Anda di halaman 1dari 19

PENDAHuLAN

Pengertian Komunikasi Menurut Effendi (2005), istilah komunikasi berasal dari

bahasa latin yaitu comunication yang berarti sama, dalam hal ini berarti sama makna.

Komunikasi juga diartikan sebagai upaya seseorang untuk merubah pikiran, perasaan

atau perilaku orang lain. Sedangkan menurut Swanberg (2000) dalam Mikos (2007),

komunikasi merupakan elemen dasar dari hubungan interpersonal untuk membuat,

memelihara, dan menampilkan kontak dengan orang lain. Hal ini sepaham dengan

pendapat Stuart dan Sundeen (2000) dalam Muhajir (2007), yang menyatakan bahwa

komunikasi adalah alat untuk membina hubungan terapeutik interpersonal karena

komunikasi mencakup penyampaian informasi dan pertukaran pikiran dan perasaan.

2.1.2 Komponen Komunikasi Komunikator: penyampai informasi atau sumber

informasi, Komunikan: penerima informasi atau memberi respon terhadap stimulus

yang disampaikan oleh komunikator, Pesan: gagasan atau pendapat, fakta, informasi

atau stimulus yang disampaikan, Media: saluran yang dipakai untuk menyampaikan

pesan, Encoding: perumusan pesan oleh komunikator sebelum disampaikan kepada

komunikan, 12 13 Decoding: penafsiran pesan oleh komunikan pada saat menerima

pesan (Notoatmodjo, 2005).

2.1.3 Jenis Komunikasi Menurut Sunaryo (2004), ada 3 (tiga) macam komunikasi

antara lain: 1. Komunikasi Searah Komunikator mengirim pesannya melalui saluran

atau media dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan tersebut tidak

memberikan umpan balik (feedback) 2. Komunikasi Dua Arah Komunikator

mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan, setelah disimpulkan kemudian

komunikan mengirimkan umpan balik kepada sumber berita atau komunikator 3.

Komunikasi Berantai Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator

kemudian disalurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan kedua disampaikan

kepada komunikan ketiga dan seterusnya.

2.1.4 Tujuan dan Manfaat Komunikasi Menurut Keliat (2005), secara umum tujuan

dari komunikasi antara lain:

1. Mampu memahami perilaku orang lain


2. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju

3. Memahami perlunya memberikan pujian.

4. Menciptakan hubungan personal yang baik

5. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu

6. Untuk menentukan suatu kesanggupan

7. Untuk meneliti pola kesehatan

8. Mendorong untuk bertindak

9. Memberi nasehat

Wijaya (2010), mengatakan bahwa tujuan komunikasi yang ingin dicapai dapat

digambarkan sebagai berikut:

1. Tujuan Komunikasi Dari Sudut Kepentingan Sumber terdiri atas:

a. Memberikan informasi

b. Mendidik

c. Menyenangkan atau menghibur

d. Mengajukan suatu tindakan atau persuasi

2. Tujuan Komunikasi Dari Sudut Kepentingan Penerima terdiri atas:

a. Memahami informasi

b. Mempelajari

c. Menikmati

d. Menerima atau menolak anjuran Proses mencapai kesepakatan (sharing of

meaning), lazimnya berlangsung secara bertahap.

karena itu, lebih awal kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses

komunikasi, yaitu:

1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa yang

kita tunjukkan kepada mereka)

2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat

3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak

menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan

maksud kita bisa mereka terima

5. Memperoleh umpan balik dari pendengar (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Candra (2006), tujuan utama komunikasi adalah untuk

membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami

atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi

terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara sosial.

Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan

menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. karena, salah satu prinsip

dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai

tujuan. Faktor-faktor tujuan dan kesulitan dalam proses komunikasi dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut. 16 Tabel 1. Faktor-Faktor Tujuan dan Kesulitan Dalam Proses

