Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN LITERATUR REVIEW

PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI PENCEGAHAN KOMPLIKASI


DIABETES KEPADA PASIEN DIABETES MELITUS
DI RUANG PRABU SILIWANGI 1
RSD GUNUNG JATI

Diajukan Untuk Memenuhi Target Kompetensi Departemen Keperawatan Medikal Bedah

Kelompok 1

Ade iyan sofyan


Adisa Gustiani Dewi
Agam Subarma
Aneu Elfira
Chintya Dwi Agustin
Dinda
Eman Karman
Nabila Fathiana
Tika Astuti
Wati Watnasari
Yufianeu Nurfatih

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LITERATUR REVIEW

PENDIDIKAN KESEHATAN MENGENAI PENCEGAHAN KOMPLIKASI


DIABETES KEPADA PASIEN DIABETES MELITUS
DI RUANG PRABU SILIWANGI 1
RSD GUNUNG JATI

Kelompok 1

Ade iyan sofyan


Adisa Gustiani Dewi
Agam Subarma
Aneu Elfira
Chintya Dwi Agustin
Dinda
Eman Karman
Nabila Fathiana
Tika Astuti
Wati Watnasari
Yufianeu Nurfatih

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa
kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk
memenuhi Target Kompetensi
Departemen Keperawatan Medikal
Bedah, dengan judul: “Pendidikan
Kesehatan Mengenai Pencegahan
Komplikasi Diabetes Kepada Pasien
Diabetes Melitus di Ruang Prabu
Siliwangi 1”.
Kami menyadari bahwa dalam
penulisan Laporan ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan doa, saran dan kritik
sehingga Laporan ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya
bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman yang kami
miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan.

i
Kun
inga
n,
Nov
emb
er
202
2

Pen
yus
un

DAFTAR ISI

Halaman pengesahan
Kata Pengantar ...........................................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan......................................................................................................................1

ii
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................................4
1.3 Keaslian Literatur Review.................................................................................................4
Bab 2 Konsep Teori ...................................................................................................................8
2.1 Konsep Diabetes Melitus..................................................................................................8
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus..............................................................................................8
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus.............................................................................................8
2.1.3 Etiologi T2DM..................................................................................................................10
2.1.4 Faktor Resio T2DM..........................................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi T2DM...........................................................................................................13
2.1.6 Tanda dan Gejala T2DM...................................................................................................15
2.1.7 Diagnosa T2DM................................................................................................................16
2.1.8 Komplikasi T2DM............................................................................................................17
2.1.9 Penatalaksanaan T2DM.....................................................................................................19
Bab 3 Pembahasan......................................................................................................................22
3.1 Hasil..................................................................................................................................22
3.2 Pembahasan.......................................................................................................................23
3.3 Implikasi Keperawatan......................................................................................................27
3.4 Keterbatasan Litrev ..........................................................................................................27
Bab 4 Penutup.............................................................................................................................28
4.1 Simpulan............................................................................................................................28
4.2 Saran..................................................................................................................................28
Daftar Pustaka ............................................................................................................................29
Lampiran

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


T2DM merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, yang

menyebabkan gangguan metabolisme sampai menjadi resistensi insulin pada

jaringan perifer (Kumari et al., 2018). Maka dari itu timbul suatu penyebab

terjadinya masalah pada penderita diabetes melitus yaitu salah satunya

ketidakpatahuan dalam diit dan pengobatan dan pola aktivitas, maka akan

menyebabkan gula darah tidak dapat terkontrol dan menyebabkan komplikasi

baik secara mikroangiopati atau makroangiopati (Studi & Si, 2017). Dan

kegagalan terbesar dalam terapi atau pengobatan diabetes melitus sebagian besar

dikarenakan oleh ketidakpatuhan, yang merupakan salah satu hambatan dalam

tercapainnya tujuan pengobatan dan diet (Sucipto & Fadlilah, 2017). Penyebab

perubahan dari penderita DM tipe 2 yaitu, perubahan kebiasaan dalam diet,

kurangnya melakuan aktivitas fisik, dan perubahan pada pola gaya hidup, dan

penurunan kualitas hidup (Rawat et al., 2019). Kendala terbesar penderita diabetes

melitus yaitu melakukan pola hidup yang sehat dan pematuhan dalam diit baik

makanan atau pengobatan sehingga menyebabkan komplikasi, yang menimbulkan

modifikasi gaya hidup dan terapi jangka panjang (Puskesmas, 2017). Yang

menyebabakan semakin tingginya angka prevalensi kejadian diabetes setiap

tahun, yang mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas fisik (Puskesmas, 2017).

1
Angka prevalensi penderita Diabetes Melitus setiap tahun meningkat,

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan jumlah penderita DM

sekitar 463 juta orang di tahun 2019, dan jumlah ini diproyeksikan akan naik

mencapai 578 juta penderita pada tahun 2030, dan di perkirakan pada tahun 2045

akan naik jumlah penderita Diabetes melitus sekitar 700 juta penderita di dunia

(Atlas, 2019). Prevalensi di Indonesia menurut, Perkumpulan Endokironologi

Indonesia (PERKENI) Diperkirakan sekitar 10 juta penderita Diabetes melitus

pada tahun 2019. Dan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dari 10 negara

dengan jumlah terbanyak penderita Diabetes Melitus (CO, 2019). Rata-rata

prevalensi di Jawa Timur menurut RISKESDAS, sekitar 8,5% yaitu dengan

rentan usia 15-59 tahun ada sekitar 57 ribu penderita diabetes melitus baik tipe 1

atau tipe 2, dan sisanya sebanyak 7.715 ribu orang penderita diabetes melitus

dengan rentan usia 60-70 (jatimnet.com, 2019). Jumlah prevalensi penderita

Diabetes melitus di Kabupaten Jombang sekitar 34.466 ribu penderita diabetes

melitus (Dinkes jombang, 2019).

Penyakit diabetes melitus setiap tahun meningkat dan bahkan angka

kematiannya cukup tinggi, bahkan mengganggu kehidupan sosial, ekonomi

(Linggom et al., 2019). Komplikasi pada diabetes melitus menyebabkan tingginya

biaya perawatan, maka perlu dilakukan pencegahan dan pengendalian, salah

satunya dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga, pengaturan diit dan

pemantauannya, pengobatan rutin, dan edukasi dengan cara melakukan konseling

terhadap kepatuhan diit (Desa et al., 2019). Salah satu penyebab yang

mempengaruhi meningkatnya kepatuhan diet yaitu motivasi diri, dukungan

keluarga, kepercayaan diri, dukungan dari petugas kesehatan, salah satunya

2
3
memberikan penyuluhan dan konseling (Ernawati et al., 2020). Dengan upaya

pemberian konseling, agar dapat mengtauhui bahwa penyakit diabetes melitus

termasuk penyakit kronis sehingga menyebabkan komplikasi (Sucipto & Fadlilah,

2017). Dengan konseling maka menitik beratkan terhadap pemberian edukasi,

maka diharapkan dapat memiliki pengetahuan tentang pengendalian dan

pencegahan tentang penyakit diabetes melitus, yaitu salah satunya dengan

pengendalian dan pencegahan diabetes melitus seperti, minum obat, diet rendah

karbohidrat dan rendah lemak, olahraga teratur, dengan merubah sikap dan

perilaku sehat sehingga mampu mengontrol kondisi dan penyakit dan mengontrol

gula darah sehingga kualitas hidup tetap terjaga dengan baik (Ilmiah et al., 2018)

Keberhasilan pengobatan diabetes melitus salah satunya dengan cara

meningkatkan kepatuhan diit pada penderita diabetes melitus. Dengan cara

memberikan konseling secara lengkap dan edukasi secara jelas dengan upaya

menigkatkan kepatuhan dengan mengikuti prosedur pelayanan kesehatan atau

sosiodemografi dengan melakukan pola hidup sehat dan menigkatkan kepercyaan

diri pada penderita T2DM (Ilmiah et al., 2018).

4
1.2 Tujuan
Mengetahui bagaimana manfaat konseling pada penderita DM tipe 2

1.3 Keaslian Literatur Review


2 METODE
LOKASI DESAIN JUMLAH VARIABEL
3 NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PEMILIHAN HASIL PENELITIAN
PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL PENELITIAN
N SAMPEL

Andi-lis-arming- Pengaruh
Penerapan pendidikan
gandini, emi pendidikan Pendidikan
Poliklinik RSUD, kesehatan dapat
pranggono, kesehatan terhadap kesehatan,
AW. Sjahranie- desain grup 30 Quasy meningkatkan
1. helwiah ropi pengetahuan pengetahua
samarinda prettest responden Eksperiment pengetahuan dan perilaku
perilaku dan gula n, perilaku
pasien DM Tipe 2
darah pada pasien dan gula
diabetes melitus darah
tipe 2
Peran perawat sebagai
edukator terhadap Peran Terdapat hubungan yang
design 112
pasien diabetes melitus perawat signifikan antara peran
rancangan responden
Nabila cindy tipe 2 di kabupaten Kabupaten Pra- sebagai perawat sebagai edukator
2. one grup
anggraeni, Jember Jember eksperiment edukator, dengan persepsi sakit
prettest-
nurwidaya pesepsi pada pasien DM tipe 2
posttes
ti, sakit, pasien kabupaten jember
jonhapan diabetes
sutawarda melitus tipe
na 2
Hendra Harwadi, IRNA non dengan 15 Pendidikan
3. kusman ibrahim, Pengaruh pendidikan Pra Terdapat pengaruh
bedah pendekatan respoden kesehatan,
helmi hayati kesehatan terhadap Experiment kepatuhan pendidikan kesehatan
penyakit one group
kepatuhan diet pada terhadap kepatuhan diet

5
dalam diet
pasien DM tipe 2 di pada pasien diabetes
IRNA non bedah RSUP dr melitus diruang IRNA non
penyakit dalam RSUP M Djamil bedah penyakit dalam RS
dr M Djamil padang padang dr Djamil padang 2014
pada tahun 2014 dengan hasil uji statistic
menggunakan uji
wicolxon didapatkan nilai
P= 0,002 (p= ≤ 0,05 α)
4. Thatit Wilayah Quasy 20 orang Design Pendidika
nurmawati, yeni Efektivitas pendidikan Puskesmas boro Metode ekspositori tentang
eksperi n
kartikasari, nitria kesehatan dengan kecamatan meal planning berpengaruh
ment kesehatan,
setianingsih metode ekpositori selorejo terhadap pola makan
tentang meal planning metode penderita DM tipe 2
terhadap pola makan ekspositor
pasien DM tipe 2 i meal
planning
pola
makan
pasien DM
tipe 2

Ada pengaruh antara


Wilayah
pendidikan kesehatan
kerja
Pengaruh pendidikan Pendidikan terhadap motivasi
puskesmas desain One
kesehatan terhadap kesehatan, pasien DM tipe 2 dalam
rejosari Group 35 Quasy
5. Dian sukma motivasi mengontrol motivasi mengontrol kadar gula
Pretest responden Eksperiment
dewi arimbi, kadar gula darah pada mengontrol darah di wilayah kerja
Lita, Rani lisa Posttest
pasien DM tipe 2 kadar gula puskesmas rejosari
indra darah

6
Dengan adanya
pengingkatan pengetahuan
Penyuluhan kesehatan Wilayah
Hidayatus Penyuluhan tentang diabetes melitus
diabetes melitus pesisir rancangan
syadiah, Dini kesehatan yang merupakan
pentalaksanaan dan Surabaya one group 23 quasy
6. meiwidayanti, diabetes penambahan informasi dan
aplikasi senam kaki pre-test post- responden experiment
Yoga kertapati melitus. wawasan tentang
pada lansia di wilayah test
Penatalaks kesehatan serta
pesisir surabaya
anaan dan memberikan gambaran yg
aplikasi jelas bagi lansia untuk
senam kaki pencegahan dan
penatalaksanaannya.
7. Desa Gonila Ceramah Dan 22 responden Quasy Pengetahuan Pendidikan kesehatan
Peningkatan pengetahuan kecamatan demonstrasi Eksperiment dan upaya dengan metode ceramah
dan upaya pencegahan Kartasura pencegahan dan demostrasi dapat
Fahrun nurrosyid, diabetes melitus melalui kabupaten diabetes
meningkatkan
dian hudiawati, pendidikan kesehatan Sukoharjo Jawa melitus,
tengah pendidikan pengetahuan upaya
beti kristinawati
kesehatan pencegahan dan sikap
positif terhadap DM.

8. Fitrah Reynaldi, Penyuluhan pentingnya Bunaya 1 rancangan one 27 responden Quasy Pentingnya Kegiatan penyuluhan
Yarmaliza, tengku pencegahan penyakit Gampong ujong group pre-test Eksperiment pencegahan tentang pencegahan
nih farisni diabetes sejak dini kepada drien post- test penyakit diabetes sejak dini telah
guru perempuan TK yaa diabetes
dilaksanakan tepat waktu
bunaya 1 gampong ujong melitus
drien dan berjalan dengan baik

7
9. Hanung prasetya, Pendidikan kesehatan dan Desa kebak desain One 35 responden Design Pendidikan Pelaksanaan kegiatan
joko tri atmojo, implikasi senam kaki kecamatan Group Pretest kesehatan, mendapatkan antusias dari
ahmad sauki diabetes di dusun kebak kebakramat Posttest implikasi peserta. Peserta (lansia)
mubarak desa kebak kecamatan kabupaten karang senam kaki
mampu meningkatkan
kebakramat kabupatren anyar diabetes
karang anyar pengetahuan tentang
diabetes

10. Santi damayanti Perbedaan keefektifan Puskesmas desain grup 16 responden Quasy Keefektifan Tidak adanya perbedaan
pendidikan kesehatan ngaglik 1 sleman prettest dan eksperiment pendidikan pengetahuan preetest dan
metode ceramah dengan yogyakarta post test kesehatan post test pada kelompok
leaflet terhadap dan sikap metode
intervensi setelah
perawatan kaki diabetik ceramah
dipuskesmas ngaglik 1 dengan leaflet, diberikan pendidikan
sleman yogyakarta. pengetahuan kesehatan dengan metode
dan sikap ceramah tentang
perawatan kaki perawatan kaki diabetik
diabetik

8
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Menurut WHO, Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi karena

pankreas tidak cukup dalam menghasilkan insulin (hormon yang mengatur gula

darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak efektif dalam menggunkan insulin

yang dihasilkannya (CO, 2019).

Diabtes melitus adalah adanya gangguan metabolik secara genetik dan

klinis yang merupakan secara heterogen dengan tanda gejala yaitu, dengan

hilangnya toleransi karbohidrat. Dan apabila diabetes sudah berkembang maka

akan di tandai dengan hiperglikemia atau pengikatan glukosa darah,

aterosklerosis, dan penyakit vaskular mikroangiopati (Magelang, 2019).

Diabetes melitus ialah dimana suatu kondisi kronis atau akut, terjadi

karena adanya penigkatan glukosa darah yang disebabkan oleh tubuh tidak

mencukupi dalam menghasilkan hormon insulin atau secara efektif dalam

menggunakan insulin (Atlas, 2019).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA), diklasifikasikan menjadi

dua sebagai berikut:

1. Diabetes Melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Deabetes Mellitus

(IDDM).

Diabetes melitus Tipe 1 yaitu, terjadinya kerna adanya destruksi

sel beta pankreas karena disebbakan oleh autoimun. Diabetes meltus

9
pada tipe 1 ini terdapat sedikit atau tidak adanya sekresi insluin dapat

ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sangat

sedikit hampir tidak terdeteksi sama sekali. Dan manifestasi utama

dalam penyakit Diabetes melitus Tipe ini ialah Ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes Melitus

(INDDM).

Pada penderita Diabetes tipe 2 ini yaitu, banyak terjadi

Hiperinsulinemia akan tetapi insullin tidak dapat membawa glukosa

masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin, yaitu

merupakan adanya penurunan kemampuan pada insulin dalam

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan

menghambat produksi glukosa oleh hati, dikarenakan terjaidnya

resistensi insulin maka akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin.

Dan disebabkan oleh perubahan fisiologis insluin yang terganggu yaitu

diakibatkan turunnya kemampuan insulin kaitannya dengan reseptor

sehingga jumlah glukosa yang di metabolisme di dalam sel berkurang.

Kebanyakan pada DM Tipe 2 ini banyak terjadinya komplikasi dan

rata-rata pada usia 40 tahun (Ii, 2019)

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

Pada DM tipe ini terjadi karena dengan penyebab atau etiologi

lain. Misalnya, pada defek genetik kerja insulin, pada defek fungsi

genetik sel beta penyakit metabolilk endokrin lain, penyakit eksokrin

pankreas, infeksi virus, penyakit auutoimun, dan penyakit genetik

lainnya.

10
4. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini biasanya terjadi pada masa kehamilan, yaitu dimana

intoleransi glukosa biasanya didapati pertama kali pada masa awal

kehamilan, biasanya pada awal trimester kedua dan ketiga. Diabetes

Melitus gestasional ini berhubungan dengan menigkatnya komplikasi

perinatal, penderita DM gestasional memiliki resiko yang lebih tinggi

biasanya dalam jangka sekita 5-10 Tahun setelah melahirkan

(Kecerdasan et al., 2019).

2.1.3 Etiologi T2DM

Pada umumnya DM disebabkan karena rusaknya sel-sel β pulau

langerhans pada pankreas yang tugasnya menghasilkan insulin, maka terjadilah

kekurang insulin. Dan penyebab T2DM/ NIIDM masih belum dapat diketahui,

disini faktor genetik masih menjadi peranan penting dari proses terjadinya

resistensi insulin. Dan selain itu terdapat faktor resiko yang hubungannya dengan

kejadian DM yaitu, usia (dengan resistensi insulin cenderung meningkat pada usia

sekitar 40 tahuan), obesitas, genetik (riwayat keluarga),kelompok etnik.

Tubuh manusia mengubah makanan menjadi glukosa, dan DM terajdi

ketika sel β sudah tidak mampu memproduksi insulin atau tidak dapat

memproduksi dalam jumlah banyak akibat glukosa tidak dapat masuk kedalam

sel melainkan tetap didalam darah. Dan naikknya kadar glukosa darah menjadi

daya bagi pasien untuk meningkatkan asupan cairan upaya dalam mendorong

glukosa keluar dari tubuh melalui urin, kemudian penderita menjadi haus dan

urinasi dan ada tiga tipe DM, tipe 1 dikenal sebagai Insulin-Dependent (IDDM)

dimana sel β dirusak ole proses aoutoimun, tipe 2 dikenal sebagai non-insulin-

11
Dependent (NIDDM), dimana sel β memproduksi insulin dalam jumlah kurang,

dan gestasional DM (DM selama kehamilan) (Ananda & Ginting, 2019).

2.1.4 Faktor Resiko T2DM

1. Faktor yang bisa diubah

a. Gaya hidup

Sebuah aktivitas yag merupakan salah satu perilaku

seseorang yang di tunjukkan pada kegiatan atau aktivitas sehari-hari.

Seperti makanan siap saji (junkfood). Olahraga yang jarang, minum-

minuman bersoda, kurangnya gerak, itu memicu terjadinya DM

(Putra et al., 2019).

b. Obesitas

Obesitas merupakan salah satu faktor yang paling utama

yang menyebabkan terjadinya DM ialah timbunan lemak yang ada

didalam tubuh menghalangi kerja insulin sehingga glujosa tidak

dapat di angkut kedalam sel hingga terjadi penumpukkan di

pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan kadar gula darah

didalam pembuluh darah (Ii & Pustaka, 2018).

c. Diet yang tidak sehat

Sering menenkan makan, makan tidak teratur, makan-

makanan yanng tidak sehat dan kurangnnya olahraga (Airlangga,

2019).

d. Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan terjadinya DM,

yaitu merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung ,

12
peningkatan resistensi dari pembuluh darahdan peningkatan volume

aliran darah (Putra et al., 2019).

e. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang kurang sehingga menyebabkan resistensi

insulin pada penderita DM tipe 2. Individu yang aktif memiliki

insulin normal dan memiliki glukosa yang baik daripada pada

individu yang tidak aktif dalam melakukan aktivitasnya.

f. Riwayat diabetes gestasional

DM tipe ini ialah ketika ibu hamil gagal dalam

mempertahankan euglikemia (kadar glukosa normal). Dan faktor

resiko DM gestational ialah riwayat keturunan atau genetik, obesitas,

dan glikosuria. DM pada tipe ini dijumpai sekitar 2-5% pada ibu

hamil, dan gula darah akan kembali setelah ibu hamil sudah

melahirkan, namun resiko ibu mendapatkan DM Tipe 2 dikemudian

hari sanagt besar (Wahyu, 2019) .

2. . Faktor yang tidak dapat diubah

a. Usia

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisologis semakin hari

menurun karena proses aging dan terjadi penurunan sekresi atau

resitensi insulin sehingga kemampuan dalam fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang optimal.

Dan proses aging bisa menyebabkan penurunan resistensi sehingga

terjadi mikroangiopati yang menyebabkan penurunan sirkulasi

darah pada pembuluh darah besar pada bagian tungkai maka

13
terjadi ulkus kaki diabetes (“Program studi pendidikan profesi ners

stikes perintis padang t.a 2018/2019 1,” 2019).

b. Riwayat keluarga Diabetes Melitus

Diabetes melitus ialah penyakit degeneratif atau secara

turun menurn, seperti dari anak dapat mewarisi gen dari keluarga

yang memiliki T2DM. Dan faktanya bahwa mereka yang memiliki

ibu dengan penderita Diabetes melitus dan otomatis tingkat

penurunan terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi, dan lebih

tinggi jika memiliki ayah penderita DM dan apabila kedua orang

tua memiliki riwayat DM maka resiko resiko terkena DM

luamayan tinggi dan sering terjadinya.

c. RAS atau latar belakang etnik

Resiko DM tipe 2 biasnya terjadi pada hispanik, penduduk

asli Amerika, orang bererkulit hitam, dan Asia (Airlangga, 2019)

2.1.5 Patofisiologi T2DM

Dalam patofisiologi T2DM ada beberapa keadaan yang sangat berperan

yaitu, resistensi insulin dan disfungsi sel P pankreas, penyebab Dm tipe dua bukan

dikarenakan kekurangan sekresi insulin, namun dikarenakan sel-sel sasaran

insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal, dan resistensi

kebanyakan terjadi dikarenakan obesitas dan minimnya aktivitas karena penuaan.

Dan pada penderita DM tipe 2 biasanya juga terjadi produksi glukosa hepatik

yang berlebihan namun tidak terjadi kerusakan pada sel-sel β langerhans secara

autoimun. Dan fungsi insulin pada DM tipe 2 hanya bersifat relatif tidak absolut.

Dan pada awal perkembangan DM tipe 2, sel β menunjukkan gangguan sekresi

14
pada insulin pada fase pertama, maka pada fase perkembangan selanjutnya maka

terjadi kerusakan pada sel-sel β. Dan kerusakan pada sel-sel β pankreas terjadi

secara progresif dan seringkai menyebabkan defisiensi insulin, sehingga penderita

biasanya memerlukan insulin eksogen. Dan seringkali banyak faktor yang di

temukan pada penderita DM tipe 2 yaitu, defisiensi insulin dan resistensi insulin

(Kecerdasan et al., 2019).

Glukosa (Karbohidrat, Protein, Lemak)

Glikogen (Hati dan Otot)

Pola makan berlebih, kurang aktivitas, & lanjut usia

Kelebihan glukosa dalam darah

Resistensi Insulin Gangguan Sekresi


insulin

Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 2.1 Patofisiologi DM (Ii & Pustaka, 2018).

15
2.1.6 Tanda dan gejala T2DM

Beberapa simptom (tanda gejala) klinis pada T2DM antara lain :

1. Polifagia (cepat lapar)

Dimana kondisi sering merasa lapar, disebabkan karena

glukosa darah pada penderita Diabetes melitus tidak semunya dapat

di serap oleh tubuh yang mengakibatkan tubuh kekkurangan energi.

2. Poliuria (sering kencing)

Ialah dimana kondisi terjadi kelainan pada produksi urine

didalam tubuh yang abnormal itu yang menyebabkan sering

berkemih. Yang biasanya kencing normalnya 4-8 kali sehari,

dikarenakan kelebihan dalam produksi urin dalam tubuh maka

menyebabkan berkemih tidak normal dalam sehari.

3. Polidipsia (sering haus)

Dimana kondisi akibat dari poliuria hingga menyebabkan rasa

haus yang berlebihan.

4. Mudah lelah

Kondisi yang terjadi mengakibatkan poliuria dan polidipsia

5. Luka infeksi yang sukar sembuh

Kondisi ini disebabkan efek oleh hiperglikemia, sehingga

menyebabkan komplikasi akut hingga kronis yang merusak jaringan.

6. Berat badan menurun

Dimana kondisi dalam kemampuan metabolisme glukosa

terganggu sehingga tubuh tidak dapat meniympan glukosa sehingga

16
terbuang melalui urin, sehingga tubuh mengambil glukosa cadangan

di jaringan tubuh lain sebagai energi (Ii & Pustaka, 2018).

