Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Definisi kesehatan menurut Kemenkes yang tertulis dalam UU No.
23 tahun 1992 merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota tubuh,
sosial dan jiwa pada seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa
gangguan yang berarti dimana ada kesinambungan antara kesehatan fisik,
mental dan sosial seseorang termasuk dalam melakukan interaksi dengan
lingkungan. Kesehatan oleh masyarakat masih dianggap penting setelah
orang tersebut dalam keadaan sakit. Namun, tentu akan lebih baik untuk
dapat melakukan pencegahan dengan menjaga kesehatan daripada
mengobati. Dalam era global saat ini, banyak terjadi permasalahan dalam
bidang kesehatan. Terutama masalah kesehatan yang menyangkut
permasalahan moral. Dewasa ini, berbagai macam permasalahan moral
muncul dalam kehidupan kita sehari-hari. Permasalahan-permasalahan
moral yang muncul sejauh ini menyangkut aborsi, bayi tabung, eutanasia,
mastektomi, malpraktik, donor organ. Permasalahan-permasalahan ini
ditentang oleh berbagai pihak yang menilai bahwa tindakan-tindakan
tersebut merusak moral hidup manusia. Manusia tidak lagi menghargai
hidup serta Tuhan sebagai pemberi hidup. Manusia dengan
pengetahuannya serta didasari atas superioritasnya (atas ciptaan yang lain)
berupaya untuk melampaui kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
karena manusia berusaha untuk merampas kedaulatan Tuhan sebagai satu-
satunya pemegang kuasa untuk memberi hidup dan mencabut hidup setiap
makhluk di bumi ini.
Eutanasia salah satu permasalahan yang sering diperdebatkan saat
ini. Berbagai golongan berupaya untuk memahami dan menjelaskan
permasalahan eutanasia dengan pandangan atau ideologi masing-masing.
Di satu pihak, ada golongan yang terus berupaya untuk menolak tindakan
eutanasia yang dilakukan secara sadar, sengaja, dan langsung. Tetapi di
lain pihak ada pula golongan yang berupaya untuk melegalkan tindakan

1
eutanasia. Upaya legalisasi tindakan eutanasia tersebut dilatarbelakangi
dengan berbagai alasan antara lain, paradigma yang mengatakan bahwa
selain hak untuk hidup, manusia juga mempunyai hak untuk mati (the
right to die). Pertentangan antara dua kubu ini hingga saat ini masih terus
berlangsung.

B. Rumus Masalah
Bagaimana euthanasia dipandang dari etika keperawatan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian euthanasia
2. Menjelaskan jenis-jenis euthanasia
3. Menjelaskan pandangan etis terhadap euthanasia
4. Menjelaskan hukum mengenai euthanasia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Euthanasia
Istilah Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan
thanatos. Kata eu berarti baik, tanpa penderitaan  dan thanatos berarti mati.
Dengan demikian Euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa
penderitaan. Adapun pengertian Euthanasia menurut para ahli sebagai
berikut:
Menurut Hilman (2001) Euthanasia berarti “pembunuhan tanpa
penderitaan“. Tindakan ini biasanya dilakukan terhadap penderita penyakit
yang secara medis sudah tidak mungkin lagi untuk bisa sembuh. Menurut
istilah kedokteran, Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan
kesakitan atau penderitaan yang dialami oleh seseorang yang akan
meninggal, juga berarti mempercepat kematian seseorang yang berada
dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat menjelang kematiannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Euthanasia merupakan tindakan
yang dilakukan oleh tenaga medis dengan sengaja untuk tujuan kematian
secara baik tanpa menderita. Namun, tindakan Euthanasia tidak
sepenuhnya dari keputusan pihak tenaga medis melainkan dari keputusan
pasien dalam mengakhiri penderitaan.
B. Jenis – jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut seperti jenis, cara
pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan
lain-lain.  Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik
melalui intervensi aktif oleh dokter dengan tujuan untuk mengakhiri
hidup seorang manusia. Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan :
a. Euthanasia aktif langsung (direct)
yaitu dilakukannya tindakan medik secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau meperpendek
hidup pasien.