Komunikasi Tujuan Kesulitan Mendengar orang sulit memusatkan perhatian baik

pada kata yang tertulis maupun terucap untuk waktu yang lama orang kurang

memiliki perhatian pada apa yang bagi mereka tampak kurang penting Memahami

orang memiliki asumsi berdasarkan pengalaman masa lalunya orang sering tidak

memahami jenis bahasa yang dipakai pembicara orang lebih mudah salah mengerti

saat mereka mendengar tanpa melihat orang sering sudah menarik kesimpulan

padahal kita belum selesai bicara. Menyetujui orang sering merasa curiga terhadap

orang lain yang sedang sedang membujuk mereka orang tidak suka jika dibuktikan

bersalah Bertindak tidak mudah bagi banyak orang untuk mengubah kebiasaan

mereka orang merasa takut akan akibat dari pengambilan tindakan yang keliru banyak

orang tidak suka mengambil keputusan Umpan balik beberapa orang sering dengan

sengaja menyembunyikan reaksi dan apa yang sesungguhnya mereka pikirkan

penampilan dapat bersifat memperdaya -anggukan kepala, mungkin tidak selalu tanda

setuju dan mengerti, karena bisa digunakan untuk menutupi ketidak tahuan atau

keragu-raguan. Sumber: Wijaya (2010)


2.2 Metode Komunikasi SBAR 2.2.

1 Pengertian Komunikasi SBAR Komunikasi yang berbasis SBAR merupakan

strategi komunikasi yang dipakai oleh team pelayanan kesehatan dalam melaporkan

maupun menyampaikan keadaan pasien kepada teman sejawat. Komunikasi SBAR

dilakukan pada saat timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun

melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain (Tim KP-RS RSUP

Sanglah, 2011).

Kerangka komunikasi SBAR memuat informasi pasien tentang Situation,

Background, Assessment dan Recommendation. Komunikasi SBAR adalah cara

sederhana yang secara efekif telah mengembangkan komunikasi dalam setting lain

dan efektif pula digunakan pada pelayanan kesehatan (Ohio’s Medicare, 2010).

Kerangka Komunikasi dengan metode SBAR Kerangka komunikasi SBAR adalah

kerangka tehnik komunikasi yang disediakan untuk berkomunikasi antar para petugas

kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien (Permanente, 2011).

SBAR adalah kerangka yang mudah untuk diingat, mekanisme yang digunakan

untuk menyampaikan kondisi pasien yang kritis atau perlu perhatian dan tindakan

segera. SBAR menyediakan metode komunikasi yang jelas mengenai informasi yang

berkaitan tentang kondisi pasien antara tenaga medis (klinis), mengajak semua

anggota tim pelayanan kesehatan untuk memberikan masukan pada situasi/kondisi

pasien termasuk rekomendasi. Fase pemeriksaan dan rekomendasi memberikan

kesempatan untuk diskusi diantara tim pelayanan kesehatan. Metode ini mungkin

agak sulit pada awalnya bagi pemberi dan penerima informasi (Leonard, 2014).

Tabel 2. Kerangka Komunikasi dengan metode SBAR S- SITUATION Situasi yang

menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu dilaporkan B- BACKGROUND

Gambaran riwayat /hal yang berhubungan dengan kondisi atau masalah pasien saat

ini A- ASSESSMENT Kesimpulan dari analisa terhadap gambaran situasi R-

RECOMMENDATION Usulan tentang alternatif tindakan yang akan dilakukan,

kapan, dimana Menurut Leonard (2014), adapun prinsip-prinsip bagaimana

menggunakan SBAR dan apa saja yang harus dikomunikasi adalah sebagai berikut:
1. S (Situation) mengandung informasi tentang identitas pasien, masalah yang terjadi

saat ini dan diagnosa medis.

2. B (Background) menggambarkan riwayat/data sebelumnya yang mendukung

situasi saat ini seperti:

a. Riwayat penyakit/kondisi sebelumnya

b. Riwayat pengobatan

c. Riwayat tindakan medis atau keperawatan yang sudah dilakukan

d. Riwayat alergi

e. Pemeriksaan penunjang yang mendukung

f. Vital sign terakhir

3. A (Assessment) adalah kesimpulan dari masalah yang terjadi saat ini, apakah

kondisi membaik atau memburuk.

4. R (Recommendation) mengandung informasi tentang:

a. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi

b. Solusi apa yang bisa ditawarkan ke dokter

c. Solusi/tindakan apa yang direkomendasi oleh dokter.

d. Kapan dan dimana dilakukan.