2.1.7 Diagnosa T2DM

Diagnosa DM ditegakan dengan dasar pemeriksaan pada glukosa darah.

Glukosa darah yang dianjurkan dalam pemeriksaan ialah pemeriksaan secara

enzimatik dengan bahan plsma darah vena.dengan penggunaan darah vena atau

kapiler tetap dapat diperhatikan dengan kriteria dalam mendiagnostik yang

berbeda sesuai dengan pembakuan WHO untuk tujuan pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler.

Kecurigaan pada T2DM perlu di perhatikan dengan keluhan yang klasik

yaitu, poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan apa penyebabnya. Dan juga ada keluhan yang lain seperti, kesemutan,

gatal, mata kabur, pruritus vulvae pada wanita, dan disfungsi ereksi pada pria.

Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah vena dengan

sistem enzimatik dengan hasil :

1. Gejala klasik + GDP >126 mg/dl, GDS >200 mg/dl.

2. Gejala kalsik + GD 2 jam setelah TTGO >200 mg/dl.

3. Tanpa gejala klasik + 2X pemeriksaan GDP >126 mg/dl, GDS

>200 mg/dl.

4. Tanpa gejala klasik + 2X pemriksaan GD 2 jam setelah TTGO

>200 mg/dl.

5. HbA1c > 6.5%

17
TTGO memiliki keterbatasan tersendiri, dan sulit dilakukan dengan

berulang-ulang, apabila dengan hasil pemeriksaan TTGO tidak memenuhi kriteria

DM Tipe 2. Dapat digolongkan dalam klompok TGT (Toleransi Glukosa

Terganggu/ Impaired glucose tolerance) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu/ impaired fasting glucose). Diagnosis TGT dapat ditegakkan apabila

setelah melakukan pemeriksaan TTGO lalu didapatkan glukosa darah 2 jam

setelah TTGO antara 140-199 mg/dl. Dan diagnosa GDPT ditegakkan apabila

setalah pemeriksaan glukosa darah puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl

(Decroli, 2019).

2.1.8 Komplikasi T2DM

Komplikasi pada T2DM dibedakan seperti komplikasi metabolik akut dan

komplikasi kronik jangka panjang, anatra lain :

1. Komplikasi metabolik akut

Hal ini disebabkan oleh perubahan secara konsentrasi glukosa

plasma yang relatif akut. Penderita DM tipe 2 mengalami bernagai

komplikasi metabolik akut seperti, Hiperglikemi, Hiperosmolar,

Nonketotik Koma (HHNK). Dan hiperglikemi muncul tanpa ketosis,

dikarenakan bukan defisiensi insluin absolut, meliankan relatif.

Hiperglikemi dengan berat kadar glukosa serum >600 mg/dl. Selain itu,

hiperglikemi juga menyebabkan hiperosmolalitas, transmisi osmotik, dan

dehidrasi berat. Dan terdapat komplikasi metabolik lainnya seperti

hipoglikemi (reaksi insulin, syok insulin), terutama komplikasi dari terapi

insulin (Blangkejeren, 2018).

2. Komplikasi kronik jangka panjang

Komplikasi dibagi menjadi dua kategori makrovaskuler dan

18
mikrovaskuler, dan komplikasi ini terjadi akibat lama dan beratnya

hiperglikemia :

a. Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi kronis yang berhubungan dengan pembuluh dara

besar, dan komplikaasi ini di sebabkan oleh aterosklerosis. Penyebab

aterosklesoris bisa terjadi ialah, metabolit glukosa, kadar glukosa darah

menigkat, dan tingginya asam lemak didalam darah yang menyebabkan

permeabilitas sel endotel meningkat hingga menyebabkan molekul

lemak masuk ke dalam arteri sehingga menyebabkan kerusakan pada

lapisan endotel arteri. Penderita DM pada komplikasi makrovaskuler ada

beberapa yang menyebabkan hingga komplikasi pada jantung seperti,

penyakit arteri koroner (yang mengakibatkan jantung koroner dan

disebabkan oleh kontrol glikemik yang kurang baik untuk waktu lama).

Penyakit serebrovaskuler (dikarenakan pasien mengalami aterosklerosis

atau pembuluh darah serebral). (Ahmad, 2018).

b. Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi kronis yang mempenngaruhi pada pembuluh darah

kecil, akibat tingginya kadar glukosa darah maka menjadi penebalan

pada pembuluh darah kecil memnyebabkan iskemik. Dan makan

mneyebabkan komplikasi seperti, retinopati diabetik (adanya gangguan

pada mata akibat hiperglikemi sehingga terjadi perubahan pada

pembuluh dara kecil pada retina mata, dan retinopati diabetik),

nefropati diabetik (penyakit yang disebabkan kerusakan pada pembuluh

darah kecil yang mengakibatkan ginjal tidak bekerja secara normal dan

keadaan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan kapiler glumerulus akibat

hipertensi dan glukosa plasma darah yang tinggi, dan biasanya ditandai
19
dengan penumpukan cairan, kurang tidur, penurunan nafsu makan, sakit

perut, lemah, kurang konsentrasi), neuropatik diabetik (Blangkejeren,

2018).

2.1.9 Penatalaksanaan T2DM

Penatalaksanaan pada pasien DM ada empat pilar penting dalam

mengontrol perjalan penyakit dan komplikasinya, pada empat pilar tersebut

terdapat, edukasi, terapi nutrisi, aktivitas fisik, dan farmakologi :

1. Edukasi

Edukasi ialah memberikan pemahaman tentang perjalanan

penyakit, pentingnya pengendalian dan pencegahan penyakit, mengenai

komplikasi yang timbul dengan resikonya, pemantauan glukosa darah dan

pentingnya intervensi obat, dan perlunya melakukan aktivitas fisik, cara-

cara memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan baik. Dengan mendidik

pasien agar pasien dapat mengontrol gula darah, dan mampu merawat diri

sendiri dengan baik dan mandiri.

2. Terapi farmakologi

Obat yang sudah dianjurkan adalah biasanya rata-rata obat

Hipoglikemik oral, dan obat-obatan digunakan antara lain presensitif

insulin dan sulfonilurea. Dan ada dua jenis presensitif yang sudah tersedia

ialah, tiazolidinedion (dapat menigkatkan kepekaan insulin pada perifer

untuk meurunkan produksi glukosa hepatik) dan metformin, obat ini

merupakan terapi tunggal dengan dosis antara 500-1700 mg/hari). Dan

fungsi dan metformin ialah membuat produksi glukosa hepatik menjadi

turun dan menigkatkan kepekaan insulin khususnya pada hati (Kedokteran,

2018).

3. Terapi gizi
20
Dengan tetrapi gizi dengan perecaanan makan untuk penderita DM

dengan cara agar makan secara teratur dan tidak sembarangan, dengan diet

seimbang akan menguraangi beban kerja insulin selain itu dengan di

tiadakan pekerjaan insulin maka mengubah gula menjadi glikogen. Dan

keberhasilan dalam terapi selalu melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, dan

yang paling penting motivasi pasien itu sendiri dan dukungan keluarga.

4. Intervensi gizi

Dengan adanya tujuan intervensi gizi ialah untuk menurunkan berat

badan, perbaikan kadar glukosa dan lemak darah pada pasien yang gemuk

dengan DM Tipe 2 mempunyai pengaruh positif pada morbiditas, orang

yang gemuk dengan mederita diabetes melitus mempunyai resiko yang

lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang kegemukan merode sehat

untuk mengendalikan berat badan, seperti; makan-makanan yang lebih

sedikit kalori dengan mengurangi makan sedikit kira-kira 500 kalori setiap

hari, akan menurunkan berat badan sekitar satu pon satu pekan atau

Kg dalam sebulan.

21
5. Aktivitas fisik

Dengan kegiatan jasmani maupun rohani dalam sehari-hari, dengan latihan

jasmani dengan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), dan

merupakan salah satu dari empat pilar dalam pengelolaan pada DM Tipe 2. Dengan

melakukan aktivitas sehari-hari seperti, berjalan kaki, menggunakan tangga, dengan

berkebun, dan harus melakukan latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Dan intesitas latihan jasmani bisa ditingkatkan,

untuk mengurangi komplikasi pada T2DM.

Tujuan semua terapi diabetes ialah untuk mencapai kadar gula darah normal

(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dengan gangguan pola aktivitas yang

serius. Manajemen diabetes memiliki lima komponen penatalaksanaan yaitu, diet,

olahraga, pemantauan, terapi (jika perlu), pendidikan. Menghadapi berbagai masalah

diabetes dan perubahan gaya hidup, aktivitas, dan kesehatan mental pada penderita

T2DM dengan kemajuan dalam metode terapeutik yang dihasilkan oleh riset

(Susanti, 2019).

22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Litrerat4r rev


Berdasarkan hasil pencarian dari literature review melalui Publikasi, Proquest, PubMed

Central, Google Scholar. Peneliti menggunakan kata kunci “Counselling” dan “Diabetes

mellitus type 2” untuk menemukan 1.226 jurnal yang cocok dengan kata kunci ini.

Kemudian, 356 jurnal diekslusi karena diterbitkan pada tahun 2015 ke bawah dan

menggunakan bahasa selain bahasa Inggris dan Indonesia, dan jurnal penelitian di Assesment

lalu jurnal yang di duplikasi dan jurnal yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi,

sehingga didapatkan 10 jurnal yang telah dilakukan review.

Berdasarkan hasil dari beberapa jurnal yang telah ditemukan terdapat pengaruh yang

signifikan antara pemberian pendidikan kesehatan terhadap pasien diabetes melitus.

23
3.2 Pembahasan

METODE
LOKASI DESAIN JUMLAH VARIABEL
No. NAMA PENELITI JUDUL PENELITIAN PEMILIHAN HASIL PENELITIAN
PENELITIAN PENELITIAN SAMPEL PENELITIAN
SAMPEL

Penerapan pendidikan
Andi-lis-arming- Pengaruh
kesehatan dapat
gandini, emi pendidikan Pendidikan
Poliklinik RSUD, meningkatkan
pranggono, kesehatan terhadap kesehatan,
AW. Sjahranie- desain grup 30 Quasy pengetahuan dan perilaku
1. helwiah ropi pengetahuan pengetahua
samarinda prettest responden Eksperiment pasien DM Tipe 2
perilaku dan gula n, perilaku
darah pada pasien dan gula
diabetes melitus darah
tipe 2
Peran perawat sebagai
edukator terhadap Peran perawat Terdapat hubungan yang
Nabila cindy design 112
pasien diabetes melitus sebagai signifikan antara peran
anggraeni, rancangan responden
tipe 2 di kabupaten Kabupaten Pra- edukator, perawat sebagai edukator
2. nurwidayati, one grup
Jember Jember eksperiment pesepsi sakit, dengan persepsi sakit
jonhapan prettest-
pasien diabetes pada pasien DM tipe 2
sutawardana posttes
melitus tipe 2 kabupaten jember
Hendra Harwadi, IRNA non dengan 15 Pendidikan
3. kusman ibrahim, Pengaruh pendidikan Pra Terdapat pengaruh
bedah pendekatan respoden kesehatan,
helmi hayati kesehatan terhadap Experiment kepatuhan pendidikan kesehatan
penyakit one group
kepatuhan diet pada diet terhadap kepatuhan diet
pasien DM tipe 2 di dalam pada pasien diabetes
IRNA non bedah RSUP dr melitus diruang IRNA non
penyakit dalam RSUP M Djamil bedah penyakit dalam RS
dr M Djamil padang padang dr Djamil padang 2014
pada tahun 2014 dengan hasil uji statistic
menggunakan uji
wicolxon didapatkan nilai
P= 0,002 (p= ≤ 0,05 α)

24
4. Thatit Wilayah Quasy 20 orang Design Pendidika
nurmawati, yeni Efektivitas pendidikan Puskesmas boro Metode ekspositori tentang
eksperi n
kartikasari, nitria kesehatan dengan kecamatan meal planning berpengaruh
ment kesehatan,
setianingsih metode ekpositori selorejo terhadap pola makan
tentang meal planning metode penderita DM tipe 2
terhadap pola makan ekspositor
pasien DM tipe 2 i meal
planning
pola
makan
pasien DM
tipe 2

Ada pengaruh antara


Wilayah
pendidikan kesehatan
kerja
Pengaruh pendidikan Pendidikan terhadap motivasi
puskesmas desain One
kesehatan terhadap kesehatan, pasien DM tipe 2 dalam
rejosari Group 35 Quasy
5. Dian sukma motivasi mengontrol motivasi mengontrol kadar gula
Pretest responden Eksperiment
dewi arimbi, kadar gula darah pada mengontrol darah di wilayah kerja
Lita, Rani lisa Posttest
pasien DM tipe 2 kadar gula puskesmas rejosari
indra darah

Dengan adanya
pengingkatan pengetahuan
Penyuluhan kesehatan Wilayah
Hidayatus Penyuluhan tentang diabetes melitus
diabetes melitus pesisir rancangan
syadiah, Dini kesehatan yang merupakan
pentalaksanaan dan Surabaya one group 23 quasy
6. meiwidayanti, diabetes penambahan informasi dan
aplikasi senam kaki pre-test post- responden experiment
Yoga kertapati melitus. wawasan tentang
pada lansia di wilayah test
Penatalaks kesehatan serta
pesisir surabaya
anaan dan memberikan gambaran yg
aplikasi jelas bagi lansia untuk
senam kaki pencegahan dan
penatalaksanaannya.
25
7. Desa Gonila Ceramah Dan 22 responden Quasy Pengetahuan Pendidikan kesehatan
Peningkatan pengetahuan kecamatan demonstrasi Eksperiment dan upaya dengan metode ceramah
dan upaya pencegahan Kartasura pencegahan dan demostrasi dapat
Fahrun nurrosyid, diabetes melitus melalui kabupaten diabetes
meningkatkan
dian hudiawati, pendidikan kesehatan Sukoharjo Jawa melitus,
tengah pendidikan pengetahuan upaya
beti kristinawati
kesehatan pencegahan dan sikap
positif terhadap DM.

8. Fitrah Reynaldi, Penyuluhan pentingnya Bunaya 1 rancangan one 27 responden Quasy Pentingnya Kegiatan penyuluhan
Yarmaliza, tengku pencegahan penyakit Gampong ujong group pre-test Eksperiment pencegahan tentang pencegahan
nih farisni diabetes sejak dini kepada drien post- test penyakit diabetes sejak dini telah
guru perempuan TK yaa diabetes
dilaksanakan tepat waktu
bunaya 1 gampong ujong melitus
drien dan berjalan dengan baik

9. Hanung prasetya, Pendidikan kesehatan dan Desa kebak desain One 35 responden Design Pendidikan Pelaksanaan kegiatan
joko tri atmojo, implikasi senam kaki kecamatan Group Pretest kesehatan, mendapatkan antusias dari
ahmad sauki diabetes di dusun kebak kebakramat Posttest implikasi peserta. Peserta (lansia)
mubarak desa kebak kecamatan kabupaten karang senam kaki
mampu meningkatkan
kebakramat kabupatren anyar diabetes
karang anyar pengetahuan tentang
diabetes

26
10. Santi damayanti Perbedaan keefektifan Puskesmas desain grup 16 responden Quasy Keefektifan Tidak adanya perbedaan
pendidikan kesehatan ngaglik 1 sleman prettest dan eksperiment pendidikan pengetahuan preetest dan
metode ceramah dengan yogyakarta post test kesehatan post test pada kelompok
leaflet terhadap dan sikap metode
intervensi setelah
perawatan kaki diabetik ceramah
dipuskesmas ngaglik 1 dengan leaflet, diberikan pendidikan
sleman yogyakarta. pengetahuan kesehatan dengan metode
dan sikap ceramah tentang
perawatan kaki perawatan kaki diabetik
diabetik

27
Perbedaan antara jurnal dengan tindakan literature riview yang telah dilakukan yaitu

tindakan proyek inovasi yang dilakukan berfokus untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang disebabkan oleh diabetes melitus sedangkan beberapa jurnal yang

diangkat terkait pendidikan kesehatan diabetes melitus berfokus pada non farmakologi

salah satunya yakni senam kaki diabetik.

Pembahasan jurnal diatas dengan tindakan litrev yang sudah dilakukan yaitu proyek

inovasi yang telah dilakukan samasama menggunakan media cetak berupa leaflet dan

poster selain itu sasaran utama dari proyek inivasi ini yaitu kepada pasien diabetes

melitus.

3.3 Implikasi keperawatan

Sebelumnya, pernah dilakukan pendidikan kesehatan terkait pencegahan komplikasi

diabetes melitus di Ruang Prabu siliwangi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.

3.4 Keterbatasan Litrev

Dalam melakukan pelaksanaan proyek inovasi di ruang prabu siliwangi 1 terdapat

beberapa keterbatasan diantaranya yaitu :

1. Waktu yang tersedia cukup terbatas dikarenakan perbedaan shift antar anggota

kelompok

2. Jumlah pasien DM Di ruangan prabu siliwangi 1 saat dilakukan proyek inovasi

hanya terdapat 1 pasien

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan penyakit, DM pada anak dan
remaja berbeda dengan DM pada orang dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan
remaja terutama merupakan akibat kerusakan sel-sel beta pankreas yang
memproduksi insulin, sehingga suntikan insulin inerupakan satu- satunya cara
pengobatan.
Diabetes mellitus tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin
tinggi atau normal yang disebut resistensi insulin
Gejala klinik diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, lemas, berat
badan menurun, kesemutan, gatal, mata kabur, impotensia (pada pria), pruritus
vulvae (pada wanita).
Manfaat olah raga : Meningkatkan kemampuan gerak
Meningkatkan derajat sehat dinamis
Awet muda dalam kemampuan fungsional
Meningkatkan kualitas hidup
Menyembuhkan diabetes
Mencegah terjadinya penyakit gangguan aliran
darah(PJK,stroke)
Menyembuhkan PJK yang ringan
Adanya pengaruh sebelum dan sesudah dilakukannya pendidikan kesehatan
terhadap perubahan sikap positif tentang diabetes melitus pada pasien diabetes
melitus diruang prabu siliwangi 1 RSD Gunung Jati Cirebon
4.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga
pengertian masyarakat tentang diabetes mellitus akan bertambah.
Mengerti serta menyadari tentang seluk beluk penyakit diabetes mellitus
Mengetahui tanda bahaya dari adanya komplikasi diabetes secara dini sangat perlu
agar tindakan medis secara dini dapat dilaksanakan.

29
DAFTAR PUSTAKA

30
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 9, Mei 2015, hal. 452-522

LAMPIRAN

1. SOP tindakan litrev


SOP Memberikan Pendidikan Kesehatan
A. Pengertian
 Penkes  adalah informasi kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi
tersebut agar mereka menjadi lebih tahu dan lebih sehat (budiro,1998)
 Penyuluhan atau pendidikan kesahatan adalah gabungan berbagai kegiatan
dan kesempatan yang berdasarkan perinsip perinsip untuk belajar
mencapai sutau keadaan, dimanan individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat tahu bagai mana caranya
dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun
secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu.
B. Tujuan
 Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat
dalam membina dan memleihara perilaku sehat dan lingkungan sehat,
serta peran aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal.
 Tebentuknya perilaku sehat terhadap individu, keluarga dan masyarakat
yang sesuai dengan konsep hidup sehat baikfisik, mental dan sosoial
sehingga dapat menurunkan angka kesatikan dan kematian.
 Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong atau mengatasi
dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
 Meningkatkan perilaku peroroangan dan atau masyarakat dalam bidang
kesehatan (WHO).
C. Indikasi
 Semua masyarakat, individu kelompok atau keluarga
D. Kontraindikasi
 Tidak ada
E. Peralatan
 Media pendidikan kesehatan  (brosur, leflet, lembar balik, dan lain – lain)
 Proyektor
 Laptop
 Peralatan lain jika dengan demontrasi
F. Prosedur
a. Fase Pra Interaksi
 Verifikasi data
 Mempersiapkan lata dan bahan atau media
b. Fase Orientasi
 Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan
 Menjelaskan prosedur atau langkah langkah  PENKES
 Menanyakan kesiapan klien atau kontrak waktu
 Appresepsi
c. Fase kerja
 Mengatu posisi yang nyaman untuk klien
 Menjelaskan pengertian penyakit (sesuai topik  PENKES )
 Menjelaskan penyebab atau etiologi (sesuai topik  PENKES )
 Menjelaskan tanda dan gejala penyakit (sesuai topik  PENKES )
 Menjelaskan pencegahan penyakit (sesuai topik  PENKES )
 Menjelaskan penatalaksanaan atau perawatan penyakit (sesuai
topik  PENKES )
 Menjelaskan atau melakukan demonstrasi atau simulasi (prosedur
atau tindakan kalau ada .... (mengukur TD/Suhu, membuat LGG,
justimun dan lain lian sesuai topik  Penkes )
d. Fase terminasi
 Evalusai (dapat dilakukan sebelum dan sesudah  PENKES )
 Menyampaikan rencana tindak lanjut (Sebagai Follow Up)
 Pmanitan (appresiasi/ucapan terima kasih dan permintaan maaf
ada kekurangan)
2. Lampiran Jurnal
Jurnal Pengabdian Kesehatan P-ISSN 2614-3593 E-ISSN 2614-3607 STIKES Cendekia Utama Kudus Vol. 3,
No. 1, Januari 2020
http://jpk.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id

PENYULUHAN KESEHATAN DIABETES MELITUS


PENATALAKSNAAN DAN APLIKASI SENAM KAKI
PADA LANSIA DI WILAYAH PESISIR SURABAYA

Hidayatus Sya’diyah, Dini Mei Widayanti, Yoga Kertapati, Sapto Dwi Anggoro,
Akif Ismail, Theresia Atik, Dimas Gustayansyah
STIKes Hang Tuah Surabaya mahisyah_sht@yahoo.com

ABSTRAK

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Komplikasi yang dapat terjadi antara lain
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Apabila hal ini terjadi pada lansia dimana mengalami berbagai
penurunan fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kultural sehingga dapat menimbulkan resiko komplikasi yang
lebih memerlukan perhatian.Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah memberikan penyuluhan tentang
Diabetes Melitus tentang penataksanaaanya dan aplikasi senam kaki. Metode penyuluhan yang
dilakukandenganbeberapa tahapan, yaitu : 1) Sosialisasi dan perijinan, 2) Persiapan alat dan sarana serta
media penyuluha, 3) Melakukan penyuluhan dan aplikasi 4) Evalausi hasil kegiatan penyuluhan. Hasil
penyuluhan Diabetes Melitus dan aplikasi senam kaki pada lansia, di akhir sesi yaitu beberapa lansia diberikan
pertanyaan mengenai apa yang telah disuluhkan antara lain pengertian Diabetes Melitus, bagaimana tanda
dan gejalanya, etiologi atau faktor-faktor yang menyebabkan Diabetes Melitus, upaya dan pencegahannya,
komplikasi yang dapat muncul serta mendemonstrasikan kembali senam kaki yang telah dilaksanakan.
Pengembangan program pengabdian masyarakat bidang peningkatan kualitas kesehatan lansia yang
terintegrasi dengan program akademik, pemerintah dan stakeholder (mitra) perlu terus ditingkatkan. Serta
perlunya kegiatan pengabdian masyarakat secara berkala dan berkelanjutan untuk lebih menggali lagi lebih
dalam dalam masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh para lansia

