Anda di halaman 1dari 43

Oleh: Mohd.

Syaufii Syamsuddin

1
Seekor tiram berjemur diri dipantai dengan
kedua kulitnya yang terbuka lebar,
Tatkala seekor bangau menghampiri dan
mematuk dagingnya, tiba-tiba sang tiram
mengatupkan dirinya, sambil menjepit paruh
panjang sang bangau.
Tidak satupun yang ingin mengalah.
Akhirnya seorang nelayan mendekati dan
menangkap keduanya.
PEPATAH CHINA

2
HUBUNGAN INDUSTRIAL

Suatu sistem hubungan yang terbentuk


antara para pelaku proses produksi barang
dan/atau jasa yang terdiri dari
unsur pengusaha,
pekerja, dan
pemerintah
yang didasarkan pada
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
FALSAFAH HI
Mengembangkan cita-cita Proklamasi Kemerde-
kaan 17 Agustus 1945 dalam pembangunan
nasional, ikut mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur yang berdasarkan pancasila dan UUD
1945 serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, yang dicapai melalui pencip-
taan ketenangan, ketentraman, ketertiban, kegai-
rahan kerja serta ketenangan produksi atau
produktivitas dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja serta derajatnya sesuai dengan
martabat manusia.
ASAS HI
1. Asas Pembangunan Dalam Mencapai
Tujuan:
a. Manfaat;
b. Usaha bersama dan kekeluargaan;
c. Demokrasi;
d. Adil dan merata;
e. Perikehidupan dalam keseimbangan;
f. Kesadaran hukum;
g. Kepercayaan pada diri sendiri.
2. Dalam Pelaksanaan:
a. Kekeluargaan dan gotong royong;
b. Musyawarah untuk mufakat.

3. Asas kerja sama, pekerja pengusaha


adalah teman seperjuangan dalam:
a. Proses produksi, dan bekerjasama serta
membantu kelancaran usaha dalam me-
ningkatkan kesejahteraan dan menaikkan
produksi.
b. Pemerataan menikmati hasil perusahaan
yang berarti hasil usaha yang diterima
perusahaan dinikmati bersama dengan
bagian yang layak dan serasi sesuai dengan
prestasi kerja;
c. Bertanggungjawab kepada: Tuhan Yang
Maha Esa, bangsa dan negara, masyarakat,
pekerja serta keluarga, perusahaan tempat
bekerja.
CIRI-CIRI
1. Mengakui dan meyakini, bekerja bukan
hanya u/ mencari nafkah, tetapi pengab-
dian terhadap TYME, sesama manusia,
masyarakat, bangsa dan negara;
2. Menganggap pekerja bukan sekedar faktor
produksi belaka, tetapi manusia pribadi s/d
harkat dan martabat;
3. Antara pekerja dan pengusaha, bukanlah
mem-punyai kepentingan yang bertentang-
an, tetapi kepentingan yang sama dalam
memajukan perusahaan;
4. Perbedaan pendapat, diselesaikan secara
musyawarah untuk mufakat yang dilaku-
kan secara kekeluargaan;
5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
kedua belah pihak perusahaan.
SARANA HI
1. SP/SB;
2. Organisasi pengusaha;
3. LKS Bipartit;
4. LKS Tripartit;
5. PP;
6. PKB;
7. Per-UU-an ketenagakerjaan;
8. Lembaga PPHI.
SIKAP SOSIAL
DAN
SIKAP MENTAL
SIKAP SOSIAL

Sikap yang mencerminkan persatuan


nasional serta kesatuan, serta sifat
kegotong-royongan, toleransi, tenggang rasa,
terbuka, bantu membantu dan mampu
mengendalikan diri.
SIKAP MENTAL
1. Pekerja/SP: sikap Tridharma
a.Merasa ikut memiliki (Rumongso melu
hanarbeni);
b.Ikut memelihara dan mempertahankan
(Melu hangrungkebi);
c.Terus menerus mawas diri (Mulat sariro
hangrosowani).
2. Pengusaha, memanusiakan manusia
dan menghormati, serta mengakui
hak milik;
3. Pemerintah, berperan sebagai peng-
ayom, pembimbing, pelindung, dan
pendamai semua pihak dalam
masyarakat pada umumnya dan
pihak yang terkait dalam proses
produksi khususnya.
KETENANGAN INDUSTRIAL

Terciptanya pertumbuhan usaha,


perluasan kesempatan kerja, dan
hubungan industrial yang harmonis,
dimana pengusaha tenang berusaha dan
pekerja tentram bekerja.