3
b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
yaitu dimana dokter melakukan tindakan medik untuk
meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko
tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.
1. Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau


mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk
mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan
akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.

C. Pelaksaan Euthanasia
Pelaksaan Euthanasia dibagi atas 4 kategori, yaitu:
1. Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud
memperpendek hidup pasien.
2. Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek
hidup pasien.
3. Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan
memperpendek hidup pasien.
4. Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek
hidup pasien

D. Pandangan Etis terhadap Euthanasia


Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah
satu argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika
kita mengizinkan pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi
cara ini bisa dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia lanjut, atau
orang lain yang dianggap tidak berguna lagi. Ada suatu prinsip etika yang
sangat mendasar yaitu kita harus menghormati kehidupan manusia. Tidak
pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan tertentu.
Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian kehidupan” (the sanctity of life).
Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut dan
karena itu dimana-mana harus dihormati.

4
Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri
yang ada secara intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan
berakhir bersama dengan berakhirnya manusia). Keberadaan martabat
manusia ini terlepas dari pengakuan orang. Masing-masing orang harus
mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu
masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu,
manusia tidak pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk
mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang lain.
Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia.
Argumentasi yang banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to
die. Menurut mereka, jika pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak
meminta agar penderitaannya segera diakhiri. Beberapa hari yang tersisa
lagi pasti penuh penderitaan. Euthanasia atau bunuh diri dengan bantuan
hanya sekedar mempercepat kematiannya,
Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang
paling mendasar dan melekat pada diri manusia secara kodrati berlaku
universal dan bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Namun pada kenyataannya,masih banyak manusia yang dengan sengaja
melakukan berbagai cara untuk mengakhiri kehidupannya sendiri maupun
orang lain secara tidak alamiah. Hal ini tentu saja bertentangan dengan
keyakinan setiap umat beragama yang percaya bahwa Tuhan pemililik
hidup ini dan berhak atas kehidupan manusia ciptaan-Nya, juga hanya
Tuhan yang akan menentukan batas akhir kehidupan setiap manusia di
dunia sesuai dengan kehendak-Nya (Christian, 2006). Euthanasia
merupakan salah satu contoh dari pemaksaan kematian yang dilakukan
oleh manusia.
Penderitaan adalah bagian dari kehidupan yang sudah ditentukan
Tuhan, oleh karena itu harus diterima (Said, 1989).Manusia bukanlah
pemilik mutlak dari hidupanya sendiri, manusia adalah administrator
hidup manusia yang harus mempertahankan hidup itu. Dengan demikian,
manusia tidak mempunyai hak apapun untuk mengambil atau
memutuskanhidupnya baik hidupnya sendiri maupun hidup orang

5
lain. Euthanasia dapatdigolongkan seagai bentuk pembunuhan karena
euthanasia mengambil hidup oranglain atau hidupnya sendiri. Euthanasia
menjadi salah satu cermin dimana manusiaingin merebut hak prerogatif
Tuhan atas kehidupan (Said, 1989).Euthanasia merupakan bentuk
perampasan hak hidup orang lain. Di Indonesia,hak hidup dilindungi oleh
UUD 1945 Pasal 28A yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
hidup dan mempertahankan kehidupannya. 
Selain itu, euthanasia juga bertentangan dengan Pancasila sila
kedua dimana segala upaya untuk merampas hak hidup manusia adalah
perbuatan tercela dan perbuatan semena-mena terhadap orang lain.Ada
suatu prinsip etika yang mendasar yaitu kita harus menghormati
kehidupan manusia. Pada Kode Etik Kedokteran Indonesia Bab II tentang
kewajibandokter terhadap pasien, tidak memperbolehkan mengakhiri
penderitaan dan hidup orang sakit yang dalam pengetahuan dan
pengalaman tidak dapat disembuhkan lagi (Kode Etik Kedokteran, 2002)
dalam Pasal 9 Bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban
dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa
mengingatakan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Ini berarti
bahwa, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seseorang yang
sakit meskipun menurut pengetahuandan pengalaman tidak akan sembuh
lagi.
Namun apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian
batang otak atau kehilangan fungsi otak sama sekali,
maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun masih ditem
ukan denyut jantung. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan ol
eh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara
keseluruhan dan sebaiknya hal ini di lakukan setelah di adakan konsultasi
dengan dokter berpengalaman, selain itu harus dipertimbangkan keinginan
pasien, keluarga pasien, dan kualitas hidup terbaik yangdiharapkan.
Dengan demikian, dasar etika moral untuk melakukan euthanasia
adalahmemperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien, bukan
mengakhiri hidup pasien (Kode Etik Kedokteran, 20002).

