v 5g
Akuades 10 g

B. VCO 48 g
Metil paraben 0,1 g
Span 80 12,6 g
Alat: propeller mixer
Waktu: 15 menit
Kecepatan: 500 rpm

11
FORMULA DAN PERHITUNGAN UNTUK PENIMBANGAN/PENGUKURAN
BAHAN A

NO. NAMA BAHAN % PER BOTOL (60 mL) PER BETS (600 mL)
Perhitungan Hasil Perhitungan Hasil
Ekstrak etanol buah 14 gram/39,3 21,37 21,37 x 10 213,7
kapulaga gram x 60 ml ml ml
Gliserin 7,9 gram/39.3 12.06 12.06 x 10 120,6
gram x 60 ml ml ml
Tween 80 2,4 gram/39.3 3,66 3,66 x 10 36,6
gram x 60 ml ml ml
Sukrosa 5 gram/39.3 7,63 7,63x 10 76,3
gram x 60 ml ml ml
Akuades 10 gram/39.3 15,26 15,26 x 10 152,6
gram x 60 ml ml ml

FORMULA DAN PERHITUNGAN UNTUK PENIMBANGAN/PENGUKURAN


BAHAN B

NO. NAMA BAHAN % PER BOTOL (60 mL) PER BETS ( 100 mL)
Perhitungan Hasil Perhitungan Hasil
VCO 48 gram/60,7 x 47.45 47.45 x 10 474,5
60 ml ml ml
Metil Paraben 0,1 gram/60,7 x 0.09 0.09 x 10 0.9 ml
60 ml ml
Span 80 12,6 gram/60,7 12.45 12.45 x 10 124.5
x 60 ml ml ml

1. FORMULASI

 Formulasi A

Ekstrak etanol buah kapulaga 213,7 ml

Gliserin 120,6 ml

12
Tween 80 36,6 ml

Sukrosa 76,3 ml

Aquadest 152,6 ml

Vco 474,5 ml

Metil paraben 0,9 ml

Span 80 124,5 ml

2. METODE PEMBUATAN :
Formulasi

 Timbang bahan
 Kalibrasi botol
 Ekstrak etanol buah kapulaga dilarutkan dalam aquadest
 Tween 80,gliserin dan sukrosa ditambahkan dalam campuran ekstrak etanol buah
kapulaga dan aquadest
 Kemudian dicampur dengan propeller mixer kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada
suhu 35 c (fase air)
 Vco dan span 80 dicampue dengan propeller mixer kecepatan 500 rpm selama 15
menit (fase minyak )
 Metil paraben ditambahkan kedalam fase minyak
 Lalu tuang fase air kedalam fase minyak perporsi sambil dicampur dengan propeller
mixer dengan kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu 35 c
 Masukan kedalam botol beri etiket.

3. KEMASAN SEDIAAN

Sediaan emulsi disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk dalam botol 60 ml
Diberi label kocok dahulu.

4. MASTER FORMULA DAN PERHITUNGAN

 FORMULA DAN PERHITUNGAN UNTUK PENIMBANGAN/PENGUKURAN


BAHAN A

NO. NAMA BAHAN % PER BOTOL (60 mL) PER BETS (600 mL)
Perhitungan Hasil Perhitungan Hasil

13
1 Ekstrak etanol buah 14 gram/39,3 21,37 21,37 x 10 213,7
kapulaga gram x 60 ml ml ml
2 Gliserin 7,9 gram/39.3 12.06 12.06 x 10 120,6
gram x 60 ml ml ml
3 Tween 80 2,4 gram/39.3 3,66 3,66 x 10 36,6
gram x 60 ml ml ml
4 Sukrosa 5 gram/39.3 7,63 7,63x 10 76,3
gram x 60 ml ml ml
5 Akuades 10 gram/39.3 15,26 15,26 x 10 152,6
gram x 60 ml ml ml