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a metabolic disorder that genetically and clinically including heterogeneous with
manifestations in the form of loss of carbohydrate tolerance (Price, 2006). Complications that can occur
include acute complications and chronic complications. If this happens to the elderly, who experience a variety
of physical, psychological, social, spiritual and cultural decline that can lead to risks of complications that
require more attention. The aim of community service is to provide counseling about Diabetes Mellitus about
its management and application of foot exercises. Counseling methods carried out with several stages,
namely: 1) Socialization and licensing, 2) Preparation of tools and facilities and extension media, 3) Conducting
counseling and application 4) Evalausiing the results of extension activities. The results of Diabetes Mellitus
counseling and application of foot gymnastics in the elderly, at the end of the session, some elderly people
were asked questions about what had been healed including understanding Diabetes Mellitus, how the signs
and symptoms, etiology or factors that cause Diabetes Mellitus, efforts and prevention, complications which
can appear and demonstrate again the leg exercises that have been implemented. The development of
community service programs in the field of improving the quality of elderly health that is integrated with
academic programs, government and stakeholders (partners) needs to be continuously improved. And the
need for community service activities on a regular and ongoing basis to dig deeper into deeper health
problems faced by the elderly.
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat [1]. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan
metabolik dimana ditemukan ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada
mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan
kurus, kelemahan, asidosis, sering menyebabkan dispnea, lipemia, ketonuria dan akhirnya koma [2].
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah dari rentang kadar puasa normal 80 – 90 mg/dl
darah, atau rentang non puasa sekitar 140–160 mg/100 ml darah [3]. Apalagi hal ini terjadi pada lansia dimana
mengalami berbagai penurunan fisik, psikologis, sosial, spiritual dan kultural sehingga dapat menimbulkan
resiko komplikasi yang lebih memerlukan perhatian.
Pada tahun 2000, berdasar laporan WHO dalam jurnal “Global Prevalence of Diabetes Estimates for the
year 2000 and Projections for 2030”, sekitar 171 juta penduduk diseluruh dunia telah menderita diabetes.
Angka tersebut setara dengan 2,8% dari total penduduk di seluruh dunia. Insidensi kejadian diabetes memang
mengalami peningkatan dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, jumlah penderita diabetes akan
menigkat tajam menjadi 2 kali lipat. Diabetes mellitus terjadi di seluruh dunia, akan tetapi umumnya
ditemukan di negara-negara berkembang, khususnya untuk kasus diabetes tipe 2. Peningkatan prevalensi
kesakitan terbesar diperkirakan akan terjadi di kawasan Asia dan Afrika. Peningkatan kasus diabetes di negara-
negara berkembang sebagian besar merupakan dampak dari adanya urbanisasi dan perubahan gaya hidup.
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh WHO menggunakan desain studi kohort di seluruh dunia
selama kurang lebih 11 tahun diperoleh data bahwa angka kematian akibat diabetes pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 2,9 juta kematian dimana 1,4 juta adalah laki-laki dan 1,5 juta perempuan. Angka ini
setara dengan 5,2% dari seluruh kematian dengan berbagai sebab di seluruh dunia pada tahun 2000. Jika
dipisahkan berdasarkan tingkat kemajuan sebuah negara, maka didapatkan angka bahwa angka kematian
akibat diabetes pada tahun 2000 di negara maju sebesar 1 juta orang dan di negara berkembang sebesar 1,9
juta orang. Angka kematian akibat diabetes terandah (2,4%) terdapat pada negaranegara miskin di afrika,
kamboja, laos, myanmar dan vietnam. Sementara itu angka kematian akibat diabetes tertinggi adalah 9% di
negara-negara timur tengah semenanjung arab dan 8,5% di negara-negara kawasan amerika. Negara-negara
dengan angka prevalensi kematian tinggi akibat diabetes pada kelompok dengan usia muda seperti di kawasan
Asia Tenggara, semenanjung arab, kawasan timur tengah, dan kawasan timur pasifik memiliki kecanderungan
umur tertinggi untuk kematian akibat diabetes adalah berkisar antara 50-54 tahun. Akan tetapi secara umum
di seluruh dunia, angka kematian akibat diabetes tertinggi terjadi pada usia sekitar 55-59 tahun. Sementara itu
untuk angka kesakitan diabetes, diperoleh data bahwa pada negara berkembang, kebanyakan orang yang
menderita diabetes adalah usia 45 sampai 64 tahun. Keadaan yang sangat berkebalikan terlihat di negera-
negara maju dimana umumnya orang yang menderita diabetes di negar maju adalah orang yang berumur 64
tahun keatas.
Secara keseluruhan, 7,5 juta penduduk yang menderita diabetes diperkirakan telah meninggal pada
tahun 2000. Angka tersebut terdiri dari 4,6 juta penduduk yang menderita diabetes namun diasumsikan
meninggal karena penyebab lain (non-diabetes), ditambah dengan 2,9 juta penduduk yang menderita diabetes
dan meninggal akibat diabetes yang dideritanya. Pada seseorang dengan umur kurang dari 35 tahun yang
menderita diabetes, 75% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; pada penduduk dengan
usia 35-64 tahun yang menderita diabetes, 59% diantaranya meninggal akibat diabetes yang dideritanya; dan
pada seseorang dengan usia lebih dari 64 tahun yang menderita diabetes, 29% diantaranya meninggal akibat
diabetes yang dideritanya. Berikut data presentase kematian akibat diabetes dan presentase total kematian
akibat sebab umum yang dikelompokkan menurut umur:
Etologi dari Hiperglimia pada Diabetes Melitus antara lain terjadi karena tidak adekuat produksi insulin
oleh pankreas, terjadi peningkatan kebutuhan insulin, kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel
beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin, faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan, gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.Kelainan insulin. Pada pasien
obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel yang responsir terhadap insulin.Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas,
hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat
kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel–sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl, peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan
lemak yang menyebabkan terjadinya metabolism lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah, berkurangnya protein dalam jaringan tubuh dimana pasien–pasien yang
mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi
glukosa darah sebesar 160– 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus–tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan
poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Adapun tanda dan gejala pasien
dengan Diabetes Melitus antara lain: poliuria, polidipsia, polifagia, mudah mengantuk/lelah, berat badan yang
menurun dengan cepat, luka susah sembuh, gangguan seksual, infeksi vaginal, penglihatan kabur, kesemutan
Peran perawat edukasi Diabetes merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan tentang
pengetahuan Diabetes dan ketrampilan yang dapat menunjang perubahan perilaku yang diperlukan untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal, penyesuaian psikologis dan kualitas hidup yang lebih baik secara
berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukakan beberapa kali pertemuan untuk menyegarkan,
mengingatkan kembali prinsip penatalaksanaaan Diabetes sehingga dapat merawat dirinya secara mandiri.
Hidup sehat dengan diabetes memerlukan adaptasi Psikososial yang positif, dan penatalaksanaan mandiri
yang afektif terhadap penyakit ini. Untuk mencapai penatalaksanaan mandiri yang efektif penderita dengan
diabetes harus mengetahui, memepunyai sikap, dan terampil melakukan perawatan mandiri yang
berhubungan dengan pengendalian penyakit kronis ini. Pengalamam mengatakan bahawa edukasi terncana
seperti akan lebih efektif bila diberikan oleh edukator diabetes yang berkualitas. Edukasi diabetes dianggap
sebagai salah satu cara terapi dan merupakan bagian integral keperawatan orang dengan diabetes. Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes antara lain memberikan dukungan dan nasehat
yang positif dan hindari terjadinya kecemasan, menyampaikan informasi secara bertahap jangan berikan
beberapa hal sekaligus, mulailah dengan hal yang sederhan baru kemudian dengan hal yang lebih komplek,
gunakan alat bantu dengan dengar-pandang (Audio-visual AID), utamakanlah pendekatan dengan mengatasi
masalah dan lakukan simulasi, memberikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai,
usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan, berikanlah motivasi dan penghargaan dan
diskusikanlah hasil laboratorium.
Edukator diabetes didefinisikan sebagai tenaga kesehatan profesional yang menguasai inti pengetahuan dan
mempunyai pengetahuan dalam ilmu biologi, sosial, komunikasi, konseling, dan telah berpengalaman dalam
merawat orang dengan diabetes. Tanggung jawab utama edukator diabetes adalah pendidkan orang dengan
DM, keluarganya dan sistem pendukungnya yang menyangkut penatalaksanaan mandirri dan masalah-
masalah yang berhubungan dengan DM. Proses edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik–topik antara lain
patofisiologi DM, pengelolaan nutrisi dan diet, intervensi farmakologik, aktifitas dan olah raga, pemantauan
mandiri kadar glukosa darah, pencegahan dan pengelolaan komplikasi akut dan kronik, penyesuaian
psikososial, ketrampilan mengatasi masalah, pengelolaan stress, penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

METODE PELAKSANAAN
Tempat dan Waktu :
Penyuluhan kesehatan tentang Diabetes Melitus, penatalaksanaan dan aplikasi senam kaki dilakukan pada
hari Selasa, 12 Nopember 2019 di
RT.01 RW.03 kelurahan Sukolilo Baru kecamatyan Bulak

Tahapan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan :


Kegiatan pelaksanaan penyuluhan Diabetes Melitus, penatalaksanaan dan aplikasi senam kaki terdiri atas
beberapa tahapan, yaitu : 1) Sosialisasi dan perijinan, 2) Persiapan alat dan sarana serta media penyuluhan, 3)
Melakukan penyuluhan dan aplikasi 4) Evaluasi hasil kegiatan penyuluhan
1) Sosialisasi dan Perijinan
Tahap awal yang hars dilakukan adalah sosialisasi damn perijinan kepada pihak lahan untuk
mendapatkan persetujuan waktu dan tempat, selanjutnya melakukan sosialisasi kepada para kader
lansia untuk mengerakkan para lansia hadir dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang akan
dilakukan
2) Persiapan alat dan sarana serta media
Aalat dan sarana yang dipersiapkan pada kegiatan ini adalah media penyuluhan antara lain lembar
balik, leaflet, power point dan media koran untuk senam kaki diabetik. Selain itu laptop dan LCD, sound
musik melengkapi sarana untuk penyuluhan dan aplikasi senam kaki yang dilakukan
3) Penyuluhan Diabetes Melitus dan Aplikasi Senam Kaki
Proses kerja penyuluhan kesehatan yang pertama adalah menyeleksi para lansia yang memenuhi
kriteria inklusi yaitu lansia baik yang sudah dan belum terdiagnosa Diabetes Melitus. Kemudian lansia
dikumpulkan di Ruang PAUD Kenanga di RT.01 RW.03 kelurahan Sukolilo Baru kecamatyan Bulak,
dilakukan kegiatan pre penyuluhan tentang pengetahuan lansia tentang Diabetes Melitus, membagikan
leaflet, pemaparan penyuluhan, aplikasi senam kaki dengan melaksanakan role play langsung oleh
fasilitator dan diikuti oleh lansia serta evaluasi tingkat penyuluhan lansia dan para kader lansia.
4) Evaluasi hasil kegiatan penyuluhan pre dan post penyuluhan
Tahap evaluasi dilakukan di akhir sesi yaitu beberapa lansia diberikan pertanyaan mengenai apa yang
telah disuluhkan antara lain pengertian Diabetes Melitus, bagaimana tanda dan gejalanya, etiologi atau
faktor-faktor yang menyebabkan Diabetes Melitus, upaya dan pencegahannya, komplikasi yang dapat
muncul serta mendemonstrasikan kembali senam kaki yang telah dilaksanakan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1 Distribusi Lansia Berdasarkan Usia, JenisKelamin, Riwayat Keluarga Mendetita DM, Lama Menderita
DM, Aktifitas Fisik, Lingkar Perut,
Riwayat Hipertensi, IMT, Hasil GDA, Hasil Asam Urat

Kategori Klasifikasi Frekuensi Persentase Jumkah


Usia PraLansia<60 20 36 56
Lansia 60 – 74 32 57 (100 %)
LansiaTua 75 – 90 4 7

Jenis Kelamin Laki – laki 3 5 56


Perempuan 53 95 (100 % )
56
LansiaSangatTua>90 0 0
Riwayat keluarga Memiliki 6 10
DM (100 %)
Tidakada 50 90
Lama DM Tidaktahu 47 84 56
< 1 tahun 0 0 (100 %)
1–5 tahun 7 13
>5 tahun 2 3
Aktifitas Fisik Tidak tahu 1 2 56
< 1 jam 11 20 (100 %)
1–2 jam 39 70
>3 jam 5 8
Lingkar perut Perempuan<80 cm 53 95 56

Laki-laki<90 cm 3 5 (100 %)
Riwayat Hipertensi 8 15
Hipertensi
Normal 35 63
Hipotensi 12 22
IMT Kurus 17-19,9 4 7 56
Ideal 20-24,9 9 16 (100 %)
Over weight 25-29,9 12 22
Obesitas>30 31 55
Hasil GDA Hipoglikemi<100 8 14 56
Normal 100-199 39 70 (100 %)
Hiperglikemi 9 16
Hasil asam urat Perempuan 3-5,9 20 35 56
Perempuan>6 32 58 (100 %)
Laki-laki 3-6,9 4 7
Laki-laki>7 0 0

Tabel di atas menunjukkan bahwa lansia rata-rata berusia 60-74 tahun, berjenis kelamin perempuan,
memiliki riwayat keluarga DM meskipun 6 lansia, lama menderita DM tidak mengetahui, melakukan aktifitas
fisik 1-2 jam, memiliki terkanan darah normal, hasil Index Massa Tubuh dalam kategori obesitas >30, hasil
Gula Darah Acak dalam kategori normal 100-199 mg/dl, hasil pemeriksaan asam urat pada lansia perempuan
>6 dan laki-laki 3-6,9
Penyuluhan kesehatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan di
atas. Adapun perubahan fisik lansia antara lain :
a. Sel: jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan: cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk meraksi,
mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin

c. Sistem penglihatan: pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk
speris, lensa keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.

d. Sistem Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.

e. Sistem respirasi: otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktivitas silia.
Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meningkat, nafas berat.

Kedalaman pernafasan menurun.


f. Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap menurun
karena adanya iritasi selaput lendir
dan atropi indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa
manis dan asin.
g. Sistem genitourinaria: ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, GFR menurun sampai 50%. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika
urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria
sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75% dialami
oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas
jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.

h. Sistem endokrin: pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi
paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktivitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal
metabolisme rate (BMR). Produksi sel kelamin menurun seperti: progesteron, estrogen dan testosteron.

i. Sistem integumen: pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan rambut
menipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.

j. Sistem muskuloskeletal: tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan
menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut
erabit otot, sehingga lansia menjadi lamban bergerak, otot kram, dan tremor.
Lansia dengan berbagai keterbatasan dan kemunduran fisik perlu dilakukan pencegahan terhadap
penyakit degeneratif termasuk Diabetes Melitus sehingga Stikes Hang Tuah Surabaya berserta tim
mengadakan penyuluhan kesehatan Diabetes Melitus mulai dari pengertian, etiologi, pencegahan, komplikasi
dan penatalaksanaan baik pengobatan maupun perawatan. Edukator diabetes didefinisikan sebagai tenaga
kesehatan profesional yang menguasai inti pengetahuan dan mempunyai pengetahuan dalam ilmu biologi,
sosial, komunikasi, konseling, dan telah berpengalaman dalam merawat orang dengan diabetes. Tanggung
jawab utama edukator diabetes adalah pendidkan orang dengan DM, keluarganya dan sistem pendukungnya
yang menyangkut penatalaksanaan mandirri dan masalah-masalah yang berhubungan dengan DM. Proses
edukasi ini sebaiknya terdiri dari topik–topik antara lain patofisiologi DM, pengelolaan nutrisi dan diet,
intervensi farmakologik, aktifitas dan olah raga, pemantauan mandiri kadar glukosa darah, pencegahan dan
pengelolaan komplikasi akut dan kronik, penyesuaian psikososial, ketrampilan mengatasi masalah,
pengelolaan stress, penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Etologi dari Hiperglimia pada Diabetes Melitus antara lain terjadi karena tidak adekuat produksi insulin
oleh pankreas, terjadi peningkatan kebutuhan insulin, kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel
beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin, faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta,
antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan, gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.Kelainan insulin. Pada pasien
obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel yang responsir terhadap insulin.Etiologi lain : pankreatitis, tumor pankreas, obesitas,
hipertiroid, akromegali, kehamilan, infeksi.
Sesuai dengan data pada atabel bahwa lansia rata-rata mengalami obesitas > 30. Sebanyak 31 orang
lansia dalam kondisi obesitas dimana didukung oleh aktifitas yang dilakukan lansia hanya 1-2 jam per
harinya dan rata-rata tidak mengetahui riwayat Diabetes Mellitus. Kebiasaan makan banyak pada waktu
muda menyebabkan berat badan berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berkurang karena
berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sukar diubah walaupun disadari untuk mengurangi
makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes
melitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami
oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi
pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini
tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati
oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau
pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik
dari lansia (Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah :
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya
2) penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu kwuatir karena pengangguran
5) Kurang ada motivasi
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan
Ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat yang kuat, ketidaktergantungan
secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat
ini dan memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain.
Berbagai upaya dilakukan untuk mewujudkan lansia yang memeilki kualitas hidup yang optimal.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan hidup orang lanjut usia, meliputi :
1) Kedekatan relasi personal.
Memiliki relasi yang dekat dengan orang lain adalah penting dalam kehidupan lanjut usia. Mereka
yang memiliki sahabat karib merasakan kepuasan dengan hidup yang dijalaninya. Sejatinya bahwa
semua orang memerlukan orang lain untuk berbagi perasaan, dipercayai dan mempercayai orang lain.
Lanjut usia yang memiliki orang lain yang bisa dipercayai, menjadikan mereka mampu mengatasi
berbagai cobaan yang muncul selama proses penuaan.
2) Pembiayaan.
Kesehatan dan pendapatan adalah dua faktor yang saling berhubungan erat dengan kepuasan hidup
para lanjut usia. Ketika orang-orang berada dalam perasaan yang baik dan mempunyai uang, mereka
dapat lebih aktif dalam kehidupannya, seperti pergi ke luar rumah untuk makan, mengunjungi
tempat-tempat wisata, dan seterusnya, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan dibanding mereka
yang terus-terusan tinggal di rumah. Menabung sejumlah uang untuk cadangan pembiayaan
dikehidupan mendatang menjadi penting, sekaligus sebagai pelajaran dalam mengatur anggaran
dengan bijaksana.
3) Minat dan Hobi.
Secara psikologis orang-orang yang suka mengalami trauma karena memasuki pensiun (post power
syndrome), mereka mengembangkan self-image dan minat dengan memusatkan pada pekerjaan.
Orang yang mempunyai minat dan hobi yang bermakna dalam kehidupannya, setelah masa pensiun
mencoba memanfaatkan waktu luangnya dengan melakukan aktivitas yang dapat menggantikan
pekerjaan semula.
4) Identitas Diri.
Orang yang merasa senang dan realistis terhadap kehidupannya sekarang dan apa yang mereka
inginkan agar dapat hidup dengan lebih baik, merupakan kesiapan untuk mengatasi tekanan dan krisis
yang mungkin terjadi.
5) Pandangan ke arah masa depan.
Orang yang selalu memikirkan masa lalunya atau pencapaian prestasi di masa lalu, cenderung
mengalami depressi pada saat memasuki lanjut usia. Sementara orang yang memikirkan atau
menantikan kehidupan di masa depan biasanya mempunyai minat yang tinggi untuk menemukan
tantangan baru dan kepuasan baru dalam menjalani sisa waktu kehidupannya. Dengan berpandangan
ke arah masa depan, seseorang dapat merencanakan ketika masa pensiun datang, seperti
merencanakan dimana dan dengan siapa mereka akan tinggal, dengan masyarakat yang bagaimana
mereka akan hidup bersama, dan merencanakan bagaimana memanfaatkan waktu yang tersedia
dalam hidupnya.
6) Mengatasi Krisis.
Jika seseorang yang belum beranjak lanjut usia, sudah mulai belajar secara efektif bagaimana
mengatasi krisis, hal ini merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat ketika memasuki lanjut
usia. Keefektifan cara mengatasi krisis tersebut merupakan pembelajaran untuk mengatasi
permasalahan yang muncul secara realistis dan konstruktif.
Upaya penanganan pada pasien DM sekaligus juga pencegahan terjadinya komplikasi adalah
teraturnya pasien DM melakukan aktifitas fisik (berolahraga). Dengan berolahraga diharapkan terjaganya
kebugaran tubuh, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat
memperbaiki kadar gula dalam darah. Pasien DM disarankan untuk berolahraga minimal 3 kali sepekan selama
paling sedikit 30 menit4). Olahraga yang disarankan adalah olahraga aerobik, seperti: jalan kaki, bersepeda,
jogging, dan berenang. Olahraga disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani individu. Untuk
pasien DM yang masih sehat, intensitas olahraga dapat ditingkatkan, namun untuk pasien yang telah
mengalami komplikasi, olahraga dapat dikurangi.
Salah satu aktifitas fisik yang juga dianjurkan secara rutin adalah Gerakan Senam Kaki Diabetes / DM.
Manfaat yang diharapkan dari gerakan kaki yang teratur dari senam kaki diabetes, adalah tidak terjadinya
komplikasi yang sering terjadi pada kaki-kaki pasien DM seperti luka infeksi yang tidak sembuh dan menyebar.
Senam kaki diabetes adalah suatu kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes mellitus untuk
mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki.
Tujuan dan manfaat melakukan senam kaki antara lain memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot
kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi
keterbatasan gerak. Cara melakukan gerakan senam kaki diabetes ini sangatlah mudah untuk dilakukan.
Senam kaki diabetes bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Tidak memerlukan waktu yang lama,
karena hanya berlangsung sekitar 15-30 menit. Dan yang penting tidak memerlukan peralatan yang rumit,
karena cukup dengan kursi dan sehelai koran bekas. Agar manfaat senam kaki diabetes lebih maksimal,
penderita minimal melakukan gerakan senam kaki diabetes 3 kali sepekan, namun alangkah baiknya dapat
dilakukan setiap hari.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil dan luaran yang dicapai, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya
peningkatan pengetahuan tentang Diabetes Melitus yang merupakan penambahan informasi dan wawasan
tentang kesehatan serta memeberikan gambaran yang jelas bagi lansia untuk pencegahan dan
penatalaksanaannya. Begitu besar dampak dan komplikasi dari Diabetes Melitus seperti komplikasi akut
(hipoglikemi) dan komplikasi kronis (gangren, retinopati, nefropati, neuropati, dll) sehingga perlu pencegahan
dan penatalaksanaan lebih lanjut untuk tidak terjadi dampak yang lebih fatal
Saran
Pengembangan program pengabdian masyarakat bidang
peningkatan kualitas kesehatan lansia yang terintegrasi dengan program akademik, pemerintah dan
stakeholder (mitra) perlu terus ditingkatkan. Serta perlunya kegiatan pengabdian masyarakat secara berkala
dan berkelanjutan untuk lebih menggali lagi lebih dalam dalam masalahmasalah kesehatanyang dihadapi oleh
para lansia
PENELITIAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP


PENGETAHUAN, PERILAKU DAN GULA DARAH
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
Andi Lis Arming Gandini1), Emmy Pranggono 2), Helwiyah Ropi 3)
1)
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kaltim,2)Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSHS.
Bandung,3)Staf Pengajar Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung
andilis20@yahoo.com

Abtract. Type 2 Diabetes Mellitus is a chronic disease that requires long-term care and
health education requires that the patient is able to perform self-management to prevent
acute and chronic complications. This study aims to prove the effect of health education
on knowledge, behavior and impact on blood sugar of patients with type 2 Diabetes
Mellitus in Polyclinic RSUD AW. Sjahranie Samarinda. This research is a quasi
experiment through health education pre and post test without control. After being given
a health education, there is a significant increase in knowledge (p = 0.001). There is also
an increase in behavioral scoring significantly (p = 0.001). Although not significant, but a
decline in fasting blood sugar levels and 2 hours PP, (p = 0.382) and (p = 0.194).
Conclusion: Health education by nurses can improve the knowledge and behavior of
patients with type 2 diabetes, but have not been able to improve blood sugar levels.
Keywords: health education, knowledge, behavior, blood sugar, diabetes mellitus type 2

Abstract. Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan
jangka panjang dan memerlukan pendidikan kesehatan agar pasien mampu melakukan
pengelolaan mandiri untuk mencegah komplikasi akut dan kronis. Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku dan dampaknya
pada gula darah pasien Diabetes Mellitus tipe 2. di Poliklinik RSUD, AW. Sjahranie Samarinda.
Jenis penelitian ini adalah quasi experiment melalui pendidikan kesehatan pre and post test
without control. Setelah diberi pendidikan kesehatan, ter-dapat peningkatan pengetahuan
secara bermakna (p=0,001). Terdapat pula peningkatan skoring perilaku secara bermakna
(p=0,001). Walaupun tidak bermakna tetapi terjadi penurunan kadar gula darah puasa dan 2 jam
PP, yaitu (p=0,382) dan (p=0,194). Kesimpulan : Penerapan pendidikan kesehatan oleh perawat
dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien DM tipe 2, akan tetapi belum dapat
memperbaiki kadar gula darah.
Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, pengetahuan, perilaku, gula darah, Diabetes
Mellitus tipe 2

PENDAHULUAN Association, 2009). Diabetes Mellitus


terjadi akibat sel-sel beta pankreas gagal
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
untuk memproduksi insulin yang cukup
suatu penyakit kronik akibat pankreas tidak
pada DM tipe 1, atau saat tubuh tidak
menghasilkan cukup insulin atau tubuh dapat menggunakan insulin secara efektif
tidak dapat memanfaatkan insulin yang pada DM tipe 2 (Setianto & Firdaus, 2011).
diproduksi secara efektif, dan Penyakit diabetes mellitus tipe 2
menyebabkan konsentrasi glukosa dalam merupakan penyakit kronis yang memiliki
darah meningkat (American Diabetes

