Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN MATERI KULIAH

“PELAPORAN SEGMEN DAN HARGA TRANSFER ”

Dosen Pembimbing :Yasmi, SE.,M.Si, AK

KELOMPOK 6:

1. ANGKY TENRIOLA RUSTAM


2. WAHYUDI DAMANSYAH
3. ANDREAS

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
MAKASSAR
2019
A. Pengertian Laporan Segmen

Menurut Hansen dan Mowen (2007: 429), segmen adalah:

“a segment is a subunit of a company of sufficient importance to warrant the production of


performance reports. Segments can be divisions, departments, product lines, customer classes,
and so on.”

“Segmen merupakan sub unit dengan perbandingan yang cukup penting untuk menjamin
produksi laporan kinerja. Segmen dapat berupa divisi, departemen, produk, kelas pelanggan,
dan sebagainya.”

Untuk mengukur kinerja segmen, maka manajemen perusahaan memerlukan informasi


yang detail mengenai sebuah segmen. Informasi tersebut dapat diperoleh dari laporan laba rugi
setiap segmen. Laporan segmen adalah laporan yang menyajikan infromasi tentang laba rugi
untuk setiap segmen. Dengan adanya laporan segmen maka akan diketahui bagaimana kinerja
dari setiap segmen.

B. Hubungan Laporan Segmen dan Variabel Costing

1) Laporan Segmen Berdasarkan Perhitungan Full Costing

Full costing merupakan metode perhitungan biaya yang membebankan seluruh biaya
manufaktur keproduk. Bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, overhead variabel dan
overhead tetap merupakan bagian yang menentukan biaya produk. Menurut perhitungan full
costing, overhead tetap dibebankan pada produk melalui penggunaan tarif overhead tetap yang
ditetapkan diawal dan tidak dibebankan sampai produk terjual. Berikut merupakan contoh

laporan segmen berdasarkan perhitungan full costing.

Tabel 2.1

Absorption Costing Income Statements (in thousands of dollars)

Segment Segment B Segment C


A
Sales 1500 1000 2500
Cost of Goods sold (1050) (700) (1750)
Gross Margin 450 300 750
Sellin and administrative expenses (87,5) (75) (162,5)
Operating Income 362,5 225 587,5
Sumber : Hansen dan Mowen (2007)

2) Laporan Segmen Berdasarkan Perhitungan Variable Costing


Variable Costing merupakan salah satu metode perhitungan biaya yang hanya membebankan
biaya manufaktur variabel ke produk. Biaya-biaya ini meliputi bahan baku langsung, tenaga
kerja langsung, dan overhead variabel. Overhead tetap diperlakukan sebagai beban periode
dan tidak termasuk dalam penentuan biaya produk. Menurut perhitungan biaya variabel,
overhead tetap dari suatu periode akan habis pada akhir periode dan dibebankan secara total
terhadap pendapatan periode tersebut. Perhitungan biaya variabel berguna dalam menyiapkan
laporan segmen karena menyediakan informasi mengenai beban variabel dan tetap. Menurut
Hansen dan Mowen (2007: 429-430), laporan laba rugi segmen dengan perhitungan biaya
variabel membagi beban tetap dalam dua kategori, yaitu:

1) Beban tetap langsung (direct fixed expenses)

Beban tetap langsung merupakan beban tetap yang secara langsung dapat ditelusuri ke suatu
segmen. Beban ini terkadang disebut sebagai beban tetap yang dapat dihindari (avoidable fixed
expenses) atau beban tetap yang dapat ditelusuri (traceable fixed expenses) karena beban ini
akan hilang jika segmen ditutup atau dihapus. Sebagai contoh, jika sebuah segmen adalah
wilayah penjualan, beban tetap langsung untuk setiap wilayah penjualan adalah sewa kantor
penjualan, gaji manajer penjualan di setiap wilayah, dan seterusnya. Jika salah satu wilayah
ditutup maka beban tetap tersebut akan hilang.

