Kelompok 1 Makalah Proyek Inovasi
Kelompok 1 Makalah Proyek Inovasi
Kelompok 1
Kelompok 1
i
Kun
inga
n,
Nov
emb
er
202
2
Pen
yus
un
DAFTAR ISI
Halaman pengesahan
Kata Pengantar ...........................................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan......................................................................................................................1
ii
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................................4
1.3 Keaslian Literatur Review.................................................................................................4
Bab 2 Konsep Teori ...................................................................................................................8
2.1 Konsep Diabetes Melitus..................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus..............................................................................................8
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus.............................................................................................8
2.1.3 Etiologi T2DM..................................................................................................................10
2.1.4 Faktor Resio T2DM..........................................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi T2DM...........................................................................................................13
2.1.6 Tanda dan Gejala T2DM...................................................................................................15
2.1.7 Diagnosa T2DM................................................................................................................16
2.1.8 Komplikasi T2DM............................................................................................................17
2.1.9 Penatalaksanaan T2DM.....................................................................................................19
Bab 3 Pembahasan......................................................................................................................22
3.1 Hasil..................................................................................................................................22
3.2 Pembahasan.......................................................................................................................23
3.3 Implikasi Keperawatan......................................................................................................27
3.4 Keterbatasan Litrev ..........................................................................................................27
Bab 4 Penutup.............................................................................................................................28
4.1 Simpulan............................................................................................................................28
4.2 Saran..................................................................................................................................28
Daftar Pustaka ............................................................................................................................29
Lampiran
iii
BAB I
PENDAHULUAN
jaringan perifer (Kumari et al., 2018). Maka dari itu timbul suatu penyebab
ketidakpatahuan dalam diit dan pengobatan dan pola aktivitas, maka akan
baik secara mikroangiopati atau makroangiopati (Studi & Si, 2017). Dan
kegagalan terbesar dalam terapi atau pengobatan diabetes melitus sebagian besar
tercapainnya tujuan pengobatan dan diet (Sucipto & Fadlilah, 2017). Penyebab
kurangnya melakuan aktivitas fisik, dan perubahan pada pola gaya hidup, dan
penurunan kualitas hidup (Rawat et al., 2019). Kendala terbesar penderita diabetes
melitus yaitu melakukan pola hidup yang sehat dan pematuhan dalam diit baik
modifikasi gaya hidup dan terapi jangka panjang (Puskesmas, 2017). Yang
tahun, yang mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas fisik (Puskesmas, 2017).
1
Angka prevalensi penderita Diabetes Melitus setiap tahun meningkat,
sekitar 463 juta orang di tahun 2019, dan jumlah ini diproyeksikan akan naik
mencapai 578 juta penderita pada tahun 2030, dan di perkirakan pada tahun 2045
akan naik jumlah penderita Diabetes melitus sekitar 700 juta penderita di dunia
pada tahun 2019. Dan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dari 10 negara
rentan usia 15-59 tahun ada sekitar 57 ribu penderita diabetes melitus baik tipe 1
atau tipe 2, dan sisanya sebanyak 7.715 ribu orang penderita diabetes melitus
satunya dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga, pengaturan diit dan
terhadap kepatuhan diit (Desa et al., 2019). Salah satu penyebab yang
2
3
memberikan penyuluhan dan konseling (Ernawati et al., 2020). Dengan upaya
pengendalian dan pencegahan diabetes melitus seperti, minum obat, diet rendah
karbohidrat dan rendah lemak, olahraga teratur, dengan merubah sikap dan
perilaku sehat sehingga mampu mengontrol kondisi dan penyakit dan mengontrol
gula darah sehingga kualitas hidup tetap terjaga dengan baik (Ilmiah et al., 2018)
memberikan konseling secara lengkap dan edukasi secara jelas dengan upaya
4
1.2 Tujuan
Mengetahui bagaimana manfaat konseling pada penderita DM tipe 2
Andi-lis-arming- Pengaruh
Penerapan pendidikan
gandini, emi pendidikan Pendidikan
Poliklinik RSUD, kesehatan dapat
pranggono, kesehatan terhadap kesehatan,
AW. Sjahranie- desain grup 30 Quasy meningkatkan
1. helwiah ropi pengetahuan pengetahua
samarinda prettest responden Eksperiment pengetahuan dan perilaku
perilaku dan gula n, perilaku
pasien DM Tipe 2
darah pada pasien dan gula
diabetes melitus darah
tipe 2
Peran perawat sebagai
edukator terhadap Peran Terdapat hubungan yang
design 112
pasien diabetes melitus perawat signifikan antara peran
rancangan responden
Nabila cindy tipe 2 di kabupaten Kabupaten Pra- sebagai perawat sebagai edukator
2. one grup
anggraeni, Jember Jember eksperiment edukator, dengan persepsi sakit
prettest-
nurwidaya pesepsi pada pasien DM tipe 2
posttes
ti, sakit, pasien kabupaten jember
jonhapan diabetes
sutawarda melitus tipe
na 2
Hendra Harwadi, IRNA non dengan 15 Pendidikan
3. kusman ibrahim, Pengaruh pendidikan Pra Terdapat pengaruh
bedah pendekatan respoden kesehatan,
helmi hayati kesehatan terhadap Experiment kepatuhan pendidikan kesehatan
penyakit one group
kepatuhan diet pada terhadap kepatuhan diet
5
dalam diet
pasien DM tipe 2 di pada pasien diabetes
IRNA non bedah RSUP dr melitus diruang IRNA non
penyakit dalam RSUP M Djamil bedah penyakit dalam RS
dr M Djamil padang padang dr Djamil padang 2014
pada tahun 2014 dengan hasil uji statistic
menggunakan uji
wicolxon didapatkan nilai
P= 0,002 (p= ≤ 0,05 α)
4. Thatit Wilayah Quasy 20 orang Design Pendidika
nurmawati, yeni Efektivitas pendidikan Puskesmas boro Metode ekspositori tentang
eksperi n
kartikasari, nitria kesehatan dengan kecamatan meal planning berpengaruh
ment kesehatan,
setianingsih metode ekpositori selorejo terhadap pola makan
tentang meal planning metode penderita DM tipe 2
terhadap pola makan ekspositor
pasien DM tipe 2 i meal
planning
pola
makan
pasien DM
tipe 2
6
Dengan adanya
pengingkatan pengetahuan
Penyuluhan kesehatan Wilayah
Hidayatus Penyuluhan tentang diabetes melitus
diabetes melitus pesisir rancangan
syadiah, Dini kesehatan yang merupakan
pentalaksanaan dan Surabaya one group 23 quasy
6. meiwidayanti, diabetes penambahan informasi dan
aplikasi senam kaki pre-test post- responden experiment
Yoga kertapati melitus. wawasan tentang
pada lansia di wilayah test
Penatalaks kesehatan serta
pesisir surabaya
anaan dan memberikan gambaran yg
aplikasi jelas bagi lansia untuk
senam kaki pencegahan dan
penatalaksanaannya.
7. Desa Gonila Ceramah Dan 22 responden Quasy Pengetahuan Pendidikan kesehatan
Peningkatan pengetahuan kecamatan demonstrasi Eksperiment dan upaya dengan metode ceramah
dan upaya pencegahan Kartasura pencegahan dan demostrasi dapat
Fahrun nurrosyid, diabetes melitus melalui kabupaten diabetes
meningkatkan
dian hudiawati, pendidikan kesehatan Sukoharjo Jawa melitus,
tengah pendidikan pengetahuan upaya
beti kristinawati
kesehatan pencegahan dan sikap
positif terhadap DM.
8. Fitrah Reynaldi, Penyuluhan pentingnya Bunaya 1 rancangan one 27 responden Quasy Pentingnya Kegiatan penyuluhan
Yarmaliza, tengku pencegahan penyakit Gampong ujong group pre-test Eksperiment pencegahan tentang pencegahan
nih farisni diabetes sejak dini kepada drien post- test penyakit diabetes sejak dini telah
guru perempuan TK yaa diabetes
dilaksanakan tepat waktu
bunaya 1 gampong ujong melitus
drien dan berjalan dengan baik
7
9. Hanung prasetya, Pendidikan kesehatan dan Desa kebak desain One 35 responden Design Pendidikan Pelaksanaan kegiatan
joko tri atmojo, implikasi senam kaki kecamatan Group Pretest kesehatan, mendapatkan antusias dari
ahmad sauki diabetes di dusun kebak kebakramat Posttest implikasi peserta. Peserta (lansia)
mubarak desa kebak kecamatan kabupaten karang senam kaki
mampu meningkatkan
kebakramat kabupatren anyar diabetes
karang anyar pengetahuan tentang
diabetes
10. Santi damayanti Perbedaan keefektifan Puskesmas desain grup 16 responden Quasy Keefektifan Tidak adanya perbedaan
pendidikan kesehatan ngaglik 1 sleman prettest dan eksperiment pendidikan pengetahuan preetest dan
metode ceramah dengan yogyakarta post test kesehatan post test pada kelompok
leaflet terhadap dan sikap metode
intervensi setelah
perawatan kaki diabetik ceramah
dipuskesmas ngaglik 1 dengan leaflet, diberikan pendidikan
sleman yogyakarta. pengetahuan kesehatan dengan metode
dan sikap ceramah tentang
perawatan kaki perawatan kaki diabetik
diabetik
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
pankreas tidak cukup dalam menghasilkan insulin (hormon yang mengatur gula
darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunkan insulin
klinis yang merupakan secara heterogen dengan tanda gejala yaitu, dengan
Diabetes melitus ialah dimana suatu kondisi kronis atau akut, terjadi
karena adanya penigkatan glukosa darah yang disebabkan oleh tubuh tidak
(IDDM).
9
pada tipe 1 ini terdapat sedikit atau tidak adanya sekresi insluin dapat
(INDDM).
lain. Misalnya, pada defek genetik kerja insulin, pada defek fungsi
lainnya.
10
4. Diabetes Melitus Gestasional
kekurang insulin. Dan penyebab T2DM/ NIIDM masih belum dapat diketahui,
disini faktor genetik masih menjadi peranan penting dari proses terjadinya
resistensi insulin. Dan selain itu terdapat faktor resiko yang hubungannya dengan
kejadian DM yaitu, usia (dengan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia
ketika sel β sudah tidak mampu memproduksi insulin atau tidak dapat
memproduksi dalam jumlah banyak akibat glukosa tidak dapat masuk kedalam
sel melainkan tetap didalam darah. Dan naikknya kadar glukosa darah menjadi
daya bagi pasien untuk meningkatkan asupan cairan upaya dalam mendorong
glukosa keluar dari tubuh melalui urin, kemudian penderita menjadi haus dan
urinasi dan ada tiga tipe DM, tipe 1 dikenal sebagai Insulin-Dependent (IDDM)
dimana sel β dirusak ole proses aoutoimun, tipe 2 dikenal sebagai non-insulin-
11
Dependent (NIDDM), dimana sel β memproduksi insulin dalam jumlah kurang,
a. Gaya hidup
b. Obesitas
2019).
12
peningkatan resistensi dari pembuluh darahdan peningkatan volume
e. Aktivitas fisik
dan glikosuria. DM pada tipe ini dijumpai sekitar 2-5% pada ibu
hamil, dan gula darah akan kembali setelah ibu hamil sudah
a. Usia
13
terjadi ulkus kaki diabetes (“Program studi pendidikan profesi ners
turun menurn, seperti dari anak dapat mewarisi gen dari keluarga
penurunan terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi, dan lebih
yaitu, resistensi insulin dan disfungsi sel P pankreas, penyebab Dm tipe dua bukan
insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, dan resistensi
Dan pada penderita DM tipe 2 biasanya juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi kerusakan pada sel-sel β langerhans secara
autoimun. Dan fungsi insulin pada DM tipe 2 hanya bersifat relatif tidak absolut.
14
pada insulin pada fase pertama, maka pada fase perkembangan selanjutnya maka
terjadi kerusakan pada sel-sel β. Dan kerusakan pada sel-sel β pankreas terjadi
temukan pada penderita DM tipe 2 yaitu, defisiensi insulin dan resistensi insulin
15
2.1.6 Tanda dan gejala T2DM
4. Mudah lelah
16
terbuang melalui urin, sehingga tubuh mengambil glukosa cadangan
enzimatik dengan bahan plsma darah vena.dengan penggunaan darah vena atau
kapiler.
yaitu, poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya. Dan juga ada keluhan yang lain seperti, kesemutan,
gatal, mata kabur, pruritus vulvae pada wanita, dan disfungsi ereksi pada pria.
>200 mg/dl.
>200 mg/dl.
17
TTGO memiliki keterbatasan tersendiri, dan sulit dilakukan dengan
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl. Dan diagnosa GDPT ditegakkan apabila
(Decroli, 2019).
Hiperglikemi dengan berat kadar glukosa serum >600 mg/dl. Selain itu,
18
mikrovaskuler, dan komplikasi ini terjadi akibat lama dan beratnya
hiperglikemia :
a. Komplikasi Makrovaskuler
disebabkan oleh kontrol glikemik yang kurang baik untuk waktu lama).
b. Komplikasi Mikrovaskuler
darah kecil yang mengakibatkan ginjal tidak bekerja secara normal dan
hipertensi dan glukosa plasma darah yang tinggi, dan biasanya ditandai
19
dengan penumpukan cairan, kurang tidur, penurunan nafsu makan, sakit
2018).
1. Edukasi
pasien agar pasien dapat mengontrol gula darah, dan mampu merawat diri
2. Terapi farmakologi
insulin dan sulfonilurea. Dan ada dua jenis presensitif yang sudah tersedia
2018).
3. Terapi gizi
20
Dengan tetrapi gizi dengan perecaanan makan untuk penderita DM
dengan cara agar makan secara teratur dan tidak sembarangan, dengan diet
keberhasilan dalam terapi selalu melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, dan
yang paling penting motivasi pasien itu sendiri dan dukungan keluarga.
4. Intervensi gizi
badan, perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk
sedikit kalori dengan mengurangi makan sedikit kira-kira 500 kalori setiap
hari, akan menurunkan berat badan sekitar satu pon satu pekan atau
Kg dalam sebulan.
21
5. Aktivitas fisik
jasmani dengan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), dan
merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan pada DM Tipe 2. Dengan
berkebun, dan harus melakukan latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Dan intesitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,
Tujuan semua terapi diabetes ialah untuk mencapai kadar gula darah normal
diabetes dan perubahan gaya hidup, aktivitas, dan kesehatan mental pada penderita
T2DM dengan kemajuan dalam metode terapeutik yang dihasilkan oleh riset
(Susanti, 2019).
22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Central, Google Scholar. Peneliti menggunakan kata kunci “Counselling” dan “Diabetes
mellitus type 2” untuk menemukan 1.226 jurnal yang cocok dengan kata kunci ini.
Kemudian, 356 jurnal diekslusi karena diterbitkan pada tahun 2015 ke bawah dan
menggunakan bahasa selain bahasa Inggris dan Indonesia, dan jurnal penelitian di Assesment
lalu jurnal yang di duplikasi dan jurnal yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi,
Berdasarkan hasil dari beberapa jurnal yang telah ditemukan terdapat pengaruh yang
23
3.2 Pembahasan
METODE
LOKASI DESAIN JUMLAH VARIABEL
No. NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PEMILIHAN HASIL PENELITIAN
PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL PENELITIAN
SAMPEL
Penerapan pendidikan
Andi-lis-arming- Pengaruh
kesehatan dapat
gandini, emi pendidikan Pendidikan
Poliklinik RSUD, meningkatkan
pranggono, kesehatan terhadap kesehatan,
AW. Sjahranie- desain grup 30 Quasy pengetahuan dan perilaku
1. helwiah ropi pengetahuan pengetahua
samarinda prettest responden Eksperiment pasien DM Tipe 2
perilaku dan gula n, perilaku
darah pada pasien dan gula
diabetes melitus darah
tipe 2
Peran perawat sebagai
edukator terhadap Peran perawat Terdapat hubungan yang
Nabila cindy design 112
pasien diabetes melitus sebagai signifikan antara peran
anggraeni, rancangan responden
tipe 2 di kabupaten Kabupaten Pra- edukator, perawat sebagai edukator
2. nurwidayati, one grup
Jember Jember eksperiment pesepsi sakit, dengan persepsi sakit
jonhapan prettest-
pasien diabetes pada pasien DM tipe 2
sutawardana posttes
melitus tipe 2 kabupaten jember
Hendra Harwadi, IRNA non dengan 15 Pendidikan
3. kusman ibrahim, Pengaruh pendidikan Pra Terdapat pengaruh
bedah pendekatan respoden kesehatan,
helmi hayati kesehatan terhadap Experiment kepatuhan pendidikan kesehatan
penyakit one group
kepatuhan diet pada diet terhadap kepatuhan diet
pasien DM tipe 2 di dalam pada pasien diabetes
IRNA non bedah RSUP dr melitus diruang IRNA non
penyakit dalam RSUP M Djamil bedah penyakit dalam RS
dr M Djamil padang padang dr Djamil padang 2014
pada tahun 2014 dengan hasil uji statistic
menggunakan uji
wicolxon didapatkan nilai
P= 0,002 (p= ≤ 0,05 α)
24
4. Thatit Wilayah Quasy 20 orang Design Pendidika
nurmawati, yeni Efektivitas pendidikan Puskesmas boro Metode ekspositori tentang
eksperi n
kartikasari, nitria kesehatan dengan kecamatan meal planning berpengaruh
ment kesehatan,
setianingsih metode ekpositori selorejo terhadap pola makan
tentang meal planning metode penderita DM tipe 2
terhadap pola makan ekspositor
pasien DM tipe 2 i meal
planning
pola
makan
pasien DM
tipe 2
Dengan adanya
pengingkatan pengetahuan
Penyuluhan kesehatan Wilayah
Hidayatus Penyuluhan tentang diabetes melitus
diabetes melitus pesisir rancangan
syadiah, Dini kesehatan yang merupakan
pentalaksanaan dan Surabaya one group 23 quasy
6. meiwidayanti, diabetes penambahan informasi dan
aplikasi senam kaki pre-test post- responden experiment
Yoga kertapati melitus. wawasan tentang
pada lansia di wilayah test
Penatalaks kesehatan serta
pesisir surabaya
anaan dan memberikan gambaran yg
aplikasi jelas bagi lansia untuk
senam kaki pencegahan dan
penatalaksanaannya.