474
risiko komplikasi. Komplikasi mikrovaskuler tahun 2008 sebanyak 488 orang,
dan makrovaskuler jangka panjang yang diantaranya mengalami komplikasi 188
meliputi retinopati, neuropati, nefropati, orang. Pada tahun 2009 berjumlah 497
dan penyakit jantung merupa-kan orang, mengalami komplikasi 207 orang.
penyebab utama kesakitan dan kematian Meningkat menjadi 582 pada tahun 2010
pada penderita DM (Morton et al., 2008). dan mengalami komplikasi 407 orang.
Prevalensi penderita DM di dunia saat ini Tahun 2011 berjumlah 628 orang,
195 juta jiwa terus meningkat setiap mengalami komplikasi 484 orang, dan pada
tahunnya. Sekitar 97% adalah penderita tahun 2012 dari bulan Januari – Juni
DM tipe 2. Jumlah ini meningkat menjadi berjumlah 803 orang, mengalami
330 – 350 juta pada tahun 2030. Kenaik-an komplikasi 567 orang. Dari data tersebut
ini berdampak pada peningkatan jum-lah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
penderita penyakit kardiovaskuler. penderita DM tahun 2009 mengalami
(Setianto & Firdaus, 2011). komplikasi 41,5% dan tahun 2010
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik meningkat menjadi 70%. Penyakit DM tipe
Indonesia (2003), diperkirakan penduduk 2 merupakan urutan ketiga dari jumlah
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun kasus yang dirawat serta merupakan
adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan urutan ketiga dari penyebab kematian
prevalensi DM pada daerah urban sebesar (Rekam Medik
14,7 dan daerah rural sebesar 7,2%, RSUD. AW. Sjahranie Samarinda).
diperkirakan pada tahun 2003 terdapat Hasil wawancara dengan perawat yang
penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta bertugas di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD.
didaerah urban dan 5,5 juta di daerah AW. Sjahranie Samarinda didapatkan
rural. Berdasarkan pola pertambahan bahwa pendidikan kesehatan yang
penduduk, diperkirakan tahun 2030 nanti diberikan perawat kepada pasien Diabetes
ada 194 juta penduduk yang berusia diatas Mellitus yang di rawat jalan masih belum
20 tahun dan dengan asumsi prevalensi optimal. Hal ini disebabkan karena jumlah
DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), kunjungan berkisar ratarata 100 pasien
maka diperkirakan terdapat 12 juta perhari dengan jumlah perawat 4 orang
penyandang diabetes didaerah urban dan perawat, 2 orang perawat mendampingi
8,1 juta didaerah rural (Setianto & Firdaus, dokter dan 2 orang perawat lagi untuk
2011). mengatur regulasi pasien.
Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan Data yang didapatkan dari hasil studi
prevalensi penderita DM di Indonesia pendahuluan di ruang Flamboyan RSUD
mencapai 5,7%, diperkirakan sekitar 12 AW. Sjahranie Samarinda terjadi
juta orang di Indonesia saat ini menderita peningkatan sekitar 30% pasien rawat inap
DM (Depkes RI, 2008). Berdasarkan pertahun, dan 50% diantaranya dirawat
laporan statistik Riset Kesehatan Dasar dengan ganggren diabetik. Jumlah pasien
Provinsi Kalimantan Timur DM =1,8%, GTG yang dirawat inap pada bulan Januari
(gangguan toleransi glukosa) = 4,9% sampai Juni 2013 dengan diagnosa DM
(Depkes RI, 2008). berjumlah 649 orang penderita yang terdiri
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan dari 644 orang penderita dengan diagnosa
di RSUD. AW. Sjahranie Samarinda tahun DM tipe 2 dan 5 orang penderita dengan
2011 mencatat jumlah penderita DM tipe 2 DM tipe 1.
Pelayanan pada penderita DM tipe 2 diabetes mellitus tipe 2.
selama ini hanya berfokus pada Nyunt et al (2010), skor self care pada
pengobatan atau aspek medis saja, pasien DM untuk diet sebesar 81,2%
sehingga upaya penatalaksanaan penyakit kategori rendah, self care latihan fisik
DM tipe 2 yang dilakukan penderita hanya 84,2% dengan kategori rendah relatif
bersifat klinis, sehingga sangat perlu upaya terjadinya diabetes tipe 2 dari pada
penatalaksanaan yang berorientasi pada aktifitas fisik saja. Faktor gaya hidup yang
perubahan perilaku. Berdasarkan studi berhubungan dengan obesitas, perilaku
pendahuluan yang dilakukan pada 5 orang makan, dan aktifitas fisik memainkan peran
pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD. utama dalam pencegahan dan pengobatan
AW. Syahranie Samarinda didapat diabetes tipe 2.
keterangan bahwa pendidikan kesehatan Meskipun aktivitas fisik kunci utama
yang didapat lebih kepada cara minum pencegahan penatalaksanaan diabetes tipe
obat, dan kapan kembali kontrol. Pasien 2 banyak penyakit kronis tidak melakukan
tidak memahami bahwa mematuhi aktifitas aktifitas fisik secara teratur. Aktifitas fisik
fisik, pola makan atau diet, merupakan hal secara teratur memperbaiki kontrol gula
yang penting untuk mengontrol gula darah darah dan pentingnya aktifitas fisik pada
pada penderita DM tipe 2. penderita diabetes tipe 2 dapat mencegah
American Diabetes Association (2000), komplikasi secara positif mempengaruhi
DM merupakan penyakit metabolik kronik lipid, tekanan darah, gangguan
yang membutuhkan perawatan medis dan kardiovaskuler, mortality dan kualitas
pendidikan pengelolaan mandiri untuk hidup. Intervensi yang dilakukan dengan
mencegah komplikasi akut dan kombinasi antara aktifitas fisik dan
menemukan resiko komplikasi jangka penurunan berat badan dapat menurunkan
panjang. Tjokroprawiro (2011), DM tipe 2 resiko sebesar 58% pada populasi
merupakan diabetes yang banyak diderita (American Diabetes
masyarakat dan biasanya terjadi setelah Association, 2010).
usia 40 tahun, pada orang yang kelebihan Aktifitas fisik terstruktur yang terdiri dari
berat badan atau gemuk karena faktor latihan aerobik, latihan daya tahan, atau
gaya hidup dan pola makan. gabungan keduanya dapat menurunkan
Biswas (2006), dengan metode HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2.
randomized control trials di Inggris Latihan terstruktur lebih dari 150 menit
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan perminggu dapat menurunkan HbA1c,
yang kuat antara modifikasi gaya hidup penurunan ini lebih besar dari pada
dengan diabetes, dan pencegahan. aktifitas fisik 150 menit atau kurang
Perubahan gaya hidup dengan modifikasi perminggu. Hal ini lebih efektif bila aktifitas
diet dan peningkatan kegiatan fisik fisik dikombinasikan dengan diet akan
mengurangi resiko relatif untuk terjadinya sangat bermanfaat dengan nilai HbA1c
diabetes dari pada aktivitas fisik saja. Hal lebih rendah
ini menunjukkan bahwa intervensi gaya (Umpierreet al, 2011).
hidup dengan diet yang tepat dan Nyunt et al (2010), didapatkan hasil bahwa
peningkatan tingkat aktivitas fisik dengan kepatuhan dengan skor rendah
intensitas sedang merupakan metode yang 92,1%, perawatan mandiri (aktivitas fisik /
efektif untuk mengurangi terjadinya exercise dan diet/pola makan) dengan
skor rendah untuk diet dengan skor 81,2%, rawat ulang (rehospita-lisasi) dengan
aktivitas fisik/exercise 84,2%. Sedangkan kondisi yang lebih buruk (Carey et al,
untuk melakukan kontrol gula darah 2002).
(HbA1c berada pada level > 7%) didapatkan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
194 (72,9%) responden dari 266 total mengindentifikasi pengaruh pendidikan
responden. kesehatan terhadap pengetahuan, peri-
Rahmadiliyani dan Muhlisin (2008), laku dan gula darah pada pasien Diabetes
Penelitian tentang tingkat pengetahuan Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam
penderita DM tipe 2 bahwa sebagian besar RSUD. AW. Sjahranie Samarinda.
tingkat pengetahuan penderita tentang
diabetes dan komplikasinya masih sangat
kurang. Penderita DM tipe 2 mengalami METODE
banyak sekali keterbatasan dalam
pengelolaan diri disebabkan keterbatasan Merupakan penelitian kuantitatif, desain
pengetahuan yang dimiliki sehingga penelitian menggunakan metode
pemahaman cara pengelolaan secara eksprimen semu (quasi experiment)
mandiri perlu diberikan melalui edukasi. dengan design penelitian pre-test and
Dilaporkan oleh American Diabetes post-test without control. Penelitian ini
Association (2003), bahwa 50% - 75% hanya melakukan intervensi pada satu
penderita DM tipe 2 dilakukan amputasi kelompok tanpa pembanding. Efektifitas
ekstremitas bawah. Lebih dari 50% perlakuan dinilai dengan cara
amputasi dapat dicegah dengan pemberian membandingkan nilai postest dengan
pendidikan dan pengajaran perawatan kaki pretest (Dharma, 2011).
dan mempraktikannya setiap hari.
Rendahnya pengetahuan penderita DM Responden yang dilakukan intervensi telah
tipe 2 memberikan peluang bagi perawat dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan
dalam memberikan peran edukasi eksklusi Pendidikan minimal tamat Sekolah
terhadap penderita DM.Peran perawat Dasar (SD), Kadar gula darah puasa pada
tidak saja memberikan pelayanan medis pemeriksaan ≥ 126 mg/dl, dan Kadar gula
melainkan dapat memberikan pelayanan darah 2 jam PP ≥ 180 mg/dl, Mampu
pendidikan kesehatan terhadap individu, datang ke tempat pelayanan kesehatan
keluarga dan masyarakat (Song & Lipman, sendiri 1) Belum pernah dirawat inap, 2)
2008). belum pernah menda-patkan pendidikan
Pendidikan kesehatan sangatlah pen-ting kesehatan, 3) Umur antara 40 – 65 tahun,
diberikan kepada penderita DM tipe 2 agar 4) Pasien berdomisili di Samarinda. Kriteria
mempunyai kemampuan untuk sebisa eksklusi 1) pasien mengalami keterbatasan
mungkin mandiri dalam melakukan fisik, mental atau kognitif yang dapat
perawatan diri, maka pasien dan keluarga mengganggu penelitian seperti : gangguan
harus bisa mengambil alih tanggung ja-wab penglihatan atau buta, gangguan pen-
tersebut dengan cara harus bisa melakukan
perawatan secara mandiri (self care)
sehingga pasien dan keluarga harus
dibekali pengetahuan dan kete-rampilan
yang cukup untuk mencegah kemungkinan
dengaran atau tuli, mengalami dimensia, e. PT 2
2) mengalami komplikasi serius yang dapat 4 Penghasilan/bln (6,67)
mengganggu penelitian (menderita a. < 1 juta
serangan jantung berat, sakit ginjal berat). b. 1 s.d 3 juta 13
c. 3 s.d 5 juta (43,33)
Instrumen untuk mengukur 12
d. >5 juta
pengetahuan adalah Michigan diabetes 5 (40,00)
BMI
knowledge test oleh Palchack di dalam 5
a. Kurus
Fitzgerald (1998) yang dimodifikasi. (16,67)
b. Normal
Sedangkan Instrumen perilaku -
c. Gemuk
menggunakan SDSCA ( The Summary of
d. Obesitas
Diabetes Self Care Activities) 6 2
Komplikasi
dikembangkan oleh Toobert (2000) dan (6,67)
a. Komplikasi
dimodifikasi oleh Wu (2009), dengan 12
b. Tidak ada
analisa univariatuntuk pengetahuan dan 7 (40,00)
komplikasi
perilaku dengan skala yang digolongkan 15
Riwayat DM
kedalam baik, sedang dan kurang dan (50,00)
a. Ada riwayat
kadar gula darah menurun dan meningkat, 1
8 b. Tidak ada
sedangkan analisa bivariat melihat beda (3,33)
Lama menderita DM
pre-test dan post-test.
dlm tahun
a. 0 – 4 14
b. 5 – 9 (46,67)
16
HASIL PENELITIAN c. 10 – 14
(53,33)
9 d. > 15
Karakteristik Responden
Jenis obat
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Responden 19
yang
(63,33)
dikonsumsi a. 11
Tablet (36,67)
b. Insulin
c. Tablet dan insulin
17
(56,67)
9
(30,00)
4
(13,33)
-

28
(93,33)
2
(6,67)
No Karakteristik Jumlah/ 10 Perilaku merokok
Prosentase a. Merokok 7 (23,33)
1 Jenis kelamin
b. Tidak 23 (76,67)
a. Laki – Laki 7 (23,33)

b. Perempuan 23 (76,67)
Dalam Tabel 1 jenis kelamin
2 Usia
perempuan lebih mendominasi
a. 40 – 44 4 (13,33) dikarenakan usia 40 tahun keatas
b. 45 – 49 4 (13,33) diabetes mellitus lebih banyak terjadi
c. 50 – 54 7 (23,33) pada wanita, hal ini dipicu adanya
d. 55 – 59 7 (23,33) persentase timbunan lemak badan pada
e. 60 – 65 8 (26,67)
wanita lebih besar dibandingkan dengan
3 Pendidikan
laki-laki yang dapat
menurunkan
a. SD 10 (33,33)
sensitifitas terhadap kerja insulin pada
b. SMP/SLTP 8 (26,67) otot dan hati (Elle, 2003). Semakin tua
c. SMA/SLTA 6 (20,00) usia seseorang maka risiko peningkatan
d. D1-akademi 4 (13,33)
kadar gula darah dan gangguan toleransi
glukosa akan semakin tinggi. Ini disebabkan melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel pankreas
yang bertugas menghasilkan insulin. Sel pankreas bisa mengalami degradasi yang menyebabkan hormon
insulin yang dihasilkan terlalu sedikit sehingga kadar glukosa darah menjadi tinggi (Kurniawati, 2011).
Tingkat pendidikan seseorang dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan sehingga individu
mampu mengelola diri sendiri (Notoadmodjo, 2003). Penghasilan yang rendah akan berdampak terhadap
penggunaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Beberapa persepsi individu dalam menentukan kesehatan
yang dipilihnya, yaitu predisposising factors (faktor predisposisi), enabling factors(faktor pendukung), dan
reinforcing faktors (faktor penguat). Faktor predisposisi atau faktor penguat meliputi usia, tingkat sosial
ekonomi. Faktor pendukung, mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).Faktor resiko diabetes mellitus antara lain faktor keturunan (genetik). DM dapat
diturunkan dari keluarga sebelumnya yang juga menderita diabetes mellitus karena kelainan gen
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik, tetapi resiko terkena DM juga
tergantung pada faktor kelebihan berat badan, kurang gerak dan stress (Sustrani et al, 2010). Lama
menderita DM salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya komplikasi seperti: Penyakit Jantung,
penyakit cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah perifer. DM tipe 2 memiliki risiko 2 – 4 kali lebih tinggi
dibandingkan orang tidak mengalami diabetes untuk terjadinya komplikasi pada jantung. Merokok,
hipertensi, dislipidemia dan obesitas bertindak sebagai kontributor independen untuk penyakit
kardiovaskuler pada pasien diabetes (WHO, 2011).

Tabel 2 Perbedaan Pengetahuan, Perilaku, Gula Darah Pre- Post Test


Means Difference

Variabel Post- (ᴧ)


Pretes test
t
Pengetahuan 16,17 23,07 6,90

Perilaku 18,00 25,33 7,33


6,43
GD Puasa. 185,80 179,37 6,13
247,90
GD 2 Jam 254,03

PP.

Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap


Pengetahuan, Perilaku dan
Gula Darah
Tabel 3 Hasil Uji Pengetahuan, Perilaku, dan Gula Darah Pre-test dan Post-test
Variabel Tes Mean/ P
t Median
Pre 17,00** 0,00
Pengetahua 1
Pos 25,00**
n
t
Perilaku Pre 18,00* 0,00
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

1
Pos 25,33*
t
GDP Pre 158,50** 0,38
2
Pos 164,00**
t
Pre 227,00** 0,19
GD 2 Jam
Pos 228,00** 4
PP
t
Keterangan : * = Mean
** = Median

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pre-test pengetahuan dan
perilaku dengan posttest pengetahuan dan perilaku (p= 0,001). Sedangkan gula darah puasa dan gula
darah 2 jam PP menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pre-test dan post-
test gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP (0,382) dan (0,194).
Keeratiyutawong et al (2005) dukungan melalui program edukasi sangat efektif membantu pasien diabetes
mellitus tipe 2 untuk mengontrol penyakit, meningkatkan kemampuan perawatan mandiri. Pendidikan yang
diberikan kepada pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan pengetahuan sehingga penderita memiliki
kemampuan untuk merubah perilaku dirinya.
Ellis (2005) di dalam Atak (2007), peningkatan perilaku yang terjadi pada pasien DM tipe 2 setelah
intervensi pemberian informasi tentang penyakitnya dan bagaimana perawatannya akan menunjukkan
hasil yang positif di dalam pengelolaan penyakitnya. Pendidikan kesehatan yang kurang berdampak ter-
hadap kemampuan pengelolaan DM secara mandiri oleh pasien dan keluarga, sehingga mengakibatkan
tingginya angka rawat ulang dan komplikasi yang dialami oleh pasien.
Allen et al (2008)dengan metoda A randomized clinical trialtentang efek konseling pada penderita DM
diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan konseling kemudian dilakukan pengukuran 8 minggu kedepan
didapatkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan aktifitas fisik pada penderita diabetes mellitus dengan
nilai p = < 0,05. Data ini menunjukkan bahwa intervensi konseling untuk individu dengan diabetes mellitus
tipe 2 dapat meningkatkan tingkat aktifitas fisik dan mengurangi faktor risiko ter-jadinya komplikasi yang
berhubungan dengan diabetes.
Nyunt et al (2010) diperoleh hasil bahwa pasien diabetes mellitus yang memiliki perilaku yaitu mengikuti
diet yang sesuai cenderung aktif melakukan pemeriksaan gula darah dibanding dengan pasien diabetes
mellitus yang memiliki perilaku yang kurang baik. Kondisi ini dapat disebabkan pasien dengan diabetes
mellitus yang memiliki perilaku berupadiet atau pola makan yang baik beranggapan bahwa melakukan
pemeriksaan gula darah sangat penting dalam memonitor terkontrol atau tidaknya kadar gula darah.
Setelah diketahui tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, perilaku dengan gula darah, hal
ini disebabkan masih terdapat responden yang tidak patuh terhadap diet dan aktifitas fisik sehingga
berpengaruh langsung terhadap hasil pemeriksaan kadar gula darah. Tetapi terdapat juga faktor – faktor
lain yang berpengaruh yang bisa ditelaah, ada variabel berpengaruh yang tidak dapat diken-dalikan
misalnya : stress fisik (infeksi, dehidrasi, kelainan hormonal), stress psikis yang mempunyai pengaruh
terhadap kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

SIMPULAN DAN SARAN


Penerapan pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku pasien DM tipe 2.
Perawat sangat perlu mengaplikasikan perannya sebagai edukator dan perlu modifikasi materi. Pasien
diabetes mellitus tipe 2 perlu meningkatkan pengelolaan secara mandiri. Dan perlu dilakukan penelitian

JPKI 2020 volume 6 no. 1 67


Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

lanjutan untuk memperkuat perlunya pendidikan kesehatan dengan memperhatikan dan


mempertimbangkan faktor lain.

JURNAL PENDIDIKAN KE PE RAWATAN INDONESIA


e-ISSN 2477-3743 p-ISSN 2541-0024

Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi Sakit pada


Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kabupaten Jember
Nabila Cindy Anggraeni1*, Nur Widayati2, Jon Hafan Sutawardana2
1
ARTICLE INFO Fakultas Keperawatan, Universitas Jember, Jember, Indonesia
2
Departemen Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Keperawatan, Universitas
HOW TO CITED
: Jember, Jember, Indonesia
Anggraeni, N.C., Widayati, N., *Email Korespondensi: nabila.cindy98@gmail.com
& Sutawardana,J.H. (2020).
Peran Perawat sebagai
Edukator terhadap Persepsi
Sakit pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Kabupaten
ABSTRAK
Jember. Jurnal Pendidikan
diabetes Keperawatan Indonesia 6(1), melitus (DM) tipe 2 akan menggambarkan penyakit yang dialami sesuai dengan apa
pikirannya p. 66–76 untuk memahami masalah terkait. Persepsi sakit dapat ditingkatkan melalui
hatan oleh perawat tentang bagaimana mengelola penyakit dan manajemen perawatan diri.
DOI:
ujuan untuk menganalisa hubungan antara peran perawat sebagai edukator dengan persepsi
DM tipe 2. 10.17509/jpki.v6i1.24364 Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross
k sampling penelitian ini adalah consecutive sampling dengan sampel sebanyak 112
engumpulan ARTICLE HISTORY: data menggunakan kuesioner peran perawat sebagai edukator dan kuesioner Brief
Perception Received Questionnaire (BIPQ). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
dengan May 01, 2020 tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang
ra peran Revised perawat sebagai edukator dengan persepsi sakit (p value: <0,001; r: -0,433).
sedang dan June 02, 2020 bersifat negatif yang berarti semakin tinggi nilai peran perawat sebagai edukator
endah nilai Accepted persepsi sakit. Semakin baik peran perawat sebagai edukator, semakin positif
n tentang June 04, 2020 penyakit, yang berarti semakin sedikit ancaman penyakit yang dirasakan oleh
di ini Published menunjukkan bahwa perawat harus dapat meningkatkan penyediaan pendidikan
uk pasien June 20, 2020 dengan DM tipe 2 sehingga pasien dapat memiliki persepsi positif terhadap

etes melitus tipe 2, peran perawat sebagai edukator, persepsi sakit

ABSTRACT

Patients with type 2 diabetes mellitus will describe their illness based on what is in
their minds to understand related problems. Illness perception can be improved
through health education by nurses about how to manage the illness and self-care
management. This study aimed to analyze correlation between the role of nurse as
educator and illness perception in patients with type 2 diabetes mellitus. This
research applied an observational analytic design with cross sectional approach. A
total of 112 respondents were obtained by using consecutive sampling technique.
Data collection was conducted by administering questionnaires of Role of Nurse as
Educator and Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ). Data analysis was
performed with Spearman-rank correlation test with significance level of 0,05. The

JPKI 2020 volume 6 no. 1 68


Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

result showed a significant correlation between the role of nurse as educator and illness perception (p value:
<0,001; r: -0,433). The correlation was moderate and negative which means the higher the value of the role of nurse
as educator, the lower the value of illness perception. The better the role of the nurse as educator, the more positive
the patient’s perception about the illness, which means the less threatening

66
the illness is perceived by the patients. This study indicates that nurses should be able to improve the provision of
health education to patients with type 2 diabetes mellitus so that patients can have positive perceptions of the
illness.

