Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAAN ENERGI

Oleh : Moh Faslil Fawaidi (02311740000114)


Mata Kuliah: Rekayasa Sistem Konversi dan Konservasi Energi
Teknik Fisika
Institut Teknologi Sepuluh

Dewasa ini energi sangatlah dibutuhkan dalam kehidupan, mulai dari sektor industri,
transportasi dan sampai dengan rumah tangga. Namun, pemanfaatan ini nyatanya berbanding
terbalik dengan tersedianya energi yang ada dalam negeri, karena sebagain besar hanya
mengandalkan dari energi fosil. Alhasil, masyarakat dituntut agar bisa mengkonsumsi dengan
bijak untuk bisa meminimalisir ketersediaan energi yang ada. Pemerintah juga sekarang
sedang gencar untuk memanfaatkan Energi Baru terbarukan (EBT) dari dalam negeri akan
mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil terutama yang berasal dari minyak dan
batubara. Munculnya paradigma baru bahwa terhadap pengelolaan energi nasional harus
berubah, dari energi sebagai komoditas ke energi sebagai penggerak roda ekonomi seperti
pada gambar di atas. Hal ini merupakan bentuk pemikiran baru dan harus direalisasikan
mengingat banyak sekali stigma masyarakat yang mengatakan bahwa Indonesia hanya bisa
mengandalkan impor saja untuk bisa memenuhi kebutuhannya. Tetapi, kali ini dengan adanya
inovasi tersebut bisa membuat sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia selayaknya
bisa dimanfaatkan secara optimal. Sebuah pertanyaan yang akan sering muncul di benak kita
adalah dengan cara bagaimana kita bisa memanfaat kelimpahan energi yang ada pada negara
kita. Ini akan menjadi PR bagi para generasi muda untuk bisa menjawab dari paradigma
tersebut. Selain itu, tantangan pengembangan EBT saat ini adalah mahalnya teknologi yang
banyak diimpor dari luar negeri. Untuk itu penguasaan teknologi juga harus mendapatkan
prioritas sehingga tidak lagi tergantung pada teknologi luar negeri. Namun, hal ini bisa diatasi
dengan cara menggunakan teknologi yang ada dari luar negeri, kemudian belajar untuk
menutupi celah ketertinggalan tersebut. Pemanfaatan energi secara maksimal dengan harga
yang terjangkau sejalan dengan visi-misi pembangunan sektor energi yang diusung oleh
Pemerintah, yaitu Energi Berkeadilan. Saat ini, pemerintah juga merasa keberatan dengan
adanya jumlah subsidi pada BBM yang semakin memberatkan. Oleh karena itu, harus ada
perubahan agar tidak bergantungan pada energi fosil mengingat energi fosil sudah semakin
menipis. Dengan adanya perubahan bahwa energi fosil sebagai energi alternatif akan bisa
memaksimalkan dari EBT. Sebab, banyak sekali energi terbarukan lainnya yang belum
dimanfaatkan dengan optimal. Kendatipun masih membutuhkan teknologi dalam hal
menanganinya. Indonesia sendiri tergolong unik, selain sebagai produsen sekaligus juga
sebagai konsumen energi. Oleh sebab itu biarpun terus melanjutkan ekspor minyak dan gas
bumi, juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang terus bertambah. Menurut
Mentri ESDM, Indonesia akan berusaha mengamankan pasokan energi. Kebijakan energi
nasional mentargetkan adanya energy mix hingga tahun 2025. Posisi minyak bumi secara
bertahap bisa digantikan dengan sumber energi lain yaitu batubara, gas, panas bumi serta
energi baru dan terbarukan termasuk biofuel. Untuk energi baru dan terbarukan diharapkan
pemanfaatannya akan terus meningkat hingga tahun 2025 sebesar 25% untuk biofuel, sebesar
5% untuk biogas, nuklir, solar sel dan energi angin. Panas bumi meningkat 5% dan batubara
cair sebesar 2 %. Secara keseluruhan energi baru dan terbarukan diharapkan pemanfaatannya
meningkat hingga sebesar 70%. Cadangan batubara yang banyak tersebar di Kalimantan dan
Sumatera diarahkan sebagai bahan bakar sejumlah pembangkit listrik baru. Selain itu juga
dikembangkan menjadi coal liquefaction, coal gasifikasi, briket serta bahan bakar bersih
lingkungan. Selain itu juga nantinya akan mengembangkan Coal Bed Methane atau CBM
untuk memenuhi lonjakan kebutuhan gas di dalam negeri. Pengembangan energi di Indonesia
dihadapkan pada masih adanya dua tantangan besar. Pertama masih minimnya infrastruktur
untuk mengakses lokasi sumber energi. Kedua masih belum terciptanya harga keekonomian
energi. Dua hambatan ini antara lain membuat pengembangan panas bumi tidak berjalan
dengan baik. Selain itu juga sulit membandingkan nilai keekonomian antara minyak bumi
dengan biofuel atau energi baru dan terbarukan lainnya. Hal ini semua bisa diatasi dengan
cara menjalin kerja sama yang baik antara masyarakat terutama generasi muda dengan
pemerintah untuk bisa sama-sama membangun teknologi baru dalam hal pengkonversian
energi baik dengan dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti tenaga
surya, biomassa, angin, nuklir, energi air, panas bumi, biogas, BBN, mikrohidro, bioenergi, biodiesel,
bioetanol dan biofuel. Nantinya, diharapkan bisa memenuhi segala sektor yang dibutuhkan oleh
masyarakat baik itu terkait sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial.

Anda mungkin juga menyukai