25
7. Desa Gonila Ceramah Dan 22 responden Quasy Pengetahuan Pendidikan kesehatan
Peningkatan pengetahuan kecamatan demonstrasi Eksperiment dan upaya dengan metode ceramah
dan upaya pencegahan Kartasura pencegahan dan demostrasi dapat
Fahrun nurrosyid, diabetes melitus melalui kabupaten diabetes
meningkatkan
dian hudiawati, pendidikan kesehatan Sukoharjo Jawa melitus,
tengah pendidikan pengetahuan upaya
beti kristinawati
kesehatan pencegahan dan sikap
positif terhadap DM.
8. Fitrah Reynaldi, Penyuluhan pentingnya Bunaya 1 rancangan one 27 responden Quasy Pentingnya Kegiatan penyuluhan
Yarmaliza, tengku pencegahan penyakit Gampong ujong group pre-test Eksperiment pencegahan tentang pencegahan
nih farisni diabetes sejak dini kepada drien post- test penyakit diabetes sejak dini telah
guru perempuan TK yaa diabetes
dilaksanakan tepat waktu
bunaya 1 gampong ujong melitus
drien dan berjalan dengan baik
9. Hanung prasetya, Pendidikan kesehatan dan Desa kebak desain One 35 responden Design Pendidikan Pelaksanaan kegiatan
joko tri atmojo, implikasi senam kaki kecamatan Group Pretest kesehatan, mendapatkan antusias dari
ahmad sauki diabetes di dusun kebak kebakramat Posttest implikasi peserta. Peserta (lansia)
mubarak desa kebak kecamatan kabupaten karang senam kaki
mampu meningkatkan
kebakramat kabupatren anyar diabetes
karang anyar pengetahuan tentang
diabetes
26
10. Santi damayanti Perbedaan keefektifan Puskesmas desain grup 16 responden Quasy Keefektifan Tidak adanya perbedaan
pendidikan kesehatan ngaglik 1 sleman prettest dan eksperiment pendidikan pengetahuan preetest dan
metode ceramah dengan yogyakarta post test kesehatan post test pada kelompok
leaflet terhadap dan sikap metode
intervensi setelah
perawatan kaki diabetik ceramah
dipuskesmas ngaglik 1 dengan leaflet, diberikan pendidikan
sleman yogyakarta. pengetahuan kesehatan dengan metode
dan sikap ceramah tentang
perawatan kaki perawatan kaki diabetik
diabetik
27
Perbedaan antara jurnal dengan tindakan literature riview yang telah dilakukan yaitu
komplikasi yang disebabkan oleh diabetes melitus sedangkan beberapa jurnal yang
diangkat terkait pendidikan kesehatan diabetes melitus berfokus pada non farmakologi
Pembahasan jurnal diatas dengan tindakan litrev yang sudah dilakukan yaitu proyek
inovasi yang telah dilakukan samasama menggunakan media cetak berupa leaflet dan
poster selain itu sasaran utama dari proyek inivasi ini yaitu kepada pasien diabetes
melitus.
diabetes melitus di Ruang Prabu siliwangi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.
1. Waktu yang tersedia cukup terbatas dikarenakan perbedaan shift antar anggota
kelompok
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan
remaja berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan
remaja terutama merupakan akibat kerusakan sel-sel beta pankreas yang
memproduksi insulin, sehingga suntikan insulin inerupakan satu- satunya cara
pengobatan.
Diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin
tinggi atau normal yang disebut resistensi insulin
Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat
badan menurun, kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia (pada pria), pruritus
vulvae (pada wanita).
Manfaat olah raga : Meningkatkan kemampuan gerak
Meningkatkan derajat sehat dinamis
Awet muda dalam kemampuan fungsional
Meningkatkan kualitas hidup
Menyembuhkan diabetes
Mencegah terjadinya penyakit gangguan aliran
darah(PJK,stroke)
Menyembuhkan PJK yang ringan
Adanya pengaruh sebelum dan sesudah dilakukannya pendidikan kesehatan
terhadap perubahan sikap positif tentang diabetes melitus pada pasien diabetes
melitus diruang prabu siliwangi 1 RSD Gunung Jati Cirebon
4.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga
pengertian masyarakat tentang diabetes mellitus akan bertambah.
Mengerti serta menyadari tentang seluk beluk penyakit diabetes mellitus
Mengetahui tanda bahaya dari adanya komplikasi diabetes secara dini sangat perlu
agar tindakan medis secara dini dapat dilaksanakan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 9, Mei 2015, hal. 452-522
LAMPIRAN
Hidayatus Sya’diyah, Dini Mei Widayanti, Yoga Kertapati, Sapto Dwi Anggoro,
Akif Ismail, Theresia Atik, Dimas Gustayansyah
STIKes Hang Tuah Surabaya mahisyah_sht@yahoo.com
ABSTRAK
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Apabila hal ini terjadi pada lansia dimana mengalami berbagai
penurunan fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kultural sehingga dapat menimbulkan resiko komplikasi yang
lebih memerlukan perhatian.Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah memberikan penyuluhan tentang
Diabetes Melitus tentang penataksanaaanya dan aplikasi senam kaki. Metode penyuluhan yang
dilakukandenganbeberapa tahapan, yaitu : 1) Sosialisasi dan perijinan, 2) Persiapan alat dan sarana serta
media penyuluha, 3) Melakukan penyuluhan dan aplikasi 4) Evalausi hasil kegiatan penyuluhan. Hasil
penyuluhan Diabetes Melitus dan aplikasi senam kaki pada lansia, di akhir sesi yaitu beberapa lansia diberikan
pertanyaan mengenai apa yang telah disuluhkan antara lain pengertian Diabetes Melitus, bagaimana tanda
dan gejalanya, etiologi atau faktor-faktor yang menyebabkan Diabetes Melitus, upaya dan pencegahannya,
komplikasi yang dapat muncul serta mendemonstrasikan kembali senam kaki yang telah dilaksanakan.
Pengembangan program pengabdian masyarakat bidang peningkatan kualitas kesehatan lansia yang
terintegrasi dengan program akademik, pemerintah dan stakeholder (mitra) perlu terus ditingkatkan. Serta
perlunya kegiatan pengabdian masyarakat secara berkala dan berkelanjutan untuk lebih menggali lagi lebih
dalam dalam masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh para lansia
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a metabolic disorder that genetically and clinically including heterogeneous with
manifestations in the form of loss of carbohydrate tolerance (Price, 2006). Complications that can occur
include acute complications and chronic complications. If this happens to the elderly, who experience a variety
of physical, psychological, social, spiritual and cultural decline that can lead to risks of complications that
require more attention. The aim of community service is to provide counseling about Diabetes Mellitus about
its management and application of foot exercises. Counseling methods carried out with several stages,
namely: 1) Socialization and licensing, 2) Preparation of tools and facilities and extension media, 3) Conducting
counseling and application 4) Evalausiing the results of extension activities. The results of Diabetes Mellitus
counseling and application of foot gymnastics in the elderly, at the end of the session, some elderly people
were asked questions about what had been healed including understanding Diabetes Mellitus, how the signs
and symptoms, etiology or factors that cause Diabetes Mellitus, efforts and prevention, complications which
can appear and demonstrate again the leg exercises that have been implemented. The development of
community service programs in the field of improving the quality of elderly health that is integrated with
academic programs, government and stakeholders (partners) needs to be continuously improved. And the
need for community service activities on a regular and ongoing basis to dig deeper into deeper health
problems faced by the elderly.
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat [1]. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan
metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada
mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan
kurus, kelemahan, asidosis, sering menyebabkan dispnea, lipemia, ketonuria dan akhirnya koma [2].
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg/dl
darah, atau rentang non puasa sekitar 140–160 mg/100 ml darah [3]. Apalagi hal ini terjadi pada lansia dimana
mengalami berbagai penurunan fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kultural sehingga dapat menimbulkan
resiko komplikasi yang lebih memerlukan perhatian.
Pada tahun 2000, berdasar laporan WHO dalam jurnal “Global Prevalence of Diabetes Estimates for the
year 2000 and Projections for 2030”, sekitar 171 juta penduduk diseluruh dunia telah menderita diabetes.
Angka tersebut setara dengan 2,8% dari total penduduk di seluruh dunia. Insidensi kejadian diabetes memang
mengalami peningkatan dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, jumlah penderita diabetes akan
menigkat tajam menjadi 2 kali lipat. Diabetes mellitus terjadi di seluruh dunia, akan tetapi umumnya
ditemukan di negara-negara berkembang, khususnya untuk kasus diabetes tipe 2. Peningkatan prevalensi
kesakitan terbesar diperkirakan akan terjadi di kawasan Asia dan Afrika. Peningkatan kasus diabetes di negara-
negara berkembang sebagian besar merupakan dampak dari adanya urbanisasi dan perubahan gaya hidup.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh WHO menggunakan desain studi kohort di seluruh dunia
selama kurang lebih 11 tahun diperoleh data bahwa angka kematian akibat diabetes pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 2,9 juta kematian dimana 1,4 juta adalah laki-laki dan 1,5 juta perempuan. Angka ini
setara dengan 5,2% dari seluruh kematian dengan berbagai sebab di seluruh dunia pada tahun 2000. Jika
dipisahkan berdasarkan tingkat kemajuan sebuah negara, maka didapatkan angka bahwa angka kematian
akibat diabetes pada tahun 2000 di negara maju sebesar 1 juta orang dan di negara berkembang sebesar 1,9
juta orang. Angka kematian akibat diabetes terandah (2,4%) terdapat pada negaranegara miskin di afrika,
kamboja, laos, myanmar dan vietnam. Sementara itu angka kematian akibat diabetes tertinggi adalah 9% di
negara-negara timur tengah semenanjung arab dan 8,5% di negara-negara kawasan amerika. Negara-negara
dengan angka prevalensi kematian tinggi akibat diabetes pada kelompok dengan usia muda seperti di kawasan
Asia Tenggara, semenanjung arab, kawasan timur tengah, dan kawasan timur pasifik memiliki kecanderungan
umur tertinggi untuk kematian akibat diabetes adalah berkisar antara 50-54 tahun. Akan tetapi secara umum
di seluruh dunia, angka kematian akibat diabetes tertinggi terjadi pada usia sekitar 55-59 tahun. Sementara itu
untuk angka kesakitan diabetes, diperoleh data bahwa pada negara berkembang, kebanyakan orang yang
menderita diabetes adalah usia 45 sampai 64 tahun. Keadaan yang sangat berkebalikan terlihat di negera-
negara maju dimana umumnya orang yang menderita diabetes di negar maju adalah orang yang berumur 64
tahun keatas.
Secara keseluruhan, 7,5 juta penduduk yang menderita diabetes diperkirakan telah meninggal pada
tahun 2000. Angka tersebut terdiri dari 4,6 juta penduduk yang menderita diabetes namun diasumsikan
meninggal karena penyebab lain (non-diabetes), ditambah dengan 2,9 juta penduduk yang menderita diabetes
dan meninggal akibat diabetes yang dideritanya. Pada seseorang dengan umur kurang dari 35 tahun yang
menderita diabetes, 75% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; pada penduduk dengan
usia 35-64 tahun yang menderita diabetes, 59% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; dan
pada seseorang dengan usia lebih dari 64 tahun yang menderita diabetes, 29% diantaranya meninggal akibat
diabetes yang dideritanya. Berikut data presentase kematian akibat diabetes dan presentase total kematian
akibat sebab umum yang dikelompokkan menurut umur:
Etologi dari Hiperglimia pada Diabetes Melitus antara lain terjadi karena tidak adekuat produksi insulin
oleh pankreas, terjadi peningkatan kebutuhan insulin, kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel
beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin, faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan, gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.Kelainan insulin. Pada pasien
obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel yang responsir terhadap insulin.Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas,
hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl, peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan
lemak yang menyebabkan terjadinya metabolism lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah, berkurangnya protein dalam jaringan tubuh dimana pasien–pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160– 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan
poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Adapun tanda dan gejala pasien
dengan Diabetes Melitus antara lain: poliuria, polidipsia, polifagia, mudah mengantuk/lelah, berat badan yang
menurun dengan cepat, luka susah sembuh, gangguan seksual, infeksi vaginal, penglihatan kabur, kesemutan
Peran perawat edukasi Diabetes merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan tentang
pengetahuan Diabetes dan ketrampilan yang dapat menunjang perubahan perilaku yang diperlukan untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal, penyesuaian psikologis dan kualitas hidup yang lebih baik secara
berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukakan beberapa kali pertemuan untuk menyegarkan,
mengingatkan kembali prinsip penatalaksanaaan Diabetes sehingga dapat merawat dirinya secara mandiri.
Hidup sehat dengan diabetes memerlukan adaptasi Psikososial yang positif, dan penatalaksanaan mandiri
yang afektif terhadap penyakit ini. Untuk mencapai penatalaksanaan mandiri yang efektif penderita dengan
diabetes harus mengetahui, memepunyai sikap, dan terampil melakukan perawatan mandiri yang
berhubungan dengan pengendalian penyakit kronis ini. Pengalamam mengatakan bahawa edukasi terncana
seperti akan lebih efektif bila diberikan oleh edukator diabetes yang berkualitas. Edukasi diabetes dianggap
sebagai salah satu cara terapi dan merupakan bagian integral keperawatan orang dengan diabetes. Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes antara lain memberikan dukungan dan nasehat
yang positif dan hindari terjadinya kecemasan, menyampaikan informasi secara bertahap jangan berikan
beberapa hal sekaligus, mulailah dengan hal yang sederhan baru kemudian dengan hal yang lebih komplek,
gunakan alat bantu dengan dengar-pandang (Audio-visual AID), utamakanlah pendekatan dengan mengatasi
masalah dan lakukan simulasi, memberikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai,
usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan, berikanlah motivasi dan penghargaan dan
diskusikanlah hasil laboratorium.
Edukator diabetes didefinisikan sebagai tenaga kesehatan profesional yang menguasai inti pengetahuan dan
mempunyai pengetahuan dalam ilmu biologi, sosial, komunikasi, konseling, dan telah berpengalaman dalam
merawat orang dengan diabetes. Tanggung jawab utama edukator diabetes adalah pendidkan orang dengan
DM, keluarganya dan sistem pendukungnya yang menyangkut penatalaksanaan mandirri dan masalah-
masalah yang berhubungan dengan DM. Proses edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik–topik antara lain
patofisiologi DM, pengelolaan nutrisi dan diet, intervensi farmakologik, aktifitas dan olah raga, pemantauan
mandiri kadar glukosa darah, pencegahan dan pengelolaan komplikasi akut dan kronik, penyesuaian
psikososial, ketrampilan mengatasi masalah, pengelolaan stress, penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
METODE PELAKSANAAN
Tempat dan Waktu :
Penyuluhan kesehatan tentang Diabetes Melitus, penatalaksanaan dan aplikasi senam kaki dilakukan pada
hari Selasa, 12 Nopember 2019 di
RT.01 RW.03 kelurahan Sukolilo Baru kecamatyan Bulak
Laki-laki<90 cm 3 5 (100 %)
Riwayat Hipertensi 8 15
Hipertensi
Normal 35 63
Hipotensi 12 22
IMT Kurus 17-19,9 4 7 56
Ideal 20-24,9 9 16 (100 %)
Over weight 25-29,9 12 22
Obesitas>30 31 55
Hasil GDA Hipoglikemi<100 8 14 56
Normal 100-199 39 70 (100 %)
Hiperglikemi 9 16
Hasil asam urat Perempuan 3-5,9 20 35 56
Perempuan>6 32 58 (100 %)
Laki-laki 3-6,9 4 7
Laki-laki>7 0 0
Tabel di atas menunjukkan bahwa lansia rata-rata berusia 60-74 tahun, berjenis kelamin perempuan,
memiliki riwayat keluarga DM meskipun 6 lansia, lama menderita DM tidak mengetahui, melakukan aktifitas
fisik 1-2 jam, memiliki terkanan darah normal, hasil Index Massa Tubuh dalam kategori obesitas >30, hasil
Gula Darah Acak dalam kategori normal 100-199 mg/dl, hasil pemeriksaan asam urat pada lansia perempuan
>6 dan laki-laki 3-6,9
Penyuluhan kesehatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan di
atas. Adapun perubahan fisik lansia antara lain :
a. Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk meraksi,
mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan: pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk
speris, lensa keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.
d. Sistem Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e. Sistem respirasi: otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktivitas silia.
Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meningkat, nafas berat.
h. Sistem endokrin: pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi
paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktivitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Produksi sel kelamin menurun seperti: progesteron, estrogen dan testosteron.
i. Sistem integumen: pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal: tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan
menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut
erabit otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak, otot kram, dan tremor.
Lansia dengan berbagai keterbatasan dan kemunduran fisik perlu dilakukan pencegahan terhadap
penyakit degeneratif termasuk Diabetes Melitus sehingga Stikes Hang Tuah Surabaya berserta tim
mengadakan penyuluhan kesehatan Diabetes Melitus mulai dari pengertian, etiologi, pencegahan, komplikasi
dan penatalaksanaan baik pengobatan maupun perawatan. Edukator diabetes didefinisikan sebagai tenaga
kesehatan profesional yang menguasai inti pengetahuan dan mempunyai pengetahuan dalam ilmu biologi,
sosial, komunikasi, konseling, dan telah berpengalaman dalam merawat orang dengan diabetes. Tanggung
jawab utama edukator diabetes adalah pendidkan orang dengan DM, keluarganya dan sistem pendukungnya
yang menyangkut penatalaksanaan mandirri dan masalah-masalah yang berhubungan dengan DM. Proses
edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik–topik antara lain patofisiologi DM, pengelolaan nutrisi dan diet,
intervensi farmakologik, aktifitas dan olah raga, pemantauan mandiri kadar glukosa darah, pencegahan dan
pengelolaan komplikasi akut dan kronik, penyesuaian psikososial, ketrampilan mengatasi masalah,
pengelolaan stress, penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Etologi dari Hiperglimia pada Diabetes Melitus antara lain terjadi karena tidak adekuat produksi insulin
oleh pankreas, terjadi peningkatan kebutuhan insulin, kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel
beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin, faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan, gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.Kelainan insulin. Pada pasien
obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel yang responsir terhadap insulin.Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas,
hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
Sesuai dengan data pada atabel bahwa lansia rata-rata mengalami obesitas > 30. Sebanyak 31 orang
lansia dalam kondisi obesitas dimana didukung oleh aktifitas yang dilakukan lansia hanya 1-2 jam per
harinya dan rata-rata tidak mengetahui riwayat Diabetes Mellitus. Kebiasaan makan banyak pada waktu
muda menyebabkan berat badan berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berkurang karena
berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sukar diubah walaupun disadari untuk mengurangi
makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes
melitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami
oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi
pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati
oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau
pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik
dari lansia (Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
2) penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu kwuatir karena pengangguran
5) Kurang ada motivasi
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat yang kuat, ketidaktergantungan
secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat
ini dan memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan lansia yang memeilki kualitas hidup yang optimal.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan hidup orang lanjut usia, meliputi :
1) Kedekatan relasi personal.
Memiliki relasi yang dekat dengan orang lain adalah penting dalam kehidupan lanjut usia. Mereka
yang memiliki sahabat karib merasakan kepuasan dengan hidup yang dijalaninya. Sejatinya bahwa
semua orang memerlukan orang lain untuk berbagi perasaan, dipercayai dan mempercayai orang lain.
Lanjut usia yang memiliki orang lain yang bisa dipercayai, menjadikan mereka mampu mengatasi
berbagai cobaan yang muncul selama proses penuaan.
2) Pembiayaan.
Kesehatan dan pendapatan adalah dua faktor yang saling berhubungan erat dengan kepuasan hidup
para lanjut usia. Ketika orang-orang berada dalam perasaan yang baik dan mempunyai uang, mereka
dapat lebih aktif dalam kehidupannya, seperti pergi ke luar rumah untuk makan, mengunjungi
tempat-tempat wisata, dan seterusnya, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan dibanding mereka
yang terus-terusan tinggal di rumah. Menabung sejumlah uang untuk cadangan pembiayaan
dikehidupan mendatang menjadi penting, sekaligus sebagai pelajaran dalam mengatur anggaran
dengan bijaksana.
3) Minat dan Hobi.
Secara psikologis orang-orang yang suka mengalami trauma karena memasuki pensiun (post power
syndrome), mereka mengembangkan self-image dan minat dengan memusatkan pada pekerjaan.
Orang yang mempunyai minat dan hobi yang bermakna dalam kehidupannya, setelah masa pensiun
mencoba memanfaatkan waktu luangnya dengan melakukan aktivitas yang dapat menggantikan
pekerjaan semula.
4) Identitas Diri.
Orang yang merasa senang dan realistis terhadap kehidupannya sekarang dan apa yang mereka
inginkan agar dapat hidup dengan lebih baik, merupakan kesiapan untuk mengatasi tekanan dan krisis
yang mungkin terjadi.
5) Pandangan ke arah masa depan.
Orang yang selalu memikirkan masa lalunya atau pencapaian prestasi di masa lalu, cenderung
mengalami depressi pada saat memasuki lanjut usia. Sementara orang yang memikirkan atau
menantikan kehidupan di masa depan biasanya mempunyai minat yang tinggi untuk menemukan
tantangan baru dan kepuasan baru dalam menjalani sisa waktu kehidupannya. Dengan berpandangan
ke arah masa depan, seseorang dapat merencanakan ketika masa pensiun datang, seperti
merencanakan dimana dan dengan siapa mereka akan tinggal, dengan masyarakat yang bagaimana
mereka akan hidup bersama, dan merencanakan bagaimana memanfaatkan waktu yang tersedia
dalam hidupnya.
6) Mengatasi Krisis.
Jika seseorang yang belum beranjak lanjut usia, sudah mulai belajar secara efektif bagaimana
mengatasi krisis, hal ini merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat ketika memasuki lanjut
usia. Keefektifan cara mengatasi krisis tersebut merupakan pembelajaran untuk mengatasi
permasalahan yang muncul secara realistis dan konstruktif.
Upaya penanganan pada pasien DM sekaligus juga pencegahan terjadinya komplikasi adalah
teraturnya pasien DM melakukan aktifitas fisik (berolahraga). Dengan berolahraga diharapkan terjaganya
kebugaran tubuh, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat
memperbaiki kadar gula dalam darah. Pasien DM disarankan untuk berolahraga minimal 3 kali sepekan selama
paling sedikit 30 menit4). Olahraga yang disarankan adalah olahraga aerobik, seperti: jalan kaki, bersepeda,
jogging, dan berenang. Olahraga disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani individu. Untuk
pasien DM yang masih sehat, intensitas olahraga dapat ditingkatkan, namun untuk pasien yang telah
mengalami komplikasi, olahraga dapat dikurangi.
Salah satu aktifitas fisik yang juga dianjurkan secara rutin adalah Gerakan Senam Kaki Diabetes / DM.
Manfaat yang diharapkan dari gerakan kaki yang teratur dari senam kaki diabetes, adalah tidak terjadinya
komplikasi yang sering terjadi pada kaki-kaki pasien DM seperti luka infeksi yang tidak sembuh dan menyebar.
Senam kaki diabetes adalah suatu kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk
mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki.
Tujuan dan manfaat melakukan senam kaki antara lain memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot
kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi
keterbatasan gerak. Cara melakukan gerakan senam kaki diabetes ini sangatlah mudah untuk dilakukan.
Senam kaki diabetes bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Tidak memerlukan waktu yang lama,
karena hanya berlangsung sekitar 15-30 menit. Dan yang penting tidak memerlukan peralatan yang rumit,
karena cukup dengan kursi dan sehelai koran bekas. Agar manfaat senam kaki diabetes lebih maksimal,
penderita minimal melakukan gerakan senam kaki diabetes 3 kali sepekan, namun alangkah baiknya dapat
dilakukan setiap hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan luaran yang dicapai, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya
peningkatan pengetahuan tentang Diabetes Melitus yang merupakan penambahan informasi dan wawasan
tentang kesehatan serta memeberikan gambaran yang jelas bagi lansia untuk pencegahan dan
penatalaksanaannya. Begitu besar dampak dan komplikasi dari Diabetes Melitus seperti komplikasi akut
(hipoglikemi) dan komplikasi kronis (gangren, retinopati, nefropati, neuropati, dll) sehingga perlu pencegahan
dan penatalaksanaan lebih lanjut untuk tidak terjadi dampak yang lebih fatal
Saran
Pengembangan program pengabdian masyarakat bidang
peningkatan kualitas kesehatan lansia yang terintegrasi dengan program akademik, pemerintah dan
stakeholder (mitra) perlu terus ditingkatkan. Serta perlunya kegiatan pengabdian masyarakat secara berkala
dan berkelanjutan untuk lebih menggali lagi lebih dalam dalam masalahmasalah kesehatanyang dihadapi oleh
para lansia
PENELITIAN
Abtract. Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease that requires long-term care and
health education requires that the patient is able to perform self-management to prevent
acute and chronic complications. This study aims to prove the effect of health education
on knowledge, behavior and impact on blood sugar of patients with type 2 Diabetes
Mellitus in Polyclinic RSUD AW. Sjahranie Samarinda. This research is a quasi
experiment through health education pre and post test without control. After being given
a health education, there is a significant increase in knowledge (p = 0.001). There is also
an increase in behavioral scoring significantly (p = 0.001). Although not significant, but a
decline in fasting blood sugar levels and 2 hours PP, (p = 0.382) and (p = 0.194).
Conclusion: Health education by nurses can improve the knowledge and behavior of
patients with type 2 diabetes, but have not been able to improve blood sugar levels.
Keywords: health education, knowledge, behavior, blood sugar, diabetes mellitus type 2
Abstract. Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan
jangka panjang dan memerlukan pendidikan kesehatan agar pasien mampu melakukan
pengelolaan mandiri untuk mencegah komplikasi akut dan kronis. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku dan dampaknya
pada gula darah pasien Diabetes Mellitus tipe 2. di Poliklinik RSUD, AW. Sjahranie Samarinda.
Jenis penelitian ini adalah quasi experiment melalui pendidikan kesehatan pre and post test
without control. Setelah diberi pendidikan kesehatan, ter-dapat peningkatan pengetahuan
secara bermakna (p=0,001). Terdapat pula peningkatan skoring perilaku secara bermakna
(p=0,001). Walaupun tidak bermakna tetapi terjadi penurunan kadar gula darah puasa dan 2 jam
PP, yaitu (p=0,382) dan (p=0,194). Kesimpulan : Penerapan pendidikan kesehatan oleh perawat
dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien DM tipe 2, akan tetapi belum dapat
memperbaiki kadar gula darah.
Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, pengetahuan, perilaku, gula darah, Diabetes
Mellitus tipe 2
474
risiko komplikasi. Komplikasi mikrovaskuler tahun 2008 sebanyak 488 orang,
dan makrovaskuler jangka panjang yang diantaranya mengalami komplikasi 188
meliputi retinopati, neuropati, nefropati, orang. Pada tahun 2009 berjumlah 497
dan penyakit jantung merupa-kan orang, mengalami komplikasi 207 orang.
penyebab utama kesakitan dan kematian Meningkat menjadi 582 pada tahun 2010
pada penderita DM (Morton et al., 2008). dan mengalami komplikasi 407 orang.
Prevalensi penderita DM di dunia saat ini Tahun 2011 berjumlah 628 orang,
195 juta jiwa terus meningkat setiap mengalami komplikasi 484 orang, dan pada
tahunnya. Sekitar 97% adalah penderita tahun 2012 dari bulan Januari – Juni
DM tipe 2. Jumlah ini meningkat menjadi berjumlah 803 orang, mengalami
330 – 350 juta pada tahun 2030. Kenaik-an komplikasi 567 orang. Dari data tersebut
ini berdampak pada peningkatan jum-lah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
penderita penyakit kardiovaskuler. penderita DM tahun 2009 mengalami
(Setianto & Firdaus, 2011). komplikasi 41,5% dan tahun 2010
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik meningkat menjadi 70%. Penyakit DM tipe
Indonesia (2003), diperkirakan penduduk 2 merupakan urutan ketiga dari jumlah
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun kasus yang dirawat serta merupakan
adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan urutan ketiga dari penyebab kematian
prevalensi DM pada daerah urban sebesar (Rekam Medik
14,7 dan daerah rural sebesar 7,2%, RSUD. AW. Sjahranie Samarinda).
diperkirakan pada tahun 2003 terdapat Hasil wawancara dengan perawat yang
penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta bertugas di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD.
didaerah urban dan 5,5 juta di daerah AW. Sjahranie Samarinda didapatkan
rural. Berdasarkan pola pertambahan bahwa pendidikan kesehatan yang
penduduk, diperkirakan tahun 2030 nanti diberikan perawat kepada pasien Diabetes
ada 194 juta penduduk yang berusia diatas Mellitus yang di rawat jalan masih belum
20 tahun dan dengan asumsi prevalensi optimal. Hal ini disebabkan karena jumlah
DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), kunjungan berkisar ratarata 100 pasien
maka diperkirakan terdapat 12 juta perhari dengan jumlah perawat 4 orang
penyandang diabetes didaerah urban dan perawat, 2 orang perawat mendampingi
8,1 juta didaerah rural (Setianto & Firdaus, dokter dan 2 orang perawat lagi untuk
2011). mengatur regulasi pasien.
Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan Data yang didapatkan dari hasil studi
prevalensi penderita DM di Indonesia pendahuluan di ruang Flamboyan RSUD
mencapai 5,7%, diperkirakan sekitar 12 AW. Sjahranie Samarinda terjadi
juta orang di Indonesia saat ini menderita peningkatan sekitar 30% pasien rawat inap
DM (Depkes RI, 2008). Berdasarkan pertahun, dan 50% diantaranya dirawat
laporan statistik Riset Kesehatan Dasar dengan ganggren diabetik. Jumlah pasien
Provinsi Kalimantan Timur DM =1,8%, GTG yang dirawat inap pada bulan Januari
(gangguan toleransi glukosa) = 4,9% sampai Juni 2013 dengan diagnosa DM
(Depkes RI, 2008). berjumlah 649 orang penderita yang terdiri
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dari 644 orang penderita dengan diagnosa
di RSUD. AW. Sjahranie Samarinda tahun DM tipe 2 dan 5 orang penderita dengan
2011 mencatat jumlah penderita DM tipe 2 DM tipe 1.
Pelayanan pada penderita DM tipe 2 diabetes mellitus tipe 2.
selama ini hanya berfokus pada Nyunt et al (2010), skor self care pada
pengobatan atau aspek medis saja, pasien DM untuk diet sebesar 81,2%
sehingga upaya penatalaksanaan penyakit kategori rendah, self care latihan fisik
DM tipe 2 yang dilakukan penderita hanya 84,2% dengan kategori rendah relatif
bersifat klinis, sehingga sangat perlu upaya terjadinya diabetes tipe 2 dari pada
penatalaksanaan yang berorientasi pada aktifitas fisik saja. Faktor gaya hidup yang
perubahan perilaku. Berdasarkan studi berhubungan dengan obesitas, perilaku
pendahuluan yang dilakukan pada 5 orang makan, dan aktifitas fisik memainkan peran
pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD. utama dalam pencegahan dan pengobatan
AW. Syahranie Samarinda didapat diabetes tipe 2.
keterangan bahwa pendidikan kesehatan Meskipun aktivitas fisik kunci utama
yang didapat lebih kepada cara minum pencegahan penatalaksanaan diabetes tipe
obat, dan kapan kembali kontrol. Pasien 2 banyak penyakit kronis tidak melakukan
tidak memahami bahwa mematuhi aktifitas aktifitas fisik secara teratur. Aktifitas fisik
fisik, pola makan atau diet, merupakan hal secara teratur memperbaiki kontrol gula
yang penting untuk mengontrol gula darah darah dan pentingnya aktifitas fisik pada
pada penderita DM tipe 2. penderita diabetes tipe 2 dapat mencegah
American Diabetes Association (2000), komplikasi secara positif mempengaruhi
DM merupakan penyakit metabolik kronik lipid, tekanan darah, gangguan
yang membutuhkan perawatan medis dan kardiovaskuler, mortality dan kualitas
pendidikan pengelolaan mandiri untuk hidup. Intervensi yang dilakukan dengan
mencegah komplikasi akut dan kombinasi antara aktifitas fisik dan
menemukan resiko komplikasi jangka penurunan berat badan dapat menurunkan
panjang. Tjokroprawiro (2011), DM tipe 2 resiko sebesar 58% pada populasi
merupakan diabetes yang banyak diderita (American Diabetes
masyarakat dan biasanya terjadi setelah Association, 2010).
usia 40 tahun, pada orang yang kelebihan Aktifitas fisik terstruktur yang terdiri dari
berat badan atau gemuk karena faktor latihan aerobik, latihan daya tahan, atau
gaya hidup dan pola makan. gabungan keduanya dapat menurunkan
Biswas (2006), dengan metode HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2.
randomized control trials di Inggris Latihan terstruktur lebih dari 150 menit
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan perminggu dapat menurunkan HbA1c,
yang kuat antara modifikasi gaya hidup penurunan ini lebih besar dari pada
dengan diabetes, dan pencegahan. aktifitas fisik 150 menit atau kurang
Perubahan gaya hidup dengan modifikasi perminggu. Hal ini lebih efektif bila aktifitas
diet dan peningkatan kegiatan fisik fisik dikombinasikan dengan diet akan
mengurangi resiko relatif untuk terjadinya sangat bermanfaat dengan nilai HbA1c
diabetes dari pada aktivitas fisik saja. Hal lebih rendah
ini menunjukkan bahwa intervensi gaya (Umpierreet al, 2011).
hidup dengan diet yang tepat dan Nyunt et al (2010), didapatkan hasil bahwa
peningkatan tingkat aktivitas fisik dengan kepatuhan dengan skor rendah
intensitas sedang merupakan metode yang 92,1%, perawatan mandiri (aktivitas fisik /
efektif untuk mengurangi terjadinya exercise dan diet/pola makan) dengan
skor rendah untuk diet dengan skor 81,2%, rawat ulang (rehospita-lisasi) dengan
aktivitas fisik/exercise 84,2%. Sedangkan kondisi yang lebih buruk (Carey et al,
untuk melakukan kontrol gula darah 2002).