Dari beberapa laporan dan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa tehnik

SBAR efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan pelayanan yang dilakukan oleh

penyedia layanan. Komunikasi tidak efektif merupakan akar penyebab tertinggi dari

sentinel event (Amato-Vealey, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh The Joint

Commmission Organizations tentang sentinel events didapatkan data bahwa kejadian

total sentinel events terjadi oleh karena masalah komunikasi sebesar 70% ( Mikos,

2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah komunikasi adalah hal yang penting

dalam pelayanan keperawatan karena kesalahan komunikasi dapat mengakibatkan

insiden keselamatan pasien.

2.3 Timbang Terima ( Handover

) 2.3.1 Pengertian Timbang Terima ( Handover) Friesen (2008) menyebutkan tentang

definisi dari handover adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab
dan tanggung gugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan yang

mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi tentang pasien.

Selain itu juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan,

tanggungjawab utama dan 20 kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke

perawat yang akan melanjutnya perawatan. Operan sering disebut dengan timbang

terima atau handover. Operan adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima

sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien (Nursalam, 2011).

Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara

singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif

yang sudah dan yang belum dilakukan serta perkembangan pasien saat itu. Informasi

yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat

berjalan dengan sempurna. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, timbang

terima (handover) dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat primer

(penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan (Rohmah,

2012). Berdasarkan pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa operan adalah suatu

cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan

keadaan pasien.

2.3.2 Tujuan Timbang Terima ( Handover) Ada beberapa tujuan kenapa timbang

terima itu dilakukan yaitu:

1. Menyampaikan kondisi dan data keadaan pasien (data fokus).

2. Menyampaikan hal yang sudah /belum dikerjakan dalam asuhan keperawatan

kepada pasien.

3. Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat dinas

berikutnya 21

4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya (Urrahman, 2009).

2.3.3 Manfaat Timbang Terima ( Handover) Menurut Friesen (2008), manfaat

Timbang Terima ( Handover) bagi perawat adalah:

1. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat

2. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat


3. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien dilaksanakan secara

berkesinambungan

4. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna. Sedangkan bagi

pasien, manfaat yang didapat pasien bisa menyampaikan masalah secara langsung

bila ada yang belum terungkap. Pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan

karena setiap perkembangan yang terjadi maupun tindakan yang akan dilakukan

diinformasikan dengan jelas kepada pasien/keluarga (Notoadmojo, 2005). 2.3.4

Pelaksanaan Timbang Terima Menurut Nursalam (2011), pelaksanaan timbang terima

dilakukan tiga tahap seperti dijelaskan berikut.

1. Di Nurse Station

a. Ka Ruangan (Ka Ru) membuka timbang terima dengan mengucapkan salam dan

menyampaikan acara pagi ini.

b. Ka Ru menanyakan kesiapan PP pagi dan PA malam.

c. Ka Ru memimpin doa

d. Ka Ru mempersilahkan PA malam untuk menyampaikan laporan timbang terima

pada PP pagi dan PA pagi.

e. PA malam melaporkan timbang terima secara singkat tentang total jumlah pasien,

jumlah pasien baru/pindahan, pasien pulang, pasien bermasalah, diagnose medis,

masalah keperawatan,intervensi yang sudah maupun yang belum dilaksanakan,serta

hal-hal khusus lain yang perlu diketahui.

f. Ka Ru menanyakan pada PP dan PA pagi apakah ada hal yang perlu diklarifikasi

atau yang kurang jelas kepada PP malam.

g. Apabila timbang terima dianggap jelas oleh PP dan PA pagi maka Ka Ru

memimpin teman-temannya untuk melakukan timbang terima ke ruang perawatan.

2. Di Kamar Pasien (Validasi Data)

a. PA malam menyapa pasien dengan ramah dan perhatian sambil menjelaskan tujuan

kedatangan mereka.

b. PA malam memperkenalkan petugas/perawat yang bertugas hari ini (Ka Ru, PP

dan PA)
c. PA malam menyampaikan kondisi/keadaan pasien pagi ini dan rencana perawatan

selanjutnya.

d. PA malam menghampiri dan mendekati pasien sambil menanyakan keadaannya

saat ini, bilaperlu rencana tindakan maupun pemeriksaan hari ini dijelaskan juga.

e. Ka Ru dan rekan-rekannya pamitan kepada pasien untuk melihat pasien yang lain.

f. Lama timbang terima setiap pasien kurang lebih 2-3 menit kecuali kondisi khusus

yang memerlukan keterangan lebih detail.