Keywords: type 2 diabetes mellitus, role nurse as educator, illness perception

JPKI 2020 volume 6 no. 1 69


PENDAHULUAN
Secara global terdapat 425 juta pengidap diabetes dan akan ada 629 juta pengidap diabetes
di dunia pada tahun 2045 dan Indonesia merupakan negara dengan urutan keenam di dunia
setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang diabetes
dengan usia 20-79 tahun kurang lebih yaitu 10,3 juta orang (International Diabetes Federation,
2017). Di Indonesia diketahui terjadi peningkatan kejadian DM yang sangat signifikan pada 2013-
2018 yaitu dari 6,9% menjadi 8,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Pada tahun 2012
berdasarkan laporan tahunan rumah sakit di wilayah Jawa Timur menjelaskan bahwa pada rumah
sakit tipe C, DM adalah penyakit terbanyak kedua yang tidak menular setelah hipertensi (Dinas
Kesehatan Jawa Timur, 2013). Pasien DM rawat jalan di Kabupaten Jember dapat mencapai
17,49% dan merupakan peringkat ketiga setelah penyakit ISPA dan hipertensi primer (Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember, 2014).
Melihat dari peningkatan dan tingginya jumlah pasien DM tipe 2 dapat disimpulkan bahwa
penyakit tersebut masih menjadi suatu ancaman sehingga perlu dilakukan sebuah
penatalaksanaan yang efektif agar tidak menjadi lebih kompleks. Permasalahan yang dialami
pasien DM tipe 2 dapat dikurangi apabila pasien mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang
maksimal dalam mengontrol penyakitnya (Smeltzer & Bare, 2002). Pengetahuan dapat
membentuk pengalaman terhadap persepsi dan membantu mengenali stimulus yang muncul yang
nantinya akan menjadi persepsi (Trisnaniyanti, Prabandari, & Y, 2010). Seseorang yang sedang
menghadapi suatu penyakit, seseorang tersebut akan menggambarkan penyakit tersebut seperti
apa yang ada didalam pikirannya untuk menanggapi dan memahami masalah yang sedang
dihadapinya (Ibrahim, Desa, & Chiew-Tong, 2011). Persepsi sakit telah diidentifikasi dalam
beberapa studi sebagai faktor signifikan yang mempengaruhi praktik perawatan diri, tekanan
psikologis dan dampak kesehatan lainnya diantara penderita DM tipe 2 (Kugbey, Oppong Asante,
& Adulai, 2017).
Sebagai upaya untuk meningkatkan persepsi yang lebih baik terhadap penyakit, maka
seseorang diperlukan suatu penatalaksanaan yang efektif. Salah satu penatalaksanaan yang efektif
terhadap pasien DM adalah dengan pemberian edukasi sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
pengelolaan DM. Dalam pemberian edukasi diperlukan peran serta edukator salah satunya yaitu
melalui perawat (PERKENI, 2015). Perawat sangat berperan dalam mempengaruhi kesehatan pasien
sehingga pasien dapat mencapai peningkatan derajat kesehatan (Suryadi, 2013). Perawat
memberikan edukasi kesehatan kepada pasien DM mengenai bagaimana melakukan perawatan diri
dan perubahan gaya hidup (Gao et al., 2013). Informasi yang diberikan oleh perawat tentang penyakit
akan menambah pengetahuan seseorang terhadap penyakitnya dan persepsi yang muncul dapat
memberikan informasi
(Notoatmodjo, 2012).
Pentingnya perawat sebagai edukator dalam memberikan pendidikan diabetes kepada pasien
dapat memperbaiki kesalahpahaman terkait penyakit mereka (Strauss, Rosedale, & Kaur, 2016).
Edukasi yang didapatkan oleh pasien DM dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai dan
memperoleh pemahaman tentang pengetahuan kesehatan dan memahami kondisi mereka.
Pemberian edukasi yang dilakukan oleh perawat dapat memunculkan persepsi yang dapat
menentukan perilaku kesehatan seseorang terhadap penyakitnya (Boonsatean, Rosner, Carisson, &
Ostman, 2016). Adapun tujuan dari penelitian untuk mengetahui hubungan peran perawat sebagai
edukator dengan persepsi sakit pada pasien DM tipe 2 Kabupaten Jember.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik bersifat cross sectional.
variabel yang digunakan yaitu peran perawat sebagai edukator sebagai variabel independent dan
persepsi sakit sebagai variabel dependen. Populasi dari penelitian ini diperoleh dengan melihat

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015•


Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

jumlah kasus pasien DM tipe 2 tahun 2019 sejumlah 2728 pasien dengan rata-rata per bulan
sebanyak 248 pasien. Teknik sampling yang digunakan yaitu non probability sampling menggunakan
consecutive sampling. Sampel penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 pada salah satu RS di kota
Jember yang memenuhi kriteria penelitian. Penentuan besar sampel menggunakan rumus Power
Analyses dengan aplikasi G*Power 3 yang diperoleh sebanyak 112 responden. Pengumpulan data
dilakukan pada tanggal 7 Januari – 27 Januari 2020 dengan kriteria inklusi yaitu pasien terdiagnosa
DM tipe 2, lama mengalami DM ≥ 3 bulan, kunjungan lebih dari sekali, berusia 20-79 tahun, dapat
berkomunikasi dengan baik, memiliki kesadaran penuh (compos mentis), dan bersedia menjadi
partisipan penelitian. Kriteria eksklusi yaitu memiliki penyakit penyerta seperti stroke, memiliki
keterbatasan fisik seperti buta atau tuli.
Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu berupa kuesioner. Terdapat tiga kuesioner yang
digunakan, kuesioner pertama yaitu data demografi responden yang meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, status pernikahan, dan lama menderita DM. Kuesioner kedua yaitu kuesioner peran
perawat sebagai edukator digunakan untuk mengukur peran perawat sebagai edukator. Kuesioner ini
terdiri dari 30 pertanyaan yang menggunakan skala likert 1-4. Pertanyaan berfokus pada
pengetahuan pasien tentang DM, perjalanan penyakit DM, penyulit penyakit DM, pemantauan gula
darah, pendidikan kesehatan, dan perawatan diri pasien DM (Fajrimi, 2013).
Kuesioner ketiga yaitu Brief Illness Perception Questionnaire (BIPQ) yang digunakan untuk
mengukur persepsi sakit. Kuesioner ini terdiri dari 9 pertanyaan, meliputi 8 pertanyaan menggunakan
skala semantic differential dengan rentang nilai 0-10 dan 1 pertanyaan deskriptif tentang 3 faktor
utama yang dapat menyebabkan DM. Pertanyaan berfokus pada persepsi mengenai pengaruh, waktu,
kontrol penyakit, pengendalian penyakit, pengalaman, perhatian, pemahaman, emosi, dan penyebab
(Bangga, 2016).
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 24. Setelah itu dilakukan analisa data
univariat dan bivariat. Uji univariat digunakan untuk membuat gambaran setiap variabel. Uji
bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel menggunakan uji Spearman-rank.
Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (No.702/UN25.8/KEPK/DL/2019). Pasien yang memenuhi
syarat sesuai dengan kriteria inklusi dan setuju menjadi responden diminta untuk menandatangani
lembar informed consent.

HASIL
Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 1 diketahui usia rata-rata responden adalah 58,17 tahun dengan standar
deviasi 8,415 dan durasi responden mengalami DM diketahui dengan nilai median 4 tahun. Durasi
lama DM paling singkat adalah 1 tahun dan paling lama adalah 23 tahun.
Tabel 2 menunjukkan jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu
67,9%. Tingkat pendidikan paling banyak adalah SMA yaitu 34,8%. Mayoritas responden berstatus
menikah yaitu sebanyak 81,25%. Jenis pekerjaan paling banyak yaitu Ibu Rumah Tangga sebanyak
27,7%.

Peran Perawat Sebagai Edukator


Tabel 3 menunjukkan nilai median peran perawat sebagai edukator adalah 57,00 dengan
nilai modus 55. Nilai modus berada pada posisi kuartil bawah mendekati ke nilai minimal, sehingga
menunjukkan bahwa responden menilai peran perawat sebagai edukator kurang baik. Dari Tabel 4
diketahui indikator dengan nilai tertinggi berada pada indikator pemantauan gula darah dengan
nilai median 3,00 dan terendah pada indikator penyulit penyakit DM dengan nilai median sebesar
1,00.

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 36
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

Persepsi Sakit
Tabel 3 menunjukkan nilai median persepsi sakit adalah 52,50 dengan nilai modus 49. Tabel
4 menunjukkan indikator dengan nilai tertinggi berada pada indikator pemahaman dengan nilai
median 8,00 dan terendah pada indikator pengendalian penyakit dengan nilai median 4,00. Tabel
5 menunjukkan 3 faktor utama penyebab DM menurut responden yaitu, pola makan 33%,
keturunan 31,3%, dan stress 24,1%.

Hubungan Peran Perawat Sebagai


Edukator dengan Persepsi Sakit
Hasil analisa data korelasi pada tabel 3 diperoleh hasil bahwa p <0,001, hal tersebut
menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara peran perawat sebagai edukator dengan
persepsi sakit pada pasien DM tipe 2 Kabupaten Jember. Korelasi (r) yang diperoleh sebesar -0,433
menunjukkan bahwa hubungan peran perawat sebagai edukator dengan persepsi sakit memiliki
korelasi yang negatif dengan kekuatan korelasi yang sedang.

Tabel 1. Rerata Responden berdasarkan Usia dan Lama Menderita DM pada Pasien DM Tipe 2
Kabupaten Jember (n=112)
Variabel Mean Median SD Min-Max
Usia (tahun) 58,17 58,00 8,145 32-73
Lama DM (tahun) 5,47 4,00 4,5 1-23

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status


Pernikahan, dan Pekerjaan pada Pasien DM Tipe 2 Kabupaten Jember (n=112)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin
Laki-laki 36 32,1
Perempuan 76 67,9
Tingkat Pendidikan Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan
Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, Status
Tidak Sekolah 0 0 Pernikahan, dan Pekerjaan pada Pasien DM Tipe 2
SD 29 25,9 Kabupaten Jember (n=112) (Lanjutan)
SMP 19 17,0
SMA 39 34,8 Variabel Frekuensi Persentase (%)
Perguruan Tinggi 25 22,3
Status Pernikahan
Menikah 91 81,25
Belum Menikah 0 0
Duda/Janda 21 18,75
Pekerjaan
Tidak Bekerja 22 19,6
Petani 0 0
Wiraswasta 15 13,4
Pegawai Swasta 8 7,1
PNS 21 18,8
TNI/POLRI 0 0
Ibu Rumah Tangga 31 27,7
Pensiunan 15 13,4

Tabel 3. Nilai Rerata dan Korelasi Peran Perawat sebagai


Edukator dan Persepsi Sakit pada Pasien DM
Tipe 2 Kabupaten Jember (n=112)

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 37
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

Variabel Median Modus Min-Max r P value Peran Perawat 57,00 55 37-97 sebagai Edukator -0,433 <0,001
Persepsi Sakit 52,50 49 21-69

Tabel 4. Nilai Rerata Indikator Variabel pada Pasien DM Tipe 2 Kabupaten Jember (n=112)
Indikator Variabel Median Min-Max
Peran Perawat Sebagai Edukator
Pengetahuan pasien tentang DM 2,00 1-3
Perjalanan penyakit DM 2,00 2-3
Penyulit penyakit DM 1,00 1-3
Pemantauan gula darah 3,00 2-4
Pendidikan kesehatan 2,00 1-4
Perawatan diri pasien DM 2,00 1-3
Persepsi Sakit
Pengaruh 7,00 2-9
Waktu 7,00 2-10
Kontrol Penyakit 6,00 1-8
Pengendalian Penyakit 4,00 1-8
Pengalaman 6,50 2-9
Perhatian 7,00 2-10
Pemahaman 8,00 2-9
Emosi 7,00 2-9

Tabel 5. Distribusi 3 Faktor Utama Penyebab Penyakit berdasarkan Persepsi Sakit pada Pasien DM Tipe 2
Kabupaten Jember (n=112)

Penyebab Jumlah Persentase (%)


Pola Makan 37 33
Keturunan 35 31,3
Stres 27 24,1

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Hasil penelitian diperoleh usia rata-rata responden adalah 58,17 tahun. Pada usia lanjut
cenderung terjadi peningkatan produksi insulin, retensi insulin serta gangguan sekresi insulin akibat
penuaan (Waspadji, 2011). Seseorang yang berusia >45 tahun mempunyai risiko lebih besar atas
terjadinya DM, yaitu karena faktor degeneratif yang menyebabkan intoleransi glukosa sehingga fungsi
tubuh akan menurun (Betteng, Pangemanan, & Mayulu, 2014).
Hasil penelitian diperoleh lama responden menderita DM memiliki nilai median 4 tahun dengan
rata-rata 5,47 tahun. Seseorang yang semakin lama menderita DM maka risiko akan komplikasi DM
juga akan semakin besar (Riyadi & Sukarmin, 2008). Durasi lama menderita DM yang terdiagnosa
sekitar 5-10 tahun akan mempengaruhi fungsi kelenjar pankreas sehingga akan menurunkan fungsi
dari sel beta dan akan memungkinkan terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2002).
Hasil penelitian diperoleh jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu
sejumlah 76 orang (67,9%). Perempuan berisiko lebih besar mengalami DM tipe 2 dikarenakan
perempuan mempunyai peluang lebih besar terjadinya peningkatan IMT (Allorerung, Sekeon, &
Joseph, 2016). Penurunan hormon estrogen pada saat menopause juga merupakan penyebab
banyaknya perempuan mengalami DM tipe 2, hal ini disebabkan karena menurunnya respon insulin
akibat hormon estrogen dan progesteron yang rendah (Meidikayanti & Wahyuni, 2017).
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Atas (SMA) yaitu sejumlah 39 orang (34,8%). Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan
pekerjaan seseorang. Individu yang berpendidikan tinggi sebagian besar bekerja kantoran dengan
aktivitas tergolong sedikit, sedangkan yang berpendidikan rendah biasanya bekerja sebagai petani

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 38
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

atau buruh yang aktivitasnya cukup (Irawan, 2010). Status sosial ekonomi juga dapat berpengaruh
terhadap gaya hidup dan perubahan perilaku sehingga mempengaruhi kejadian DM (Mongisidi,
2015).
Hasil penelitian diperoleh mayoritas responden memiliki status menikah yaitu
sejumlah 91 orang (81,25%). Status pernikahan dapat berkaitan dengan kejadian DM, karena status
pernikahan dipercayai berpengaruh terhadap gaya hidup atau kebiasaan dan aktivitas fisik serta pola
makan (Irawan, 2010).
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu
sejumlah 31 orang (27,7%). Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga merupakan jenis pekerjaan yang
aktivitas fisiknya tergolong ringan (Sukardji, 2009). Aktivitas ringan memiliki peluang risiko 6,2 kali
lebih besar dibandingkan dengan aktivitas fisik yang sedang dan berat dalam menderita DM tipe 2
(Sipayung, Siregar, & Nurmaini, 2018).

Peran Perawat Sebagai Edukator


Pengetahuan tentang penyakit DM merupakan sarana yang dapat membantu pasien dalam
melakukan penanganan terhadap DM (Nazriati, Pratiwi, & Restuastuti, 2018). Pengetahuan
tersebut dapat diperoleh salah satunya melalui tenaga kesehatan yaitu perawat. Seorang perawat
dapat berkontribusi dalam pemberian edukasi kepada pasien. Perawat memainkan peranan
penting dalam mendidik pasien untuk meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit DM serta
membantu mengelola perawatan pasien DM (Cable, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan nilai median peran perawat sebagai edukator adalah 57,00
dengan nilai modus 55. Nilai modus responden berada pada kuartil bawah mendekati nilai minimal,
sehingga berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa responden menilai peran perawat sebagai
edukator kurang baik. Penelitian lain juga menunjukkan mayoritas responden menilai peran
perawat sebagai edukator dalam kategori kurang baik sebanyak 85 orang (83,3%) (Pratiwi, 2018).
Peran perawat sebagai edukator yang kurang baik dapat dikaitkan dengan adanya suatu
hambatan yang membuat perawat masih kurang maksimal dalam menyampaikan edukasi kepada
para pasien. Hal ini karena kondisi di tempat penelitian jumlah tenaga perawat masih terbilang
kurang yaitu hanya terdapat dua orang perawat yang bertugas dengan lulusan S1 dan D3.
Kurangnya tenaga perawat dapat mempengaruhi peningkatan beban kerja, sehingga dalam
melaksanakan pemberian edukasi perawat hanya memiliki waktu yang singkat dan terbatas
(Manuho, Warouw, & Hamel, 2015). Dipengaruhi juga dengan beban kerja perawat yang tinggi,
karena perawat juga menulis dokumentasi asuhan keperawatan serta melayani administrasi
pasien. Apabila perawat memiliki beban kerja yang tinggi maka akan mempengaruhi terhadap
pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien (Werdani, 2016). Kurangnya perhatian pihak
manajerial terhadap edukasi pasien juga dapat menjadi faktor penghambat perawat dalam
menjalankan perannya sebagai perawat edukator, seperti belum adanya pemberian fasilitas
pelatihan tersertifikasi untuk perawat terkait edukasi DM, juga belum ada poli khusus untuk kasus
penyakit DM di tempat penelitian.
Selain itu, dalam memberikan edukasi kepada pasien, perawat sebagai edukator masih
kurang baik karena terdapat berbagai hal lain yang juga menjadi penghambat. Penghambat
perawat lainnya dapat berupa ketidak siapan perawat untuk memberikan pendidikan, pendidikan
perawat yang kurang memadai, karakter pribadi seorang perawat, serta waktu yang terbatas
dalam pelaksanaan edukasi kepada pasien. Pendidikan perawat yang kurang memadai serta sifat
individu perawat yang kurang kreatif dapat mempengaruhi kemampuan perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien. Ketidaksesuaian materi edukasi
yang diberikan oleh perawat juga tidak akan mendukung dalam proses edukasi
(Bastable, 2002).
Indikator terendah peran perawat sebagai edukator berada pada indikator penyulit
penyakit DM dengan nilai median sebesar 1,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa perawat jarang

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 39
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

sekali menjelaskan mengenai komplikasi, gejala, penyebab, bahaya, dan cara mengatasi apabila
kadar gula darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sementara itu, pemberian edukasi mengenai
hiperglikemia atau hipoglikemia beserta penatalaksanaannya dapat meningkatkan pemahaman
serta keyakinan pasien dalam mengelola penyakit DM yang disandangnya seperti mengatur diet
dan latihan fisik (Ernawati, Suharto, & Dewi, 2015).
Indikator tertinggi peran perawat sebagai edukator berada pada indikator pemantauan gula
darah dengan nilai median sebesar 3,00. Hal ini menandakan bahwa perawat terbilang sering dalam
memberi edukasi mengenai pemantauan gula darah. Hal tersebut didukung dengan kerutinan
perawat dalam menginstruksikan kepada para pasien untuk melakukan cek gula darah terlebih
dahulu untuk dapat mengetahui perkembangan kadar gula darah dari pemeriksaan sebelumnya.
Pengetahuan serta motivasi yang didapatkan melalui edukasi oleh perawat dapat mendukung
kepatuhan dan disiplin pasien DM dalam mematuhi diet, aktivitas dan pengobatan untuk mencapai
glukosa darah yang terkontrol (Jasmani & Rihiantoro, 2016). Upaya deteksi dini pemantauan gula
darah secara teratur harus dilakukan karena upaya tersebut dapat mencegah terjadinya komplikasi
diabetes (Lathifah, 2017).

Persepsi Sakit
Hasil penelitian menunjukkan nilai median persepsi sakit adalah 52,50 dengan nilai modus 49.
Pada kuesioner B-IPQ semakin tinggi skor nilai yang diperoleh responden maka menunjukkan
persepsi terhadap penyakitnya semakin buruk. Diketahui pada penelitian ini nilai persepsi sakit
berada diatas 40, dimana menurut instrumen BIPQ merupakan batas tengah dengan rentang nilai 0
sampai 80, yang berarti pasien masih menganggap bahwa penyakit diabetes sebagai suatu yang
mengancam bagi kesehatan. Persepsi sakit mempengaruhi perilaku terkait kesehatan pada pasien
untuk mengelola penyakitnya dan mungkin akan berdampak pada hasil penyakit. Hasil penyakit
berkaitan dengan persepsi seseorang terhadap penyakit tersebut, hal tersebut disebabkan bahwa
kepatuhan dalam perawatan diri tergantung dari representasi pasien mengenai penyakit dalam hal
apakah penyakit tersebut dapat dipahami, dikendalikan, dan disembuhkan
(Kugbey et al., 2017).
Indikator tertinggi persepsi sakit berada pada indikator pemahaman dengan nilai median
sebesar 8,00. Semakin tinggi skor nilai pada indikator pemahaman berarti pasien memiliki
pemahaman yang kurang baik terhadap penyakitnya. Dalam membentuk kesadaran akan penyakit
maka diperlukan pemahaman dan pengetahuan yang baik untuk mencapai persepsi yang positif
(Sudarsono & Suharsono, 2016). Pemahaman pasien yang baik mengenai penyakit DM tipe 2
dikaitkan dengan peningkatan status kesehatan, karena ketika pasien memahami akan penyakitnya
pasti diikuti dengan perubahan perilaku menjadi lebih baik untuk mengelola penyakitnya (Vos et al.,
2018). Tingginya skor indikator pemahaman dalam penelitian didukung dengan responden mengaku
belum terlalu memahami terkait DM tipe 2 beserta penanganannya, sehingga memungkinkan pasien
memiliki persepsi yang buruk terhadap penyakitnya.
Indikator terendah persepsi sakit berada pada indikator pengendalian penyakit dengan nilai
median sebesar 4,00. Semakin rendah skor nilai pada indikator pengendalian penyakit berarti pasien
mempercayai bahwa pengobatan yang diberikan dapat mengendalikan penyakitnya. Adanya persepsi
yang tepat mengenai penyakit DM tipe 2 pada pasien dapat meningkatkan keberhasilan dalam
pengobatan serta membantu memperlancar proses kesembuhan (Rahmah, 2016). Individu yang
memiliki persepsi yang baik terhadap penyakitnya akan patuh dengan pengobatan yang dijalankan
(Chew, Vos, Stellato, & Rutten, 2017).
Hasil penelitian didapatkan tiga faktor utama penyebab DM tipe 2 diantaranya adalah pola
makan, keturunan, dan stres. Seseorang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang
berisiko seperti makanan manis dan berlemak akan berpeluang 3 kali lebih besar memiliki kadar gula
darah tidak terkontrol (Nur, Fitria, Zulhaida, & Hanum, 2016). Pola makan menjadi peranan penting
bagi pasien DM, oleh karena itu pasien DM perlu menjaga aturan pola makan guna mengendalikan
kadar gula darah agar tetap terkontrol (Susanti & Bistara, 2018).

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 40
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

Seseorang berisiko untuk terkena DM sebesar 15% apabila mempunyai riwayat hanya dari satu
orang tua yang terkena DM, dan sebesar 75% apabila mempunyai riwayat dari kedua orang tua
terkena DM (Isnaini & Ratnasari, 2018). Risiko terkena DM oleh riwayat ibu lebih besar 10-30%
dibandingkan dengan riwayat DM dari ayah, dikarenakan ketika dalam kandungan penurunan gen
lebih besar dari ibu dibanding dari ayah (Santosa, Trijayanto, & Endiyono, 2017).
Kadar gula darah seseorang yang meningkat dapat dipicu dengan adanya stres, sehingga
penyakit DM pada seseorang akan semakin buruk apabila tingkat stres yang dialami semakin tinggi
(Derek, Rottie, & Kallo, 2017). Dengan adanya stres, kerja metabolisme serta kebutuhan akan
sumber energi akan meningkat yang dapat berakibat peningkatan kerja pankreas, sehingga
pankreas akan mudah rusak akibat tingginya beban kerja dan akhirnya berdampak pada
menurunnya insulin (Riyadi & Sukarmin, 2008).

Hubungan Peran Perawat Sebagai


Edukator
Dengan Persepsi Sakit Pada Pasien DM
Tipe 2
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara peran perawat sebagai edukator
dengan persepsi sakit pada pasien DM tipe 2 Kabupaten Jember. Peran perawat sebagai edukator
dengan persepsi sakit pada pasien DM tipe 2 memiliki hubungan signifikan dengan keeratan yang
sedang. Pengetahuan tentang DM dapat membantu pasien meningkatkan persepsi terhadap
penyakitnya. Pengetahuan dapat membentuk pengalaman terhadap persepsi dan membantu
mengenali stimulus yang muncul yang nantinya akan menjadi persepsi (Trisnaniyanti et al., 2010).
Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui edukasi pada pasien DM (Islam et al., 2015). Pemberian
pendidikan kesehatan mempunyai pengaruh dalam meningkatkan pengetahuan pasien DM tipe 2
(Mutoharoh, 2017). Pendidikan kesehatan diberikan oleh seorang perawat yang diyakini mampu
mendidik, memotivasi, dan membantu mengelola perawatan pasien DM. Adanya pemberian
pendidikan kesehatan bertujuan untuk mendukung dan memberdayakan pasien DM agar mandiri
serta menghindari terjadinya komplikasi lebih lanjut (Cable, 2016).
Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa DM tipe 2 merupakan penyakit menahun
yang memerlukan perilaku penanganan seumur hidup, sehingga pasien DM sangat membutuhkan
peran perawat sebagai edukator untuk melakukan manajemen diri terhadap DM (Fajrimi, 2013).
Pemberian edukasi yang terkonsep dengan baik, komprehensif, dan sesuai dengan kebutuhan
mampu mengubah perilaku kesehatan menjadi lebih baik (Bastable, 2002). Edukasi kesehatan
yang diberikan pada pasien DM dapat menciptakan status kesehatan menjadi lebih baik, karena
pengetahuan yang didapatkan melalui edukasi kesehatan merupakan pedoman pasien dalam
melaksanakan perawatan diri terhadap DM. Selain itu, edukasi kesehatan juga mampu
meningkatkan pengetahuan pasien dan membentuk pengalaman sehingga dapat memberikan
pemahaman mengenai penyakit. Adanya pemahaman yang baik terhadap penyakit akan
membentuk persepsi positif dan akan membuat pasien tersebut bersedia untuk melakukan
perawatan secara maksimal (Ibrahim et al., 2011).
Dengan upaya perawat melakukan suatu edukasi melalui pendidikan kesehatan tentang DM
kepada pasien maka akan memunculkan persepsi positif pada pasien (Livne, Peterfreund, & Sheps,
2017). Peningkatan persepsi positif dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, dengan
menstimulasi persepsi pasien mengenai penyakit menjadi lebih positif melalui pendidikan
kesehatan oleh perawat akan mampu meningkatkan pengendalian terhadap penyakit, sehingga
pasien dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik (Kosse dkk., 2019).
Penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara peran perawat
sebagai edukator dengan persepsi sakit pada pasien DM tipe 2. Pemberian edukasi melalui
pendidikan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan persepsi terhadap penyakit menjadi lebih

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 41
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

positif. Oleh sebab itu, seorang perawat memiliki peran penting dalam proses penyesuaian diri
pasien DM dengan memberikan edukasi mengenai penyakit DM serta memberikan penjelasan
tentang pentingnya perawatan diri terhadap DM agar dapat memperbaiki kesalahpahaman dan
meningkatkan pemahaman mengenai penyakit DM tipe 2, sehingga pasien DM tipe 2 merasa
percaya diri dalam mengendalikan penyakit mereka dan mencapai manajemen diri yang efektif.

