Anda di halaman 1dari 6

NABILA FITRI ZHAAFIRAH

2I ILMU KOMUNIKASI

1906015255

Hubungan aqidah dengan akhlak

Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup
inidiperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai
mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari seluruh bangunan
aktifitas manusia.

“Aqidah sebagai dasar pendidikan akhlak “Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim
adalah aqidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, Karena akhlak tersarikan dari aqidah
dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscahya
akhlaknya pun akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka
akhlaknya pun akan salah.

ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia
kepada yang lainya, yang disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan
bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang
dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan
dengan baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.

Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya terhadap alam juga
lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta dengan benar, niscahya ia
akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah allah. Sehingga ia tidak mungkin
menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkanya. Pendidikan akhlak
yang bersumber dari kaidah yang benar merupakan contoh perilaku yang harus diikuti oleh
manusia. Mereka harus mempraktikanya dalam kehidupan mereka, karena hanya inilah yang
menghantarkan mereka mendapatkan ridha allah dan atau membawa mereka mendapatkan
balasan kebaikan dari allah

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur dapat
terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan dengan
aqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang akan memiliki
akhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan perbuatan dosa.

Hubungan aqidah dengan ibadah

Akidah menempati posisi terpenting dalam ajaran agama Islam. Ibarat sebuah bangunan,
maka perlu adanya pondasi yang kuat yang mampu menopang bangunan tersebut sehingga
bangunan tersebut bisa berdiri dengan kokoh. Demikianlah urgensi akidah dalam Islam,
Akidah seseorang merupakan pondasi utama yang menopang bangunan keislaman pada diri
orang tersebut. Apabila pondasinya tidak kuat maka bangunan yang berdiri diatasnya pun
akan mudah dirobohkan.

Selanjutnya Ibadah yang merupakan bentuk realisasi keimanan seseorang, tidak akan dinilai
benar apabila dilakukan atas dasar akidah yang salah. Hal ini tidak lain karena tingkat
keimanan seseorang adalah sangat bergantung pada kuat tidaknya serta benar salahnya akidah
yang diyakini orang tersebut. Sehingga dalam diri seorang muslim antara akidah, keimanan
serta amal ibadah mempunyai keterkaitan yang sangat kuat antara ketiganya.

Muslim apabila akidahnya telah kokoh maka keimanannya akan semakin kuat, sehingga
dalam pelaksanaan praktek ibadah tidak akan terjerumus pada praktek ibadah yang salah.
Sebaliknya apabila akidah seseorang telah melenceng maka dalam praktek ibadahnya pun
akan salah kaprah, yang demikian inilah akan mengakibatkan lemahnya keimanan.

Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka dibutuhkan
adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan bentuk pengabdian
dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada
allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap allah.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, sejak kelahirnya telah dibekali dengan akal
pikiran serta perasaan (hati). Manusia dengan akal pikiran dan hatinya tersebut dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang benar, dapat mempelajari bukti-bukti
kekuasaan Allah, sehingga dengannya dapat membawa diri mereka pada keyakinan akan
keberadaan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengakui
keberadaan Allah SWT. karena selain kedua bekal yang dimiliki oleh mereka sejak lahir,
Allah juga telah memberikan petunjuk berupa ajaran agama yang didalamnya berisikan
tuntunan serta tujuan dari hidup mereka di dunia.

Ibadah mempunyai hubungan yang erat dengan aqidah. Antaranya :

1. Ibadah adalah hasil daripada aqidah  yaitu keimanan terhadap Allah sebenarnya yang
telah membawa manusia untuk beribadat kepada Allah swt.

2. Aqidah adalah asas penerimaan ibadah yaitu tanpa aqidah perbuatan seseorang
manusia bagaimana baik pun tidak akan diterima oleh Allah swt.

3. Aqidah merupakan tenaga penggerak yang mendorong manusia melakukan ibadat


serta menghadapi segala cabaran dan rintangan.

Akidah adalah merupakan pondasi utama kehidupan keislaman seseorang. Apabila pondasi
utamanya kuat, maka bangunan keimanan yang terealisasikan dalam bentuk amal ibadah
orang tersebut pun akan kuat pula.

Amal ibadah tidak akan bisa benar tanpa dilandasi akidah yang benar. amal ibadah dinilai
benar apabila dilakukan hanya untuk Allah semata dengan ittiba’ Rasul SAW.

Manusia diberi bekali akal pikiran agar dengan akal pikiran tersebut mereka dapat
membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mempelajari tanda-tanda kekuasaan Allah,
menganalisa hakikat kehidupannya sehingga dia tahu arah dan tujuan dirinya diciptakan di
dunia. Akal pikiran dan perasaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-
makhluk lain. Oelh karena itu manusia dipercaya untuk menjadi khalifah Allah di Bumi.

Hubungan aqidah dengan muamalah

Pola pikir, tindakan dan gagasan umat Islam hendaknya selalu bersendikan


pada aqidah Islamiyah. Ungkapan “buah dari aqidah yang benar (Iman) tidak lain adalah
amal sholeh” harus menjadi spirit dan etos ummat Islam. Pribadi yang mengaku muslim
mestinya selalu menebar amal shalih sebagai implementasi keimanannya di manapun mereka
berada. Tidak kurang 60 ayat Al Qur’an menerangkan korelasi antara keimanan yang benar
dengan amal sholeh ini. Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa perintah beriman kepada
Allah dan hari akhir selalu diikuti dengan perintah untuk melaksanakan amal shalih. Inilah
makna operatif dari ungkapan “al-Islamu ‘aqidatun wa jihaadun”, bahwa kebenaran Islam itu
harus diyakini sekaligus juga diperjuangkan pengamalannya secara sungguh-sungguh dalam
konteks kemaslahatan dan bebas dari perilaku teror.

Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka kedua hal
tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan adanya suatu
peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut Muamalah. Muamalah adalah segala
aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan
baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik. Untuk dapat mewujudkan aqidah yang
kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan
suatu adanya

Aqidah adalah pondasi keber-Islaman yang tak terpisahkan dari ajaran Islam yang
lain: akhlaq, ibadah dan Muamalat. Aqidah yang kuat akan mengantarkan ibadah yang benar,
akhlaq yang terpuji dan muamalat yang membawa maslahat. Selain sebagai pondasi,
hubungan antara aqidah dengan pokok-pokok ajaran Islam yang lain bisa juga bersifat
resiprokal dan simbiosis. Artinya, ketaatan menuanaikan ibadah, berakhlaq karimah, dan
bermuamalah yang baik akan memelihara aqidah.

Dengan kata lain, ibadah adalah pelembagaan aqidah dalam konteks hubungan antara
makhkluq dengan Khaliq; akhlaq merupakan buah dari aqidah dalam kehidupan yang etis dan
egaliter; dan muamalah sebagai implementasi aqidah dalam masyarakat yang bermartabahat
dan menebar maslahat. Karena itu, agar aqidah tumbuh dan berkembang, aqidah harus
operatif dan fungsional. Amal usaha atau unit pelayanan umat seperti Panti sosial dan anak
yatim, lembaga pendidikan dan pondok pesantren, balai pengobatan dan rumah sakit,
lembaga pengumpul dan penyalur zakat serta lembaga-lembaga sosial keagamaan lainnya
meminjam istilah M. Amin Abdullah, merupakan bentuk faith in action, buah keimanan yang
aktif dan salah satu bentuk penjelmaan ‘tauhid sosial’. Sayanya, tidak sedikit buah faith in
action tersebut yang terjebak pada berbagai kepentingan mulai dari ekonomi hingga politik.

Agar tetap kokoh dan kuat serta menjadi penyangga seluruh sendi keber-Islaman, aqidah
harus dijaga, dipelihara dan dipupuk sehingga bisa hidup subur dalam pribadi setiap Muslim.
Pentingnya memelihara aqidah ini juga tersirat dalam Sirrah Nabawiyah. Saat membangun
masyarakat Islam di Makkah dan Madidah selama 23 tahun Rasulullah Muhammad SAW
tidak kenal lelah membina aqidah umatnya. Mengingat pentingnya aqidah ini bisa dimengerti
bila setiap surat dalam Al Quran mengandung pokok-pokok ajaran keimanan.

Di tengah pasar bebas nilai dan ideologi saat ini, upaya merevitalisasi aqidah serasa
memperoleh momentum. Mudah tergiurnya sebagian umat pada faham atau aliran-aliran
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam merupakan efek dari lemahnya aqidah
mereka. 

Hakikat hubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari

Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran
Islam sangatlah luas. Ulama dengan berlandaskan hadist membagi ajaran Islam tersebut
dalam tiga pokok bahasan, yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak. Dalam hal ini, akan dibahas
pengertian Aqidah serta Syari’ah (sebagai Ibadah dan Muamalah), yang mana pengertian ini
didapat dari berbagai sumber, yaitu Al-qur’an , Hadist, dan berbagai resensi dari buku atau
artikel.[7]

Aqidah merupakan suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan yang teguh
serta kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna
dari keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu
kepercayaan, pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan mengesampingkan penyembahan
selain kepada Allah.

Ajaran mengenai aqidah ini merupakan tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal
ini dinyatakan dalam AL-qur’an, yang berbunyi:

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami
wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlan
olehmu sekalian akan Aku” (QS. 21: 25)

Akidah adalah suatu ketetapan hati yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada factor apa
pun yang dapat mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut.

 Ibadah dan Muamalah

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan Rasulnya yang merupakan jalan
atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertical kepada Pencipta, Allah
SWT, dan juga kepada sesama manusia.

Ada dua pendekatan dalam mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara lain:

 Dari segi tujuan, Syari’ah memiliki pengertian ajaran yang menjaga kehormatan
manusia sebagai makhluk termulia dengan memelihara atau menjamin lima hal
penting, yaitu:
1. Menjamin kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa)

2. Menjamin kehiupan yang layak (memelihara jiwa)

3. Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga keturunan)

4. Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)

5. Menjamin kehidupan dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara


harta)

Lima hal pemeliharaan itu akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam, seperti wajib, sunnat,
haram, makruh, dan mubah.

Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.

Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada
contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Konsep ibadah ini berdasarkan
kepada mamnu’ (dilarang atau haram). Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa,
dan haji. Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesame manusia dan
lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan
ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada
larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:

“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) Anda contohlah saya. Tapi, dalam urusan
dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”

Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara, atau
aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan
yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap
perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan
penting untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena
apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.

Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlu kita perhatikan,
yaitu:

Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata
caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya
yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan agama dan
ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.

Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan
lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan
atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang
oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.[8]

Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah
tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan
oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.

Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh
dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas.
Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah,
masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan
binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan
zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena
tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-
Qur’an dan Sunnah)

Anda mungkin juga menyukai