(HbA1c berada pada level > 7%) didapatkan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
194 (72,9%) responden dari 266 total mengindentifikasi pengaruh pendidikan
responden. kesehatan terhadap pengetahuan, peri-
Rahmadiliyani dan Muhlisin (2008), laku dan gula darah pada pasien Diabetes
Penelitian tentang tingkat pengetahuan Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
penderita DM tipe 2 bahwa sebagian besar RSUD. AW. Sjahranie Samarinda.
tingkat pengetahuan penderita tentang
diabetes dan komplikasinya masih sangat
kurang. Penderita DM tipe 2 mengalami METODE
banyak sekali keterbatasan dalam
pengelolaan diri disebabkan keterbatasan Merupakan penelitian kuantitatif, desain
pengetahuan yang dimiliki sehingga penelitian menggunakan metode
pemahaman cara pengelolaan secara eksprimen semu (quasi experiment)
mandiri perlu diberikan melalui edukasi. dengan design penelitian pre-test and
Dilaporkan oleh American Diabetes post-test without control. Penelitian ini
Association (2003), bahwa 50% - 75% hanya melakukan intervensi pada satu
penderita DM tipe 2 dilakukan amputasi kelompok tanpa pembanding. Efektifitas
ekstremitas bawah. Lebih dari 50% perlakuan dinilai dengan cara
amputasi dapat dicegah dengan pemberian membandingkan nilai postest dengan
pendidikan dan pengajaran perawatan kaki pretest (Dharma, 2011).
dan mempraktikannya setiap hari.
Rendahnya pengetahuan penderita DM Responden yang dilakukan intervensi telah
tipe 2 memberikan peluang bagi perawat dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan
dalam memberikan peran edukasi eksklusi Pendidikan minimal tamat Sekolah
terhadap penderita DM.Peran perawat Dasar (SD), Kadar gula darah puasa pada
tidak saja memberikan pelayanan medis pemeriksaan ≥ 126 mg/dl, dan Kadar gula
melainkan dapat memberikan pelayanan darah 2 jam PP ≥ 180 mg/dl, Mampu
pendidikan kesehatan terhadap individu, datang ke tempat pelayanan kesehatan
keluarga dan masyarakat (Song & Lipman, sendiri 1) Belum pernah dirawat inap, 2)
2008). belum pernah menda-patkan pendidikan
Pendidikan kesehatan sangatlah pen-ting kesehatan, 3) Umur antara 40 – 65 tahun,
diberikan kepada penderita DM tipe 2 agar 4) Pasien berdomisili di Samarinda. Kriteria
mempunyai kemampuan untuk sebisa eksklusi 1) pasien mengalami keterbatasan
mungkin mandiri dalam melakukan fisik, mental atau kognitif yang dapat
perawatan diri, maka pasien dan keluarga mengganggu penelitian seperti : gangguan
harus bisa mengambil alih tanggung ja-wab penglihatan atau buta, gangguan pen-
tersebut dengan cara harus bisa melakukan
perawatan secara mandiri (self care)
sehingga pasien dan keluarga harus
dibekali pengetahuan dan kete-rampilan
yang cukup untuk mencegah kemungkinan
dengaran atau tuli, mengalami dimensia, e. PT 2
2) mengalami komplikasi serius yang dapat 4 Penghasilan/bln (6,67)
mengganggu penelitian (menderita a. < 1 juta
serangan jantung berat, sakit ginjal berat). b. 1 s.d 3 juta 13
c. 3 s.d 5 juta (43,33)
Instrumen untuk mengukur 12
d. >5 juta
pengetahuan adalah Michigan diabetes 5 (40,00)
BMI
knowledge test oleh Palchack di dalam 5
a. Kurus
Fitzgerald (1998) yang dimodifikasi. (16,67)
b. Normal
Sedangkan Instrumen perilaku -
c. Gemuk
menggunakan SDSCA ( The Summary of
d. Obesitas
Diabetes Self Care Activities) 6 2
Komplikasi
dikembangkan oleh Toobert (2000) dan (6,67)
a. Komplikasi
dimodifikasi oleh Wu (2009), dengan 12
b. Tidak ada
analisa univariatuntuk pengetahuan dan 7 (40,00)
komplikasi
perilaku dengan skala yang digolongkan 15
Riwayat DM
kedalam baik, sedang dan kurang dan (50,00)
a. Ada riwayat
kadar gula darah menurun dan meningkat, 1
8 b. Tidak ada
sedangkan analisa bivariat melihat beda (3,33)
Lama menderita DM
pre-test dan post-test.
dlm tahun
a. 0 – 4 14
b. 5 – 9 (46,67)
16
HASIL PENELITIAN c. 10 – 14
(53,33)
9 d. > 15
Karakteristik Responden
Jenis obat
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Responden 19
yang
(63,33)
dikonsumsi a. 11
Tablet (36,67)
b. Insulin
c. Tablet dan insulin
17
(56,67)
9
(30,00)
4
(13,33)
-
28
(93,33)
2
(6,67)
No Karakteristik Jumlah/ 10 Perilaku merokok
Prosentase a. Merokok 7 (23,33)
1 Jenis kelamin
b. Tidak 23 (76,67)
a. Laki – Laki 7 (23,33)
b. Perempuan 23 (76,67)
Dalam Tabel 1 jenis kelamin
2 Usia
perempuan lebih mendominasi
a. 40 – 44 4 (13,33) dikarenakan usia 40 tahun keatas
b. 45 – 49 4 (13,33) diabetes mellitus lebih banyak terjadi
c. 50 – 54 7 (23,33) pada wanita, hal ini dipicu adanya
d. 55 – 59 7 (23,33) persentase timbunan lemak badan pada
e. 60 – 65 8 (26,67)
wanita lebih besar dibandingkan dengan
3 Pendidikan
laki-laki yang dapat
menurunkan
a. SD 10 (33,33)
sensitifitas terhadap kerja insulin pada
b. SMP/SLTP 8 (26,67) otot dan hati (Elle, 2003). Semakin tua
c. SMA/SLTA 6 (20,00) usia seseorang maka risiko peningkatan
d. D1-akademi 4 (13,33)
kadar gula darah dan gangguan toleransi
glukosa akan semakin tinggi. Ini disebabkan melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas
yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang menyebabkan hormon
insulin yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga kadar glukosa darah menjadi tinggi (Kurniawati, 2011).
Tingkat pendidikan seseorang dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan sehingga individu
mampu mengelola diri sendiri (Notoadmodjo, 2003). Penghasilan yang rendah akan berdampak terhadap
penggunaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Beberapa persepsi individu dalam menentukan kesehatan
yang dipilihnya, yaitu predisposising factors (faktor predisposisi), enabling factors(faktor pendukung), dan
reinforcing faktors (faktor penguat). Faktor predisposisi atau faktor penguat meliputi usia, tingkat sosial
ekonomi. Faktor pendukung, mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).Faktor resiko diabetes mellitus antara lain faktor keturunan (genetik). DM dapat
diturunkan dari keluarga sebelumnya yang juga menderita diabetes mellitus karena kelainan gen
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik, tetapi resiko terkena DM juga
tergantung pada faktor kelebihan berat badan, kurang gerak dan stress (Sustrani et al, 2010). Lama
menderita DM salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya komplikasi seperti: Penyakit Jantung,
penyakit cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah perifer. DM tipe 2 memiliki risiko 2 – 4 kali lebih tinggi
dibandingkan orang tidak mengalami diabetes untuk terjadinya komplikasi pada jantung. Merokok,
hipertensi, dislipidemia dan obesitas bertindak sebagai kontributor independen untuk penyakit
kardiovaskuler pada pasien diabetes (WHO, 2011).
PP.
1
Pos 25,33*
t
GDP Pre 158,50** 0,38
2
Pos 164,00**
t
Pre 227,00** 0,19
GD 2 Jam
Pos 228,00** 4
PP
t
Keterangan : * = Mean
** = Median
Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pre-test pengetahuan dan
perilaku dengan posttest pengetahuan dan perilaku (p= 0,001). Sedangkan gula darah puasa dan gula
darah 2 jam PP menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-
test gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP (0,382) dan (0,194).
Keeratiyutawong et al (2005) dukungan melalui program edukasi sangat efektif membantu pasien diabetes
mellitus tipe 2 untuk mengontrol penyakit, meningkatkan kemampuan perawatan mandiri. Pendidikan yang
diberikan kepada pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan pengetahuan sehingga penderita memiliki
kemampuan untuk merubah perilaku dirinya.
Ellis (2005) di dalam Atak (2007), peningkatan perilaku yang terjadi pada pasien DM tipe 2 setelah
intervensi pemberian informasi tentang penyakitnya dan bagaimana perawatannya akan menunjukkan
hasil yang positif di dalam pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang kurang berdampak ter-
hadap kemampuan pengelolaan DM secara mandiri oleh pasien dan keluarga, sehingga mengakibatkan
tingginya angka rawat ulang dan komplikasi yang dialami oleh pasien.
Allen et al (2008)dengan metoda A randomized clinical trialtentang efek konseling pada penderita DM
diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan konseling kemudian dilakukan pengukuran 8 minggu kedepan
didapatkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan aktifitas fisik pada penderita diabetes mellitus dengan
nilai p = < 0,05. Data ini menunjukkan bahwa intervensi konseling untuk individu dengan diabetes mellitus
tipe 2 dapat meningkatkan tingkat aktifitas fisik dan mengurangi faktor risiko ter-jadinya komplikasi yang
berhubungan dengan diabetes.
Nyunt et al (2010) diperoleh hasil bahwa pasien diabetes mellitus yang memiliki perilaku yaitu mengikuti
diet yang sesuai cenderung aktif melakukan pemeriksaan gula darah dibanding dengan pasien diabetes
mellitus yang memiliki perilaku yang kurang baik. Kondisi ini dapat disebabkan pasien dengan diabetes
mellitus yang memiliki perilaku berupadiet atau pola makan yang baik beranggapan bahwa melakukan
pemeriksaan gula darah sangat penting dalam memonitor terkontrol atau tidaknya kadar gula darah.
Setelah diketahui tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, perilaku dengan gula darah, hal
ini disebabkan masih terdapat responden yang tidak patuh terhadap diet dan aktifitas fisik sehingga
berpengaruh langsung terhadap hasil pemeriksaan kadar gula darah. Tetapi terdapat juga faktor – faktor
lain yang berpengaruh yang bisa ditelaah, ada variabel berpengaruh yang tidak dapat diken-dalikan
misalnya : stress fisik (infeksi, dehidrasi, kelainan hormonal), stress psikis yang mempunyai pengaruh
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
ABSTRACT
Patients with type 2 diabetes mellitus will describe their illness based on what is in
their minds to understand related problems. Illness perception can be improved
through health education by nurses about how to manage the illness and self-care
management. This study aimed to analyze correlation between the role of nurse as
educator and illness perception in patients with type 2 diabetes mellitus. This
research applied an observational analytic design with cross sectional approach. A
total of 112 respondents were obtained by using consecutive sampling technique.
Data collection was conducted by administering questionnaires of Role of Nurse as
Educator and Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ). Data analysis was
performed with Spearman-rank correlation test with significance level of 0,05. The
result showed a significant correlation between the role of nurse as educator and illness perception (p value:
<0,001; r: -0,433). The correlation was moderate and negative which means the higher the value of the role of nurse
as educator, the lower the value of illness perception. The better the role of the nurse as educator, the more positive
the patient’s perception about the illness, which means the less threatening
66
the illness is perceived by the patients. This study indicates that nurses should be able to improve the provision of
health education to patients with type 2 diabetes mellitus so that patients can have positive perceptions of the
illness.
jumlah kasus pasien DM tipe 2 tahun 2019 sejumlah 2728 pasien dengan rata-rata per bulan
sebanyak 248 pasien. Teknik sampling yang digunakan yaitu non probability sampling menggunakan
consecutive sampling. Sampel penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 pada salah satu RS di kota
Jember yang memenuhi kriteria penelitian. Penentuan besar sampel menggunakan rumus Power
Analyses dengan aplikasi G*Power 3 yang diperoleh sebanyak 112 responden. Pengumpulan data
dilakukan pada tanggal 7 Januari – 27 Januari 2020 dengan kriteria inklusi yaitu pasien terdiagnosa
DM tipe 2, lama mengalami DM ≥ 3 bulan, kunjungan lebih dari sekali, berusia 20-79 tahun, dapat
berkomunikasi dengan baik, memiliki kesadaran penuh (compos mentis), dan bersedia menjadi
partisipan penelitian. Kriteria eksklusi yaitu memiliki penyakit penyerta seperti stroke, memiliki
keterbatasan fisik seperti buta atau tuli.
Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu berupa kuesioner. Terdapat tiga kuesioner yang
digunakan, kuesioner pertama yaitu data demografi responden yang meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, dan lama menderita DM. Kuesioner kedua yaitu kuesioner peran
perawat sebagai edukator digunakan untuk mengukur peran perawat sebagai edukator. Kuesioner ini
terdiri dari 30 pertanyaan yang menggunakan skala likert 1-4. Pertanyaan berfokus pada
pengetahuan pasien tentang DM, perjalanan penyakit DM, penyulit penyakit DM, pemantauan gula
darah, pendidikan kesehatan, dan perawatan diri pasien DM (Fajrimi, 2013).
Kuesioner ketiga yaitu Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ) yang digunakan untuk
mengukur persepsi sakit. Kuesioner ini terdiri dari 9 pertanyaan, meliputi 8 pertanyaan menggunakan
skala semantic differential dengan rentang nilai 0-10 dan 1 pertanyaan deskriptif tentang 3 faktor
utama yang dapat menyebabkan DM. Pertanyaan berfokus pada persepsi mengenai pengaruh, waktu,
kontrol penyakit, pengendalian penyakit, pengalaman, perhatian, pemahaman, emosi, dan penyebab
(Bangga, 2016).
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 24. Setelah itu dilakukan analisa data
univariat dan bivariat. Uji univariat digunakan untuk membuat gambaran setiap variabel. Uji
bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel menggunakan uji Spearman-rank.
Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (No.702/UN25.8/KEPK/DL/2019). Pasien yang memenuhi
syarat sesuai dengan kriteria inklusi dan setuju menjadi responden diminta untuk menandatangani
lembar informed consent.
HASIL
Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 1 diketahui usia rata-rata responden adalah 58,17 tahun dengan standar
deviasi 8,415 dan durasi responden mengalami DM diketahui dengan nilai median 4 tahun. Durasi
lama DM paling singkat adalah 1 tahun dan paling lama adalah 23 tahun.
Tabel 2 menunjukkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu
67,9%. Tingkat pendidikan paling banyak adalah SMA yaitu 34,8%. Mayoritas responden berstatus
menikah yaitu sebanyak 81,25%. Jenis pekerjaan paling banyak yaitu Ibu Rumah Tangga sebanyak
27,7%.
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 36
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
Persepsi Sakit
Tabel 3 menunjukkan nilai median persepsi sakit adalah 52,50 dengan nilai modus 49. Tabel
4 menunjukkan indikator dengan nilai tertinggi berada pada indikator pemahaman dengan nilai
median 8,00 dan terendah pada indikator pengendalian penyakit dengan nilai median 4,00. Tabel
5 menunjukkan 3 faktor utama penyebab DM menurut responden yaitu, pola makan 33%,
keturunan 31,3%, dan stress 24,1%.