18
PEMBANGUNAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL

19
Kita berada pada Era globalisasi, ditandai
dengan ciri-ciri:
1. Memudarnya batas-batas antar bangsa;
2. Lahirnya persaingan bebas;
3. Terbukanya pasar barang dan tenaga
kerja;
4. Lahirnya pranata baru sistem perda-
gangan;
5. Lahirnya kekuatan ekonomi baru;
6. Lahirnya regionalisasi perdagangan
seperti: WTO, ASEM, NAFTA, AFTA, APEC.

20
Ratifikasi 8 Konvensi Dasar ILO

1. Penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja


wajib;
a) Konvensi ILO No. 29 Thn 1930 tentang Kerja Paksa;
b) Konvensi ILO No. 105 Thn 1957 tentang Larangan Kerja
Paksa.

2. Kebebasan berserikat dan pengakuan atas hak untuk


melakukan perundingan bersama;
a) Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan
Berserikat dan Hak berorganisasi;
b) Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak Untuk
Berorganisasi dan Berunding Bersama.

21
3. Larangan atas segala bentuk diskriminasi:
a) Konvensi ILO No. 100 Thn 1951 tentang Persamaan Di
Dalam Penerimaan Penghasilan;
b) Konvensi ILO No. 111 Thn 1958 tentang Diskriminasi
Dalam Kesempatan Kerja dan Jabatan.

4. Larangan untuk mempekerjakan anak:


a) Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 tentang Usia
Minimum;
b) Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk terburuk
Pekerjaan Untuk Anak.

22
Lahirnya 6 Undang-undang Baru:
1.UU No. 21 Thn 2000 tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh;
2.UU No. 13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. UU No. 2 Thn 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial;
4.UU No. 39 Thn 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar
Negeri;
5. UU No. 40 Thn 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional;
6. UU. No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara jaminan Sosial.

23
PARADIGMA BARU HUBUNGAN
INDUSTRIAL

Pertama
Dijaminnya kebebasan berserikat;

24
Kedua

Ditetapkannya nilai-nilai baru,


diperbaharuinya syarat-syarat kerja
dalam hubungan industrial;

25
Ketiga
Sarana HI menjadi hal yang normatif untuk
dilaksanakan, yaitu:

a) Serikat Pekerja/Serikat Buruh;


b) Organisasi Pengusaha;
c) Lembaga Kerjasama Bipartit;
d) Lembaga Kerjasama Tripartit;
e) Peraturan Perusahaan;
f) Perjanjian Kerja Bersama;
g) Peraturan Per-UU-an Ketenagakerjaan;
h) lembaga PPHI.

26
Keempat
Ditetapkannya definisi baru mengenai
perselisihan hubungan industrial
dan tata cara (hk. Acara) baru
dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

27
Kelima
Potensi SDM terus menerus berubah, karena
adanya:
1. Keragaman Angkatan Kerja;
2. Kecenderungan Teknologi;
3. Era Globalisasi;
4. Kemajuan dan kecepatan informasi;
5. Perubahan Dalam Jabatan dan Pekerjaan.

28
Keenam
Diterapkannya
sistem pemerintahan otonomi daerah
di tingkat kabupaten/kota

29
BEBERAPA
LANGKAH STRATEGIS
DALAM UPAYA MENCIPTAKAN DAN
MENINGKATKAN KETENGANAN
INDUSTRIAL.

30
1. Utamakan Pelayanan Preventif dari
Represif;
a. Buat rencana kerja pembinaan sarana HI
secara sinergis dan strategis;
b. Tetapkan target hasil setiap orang;
c. Lakukan pembagian wilayah kerja;
d. Lakukan pembinaan (penyuluhan/
bimbingan) secara berkelompok/klasikal;
e. Bentuk tim pemantau tindak lanjut yang
terkoordinasi.

