Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTIK STASE

MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN

Disusun oleh :
TRISNAWATI
Nim : 213001080142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN LENGKAP
MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN PELAYANAN ANC DI
PUSKESMAS KEDRASAN PANJANG
TAHUN 2022

Diajukan sebagai salah satu syarat wajib dalam menyelesaikan


Stase Manajemen Pelayanan Kebidanan

Jambi, Desember 2022

Disetujui
CI Akademik

(Bdn. Gustien Siahaan, S.keb,. M.kes)


NIDN 1022078901

42
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP
MANAJEMEN PELAYANAN KEBIDANAN PELAYANAN ANC DI
PUSKESMAS KEDRASAN PANJANG
TAHUN 2022

Dipersiapkan dan Disusun Oleh:


NAMA: Uci Nazalita
NIM: 213001080131

Disetujui
CI Akademik

(Bdn. Gustien Siahaan, S.keb,. M.kes)


NIDN 1022078901

Mengetahui
Ka. Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Bdn. Devi Arista, S.Keb., M.Kes


NIK. 1010300715007
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Stase
Manajemen Pelayanan Kebidanan Pelayanan ANC di Puskesmas Kederasan Panjang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Seno Aji, S.Pd., M.Eng, Prac, selaku Rektor Universitas Adiwangsa Jambi
yang sudah memfasilitasi dan memberi dedikasinya untuk pendidikan profesi Bidan.
2. Ibu Bdn. Subang Aini, S.Keb, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kesehatan dan Farmasi
Universitas Adiwangsa Jambi yang sudah membantu dalam kelancaran pendidikan
profesi bidan ini.
3. Ibu Bdn. Devi Arista S.Keb.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi profesi Bidan di
Universitas Adiwangsa Jambi yang sudah memberikan arahan untuk tercapainya
penatalaksanaan ini.
4. Ibu Bdn.Gustien Siahaan,S.Keb.,M.Kes, selaku pembimbing CI Akademik yang
telah memberikan saran dan bimbingan dalam pengerjaan Laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritikan dan saran penulis harapkan sebagai bahan untuk
perbaikan.

Jambi, Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Antenatal Care................................................................................................6
1. Pengertian Antenatal Care........................................................................6
2. Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Antenatal Care..........................................8
3. Standar Pelayanan Antenatal Care...........................................................10
B. Pelaksanaan Program Antenatal Care di Puskesmas.....................................11
1. Input.........................................................................................................13
2. Proses.......................................................................................................14
3. Output.......................................................................................................15
4. Pengawasan..............................................................................................17
5. Umpan Balik............................................................................................19

BAB III PEMBAHASAN


A. Input…................................................................................................21
1. Sumber Daya Manusia (SDM)…..................................................21
2. Fasilitas….....................................................................................23
3. Sumber Dana….............................................................................24
4. Kebijakan dan SOP…...................................................................27
B. Proses…..............................................................................................29
C. Output…............................................................................................32
D. Pengawasan…...................................................................................35
E. Umpan Balik......................................................................................37

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan…...................................................................................42
1. Gambaran Input Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di
Puskesmas Kederasan Panjang......................................................42
a. SDM…..................................................................................45
b. Fasilitas….............................................................................47
c. Suber Dana…........................................................................48
d. Kebijakan dan SOP…...........................................................50
2. Gambaran Proses Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di
Puskesmas Kederasan Panjang.................................................53
3. Gambaran Output Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di
Puskesmas Kederasan Panjang …............................................55
4. Gambaran Pengawasan Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal
Care Di Puskesmas Kederasan Panjang
…........................................56
5. Gambaran Umpan Balik Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care
Di Puskesmas Kederasan Panjang.............................................58

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 60

DOKUMENTASI LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Puskesmas dalam menjalankan fungsinya sebagai pelayanan

kesehatan masyarakat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan

upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang

keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional yang merupakan

pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut

dikelompokkan menjadi dua yakni Upaya Kesehatan Wajib dan juga Upaya

Kesehatan Pengembangan. Salah satu dari enam upaya kesehatan wajib

Puskesmas yaitu upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

(KIA/KB).

Berdasarkan data MDGs tahun 2011, Indonesia masih memiliki

masalah dalam mencapai tujuan MDGs yang kelima yaitu meningkatkan

kesehatan ibu, khususnya pada target menurunkan angka kematian ibu.

Indonesia hanya baru dapat menekan dari 390 (tahun 1991) menjadi 228 per

100.000 kelahiran hidup (tahun 2007), yang mana target pada tahun 2015

yang sudah ditetapkan yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan

data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012

menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran

hidup. Hal ini menjadi masalah tentunya dibidang kesehatan, sehingga

timbul beberapa pertanyaan mengapa tujuan tersebut masih belum tercapai.