SIMPULAN
Terdapat hubungan yang signifikan antara peran perawat sebagai edukator dengan persepsi
sakit pada pasien DM tipe 2 Kabupaten Jember. Arah korelasi negatif memiliki makna bahwa semakin
baik peran perawat sebagai edukator maka persepsi semakin positif dan pasien menganggap bahwa
sakit yang dialaminya tidak mengancam bagi kesehatannya. Tenaga kesehatan khususnya perawat
dapat meningkatkan pemberian edukasi kesehatan yang tepat berkaitan dengan penyakit DM tipe 2
dengan tujuan pasien dapat memperbaiki kesalahpahaman dan meningkatkan pemahaman tentang
kondisi penyakit agar persepsi pasien terhadap penyakit menjadi lebih positif sehingga pasien dapat
meningkatkan pengendalian terhadap penyakit dan mencapai manajemen diri yang efektif.

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN
DIET PADA PASIEN DM TIPE2 DI IRNA NON BEDAH PENYAKIT
DALAM RSUP DR.M. DJAMIL PADANG TAHUN 2014
Effect of Health Education On Dietary Obedience In Patients with DM Type 2
in Dr. M. Djamil Hospital, Padang 2014

Hendra Harwadi1, Kusman Ibrahim2, Helmi Hayaty3


1
Universitas Padjajaran

ABSTRACT
Diabetes Mellitus is a degenerative disease that has become a health problem in the world. The
prevalence of this disease is increasing in developing countries, including Indonesia. Uncontrolled
blood sugar and further complications may be influenced by the patient's behavior and lifestyle.
Disobedience in implementing the diet is one of the problems for Diabetic patients. One of the nursing
interventions that can be used to overcome the disobedience of the diet is to provide health education
on dietary management. The purpose of this study was to determine the effect of health education on
dietary obedience in patients with Diabetes Mellitus in Irna Non Bedah Penyakit Dalam, Dr. M.
Djamil Hospital. The type of research is a Quasi-Experimental by using One Group Pre-Post Test
Design, 15 people as samples were taken by Purposive Sampling Method. Data collection was
conducted on 01 February 2014 to 05th March 2014. The statistical test used is Wilcoxon signed rank
test. The results show that there is an increased obedience of patients in implementing Diabetic diet
(the right amount, the right type, and the right schedule) after a given health education (p = 0.002). As
a conclusion, giving the health education about the implementation of the diet can improve dietary
obedience in patients with Diabetes Mellitus who are undergoing treatment. It is expected that the
implementation of health education can be done intensively in health services in Dr. M. Djamil
Hospital as anticipation of further complications due to disobedience in implementing the diet.

Keywords: health education, dietary compliance, diabetes mellitus

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 42
Anggraeni, N.C., Widayati, N., & Sutawardana, J.H. | Peran Perawat sebagai Edukator terhadap Persepsi...

PENDAHULUAN jumlah penderita Diabetes Militus di dunia


Diabetes Melitus merupakan tahun 2011 sebanyak 346 juta orang, dan
sekelompok kelainan heterogen yang diperkirakan akan mengalami peningkatan
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah tahun 2030 menjadi 552 juta orang. Data dari
Perkumpulan Endokrin Indonesia3, Indonesia
atau hiperglikemia dengan gejala sangat bervariasi, akan mengalami kenaikan jumlah penyandang
seringkali gejala tidak dirasakan atau tidak disadari DM dari 7,0 juta orang menjadi 12,0 juta orang
oleh penderita, seperti poli uria pada tahun 2030. Prevalensi DM tipe 2 di
(banyak berkemih), polipagi Indonesia mencapai hampir 80%4.
(banyak makan), polidipsi (banyak Menurut World Health Organization
5
minum), kesemutan dan berat badan menurun 1. (WHO) , Jumlah penderita Diabetes Melitus di
Diabetes Melitus dalam jangka waktu yang lama Indonesia akan meningkat menjadi 21,3 juta
akan menimbulkan rangkaian gangguan orang pada tahun 2030, dan berada pada
metabolik yang menyebabkan kelainan patologis posisi keempat setelah Amerika Serikat, Cina
makrovaskular seperti infark miocard, stroke serta dan India6. Hasil penelitian Departemen
penyakit vaskuler ferifer dan juga kelainan Kesehatan yang dipublikasikan pada tahun
mikrovaskular (penyakit ginjal dan mata). Prevalensi 2008 menunjukkan angka prefalensi DM di
penderita Diabetes Melitus dari tahun ketahun Indonesia sebesar 5,7 % yang berarti lebih dari
cenderung mengalami peningkatan. 12 juta penduduk Indonesia saat ini menderita
Berdasarkan data dari Badan Federasi Diabetes DM.
Internasional (IDF)2,

K35UNINGAN 34

JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA KUNINGAN - VOL. 04 NO. 02 JULI-DESEMBER 2015• 43
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

Dalam melakukan penanganan terhadap penderita Diabetes Melitus dikenal dengan adanya lima pilar utama,
yaitu pendidikan kesehatan, perencanaan diet, latihan jasmani, farmakologi dan pemantauan gula darah.
Perencanaan diet merupakan salah satu bagian dari lima pilar utama untuk mempertahankan kadar gula darah
agar tetap mendekati normal dan terkontrol dalam penatalaksanaan DM. Penerapan diet ini merupakan salah
satu komponen dalam keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus, akan tetapi seringkali menjadi kendala
pada pelayanan Diabetes karena dibutuhkan kepatuhan dan motivasi pasien itu sendiri 7.
Hasil penelitian Jansink (2010), mengatakan bahwa pasien Diabetes Melitus memiliki pengetahuan yang
terbatas dari gaya hidup sehat dan wawasan prilaku yang kurang serta tidak memiliki motivasi untuk merubah
gaya hidup dan disiplin dalam mengatur diet mereka. Pasien Diabetes Melitus menunjukkan kesulitan untuk
mengatur sendiri perilaku diet mereka yang salah satunya disebabkan oleh faktor ketidaktahuan atau
kurangnya informasi.
Kepatuhan terhadap pemenuhan aturan diet pada penderita DM merupakan tantangan yang berat bagi pasien
karena dibutuhkan perubahan dari kebiasaan dan prilakunya. Kepatuhan merupakan ketaatan seseorang dalam
melaksanakan sesuatu kegiatan yang telah ditentukan, juga dorongan dari dalam diri seseorang untuk
mematuhi atau menuruti apa yang sudah diperintahkan 8. Salah satu cara untuk mengatasi akibat lanjut dari
Diabetes Melitus adalah dengan cara penerapan diet DM. Namun sampai saat ini banyak ditemukan penderita
yang tidak patuh dalam pelaksanaan diet. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lestari dkk (2013) pada
penderita DM di Puskesmas Maradekaya Kota Makasar, didapatkan sebagian besar responden (89,7%) tidak
patuh terhadap diet yang seharusnya bagi penderita Diabetes. Ketidak patuhan pasien dalam melakukan diet
Diabetes Melitus dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi yang dimiliki pasien, dukungan keluarga dan
pengetahuan tentang manfaat dari pelaksanaan diet Diabetes Melitus. Untuk mengatasi ketidakpatuhan
tersebut, pendidikan kesehatan bagi penderita Diabetes Melitus beserta keluarganya sangat diperlukan, karena
penyakit Diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup 9.
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan prilaku tersebut
bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau
masyarakat sendiri. Pendidikan kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam pengelolaan Diabetes
Melitus. Penderita Diabetes Melitus perlu mengetahui dengan benar mengenai penatalaksanaan diet yang
harus dijalankan10.
Hasil penelitian pendidikan kesehatan
Okawa (2011)11 mengatakan bahwa penderita Diabetes Melitus yang mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang penyakitnya kemudian mengubah perilaku dan gaya hidupnya, akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya, sehingga penderita dapat hidup lebih lama dan meningkatkan kualitas hidupnya. Setelah penderita
diberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan diharapkan pengetahuan penderita tentang penyakit serta
kepatuhan penderita dengan dietnya akan meningkat sehingga penderita memiliki motivasi dan menunjukkan
perilaku dalam mengontrol kadar glukosa darahnya.
Hasil penelitian Sari (2012) 12 pada pasien Diabetes Melitus diPoliklinik Khusus Penyakit Dalam RSUP Dr. M
Djamil Padang, 70 % dari responden tidak secara rutin melakukan diet teratur dan mereka melakukan
pengaturan diet apabila mereka sudah merasa lemah, pusing dan tidak enak badan. Studi pendahuluan peneliti
yang didapat dari Medical Record RS. Dr. M. Djamil Padang, sebagai rumah sakit rujukan di Sumatera Barat
dan sekitarnya menunjukkan jumlah kasus diabetes melitus pada tahun 2010 adalah sebanyak 690 kasus,
meningkat pada tahun 2011 menjadi 768 kasus dan pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi 815 kasus.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa selama 3 tahun berturut-turut terjadi peningkatan kasus Diabetes
Mellitus di RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Berdasarkan survey awal dan hasil wawancara dari 10 orang penderita DM, 70% penderita yang dirawat di
Penyakit Dalam adalah pasien yang berulang dengan masa rawatan yang lebih panjang dari seharusnya, dan
berdasarkan pengalaman peneliti sendiri selama berdinas di penyakit dalam melalui observasi didapat bahwa
pasien tidak mematuhi aturan diet yang diberikan oleh bagian gizi baik dalam bentuk jumlah, jenis dan jadwal
makan, sehingga memberikan dampak negatif pada hasil gula darah penderita Diabetes itu sendiri.
Dari permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk melakuan penelitian tentang pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus di Irna Non Bedah
91
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

Penyakit Dalam RS DR. M. Djamil Padang

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adlah Quasi eksprimen dengan pendekatan “one group pre-post test design”, dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien
Diabetes Melitus.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang dirawat di Irna Non Bedah
Penyakit Dalam Rs. Dr. M. Djamil Padang.. Sampel pada penelitian ini dikelompokkan kedalam Non Probability
Sampling, pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Jumlah sample
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 15 orang, ini sesuai dengan jumlah yang ditetapkan oleh
Sugiono (2010)13 bahwa penelitian eksperimen sederhana jumlah sampel antara 10 sampai 20 orang ada pun
yang menjadi kriteria dari sampel tersebut
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, sistematis) sehingga lebih mudah diolah
maka instrumen yang digunakan adalah SAP untuk pelaksanaan pendidikan kesehatan dan lembaran observasi
untuk menilai tingkat kepatuhan.
Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh antara variable independen (pendidikan kesehatan) dengan
variable dependen (kepatuhan diet penderita Diabetes Mellitus), apakah variable tersebut memiliki hubungan
yang signifikan atau tidak. Sebelum dilakukan analisis bivariat perlu dilakukan uji normalitas untuk melihat
distribusi data yang di uji. Uji normalitas menggunakan Shapiro- Wilk test karena jumlah sampel kecil. Jika
interprestasi nilai p (> 0,05) , berarti data berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji
Dependen T test, namun bila interprestasi data dengan nilai p (<0,05), berarti data tidak berdistribusi normal,
maka uji hipotesis yang dilakukan adalah uji Wilcoxon.

HASIL
Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekwensi kepatuhan

Tabel 1. Distribusi Frekwensi Responden


Berdasarkan Jenis Kelamin, Ting-kat Pendidikan dan Pekerjaan

Karakteristik Kriteria F %

Jenis kelamin Laki-laki wanita 10 66,7


5 33,3
Jumlah 15 100
Tingkat PT/ Akademi 2 13,3
Pendidikan SMA/
Sederajat 8 53,3
SMP/ Sederajat
SD/ Sederajat
2 13,3

3 20
Pekerjaan Bekerja 9 60
Tidak bekerja 6 40

Jumlah 15 100

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat dari 15 orang Responden penelitian, proporsi pasien berdasarkan
jenis kelamin lebih banyak pasien laki-laki (66,7%),dari pasien perempuan .Selanjutnya berdasarkan tingkat
pendidikan lebih dari separuh pasien (53,3%) dengan pendidikan SMA. Proporsi responden di lihat dari
92
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

pekerjaan lebih dari separuh yaitu 9 pasien (60%) adalah bekerja.

Tabel 2. Rata-rata Frekwensi Responden


Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Diet
Diabetes Melitus Sebelum dan Sesudah
Pemberian Pendidikan Kesehatan

Waktu Mean SD Max Min


Pre test 3,40 .632 4 2
Post test 5,73 1.486 8 3
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan ratarata kepatuhan diet pasien Diabetes terhadap diet Diabetes Melitus
sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu 3,40 dengan standar deviasi ±.632 dan rata-rata kepatuhan
pasien Diabetes Melitus Terhadap diet sesudah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 5,73 dengan standar
deviasi ±1.486.

Tabel 3. Distribusi Responden


Berdasarkan Kepatuhan Ter-hadap Jumlah, Jenis dan Jadwal Diet Sebelum dan Sesudah Pemberian Pendidikan
Kesehatan
Sehari Pre test Post test

Jml Jenis Jdwl Jmh Jenis Jdwl


% % % % % %
Pagi 33,3 46,6 33,3 60 66,6 73
Siang 60 86 40 80 93 53,3

Malam 13,3 13,3 13,3 40 53,3 53,3

Dari Tabel 3 menunjukan hasil penelitian bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan
kesehatan terhadap kepatuhan diet Diabetes Melitus dilihat dari segi jumlah persentasi yang tertinggi yaitu
pada siang hari (60%), terhadap jenis persentasi tertinggi pada siang hari (86%) dan kepatuhan terhadap jadwal
persentasi tertinggi pada siang hari (40%). Setelah diberikan pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
Diabetes Melitus dilihat dari segi jumlah persentasi yang tertinggi yaitu pada siang hari (66,6%), terhadap jenis
persentasi tertinggi pada siang hari (93%) dan kepatuhan terhadap jadwal persentasi tertinggi pada pagi hari
(73%).

Tabel 4. Distribusi Responden


Berdasarkan Kepatuhan Terhadap Diet
Diabetes Melitus Sebelum dan Sesudah Pemberian Pendidikan Kesehatan.

Kepatuha Sebelu Persentas Sesuda Persentas


n m i h i
terhadap
diet DM
f % f %
Responden 0 0 12 80
yang patuh
Responden 15 100 3 20
yang

tidak
patuh

93
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

Jumlah 15 100 15 100

Dari tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang
kepatuhan diet pada pasien DM tidak ada pasien yang patuh terhadap diet DM, sedangkan setelah diberikan
pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien DM dari 15 responden yang sama dapat dilihat
pengaruh 12 orang (80%) responden patuh dalam melaksanakan diet DM.

Analisa Bivariat
Sebelum analisa bivariat, dilakukan terlebih dahulu uji normalitas Shapiro Wilk untuk menentukan uji
yang akan digunakan. Jika data berdistribusi normal dilakukan uji Dependen T-test, jika data tidak berdistribusi
normal dilakukan uji Wilcoxon.
Dari uji normalitas Shapiro Wilk untuk frekuensi kepatuhan terhadap jumlah, jenis dan jadwal diet pasien
diabetes melitus sebelum dan sesudah intervensi, didapatkan seluruh nilai p < 0,05, maka sebaran data tidak
berdistribusi normal. Maka uji yang digunakan untuk data berpasangan yaitu Uji Wilcoxon.

Tabel 5 Hasil Uji Rerata Kepatu-han Diet pada Pasien Diabetes Melitus Sebelum dan
Sesudah Pendidikan Kesehatan

Waktu n Mean Rank P value


Pretest dan Postest
negatif 0 0,00
Positif 12 6.50 0,002
Ties 3
Total 15

Sumber : Hasil Penelitian 2014

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
p= 0,002 (p<0,05), maka terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan terhadap diet pada
pasien Diabetes Melitus di Ruang Irna Non Bedah Penyakit Dalam RS Dr.M.Djamil Padang Tahun 2014.

PEMBAHASAN
Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Sebelum Diberikan Pendidikan
Kesehatan Tentang Kepatuhan Diet

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 15 responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan terhadap
kepatuhan diet Diabetes Melitus rata-rata kepatuhan pasien terhadap jumlah ( pagi 33,3%, siang 60% dan
malam 13,3%), terhadap jenis (pagi 46,6%, siang 86% dan malam 13,3%) dan kepatuhan terhadap jadwal (pagi
33,3%, sore 40% dan malam 13,3%). Persentasi kepatuhan yang terendah untuk jumlah, jenis dan jadwal yaitu
pada malam hari, dan persentasi yang tertinggi yaitu siang hari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laili dkk (2013) 14 bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan terdapat
66% responden tidak patuh, 34% kurang patuh dan tidak ada responden yang patuh melaksanakan pengaturan
diet dengan benar. Ketidak patuhan penderita Diabetes Melitus tersebut disebabkan karena beberapa faktor
yang salah satunya ketidaktahuan penderita akan pengelolaan diabetes melitus.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, dari komponen pola diet diabetes yaitu 3J (tepat
jumlah, tepat jenis dan tepat jadwal), hampir seluruh responden ini tidak patuh, terutama terhadap jadwal,
padahal bagi penderita Diabetes Melitus dianjurkan untuk makan 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan
dengan interval waktu makan 3 jam. Ketidakpatuhan menjalankan diet dapat disebabkan beberapa alasan yaitu
94
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

tidak dapat mengendalikan nafsu makan, merasa telah terkontrol gula darahnya karena pemberian obat
Diabetes dari dokter sehingga merasa tidak perlu menjalankan diet dengan baik 15.
Pada prakteknya kepatuhan didefenisikan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan prilaku
yang disarankan oleh dokter atau para medis, sebagaimana yang disarankan bagi pasien Diabetes Melitus,
masih banyak pasien diabetes melitus yang mengalami kegagalan dalam pengobatan, hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor diantaranya tidak menjalani diet dengan baik 16. Komplikasi penyakit Diabetes Melitus
dapat timbul karna ketidakpatuhan dalam menjalankan program terapi adalah pengaturan diet, olah raga dan
penggunaan obat-obatan 18.
Menurut analisa peneliti bahwa persentasi kepatuhan diet pasien yang rendah pada malam hari disebabkan
karna pada malam hari pasien kurang terpantau, pengetahuan yang sedang tentang diet dan kurangnya
dukungan dari keluarga. Penatalaksanaan diet Diabetes ini sangat dipengaruhi dukungan keluarga. Menurut
Rahmat (2002)18 apabila dukungan keluarga baik maka pasien Diabetes Melitus akan patuh dalam
penatalaksanaan diet, sehingga penyakit Diabetes Melitus dapat terkendali.
Persentasi kepatuhan diet yang tertinggi pada siang hari disebabkan karna lebih terpantau oleh keluarga atau
tenaga kesehatan pada saat memberikan terapi insulin. Pengetahuan adalah domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, prilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan19.
Berdasarkan tingkat pendidikan 2 responden (13,3%) berpendidikan tinggi, 8 responden (53,3%) berpendidikan
SMA, 2 responden (13,3%) berpendidikan SMP dan 3 responden (20%) berpendidikan SD, dari hasil analisis
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan melakukan manajement diet yang berpendidikan SD, SMP,
SMA, PT. Temuan peneliti dalam melakukan penelitian bahwa latar belakang pendidikan baik yang rendah
maupun tinggi tidak mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan manajemen diet Diabetes. Beberapa bukti
menunjukan bahwa tingkat pendidikan pasien berperan dalam kepatuhan, tetapi memahami instruksi
pengobatan dan pentingnya perawatan mungkin lebih penting dari pada tingkat pendidikan pasien 20.
Perubahan pengetahuan terjadi pada responden dikarenakan adanya minat dan kesadaran dalam pengaturan
diet yang benar sebagai salah satu faktor dapat menurunkan gula darah dan menghindari komplikasi lebih
lanjut. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Roger dalam Efendi dkk (2009) 21 bahwa dengan adanya
pengkondisian pembelajaran akan terjadi perubahan prilaku seseorang dimulai dengan perubahan tingkat
pengetahuan yaitu timbul pengetahuan dan kesadaran (awareness).
Pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 penatalaksanaanya adalah mengikuti diit sesuai dengan jumlah
dan kalori yang dikonsumsi, mengikuti jadwal makan serta menghindari makan yang banyak mengandung
gula. Selain itu kesadaran untuk melakukan diet tepat jumlah, tepat jenis dan tepat jadwal yang berasal
dari diri sendiri akan menjadi obat yang baik untuk mengontrol kadar gula darahnya dan menghindari
terjadinya komplikasi.

Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Setelah Diberikan Pendidikan


Kesehatan Tentang Kepatuhan Diet

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada pasien Diabetes Melitus Diirna Non Bedah
Penyakit Dalam RS Dr. M. Djamil Padang, didapatkan peningkatan proporsi kepatuhan pasien Diabetes Melitus
setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu kepatuhan diet terhadap jumlah (pagi 60%, siang 80%, malam
40%), jenis (pagi 66,6%, siang 93% malam 53,3%) dan jadwal (pagi 73,3%, siang 53,3%, malam 53,3%). Hal ini
menunjukan bahwa intervensi pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet pada pasien Diabetes Melitus
dapat meningkatkan kepatuhan pasien menjalankan manajement diet. Hal ini membuktikan bahwa prilaku
patuh responden terhadap diet dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan tentang diet Diabetes yang diberikan
oleh peneliti.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Norris et al. (2002) 22 yang menyatakan bahwa pasien yang
menerima intervensi edukasi menimbulkan manajement Diabetes yang lebih baik. Manajement Diabetes
tersebut termasuk kepatuhan diet dan prilaku. Ketika pasien menerima pembelajaran pasien memiliki
kemampuan dan tahu bagaimana cara memanajement penyakit.
Pemahaman tentang diet adalah salah satu kemampuan penting yang perlu dimiliki pasien Diabetes
95
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

Melitus untuk keberhasilan pengobatan secara mandiri, karna diet merupakan pengobatan yang paling utama
sebelum olah raga dan obatobatan. Maka dari itu pengetahuan klien tentang penatalaksanaan penyakitnya
terutama dalam menjalani program diet diabetes harus ditekankan karena faktor ketidaktahuan dan
ketidakfahaman pangkal menuju komplikasi23.
Menurut Notoatmodjo (2007)24, metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Dalam penyuluhan kesehatan metode penyuluhan individu
lebih efektif digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai
masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet merupakan salah satu penatalaksanaan yang di lakukan
pada pasien Diabetes Melitus. Menurut berbagai penelitian, pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien diabetes melitus yang diberikan pada pasien diabetes melitus dapat meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakitnya ,meningkatkan kepatuhan dalam pola makan dan dapat mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut.

