Anda di halaman 1dari 7

GEOGRAFI

UPACARA ADAT
“UPACARA TABUIK”

DISUSUN OLEH :
KRISTI MARTAULI SIMANJUTAK
XI 1PS 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya makalah geografi tentang upacara adat pasola ini dapat selesai dengan
lancar.

makalah ini di buat atas dasar pelajaran Geografi. saya berterimakasih kepada ibu
anisa selaku guru geografi yang telah membimbing dan memberikan kesempatan
untuk saya menyusun makalah ini.. Tak lupa juga saya ucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang telah memotivasi saya dalam membuat ini.

Saya selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun. saya juga berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan budaya indonesia.
PENDAHULUAN
Upacara yang satu ini sebenarnya lebih berkaitan dengan religi, berdasarkan
kepercayaan umat Islam Tapi hanya ditemukan di Kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat. Sehingga, menjadi sebuah tradisi yang khas dari daerah tersebut.
Upacara Tabuik ini digelar sebagai bentuk peringatan atas kematian anak Nabi
Muhammad SAW dalam sebuah perang di zaman Rasulullah dulu. Dilakukan pada
Hari Asura setiap tanggal 10 Muharram tahun Hijriah. Beberapa hari sebelum
datangnya waktu penyelenggaraan upacara ini, masyarakat akan bergotong royong
untuk membuat dua tabuik. Kemudian, pada hari H, kedua tabuik itu di arak menuju
laut di Pantai Gondoriah. Satu tabuik diangkat oleh sekitar 40 orang. Di
belakangnya, rombongan masyarakat dengan baju tradisional mengiringi,
bersamaan dengan para pemain musik tradisional. Lalu, kedua tabuik itupun
dilarung ke laut.upacara adat tabuik

Pariaman adalah salah satu kota yang berada di Kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat, tepatnya di pesisir pantai (Laut Hindia) sebelah utara kota Padang.
Pariaman, yang berarti “daerah yang aman”, memiliki luas wilayah 73,36 kilometer
persegi. Di daerah ini ada suatu pesta adat yang disebut dengan tabuik. Kata tabuik
yang berasal dari bahasa Arab dapat mempunyai beberapa pengertian. Pertama,
tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’. Sedangkan, pengertian yang lain
mengatakan bahwa tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang
digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah.

Perayaan tabuik yang diselenggarakan setiap 1--10 Muharam adalah suatu upacara
untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61
Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Cucu Nabi Besar Muhammad ini
dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam perang Karbala di Padang
Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh kaum Syiah di Timur Tengah dengan
cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya tradisi mengenang kematian cucu
Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda.
Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan
di Bengkulu. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik
melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada
umat Islam, setelah ia meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dengan
mengangkat Jasid (anaknya) sebagai putera mahkota.
PEMBAHASAN
Muharam merupakan bulan yang memiliki keistimewaan sendiri bagi kaum muslim di
seluruh penjuru duniah termasuk Indonesia. Muslimin menyambut bulan muharam
ini dengan bermacam – macam cara dan bermacam – macam perasaan.

Mungkin yang selama ini kita tahu muharam merupakan awal bulan hijriyah.
Mungkin yang kita tahu seluruh muslimin di dunia menyambut bulan ini dengan
kegembiraan. Ternyata tidak seluruh kaum muslimin menyambut bulan yang
istimewa ini dengan kegembiraan. Salah satu dari kaum muslimin yang merasakan
hal berbeda adalah dari saudara kita, kaum syi’ah.

Kaum syi’ah menyambut bulan ini dengan penuh kesedihan. Hal tersebut karena
pada bulan Muharamlah terjadinya pembantaian Imam mereka. Imam mereka tidak
lain adalah Husein bin Ali yaitu cucu Rasulullah saw.

Begitu pula di Indonesia , masyarakat muslim di Indonesia menyambut bulan


Muharam dengan berbagai cara.

Seluk Beluk Tradisi ‘Tabuik’

Dari berbagai tradisi di Indonesia untuk menyambut bulan Muharam yang sangat
unik ialah tradisi ‘tabuik’. Perayaan ‘tabuik’ merupakan perayaan yang sangat
berbeda bila dibandingkan dengan perayaan lainnya yang ada di Indonesia.
Perayaan ‘tabuik’ merupakan budaya yang berasal dari daerah barat pulau
Sumatera, yaitu daerah Minangkabau.