3. Nurse Station

a. Ka Ru mengklarifikasi hasil validasi data

b. Laporan timbang terima ditandatangani kedua PP dan Ka Ru

c. Reward Ka Ru kepada perawat yang telah menyelesaikan tugas dan yang akan

bertugas

d. Timbang terima ditutup oleh Ka Ru

Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:

a. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggungjawab.

Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.

b. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang

melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa

pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara

perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang datang.

c. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan

tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan

untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien

langsung (Urrahman, 2009)

.4 Kualitas Bedside Handover 2.4.1 Pengertian Kualitas Tjiptono (2007)

mengemukakan bahwa konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif

kebaikan sebuah produk barang atau jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas

kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas

kesesuaian adalah suatu ukuran tentang seberapa jauh suatu produk mampu
memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. Goetsch dan

Davis (dalam Tjiptono, 2007) mendefenisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis

yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi harapan. Trisnantoro (2005), mengatakan bahwa kualitas

adalah suatu standart yang harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau

lembaga atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja,

proses dah hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Menurut Supranto

(2006), kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang

harus dikerjakan dengan baik. Keunggulan suatu produk jasa sangat tergantung dari

keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai

dengan keinginan dan harapan pelanggan. Menurut Kotler (2002) dalam Irawan

(2007), definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan

oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan

pada satu produk fisik. Pelayanan 25 merupakan perilaku produsen dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada

konsumen itu sendiri. Kotler juga mengatakan bahwa perilaku tersebut dapat terjadi

pada saat, sebelum dan sesudah terjadinya transaksi. Pada umumnya pelayanan yang

bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang

lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang

berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang

dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara

penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut: 1. Kualitas

meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup

produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan 3. Kualitas merupakan kondisi yang

selalu berubah. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas

adalah sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik, apakah sudah sesuai dengan

keinginan dan harapan pelanggan. 2.4.2 Unsur-unsur Kualitas Menurut Tjiptono

(2007), apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak
mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka

kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini yang

dijadikan pertimbangan adalah kesulitan atau kemudahan 26 konsumen dan produsen

didalam menilai kualitas pelayanan, oleh karena itu dalam kualitas pelayanan harus

mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut : 1. Hak dan kewajiban bagi pemberi

maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing

pihak; 2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan

kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang teguh pada

efisiensi dan efektivitas; 3. Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum harus

diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang

dapat dipertanggungjawabkan; 4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan

oleh pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan

berkewajiban member peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya

(Supranto, 2006). 2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Menurut Tjiptono

(2007), ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu layanan

yang diharapkan (expected service) dan layanan yang diterima (perceived service).

Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan

konsumen, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi

sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari pada yang

diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. 27 Dengan demikian baik

tidaknya kualitas layanan bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi

penyedia jasa/layanan melainkan berdasarkan pada persepsi konsumen. Seperti yang

dikemukakan Kotler (1997) dalam Irawan (2007), bahwa kualitas harus dimulai dari

kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen. Persepsi konsumen

terhadap kualitas layanan itu sendiri merupakan penilaian menyeluruh konsumen atas

keunggulan suatu layanan 2.4.4 Komponen Kualitas Menurut Supranto (2006),

Terdapat 5 (lima) determinan atau komponen kualitas jasa yang dapat dirincikan

sebagai berikut : 1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan instansi untuk


memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. 2.

Ketanggapan (responsiveness), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan

memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada para masyarakat dengan

penyampaian informasi yang jelas. 3. Asuransi (assurance), yaitu pengetahuan dan

kesopansantunan pegawai serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan

dan keyakinan para masyarakat kepada instansi. 4. Empati (emphaty), yaitu

memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan

kepada para masyarakat dengan berupaya memahami keinginan masyarakat. 28 5.

Bukti fisik (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan

prasarana fisik lembaga pemerintahan dan keadaaan lingkungan sekitarnya adalah

bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Menurut Tjiptono &

Chandra (2007), lima dimensi utama kualitas pelayanan yang disusun sesuai dengan

urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut : 1. Keandalan (Reliability),

berkaitan dengan kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan layanan yang

akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan

pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati, Disamping itu untuk mengukur

kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan yang tepat dan dapat diandalkan.