Tabel 1. Rerata Responden berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM pada Pasien DM Tipe 2
Kabupaten Jember (n=112)
Variabel Mean Median SD Min-Max
Usia (tahun) 58,17 58,00 8,145 32-73
Lama DM (tahun) 5,47 4,00 4,5 1-23
Jenis Kelamin
Laki-laki 36 32,1
Perempuan 76 67,9
Tingkat Pendidikan Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan
Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status
Tidak Sekolah 0 0 Pernikahan, dan Pekerjaan pada Pasien DM Tipe 2
SD 29 25,9 Kabupaten Jember (n=112) (Lanjutan)
SMP 19 17,0
SMA 39 34,8 Variabel Frekuensi Persentase (%)
Perguruan Tinggi 25 22,3
Status Pernikahan
Menikah 91 81,25
Belum Menikah 0 0
Duda/Janda 21 18,75
Pekerjaan
Tidak Bekerja 22 19,6
Petani 0 0
Wiraswasta 15 13,4
Pegawai Swasta 8 7,1
PNS 21 18,8
TNI/POLRI 0 0
Ibu Rumah Tangga 31 27,7
Pensiunan 15 13,4
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 37
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
Variabel Median Modus Min-Max r P value Peran Perawat 57,00 55 37-97 sebagai Edukator -0,433 <0,001
Persepsi Sakit 52,50 49 21-69
Tabel 4. Nilai Rerata Indikator Variabel pada Pasien DM Tipe 2 Kabupaten Jember (n=112)
Indikator Variabel Median Min-Max
Peran Perawat Sebagai Edukator
Pengetahuan pasien tentang DM 2,00 1-3
Perjalanan penyakit DM 2,00 2-3
Penyulit penyakit DM 1,00 1-3
Pemantauan gula darah 3,00 2-4
Pendidikan kesehatan 2,00 1-4
Perawatan diri pasien DM 2,00 1-3
Persepsi Sakit
Pengaruh 7,00 2-9
Waktu 7,00 2-10
Kontrol Penyakit 6,00 1-8
Pengendalian Penyakit 4,00 1-8
Pengalaman 6,50 2-9
Perhatian 7,00 2-10
Pemahaman 8,00 2-9
Emosi 7,00 2-9
Tabel 5. Distribusi 3 Faktor Utama Penyebab Penyakit berdasarkan Persepsi Sakit pada Pasien DM Tipe 2
Kabupaten Jember (n=112)
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Hasil penelitian diperoleh usia rata-rata responden adalah 58,17 tahun. Pada usia lanjut
cenderung terjadi peningkatan produksi insulin, retensi insulin serta gangguan sekresi insulin akibat
penuaan (Waspadji, 2011). Seseorang yang berusia >45 tahun mempunyai risiko lebih besar atas
terjadinya DM, yaitu karena faktor degeneratif yang menyebabkan intoleransi glukosa sehingga fungsi
tubuh akan menurun (Betteng, Pangemanan, & Mayulu, 2014).
Hasil penelitian diperoleh lama responden menderita DM memiliki nilai median 4 tahun dengan
rata-rata 5,47 tahun. Seseorang yang semakin lama menderita DM maka risiko akan komplikasi DM
juga akan semakin besar (Riyadi & Sukarmin, 2008). Durasi lama menderita DM yang terdiagnosa
sekitar 5-10 tahun akan mempengaruhi fungsi kelenjar pankreas sehingga akan menurunkan fungsi
dari sel beta dan akan memungkinkan terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Hasil penelitian diperoleh jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu
sejumlah 76 orang (67,9%). Perempuan berisiko lebih besar mengalami DM tipe 2 dikarenakan
perempuan mempunyai peluang lebih besar terjadinya peningkatan IMT (Allorerung, Sekeon, &
Joseph, 2016). Penurunan hormon estrogen pada saat menopause juga merupakan penyebab
banyaknya perempuan mengalami DM tipe 2, hal ini disebabkan karena menurunnya respon insulin
akibat hormon estrogen dan progesteron yang rendah (Meidikayanti & Wahyuni, 2017).
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Atas (SMA) yaitu sejumlah 39 orang (34,8%). Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan
pekerjaan seseorang. Individu yang berpendidikan tinggi sebagian besar bekerja kantoran dengan
aktivitas tergolong sedikit, sedangkan yang berpendidikan rendah biasanya bekerja sebagai petani
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 38
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
atau buruh yang aktivitasnya cukup (Irawan, 2010). Status sosial ekonomi juga dapat berpengaruh
terhadap gaya hidup dan perubahan perilaku sehingga mempengaruhi kejadian DM (Mongisidi,
2015).
Hasil penelitian diperoleh mayoritas responden memiliki status menikah yaitu
sejumlah 91 orang (81,25%). Status pernikahan dapat berkaitan dengan kejadian DM, karena status
pernikahan dipercayai berpengaruh terhadap gaya hidup atau kebiasaan dan aktivitas fisik serta pola
makan (Irawan, 2010).
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu
sejumlah 31 orang (27,7%). Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga merupakan jenis pekerjaan yang
aktivitas fisiknya tergolong ringan (Sukardji, 2009). Aktivitas ringan memiliki peluang risiko 6,2 kali
lebih besar dibandingkan dengan aktivitas fisik yang sedang dan berat dalam menderita DM tipe 2
(Sipayung, Siregar, & Nurmaini, 2018).
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 39
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
sekali menjelaskan mengenai komplikasi, gejala, penyebab, bahaya, dan cara mengatasi apabila
kadar gula darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sementara itu, pemberian edukasi mengenai
hiperglikemia atau hipoglikemia beserta penatalaksanaannya dapat meningkatkan pemahaman
serta keyakinan pasien dalam mengelola penyakit DM yang disandangnya seperti mengatur diet
dan latihan fisik (Ernawati, Suharto, & Dewi, 2015).
Indikator tertinggi peran perawat sebagai edukator berada pada indikator pemantauan gula
darah dengan nilai median sebesar 3,00. Hal ini menandakan bahwa perawat terbilang sering dalam
memberi edukasi mengenai pemantauan gula darah. Hal tersebut didukung dengan kerutinan
perawat dalam menginstruksikan kepada para pasien untuk melakukan cek gula darah terlebih
dahulu untuk dapat mengetahui perkembangan kadar gula darah dari pemeriksaan sebelumnya.
Pengetahuan serta motivasi yang didapatkan melalui edukasi oleh perawat dapat mendukung
kepatuhan dan disiplin pasien DM dalam mematuhi diet, aktivitas dan pengobatan untuk mencapai
glukosa darah yang terkontrol (Jasmani & Rihiantoro, 2016). Upaya deteksi dini pemantauan gula
darah secara teratur harus dilakukan karena upaya tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi
diabetes (Lathifah, 2017).
Persepsi Sakit
Hasil penelitian menunjukkan nilai median persepsi sakit adalah 52,50 dengan nilai modus 49.
Pada kuesioner B-IPQ semakin tinggi skor nilai yang diperoleh responden maka menunjukkan
persepsi terhadap penyakitnya semakin buruk. Diketahui pada penelitian ini nilai persepsi sakit
berada diatas 40, dimana menurut instrumen BIPQ merupakan batas tengah dengan rentang nilai 0
sampai 80, yang berarti pasien masih menganggap bahwa penyakit diabetes sebagai suatu yang
mengancam bagi kesehatan. Persepsi sakit mempengaruhi perilaku terkait kesehatan pada pasien
untuk mengelola penyakitnya dan mungkin akan berdampak pada hasil penyakit. Hasil penyakit
berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap penyakit tersebut, hal tersebut disebabkan bahwa
kepatuhan dalam perawatan diri tergantung dari representasi pasien mengenai penyakit dalam hal
apakah penyakit tersebut dapat dipahami, dikendalikan, dan disembuhkan
(Kugbey et al., 2017).
Indikator tertinggi persepsi sakit berada pada indikator pemahaman dengan nilai median
sebesar 8,00. Semakin tinggi skor nilai pada indikator pemahaman berarti pasien memiliki
pemahaman yang kurang baik terhadap penyakitnya. Dalam membentuk kesadaran akan penyakit
maka diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang baik untuk mencapai persepsi yang positif
(Sudarsono & Suharsono, 2016). Pemahaman pasien yang baik mengenai penyakit DM tipe 2
dikaitkan dengan peningkatan status kesehatan, karena ketika pasien memahami akan penyakitnya
pasti diikuti dengan perubahan perilaku menjadi lebih baik untuk mengelola penyakitnya (Vos et al.,
2018). Tingginya skor indikator pemahaman dalam penelitian didukung dengan responden mengaku
belum terlalu memahami terkait DM tipe 2 beserta penanganannya, sehingga memungkinkan pasien
memiliki persepsi yang buruk terhadap penyakitnya.
Indikator terendah persepsi sakit berada pada indikator pengendalian penyakit dengan nilai
median sebesar 4,00. Semakin rendah skor nilai pada indikator pengendalian penyakit berarti pasien
mempercayai bahwa pengobatan yang diberikan dapat mengendalikan penyakitnya. Adanya persepsi
yang tepat mengenai penyakit DM tipe 2 pada pasien dapat meningkatkan keberhasilan dalam
pengobatan serta membantu memperlancar proses kesembuhan (Rahmah, 2016). Individu yang
memiliki persepsi yang baik terhadap penyakitnya akan patuh dengan pengobatan yang dijalankan
(Chew, Vos, Stellato, & Rutten, 2017).
Hasil penelitian didapatkan tiga faktor utama penyebab DM tipe 2 diantaranya adalah pola
makan, keturunan, dan stres. Seseorang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
berisiko seperti makanan manis dan berlemak akan berpeluang 3 kali lebih besar memiliki kadar gula
darah tidak terkontrol (Nur, Fitria, Zulhaida, & Hanum, 2016). Pola makan menjadi peranan penting
bagi pasien DM, oleh karena itu pasien DM perlu menjaga aturan pola makan guna mengendalikan
kadar gula darah agar tetap terkontrol (Susanti & Bistara, 2018).
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 40
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
Seseorang berisiko untuk terkena DM sebesar 15% apabila mempunyai riwayat hanya dari satu
orang tua yang terkena DM, dan sebesar 75% apabila mempunyai riwayat dari kedua orang tua
terkena DM (Isnaini & Ratnasari, 2018). Risiko terkena DM oleh riwayat ibu lebih besar 10-30%
dibandingkan dengan riwayat DM dari ayah, dikarenakan ketika dalam kandungan penurunan gen
lebih besar dari ibu dibanding dari ayah (Santosa, Trijayanto, & Endiyono, 2017).
Kadar gula darah seseorang yang meningkat dapat dipicu dengan adanya stres, sehingga
penyakit DM pada seseorang akan semakin buruk apabila tingkat stres yang dialami semakin tinggi
(Derek, Rottie, & Kallo, 2017). Dengan adanya stres, kerja metabolisme serta kebutuhan akan
sumber energi akan meningkat yang dapat berakibat peningkatan kerja pankreas, sehingga
pankreas akan mudah rusak akibat tingginya beban kerja dan akhirnya berdampak pada
menurunnya insulin (Riyadi & Sukarmin, 2008).
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 41
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
positif. Oleh sebab itu, seorang perawat memiliki peran penting dalam proses penyesuaian diri
pasien DM dengan memberikan edukasi mengenai penyakit DM serta memberikan penjelasan
tentang pentingnya perawatan diri terhadap DM agar dapat memperbaiki kesalahpahaman dan
meningkatkan pemahaman mengenai penyakit DM tipe 2, sehingga pasien DM tipe 2 merasa
percaya diri dalam mengendalikan penyakit mereka dan mencapai manajemen diri yang efektif.
SIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara peran perawat sebagai edukator dengan persepsi
sakit pada pasien DM tipe 2 Kabupaten Jember. Arah korelasi negatif memiliki makna bahwa semakin
baik peran perawat sebagai edukator maka persepsi semakin positif dan pasien menganggap bahwa
sakit yang dialaminya tidak mengancam bagi kesehatannya. Tenaga kesehatan khususnya perawat
dapat meningkatkan pemberian edukasi kesehatan yang tepat berkaitan dengan penyakit DM tipe 2
dengan tujuan pasien dapat memperbaiki kesalahpahaman dan meningkatkan pemahaman tentang
kondisi penyakit agar persepsi pasien terhadap penyakit menjadi lebih positif sehingga pasien dapat
meningkatkan pengendalian terhadap penyakit dan mencapai manajemen diri yang efektif.
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN
DIET PADA PASIEN DM TIPE2 DI IRNA NON BEDAH PENYAKIT
DALAM RSUP DR.M. DJAMIL PADANG TAHUN 2014
Effect of Health Education On Dietary Obedience In Patients with DM Type 2
in Dr. M. Djamil Hospital, Padang 2014
ABSTRACT
Diabetes Mellitus is a degenerative disease that has become a health problem in the world. The
prevalence of this disease is increasing in developing countries, including Indonesia. Uncontrolled
blood sugar and further complications may be influenced by the patient's behavior and lifestyle.
Disobedience in implementing the diet is one of the problems for Diabetic patients. One of the nursing
interventions that can be used to overcome the disobedience of the diet is to provide health education
on dietary management. The purpose of this study was to determine the effect of health education on
dietary obedience in patients with Diabetes Mellitus in Irna Non Bedah Penyakit Dalam, Dr. M.
Djamil Hospital. The type of research is a Quasi-Experimental by using One Group Pre-Post Test
Design, 15 people as samples were taken by Purposive Sampling Method. Data collection was
conducted on 01 February 2014 to 05th March 2014. The statistical test used is Wilcoxon signed rank
test. The results show that there is an increased obedience of patients in implementing Diabetic diet
(the right amount, the right type, and the right schedule) after a given health education (p = 0.002). As
a conclusion, giving the health education about the implementation of the diet can improve dietary
obedience in patients with Diabetes Mellitus who are undergoing treatment. It is expected that the
implementation of health education can be done intensively in health services in Dr. M. Djamil
Hospital as anticipation of further complications due to disobedience in implementing the diet.
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 42
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...
K35UNINGAN 34
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 43
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Dalam melakukan penanganan terhadap penderita Diabetes Melitus dikenal dengan adanya lima pilar utama,
yaitu pendidikan kesehatan, perencanaan diet, latihan jasmani, farmakologi dan pemantauan gula darah.
Perencanaan diet merupakan salah satu bagian dari lima pilar utama untuk mempertahankan kadar gula darah
agar tetap mendekati normal dan terkontrol dalam penatalaksanaan DM. Penerapan diet ini merupakan salah
satu komponen dalam keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus, akan tetapi seringkali menjadi kendala
pada pelayanan Diabetes karena dibutuhkan kepatuhan dan motivasi pasien itu sendiri 7.
Hasil penelitian Jansink (2010), mengatakan bahwa pasien Diabetes Melitus memiliki pengetahuan yang
terbatas dari gaya hidup sehat dan wawasan prilaku yang kurang serta tidak memiliki motivasi untuk merubah
gaya hidup dan disiplin dalam mengatur diet mereka. Pasien Diabetes Melitus menunjukkan kesulitan untuk
mengatur sendiri perilaku diet mereka yang salah satunya disebabkan oleh faktor ketidaktahuan atau
kurangnya informasi.
Kepatuhan terhadap pemenuhan aturan diet pada penderita DM merupakan tantangan yang berat bagi pasien
karena dibutuhkan perubahan dari kebiasaan dan prilakunya. Kepatuhan merupakan ketaatan seseorang dalam
melaksanakan sesuatu kegiatan yang telah ditentukan, juga dorongan dari dalam diri seseorang untuk
mematuhi atau menuruti apa yang sudah diperintahkan 8. Salah satu cara untuk mengatasi akibat lanjut dari
Diabetes Melitus adalah dengan cara penerapan diet DM. Namun sampai saat ini banyak ditemukan penderita
yang tidak patuh dalam pelaksanaan diet. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lestari dkk (2013) pada
penderita DM di Puskesmas Maradekaya Kota Makasar, didapatkan sebagian besar responden (89,7%) tidak
patuh terhadap diet yang seharusnya bagi penderita Diabetes. Ketidak patuhan pasien dalam melakukan diet
Diabetes Melitus dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi yang dimiliki pasien, dukungan keluarga dan
pengetahuan tentang manfaat dari pelaksanaan diet Diabetes Melitus. Untuk mengatasi ketidakpatuhan
tersebut, pendidikan kesehatan bagi penderita Diabetes Melitus beserta keluarganya sangat diperlukan, karena
penyakit Diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup 9.
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan prilaku tersebut
bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau
masyarakat sendiri. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam pengelolaan Diabetes
Melitus. Penderita Diabetes Melitus perlu mengetahui dengan benar mengenai penatalaksanaan diet yang
harus dijalankan10.
Hasil penelitian pendidikan kesehatan
Okawa (2011)11 mengatakan bahwa penderita Diabetes Melitus yang mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang penyakitnya kemudian mengubah perilaku dan gaya hidupnya, akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya, sehingga penderita dapat hidup lebih lama dan meningkatkan kualitas hidupnya. Setelah penderita
diberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan diharapkan pengetahuan penderita tentang penyakit serta
kepatuhan penderita dengan dietnya akan meningkat sehingga penderita memiliki motivasi dan menunjukkan
perilaku dalam mengontrol kadar glukosa darahnya.
Hasil penelitian Sari (2012) 12 pada pasien Diabetes Melitus diPoliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M
Djamil Padang, 70 % dari responden tidak secara rutin melakukan diet teratur dan mereka melakukan
pengaturan diet apabila mereka sudah merasa lemah, pusing dan tidak enak badan. Studi pendahuluan peneliti
yang didapat dari Medical Record RS. Dr. M. Djamil Padang, sebagai rumah sakit rujukan di Sumatera Barat
dan sekitarnya menunjukkan jumlah kasus diabetes melitus pada tahun 2010 adalah sebanyak 690 kasus,
meningkat pada tahun 2011 menjadi 768 kasus dan pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi 815 kasus.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa selama 3 tahun berturut-turut terjadi peningkatan kasus Diabetes
Mellitus di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Berdasarkan survey awal dan hasil wawancara dari 10 orang penderita DM, 70% penderita yang dirawat di
Penyakit Dalam adalah pasien yang berulang dengan masa rawatan yang lebih panjang dari seharusnya, dan
berdasarkan pengalaman peneliti sendiri selama berdinas di penyakit dalam melalui observasi didapat bahwa
pasien tidak mematuhi aturan diet yang diberikan oleh bagian gizi baik dalam bentuk jumlah, jenis dan jadwal
makan, sehingga memberikan dampak negatif pada hasil gula darah penderita Diabetes itu sendiri.
Dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakuan penelitian tentang pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus di Irna Non Bedah
91
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Jenis penelitian ini adlah Quasi eksprimen dengan pendekatan “one group pre-post test design”, dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien
Diabetes Melitus.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang dirawat di Irna Non Bedah
Penyakit Dalam Rs. Dr. M. Djamil Padang.. Sampel pada penelitian ini dikelompokkan kedalam Non Probability
Sampling, pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Jumlah sample
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 15 orang, ini sesuai dengan jumlah yang ditetapkan oleh
Sugiono (2010)13 bahwa penelitian eksperimen sederhana jumlah sampel antara 10 sampai 20 orang ada pun
yang menjadi kriteria dari sampel tersebut
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehingga lebih mudah diolah
maka instrumen yang digunakan adalah SAP untuk pelaksanaan pendidikan kesehatan dan lembaran observasi
untuk menilai tingkat kepatuhan.
Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh antara variable independen (pendidikan kesehatan) dengan
variable dependen (kepatuhan diet penderita Diabetes Mellitus), apakah variable tersebut memiliki hubungan
yang signifikan atau tidak. Sebelum dilakukan analisis bivariat perlu dilakukan uji normalitas untuk melihat
distribusi data yang di uji. Uji normalitas menggunakan Shapiro- Wilk test karena jumlah sampel kecil. Jika
interprestasi nilai p (> 0,05) , berarti data berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji
Dependen T test, namun bila interprestasi data dengan nilai p (<0,05), berarti data tidak berdistribusi normal,
maka uji hipotesis yang dilakukan adalah uji Wilcoxon.
HASIL
Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekwensi kepatuhan
Karakteristik Kriteria F %
3 20
Pekerjaan Bekerja 9 60
Tidak bekerja 6 40
Jumlah 15 100
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat dari 15 orang Responden penelitian, proporsi pasien berdasarkan
jenis kelamin lebih banyak pasien laki-laki (66,7%),dari pasien perempuan .Selanjutnya berdasarkan tingkat
pendidikan lebih dari separuh pasien (53,3%) dengan pendidikan SMA. Proporsi responden di lihat dari
92
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Dari Tabel 3 menunjukan hasil penelitian bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan
kesehatan terhadap kepatuhan diet Diabetes Melitus dilihat dari segi jumlah persentasi yang tertinggi yaitu
pada siang hari (60%), terhadap jenis persentasi tertinggi pada siang hari (86%) dan kepatuhan terhadap jadwal
persentasi tertinggi pada siang hari (40%). Setelah diberikan pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
Diabetes Melitus dilihat dari segi jumlah persentasi yang tertinggi yaitu pada siang hari (66,6%), terhadap jenis
persentasi tertinggi pada siang hari (93%) dan kepatuhan terhadap jadwal persentasi tertinggi pada pagi hari
(73%).
tidak
patuh
93
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Dari tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang
kepatuhan diet pada pasien DM tidak ada pasien yang patuh terhadap diet DM, sedangkan setelah diberikan
pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien DM dari 15 responden yang sama dapat dilihat
pengaruh 12 orang (80%) responden patuh dalam melaksanakan diet DM.
Analisa Bivariat
Sebelum analisa bivariat, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas Shapiro Wilk untuk menentukan uji
yang akan digunakan. Jika data berdistribusi normal dilakukan uji Dependen T-test, jika data tidak berdistribusi
normal dilakukan uji Wilcoxon.
Dari uji normalitas Shapiro Wilk untuk frekuensi kepatuhan terhadap jumlah, jenis dan jadwal diet pasien
diabetes melitus sebelum dan sesudah intervensi, didapatkan seluruh nilai p < 0,05, maka sebaran data tidak
berdistribusi normal. Maka uji yang digunakan untuk data berpasangan yaitu Uji Wilcoxon.
Tabel 5 Hasil Uji Rerata Kepatu-han Diet pada Pasien Diabetes Melitus Sebelum dan
Sesudah Pendidikan Kesehatan
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
p= 0,002 (p<0,05), maka terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan terhadap diet pada
pasien Diabetes Melitus di Ruang Irna Non Bedah Penyakit Dalam RS Dr.M.Djamil Padang Tahun 2014.
PEMBAHASAN
Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Sebelum Diberikan Pendidikan
Kesehatan Tentang Kepatuhan Diet
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan terhadap
kepatuhan diet Diabetes Melitus rata-rata kepatuhan pasien terhadap jumlah ( pagi 33,3%, siang 60% dan
malam 13,3%), terhadap jenis (pagi 46,6%, siang 86% dan malam 13,3%) dan kepatuhan terhadap jadwal (pagi
33,3%, sore 40% dan malam 13,3%). Persentasi kepatuhan yang terendah untuk jumlah, jenis dan jadwal yaitu
pada malam hari, dan persentasi yang tertinggi yaitu siang hari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laili dkk (2013) 14 bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan terdapat
66% responden tidak patuh, 34% kurang patuh dan tidak ada responden yang patuh melaksanakan pengaturan
diet dengan benar. Ketidak patuhan penderita Diabetes Melitus tersebut disebabkan karena beberapa faktor
yang salah satunya ketidaktahuan penderita akan pengelolaan diabetes melitus.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, dari komponen pola diet diabetes yaitu 3J (tepat
jumlah, tepat jenis dan tepat jadwal), hampir seluruh responden ini tidak patuh, terutama terhadap jadwal,
padahal bagi penderita Diabetes Melitus dianjurkan untuk makan 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan
dengan interval waktu makan 3 jam. Ketidakpatuhan menjalankan diet dapat disebabkan beberapa alasan yaitu
94
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
tidak dapat mengendalikan nafsu makan, merasa telah terkontrol gula darahnya karena pemberian obat
Diabetes dari dokter sehingga merasa tidak perlu menjalankan diet dengan baik 15.
Pada prakteknya kepatuhan didefenisikan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan prilaku
yang disarankan oleh dokter atau para medis, sebagaimana yang disarankan bagi pasien Diabetes Melitus,
masih banyak pasien diabetes melitus yang mengalami kegagalan dalam pengobatan, hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor diantaranya tidak menjalani diet dengan baik 16. Komplikasi penyakit Diabetes Melitus
dapat timbul karna ketidakpatuhan dalam menjalankan program terapi adalah pengaturan diet, olah raga dan
penggunaan obat-obatan 18.
Menurut analisa peneliti bahwa persentasi kepatuhan diet pasien yang rendah pada malam hari disebabkan
karna pada malam hari pasien kurang terpantau, pengetahuan yang sedang tentang diet dan kurangnya
dukungan dari keluarga. Penatalaksanaan diet Diabetes ini sangat dipengaruhi dukungan keluarga. Menurut
Rahmat (2002)18 apabila dukungan keluarga baik maka pasien Diabetes Melitus akan patuh dalam
penatalaksanaan diet, sehingga penyakit Diabetes Melitus dapat terkendali.
Persentasi kepatuhan diet yang tertinggi pada siang hari disebabkan karna lebih terpantau oleh keluarga atau
tenaga kesehatan pada saat memberikan terapi insulin. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, prilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan19.
Berdasarkan tingkat pendidikan 2 responden (13,3%) berpendidikan tinggi, 8 responden (53,3%) berpendidikan
SMA, 2 responden (13,3%) berpendidikan SMP dan 3 responden (20%) berpendidikan SD, dari hasil analisis
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan melakukan manajement diet yang berpendidikan SD, SMP,
SMA, PT. Temuan peneliti dalam melakukan penelitian bahwa latar belakang pendidikan baik yang rendah
maupun tinggi tidak mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan manajemen diet Diabetes. Beberapa bukti
menunjukan bahwa tingkat pendidikan pasien berperan dalam kepatuhan, tetapi memahami instruksi
pengobatan dan pentingnya perawatan mungkin lebih penting dari pada tingkat pendidikan pasien 20.
Perubahan pengetahuan terjadi pada responden dikarenakan adanya minat dan kesadaran dalam pengaturan
diet yang benar sebagai salah satu faktor dapat menurunkan gula darah dan menghindari komplikasi lebih
lanjut. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Roger dalam Efendi dkk (2009) 21 bahwa dengan adanya
pengkondisian pembelajaran akan terjadi perubahan prilaku seseorang dimulai dengan perubahan tingkat
pengetahuan yaitu timbul pengetahuan dan kesadaran (awareness).
Pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 penatalaksanaanya adalah mengikuti diit sesuai dengan jumlah
dan kalori yang dikonsumsi, mengikuti jadwal makan serta menghindari makan yang banyak mengandung
gula. Selain itu kesadaran untuk melakukan diet tepat jumlah, tepat jenis dan tepat jadwal yang berasal
dari diri sendiri akan menjadi obat yang baik untuk mengontrol kadar gula darahnya dan menghindari
terjadinya komplikasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada pasien Diabetes Melitus Diirna Non Bedah
Penyakit Dalam RS Dr. M. Djamil Padang, didapatkan peningkatan proporsi kepatuhan pasien Diabetes Melitus
setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu kepatuhan diet terhadap jumlah (pagi 60%, siang 80%, malam
40%), jenis (pagi 66,6%, siang 93% malam 53,3%) dan jadwal (pagi 73,3%, siang 53,3%, malam 53,3%). Hal ini
menunjukan bahwa intervensi pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus
dapat meningkatkan kepatuhan pasien menjalankan manajement diet. Hal ini membuktikan bahwa prilaku
patuh responden terhadap diet dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan tentang diet Diabetes yang diberikan
oleh peneliti.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Norris et al. (2002) 22 yang menyatakan bahwa pasien yang
menerima intervensi edukasi menimbulkan manajement Diabetes yang lebih baik. Manajement Diabetes
tersebut termasuk kepatuhan diet dan prilaku. Ketika pasien menerima pembelajaran pasien memiliki
kemampuan dan tahu bagaimana cara memanajement penyakit.
Pemahaman tentang diet adalah salah satu kemampuan penting yang perlu dimiliki pasien Diabetes
95
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Melitus untuk keberhasilan pengobatan secara mandiri, karna diet merupakan pengobatan yang paling utama
sebelum olah raga dan obatobatan. Maka dari itu pengetahuan klien tentang penatalaksanaan penyakitnya
terutama dalam menjalani program diet diabetes harus ditekankan karena faktor ketidaktahuan dan
ketidakfahaman pangkal menuju komplikasi23.
Menurut Notoatmodjo (2007)24, metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Dalam penyuluhan kesehatan metode penyuluhan individu
lebih efektif digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai
masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet merupakan salah satu penatalaksanaan yang di lakukan
pada pasien Diabetes Melitus. Menurut berbagai penelitian, pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien diabetes melitus yang diberikan pada pasien diabetes melitus dapat meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakitnya ,meningkatkan kepatuhan dalam pola makan dan dapat mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
Berdasarkan analisa penelitian didapatkan tingkat kepatuhan pasien sesudah diberikan pendidikan
kesehatan mengalami peningkatan menjadi 12 (80%) pasien Diabetes Melitus. Hasil uji statistik didapatkan nilai
p=0,002 (<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat peningkatan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam
melaksanakan manajemen diit sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien Diabetes Melitus Diirna Non Bedah Penyakit Dalam di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun 2014.
Hal ini membuktikan bahwa kepatuhan melaksanakan pola makan pasien Diabetes Melitus dipengaruhi oleh
pemberian pendidikan kesehatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ariyanti (2012) 25 menyebutkan bahwa
pendidikan kesehatan manajemen diet di Puskesmas Kebonsari Surabaya dimana hasil penelitian ini dapat
menimbulkan kemampuan manajemen diri yang baik sehingga dapat meningkatkan perilaku kepatuhan diet
pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Lukman (2010) 26 yang
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan tentang diet Diabetes berpengaruh sikap positif penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 dalam pengelolaan Diabetes mandiri.
Pendidikan kesehatan merupakan proses mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal –
hal yang positif secara terencana melaui proses belajar, perubahan tersebut mencakup pengetahuan sikap dan
ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan ditunjukkan untuk menggugah
kesadaran meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesadaran,
bentuknya berupa pendidikan kesehatan 24.
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan salah satu
intervensi penatalaksanaan Diabetes Melitus saat masih dirawat maupun sebelum pasien pulang, pendidikan
kesehatan merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengelolaan
Diabetes Melitus.
Menurut analisa peneliti peningkatan kepatuhan 12 orang (80%), dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan
yang diberikan karena dengan pendidikan kesehatan yang diberikan kepada penyandang Diabetes dan keluarga
dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Menurut Febiger dikutip dalam Basuki. (2007) 27 Pengetahuan
tersebut akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka. Sehingga akhirnya pendidikan
kesehatan yang diberikan menjadi tujuan untuk perubahan prilaku penyandang Diabetes Melitus dan
meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan 3 responden (20%)
yang tidak mengalami peningkatan kepatuhan dapat disebabkan karna merasa telah terkontrol gula darahnya
karena pemberian obat Diabetes dari dokter sehingga tidak perlu menjalani diet dengan baik.
Ketidakpatuhan menjalankan diet ini dapat juga disebabkan karena penyandang Diabetes Melitus tidak
dapat menahan lapar. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai penurunan reaksi intra sel, dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
96
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
insulin dan mencegah terbentuknya dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
DM tipe 2 sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat yang akhirnya akan menimbulkan masalah sindroma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik yang
menimbulkan gejala lapar, kelelahan, irritabilitas, poliuri, polidipsi, infeksi dan pandangan mata kabur 28.
Pemberian pendidikan kesehatan yang teratur dengan materi yang sederhana, metode yang tepat,
pemberi materi yang adekuat dan waktu yang sesuai dengan waktu responden yang akan melakukan
rehabilitasi dapat meningkatkan pengetahuan responden. Di pengaruhi juga oleh faktor-faktor media dari
edukasi personal, dimana dalam pemberian pendidikan kesehatan secara individual peneliti menggunakan
leaflet tentang kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan responden secara sederhana dan mudah dibaca untuk
menambah wawasan dan informasi tentang diet Diabetes Melitus sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam mengelola diet dan merubah perilaku dan gaya hidup sehingga dapat mencegah terjadinya
komplikasi.
Peran perawat sangat penting dalam memfasilitasi kesehatan pasien secara umum termasuk mengidentifikasi
faktor resiko, menyediakan konseling, memberikan pendidikan kesehatan dan menegosiasi tujuan prilaku serta
mengatur follow up. Berdasarkan penelitian diatas pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien dan
keluarga dapat meningkatkan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan manajemen diet. Ini
sesuai dengan pernyataan Pender (2011)29 yang menjelaskan bahwa intervensi dapat mempengaruhi perilaku
kesehatan dan meningkatkan kepatuhan yang memiliki tujuan memperkuat dan membangun kesuksesan dalam
prilaku. Dengan demikian ketika kepatuhan diet dilaksanakan dapat menjadikan gula darah mendekati normal
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
kepatuhan diet pasien diabetes melitus di ruang Irna non bedah penyakit dalam RS. Dr.M. Djamil Padang 2014
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kepatuhan responden terhadap diet Diabetes Melitus sebelum mendapatkan pendidikan kesehatan rata-
rata 3.40 dengan standar deviasi . 632.
2. Kepatuhan responden terhadap diet diabetes melitus sesudah mendapatkan pendidikan kesehatan rata-
rata 5,73 dengan standar deviasi .1.486 Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien diabetes melitus di ruang irna non bedah penyakit dalam RS. Dr. M. Djamil Padang 2014
dengan hasil uji statikstik menggunakan uji Wicolxon didapat nilai p= 0,002 (p=<0,05).
Saran
Bagi Rumah Sakit diharapkan pendidikan kesehatan diharapkan dapat diberikan secara berkelanjutan
dalam meningkatkan kepatuhan terhadap diet pada pasien Diabetes Melitus.. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pertimbangan bagi manajer pelayanan keperawatan untuk pendidikan kesehatan sebagai salah
satu intervensi keperawatan dan standar operasional prosedur dalam
penatalaksanaan pasien diabetes melitus
PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN DIABETES MELITUS
MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN
ABSTRAK
97
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
Prevalensi diabetes mellitus (DM) telah meningkat tajam baik di dunia maupun di Indonesia. DM dengan
hiperglikemia kronis dapat menyebabkan kelainan dan kegagalan di berbagai organ tubuh, terutama saraf,
jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan, upaya
pencegahan dan membentuk sikap positif tentang DM. Metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan adalah metode ceramah dan demonstrasi. Hasil kegiatan pendidikan kesehatan dengan model
ceramah dan demonstrasi memiliki dampak positif pada pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap peserta
tentang DM. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan
demonstrasi dapat meningkatkan pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap positif peserta terhadap DM.
98
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan masalah utama dengan prevalensi tinggi di dunia.