2) Beban tetap umum (common fixed expenses)

Beban tetap umum merupakan beban yang disebabkan oleh dua atau lebih segmen secara
bersamaan. Beban ini tetap akan ada meskipun salah satu segmen dihapus. Sebagai contoh,
depresiasi gedung kantor pusat dan gaji CEO.

Tabel 2.2

Segmented Income Statement (in dollars)

Segment A Segment B Total


Sales : 400.000 290.000 690.000
Variabel Cost of goods sold (200.000) (150.000) (350.000)
Variable selling expenses (20.000) (14.500) (34.500)
Contribution margin 180.000 125.500 305.500
Less direct fixed expenses :
Direct fixed overhead (30.000) (20.000) (50.000)
Direct selling and administrative (10.000) (15.000) (25.000)
Segment margin 140.000 90.500 230.500
Less common fixed expenses :
Common Fixed overhead (100.000)
Common selling and (20.000)
administrative
Net Income 110.500
Sumber : Hansen dan Mowen (2007: 430)

Laporan Laba Rugi Segmen dengan Menggunakan Biaya Variabel


Biaya variabel adalah biaya yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Supriyono, 1987:418) :

1. Biaya yang jumlah totalnya berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan,
semakin besar volume kegiatan semakin besar pula jumlah total biaya variabel, semakin rendah
volume kegiatan semakin rendah pula jumlah total biaya variabel.

2. Biaya variabel per satuan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan, jadi satuan
biaya konstan.

3. Contoh biaya variabel misalnya: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik variabel, biaya pemasaran variabel, dan biaya administrasi variabel.

Biaya tetap adalah biaya yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Supriyono,
1987:415) :

1. Biaya tetap jumlah totalnya tetap konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan
atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.

2. Biaya tetap per satuan (unit cost) berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume
kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah
volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.

3. Contoh biaya tetap misalnya: biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya
administrasi dan umum tetap. Biaya tersebut elemennya dapat digolongkan ke dalam : biaya
depresiasi aktiva tetap, biaya asuransi, gaji pejabat kunci, dan biaya tetap lainnya.

Di dalam laporan laba rugi segmen, biaya tetap digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :

(1) biaya tetap langsung (direct fixed cost),

(2) biaya tetap bersama (common fixed cost).

Supriyono (1987:500) menyatakan bahwa, hanya biaya tetap langsung yang dibebankan
ke berbagai segmen sedangkan biaya tetap bersama (tidak langsung) tidak dibebankan kepada
segmen tersebut. Jika suatu biaya tetap tidak dapat diikuti jejaknya secara langsung pada
segmen tertentu atau biaya tetap tersebut dinikmati oleh beberapa segmen maka biaya tersebut
diperlakukan sebagai biaya tetap bersama. Biaya tetap bersama ini tidak pernah dialokasikan
kepada segmen, karena jika dialokasikan alokasinya bersifat sembarang sehingga tidak dapat
mencerminkan kemampuan laba segmen tersebut. Biaya tetap langsung dapat didifinisikan
sebagai biaya tetap yang dapat diidentifikasikan secara langsung dengan suatu segmen
tertentu dan yang timbulnya disebabkan oleh eksistensi segmen tersebut. Biaya tetap bersama
dapat didifinisikan sebagai biaya tetap yang tidak dapat diidentifikasikan secara langsung
dengan suatu segmen tertentu tetapi timbulnya karena kegiatan operasi secara keseluruhan.
Biaya tetap bersama juga disebut biaya tetap tidak langsung. Dalam hubungannya dengan
pembebanan biaya tetap kepada setiap segmen, biaya tetap bersama hanya dapat dialokasikan
berdasar cara yang sifatnya sembarang (arbitrary), misalnya berdasar perbandingan rupiah
penjualan setiap segmen. Oleh karena sulit ditentukan dasar alokasi yang adil dan teliti, maka
biaya tetap bersama seringkali tidak dialokasikan kepada setiap segmen. Pedoman umum
untuk membedakan biaya langsung dengan biaya tidak langsung adalah sebagai berikut
(Supriyono, 1987:503) :