Ketepatan perawat dalam memberikan pelayanan serta bersikap ramah dan selalu siap

menolong. Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan

yang dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada

pasien di rumah sakit. Tingkat kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga

kesehatan tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan

pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu pelayanan. 2. Daya Tangkap

(Responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan perawat untuk

membantu pasien dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan

pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat. Dalam

hal ini perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul keluhan yang

disampaikan oleh pasien. 29 3. Jaminan (Assurance), yaitu perilaku perawat mampu


menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat bisa menciptakan

rasa aman bagi pasien. Jaminan juga berarti bahwa perawat selalu bersikap sopan dan

menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap

pertanyaan atau masalah pasien.Perawat juga diharapkan mempunyai kemampuan

untuk berkomunikasi secara efektif kepada pasien. 4. Empati (Empathy), berarti

perawat memahami masalah pasien dan bertindak demi kepentingan pasien, serta

memberikan perhatian personal kepada pasien dan memiliki jam operasi yang

nyaman. 5. Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan daya tarik fisik, perlengkapan,

kerapian. kebersihan serta penampilan perawat (Tjiptono & Chandra, 2007)

Mengukur kualitas pelayanan berarti membandingkan kinerja suatu jasa dengan

seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dikemukakan oleh

Lehtinen dan Lehtinen dalam Tjiptono (2007) bahwa ada dua dimensi kualitas jasa,

yaitu process quality (yang dievaluasi pelanggan selama jasa diberikan) dan output

quality (yang dievaluasi setelah jasa diberikan). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10

(sepuluh) faktor utama yang menentukan kualitas jasa, yaitu (Tjiptono, 2007) : 1.

Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan

kemampuan untuk dipercaya (dependability). 2. Responsiveness, yaitu kemauan atau

kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 30 3.

Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan

pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. 4. Access,

meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan

santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact person. 6.

Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang

mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7.

Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. 8. Security, yaitu aman dari bahaya,

risiko, keragu-raguan. 9. Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk

memahami kebutuhan pelanggan. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa

berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa. 2.4.5
Pengertian Bedside Handover Menurut Kuntoro (2010), model bedside handover

yaitu handover yang dilakukan di samping tempat tidur pasien dengan melibatkan

pasien atau keluarga pasien secara langsung untuk mendapatkan feedback. Menurut

Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare (2007), bedside

handover yaitu metode transfer informasi (termasuk tanggungjawab dan

tanggunggugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan atau pertukaran

antar shift yang dilakukan disamping tempat tidur pasien yang bertujuan untuk 31

berbagi informasi antara pasien dan petugas untuk memastikan kesinambungan

perawatan dan merupakan proses interaktif, memberikan kesempatan pasien untuk

memberikan masukan dan menyampaikann masalahnya. Menurut Clemens (2007),

bedside handover adalah metode timbang terima yang dilakukan disamping pasien

untuk mengklarifikasi permasalahan pasien dan mengklarifikasi data timbang terima

shift jaga sebelumnya untuk memastikan kesinambungan perawatan, memberikan

kesempatan pasien untuk memberikan masukan dan menyampaikann masalah pasien.

Berdasarkan pengertian diatas bedside handover yaitu metode utama timbang terima

antar shift yang dilakukan disamping tempat tidur pasien untuk memastikan

kesinambungan perawatan, memberikan kesempatan pasien untuk memberikan

masukan dan menyampaikann masalahnya, serta mengklarifikasi data timbang

terima. 2.4.6 Manfaat Bedside Handover Secara umum metode bedside handover

memiliki beberapa manfaat diantaranya: a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam

mengambil keputusan terkait kondisi penyakitnya secara up to date. b. Meningkatkan

hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan perawat. c. Mengurangi waktu

untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien secara khusus. 32 d. Bedside

handover juga tetap memperhatikan aspek tentang kerahasiaan pasien jika ada

informasi yang harus ditunda terkait adanya komplikasi penyakit atau persepsi medis

yang lain (Kuntoro, 2010) 2.4.7 Alur Bedside Handover Menurut Australian

Commission on Safety and Quality in Healthcare (2007), secara garis besar alur

bedside handover dibagi menjadi lima tahapan yaitu persiapan, pendahuluan,

pertukaran informasi, keterlibatan pasien, memastikan keselamatan (safety scan). 1.