 FORMULA DAN PERHITUNGAN UNTUK PENIMBANGAN/PENGUKURAN


BAHAN B

NO. NAMA BAHAN % PER BOTOL (60 mL) PER BETS ( 100 mL)
Perhitungan Hasil Perhitungan Hasil
1 VCO 48 gram/60,7 x 47.45 47.45 x 10 474,5
60 ml ml ml
2 Metil Paraben 0,1 gram/60,7 x 0.09 0.09 x 10 0.9 ml
60 ml ml
3 Span 80 12,6 gram/60,7 12.45 12.45 x 10 124.5
x 60 ml ml ml

5. ALUR PRODUKSI
Timbang semua bahan aktif
Siapkan alat dan bahan Kalibrasi botol 60ml dan ekspien yang dibutuhkan

Ekstrak etanol buah kapulaga sebanyak 213,7 ml dilarutkan dalam 152,6 ml


aquadest

36,6 mlTween 80, 76,3 ml gliserin dan 76,3 ml sukrosa ditambahkan dalam campuran
ekstrak etanol buah kapulaga dan aquadest

Kemudian dicampur dengan propeller mixer kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu
35 c (fase air) 14
Vco dan 124.5 ml span 80 dicampur dengan propeller mixer kecepatan 500 rpm
474,5 ml
selama 15 menit (fase minyak )

0.9 ml Metil paraben ditambahkan kedalam fase minyak

Lalu tuang fase air kedalam fase minyak perporsi sambil dicampur dengan
propeller mixer dengan kecepatan 500 rpm selama 15 menit pada suhu 35 c

Suspensi dimasukkan kedalam botol yang telah dikalibrasi

Tambahkan aquadest sisa sampai batas kalibrasi 60ml, lalu beri etiket pada botol

6. PENGEMASAN
Masukkan suspensi ke dalam botol volume 60ml yang berwarna gelap

Tutup dengan rapat

Beri etiket pada masing-masing botol

Masukkan botol ke dalam dus

15
7. PEMBUATAN SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN PRODUK JADI
Bahan baku yang dikirimkan oleh supplier akan diterima oleh bagian gudang/Warehouse
untuk disimpan digudang karantina sambil menunggu proses sampling dari bagian QC
(Quality control)/Pengawasan Mutu. Setelah itu bahan baku tersebut dilakukan proses
sampling QC dan dilakukan uji laboratorium untuk pemeriksaan pemerian, fisika dan kimia
maupun biologi. Apabila dari hasil uji QC semua parameter bahan baku memenuhi syarat,
maka bahan baku tersebut dapat digunakan untuk proses produksi, namun apabila hasil uji
QC tidak memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan, maka bahan baku tersebut
ditolak/rejected dan nantinya akan dikembalikan lagi ke supplier/pemasok

 Produk Jadi

Tiap bets produk jadi hendaklah diuji terhadap spesifikasi yang ditetapkan dan dinilai
memenuhi syarat sebelum diluluskan untuk distribusi.Produk jadi yang tidak memenuhi
spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan hendaklah ditolak. Pengolahan ulang dapat
dilakukan apabila memungkinkan, namun produk hasil pengolahan ulang harus memenuhi
semua spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan sebelum diluluskan untuk distribusi.

8. PENGUJIAN IN PROCESS CONTROL IPC


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk
menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan
tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan
kesehatan atau memelihara kesehatan. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang
memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi
produk. CPOB mencakup produksi dan pengawasan mutu (Badan POM, 2006).

Menurut Badan POM tentang CPOB (2006), aspek yang saling berkaitan untuk
membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan
pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu
dan tujuan pemakaiannya. Oleh karena itu pengawasan selama proses (in-process control)
produksi sangat perlu dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat.

Kondisi selama proses produksi tersebut harus dikendalikan dengan hati-hati untuk
memastikan kualitas produk. Setiap proses berbeda dan membutuhkan perhatian secara rinci.
Sterilisasi, fermentasi, ekstraksi, netralisasi, penyaringan, pengeringan beku, dan pengadukan
adalah proses khas yang ditemukan dalam industri (HP, 1997).

Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang yang
penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan
16
obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan
yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk selama proses berjalan.

Prosedur tertulis untuk pengawasan-selama-proses hendaklah dipatuhi. Prosedur tersebut


hendaklah menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel, jumlah
sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas penerimaan untuk tiap
spesifikasi.

Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada
prosedur umum sebagai berikut:

1. semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada
saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan
2. kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan
semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal,
tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama proses
hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets.

Spesifikasi pengawasan selama proses hendaklah konsisten dengan spesifikasi produk.


Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima
dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan menggunakan
metode statistis yang cocok bila ada

9. EVALUASI SEDIAAN EMULSI


Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan
dari sediaan emulsi yang telah dibuat. Evaluasi ini meliputi pengamatan
sediaan selama 56 hari pada penyimpanan, yaitu hari ke-1, 3, 7, 14, 21,
28, 35, 42, 49, dan
56. Pengamatan sediaan meliputi:
1. Pengamatan Organoleptis
Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk,
rasa, bau, warna, serta konsistensi dari sediaan pembanding (E0) dan
sediaan uji (E1, E2, E3) pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan
56.
2. Pengamatan Rasio Pemisahan Fase
Pengamatan rasio pemisahan fase dilakukan dengan
membandingkan tinggi fase air (H1) dengan tni ggi emulsi mula-
17
mula (H0) dari sediaan pembanding (E0) dan sediaan uji (E1, E2, E3)
pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35,
42, 49, dan 56.
Pengukuran Vi2, 49, dan 56, kemudian hasil pembacaan dikalikan
dengan faktor pencari, yaitu:

Tabel 3.3 Tabel Faktor Pencari (Viskometer Brookfield Model RV)

Kecepatan No. Spindel


(rpm 1 2 3 4
)
0,5 200 800 2000 4000
1 100 400 1000 2000
2 50 200 500 1000
2,5 40 160 400 800
4 25 100 250 500
5 20 80 200 400
10 10 40 100 200
20 5 20 50 100
50 2 8 20 40
100 1 4 10 20

18
3. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda dari
pH-meter digital ke dalam sampel, yang sebelumnya telah dikalibrasi
pada larutan buffer, kemudian pH-meter dinyalakan dan ditunggu sampai
layar pada pH-meter menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran
dilakukan terhadap masing-masing sediaan pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21,
28, 35, 42, 49, dan 56.
4. Uji Redispersibilitas
Uji redispersibilitas dilakukan dengan cara mengocok masing-
masing sediaan pembanding (E0) dan sediaan uji (E1, E2, E3), kemudian
dihitung jumlah pengocokan yang diperlukan sampai sediaan emulsi
terdispersi kembali. Pengujian dilakukan hari ke-1, 3, 7, 14, 21, 28, 35,
42, 49, dan 56.
5. Uji Tipe Emulsi
Uji tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan salah satu metode
yaitu metode pengenceran, caranya dengan menambahkan sejumlah air
dan minyak pada sediaan dan diamati apakah sediaan dapat tercampur
dengan air atau dengan minyak, sehingga dapat diketahui apakah terjadi
perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi a/m selama penyimpanan.
Pengujian dilakukan pada hari ke-1 dan 56.
6. Pengamatan Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan cara mengukur
diameter dan distribusi frekuensi globul minyak dari sediaan pembanding
(E0) dan sediaan uji (E1, E2, E3) pada hari ke-1 dan 56. Pengukuran
dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan dengan mikrometer
yang telah ditentukan ukuran tiap kotaknya (dikalibrasi) dengan
menggunakan hemositometer.
Diameter globul diukur dengan menggunakan rumus yang
diturunkan dari persamaan Edmunson berikut:

( ∑nd pf ) 1/p
d rata-rata =

∑nd f

dimana d adalah garis tengah ekivalen, n adalah jumlah partikel dalam


satu rentang ukuran, p adalah indeks ukuran dan f adalah indeks
frekuensi.