1. Jika biaya dapat dengan jelas dan secara fisik dapat diikuti jejaknya pada suatu unit
produk atau segmen organisasi lainnya, maka biaya tersebut adalah suatu biaya
langsung terhadap segmen yang bersangkutan.
2. Jika suatu biaya harus dialokasikan dalam hubungannya dengan pembebasan pada unit
produk atau segmen organisasi lainnya, maka biaya tersebut adalah biaya tidak
langsung atau biaya bersama terhadap segmen yang bersangkutan.

Hansen & Mowen (2009:573) menyatakan bahwa, dalam laporan laba rugi segmen beban
tetap dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu beban tetap langsung (direct fixed expenses) dan
beban tetap umum (common fixed expenses). Beban tetap langsung (direct fixed expenses)
adalah beban tetap yang secara langsung dapat ditelusuri ke suatu segmen. Beban ini
terkadang disebut sebagai beban tetap yang dapat dihindari (avoidable fixed expenses) atau
beban tetap yang dapat ditelusuri (traceable fixed expenses) karena beban ini akan hilang jika
segmen ditutup atau dihapus. Beban tetap umum (common fixed expenses) disebabkan oleh
dua atau lebih segmen secara bersamaan. Beban-beban ini akan tetap muncul, bahkan ketika
salah satu segmen dihapus.

C. Margin Kontribusi dan Margin Segmen

Margin kontribusi merupakan hasil dari pengurangan biaya variabel dari pendapatan
segmen yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi segmen. Margin kontribusi
bermanfaat untuk memahami pengaruh perubahan volume dalam jangka pendek terhadap laba
rugi. Namun di samping margin kontribusi, pelaporan kontribusi yang lebih baik untuk
mengevaluasi segmen adalah margin segmen.

Menurut Hansen dan Mowen (2007: 430), yang dimaksud margin segmen yaitu:

“the profit contribution each segment makes toward covering a firm’s common fixed costs.”

Margin segmen memperlihatkan jumlah yang masih tersisa setelah pendapatan segmen
dikurangi dengan biaya variabel dan biaya tetap langsung. Suatu segmen setidaknya harus
mampu menutup biaya variabel dan biaya tetap langsungnya sendiri. Margin segmen yang
negatif akan mengurangi total laba perusahaan. Margin segmen bermanfaat dalam mengambil
keputusan mengenai kapasitas jangka panjang dan alokasi sumber daya ke setiap segmen.

D. Contoh Laporan Laba Rugi Segmen

Contoh laporan laba rugi segmen ditunjukan pada tabel 2.3 sebagai berikut :

Tabel 2.1 Laporan Laba Rugi Segmen


Laporan Laba Rugi Segmen

Untuk Tahun 2009

MP 3 DVD TOTAL

Penjualan

Harga Pokok Penjualan Rp.400.000 Rp.290.000 Rp.690.000

Variabel (200.000) (150.000) (350.000)

Beban Penjualan Variabel (20.000) (14.500) (34.500)

Margin Kontribusi Rp.180.000 Rp.125.000 Rp.305.500

Dikurangi beban tetap langsung:

Overhead tetap Lngsg (30.000) (20.000) (50.000)

Pnjualan & admnistrasi L (10.000) (15.000) (25.000)

Margin Segmen: 140.000 90.500 230.500

Dikurangi beban tetap umum:

Overhead umum (100.000)

Penjualan & admnisitrasi Umum (20.000)