Untuk asal – muasal perayaan ‘tabuik’ diyakini tradisi ini dibawa oleh sekolompok
suatu bangsa yang ada di Timur Tengah. Kelompok ini menganut aliran syi’ah Jafari.
Dan diselidiki kelompok ini merupakan bangsa Cipei yang ada di sekitar dataran
India. Mereka adalah serdadu Inggris, yaitu pasukan Islam Thamil, yang datang ke
Bengkulu. Saat itu Bengkulu sedang diambil alih oleh Inggris dari tangan Belanda.
Setiap tahunnya pada bulan Muharam orang – orang Cipei ini memperingati tragedi
peristiwa Karbala dengan cara mereka.

Lama – kelamaan peringatan ini diikuti oleh masyarakat Bengkulu. Dengan


berjalanya waktu peringatan ini meluas hingga sampai di Padang, Painan, Maninjau,
Banda Aceh, Mealuboh, dan Pariaman. Dalam perkembangannya, peringatan
tersebut hilang satu – persatu dari daerah – daerah tersebut. Akhirnya peringatan
tersebut tinggallah di Pariaman saja. Di Pariaman peringatan tersebut bernama
‘tabuit’ yang sudah berbeda dengan peringatan yang dibawa oleh bangsa Cipei.

Istilah ‘tabuik’ sebenarnya bukan kata yang berasal dari Minang. Kata ‘tabuik’
merupakan serapan dari bahasa Arab. Asal mula kata ‘tabuik’ adalah tabut. Tabut
sendiri memiliki arti kotak atau peti kayu
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ‘Tabuik’

Perayaan ‘tabuik’ ini hanya dilaksanakan di Kota Pariaman yang berada di pesisir
pantai Sumatera Barat. Perayaaan ini diselanggarakan dari pusat Kota Pariaman
hingga Pantai Gandoriah.Perayaan ‘tabuik’ digelar hanya pada bulan Muharam saja.
Perayaan ini berlangsung selama 10 hari lamanya. Dimulai dari pagi 1 Muharam
hingga malam 10 Muharam dengan rentetan acara yang sudah menjadi tradisi ‘anak
nagari’.Perayaan ‘tabuik’ ini diikuti oleh hampir seluruh lapisan masyarakat
pariaman.Dari sepuluh hari itu, di setiap harinya terdapat acara yang sangat sakral.
Dimulai dari pembuatan ‘tabuik’ yang berbentuk seperti keranda dan bouraq hingga
proses pelepasan ‘tabuik’ ke pantai.Dalam perayaan ‘tabuik’ terbagi menjadi dua
perayaan yaitu ‘tabuik’ pasa (balai) dan ‘tabuik’ subarang. Pasa (balai) ialah daerah
utama di Pariaman, yang dimana menjadi pusat kota. Subarang merupakan daerah
Pariaman yang berada di samping Pasa (balai). Kedua bagian kota ini terpisah oleh
sungai yang membelah Pariaman

Versi-versi Tabuik

Ada beberapa versi mengenai asal-usul perayaan tabuik di Pariaman. Versi pertama
mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang Arab aliran Syiah yang datang
ke Pulau Sumatera untuk berdagang. Sedangkan, versi lain (diambil dari catatan
Snouck Hurgronje), mengatakan bahwa tradisi tabuik masuk ke Indonesia melalui
dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala Hikayat Muhammad
diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah ritual tabuik dipelajari
Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh bangsa Cipei/Sepoy
(penganut Islam Syiah) yang dipimpin oleh Imam Kadar Ali. Bangsa Cipei/Sepoy ini
berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai (mengambil
alih) Bengkulu dari tangan Belanda (Traktat London, 1824). Orang-orang
Cipei/Sepoy ini setiap tahun selalu mengadakan ritual untuk memperingati
meninggalnya Husein. Lama-kelamaan ritual ini diikuti pula oleh masyarakat yang
ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Panian, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi,
Banda Aceh, Melauboh dan Singkil. Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-
persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat
yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Di
Pariaman, awalnya tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik
Adat. Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk
menyaksikannya, pada tahun 1974 pengelolaan tabuik diambil alih oleh pemerintah
daerah setempat dan dijadikan Tabuik Wisata.
Pesta Tabuik