19
Oleh karena parameter yang dipakai adalah jumlah globul dan
diameter globul, maka rumus di atas menjadi:
∑nd
∑n
dimana n adalah jumlah globul yang diamati dan d adalah interval dari
rentang ukuran globul.
7. Penentuan Sifat Aliran
Penentuan sifat aliran dilakukan dengan menggunakan viskometer
Brookfield Model RV dengan variasi kecepatan geser dan spindel tertentu
yang sesuai, kemudian dibuat kurva/grafik viskositas terhadap kecepatan
geser, atau kecepatan geser terhadap tekanan geser, sehingga dapat
diketahui apakah terjadi perubahan sifat aliran pada sediaan emulsi
selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 dan 56.
8. Uji Mikrobiologi
Uji mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui angka cemaran
mikroba yang mungkin mengkontaminasi sediaan selama penyimpanan.
Uji ini dilakukan dengan menentukan Angka Lempeng Total (ALT) yaitu
penentuan jumlah koloni dari pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah
sampel diinkubasikan dalam media pembenihan yang cocok selama 24-48
jam pada suhu 35±1ºC. Pengujian dilakukan pada hari ke-1 dan ke-56.
Cara pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Penyiapan alat-alat dan bahan yang telah disterilkan.
b) Homogenisasi sampel, yaitu dengan memipet 1 mL sampel
yang dimasukkan ke dalam wadah lain, yang telah berisi 9 mL larutan
pengencer sehingga diperoleh pengenceran 1:10. Sampel hasil
pengenceran ini kemudian digunakan untuk pengenceran lain apabila
diperlukan.
c) Sampel hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan
ke dalam cawan petri steril. Dilakukan sebanyak dua kali (duplo).
d) Sebanyak 12-15 mL nutrient agar yang telah dicairkan dituang ke
dalam masing-masing cawan kemudian cawan digoyangkan
perlahan-lahan sampai sampel tercampur rata dengan nutrient agar,
lalu dibiarkan sampai menjadi padat.

20
e) Blanko dibuat dengan mencampur air pengencer dengan nutrient agar
untuk masing-masing sampel yang diperiksa.
f) Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam inkubator dalam posisi
terbalik dan diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 35±1ºC.
g) Pertumbuhan koloni dicatat pada setiap cawan yang mengandung 25-
250 koloni setelah 48 jam.
h) Angka lempeng total dihitung dalam 1 gram atau 1 mL sampel dengan
mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor
pengenceran yang sesuai (SNI 19-2897-1992; Anonim, 1979).

 Pengawasan Selama Proses

Prosedur pengawasan selama proses harus dipatuhi seperti pengambilan

contoh, frekuensi pengambilan contoh, dan jumlah yang diambil untuk pemeriksaan. Hasil
pengujian pengawasan selama proses harus dicatat dan di

dokumentasikan.

Pengawasan mutu selama proses produksi (IPC) dilakukan untuk :

1. Sediaan padat meliputi: pemeriksaan kadar zat aktif, pemeriksaan

keseragaman bobot untuk tablet dan kapsul, dilakukan beberapa kali selama

proses produksi, pemeriksaan waktu hancur, kekerasan tablet (kadar air),

sample diambil pada waktu permulaan, pertengahan, dan akhir pencetakan

tablet.

2. Sediaan setengah padat meliputi: keseragaman dan homogenitas obat,

pemeriksaan ukuran partikel, pemeriksaan tampilan, viskositas, berat jenis,

pemeriksaan berat, pemeriksaan kebocoran tube (wadah).

21
DAFTAR PUSTAKA
Badan POM. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (Guidelines on Good
Manufacturing). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.

HP. 1997. Pharmaceutical Process Control. USA: Hewlett-Packard Company.

22

Anda mungkin juga menyukai