Laba bersih Rp. 110.500

Sumber: Hansen & Mowen, 2009:575

HARGA TRANSFER

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN HARGA TRANSFER


Harga transfer (transfer pricing) adalah harga yang dibebankan untuk
memberikan atau mengirimkan barang/jasa dari satu divisi ke divisi lain dari suatu
perusahaan baik internal maupun eksternal. Sebagai ilustrasi dapat dimisalkan ada
perusahaan ABC memiliki beberapa divisi, semisal ada divisi A sebagai divisi suku
cadang motor dan divisi B adalah divisi motor. Kemudian timbul adanya jual beli antara
kedua divisi tersebut divisi A menjual suku cadang kepada divisi B dengan
menggunakan harga transfer. Selain itu divisi B juga dapat mengambil suku cadang di
perusahaan luar atau eksternal dengan membayar sejumlah harga transfer juga.
Salah satu Ilustrasi perusahaan di Indonesia yang menerapkan transfer pricing
adalah perusahaan Nestlé. Beberapa merek produk Nestlé yang dipasarkan di
Indonesia diantaranya: Susu Dancow, Kopi Nescafé, Susu Milo, Cerelac (bubur bayi),
Permen Foxs, Nestlé Crunch, Nestlé Cap Nona, Kit Kat, Bear Brand, Nutren, Peptamen,
dan lainlain. Produk Dancow dan Milo atau Kopi Nescafé Susu sebagai Ilustrasi produk
yang menerapkan transfer pricing pada perusahaan Nestlé. Susu Dancow sebagai
bagian dari salah satu produk Nestlé, merupakan produk jadi yang bisa langsung
dikonsumsi oleh konsumen. Namun bagi produk Milo dan Kopi Nescafé Susu, Dancow
merupakan produk setengah jadi. Milo dan Kopi Nescafé Susu membeli susu Dancow
sebagai bahan tambahan produknya, demikian juga dengan produk Nestlé yang lainya
yang menggunakan bahan dasar susu menjadikan Dancow sebagai bahan baku
produknya.
Harga transfer biasanya akan digunakan untuk kepentingan penilaian
kemampuan menghasilkan laba divisi, dalam perusahaan terdapat divisi yang menjual
produk (barang/jasa) disebut sebagai penjual dan divisi yang membeli produk
(barang/jasa) disebut pembeli. Sehingga ada dua keputusan yang harus dibuat, yaitu:
1. Keputusan dalam pemilihan sumber (sourcing decision), menetapkan atau
menentukan dimana produk harus dibeli dari luar/eksternal perusahaan atau sebaliknya
menetapkan pembelian dari dalam perusahaan/internal.
2. Keputusan penetapan/penentuan harga transfer Jika dibeli didalam perusahaan pada
harga transfer berapa yang harus ditetapkan ke pada pembeli. Sehingga tidak terjadi
kerugian harga transfer antara penjual dan pembeli.

Tujuan penetapan harga transfer:


1. Dapat memperoleh informasi harga yang relevan
2. Memudahkan pengelolaan harga dan menghindari persaingan harga
3. Dapat membantu mengatur cash flow anak/cabang perusahaan
4. Meminimalkan beban pengenaan pajak, biaya masuk dan biaya pengiriman
5. Memotivasi manajer dalam mencapai tujuan

B. PENENTUAN HARGA TRANSFER

Alur dasar penentuan harga transfer


Metode penentuan harga transfer ada 4 yaitu:

1. Metode Market Price/Harga pasar Metode ini paling disukai karena harga transfer
dihitung dengan harga yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar, sehingga produk
yang dijual oleh divisi penjual dibeli oleh divisi pembeli dengan harga yang sama apabila
dijual ke pihak eksternal perusahaan. Untuk menghitung harga transfer dengan metode
harga pasar menggunakan metode minus jika jual beli dilakukan antara divisi dalam
perusahaan.
Metode harga pasar minus sebagai berikut:

Harga yang berlaku di pasar Rp xxxxxx

Biaya yang dapat dihindari:

Potongan penjualan Rp xxxx


Biaya iklan Rp xxxx
Biaya angkut penjualan Rp xxxx
Komisi penjualan Rp xxxx
Biaya penagihan Rp xxxx Rp xxxxxx
Harga transfer minus Rp xxxxxx

Kelemahan metode market price adalah jika produk tidak tersedia di pasar, maka
tidak bisa menggunakan metode ini. Jika produk yang ditransfer memiliki harga pasar,
(harga pasar produk merupakan biaya kesempatan), baik bagi divisi penjual maupun
pembeli sehingga harga tersebut merupakan dasar yang adil sebagai dasar penentuan
harga transfer bagi divisi yang terlibat. Keunggulan metode market price adalah harga
transfenya cukup objektif.