Tahap Persiapan Ada empat aspek tahap persiapan dalam bedside handover, yaitu

persiapan staf dan alokasi pasien, memperbarui lembar timbang terima sesuai dengan

kondisi terkini pasien, memberikan informasi kepada pasien, keluarga dan

pengunjung lain. a. Persiapan Staf dan Alokasi Pasien Bedside handover menuntut

tim jaga keperawatan untuk mempersiapkan anggota timbang terima yang akan

melakukan timbang terima disamping pasien, selanjutnya jumlah pasien yang akan

dilakukan timbang terima dan waktu pelaksanaan timbang terima juga harus

dipersiapkan sehingga pelaksanaannya efektif dan efesien (Australian Commission on

Safety and Quality in Healthcare, 2007). b. Memperbarui Lembar Handover Lembar

handover berisi tentang informasi semua pasien di bangsal perawatan harus

diperbarui setiap shift. Lembar timbang terima yang sudah 33 diperbarui sesuai

dengan kondisi terkini pasien memungkinkan perawat untuk memperoleh

pemahaman tentang pasien yang mereka rawat, sehingga memudahkan

mengklarifikasi data saat dilakukan bedside handover. Informasi yang terdapat pada

lembar ini dapat mencakup usia, jenis kelamin, diagnosis medis dan keperawatan

terkini, riwayat kesehatan, perubahan dalam kondisi pasien, hasil pemeriksaan

penunjang terkini atau apakah sedang menunggu hasil laboratorium, perencanaan

pulang, dan informasi seperti status HIV atau penyakit menular lainnya beserta

pencegahan penularannya. Lembar handover dapat disesuaikan dengan kebutuhan

bangsal khusus. Ketika tim keperawatan melakukan handover , perawat koordinator

harus memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan lembar timbang terima up

to date dan akurat (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare,

2007). c. Pemberian Informasi Kepada Pasien Menjelang waktu timbang terima,

anggota tim harus memberitahu pasien bahwa timbang terima akan segera dimulai.

Hal ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk mempersiapkan diri dalam

memberikan dan menerima informasi tentang perawatan dirinya (Australian

Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007). d. Persiapan Keluarga dan

Pengunjung lain Pasien diberikan kebebasan untuk memilih anggota keluarga yang

diizinkan untuk tinggal di samping tempat tidur pasien selama timbang terima serta
34 pengunjung lain harus diminta untuk meninggalkan ruangan selama timbang

terima (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007). 2. Tahap

Pendahuluan Ketua tim jaga memimpin pelaksanaan timbang terima sedangkan sisa

anggota tim jaga lainnya melaksanakan perawatan pasien lainnya. Ketua tim jaga

menciptakan hubungan yang baik dengan pasien dan memperkenalkan anggota tim

jaga selanjutnya kepada pasien dan keluarga. Adapun alur pendahuluan bedside

handover yaitu: a. Mempersiapkan peserta untuk handover b. Ketua tim jaga

memimpin timbang terima, sedangkan sisa anggota tim jaga lainnya melaksanakan

perawatan pasien lainnya c. Semua anggota tim jaga selanjutnya mengikuti timbang

terima. d. Serah terima pasien ke tim jaga shift selanjutnya e. Penyerahan pasien

menggunakan lembar timbang terima sebagai panduan dalam memberikan perawatan

selanjutnya f. Pasien dapat diberikan pilihan apakah timbang terima akan dilakukan

jauh dari samping tempat tidur pasien, terutama jika mereka berada di sebuah ruangan

dengan beberapa tempat tidur dalam satu kamar (Kerr, 2010). 3. Tahap Pertukaran

Informasi Serah terima akurat dan rinci sangat penting untuk memastikan staf bisa

memberikan perawatan lanjutan yang aman. Secara umum, informasi yang 35

diserahkan saat bedside handover tidak berbeda dengan isi timbang terima secara

umum, namun staf harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien dan

mengurangi penggunaan bahasa medis. Memastikan keselamatan pasien saat

melakukan bedside handover sangat penting dilakukan. Dengan melihat langsung

kondisi pasien maka perawat dapat menggali informasi tentang kondisi pasien lebih

mendalam, menjelaskan kondisi pasien dan rencana perawatan selanjutnya,

menjelaskan hasil pemeriksaan penunjang terkini, respon pasien terhadap pengobatan

dan asuhan keperawatan yang diberikan dan memvalidasi data-data pasien.