6
E. Hukum Mengenai Euthanasia
1. Hukum Negara / Konstitusional
Di negara Eropa tindakan euthanasia sudah diakui legalitasnya,
tentunyadengan beberapa persyaratan. Pertama, dari segi medis ada kep
astian bahwa penyakit sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua,
harga obat dan biaya tindakan medis sudahterlalu mahal. Ketiga,
dibutuhkan usaha ekstra dalam mendapatkan obat dan tindakanmedis
tersebut.Di Indonesia masalah euthanasia masih belum diakui secara
yuridis danmungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif Indonesia,
euthanasia mendapat tempat yang diakui secara yuridis. Berdasarkan
hukum di Indonesia, euthanasia adalah peraturan yang melawan hukum
dapat dilihat pada peraturan perundang-undagan pada Pasal 344, 338,
340,345, dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pasal 344 KUHP adalah Negara sangat menghormati hak hidup
dan hak untuk melangsungkan kehidupan warga negara, karena
pada dasarnya hanya Tuhan Yang Maha kuasa yang memberikan
kehidupan dan seharusnya Tuhan lah yang seharusnya mengambil. Tak
seorang pun dapat mengambil walaupun atas permintaan orang
bersangkutan. Hak hidup juga dijunjung tinggi oleh masyarakat
internasional, seperti yang tercantum dalam Pasal 3
Universal Declaration of Human Rights yang menjamin hak hidup, hak
kebebasan, dan hak keamanan setiap orang (The Rights to Life, Liberty,
and Security of Personal). Meskipun dalam euthanasia, seseorang
menyerahkan diri dengan sukarela untuk diakhiri kehidupannya karena
penderitaan suatu penyakit walau dalam stadium terminal sekalipun,
namun orang lain tetap tidak mempunyai hak untuk mengambil nyawa
seseorang.
1. Hukum Agama
Di indonesia terdapat berbagai macam agama dan dalam negara
kita ada 5 agama yang telah memiliki hukum tentang euthanasia
sebagai berikut :

7
a. Hukum Agama Islam
Hukum Euthanasia Positif adalah Memudahkan proses
kematian secara aktif (eutanasia positif) jelas-jelas tidak
diperkenankan oleh syariat Islam. Sebab yang demikian itu berarti
dokter melakukan tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit
dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara
overdosis. Menurut Wahyudi (1997) mengatakan islam sangatlah
mempertahatikan keselamatan jiwa dan kesejahteraan hidup
manusia, Maka dari itu islam menetapkan berbagai norma hukum
baik hukum perdata maupun hukum pidana beserta sanksi
hukumnya. Sanksi hukumnya dapat berupa had, diyat, dan ta’zir.
Pada yaumul akhir nanti akan dimintai pertanggung jawaban dan
akan disiksa di neraka.
Oleh karena itu, Mengenai praktik euthanasia islam telah
menguraikan sebagaimana dalam Al-Quran “Hidup dan Mati
Berada di tangan Allah” (Q.S. Al-Mulk : 2)

b. Hukum Agama Hindu


Pandangan agama hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan
pada ajaran tenang karma, moksa, dan ahimsa. Karma adaah suatu
konsekuensi murni dari semua jenis kehendak dan maksut
perbuatan yang baik maupun yang buruk, lahir atau batin dengan
pikiran kata-kata atau tindakan. Moksa adalah kebebasan dari
siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut
ajaran agama hindu. Ahimsa adalah prinsip anti kekerasan atau
pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam
ajaran hindu dengan pemikiran bahwa peerbuatan tersebut dapat
menjadi suatu faktor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh
karena menghasilkan karma buruk. Kehidupan manusia sangatlah
berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan
kembali.