Sebelum upacara adat tabuik dilaksanakan, dilakukan pembuatan tabuik di dua


tempat, yaitu di pasar (tabuik pasar) dan subarang (tabuik subarang). Kedua tempat
tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Dahulu,
selama berlangsungnya pesta tabuik selalu diikuti dengan perkelahian antara warga
dari daerah pasar dan subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami-isteri yang
berpisah dan masing-masing kembali ke daerah asalnya di subarang dan pasar.
Setelah upacara tabuik berakhir, suami-isteri tersebut kembali berkumpul dalam satu
rumah. Walaupun korban terluka parah dalam perkelahian, namun ketika acara
berakhir mereka bersatu kembali, sehingga suasana kembali semula (tenang dan
damai).

Tabuik yang dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian (atas dan bawah)
yang tingginya dapat mencapai 12 meter. Bagian atas yang mewakili keranda
berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni.
Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala
manusia. Bagian bawah ini mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya
membawa Imam Hosein ke langit menghadap Yang Kuasa. Kedua bagian ini
nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai
untuk disatukan dengan bagian bawah.. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap,
ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat para
pengusung tabuik biasanya diiringi dengan musik gendang tasa.

Gendang tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh
orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat).
Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut tasa didiang. Jenis ini dibuat dari
tanah liat yang diolah sedemikian rupa, kemudian dikeringkan. Tasa didiang ini
harus dipanaskan sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah yang terbuat
dari plastik atau fiber dan dapat langsung dimainkan. Sebagai catatan, selama pesta
yang lamanya 10 hari ada pertunjukan-pertunjukan lain, seperti: pawai tasawuf,
pengajian yang melibatkan ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran
(TPA) dan Madrasah se-Kota Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus,
dan bahkan atraksi debus khas Pariaman.

Setelah penyatuan tabuik selesai (menjelang Zuhur), kedua tabuik yang merupakan
personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang dipajang berhadap-hadapan.
Sebagai catatan, dalam acara pesta adat tabuik yang lamanya sekitar 10 hari (1--10
Muharam), ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu: (1) pembuatan tabuik; (2)
tabuik naik pangkat (menyatukan tiap-tiap bagian tabuik); (3) maambiak tanah
(mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan Magrib). Pengambilan tanah
tersebut mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah
diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga
yang berukuran 3x3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih. Lalu, diletakkan
dalam peti bernama tabuik; (4) maambiak batang pisang (mengambil batang pisang
dan ditanamkan dekat pusara); (5) maarak panja/jari (mengarak panja yang berisi
jari-jari palsu keliling kampung). Maarak panja merupakan pencerminan
pemberitahuan kepada pengikut Husein bahwa jari-jari tangan Husein yang mati
terbunuh telah ditemukan; (6) maarak sorban (membawa sorban berkeliling)
menandakan bahwa husein telah dipenggal; dan (7) membuang tabuik (membawa
tabuik ke pantai dan dibuang ke laut).

Setelah waktu Ashar, di tengah ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling
Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang
senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gandoriah. Pertemuan kedua
tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara tabuik, karena
tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di
Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut.

Prosesi pembuangan tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan


masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka.
Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang
membawa jasad Husein ke Surga.Menurut saya kebudayaan ‘tabuik’ ini merupakan
sebuah kebudayaan yang sangat menarik untuk dipelajari/digali lebih dalam lagi.
‘Tabuik’ juga merupakan suatu budaya Minang yang sangat eksotis bila anda dapat
merasakannya sendiri. Sangat jarang budaya Indonesia yang terangkat dari
kebudayaan kaum syi’ah.Seiring berjalannya waktu saat ini, kebudayaan Indonesia
mulai menghilang satu persatu. Seharusnya kita sadar betapa pentingnya budaya.
Sekarang kita boleh bangga dengan budaya kita, tetapi bila kita tidak jaga, maka
akan bernasib sama dengan pulau sipadan dan lain – lainnya. Jadi, dari sekarang
kita harus menjaga kebudayaan bangsa kita.

Anda mungkin juga menyukai