Selanjutnya, pasien memiliki kesempatan untuk memperjelas kondisinya saat ini dan

menanyakan apa yang menjadi keluhannya (Clemens, 2007). 4. Tahap

Keterlibatan/Berpusat Kepada Pasien Dalam pendekatan berpusat pada pasien untuk

perawatan, penting untuk melibatkan pasien dalam timbang terima. Pasien harus

diberi kesempatan untuk bertanya dan memperoleh penjelasan, dan mengkonfirmasi


informasi. Secara khusus, perawat yang memimpin timbang terima harus memancing

atau membujuk pasien untuk berkomentar atau mengajukan pertanyaan selama

timbang terima. Anggota keluarga harus diundang untuk berpartisipasi dalam

penyerahan timbang terima dengan persetujuan pasien. Kelompok pasien yang

mungkin tidak berpartisipasi dalam timbang terima yaitu pasien yang sedang tertidur,

pasien bingung atau gangguan jiwa, pasien dalam keadaan koma, pasien dalam

isolasi, pasien yang 36 memiliki kesulitan dalam berkomunikasi, serta kondisi lain

yang menghalangi partisipasi pasien (Chaboyer, 2007). 5. Tahap Memastikan

Keselamatan Pasien Selama timbang terima perawat berkewajiban memastikan

keselamatan pasien yang berkaitan dengan lingkungan, keadaan atau kondisi pasien

dan pengecekan kembali status dokumentasi. a. Lingkungan Pasien Selama

melakukan bedside handover perawat berkewajiban untuk memastikan lingkungan

yang aman bagi pasien. Item keselamatan tersebut menyangkut: 1) Mendekatkan bell

disamping pasien sehingga mudah dijangkau 2) Memastikan mesin suction, oksigen

dan perlengkapan lain disamping pasien berfungsi secara baik dan mudah dijangkau

3) Memastikan balutan, drain, akses intravena dan infusion pump aman dan berada

dalam posisi yang benar. 4) Pengecekan lain yang lebih spesifik seperti pengaman

tempat tidur, ketinggian tempat tidur dan lain-lain (Australian Commission on Safety

and Quality in Healthcare, 2007). b. Pemeriksaan Ulang Keadaan Pasien Pemeriksaan

kembali status fisik pasien termasuk pengecekan kateter, drain dan juga balutan

(Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007). 37 c.

Pengecekan Kembali Status Dokumentasi Saat akan mengakhiri bedside handover,

ketua tim jaga melakukan review atau pengecekan kembali status dokumentasi seperti

pemberian obat-obatan, perubahan vital sign, rencana perawatan, dan juga observasi

keadaan lainnya seperti balance atau keseimbangan cairan, resiko jatuh dan status

dekubitus (Australian Commission on Safety and Quality in Healthcare, 2007). 2.4.8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bedside Handover Mikos (2007), menyebutkan

ada beberapa hal yang mempengaruhi pelaksanaan handover yaitu: 1. Kemampuan

perawat dalam mengkoordinir pelaksanaan handover 2. Komunikasi yang objektif


antar sesama petugas kesehatan. 3. Kemampuan menginterpretasi medical record. 4.

Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien. 5. Pemahaman tentang prosedur

klinik. 6. Tingkat ketergantungan atau jenis pasien 7. Pengalaman kerja dan

kompetensi perawat 2.5 Hubungan Penggunaan Metode Komunikasi SBAR dengan

Kualitas Pelaksanaan Bedside Handover Pelaksanaan metode komunikasi SBAR dan

bedside handover yang efektif dan terkoordinasi dengan baik akan dapat

meningkatkan kepuasan pasien dan kualitas pelaksanaan asuhan keperawatan yang

secara tidak langsung akan menyebabkan 38 peningkatan angka keselamatan pasien

(patient safety) terutama dalam hal mengurangi medication error. Program

keselamatan pasien (patient safety) adalah untuk menjamin keselamatan pasien di

rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Kesalahan dalam pemberian pelayanan kesehatan yang menyebabkan

insiden keselamatan pasien salah satunya adalah kesalahan dalam hal timbang terima

atau handover. Pelayanan kesehatan bersifat kompleks dan melibatkan berbagai

praktisi klinis serta berbagai disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan.

