Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENGGOLONGAN KATA TRADISIONAL BERDASARKAN

KATA SANDANG PADA CERITA RAKYAT “LEGENDA LAU KAWAR”


KARYA MARINA ASRIL REZA

Jihan Nabila

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Jihannabila004@ummi.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggolongan kata tradisional


berdasarkan kata sandang pada cerita rakyat “Legenda Lau Kawar” karya Marina
Asril Reza. Metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian yaitu
menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
penggolongan kata. Dalam penggolongan kata yang meliputi struktur sintaksis,
ciri penggolongan tradisional yang menganalisis berdasarkan arti, dan kata
sandang.

Kata kunci: struktur sintaksis, penggolongan tradisional, kata sandang.

1. Pendahuluan

Penggolongan kata dalam kelas kata itu tidak lain untuk menemukan
sistem dalam bahasa tersebut (Parare, 2007: 5). Penggolongan kata tersebut
menyederhanakan struktur dalam bahasa. Ramlan (1985:48) menyatakan
bahwa struktur morfologis tidak tepat dipakai sebagai dasar penggolongan
kata.

Dalam penggolongan kata terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain:


tradisional berdasarkan arti, ortografik berdasarkan adanya spasi, dan non-
tradisional gramatik berdasarkan perilaku pada fase dan kalimat.

1
Pada penggolongan kata memiliki ciri seperti halnya ciri penggolongan
tradisional yaitu analisis berdasarkan arti. Misalnya, kata benda yakni kata
yang menyatakan benda, kata kerja yakni kata yang menyatakan perbuatan,
dan kata sifat yakni kata yang menyatakan keadaan atau sifat. Sedangkan ciri
penggolongan non-tradisional yaitu analisis berdasarkan perilaku kata dalam
frase atau kalimat (gramatik).

Struktur sintaksis menunjuk pada pola-pola tetap susunan kata atau


ungkapan-ungkapan dalam kalimat-kalimat. Struktur sintaksis berdasarkan
fungsi terdiri dari istilah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Dalam penggolongan kata oleh Ramlan berdasarkan struktur sintaksis,
diperoleh beberapa golongan kata salah satunya kata sandang.

Kata sandang atau artikula adalah kata yang dipakai untuk membatasi kata
benda. Adanya kata sandang untuk menjadikan kata-kata atau bagian kalimat
bersifat kata benda, serta untuk memberi ketentuan kepada kata benda.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggolongan kata tradisional


berdasarkan kata sandang pada cerita rakyat “Legenda Lau Kawar” karya
Marina Asril Reza.

2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif digunakan karena penelitian yang dilakukan bertujuan
menggambarkan data secara alamiah. Metode ini menjelaskan data atau objek
secara alami, objektif, faktual.
Metode pada penelitian ini menggunakan penelitian perpustakaan yakni
adanya kegiatan mengamati berbagai literatur yang berhubungan dengan
pokok permasalahan berupa buku dengan tujuan untuk mengumpulkan data
dan informasi.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi pustaka
yang diambil dari dokumen dan buku-buku. Selain itu, sumber data penelitian

2
bersumber dari manusia maupun literatur buku, dokumen, dan lain
sebagainya yang dijadikan sebagai sumber data.
3. Pembahasan

Kata sandang atau artikula adalah kata yang dipakai untuk membatasi kata
benda. Adanya kata sandang untuk menjadikan kata-kata atau bagian kalimat
bersifat kata benda, serta untuk memberi ketentuan kepada kata benda. Ada
beberapa kata sandang yang dapat digunakan yakni si, para, sang, kaum,
yang, sri, hyang, kaum, dan umat. Dalam cerita rakyat “Legenda Lau Kawar”
terdapat bagian yang menggunakan kata sandang berikut ini:

Legenda Lau Kawar

Lau Kawar adalah sebuah danau yang terletak di Desa Kuta Gugung,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Danau ini
dikelilingi oleh bunga-bunga anggrek yang indah dan pemandangan alam
yang memesona. Menurut cerita yang diyakini masyarakat setempat, dulunya
Danau Lau Kawar adalah sebuah desa bernama Kawar.

Dahulu kala, Desa kawar merupakan desa yang subur. Suatu ketika, hasil
panen penduduk berlimpah ruah. Para penduduk pun mengadakan acara adat
sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Suara yang ramai membangunkan si Nenek. Perutnya terasa lapar. Dengan


susah payah, ia turun dari tempat tidur dan beringsut ke dapur untuk mencari
makanan. Sayangnya, tak ada sedikit pun makanan di dapur.

Nenek itu kembali ke tempat tidur. Ia sangat sedih karena dan menantunya
tidak ingat padanya. Padahal di tempat pesta banyak makanan berlebih. Air
matanya bercucuran.

Ketika pesta makan-makan usai, barulah anaknya ingat bahwa ibunya


belum makan. Ia menyuruh istrinya mengirimkan makanan untuk ibu mereka
di rumah. Sang istri segera membungkus makanan dan menyuruh anaknya

3
mengantar makanan itu. Setelah mengantar makanan, anak itu kembali ke
tempat pesta.

Si nenek sangat senang cucunya datang membawa makanan. Namun, ia


terkejut saat membuka bungkusan tersebut. Isinya hanyalah sisa-sisa makanan
yang menjijikkan. Si nenek sangat sedih. Air matanya berlinang, dalam
kesedihannya ia berdoa kepada Tuhan.

“Ya Tuhan, betapa durhakanya mereka kepadaku. Berikanlah pelajaran


yang setimpal kepada mereka!” doanya.

