NIM : 30000422410004
Program Studi : Magister Energi
Dosen: Prof. Dr. Ir. Widayat, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng
harga yang sangat fluktuatif terhadap bahan baku, yang merupakan 60% dari komponen
produksi. Kurang minatnya investasi karena teknologi yang masih terlalu mahal dan juga
sedikitnya lahan. Jika melihat dari kondisi ketahanan pangan di Indonesia, pemanfaatan
bioenergi berbahan baku seperti kelapa sawit sepertinya bisa menjadi solusi yang menarik
mengingat Indonesia adalah pemilik lahan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, pengolahan
bahan baku lain nampaknya kurang menjadi solusi yang baik dikarenakan menggunakan bahan
pangan yang juga dibutuhkan masyarakat untuk hidup. Meskipun beberapa pengolahan
bioenergi menggunakan limbah, tetapi tetap limbah ini akan jarang bila harga bagian utamanya
sedang tinggi. Pembangkit listrik dengan bioenergi sepertinya kurang menjadi sustainable bila
melihat dengan tingkat kemandirian bahan baku dan kebutuhan masyarakat.
Untuk potensi PLTA di Indonesia, sudah jauh berkembang dengan capaian total 75.091
MW. Potensi pembangkit listrik dengan menggunakan sumber daya air ini sangat cocok dengan
iklim di Indonesia dengan curah hujan yang cukup tinggi. Tantangan dalam pembangunan
PLTA mini atau mikrohidro yang paling utama adalah permintaan atau demand yang biasanya
terlalu jauh dengan ketersediaan sumber energi, hal ini dikarenakan lokasi air yang
menggerakkan turbin terlalu jauh. Serta kapasitas pembangkitan yang tidak bisa besar, dan juga
drop tegangan cukup tinggi. Meskipun tantangan tidak sedikit, PLTA bisa menjadi sustainable
saat ditemukan teknologi yang tepat dan dapat memenuhi cukup satu area saja tanpa harus
terhubung on-grid.
2
Nama : Ari Hastanto
NIM : 30000422410004
Program Studi : Magister Energi
Pada tujuan utama dari konservasi energi, yaitu pengurangan emisi gas CO2, tentu saja
pengembangan EBT adalah pilihan yang sangat sesuai, bahkan bisa jadi tidak hanya
mengurangi melainkan tanpa emisi CO2 pada beberapa jenis pembangkit. Potensi ini diprediksi
menurunkan emisi hingga 170.39 juta ton CO2 pada tahun 2030. Kerangka regulasi untuk
pengembangan EBT yang saat ini sudah dan sedang diamati oleh Kementerian ESDM harus
tepat sasaran dan benar-benar mendukung tanpa menghalangi, terutama pada proses birokrasi.
Visi misi Kementerian ESDM ini yang sudah sesuai dengan Perpres no. 7 tahun 2015, hanya
tinggal diimplementasikan sebenar-benarnya pada tahap pelaksanaan agar tidak hanya berhenti
pada regulasi kosong tanpa perlakuan berarti di lapangan.