8
Berdasarkan kepercayaan kepercayaan umat hindu apabila
seseorang melakukan bunuh diri maka rohnya tidak akan masuk
neraka maupu surga, melainkan tetap berada di dunia fana sebagai
roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa
waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan.

c. Hukum Agama Budha


Ajaran agama budha sangat menekankan kepada makna dari
kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan
makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran
budha. Berdasarkan hal tersebut maka nampak jelas bahwa
euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat di benarkan
dalam ajaran agama budha. Salain itu, ajaran budha sangat
menekankan pada welas asih.
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah
merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran budha yang
dengan demikian dapat menjadi karma negatif kepada siapapun
yang terlibat dalam pengambilan keputusan guna memusnahkan
kehidupan sesorang tersebut.

d. Hukum Agama Katolik


Kitab injil menghendaki agar umat katolik bersedia
menghormati martabat setiap manusia sebagai makhluk ciptaan
menurut citra (gambar) Allah. Tindakan euthanasia aktif pada
hakikatnya sama dengan membunuh (menghilangkan nyawa)
pasien sekalipun dengan dalih yang argumentatif. Membunuh
adalah melanggar perintah yang ke-6 dari 10 perintah Allah
“jangan membunuh” dan lagi “marah dan membunuh berakar
dalam kebencian” (mattius 5 : 21-22).
Namun ajaran katolik membenarkan tindakan euthanaisa
dengan kata lain bukan untuk memeperpendek kehidupan pasien,
melainkan untuk membantu meringankan penderitaan pasien.

9
e. Hukum Agama Kristen
Gereja Protestan terdiri dari berbagai dominasi yang mana
memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya
terhadap euthanasia dan orang yang membantu pelaksanaan
euthanasia. Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut
misalnya dari Gereja Methodis dalam buku ajarannya menyatakan
bahwa penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang
hidup pasien reminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan tentang hingga kapankah peralatan
penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung
kesempatan hidup pasien dan kapankah batas akhir kesempatan
hidup tersebut.

10
BAB III

RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Resume Kasus
Ada seseorang professor yang berinisial Tn. G yang bertempat
tinggal di Australia beliau berusia 140 tahun. Tn. G mengajukan tindakan
euthanasia di sebuah klinik di Swiss pada hari Kamis, 10 Mei 2018. Tn. G
bertekad mengajukan tindakan euthanasia tersebut dengan alasan hidupnya
telah dirasa tidak berguna dan bermanfaat diusia panjangnya. Dalam kasus
ini, terdapat dua pihak antara pendukung dan penentang. Tanggapan
pendukung mengutarakan bahwa para pendukung memuji keputusan Tn.
G karena telah menentukan nasibnya sendiri setelah menyatakan bahwa
hidupnya diusia panjang ini tidak lagi berharga.
Namun para penentang mementingkan keputusan mengenai
mengakhiri hidup semata-mata berdasarkan usia akan menjadi preseden
berbahaya. Keputusan akhir pada akhir ini Tn. G tetap dilakukan tindakan
euthanasia dengan cara menyuntikkan obat untuk mempermudah
kematian.
B. Pembahasan
Dalam kasus ini Tn.G dikategorikan kedalam jenis Euthanasia aktif
secara langsung karena Euthanasia pada Tn.G dilakukan dengan cara
memberikan tindakan berupa suntik mati. Dari resume kasus Tn.G dapat
dikategorikan sebagai kasus kuantitas vs kualitas hidup karena dilihat dari
segi kuantitas, Tn.G masih termasuk atau terhitung jiwa yang hidup.
Namun, apabila dilihat dari kualitasnya Tn. G sudah tidak produktif dan
bermanfaat lagi mengingat usianya yang sudah mencapai 104 tahun. Tn.G
yang meminta kepada perawat untuk melakukan Euthanasia kepada
dirinya yang berusia 104 tahun, beliau merasa hidupnya sudah tidak
berguna akhir-akhirnya. Dalam keadaan seperti ini, perawat menghadapi
permasalahan tentang posisi apakah yang dimilikinya untuk menentukan
keputusan secara moral. Sebenarnya perawat tersebut berada pada posisi
kuantitas melawan kualitas hidup, karena perawat sudah tidak memiliki