Diperkirakan 7% populasi dunia adalah penderita diabetes (Margolis, 2011). DM dengan
hiperglikemia yang kronis sering dikaitkan dengan kelainan dan kegagalan pada berbagai organ
tubuh khususnya syaraf, jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah (Liu dkk., 2013). Jumlah
penderita DM di seluruh dunia tahun 2013 sekitar 382 juta dan diperkirakan tahun 2035
meningkat 55% menjadi 592 juta, sedangkan di Asia Tenggara ada sekitar 72 penderita DM
(IDF, 2013). Di USA prevalensi pasien dengan DM tipe 2 diperkirakan > 30% dan kematian
pasien usia > 75 tahun akibat diabetes sekitar 70 % (Iqbal dkk., 2014). Di Indonesia pada tahun
2030 diperkirakan prevalensi DM mencapai 21,3 juta orang. Laporan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM
di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi DM terdiagnosis di Indonesia
sebesar 2,1%. Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat kasus penderita DM sejumlah 4,216 kasus.
Menurut data profil kesehatan Jawa Tengah 2016, diabetes merupakan penyakit tidak menular
dengan presentase tertinggi setelah hipertensi yaitu sebanyak 16,42%.
Setelah 74 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranya DM
meningkat dengan tajam. Berubahnya gaya hidup manusia karena adanya urbanisasi,
modernisasi, dan globalisasi telah menyebabkan terjadinya peningkatan Penyakit Tidak
Menular (PTM), salah satunya adalah DM. Penyakit tidak menular telah menjadi penyebab
utama kematian secara global pada saat ini (Shilton, 2013). Perubahan pola penyakit ini, sering
dikaitkan dengan perubahan cara hidup. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola
makan yang mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan dengan komposisi
makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit serat. Cara
hidup yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore kadang-kadang sampai malam
hari duduk di belakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau
berolahraga. Pola hidup “berisiko” seperti inilah yang menyebabkan tingginya angka DM
(Purnamasari, 2009). Di sisi lain, gaya hidup modern menyebabkan pilihan menu makanan yang
siap saji dan kurangnya aktivitas semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penderita DM.
Adanya peningkatan secara cepat penderita DM dapat meningkatkan beban sistem
kesehatan global (Bommer dkk., 2017; Lee, 2011). Peningkatan DM dapat menambah beban
pemerintah dan masyarakat karena biaya perawatan besar dan membutuhkan teknologi tinggi.
Biaya perawatan DM yang sangat besar, sehingga dapat menyebabkan kemiskinan
(pengeluaran katastropik). Selain itu, amputasi dan kematian yang disebabkan oleh DM juga
menyebabkan menurunnya kualitas hidup yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pembangunan kesehatan, sosial dan ekonomi. Tanpa upaya pencegahan DM yang signifikan,
maka angka morbiditas dan mortalitas serta permintaan pelayanan kesehatan akan terus
meningkat, didorong oleh gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik dan
pola diet yang tidak sehat serta merokok dan konsumsi alkohol. Risiko DM terus meningkat
karena adanya peningkatan proprosi dan jumlah penduduk dewasa dan usia lanjut yang rentan
terkena DM.
Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi atau perubahan pola penyakit yang
ditandai dengan adanya peningkatan kesakitan dan kematian akibat PTM seperti DM.
Sementara itu, kesakitan dan kematian akibat penyakit menular semakin menurun, walaupun
99
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
insiden dan prevalensinya masih tinggi. Kecenderungan kesakitan dan kematian akibat DM ini
menyebabkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tinggi, terutama pelayanan
rujukan di rumah sakit. Menurut laporan Kemenkes RI tahun 2015, DM menduduki peringkat
ke-6 sebagai penyebab kematian di dunia. Indonesia menempati urutan ke 7 di dunia. Data
Sample Registration Survey tahun 2014 melaporkan bahwa Diabetes merupakan penyebab
kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke
(21,1%) dan penyakit Jantung Koroner (12,9%).
Program pencegahan diabetes berdampak ekonomis dan dapat meningkatkan stabilitas
sistem kesehatan nasional (Icks dkk., 2007; DPPRG, 2012). Berdasarkan temuan ini, banyak
negara telah menerapkan program pencegahan diabetes sebagai kebijakan kesehatan
masyarakat utama (Ackermann dkk., 2015; Mensa-Wilmot dkk., 2017). Pendidikan kesehatan
sangat penting dalam pencegahan DM melalui pilihan makanan, nutrisi atau diet yang tepat
dan rasional, olahraga, tidak merokok dan konsumsi alkohol.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga Desa Gonilan Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah yang menderita DM diperoleh informasi bahwa mereka
kurang mengetahui faktor risiko dan pencegahan terjadinya DM, sehingga akan berdampak
pada perilaku yang berisiko. Permasalahan ini muncul karena partisipasi masyarakat dalam
kegiatan yang lakukan oleh instansi terkait (Puskesmas) yang kurang, sehingga masyarakat
tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang DM yang benar-benar dibutuhkan. Kegiatan
pengabdian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang pengetahuan dan upaya
pencegahan DM bagi masyarakat Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
Jawa Tengah terkait DM.
Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
DM
2. Meningkatkan upaya pencegahan masyarakat terhadap DM
3. Membentuk sikap positif masyarakat terhadap
DM
Manfaat
Melalui pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan upaya pencegahan
DM dengan diet yang tepat dan rasional, mengontrol kegemukan, tidak merokok dan konsumsi
alkohol serta meningkatkan aktivitas jasmani, terutama pada individu dengan berisiko tinggi
terkena DM. Selain itu, pendidikan kesehatan dapat membentuk sikap positif masyarakat
terhadap DM.
100
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan dan pencegahan
sangat diperlukan untuk mencegah terkena DM. Pengetahuan dan upaya pencegahan yang
dapat dilakukan meliputi membuat perubahan gaya hidup, seperti pilihan diet yang tepat dan
rasional, olahraga, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
METODE PELAKSANAAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan adalah metode ceramah
dan demonstrasi. Adapun tahapan pelaksanaannya sebagai berikut. Tahap pertama, persiapan
berkoordinasi dengan bidan desa, kepala desa dan tokoh masyarakat. Tahap kedua, metode
ceramah digunakan untuk menjelaskan dan memberi pemahaman tentang pengertian, tipe-
tipe, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan DM. Tahap ketiga, metode
demonstrasi, yaitu di hadapan warga masyarakat diperagakan ketrampilan pencegahan DM
seperti pilihan makanan, nutrisi atau diet yang tepat dan rasional, olahraga, menghentikan
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Tahap keempat, melakukan evaluasi, tim melakukan
evaluasi kemampuan peserta yang meliputi teori dan ketrampilan setelah diberikan ceramah
dan demonstrasi. Dengan dibagikan kuesioner dan demonstrasi pencegahan DM. Selanjutnya
hasil evaluasi disusun sebagai laporan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat.
101
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
kelompok adalah dengan metode ceramah dan demonstrasi. Metode ceramah dan
demonstrasi merupakan suatu proses untuk merubah perilaku kearah yang diharapkan melalui
peran serta aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2007).
Ceramah merupakan penyampaian informasi secara lisan yang dilakukan penceramah terhadap
sasaran. Alat yang digunakan interaksi adalah berbicara. Saat ceramah kemungkinan
penceramah menyampaikan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi dalam kegiatan ini, sasaran
hanya mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting, yang disampaikan
penceramah.
Metode demonstrasi merupakan pertunjukan atau peragaan (Sumiati dan Asra, 2008).
Dalam hal ini setiap sasaran mencoba untuk melakukan sendirisendiri sehingga daya ingat
sasaran lebih kuat. Pelaksanaan demonstrasi dapat memperjelas hasil belajar, karena setiap
sasaran melakukan kegiatan percobaan. Proses belajar semacam ini sesuai dengan pandangan
teori modern learning by doing. Perbedaan utama antara metode demonstrasi dan metode
ceramah, hanya pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Demonstrasi mempertunjukkan
sesuatu proses. Sedangkan ceramah memberi kesempatan kepada sasaran melalui tanya
jawab. Namun demikian, demonstrasi itu sendiri jika dipadukan dengan ceramah dapat
meningkatkan efektivitas pendidikan kesehatan yang dilaksanakan.
Pendidikan kesehatan tentang DM dengan metode ceramah dan demonstrasi yang
dilakukan meliputi pilihan diet yang tepat dan rasional, sering berkonsultasi dengan dokter dan
apoteker, rutin berolahraga, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol serta
hidup secara normal dan bahagia.
SIMPULAN
Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan demostrasi dapat meningkatkan
pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap positif terhadap DM.
SARAN
1. Hendaknya pendidikan kesehatan di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo dilakukan secara periodik, dalam rangka untuk menambah pengetahuan dan
upaya pencegahan DM.
2. Pendidikan kesehatan yang sudah dilaksanakan hendaknya dilanjutkan dengan pendidikan
kesehatan lanjutan sehingga mempunyai dampak terjadi peningkatan derajat kesehatan.
3. Hendaknya sikap positif masyarakat tetap dijaga.
ABSTRAK
Kepatuhan diet DM merupakan cara pengobatan yang perlu diperhatikan oleh
penderita DM karena hal tersebut membantu menstabilkan gula darah. Seorang penderita DM
dikatakan patuh bila seseorang tersebut melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan dalam
hal ini misalnya menjalankan diet DM. Banyak penderita DM yang harus dirawat di rumah sakit
102
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94
karena kadar gula dalam darahnya tidak stabil karena meningkat (hiperglikemi) atau
(hipoglikemi) karena pola makan yang tidak baik atau dengan kata lain karena tidak patuh
terhadap diet yang seharusnya dijalankan. Menurut mereka (penderita DM) bahwa
pemberian pendidikan kesehatan baik melalui penyuluhan atau secara langsung diinformasikan
sudah diberikan oleh petugas kesehatan, tetapi karena begitu banyak makanan yang dihindari
dan diukur yang merupakan pantangan dari pasien DM sehingga pasien lupa, setiap kali makan
harus diatur jam makan, jenis makanan dan jumlah makanan yang dimakan. Oleh karena itu
pemberian pendidikan kesehatan ini harus terus diberikan agar penderita DM tetap diingatkan
sehingga mereka patuh pada diet DM mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
one-group pre-post test design yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit pada penderita DM di Club DM RS. William
Booth Surabaya. Populasi yang diambil adalah penderita Diabetes Melitus yang tergabung
dalam Club DM RS William Booth Surabaya dengan menggunakan teknik probability sampling
yaitu simple random sampling. Alat ukur yang digunakan pada saat pengumpulan data adalah
dengan menggunakan lembar kuisoner. Analisa data yang digunakan adalah dengan uji Mc
Nemar. Hasil penelitian menunjukkan sebelum pemberian pendidikan kesehatan 12 responden
patuh dan 16 responden tidak patuh, sedangkan setelah pemberian pendidikan kesehatan 28
responden patuh, dan hasil uji statistic Mc Nemar didapatkan P: 0,00. Dengan demikian hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat dapat
menambah pengetahuan mereka, lalu mulai merubah perilakunya dari yang tidak sehat
menjadi perilaku yang sesuai dengan kesehatan seperti patuh pada Diet DM.
103
[ September 2020]
Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang pengobatannya seumur hidup agar gula
darahnya tetap stabil. Pengobatan penyakit DM terdiri dari obat, latihan dan diet yang meliputi 3J
(jumlah, jadwal dan jenis).
Kepatuhan diet DM merupakan cara pengobatan yang perlu diperhatikan oleh penderita DM karena hal
tersebut membantu menstabilkan gula darah. Menurut Potter & Perry (2002) kepatuhan adalah
ketaatan klien melaksanakan tindakan terapi. Kepatuhan diartikan sebagai tingkat tindakan pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau paramedis, sebagaimana
ketetentuan yang disarankan pada penderita diabetes mellitus. Seorang penderita DM dikatakan patuh
bila seseorang tersebut melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan dalam hal ini misalnya
menjalankan diet DM. Banyak penderita DM yang harus dirawat di rumah sakit karena kadar gula dalam
darahnya tidak stabil bisa karena meningkat (hiperglikemi) atau (hipoglikemi) karena pola makan yang
tidak baik atau dengan kata lain karena tidak patuh terhadap diet yang seharusnya dijalankan. Hal ini
sesuai dengan pengalaman penulis di RS William Booth Surabaya dimana pasien yang telah pulang dari
RS yang tergabung dalam Club Diabetes Melitus RS William Booth, diantara mereka ada yang harus
kembali dirawat di rumah sakit karena mereka tidah patuh pada diet mereka sehingga gula darahnya
meningkat. Menurut mereka (pasien) bahwa pemberian pendidikan kesehatan baik melalui
penyuluhan atau secara langsung diinformasikan sudah diberikan oleh petugas kesehatan, tetapi
karena begitu banyak makanan yang dihindari dan diukur yang merupakan pantangan dari pasien DM
sehingga pasien lupa, setiap kali makan harus diatur jam makan, jenis makanan dan jumlah makanan
yang dimakan, pasien ingin sekalikali diberikan kebebasan untuk makanmakanan yang disukai, tetapi
ada beberapa pasien memahami bahwa peningkatan gula darah akibat tidak disiplin dalam
menjalankan aturan diet. Pemberian pendidikan kesehatan menurut Stuart (2002) mengatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah merupakan program kesehatan yang terdiri dari upaya terencana untuk
merubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang merupakan cara perubahan berfikir,
bersikap, dan berbuat yang bertujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan
promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan harus sering diberikan supaya tujuannya bisa tercapai
sehingga dapat mengurangi peningkatan pasien DM yang keluar masuk rumah sakit akibat
ketidakpatuhan terhadap aturan diet yang sudah diinformasikan.
Berdasarkan data dari WHO penyakit DM di Indonesia pada tahun 2010 menempati urutan ke-7
terbesar didunia sekitar 8,4 juta jiwa dan angka ini diperkirakan akan menjadi 21 juta jiwa pada 2025
mendatang (Perkeni, 2008). Di Indonesia sendiri angka kejadian DM terus meningkat. Dari tahun 2001
telah terjadi peningkatan 7,5% menjadi 10,4% pada tahun 2004, menunjukan prevalensi DM
diperkotaan sebesar 14,7% dan pada daerah pedesaan sebesar 7,2% (PERKENI, 2003). Berdasarkan data
yang ada di RS. William Booth didalam catatan rekam medik ditemukan 232 pasien DM ditahun 2012
dan pada tahun 2013 sebanyak 335 pasien. Menurut Adi Tobing (2008) peningkatan gula darah ini
disebabkan oleh beberapa factor yaitu : terlalu banyak mengkonsumsi makanan dengan kadar gula yang
tinggi sehingga tidak dapat disimpan dalam hati dan sel otot (glikogen); gula dalam darah tidak bisa
maksimal; hormon lainnya telah banyak mengubah zat-zat seperti karbohidrat dan protein menjadi
glukosa, sehingga kadar gula dalam darah meningkat.
Pasien yang patuh diet akan mempunyai kontrol glikemik yang lebih baik, dengan kontrol
glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko
komplikasi jangka panjang. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh diet akan mempengaruhi kontrol
gula darahnyamenjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang
mungkin timbul tidak dapat dicegah, sehingga pasien selalu keluar masuk RS dan tentunya akan
mempengaruhi ekonomi keluarga, saat terjadi permasalahan ekonomi dalam keluarga dan ini akan
mempengaruhi keluarga memenuhi kebutuhan keluarga termasuk memenuhi kebutuhan diet pasien.
Melihat permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan suatu program tentang pemberian
pendidikan kesehatan secara rutin terutama dalam pemberian informasi mengenai pemberian diet
pada pasien DM yang bertujuan untuk menekan angka kejadian keluar masuk Rumah Sakit pada pasien
khusunya bagi penderita DM serta mencegah komplikasi yang menyertai. Program diet seharusnya
dijalankan dengan baik, dengan begitu dapat mengurangi gejala-gejala DM dan resiko-resiko komplikasi
yang dapat dihindari selama mungkin.
26
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Metode
Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah one-group pre-post test design yang
tujuannya untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit pada
penderita DM di Club DM RS. William Booth Surabaya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pemberian pendidikan kesehatan tentang diet DM sedangkan variable terikatnya adalah
Kepatuhan diet Penderita DM di Club Diabetes Melitus RS. William Booth Surabaya. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Melitus yang tergabung di Club DM RS William Booth
yang berjumlah 30 orang dan besar sampel adalah 28 orang.
Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel secara sederhana, dimana setiap elemen di seleksi secara random atau acak (Nursalam, 2003).
Pengambilan data dengan menggunakan kuisioner dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
pendidikan kesehatan dan untuk mengukur variable bebas maupun variable terikatnya mennggunkan
skala Likert dengan penilaian peryataan yang bernilai positif mempunyai skor 1 untuk jawaban tidak
pernah, skor 2 untuk jawaban pernah, skor 3 untuk jawaban sering, dan skor 4 untuk jawaban selalu.