CONTOH :

Divisi motor membeli relay baru dari divisi relay dengan harga transfer interen
Rp. 10 per relay (harga Pokok Variabel divisi relay untuk pembuatan relay baru). Hal ini
menuntut divisi relay menghentikan bisnisnya keluar yang berjalan saat ini .

Penjualanan (masing-
masing Rp 10 per relay
baru dan Rp 60 per
motor) Rp.500.000. Rp 3.000.000 Rp. 3.500.000

Dikurang biaya variable


Masing-masing Rp 10 per Rp, 500.000 Rp. 1.750.000 Rp. 2.250.000
relay baru dan Rp 35 per
motor)
Marjin kontribusi Rp. 0 Rp. 1.250.000 Rp. 1.250.000

2. Metode Harga Pokok


Metode harga pokok produksi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang ditambah dengan laba, metode ini digunakan apabila tidak
diketahui nilai pasar produk/ jasa. Kelemahan metode ini yaitu:
a. Divisi pembeli akan cenderung membeli diluar dengan harga yang lebih murah,
karena apabila divisi tidak mampu secara continously memproduksi barang maka
harga transfer produk yang dihasilkan akan jauh lebih tinggi dari pada harga produk
yang dijual di perusahaan eksternal.
b. b. Penentuan harga transfer ini susah untuk mengubah harga yang bertujuan
kompetitif atau strategik. Metode harga pokok ini memperhitungkan harga transfer
ber dasarkan komponen biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik baik yang bersifat tetap mau pun variabel.
Terdapat dua metode perhitungan harga pokok yaitu full costing dan variabel
costing. Perbedaan pokok di antara kedua metode ini dapat dilihat pada bab
sebelumnya.

CONTOH : Pengaruh penentuan harga transfer antara divisi menurut harga pokok

Divisi motor membeli relay dari pemasok luar dengan harga Rp 15,- per relay.
Divisi relay melanjutkan memproduksi dan menjual relay lama.

50.000 satuan per tahun

Penjualanan (masing-
masing Rp 20 per relay
baru dan Rp 60 per
motor) Rp.1.000.000. Rp 3.000.000 Rp. 4.000.000

Dikurang biaya variable


Masing-masing Rp 12 per Rp, 600.000 Rp. 2.000.000 Rp. 2.600.000
relay lama dan Rp 40 per
motot)
Marjin kontribusi Rp. 400.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.400.000

3. Metode Negosiasi Adalah penetapan harga transfer berdasarkan


negosiasi/kesepakatan antara kedua pusat pertanggungjawaban.
CONTOH :

PT. RODALINK mempunyai dua divisi yaitu divisi A (suku cadang) dan divisi B (produk).
Melakukan transaksi, divisi penjual (divisi A) divisi pembeli (divisi B). Devisi A menjual
kepada pihak luar, namun apabila tidak menjual pada pihak luar, divisi A akan menjual
ke divisi B, maka divisi A dapat menghemat biaya pemasaran dan distribusi. Semisal
perusahaan bekerja selama 300 hari/tahun, dan informasi dari divisi tersebut adalah
sebagai berikut:

Divisi A
Unit Produk Perhari 100
Hari kerja (100 X 300 hari ) 30.000
Harga jual @Rp. 200.000 X Rp.30.000) 6.000.000
Biaya pemasaran dan distribusi 600.000
Biaya tetap per tahun 1.500.000
Biaya manufaktur variabel 1.500.000
Kedua divisi sepakat melakukan harga transfer negosiasi, dengan menjual
produk dari divisi A ke divisi B, maka divisi tidak perlu mengeluarkan biaya pemasaran
dan distribusi variabel. Berapa harga transfer negosiasi ?