Keselamatan pasien merupakan upaya hal yang harus diutamakan dalam penyediaan

pelayanan kesehatan. Pasien harus memperoleh jaminan keselamatan selama

mendapatkan perawatan atau pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni

terhindar dari berbagai kesalahan tindakan medis (medical error) maupun kejadian

yang tidak diharapkan (Koentjoro, 2007). Dalam menghindari kesalahan tindakan

medis (medical error) maupun kejadian yang tidak diharapkan maka perlu dilakukan

handover yang baik dan sesuai standar, salah satunya adalah penerapan metode

komunikasi SBAR yang diaplikasikan dalam bedside handover. Trend dan perubahan

yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap pelaksanaan

handover. Melalui pelaksanaan bedside handover maka perawat dapat memvalidasai

data yang dimiliki serta memastikan keselamatan pasien saat pelaksanaan timbang

terima. Kesalahan akibat penyampaian timbang terima pada saat pergantian shift akan

berakibat pada menurunnya indikator kualitas pelayanan terutama patient safety suatu

rumah sakit (Fabre, 2010 dalam Manopo, 2012). 39 SBAR adalah metode terstruktur
untuk mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera

dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan

keselamatan pasien. SBAR juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan

serah terima antara shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda.

Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam

situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan

untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya (Leonard,

2014). Pelaksanaan bedside handover yang berkualitas akan mampu menggali data

tentang pasien. Kualitas pelaksanaan bedside handover dapat dilihat dari lima

komponen kualitas pelayanan yaitu, keandalan (reliability), berkaitan dengan

kemampuan pemberi pelayanan untuk memberikan layanan yang akurat, kemampuan

dan keterampilan yang dimiliki petugas. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan

dengan kesediaan dan kemampuan perawat untuk membantu pasien dan merespons

permintaan mereka dan perawat cepat tanggap terhadap masalah yang timbul keluhan

yang disampaikan oleh pasien. Jaminan (assurance), yaitu perilaku perawat mampu

menumbuhkan kepercayaan pasien terhadap perawat dan perawat bisa menciptakan

rasa aman bagi pasien. Empati (empathy), berarti perawat memahami masalah pasien

dan bertindak demi kepentingan pasien, serta memberikan perhatian personal kepada

pasien dan memiliki jam operasi yang nyaman. Bukti fisik (tangibles), berkenaan

dengan daya tarik fisik, perlengkapan, kerapian. kebersihan serta penampilan perawat

(Tjiptono & Chandra, 2007). Kelima komponen kualitas pelaksanaan bedsisde 40

handover tersebut akan membuat pasien merasa dihargai dan dilibatkan dalam proses

keperawatan sehingga secara tidak langsung akan membantu kesembuhan pasien.

Melalui metode komunikasi SBAR dalam pelaksaan badside handover maka akan

terjadi kontinuitas pelaksanan asuhan keperawatan serta perawat dapat melaksanakan

perannya dengan baik. Timbang terima harus dilakukan seefektif mungkin dengan

menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,

tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum dilakukan serta perkembangan

pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga kesinambungan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna. Dalam melaksanakan asuhan

keperawatan, timbang terima (handover) dilakukan oleh perawat primer keperawatan

kepada perawat primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara

tertulis dan lisan Teori yang dikemukakan oleh Koentjoro (2010), pasien harus

memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau pelayanan di

lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai kesalahan tindakan

medis. Untuk itu, komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan

pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang

fundamental dalam perawatan pasien. Semua komponen yang ada pada timbang

terima antar shift, membutuhkan komunikasi dengan menggunakan metode SBAR,

antar perawat dengan petugas kesehatan lainnya maupun perawat dengan sejawat.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Quiteria Manopo (2010), dengan judul

“Hubungan Antara Penerapan Timbang Terima Pasien dengan Keselamatan Pasien

Oleh Perawat 41 Pelaksana di RSU Gmim Kalooran Amurang Manado”, menunjukan

hasil adanya hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan

pasien oleh perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang. Melalui

penggunaan komunikasi SBAR dan kualitas pelaksanaan bedside handover maka

program keselamatan pasien akan dapat dilaksanakan dengan baik serta

meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait kondisi

penyakitnya secara up to date. Dalam pelaksanaan bedside handover yang

berkualitas, maka semua sistem akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yaitu

perawat, pasien atau klien dan keluarga (Australian Commission on Safety and

Quality in Healthcare, 2007).

Anda mungkin juga menyukai