Sedangkan untuk peryataan negatif mempunyai skor 1 untuk jawaban selalu, skor 2 untuk jawaban
sering, skor 3 untuk jawaban pernah, dan skor 4 untuk jawaban tidak pernah. Kemudian untuk
mengetahui pengaruh antar variable diuji
dengan menggunakan uji statistic Mc. Nemar Hasil dan Pembahasan
27
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
18 %
13%
> 16 tahun
13% 0 % 28 %
56%
Gambar 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan berapa kali rawat inap pasien di
Club DM RS. Wiiliam Booth Surabaya MeiJuni 2015
Pendidika n
Tidak sekolah SD
SMP SMA
Pendidikan Tinggi
25%7 % 0 %
61 %
28
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
8%
Gambar 5 Distribusi frekuensi responden responden berdasarkan pendidikan di Club DM RS. William
Booth Surabaya Mei-Juni 2015
Gambar 6 Distibusi frekuensi responden berdasarkan berapa kali menerima informasi DM di Club DM
RS. William Booth Surabaya
Mei-Juni 2015
Tingkat
Patuh
Pembahasan
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan seluruh responden (100%) patuh diet setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang diet DM. Menurut WHO pendidikan kesehatan bertujuan menjadikan
kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab
mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian
ini dan dikaitkan dengan teori diatas maka didapatkan bahwa pendidikan kesehatan tentang DM
berpengaruh terhadap kepatuhan diet pasien dikarenakan kesadaran pasien itu sendiri mengenai diet
yang harus dikonsumsi.
Jenis kelamin dalam penelitian ini juga dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang, berdasarkan
gambar 1 didapatkan 17 responden (61%) berjenis kelamin perempuan. Menurut Michael, 2009
menjelaskan bahwa ada perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan, secara garis besar perbedaan
yang dimaksud adalah pusat memori otak perempuan lebih besar dari otak laki-laki. Hal ini yang
menyebabkan kaum perempuan memiliki daya ingat yang kuat dari laki-laki dalam menerima informasi
atau mendapat informasi (pendidikan kesehatan) dari orang lain, sehingga mempunyai pemahaman
cepat dibandingkan laki-laki. Selain jenis kelamin, usiajuga dapat menjadi factor yang mempengaruhi
kepatuhan diet pasien, makin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik. Dilihat dari gambar 2 didapatkan 14 responden (50%) berusia 46-55 tahun. Menurut
Nursalam, 2008 semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir,
dan menurut Abu Ahmadi (2001) juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah
satu dipengaruhi oleh umur. Dari teori dan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa bertambahnya
umur dan dukungan dari keluarga seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pemahaman yang
diperolehnya. Menurut Ley dan Spetman dalam Niven (2002) mengatakan keluarga dapat menjadi
faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta
dapat menentukan tentang kepatuhan yang dapat pasien terima. Hal ini dapat dirasakan oleh
responden dengan mereka mengatakan adanya dukungan keluarga, keluarga lebih memperhatikan
makanan yang dimakan responden dengan membantu responden memilih makanan yang sesuai diet
31
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
DM.
Simpulan
Tingkat kepatuhan diet DM sebelum pemberian pendidikan kesehatan pada pasien DM di Club Diabetes
Melitus RS. William Booth Surabaya, sebagian besar adalah tidak patuh pada diet DM
Tingkat kepatuhan diet DM setelah pemberian pendidikan kesehatan pada pasien DM di Club Diabetes
Melitus RS. William Booth Surabaya seluruhnya patuh pada diet DM.
Ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada
pasien DM di Club Diabetes Melitus RS.
William Booth Surabaya.
Saran
Diharapkan perawat lebih meningkatkan pemberian informasi kesehatan melalui pendidikan kesehatan
kepada masyarakat khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit William Booth agar setelah
mereka pulang mereka dapat mematuhi aturan diet mereka sehingga gula darahnya tetap dalam
keadaan stabil.
Diharapkan agar pengurus Club Diabetes Melitus RS William Booth terus menerus memberikan
nformasi tentang Diet DM pada anggota club DM sehingga mereka patuh pada diet mereka.
ABSTRAK
Diabetes merupakan penyakit tidak menular yang masih menjadi penyebab kematian atau kecacatan bagi
masyarakat Aceh. Gaya hidup, pola makan serta olah raga teratur harus dibudayakan sejak dini karena
perubahan perilaku membutuhkan waktu yang sangat lama. Guru perempuan TK Yaa Bunaaya I merupakan
corong yang sangat strategis untuk menanamkan upaya perubahan perilaku sejak dini bagi anak- anak. Kegiatan
penyuluhan ini menghadirkan seluruh guru perempuan TK Yaa Bunaaya I sebagai peserta untuk nantinya dapat
terlibat langsung dalam menanamkan pondasi perilaku hidup sehat bagi peserta didik. Tujuan kegiatan
pengabdian ini untuk memberikan pemahaman kepada guru tentang pola perilaku pencegahan penyakit diabetes
sedini mungkin. Pengabdian ini telah dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2019 dengan metode edukasi
berupa penyuluhan kepada guru perempuan TK Yaa Bunaaya I. Adapun hasil dari edukasi ini adalah adanya
peningkatan pengetahuan guru terhadap pentingnya pencegahan penyakit diabetes melalui penanaman perilaku
hidup sehat sejak dini. Kata Kunci: Penyuluhan, Diabetes, Guru Perempuan
Abstract
Diabetes is a non-communicable disease that is still the cause of death or disability for the people of Aceh.
Lifestyle, diet and regular exercise must be cultivated from an early age because behavior change takes a very
long time. Kindergarten female teachers are very strategic funnels for inculcating early behavior change efforts
for children. This outreach activity presents all kindergarten female teachers as participants to later be directly
involved in instilling the foundations of healthy living behaviors for students. The purpose of this service activity
is to provide teachers with an understanding of diabetes prevention behavior patterns as early as possible. This
service was carried out on December 28, 2019 with an educational method in the form of counseling to Yaa
Bunaaya I Kindergarten female teachers. The result of this education was an increase in teachers' knowledge of
the importance of preventing diabetes through planting healthy habits from an early age.
33
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
jantung, termasuk Indonesia. Indonesia
Keywords: Counseling, Diabetes, Female Teacher merupakan negara yang ada di urutan ke-4
dengan prevelansi diabetes tertinggi di dunia
setelah India,
PENDAHULUAN
Republik Rakyat Cina dan negara adidaya
Amerika Serikat. Hasil penelitian Organisasi
Analisis Situasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan jumlah
penderita diabetes terus mengalami peningkatan
Diabetes adalah penyakit tidak menular dari tahun ke tahun, terutama Diabetes tipe 2.
yang masih menjadi penyebab kematian atau Bahkan WHO memperkirakan jumlah pengidap
kecacatan bagi masyarakat Aceh. Gaya hidup, kencing manis di Indonesia akan melonjak
pola makan serta olah raga teratur harus hingga 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 mendatang
dibudayakan sejak dini karena perubahan perilaku (Matthew, 2016).
membutuhkan waktu yang sangat lama. Guru
perempuan TK Yaa Bunaaya I merupakan tokoh Fakta yang terpapar diatas terdengar
yang sangat penting untuk menanamkan upaya mengerikan, namun bukan berarti tidak mungkin
perubahan perilaku sejak dini bagi anak- anak usia untuk dicegah sejak dini. Lebih baik mencegah
sekolah TK. Guru merupakan orang tua kedua daripada mengobati bukan sekedar pernyataan
bagi anak- anak. Perkataan dan perilaku seorang retoris belaka, semua penyakit apapun itu dapat
guru adalah yang paling bisa mengubah perilaku lebih mudah diobati jika kita sadar akan
pada anak- anak terutama anak usia dini. gejalanya dari awal sehingga pengobatan akan
Tak bisa dipungkiri, orang Indonesia lebih mudah dan cepat berjalan. Namun
sangat menggemari makanan manis. Data Badan sayangnya, ternyata 60% masyarakat Indonesia
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kerap tidak menyadari bahwa dirinya telah
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terkena penyakit diabetes.
menunjukkan bahwa 4,8% penduduk Indonesia Mayoritas baru memeriksakan diri ke dokter
mengonsumsi lebih dari 50 gram gula per orang ketika sudah terjadi komplikasi dalam tubuhnya.
per hari (Balitbangkes, 2020). Hal ini menunjukkan kesadaran akan bahaya
Berdasarkan jenis kelamin 6,4% pria dan penyakit diabetesyang masih rendah, terutama
3,6% wanita mengudap makanan manis lebih dari kalangan awam (CDC, 2011).
standar kesehatan. Makanan manis yang paling Diabetes dapat dialami oleh semua orang.
banyak dikonsumsi orang Indonesia yaitu gula Tapi diperlukan perhatian utama untuk seseorang
pasir (13,6%)), permen dan cokelat (2,8%) serta yang memiliki riwayat Diabetes dalam keluarga.
sirop (1,2%). Padahal jika dikonsumsi secara Selain riwayat keluarga, faktor risiko lainnya
berlebihan makanan manis dapat berisiko buruk adalah mereka yang mempunyai berat badan
bagi kesehatan (Balitbangkes, 2020 ). berlebih (obesitas), kolesterol tinggi (disebabkan
Diabetes atau yang akrab disebut kencing pola makan yang tidak baik), Hipertensi dan
manis adalah suatu kondisi dimana tubuh kurang aktifitas fisik. Mereka yang telah
penderitanya tidak mampu mengontrol kadar gula menginjak usia lebih dari 40 tahun disertai dengan
(glukosa) dalam tubuhnya. Diabetes juga kegemukan akan semakin berisiko untuk terkena
mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan penyakit Diabetes (CDC, 2011).
hormon insulin (hormon untuk mengatur gula Menurut Centers for Disease Control and
darah) yang dibutuhkan sehingga ketika kita Prevention (CDC) 2011, ada beberapa cara yang
memeriksakan diri ke dokter kadar gula sudah sebenarnya dapat diterapkan untuk mencegah
melonjak tinggi karena insulin tidak bisa datangnya diabetes bertamu dalam hidup kita,
menjalankan peranannya dengan optimal (Sjarif, antara lain: Mengetahui penyebab Diabetes. Rajin
2011). melakukan riset mengenai apa saja penyebab
Diabetes Melitus saat ini menjadi masalah diabetes, faktor pemicu dan gejala yang mengarah
kesehatan yang serius di dunia selain penyakit pada penyakit diabetes adalah solusi awal untuk
34
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
mengantisipasi dari jauh hari. Tidak ada salahnya Istirahat cukup dan teratur. Dengan
untuk mengadopsi gaya hidup sehat sejak masih beristirahat selama 8 jam sehari sudah membantu
berusia muda, tidak perlu menunggu hingga usia memproduksi hormon insulin secara optimal
lanjut dan adanya penyakit menghampiri. untuk memecah kadar gula dalam tubuh Rutin
sarapan di pagi hari. Sejujurnya penulis senyum
Kurangi makanan yang berlemak. Lebih
miris ketika nulis poin yang ini. Karena penulis
baik mengontrol diri daripada menyesal di
adalah golongan yang termasuk jarang malah
kemudian hari benar adanya. Makanan berlemak
nyaris gak pernah sarapan. Tetapi penulis akan
merupakan makanan utama yang mengakibatkan
bertekad mengubah pola yang selama ini bertahan,
tingginya kadar glukosa dalam tubuh. Oleh karena
karena orang yang rutin sarapan memiliki kadar
itu ada baiknya tidak terlalu sering makan junk
gula darah yang rendah jadi penyakit diabetes
food dan makanan yang tidak dibuat dari
dapat dicegah dini. Jadi yang masih malas
bahanbahan yang sehat jadi risiko terkena diabetes
sarapan, yuk sarapan mulai besok untuk mencegah
dapat diminimalisir. Kurangi makanan dan
penyakit diabetes dekat-dekat sama kita.
minuman manis. Mungkin tergolong sulit
mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia Berdasarkan uraian diatas maka kegiatan
terhadap sesuatu yang manis cukup tinggi. Namun dalam bentuk pengabdian masyarakat ini
makanan manis inilah yang dapat menimbun zat bekerjasama dengan aparat desa dan masyarakat
gula dalam tubuh yang kedepannya mengungang gampong Ujong Drien Kecamatan Meureubo Kab.
penyakit kencing manis. Belajarlah mengurangi Aceh Barat dianggap dapat memberi peningkatan
makan kue yang mengandung gula tinggi dan pengetahuan dan pemahaman, sehingga
minuman manis dengan pemanis buatan yang tak diharapkan guru perempuan TK Ya Bunaaya I
sehat untuk tubuh. akan menanamkan pola hidup sehat kepada anak-
anak usia dini.
Kurangi porsi makan. Pernah mendengar
premis, berhentilah makan sebelum kenyang?
Tujuan dan Manfaat Kegiatan
Dengan kata lain, jangan memakan segala sesuatu
secara berlebihan. Lemak yang nantinya Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk
menumpuk akan menyebabkan kelebihan berat peningkatan pemahaman Guru perempuan TK Ya
badan (obesitas) yang meningkatkan risiko terkena Bunaaya I terhadap pentingnya pencegahan
diabetes. Rajin berolahraga. Karena dengan rutin penyakit diabetes sejak dini, maka luaran yang
berolahraga minimal 20 menit per hari akan dihasilkan atau ditargetkan dalam kegiatan
membantu menurunkan kadar gula dalam tubuh pengabdian adalah peningkatan pengetahuan dan
serta meningkatkan sensitivitas hormon insulin. pemahaman Guru perempuan TK yaa Bunaaya I
Tidak perlu melakukan olahraga berat, jalan-jalan terhadap pentingnya pencegahan penyakit diabetes
ringan pada pagi hari dan bersepeda di akhir pekan sejak dini kepada murid TK Yaa Bunaaya I
sudah cukup membakar kalori dalam tubuh jika sehingga diharapkan para Guru akan menanamkan
dilakukan secara konsisten. Utamakan makan pola hidup sehat kepada anak didiknya.
sayur mayur. Sayuran terbaik untuk seseorang
yang menderita diabetes ialah bayam, brokoli, kale METODE PELAKSANAAN
dan selada. Sayuran mengandung rendah kalori
sehingga tidak akan berakibat kegemukan jika Sasaran Kegiatan
rutin dikonsumsi.
Jauhi stres. mustahil memang manusia Sasaran kegiatan ini adalah Guru perempuan
terhindar dari stres apalagi jika mengalami suatu TK Yaa Bunaaya I Gampong Ujong Drien
masalah dalam kehidupan. Namun stres yang Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
berlebihan dan sering tidak baik untuk kesehatan.
Rajinlah melakukan aktivitas favorit dan berlibur Lokasi Kegiatan
untuk menghindari kadar stres yang melebihi Pengabdian ini dilaksanakan di Ruang
batas. Serbaguna TK Yaa Bunaaya I Gampong Ujong
35
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Drien Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat (Gambar 2)
Barat.
Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang di gunakan
adalah edukasi melalui penyuluhan untuk
peningkatan pemahaman guru perempuan TK Ya
Bunaaya I tentang pentingnya pencegahan
diabetes sejak dini (Gambar 1). Pelaksanaan
kegiatan ini memiliki beberapa tahapan, yaitu
tahapan persiapan tim, diskusi edukasi dengan
guru, dilanjutkan pada tahapan diskusi dan tanya
jawab terkait dengan pentingnya pencegahan
penyakit diabetes sejak dini. Gambar 2. Diskusi dan tanya jawab dengan
Untuk mempermudah dalam kegiatan
pengabdian ini, maka penulis membuat alur
kegiatan seperti pada Bagan berikut:
36
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Gambar 1. Kegiatan Penyuluhan yang dihadiri oleh seluruh guru perempuan TK Yaa sebelum dan
Bunaaya I Bunaaya I
Pengetahuan Guru TK
Pengetahuan Guru TK
100 80
100 80 60
60
50 40
40
0 20 20
N % Sebelum Edukasi 0 0
N % N % N %
Baik
Kurang Baik Baik Kurang Baik
Gambar 4. Perubahan pengetahuan guru TK sebelum dan setelah dan kegiatan penyuluhan Berdasarkan
Gambar 3 menunjukkan bahwa pengetahuan guru TK yang kurang baik sebelum diberikan edukasi
sebanyak 8 orang atau 88%, sedangkan guru TK yang berpengetahuan baik sebelum di edukasi hanya 1
orang atau 12 % pada Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa pengetahuan guru meningkat setelah di
berikan penyuluhan terkait pentingnya pencegahan penyakit diabetes sejak dini. Gambar 4
menunjukkan bahwa pengetahuan guru TK baik setelah diberikan penyuluhan sebanyak 6 orang guru
atau sekitar 67%, sedangkan pengetahuan guru TK yang kurang baik hanya 3 orang atau 33% orang.
37
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Sekolah merupakan salah satu pihak yang turut berperan penting dalam memberikan pendidikan
kesehatan bagi anak yang bertujuan untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi anak (Depkes RI,
2003). Guru memiliki pengaruh dalam hal pemilihan makanan selama anak berada di sekolah. Guru
juga dapat memberi pendidikan kesehatan tentang gizi, dan menjadi role model dalam perilaku gizi
sehat. Selain peran guru dan asupan makan, aktivitas fisik yang dilakukan selama di sekolah dan waktu
luang juga dapat menjadi salah satu faktor yang berperan dalam kejadian obesitas pada anak usia
sekolah (Langford R, 2015).
Kegiatan penyuluhan tentang pencegahan diabetes sejak dini telah dilaksanakan tepat waktu dan
berjalan dengan baik. Disaat pelaksanaan penyuluhan, peserta memberikan respon yang positif dan
berperan aktif dengan melakukan tanya jawab dan diskusi mengenai permasalahan.
yang berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit diabetes sejak dini. Diharapkan peran aktif guru
perempuan TK Yaa Bunaaya I dalam menerapkan pola perilaku hidup sehat sejak dini dengan metode-
metode yang ramah untuk anak usia taman kanak- kanak.
38