31
2. Pencepatan dan kebenaran (akurasi)
pelayanan;
a. Bentuk organisasi dan pembagian tugas
pelayanan;
b. Bangun standar pelayanan baku;
c. Lakukan pelayanan secara cepat, tepat,
terukur, baik dan benar;
d. Hindari pelayanan yang berbelit-belit lama
dan berubah-ubah ( jangan “kalau bisa
dipersulit kenapa dipermudah?”);

32
3. Pemberdayaan Kelembagaan
Ketenagakerjaan yang ada.
a. Kampanye peningkatan jumlah sarana HI
di perusahaan;
b. Minta laporan dan analisa LKS Bipartit di
perusahaaan;
c. Lakukan re-orientasi LKS yang ada dan
berdayakan;
d. Kembangkan pengetahuan tehnis dan
profesioanlisme pejabat ketenagakerjaan.

33
4. Peningkatan kemampuan/
ketrampilan Tehnis;
a. Diklat/penataran secara berkala/teratur;
b. Pendidikan spesialis;
c. Pembinaan secara berjenjang oleh atasan
secara berjenjang;
d. Melakukan pendampingan dalam
penanganan kasus/pembinaan;
e. Pemberian penghargaan dan hukuman.

34
5. Senantiasa aktif menyikapi
perubahan yang terus menerus:

1. Kerawanan bersifat dinamis dan kadang


tidak terduga;
2. Adakan kajian secara berkala/teratur;
3. Lakukan pertemuan berkala/berkelompok,
guna pemantauan potensi masalah sebagai
upaya deteksi dini dan pencegahan;
4. Senantiasa berprinsip, mencegah jauh lebih
murah/mudah dari menyelesaikan.

35
6. Tanggap terhadap:

a. Pengaduan masyarakat;
b. Informasi media massa/keamanan;
c. Kebijakan Pemerintah;
d. Dampak Perdagangan Internasional.

36
BEBERAPA
PRIORITAS PEMBINAAN
KEPADA PERUSAHAAN

37
Pertama:
Di bidang HI dengan:
a. Mentaati per-UU-an;
b. Melaksanakan Sarana HI;
c. Pengupahan yang adil dan layak
dengan membuat struktur/skala upah;
d. Pendidikan dan Latihan, dan
e. Komunikasi.

38
Kedua
Dari aspek manajerial,
: mendorong
perusahaan untuk menerapkan konsep
good corporate governance:
a. Keadilan (fairness);
b. Transparansi (transparency);
c. Akuntabilitas (accountability);
d. Pertanggung jawaban (responsibility).

39
Ketiga
Memperlakukan Pekerja secara wajar:
Mendorong Perusahaan untuk memberi
kesempatan bagi setiap orang untuk
dapat bekerja secara layak
(decent work).

Kerja yang produktif, bebas, setara, aman


dan bermartabat.

40
Keempat
Pengembangan etos kerja:

Mendidik pekerja, bahwa etos kerja disamping


sebagai sikap moral, berorientasi pada norma
sebagai standar yang harus diikuti,
juga sebagai sikap kehendak,
bahwa bekerja keras dilakukan atas dasar
kehendak bebas atas dasar
kesadaran sendiri.

41
HASIL YANG DIHARAPKAN:
TERUJUD PEMBANGUNAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL,
YANG AKAN MELAHIRKAN
KETENANGAN INDUSTRIAL,
PRODUKTIVITAS,
DAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA.

42
Selamat bekerja!
Alam semesta ini,
ibu dari seluruh kemakmuran,
tetapi bekerja dan berusaha,
adalah ayahnya.

43

Anda mungkin juga menyukai