11
alasan untuk mempertahankan kehidupan Tn.G yang telah di usia 104
tahun yang tidak produktif lagi. Selain dikategorikan kedalam kuantitas vs
kualitas hidup kasus ini juga dikategorikan kedalam kasus kebebasan vs
penanganan dan pencegahan bahaya karena dalam kaus ini Tn.G memiliki
kebebasan untuk melangsungkan kehidupannya lagi atau tidak. Namun
Perawat mempunyai kewajiban untuk memberikan motivasi kepada Tn.G
agar dia tidak melakukan apa yang dia harapkan yaitu menyuruh perawat
melakukan euthanasia kepada dirinya. Pada situasi ini perawat
menghadapi masalah dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang
profesional pada pasien guna memengaruhi Tn.G untuk tetap
melangsungkan kehidupannya.
Di pandang dari segi Etis, Agama, Sosial, dan Budaya bangsa
Indonesia, Euthanasia tidak diperbolehkan. Di Indonesia Euthanasia di
anggap sebagai tindakan yang tidak etis karena mengakhiri kehidupan
seseorang sebelum waktunya. Dan dilihat dari segi agama di Indonesia,
Euthanasia dianggap sebagai pembunuhan. Dan dari segi Sosial dan
Budaya di Indonesia, euthanasia masih dianggap asing dan belum banyak
yang mengerti apa itu Euthanasia dan Euthanasia dianggap menyalahi
moral dari bangsa Indonesia. Jadi, jika di Indonesia diperbolehkan untuk
melakukan Euthanasia maka akan menimbulkan banyak pertentangan dari
masyarakat Indonesia.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Euthanasia adalah suatu tindakan tenaga medis dengan sengaja yang
bertujuan untuk kematian yang baik tanpa menderita.
2. Kasus dari tuan G termasuk ke dalam euthanasia aktif dengan alasan
tuan G meminta untuk disuntikkan obat kedalam tubuhnya.
3. Secara moral tindakan euthanasia pada tuan G tidak bermoral karena
memutuskan hidup tuan G dengan semata-mata berdasarkan usianya
yang sudah tidak produktif lagi dan dipandang dari segi Etis, Agama,
Sosial, dan Budaya bangsa Indonesia, Euthanasia tidak
diperbolehkan,bahkan di indonesia kasus euthanasia masih asing di
lingkup sosial budaya.
4. Berdasarkan hukum di Indonesia, euthanasia adalah peraturan yang
melawan hukum dapat dilihat pada peraturan perundang-undagan pada
Pasal 344, 338, 340,345, dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.Berdasarkan hukum agama tindakan itu termasuk dalam
kategori pembunuhan. Meskipun itu yang mendorongnya rasa kasihan.

B. Saran
Dalam menghadapi kasus-kasus yang berkembang seperti kasus
euthanasia, kita sebagai tenaga kesehatan harus bersikap
profesionalisme dalam melakukan tindakan, jangan sampai kita
langsung menyetujui keputusan yang diinginkan pasien yang akan
berdampak negatif pada diri pasien.

13

Anda mungkin juga menyukai