JAWAB :

 Harga transfer minimumnya antar divisi Rp. 6.000.000,00 − Rp.600.000,00 = Rp.


5.400.000,00
 Harga per unitnya Rp. 5.400.000,00/30.000 = Rp. 180,00 Per Unit
 Harga maksimum adalah Rp. 6.000.000,00 atau per unit Rp.
6.000.000,00/30.000 = Rp. 200,00/unit . Kedua divisi hendak merealisasi harga
transfer negosiasi yang sudah disepakati yaitu
(Rp. 200,00 + Rp. 180,00)/2 = Rp. 190,00/unit Laba pada divisi A: Jika harga
negosiasi Rp. 190,00/unit,maka diperoleh
(Rp.190,00 − Rp.180,00) X Rp.30.000 = Rp.300.000,00

4. Metode Koordinasi (Arbitrase) dan Penyelesaian Konflik Metode ini digunakan


apabila tidak ditemukan kesepakatan dari negosiasi yang dilakukan sebelumnya
dalam penentuan harga transfer yang menyerahkan dan mempercayakan
penentuan harga transfer secara tertulis kepada pihak arbitrator. Ilustrasi: Pada
kasus PT. RODALINK pada soal diatas metode negosiasi, harga transfer disetujui
berdasarkan negosiasi Rp. 190,00, tetapi karena masingmasing divisi tidak setuju
dengan harga transfer maka direksi sebagai arbitrator dapat menentukan harga
transfer sebesar misalnya Rp. 195,00

Ilustrasi:

Divisi X memerlukan 5.000 unit peralatan khusus yang dibuat menurut pesanan. Divisi Y
dalam perusahaan yang sama mampu membuat peralatan tersebut. Divisi Y
menentukan biaya variable peralatan Rp.8.000.-. untuk memproduksi peralatan itu divisi
Y harus mengurangi produksi produk A sejumlah 3.500 unit. Produk A dijual
Rp.45.000.-. per unit dengan biaya variable Rp. 25.000,-, per unit.
Berdasarkan rumus :

Harga Transfer = Biaya variable per unit + Marjin kontribusi yang hilang atas penjualan
keluar.

Marjin kontribusi yang hilang :

Biaya produk A Rp.45.000

Biaya variable Rp. 25.000

Marjin Kontribusi Rp. 20.000

Produk A yang di hentikan 3.500 unit

Marjin kontribusi yang hilang Rp, 70 juta

Marjin kontribusi : Total Marjin kontribusi yang hilang

Peralatan khusus yang diproduksi

: Rp, 70.000.000

5.000

: Rp,14.000

Harga Transfer : Rp, 8000 + Rp, 14.000

: Rp 22.000,-

Harga transfer ini adalah harga minimal, atau dinaikkan, tetapi tidak boleh < Rp 22.000.

Jika divisi pembeli mempunyai kapasitas lebih, batas harga terendah adalah
Rp,8000,- sama dengan biaya variable, namun karena divisi penjual perlu
menguntungkan, negoisasi perlu diadakan untuk menaikkan harga dengan “Markup”
yang ditargetkan.

Sumber : Ahmad ,Kamaruddin. Akuntansi Manajemen: Dasar-dasar konsep biaya dan


pengambilan keputusan/ kamaruddin Ahmad-Ed. Revisi,- Cet.q0.-Jakarta: Rajawali
pers,2015.

http://e-journal.uajy.ac.id/6765/3/EA218431.pdf

http://kepinginlagi.blogspot.com/2014/09/modul-akuntansi-manajemen-bab-10.html

Anda mungkin juga menyukai