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien


Diabetes Melitus

Berdasarkan analisa penelitian didapatkan tingkat kepatuhan pasien sesudah diberikan pendidikan
kesehatan mengalami peningkatan menjadi 12 (80%) pasien Diabetes Melitus. Hasil uji statistik didapatkan nilai
p=0,002 (<0,05), maka dapat disimpulkan terdapat peningkatan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam
melaksanakan manajemen diit sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien Diabetes Melitus Diirna Non Bedah Penyakit Dalam di RSUP DR. M. Djamil Padang pada tahun 2014.
Hal ini membuktikan bahwa kepatuhan melaksanakan pola makan pasien Diabetes Melitus dipengaruhi oleh
pemberian pendidikan kesehatan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ariyanti (2012) 25 menyebutkan bahwa
pendidikan kesehatan manajemen diet di Puskesmas Kebonsari Surabaya dimana hasil penelitian ini dapat
menimbulkan kemampuan manajemen diri yang baik sehingga dapat meningkatkan perilaku kepatuhan diet
pada penderita Diabetes Melitus tipe 2. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Lukman (2010) 26 yang
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan tentang diet Diabetes berpengaruh sikap positif penderita Diabetes
Melitus Tipe 2 dalam pengelolaan Diabetes mandiri.
Pendidikan kesehatan merupakan proses mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal –
hal yang positif secara terencana melaui proses belajar, perubahan tersebut mencakup pengetahuan sikap dan
ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan ditunjukkan untuk menggugah
kesadaran meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesadaran,
bentuknya berupa pendidikan kesehatan 24.
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan salah satu
intervensi penatalaksanaan Diabetes Melitus saat masih dirawat maupun sebelum pasien pulang, pendidikan
kesehatan merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengelolaan
Diabetes Melitus.
Menurut analisa peneliti peningkatan kepatuhan 12 orang (80%), dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan
yang diberikan karena dengan pendidikan kesehatan yang diberikan kepada penyandang Diabetes dan keluarga
dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Menurut Febiger dikutip dalam Basuki. (2007) 27 Pengetahuan
tersebut akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka. Sehingga akhirnya pendidikan
kesehatan yang diberikan menjadi tujuan untuk perubahan prilaku penyandang Diabetes Melitus dan
meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas hidup. Sedangkan 3 responden (20%)
yang tidak mengalami peningkatan kepatuhan dapat disebabkan karna merasa telah terkontrol gula darahnya
karena pemberian obat Diabetes dari dokter sehingga tidak perlu menjalani diet dengan baik.
Ketidakpatuhan menjalankan diet ini dapat juga disebabkan karena penyandang Diabetes Melitus tidak
dapat menahan lapar. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai penurunan reaksi intra sel, dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
96
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

insulin dan mencegah terbentuknya dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
DM tipe 2 sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat yang akhirnya akan menimbulkan masalah sindroma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik yang
menimbulkan gejala lapar, kelelahan, irritabilitas, poliuri, polidipsi, infeksi dan pandangan mata kabur 28.
Pemberian pendidikan kesehatan yang teratur dengan materi yang sederhana, metode yang tepat,
pemberi materi yang adekuat dan waktu yang sesuai dengan waktu responden yang akan melakukan
rehabilitasi dapat meningkatkan pengetahuan responden. Di pengaruhi juga oleh faktor-faktor media dari
edukasi personal, dimana dalam pemberian pendidikan kesehatan secara individual peneliti menggunakan
leaflet tentang kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan responden secara sederhana dan mudah dibaca untuk
menambah wawasan dan informasi tentang diet Diabetes Melitus sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam mengelola diet dan merubah perilaku dan gaya hidup sehingga dapat mencegah terjadinya
komplikasi.
Peran perawat sangat penting dalam memfasilitasi kesehatan pasien secara umum termasuk mengidentifikasi
faktor resiko, menyediakan konseling, memberikan pendidikan kesehatan dan menegosiasi tujuan prilaku serta
mengatur follow up. Berdasarkan penelitian diatas pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien dan
keluarga dapat meningkatkan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan manajemen diet. Ini
sesuai dengan pernyataan Pender (2011)29 yang menjelaskan bahwa intervensi dapat mempengaruhi perilaku
kesehatan dan meningkatkan kepatuhan yang memiliki tujuan memperkuat dan membangun kesuksesan dalam
prilaku. Dengan demikian ketika kepatuhan diet dilaksanakan dapat menjadikan gula darah mendekati normal
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
kepatuhan diet pasien diabetes melitus di ruang Irna non bedah penyakit dalam RS. Dr.M. Djamil Padang 2014
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kepatuhan responden terhadap diet Diabetes Melitus sebelum mendapatkan pendidikan kesehatan rata-
rata 3.40 dengan standar deviasi . 632.
2. Kepatuhan responden terhadap diet diabetes melitus sesudah mendapatkan pendidikan kesehatan rata-
rata 5,73 dengan standar deviasi .1.486 Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet
pada pasien diabetes melitus di ruang irna non bedah penyakit dalam RS. Dr. M. Djamil Padang 2014
dengan hasil uji statikstik menggunakan uji Wicolxon didapat nilai p= 0,002 (p=<0,05).

Saran

Bagi Rumah Sakit diharapkan pendidikan kesehatan diharapkan dapat diberikan secara berkelanjutan
dalam meningkatkan kepatuhan terhadap diet pada pasien Diabetes Melitus.. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi pertimbangan bagi manajer pelayanan keperawatan untuk pendidikan kesehatan sebagai salah
satu intervensi keperawatan dan standar operasional prosedur dalam
penatalaksanaan pasien diabetes melitus
PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN UPAYA PENCEGAHAN DIABETES MELITUS
MELALUI PENDIDIKAN KESEHATAN

Fahrun Nur Rosyid1, Dian Hudiawati2, Beti Kristinawati3


1,2,3
Universitas Muhammadiyah Surakarta
fnr100@ums.ac.id1, dh202@ums.ac.id2, beti.kristinawati@ums.ac.id3

ABSTRAK
97
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

Prevalensi diabetes mellitus (DM) telah meningkat tajam baik di dunia maupun di Indonesia. DM dengan
hiperglikemia kronis dapat menyebabkan kelainan dan kegagalan di berbagai organ tubuh, terutama saraf,
jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan, upaya
pencegahan dan membentuk sikap positif tentang DM. Metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan adalah metode ceramah dan demonstrasi. Hasil kegiatan pendidikan kesehatan dengan model
ceramah dan demonstrasi memiliki dampak positif pada pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap peserta
tentang DM. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan
demonstrasi dapat meningkatkan pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap positif peserta terhadap DM.

Kata kunci: Pendidikan Kesehatan, Pengetahuan, Pencegahan, DM

98
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan masalah utama dengan prevalensi tinggi di dunia.
Diperkirakan 7% populasi dunia adalah penderita diabetes (Margolis, 2011). DM dengan
hiperglikemia yang kronis sering dikaitkan dengan kelainan dan kegagalan pada berbagai organ
tubuh khususnya syaraf, jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah (Liu dkk., 2013). Jumlah
penderita DM di seluruh dunia tahun 2013 sekitar 382 juta dan diperkirakan tahun 2035
meningkat 55% menjadi 592 juta, sedangkan di Asia Tenggara ada sekitar 72 penderita DM
(IDF, 2013). Di USA prevalensi pasien dengan DM tipe 2 diperkirakan > 30% dan kematian
pasien usia > 75 tahun akibat diabetes sekitar 70 % (Iqbal dkk., 2014). Di Indonesia pada tahun
2030 diperkirakan prevalensi DM mencapai 21,3 juta orang. Laporan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM
di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 6,9%. Prevalensi DM terdiagnosis di Indonesia
sebesar 2,1%. Di Provinsi Jawa Tengah, terdapat kasus penderita DM sejumlah 4,216 kasus.
Menurut data profil kesehatan Jawa Tengah 2016, diabetes merupakan penyakit tidak menular
dengan presentase tertinggi setelah hipertensi yaitu sebanyak 16,42%.
Setelah 74 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, di antaranya DM
meningkat dengan tajam. Berubahnya gaya hidup manusia karena adanya urbanisasi,
modernisasi, dan globalisasi telah menyebabkan terjadinya peningkatan Penyakit Tidak
Menular (PTM), salah satunya adalah DM. Penyakit tidak menular telah menjadi penyebab
utama kematian secara global pada saat ini (Shilton, 2013). Perubahan pola penyakit ini, sering
dikaitkan dengan perubahan cara hidup. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola
makan yang mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan dengan komposisi
makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit serat. Cara
hidup yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore kadang-kadang sampai malam
hari duduk di belakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau
berolahraga. Pola hidup “berisiko” seperti inilah yang menyebabkan tingginya angka DM
(Purnamasari, 2009). Di sisi lain, gaya hidup modern menyebabkan pilihan menu makanan yang
siap saji dan kurangnya aktivitas semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penderita DM.
Adanya peningkatan secara cepat penderita DM dapat meningkatkan beban sistem
kesehatan global (Bommer dkk., 2017; Lee, 2011). Peningkatan DM dapat menambah beban
pemerintah dan masyarakat karena biaya perawatan besar dan membutuhkan teknologi tinggi.
Biaya perawatan DM yang sangat besar, sehingga dapat menyebabkan kemiskinan
(pengeluaran katastropik). Selain itu, amputasi dan kematian yang disebabkan oleh DM juga
menyebabkan menurunnya kualitas hidup yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pembangunan kesehatan, sosial dan ekonomi. Tanpa upaya pencegahan DM yang signifikan,
maka angka morbiditas dan mortalitas serta permintaan pelayanan kesehatan akan terus
meningkat, didorong oleh gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik dan
pola diet yang tidak sehat serta merokok dan konsumsi alkohol. Risiko DM terus meningkat
karena adanya peningkatan proprosi dan jumlah penduduk dewasa dan usia lanjut yang rentan
terkena DM.
Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi atau perubahan pola penyakit yang
ditandai dengan adanya peningkatan kesakitan dan kematian akibat PTM seperti DM.
Sementara itu, kesakitan dan kematian akibat penyakit menular semakin menurun, walaupun

99
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

insiden dan prevalensinya masih tinggi. Kecenderungan kesakitan dan kematian akibat DM ini
menyebabkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tinggi, terutama pelayanan
rujukan di rumah sakit. Menurut laporan Kemenkes RI tahun 2015, DM menduduki peringkat
ke-6 sebagai penyebab kematian di dunia. Indonesia menempati urutan ke 7 di dunia. Data
Sample Registration Survey tahun 2014 melaporkan bahwa Diabetes merupakan penyebab
kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke
(21,1%) dan penyakit Jantung Koroner (12,9%).
Program pencegahan diabetes berdampak ekonomis dan dapat meningkatkan stabilitas
sistem kesehatan nasional (Icks dkk., 2007; DPPRG, 2012). Berdasarkan temuan ini, banyak
negara telah menerapkan program pencegahan diabetes sebagai kebijakan kesehatan
masyarakat utama (Ackermann dkk., 2015; Mensa-Wilmot dkk., 2017). Pendidikan kesehatan
sangat penting dalam pencegahan DM melalui pilihan makanan, nutrisi atau diet yang tepat
dan rasional, olahraga, tidak merokok dan konsumsi alkohol.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga Desa Gonilan Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah yang menderita DM diperoleh informasi bahwa mereka
kurang mengetahui faktor risiko dan pencegahan terjadinya DM, sehingga akan berdampak
pada perilaku yang berisiko. Permasalahan ini muncul karena partisipasi masyarakat dalam
kegiatan yang lakukan oleh instansi terkait (Puskesmas) yang kurang, sehingga masyarakat
tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang DM yang benar-benar dibutuhkan. Kegiatan
pengabdian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang pengetahuan dan upaya
pencegahan DM bagi masyarakat Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
Jawa Tengah terkait DM.

Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
DM
2. Meningkatkan upaya pencegahan masyarakat terhadap DM
3. Membentuk sikap positif masyarakat terhadap
DM

Manfaat
Melalui pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan upaya pencegahan
DM dengan diet yang tepat dan rasional, mengontrol kegemukan, tidak merokok dan konsumsi
alkohol serta meningkatkan aktivitas jasmani, terutama pada individu dengan berisiko tinggi
terkena DM. Selain itu, pendidikan kesehatan dapat membentuk sikap positif masyarakat
terhadap DM.

KAJIAN LITERATUR DAN


PEGEMBANGAN
HIPOTESIS
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan untuk membentuk seseorang untuk
berperilaku sehat. Adapun tujuan pendidikan kesehatan adalah: meningkatkan status
kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah
ada, mengoptimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit serta membantu pasien dan

100
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan dan pencegahan
sangat diperlukan untuk mencegah terkena DM. Pengetahuan dan upaya pencegahan yang
dapat dilakukan meliputi membuat perubahan gaya hidup, seperti pilihan diet yang tepat dan
rasional, olahraga, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.

METODE PELAKSANAAN
Metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan adalah metode ceramah
dan demonstrasi. Adapun tahapan pelaksanaannya sebagai berikut. Tahap pertama, persiapan
berkoordinasi dengan bidan desa, kepala desa dan tokoh masyarakat. Tahap kedua, metode
ceramah digunakan untuk menjelaskan dan memberi pemahaman tentang pengertian, tipe-
tipe, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan penatalaksanaan DM. Tahap ketiga, metode
demonstrasi, yaitu di hadapan warga masyarakat diperagakan ketrampilan pencegahan DM
seperti pilihan makanan, nutrisi atau diet yang tepat dan rasional, olahraga, menghentikan
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Tahap keempat, melakukan evaluasi, tim melakukan
evaluasi kemampuan peserta yang meliputi teori dan ketrampilan setelah diberikan ceramah
dan demonstrasi. Dengan dibagikan kuesioner dan demonstrasi pencegahan DM. Selanjutnya
hasil evaluasi disusun sebagai laporan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil kegiatan dari Pengabdian pada Masyarakat dengan pendekatan pendidikan
kesehatan dengan model ceramah dan demonstrasi memberikan dampak positif terhadap
pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap peserta terhadap DM. Hal ini ditunjukkan bahwa
hasil nilai postest jauh lebih baik, jika dibandingkan nilai pretest.
Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian kegiatan untuk membentuk seseorang untuk
berperilaku secara sehat. Tujuan pendidikan kesehatan adalah: untuk meningkatkan status
kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah
ada, mengoptimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit dan membantu pasien serta
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010 dan Delamater, 2006).
Pendidikan kesehatan tentang DM merupakan pilar untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan upaya pencegahan DM. Pendidikan kesehatan tentang DM secara terencana, individu,
kelompok dan masyarakat dapat lebih patuh dalam pencegahan DM sehingga status kesehatan
tetap terjaga.
Upaya pencegahan DM yang didasari oleh pengetahuan DM akan lebih langgeng di
bandingkan perilaku yang tidak didasarkan oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan merupakan titik tolak terjadinya perubahan perilaku seseorang yang akan
mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang. Tingkat pengetahuan yang kurang merupakan
salah satu faktor yang menjadi penghambat dalam perilaku kepatuhan dalam kesehatan karena
mereka yang mempunyai pengetahuan yang rendah cenderung sulit untuk mengikuti anjuran
dari petugas kesehatan (Basuki, 2009). Pendidikan kesehatan tentang DM adalah pendidikan
dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan pencegahan DM bagi masyarakat yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku sehingga tercapai kualitas hidup yang lebih baik
(Hokkam, 2009). Pendidikan kesehatan yang diberikan secara terusmenerus dapat
berkontribusi terhadap keberhasilan pencegahan DM. Semakin sering seseorang mendapatkan
pendidikan kesehatan tentang DM, maka akan semakin baik pula pencegahan DM.
Salah satu cara yang efektif dalam pendidikan kesehatan tentang DM dalam pendekatan

101
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

kelompok adalah dengan metode ceramah dan demonstrasi. Metode ceramah dan
demonstrasi merupakan suatu proses untuk merubah perilaku kearah yang diharapkan melalui
peran serta aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran (Notoatmodjo, 2007).
Ceramah merupakan penyampaian informasi secara lisan yang dilakukan penceramah terhadap
sasaran. Alat yang digunakan interaksi adalah berbicara. Saat ceramah kemungkinan
penceramah menyampaikan pertanyaan-pertanyaan, akan tetapi dalam kegiatan ini, sasaran
hanya mendengarkan dengan teliti dan mencatat pokok-pokok penting, yang disampaikan
penceramah.
Metode demonstrasi merupakan pertunjukan atau peragaan (Sumiati dan Asra, 2008).
Dalam hal ini setiap sasaran mencoba untuk melakukan sendirisendiri sehingga daya ingat
sasaran lebih kuat. Pelaksanaan demonstrasi dapat memperjelas hasil belajar, karena setiap
sasaran melakukan kegiatan percobaan. Proses belajar semacam ini sesuai dengan pandangan
teori modern learning by doing. Perbedaan utama antara metode demonstrasi dan metode
ceramah, hanya pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Demonstrasi mempertunjukkan
sesuatu proses. Sedangkan ceramah memberi kesempatan kepada sasaran melalui tanya
jawab. Namun demikian, demonstrasi itu sendiri jika dipadukan dengan ceramah dapat
meningkatkan efektivitas pendidikan kesehatan yang dilaksanakan.
Pendidikan kesehatan tentang DM dengan metode ceramah dan demonstrasi yang
dilakukan meliputi pilihan diet yang tepat dan rasional, sering berkonsultasi dengan dokter dan
apoteker, rutin berolahraga, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol serta
hidup secara normal dan bahagia.

SIMPULAN
Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan demostrasi dapat meningkatkan
pengetahuan, upaya pencegahan dan sikap positif terhadap DM.

SARAN
1. Hendaknya pendidikan kesehatan di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo dilakukan secara periodik, dalam rangka untuk menambah pengetahuan dan
upaya pencegahan DM.
2. Pendidikan kesehatan yang sudah dilaksanakan hendaknya dilanjutkan dengan pendidikan
kesehatan lanjutan sehingga mempunyai dampak terjadi peningkatan derajat kesehatan.
3. Hendaknya sikap positif masyarakat tetap dijaga.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DM TERHADAP


KEPATUHAN DIET PADA PENDERITA DM DI CLUB DIABETES MELITUS
* Dosen Akper William Booth, Aristina Halawa, halawaaristina@yahoo.co.id
** Dosen Akper William Booth, Pandeirot M.Nancye, pandeirot.nacye@yahoo.com

ABSTRAK
Kepatuhan diet DM merupakan cara pengobatan yang perlu diperhatikan oleh
penderita DM karena hal tersebut membantu menstabilkan gula darah. Seorang penderita DM
dikatakan patuh bila seseorang tersebut melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan dalam
hal ini misalnya menjalankan diet DM. Banyak penderita DM yang harus dirawat di rumah sakit

102
E-ISSN: 2613-9103
J-ADIMAS (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat)
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019: 91 – 94

karena kadar gula dalam darahnya tidak stabil karena meningkat (hiperglikemi) atau
(hipoglikemi) karena pola makan yang tidak baik atau dengan kata lain karena tidak patuh
terhadap diet yang seharusnya dijalankan. Menurut mereka (penderita DM) bahwa
pemberian pendidikan kesehatan baik melalui penyuluhan atau secara langsung diinformasikan
sudah diberikan oleh petugas kesehatan, tetapi karena begitu banyak makanan yang dihindari
dan diukur yang merupakan pantangan dari pasien DM sehingga pasien lupa, setiap kali makan
harus diatur jam makan, jenis makanan dan jumlah makanan yang dimakan. Oleh karena itu
pemberian pendidikan kesehatan ini harus terus diberikan agar penderita DM tetap diingatkan
sehingga mereka patuh pada diet DM mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
one-group pre-post test design yang tujuannya untuk mengetahui pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit pada penderita DM di Club DM RS. William
Booth Surabaya. Populasi yang diambil adalah penderita Diabetes Melitus yang tergabung
dalam Club DM RS William Booth Surabaya dengan menggunakan teknik probability sampling
yaitu simple random sampling. Alat ukur yang digunakan pada saat pengumpulan data adalah
dengan menggunakan lembar kuisoner. Analisa data yang digunakan adalah dengan uji Mc
Nemar. Hasil penelitian menunjukkan sebelum pemberian pendidikan kesehatan 12 responden
patuh dan 16 responden tidak patuh, sedangkan setelah pemberian pendidikan kesehatan 28
responden patuh, dan hasil uji statistic Mc Nemar didapatkan P: 0,00. Dengan demikian hasil
penelitian ini menunjukan bahwa pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat dapat
menambah pengetahuan mereka, lalu mulai merubah perilakunya dari yang tidak sehat
menjadi perilaku yang sesuai dengan kesehatan seperti patuh pada Diet DM.

Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, kepatuhan, diet DM.

103
[ September 2020]
Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang pengobatannya seumur hidup agar gula
darahnya tetap stabil. Pengobatan penyakit DM terdiri dari obat, latihan dan diet yang meliputi 3J
(jumlah, jadwal dan jenis).
Kepatuhan diet DM merupakan cara pengobatan yang perlu diperhatikan oleh penderita DM karena hal
tersebut membantu menstabilkan gula darah. Menurut Potter & Perry (2002) kepatuhan adalah
ketaatan klien melaksanakan tindakan terapi. Kepatuhan diartikan sebagai tingkat tindakan pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau paramedis, sebagaimana
ketetentuan yang disarankan pada penderita diabetes mellitus. Seorang penderita DM dikatakan patuh
bila seseorang tersebut melaksanakan apa yang seharusnya dia lakukan dalam hal ini misalnya
menjalankan diet DM. Banyak penderita DM yang harus dirawat di rumah sakit karena kadar gula dalam
darahnya tidak stabil bisa karena meningkat (hiperglikemi) atau (hipoglikemi) karena pola makan yang
tidak baik atau dengan kata lain karena tidak patuh terhadap diet yang seharusnya dijalankan. Hal ini
sesuai dengan pengalaman penulis di RS William Booth Surabaya dimana pasien yang telah pulang dari
RS yang tergabung dalam Club Diabetes Melitus RS William Booth, diantara mereka ada yang harus
kembali dirawat di rumah sakit karena mereka tidah patuh pada diet mereka sehingga gula darahnya
meningkat. Menurut mereka (pasien) bahwa pemberian pendidikan kesehatan baik melalui
penyuluhan atau secara langsung diinformasikan sudah diberikan oleh petugas kesehatan, tetapi
karena begitu banyak makanan yang dihindari dan diukur yang merupakan pantangan dari pasien DM
sehingga pasien lupa, setiap kali makan harus diatur jam makan, jenis makanan dan jumlah makanan
yang dimakan, pasien ingin sekalikali diberikan kebebasan untuk makanmakanan yang disukai, tetapi
ada beberapa pasien memahami bahwa peningkatan gula darah akibat tidak disiplin dalam
menjalankan aturan diet. Pemberian pendidikan kesehatan menurut Stuart (2002) mengatakan bahwa
pendidikan kesehatan adalah merupakan program kesehatan yang terdiri dari upaya terencana untuk
merubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang merupakan cara perubahan berfikir,
bersikap, dan berbuat yang bertujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit, dan
promosi kesehatan. Pendidikan kesehatan harus sering diberikan supaya tujuannya bisa tercapai
sehingga dapat mengurangi peningkatan pasien DM yang keluar masuk rumah sakit akibat
ketidakpatuhan terhadap aturan diet yang sudah diinformasikan.
Berdasarkan data dari WHO penyakit DM di Indonesia pada tahun 2010 menempati urutan ke-7
terbesar didunia sekitar 8,4 juta jiwa dan angka ini diperkirakan akan menjadi 21 juta jiwa pada 2025
mendatang (Perkeni, 2008). Di Indonesia sendiri angka kejadian DM terus meningkat. Dari tahun 2001
telah terjadi peningkatan 7,5% menjadi 10,4% pada tahun 2004, menunjukan prevalensi DM
diperkotaan sebesar 14,7% dan pada daerah pedesaan sebesar 7,2% (PERKENI, 2003). Berdasarkan data
yang ada di RS. William Booth didalam catatan rekam medik ditemukan 232 pasien DM ditahun 2012
dan pada tahun 2013 sebanyak 335 pasien. Menurut Adi Tobing (2008) peningkatan gula darah ini
disebabkan oleh beberapa factor yaitu : terlalu banyak mengkonsumsi makanan dengan kadar gula yang
tinggi sehingga tidak dapat disimpan dalam hati dan sel otot (glikogen); gula dalam darah tidak bisa
maksimal; hormon lainnya telah banyak mengubah zat-zat seperti karbohidrat dan protein menjadi
glukosa, sehingga kadar gula dalam darah meningkat.
Pasien yang patuh diet akan mempunyai kontrol glikemik yang lebih baik, dengan kontrol
glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko
komplikasi jangka panjang. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh diet akan mempengaruhi kontrol
gula darahnyamenjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang
mungkin timbul tidak dapat dicegah, sehingga pasien selalu keluar masuk RS dan tentunya akan
mempengaruhi ekonomi keluarga, saat terjadi permasalahan ekonomi dalam keluarga dan ini akan
mempengaruhi keluarga memenuhi kebutuhan keluarga termasuk memenuhi kebutuhan diet pasien.
Melihat permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan suatu program tentang pemberian
pendidikan kesehatan secara rutin terutama dalam pemberian informasi mengenai pemberian diet
pada pasien DM yang bertujuan untuk menekan angka kejadian keluar masuk Rumah Sakit pada pasien
khusunya bagi penderita DM serta mencegah komplikasi yang menyertai. Program diet seharusnya
dijalankan dengan baik, dengan begitu dapat mengurangi gejala-gejala DM dan resiko-resiko komplikasi
yang dapat dihindari selama mungkin.

26
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Metode
Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah one-group pre-post test design yang
tujuannya untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diit pada
penderita DM di Club DM RS. William Booth Surabaya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pemberian pendidikan kesehatan tentang diet DM sedangkan variable terikatnya adalah
Kepatuhan diet Penderita DM di Club Diabetes Melitus RS. William Booth Surabaya. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes Melitus yang tergabung di Club DM RS William Booth
yang berjumlah 30 orang dan besar sampel adalah 28 orang.
Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel secara sederhana, dimana setiap elemen di seleksi secara random atau acak (Nursalam, 2003).
Pengambilan data dengan menggunakan kuisioner dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
pendidikan kesehatan dan untuk mengukur variable bebas maupun variable terikatnya mennggunkan
skala Likert dengan penilaian peryataan yang bernilai positif mempunyai skor 1 untuk jawaban tidak
pernah, skor 2 untuk jawaban pernah, skor 3 untuk jawaban sering, dan skor 4 untuk jawaban selalu.
Sedangkan untuk peryataan negatif mempunyai skor 1 untuk jawaban selalu, skor 2 untuk jawaban
sering, skor 3 untuk jawaban pernah, dan skor 4 untuk jawaban tidak pernah. Kemudian untuk
mengetahui pengaruh antar variable diuji
dengan menggunakan uji statistic Mc. Nemar Hasil dan Pembahasan

Gambar 1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Club Diabetes


RS. William Booth Surabaya Mei-Juni 2015

Gambar 2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di Club DM RS. William


Booth Surabaya Mei-Juni 2015

27
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia

Rawat Inap >6


kali
1-2 kali 3-4 kali 5-6
kali

18 %

13%

Lama Mender ita


DM
< 1 tahun 1-5 tah un

6-10 tahun 11-15 ta hun

> 16 tahun
13% 0 % 28 %

56%

Gambar 3 Distibusi frekuensi responden berdasarkan lama menderita DM di Club DM


RS. William Booth Surabaya Mei-Juni 2015

Gambar 4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan berapa kali rawat inap pasien di
Club DM RS. Wiiliam Booth Surabaya MeiJuni 2015

Pendidika n
Tidak sekolah SD
SMP SMA
Pendidikan Tinggi
25%7 % 0 %

61 %

28
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
8%

Gambar 5 Distribusi frekuensi responden responden berdasarkan pendidikan di Club DM RS. William
Booth Surabaya Mei-Juni 2015

Gambar 6 Distibusi frekuensi responden berdasarkan berapa kali menerima informasi DM di Club DM
RS. William Booth Surabaya
Mei-Juni 2015

Gambar 7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Club DM RS.