Tak lama kemudian, terjadilah gempa bumi yang dahsyat. Petir


menyambar dan guntur menggelegar, hujan turun begitu derasnya. Penduduk
yang sedang menyelenggarakan pesta rakyat berlarian dengan panik sambil
menjerit-jerit ketakutan. Namun, hujan semakin deras dan dalam sekejap.
Desa Kawar pun tenggelam, tak ada seorang pun yang selamat.

Desa yang subur dan makmur itu pun berubah menjadi sebuah kawah
besar yang digenangi air. Kawah itu dinamakan Lau Kawar.

Kata sandang yang terdapat pada cerita rakyat “Legenda Lau Kawar”,
sebagai berikut:

1. Suara yang ramai membangunkan si Nenek. Berdasarkan kalimat tersebut,


kata yang bergaris miring yakni kata si bergabung dengan kata benda
tunggal. Sebab dapat diketahui, kata nenek dalam kata tersebut
menerangkan nomina.
2. Sang istri segera membungkus makanan dan menyuruh anaknya
mengantar makanan itu. Berdasarkan kalimat tersebut, menjelaskan bahwa
kata sang dipergunakan untuk di depan benda yang dihormati atau
menyatakan maksud mengejek.
3. Si nenek sangat senang cucunya datang membawa makanan. Berdasarkan
kalimat tersebut, kata yang bergaris miring yakni kata si bergabung dengan

4
kata benda tunggal. Sebab dapat diketahui, kata nenek dalam kata tersebut
menerangkan nomina.
4. Si nenek sangat sedih. Berdasarkan kalimat tersebut, kata yang bergaris
miring yakni kata si bergabung dengan kata benda tunggal. Sebab dapat
diketahui, kata nenek dalam kata tersebut menerangkan nomina.
5. Para penduduk pun mengadakan acara adat sebagai bentuk syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan kalimat tersebut, kata para
dipergunakan untuk lebih hormat serta menegaskan sekelompok manusia
yang mempunyai suatu kesamaan tertentu.

Berdasarkan analisis di atas, kata sandang adalah kategori yang


mendampingi nomina dasar (misalnya si kancil, sang dewa, para pelajar),
nomina deverbal (misalnya si terdakwa, si tertuduh), pronomina (misalnya si
dia, sang aku), dan verba pasif (misalnya kaum tertindas, si tertindas) dalam
eksosentris yang berkategori nomina (Kridalaksana, 1986: 94).

Menurut Kridalaksana dalam buku “Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia”


(1986: 94), terdapat subkategorisasi artikula yang hanya dapat dilakukan
berdasarkan ciri semantis gramatikal, yaitu:
1. Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan nomina singularis, jadi
bermakna spesifikasi. Artikula yang demikian ialah:
a. Si adalah kata yang dapat bergabung dengan nomina singularis, baik
nomina persona, satwa maupun benda, adjektiva, pronomina; dan
menyatakan ejekan, keakraban, atau personifikasi.
b. Sang adalah kata yang dipergunakan untuk meninggikan harkat kata
yang didampinginya, biasanya bergabung dengan nomina, baik
persona, satwa, maupun benda dan menyatakan personifikasi, misalnya
sang saka, sang Merah Putih. Sang juga menyatakan maksud mengejek
atau menghormati, misalnya sang suami, sang guru, sang juara.
c. Sri adalah kata yang dipakai untuk mengkhususkan orang yang sangat
dihormati, misalnya Sri Baginda, Sri Ratu, Sri Paus.

5
d. Hang dan dang adalah kata yang digunakan untuk menerangkan nama
pria dan wanita dalam sastra lama.
2. Artikula yang bertugas untuk mengkhususkan suatu kelompok, masing-
masing:
a. Para adalah kata yang digunakan untuk mengkhususkan kelompok,
misalnya para guru, para mahasiswa, para ibu, dan para hadirin.
b. Kaum adalah kata yang digunakan untuk mengkhususkan kelompok
yang berideologi sama, misalnya kaum buruh, kaum tertindas, dan
kaum perempuan.
c. Umat adalah kata yang dipergunakan untuk mengkhususkan kelompok
yang memiliki latar belakang agama yang sama atau yang memiliki
konotasi keagamaan, misalnya umat Hindu, umat Islam, umat Kristen,
umat manusia.
4. Simpulan
Kata sandang yang termasuk pada bagian penggolongan kata tradisional
menjelaskan bahwa kata sandang adalah kata yang dipakai untuk membatasi
kata benda. Adanya kata sandang untuk menjadikan kata-kata atau bagian
kalimat bersifat kata benda, serta untuk memberi ketentuan kepada kata
benda.
Dalam cerita rakyat “Legenda Lau Kawar” terdapat kata sandang yakni si,
para, yang, dan sang. Hal tersebut menjelaskan bahwa dalam setiap cerita
akan memiliki kata sandang yang dapat analisis berdasarkan arti dengan
penggolongan tradisional.
5. Saran
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa penggolongan kata tradisional
berdasarkan kata sandang pada cerita rakyat “Legenda Lau Kawar” belum
banyak yang mengetahui. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar
pembaca dapat mempelajari penggolongan kata baik tradisional maupun non-
tradisional agar dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.

6
DAFTAR PUSTAKA

Awalludin. (2017). Pengembangan Buku Tes Sintaksis Bahasa Indonesia.


Yogyakarta: Deepublish.

Henny, Ikhdah. (2010). Kamus Saku Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit


Bentang.

Harimurti, Kridalaksana. (1986). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. (2018). Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Reza, Marina Asril. (2010). 108 Cerita Rakyat Terbaik Asli Nusantara. Jakarta:
Visimedia.

Waridah, Ernawati. (2008). EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta:


Kawan Pustaka.

Wibowo, Wahyu. (2011). Cara Cerdas Menulis. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Anda mungkin juga menyukai