William Booth Surabaya Mei-Juni 2015

Gambar 8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan diet DM sebelum pemberian


pendidikan tentang DM di Club DM RS. William Booth Surabaya Mei-Juni
2015
29
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia

Kepatuhan setelah pemberi an


Pendidikan Kesehatan

Patuh Tidak patuh


0%
100%

Gambar 9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan diet DM setelah pemberian


pendidikan kesehatan tentang DM di Club DM RS. William Booth Surabaya MeiJuni 2015

Tabel 1 Tabulasi silang Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Tentang Diabetes Melitus Terhadap Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus
Di Club DM RS. William Booth Surabaya

Tingkat
Patuh

Patuh 12 43% 28 100


%
Tidak 16 57% 0 0
Patuh
Total 28 100 28 100
% %
Uji Mc Nemar P:
0,0 0
Pendidik
Se % Ses %
an b u
Kesehata elu dah
n m

Pembahasan

Tingkat kepatuhan diet sebelum pemberian pendidikan kesehatan


Berdasarkan gambar 8 didapatkan 12 responden (43%) patuh pada dietnya dan 16 responden
(57%) tidak patuh pada dietnya. Informasi mengenai DM sebenarnya sudah pernah didapatkan oleh
sebagian responden namun masih saja responden tidak patuh terhadap dietnya. Hal ini dapat dilihat
30
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
pada gambar 6 didapatkan sebagian besar responden paling banyak > 6 kali sebanyak 16 responden (57
%) sudah menerima informasi (pendidikan kesehatan). Menurut Niven (2002) faktorfaktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan diet salah satunya adalah pemahaman tentang instruksi, menurut Wield
Hary (2006) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pemahaman yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin semakin baik pula pemahamannya. Responden yang mengikuti Club
Diabetes Melitus di RS. William Booth Surabaya telah menerima informasi namun terhambat akibat
kurangnya pemahaman responden yang didasari pendidikan responden yang rendah sehingga sulit
untuk memahami informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Pada gambar 5 yang menyatakan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD sebanyak
17 orang (61%). Dengan bependidikan SD biasanya sulit dalam menerima dan memahami informasi,
sehingga untuk melakukan anjuran yang telah disarankan masih sulit untuk dilakukan. Ini sesuai dengan
teori Notoadmodjo (2003) pendidikan adalah proses belajar yang banyak semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuannya, sebaliknya semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang dapat menghambat penerimaan informasi. Sesuai dengan keadaan responden
dimana pasien berpendidikan SD/rendah sulit memahami informasi (pendidikan kesehatan) yang telah
diberikan. Selain pemahaman terhadap instruksi pengobatan DM dan rendahnya pendidikan
responden, lama menderita juga dapat mempengaruhi kepatuhan diet pasien. Dilihat dari gambar 6
lama menderita DM yaitu 6-10 tahun sebanyak 16 responden (56%) sesuai dengan hasil penelitian
Glasgow et. all. menunjukan bahwa pasien dengan jangka waktu yang lama menderita DM akan
cenderung mengkonsumsi makanan yang tidak tepat dan menurut Neil Niven (2002) lamanya waktu
dimana pasien harus mematuhi program tersebut dapat mempengaruhi kepatuhan diet pasien DM.
Responden semakin lama berada dalam kondisi yang selalu diatur membuat seseorang bosan, sehingga
terkadang mencoba untuk melanggar yang sudah seharusnya tidak dilakukan seperti pengaturan diet.

Tingkat kepatuhan diet sesudah pemberian pendidikan kesehatan.

Berdasarkan Tabel 1 didapatkan seluruh responden (100%) patuh diet setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang diet DM. Menurut WHO pendidikan kesehatan bertujuan menjadikan
kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, oleh sebab itu, pendidik kesehatan bertanggung jawab
mengarahkan cara-cara hidup sehat menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian
ini dan dikaitkan dengan teori diatas maka didapatkan bahwa pendidikan kesehatan tentang DM
berpengaruh terhadap kepatuhan diet pasien dikarenakan kesadaran pasien itu sendiri mengenai diet
yang harus dikonsumsi.
Jenis kelamin dalam penelitian ini juga dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang, berdasarkan
gambar 1 didapatkan 17 responden (61%) berjenis kelamin perempuan. Menurut Michael, 2009
menjelaskan bahwa ada perbedaan antara otak laki-laki dan perempuan, secara garis besar perbedaan
yang dimaksud adalah pusat memori otak perempuan lebih besar dari otak laki-laki. Hal ini yang
menyebabkan kaum perempuan memiliki daya ingat yang kuat dari laki-laki dalam menerima informasi
atau mendapat informasi (pendidikan kesehatan) dari orang lain, sehingga mempunyai pemahaman
cepat dibandingkan laki-laki. Selain jenis kelamin, usiajuga dapat menjadi factor yang mempengaruhi
kepatuhan diet pasien, makin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik. Dilihat dari gambar 2 didapatkan 14 responden (50%) berusia 46-55 tahun. Menurut
Nursalam, 2008 semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berfikir,
dan menurut Abu Ahmadi (2001) juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah
satu dipengaruhi oleh umur. Dari teori dan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa bertambahnya
umur dan dukungan dari keluarga seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pemahaman yang
diperolehnya. Menurut Ley dan Spetman dalam Niven (2002) mengatakan keluarga dapat menjadi
faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta
dapat menentukan tentang kepatuhan yang dapat pasien terima. Hal ini dapat dirasakan oleh
responden dengan mereka mengatakan adanya dukungan keluarga, keluarga lebih memperhatikan
makanan yang dimakan responden dengan membantu responden memilih makanan yang sesuai diet

31
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
DM.

Pengaruh pendidikan kesehatan tentang


DM terhadap kepatuhan diet DM
Berdasarkan tabulasi silang tabel 1 kepatuhan diet pasien setelah pemberian pendidikan
kesehatan didapatkan 28 responden (100%) patuh akan diet DM. Dilihat dari hasil uji statistic (Mc
Nemar) didapatkan P value sebesar 0,00 yang berarti P value lebih kecil dari 0,05 yang memiliki arti
bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kepatuhan diet DM pada pasien DM di Club
DM di RS. William Booth Surabaya. Menurut Nyswander dalam Sulia (2002) pendidikan kesehatan
adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, bukan hanya proses pemindahan materi dari indinvidu
ke orang lain dan bukan seperangkat prosedur yang akan dilaksanakan atau pun hasil yang akan dicapai.
Kesadaran responden dalam pemahaman fungsi pengaturan diet memegang peranan penting,
mengingat salah satu upaya pengendalian kadar gula darah adalah patuh akan diet yang harus dan tidak
harus dimakan.
Jadi berdasarkan hasil uji statistic dapat disimpulkan H1 diterima dan H0 ditolak yang artinya
ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang DM terhadap kepatuhan diet pasien DM.
Menurut Sulia 2002 proses perkembangan akan selalu berubah secara dinamis karena individu dapat
menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru, dan perilaku baru yang berhubungan dengan
tujuan hidup. Berdasarkan gambar 4 didapatkan data 11 responden (40%) pernah dirawat inap
sebanyak 1-2 kali. Memiliki penyakit DM bukanlah hal yang menyenangkan bagi pasien karena situasi
yang dirasakan berbeda dari situasi mereka yang tidak menderita DM, karena harus menghindari
beberapa macam makanan, merasa kuatir akan terus timbul rasa lapar, dll. mereka atau keluarga juga
memikirkan masalah biaya yang akan dikeluarkan untuk control dan transportasi menuju RS atau
Puskesmas, sehingga pasien berpikir untuk dapat mengatasi DM-nya dengan cara mematuhi apa yang
dianjurkan (kepatuhan diet, teratur meminum obat yang diberikan) oleh dokter, perawat dan tim gizi.

Simpulan
Tingkat kepatuhan diet DM sebelum pemberian pendidikan kesehatan pada pasien DM di Club Diabetes
Melitus RS. William Booth Surabaya, sebagian besar adalah tidak patuh pada diet DM

Tingkat kepatuhan diet DM setelah pemberian pendidikan kesehatan pada pasien DM di Club Diabetes
Melitus RS. William Booth Surabaya seluruhnya patuh pada diet DM.

Ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang diet DM terhadap kepatuhan diet DM pada
pasien DM di Club Diabetes Melitus RS.
William Booth Surabaya.

Saran

Diharapkan perawat lebih meningkatkan pemberian informasi kesehatan melalui pendidikan kesehatan
kepada masyarakat khususnya pada pasien yang dirawat di rumah sakit William Booth agar setelah
mereka pulang mereka dapat mematuhi aturan diet mereka sehingga gula darahnya tetap dalam
keadaan stabil.

Diharapkan agar pengurus Club Diabetes Melitus RS William Booth terus menerus memberikan
nformasi tentang Diet DM pada anggota club DM sehingga mereka patuh pada diet mereka.

jpai Volume 2 Nomor 2, h. 26-30 ISSN 2686-2891 Jurnal Perempuan dan


Anak Indonesia

Penyuluhan Pentingnya Pencegahan Penyakit Diabetes


32
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Sejak Dini Kepada Guru Perempuan TK Yaa
Bunaaya I Gampong Ujong Drien

Fitrah Reynaldi1*, Yarmaliza1, Teungku Nih Farisni1, Fitriani1, Zakiyuddin1

Fakultas Kesehatan Masyarakat,


1

Universitas Teuku Umar


Penulis Korespondensi, Fitrah Reynaldi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Teuku
Umar Email: fitrahreynaldi@utu.ac.id

ABSTRAK

Diabetes merupakan penyakit tidak menular yang masih menjadi penyebab kematian atau kecacatan bagi
masyarakat Aceh. Gaya hidup, pola makan serta olah raga teratur harus dibudayakan sejak dini karena
perubahan perilaku membutuhkan waktu yang sangat lama. Guru perempuan TK Yaa Bunaaya I merupakan
corong yang sangat strategis untuk menanamkan upaya perubahan perilaku sejak dini bagi anak- anak. Kegiatan
penyuluhan ini menghadirkan seluruh guru perempuan TK Yaa Bunaaya I sebagai peserta untuk nantinya dapat
terlibat langsung dalam menanamkan pondasi perilaku hidup sehat bagi peserta didik. Tujuan kegiatan
pengabdian ini untuk memberikan pemahaman kepada guru tentang pola perilaku pencegahan penyakit diabetes
sedini mungkin. Pengabdian ini telah dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2019 dengan metode edukasi
berupa penyuluhan kepada guru perempuan TK Yaa Bunaaya I. Adapun hasil dari edukasi ini adalah adanya
peningkatan pengetahuan guru terhadap pentingnya pencegahan penyakit diabetes melalui penanaman perilaku
hidup sehat sejak dini. Kata Kunci: Penyuluhan, Diabetes, Guru Perempuan
Abstract

Diabetes is a non-communicable disease that is still the cause of death or disability for the people of Aceh.
Lifestyle, diet and regular exercise must be cultivated from an early age because behavior change takes a very
long time. Kindergarten female teachers are very strategic funnels for inculcating early behavior change efforts
for children. This outreach activity presents all kindergarten female teachers as participants to later be directly
involved in instilling the foundations of healthy living behaviors for students. The purpose of this service activity
is to provide teachers with an understanding of diabetes prevention behavior patterns as early as possible. This
service was carried out on December 28, 2019 with an educational method in the form of counseling to Yaa
Bunaaya I Kindergarten female teachers. The result of this education was an increase in teachers' knowledge of
the importance of preventing diabetes through planting healthy habits from an early age.

33
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
jantung, termasuk Indonesia. Indonesia
Keywords: Counseling, Diabetes, Female Teacher merupakan negara yang ada di urutan ke-4
dengan prevelansi diabetes tertinggi di dunia
setelah India,
PENDAHULUAN
Republik Rakyat Cina dan negara adidaya
Amerika Serikat. Hasil penelitian Organisasi
Analisis Situasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan jumlah
penderita diabetes terus mengalami peningkatan
Diabetes adalah penyakit tidak menular dari tahun ke tahun, terutama Diabetes tipe 2.
yang masih menjadi penyebab kematian atau Bahkan WHO memperkirakan jumlah pengidap
kecacatan bagi masyarakat Aceh. Gaya hidup, kencing manis di Indonesia akan melonjak
pola makan serta olah raga teratur harus hingga 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 mendatang
dibudayakan sejak dini karena perubahan perilaku (Matthew, 2016).
membutuhkan waktu yang sangat lama. Guru
perempuan TK Yaa Bunaaya I merupakan tokoh Fakta yang terpapar diatas terdengar
yang sangat penting untuk menanamkan upaya mengerikan, namun bukan berarti tidak mungkin
perubahan perilaku sejak dini bagi anak- anak usia untuk dicegah sejak dini. Lebih baik mencegah
sekolah TK. Guru merupakan orang tua kedua daripada mengobati bukan sekedar pernyataan
bagi anak- anak. Perkataan dan perilaku seorang retoris belaka, semua penyakit apapun itu dapat
guru adalah yang paling bisa mengubah perilaku lebih mudah diobati jika kita sadar akan
pada anak- anak terutama anak usia dini. gejalanya dari awal sehingga pengobatan akan
Tak bisa dipungkiri, orang Indonesia lebih mudah dan cepat berjalan. Namun
sangat menggemari makanan manis. Data Badan sayangnya, ternyata 60% masyarakat Indonesia
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan kerap tidak menyadari bahwa dirinya telah
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terkena penyakit diabetes.
menunjukkan bahwa 4,8% penduduk Indonesia Mayoritas baru memeriksakan diri ke dokter
mengonsumsi lebih dari 50 gram gula per orang ketika sudah terjadi komplikasi dalam tubuhnya.
per hari (Balitbangkes, 2020). Hal ini menunjukkan kesadaran akan bahaya
Berdasarkan jenis kelamin 6,4% pria dan penyakit diabetesyang masih rendah, terutama
3,6% wanita mengudap makanan manis lebih dari kalangan awam (CDC, 2011).
standar kesehatan. Makanan manis yang paling Diabetes dapat dialami oleh semua orang.
banyak dikonsumsi orang Indonesia yaitu gula Tapi diperlukan perhatian utama untuk seseorang
pasir (13,6%)), permen dan cokelat (2,8%) serta yang memiliki riwayat Diabetes dalam keluarga.
sirop (1,2%). Padahal jika dikonsumsi secara Selain riwayat keluarga, faktor risiko lainnya
berlebihan makanan manis dapat berisiko buruk adalah mereka yang mempunyai berat badan
bagi kesehatan (Balitbangkes, 2020 ). berlebih (obesitas), kolesterol tinggi (disebabkan
Diabetes atau yang akrab disebut kencing pola makan yang tidak baik), Hipertensi dan
manis adalah suatu kondisi dimana tubuh kurang aktifitas fisik. Mereka yang telah
penderitanya tidak mampu mengontrol kadar gula menginjak usia lebih dari 40 tahun disertai dengan
(glukosa) dalam tubuhnya. Diabetes juga kegemukan akan semakin berisiko untuk terkena
mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan penyakit Diabetes (CDC, 2011).
hormon insulin (hormon untuk mengatur gula Menurut Centers for Disease Control and
darah) yang dibutuhkan sehingga ketika kita Prevention (CDC) 2011, ada beberapa cara yang
memeriksakan diri ke dokter kadar gula sudah sebenarnya dapat diterapkan untuk mencegah
melonjak tinggi karena insulin tidak bisa datangnya diabetes bertamu dalam hidup kita,
menjalankan peranannya dengan optimal (Sjarif, antara lain: Mengetahui penyebab Diabetes. Rajin
2011). melakukan riset mengenai apa saja penyebab
Diabetes Melitus saat ini menjadi masalah diabetes, faktor pemicu dan gejala yang mengarah
kesehatan yang serius di dunia selain penyakit pada penyakit diabetes adalah solusi awal untuk

34
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
mengantisipasi dari jauh hari. Tidak ada salahnya Istirahat cukup dan teratur. Dengan
untuk mengadopsi gaya hidup sehat sejak masih beristirahat selama 8 jam sehari sudah membantu
berusia muda, tidak perlu menunggu hingga usia memproduksi hormon insulin secara optimal
lanjut dan adanya penyakit menghampiri. untuk memecah kadar gula dalam tubuh Rutin
sarapan di pagi hari. Sejujurnya penulis senyum
Kurangi makanan yang berlemak. Lebih
miris ketika nulis poin yang ini. Karena penulis
baik mengontrol diri daripada menyesal di
adalah golongan yang termasuk jarang malah
kemudian hari benar adanya. Makanan berlemak
nyaris gak pernah sarapan. Tetapi penulis akan
merupakan makanan utama yang mengakibatkan
bertekad mengubah pola yang selama ini bertahan,
tingginya kadar glukosa dalam tubuh. Oleh karena
karena orang yang rutin sarapan memiliki kadar
itu ada baiknya tidak terlalu sering makan junk
gula darah yang rendah jadi penyakit diabetes
food dan makanan yang tidak dibuat dari
dapat dicegah dini. Jadi yang masih malas
bahanbahan yang sehat jadi risiko terkena diabetes
sarapan, yuk sarapan mulai besok untuk mencegah
dapat diminimalisir. Kurangi makanan dan
penyakit diabetes dekat-dekat sama kita.
minuman manis. Mungkin tergolong sulit
mengingat ketergantungan masyarakat Indonesia Berdasarkan uraian diatas maka kegiatan
terhadap sesuatu yang manis cukup tinggi. Namun dalam bentuk pengabdian masyarakat ini
makanan manis inilah yang dapat menimbun zat bekerjasama dengan aparat desa dan masyarakat
gula dalam tubuh yang kedepannya mengungang gampong Ujong Drien Kecamatan Meureubo Kab.
penyakit kencing manis. Belajarlah mengurangi Aceh Barat dianggap dapat memberi peningkatan
makan kue yang mengandung gula tinggi dan pengetahuan dan pemahaman, sehingga
minuman manis dengan pemanis buatan yang tak diharapkan guru perempuan TK Ya Bunaaya I
sehat untuk tubuh. akan menanamkan pola hidup sehat kepada anak-
anak usia dini.
Kurangi porsi makan. Pernah mendengar
premis, berhentilah makan sebelum kenyang?
Tujuan dan Manfaat Kegiatan
Dengan kata lain, jangan memakan segala sesuatu
secara berlebihan. Lemak yang nantinya Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk
menumpuk akan menyebabkan kelebihan berat peningkatan pemahaman Guru perempuan TK Ya
badan (obesitas) yang meningkatkan risiko terkena Bunaaya I terhadap pentingnya pencegahan
diabetes. Rajin berolahraga. Karena dengan rutin penyakit diabetes sejak dini, maka luaran yang
berolahraga minimal 20 menit per hari akan dihasilkan atau ditargetkan dalam kegiatan
membantu menurunkan kadar gula dalam tubuh pengabdian adalah peningkatan pengetahuan dan
serta meningkatkan sensitivitas hormon insulin. pemahaman Guru perempuan TK yaa Bunaaya I
Tidak perlu melakukan olahraga berat, jalan-jalan terhadap pentingnya pencegahan penyakit diabetes
ringan pada pagi hari dan bersepeda di akhir pekan sejak dini kepada murid TK Yaa Bunaaya I
sudah cukup membakar kalori dalam tubuh jika sehingga diharapkan para Guru akan menanamkan
dilakukan secara konsisten. Utamakan makan pola hidup sehat kepada anak didiknya.
sayur mayur. Sayuran terbaik untuk seseorang
yang menderita diabetes ialah bayam, brokoli, kale METODE PELAKSANAAN
dan selada. Sayuran mengandung rendah kalori
sehingga tidak akan berakibat kegemukan jika Sasaran Kegiatan
rutin dikonsumsi.
Jauhi stres. mustahil memang manusia Sasaran kegiatan ini adalah Guru perempuan
terhindar dari stres apalagi jika mengalami suatu TK Yaa Bunaaya I Gampong Ujong Drien
masalah dalam kehidupan. Namun stres yang Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat
berlebihan dan sering tidak baik untuk kesehatan.
Rajinlah melakukan aktivitas favorit dan berlibur Lokasi Kegiatan
untuk menghindari kadar stres yang melebihi Pengabdian ini dilaksanakan di Ruang
batas. Serbaguna TK Yaa Bunaaya I Gampong Ujong

35
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Drien Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat (Gambar 2)
Barat.

Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang di gunakan
adalah edukasi melalui penyuluhan untuk
peningkatan pemahaman guru perempuan TK Ya
Bunaaya I tentang pentingnya pencegahan
diabetes sejak dini (Gambar 1). Pelaksanaan
kegiatan ini memiliki beberapa tahapan, yaitu
tahapan persiapan tim, diskusi edukasi dengan
guru, dilanjutkan pada tahapan diskusi dan tanya
jawab terkait dengan pentingnya pencegahan
penyakit diabetes sejak dini. Gambar 2. Diskusi dan tanya jawab dengan
Untuk mempermudah dalam kegiatan
pengabdian ini, maka penulis membuat alur
kegiatan seperti pada Bagan berikut:

Materi yang diberikan pada penyuluhan ini


antara lain: Definisi diabetes mellitus, klasifikasi
diabetes mellitus, tanda dan gejala, serta materi
tentang pencegahan penyakit diabetes mellitus.
Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan
melibatkan mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar.

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

Pengabdian kepada masyarakat dengan


judul penyuluhan pentingnya pencegahan
penyakit diabetes sejak dini kepada Guru
perempuan TK Yaa Bunayaa I Gampong Ujong
Drien Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh

36
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Gambar 1. Kegiatan Penyuluhan yang dihadiri oleh seluruh guru perempuan TK Yaa sebelum dan

Bunaaya I Bunaaya I

Pengetahuan Guru TK
Pengetahuan Guru TK
100 80
100 80 60
60
50 40
40
0 20 20
N % Sebelum Edukasi 0 0
N % N % N %
Baik
Kurang Baik Baik Kurang Baik

0-50 50-100 Sebelum Edukasi Setelah Edukasi

Gambar 3. Grafik hasil kegiatan guru TK


setelah dan kegiatan penyuluhan seluruh guru perempuan TK Yaa

Gambar 4. Perubahan pengetahuan guru TK sebelum dan setelah dan kegiatan penyuluhan Berdasarkan
Gambar 3 menunjukkan bahwa pengetahuan guru TK yang kurang baik sebelum diberikan edukasi
sebanyak 8 orang atau 88%, sedangkan guru TK yang berpengetahuan baik sebelum di edukasi hanya 1
orang atau 12 % pada Gambar 4 juga dapat dilihat bahwa pengetahuan guru meningkat setelah di
berikan penyuluhan terkait pentingnya pencegahan penyakit diabetes sejak dini. Gambar 4
menunjukkan bahwa pengetahuan guru TK baik setelah diberikan penyuluhan sebanyak 6 orang guru
atau sekitar 67%, sedangkan pengetahuan guru TK yang kurang baik hanya 3 orang atau 33% orang.
37
jpai Volume 2 Nomor 2, h. [ September 2020] ISSN 2686-2891
Jurnal Perempuan dan Anak Indonesia
Sekolah merupakan salah satu pihak yang turut berperan penting dalam memberikan pendidikan
kesehatan bagi anak yang bertujuan untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi anak (Depkes RI,
2003). Guru memiliki pengaruh dalam hal pemilihan makanan selama anak berada di sekolah. Guru
juga dapat memberi pendidikan kesehatan tentang gizi, dan menjadi role model dalam perilaku gizi
sehat. Selain peran guru dan asupan makan, aktivitas fisik yang dilakukan selama di sekolah dan waktu
luang juga dapat menjadi salah satu faktor yang berperan dalam kejadian obesitas pada anak usia
sekolah (Langford R, 2015).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan penyuluhan tentang pencegahan diabetes sejak dini telah dilaksanakan tepat waktu dan
berjalan dengan baik. Disaat pelaksanaan penyuluhan, peserta memberikan respon yang positif dan
berperan aktif dengan melakukan tanya jawab dan diskusi mengenai permasalahan.

yang berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit diabetes sejak dini. Diharapkan peran aktif guru
perempuan TK Yaa Bunaaya I dalam menerapkan pola perilaku hidup sehat sejak dini dengan metode-
metode yang ramah untuk anak usia taman kanak- kanak.

3. Foto tindakan litrev

38

Anda mungkin juga menyukai