Salah satu upaya dalam menurunkan angka kematian ibu yaitu

dengan pelayanan Antenatal K1 dan K4. Pelayanan antenatal (antenatal

care/ANC) penting untuk memastikan kesehatan ibu selama kehamilan dan

menjamin ibu untuk melakukan persalinan di fasiltas kesehatan dengan

selamat. Para ibu yang tidak mendapatkan pelayanan antenatal cenderung

bersalin di rumah (86,7 persen) dibandingkan dengan ibu yang melakukan


empat kali kunjungan pelayanan antenatal atau lebih (45,2 persen) (Data

MDGs, 2010).

Pemeriksaan kehamilan sangat penting dilakukan oleh semua ibu

hamil untuk mengetahui pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Hampir

seluruh ibu hamil di Indonesia (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan

kehamilan (K1) dengan frekuensi minimal 4 kali selama masa kehamilannya

adalah 83,5 persen. Adapun untuk cakupan pemeriksaan kehamilan pertama

pada trimester pertama adalah 81,6 persen dan frekuensi ANC 1-1-2 atau K4

(minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua

dan minimal 2 kali pada trimester3) sebesar 70,4 persen. Tenaga yang paling

banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%) dan tempat

pelayanan ANC paling banyak diberikan di praktek bidan (52,5%).

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Kota Merangin

tahun 2018 didapatkan jumlah kunjungan K1 di seluruh Puskesmas yang ada

di Kota Merangin sebanyak 32.961, dan kunjungan K4 sebanyak 30.936 ibu

hamil (Profil Dinkes Kota Merangin 2018).

Berdasarkan data dari laporan tahunan Tahun 2018 Puskesmas

Kederasan Panjang, didapatkan data pelayanan K4-K1 mencapai 71% ibu

hamil dengan target 1323. Terjadinya suatu penurunan pada tahun 2019,

yang mana berdasarkan data laporan tahunan tahun 2019 didapatkan data

pelayanan K4-K1 atau Antenatal Care hanya mencapai angka 58% dari

1471 ibu hamil yang ditargetkan (Laporan Tahunan PKM Kederasan

Panjang 2018 dan 2019).

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pencapaian pelayanan K4-K1

masih jauh dari target yang sudah ditetapkan. Sehingga perlunya peninjauan

mengapa pelayanan tersebut belum pencapai target yang sudah ditetapkan,


serta adanya isu dari masyarakat bahwa banyaknya komplein masyarakat

terhadap petugas yang dimiliki oleh Puskesmas Kederasan Panjang. Dari

kondisi tersebut, maka peneliti ingin melihat apa saja yang menjadi

penyebab program tersebut tidak tercapai sebagaimana mestinya.

1.2. TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan teori dan konsep manajemen pelayanan kebidanan
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui, pengertian, fungsi dan tujuan
pelayanan kebidanan
b. Mahasiswa mampu mengobservasi manajemen pelayanan
kebidanan tentang pelayanan ANC di Puskesmas
KederasanPanjang
c. Melaksanakan fungsi Ruang Pelayanan Kebidanan, pembukuan,
sarana Prasarana di Puskesmas Kederasan Panjang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antenatal Care
1. Pengertian Antenatal Care
Menurut Depkes RI (2010) pelayanan antenatal merupakan

pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama

masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan.

Pengertian antenatal care adalah perawatan kehamilan. Antenatal care

adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan umum ibu,

menegakkan secara dini penyakit yang menyertai mereka, menegakkan

secara dini komplokasi kehamilan, dan menetapkan risiko kehamilan

(risiko tinggi, risiko meragukan, risiko rendah) (Manuaba, 2006).

Definisi lain mengatakan bahwa Antenatal care merupakan pengawasan

sebelum persalinan terutama ditujukan pada petumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim.

Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama

ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

Menurut Manubua (1998), pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan

kehamilan untuk mengoptimalisasikan kesehatan mental dan fisik ibu

hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan

memberikan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.


Definisi lain juga mengatakan bahwa antenatal care adalah perawatan

selama kehamilan sebelum bayi lahir yang lebih ditekankan pada

kesehatan ibu.

Pelayanan antenatal yang berkualitas dapat mandeteksi terjadinya

risiko pada kehamilan yaitu mendapatkan akses perawatan kehamilan

berkualitas, memperoleh kesempatan dalam deteksi secara dini terhadap

komplikasi yang mungkin timbul sehingga kematian maternal dapat

dihindari (Mufdlilah, 2009). Kualitas pelayanan antenatal diberikan

selama masa hamil secara berkala sesuai dengan pedoman pelayanan

antenatal yang telah ditentukan untuk memelihara serta meningkatkan

kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat

menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.

Menurut standar WHO, seorang ibu hamil yang mendapatkan

pelayanan antenatal dengan minimal 4 kali selama kehamilannya, yaitu

1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester ke dua, dan 2 kali

pada trimester ke tiga untuk memantau keadaan ibu dan janin secara

seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan

intervensi secara tepat (WHO, 2007).

Pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil biasa dikenal dengan

sebutan K1 dan K4. K1 adalah kunjungan baru ibu hamil, yaitu

kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan

K1 dibawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun

waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal

yang rendah, yang mungkin disebabkan pola pelayanan yang belum

cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada

ibu masih perlu ditingkatkan. K4 adalah kontak minimal 4 kali selama


masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri

atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada

trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di

bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu

satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum

memadai. Rendahnya K4 menunjukkan rendahnya kesempatan untuk

menjaring dan menangani risiko tinggi obstetri (Depkes RI, 2006).

Pelayanan antenatal meliputi 5 hal yang biasa dikenal dengan

istilah 5T, yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi

fundus uteri, nilai status imunisasi TT, dan memberikan Tablet Fe

(tablet tambah darah) (Depkes RI, 2009).

2. Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Antenatal Care


Tujuan antenatal care ialah untuk mengetahui data kesehatan ibu

hamil dan perkembangan bayi intrauterine sehingga kesehatan yang

optimal dapat dicapai dalam menghadapi persalinan, peurperium, dan

laktasi, serta mempunya pengetahuan yang cukup tentang pemeliharaan

bayinya (Ida, 2000).

Menurut Manubua (2003), dalam arti sempit tujuan antenatal


care

adalah:

a. Mengawasi ibu hamil selama masa kehamilan sampai


persalinan.

b. Merawat dan memeriksa ibu hamil. Jika didapatkan kelainan

sejak dini yang dapat mengganggu tumbuh kembang janin,

harus diikuti upaya untuk memberikan pengobatan yang

adekuat.
c. Menemukan penyakit ibu sejak dini yang dapat dipengaruhi

atau mempengaruhi kesehatan janin serta berusaha

mengobatinya.

d. Mempersiapkan ibu sehingga proses persalinan yang

dialaminya dapat dijadikan pengalaman yang menyenangkan

dan diharapkan.

e. Mempersiapkan ibu hamil agar dapat memelihara bayi dan

menyusui secara optimal.

Menurut Depkes RI (2009), tujuan pelayanan antenatal adalah

mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan

memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini

kelainan kehamilan, dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.

Menurut Lily (2009), tujuan pengawasan antenatal adalah:

a. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang

terdapat sat kehamilan, persalinan dan nifas

b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai

kehamilan, persalinan dan kala nifas.

c. Memberi nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan

kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek le;uarga

berencana.

d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

Tujuan dari pemeriksaan kehamilan adalah mengetahui dan

mencegah sedini mungkin kelinan yang dapat timbul, meningkatkan dan

menjaga kondisi badan ibu dalam menghadapai kehamilan, persalinan,

dan menyusui, serta menanamkan pengertian pada ibu tentang


pentingnya penyuluhan yang diperlukan wanita hamil (Saminem,

2006). Menurut Handrawan, pemeriksaan kehamilan bertujuan agar

kehamilan berlangsung sehat, ibu sehat dan anak yang dikandungnya

pun sehat, dengan demikian anak siap dilahirkan secara sehat pula.

Pemeriksaan kehamilan sebaiknya segera dilakukan setelah datang

bulan, tujuan dari pemeriksaan awal sebagai berikut:

a. Memastikan benar-benar hamil atau tidak.

b. Mengetahui keadaan kesehata ibu dan anak.

c. Mengetahui umur kehamilan.

d. Merencanakan evaluasi dan rencana selama kehamilan

berlangsung, apa yang boleh dan tida boleh dilakukan.

Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya

berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat

diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah pertolongan

persalinannya.

3. Standar Pelayanan Antenatal Care


Pelayaan antenatal yang lengkap mencakup banyak hal, seperti

anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan kebidanan, pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi, serta intervensi dasar dan khusus (sesuai

resiko yang ada). Penerapan operasional dikenal dengan standar 5T

untuk pelayanan antenatal (timbang berat bada dan tinggi badan, ukur

tekanan darah, pemberian imunisasi tetanus toksoid secara lengkap,

pengukuran tinggi fundus uteri, pemberian tablet zat besi minimal 90

tablet selama kehamilan) (Safrudin, 2007).

Pada Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan


Anak (PWS-KIA) (2010), pelayanan antenatal sesuai setandar meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan

laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus

(sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Pada buku pedoman

ANC terpadu, dikatakan bahwa dalam melakukan pemeriksaan

antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang

berkualitas sesuai standar yang terdiri dari:

a. Timbang berat badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan

pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang

dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1

kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan

pertumbuhan janin.

b. Ukur lingkar lengan atas (LILA).

Pengukuran LILA hanya dilakukan pada kontak pertama

untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis

(KEK). Kurang energy kronis disini maksudnya ibu hamil

yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama

(beberapa bulan/tahun) dimana LILA kurang dari 23,5 cm.

Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat

lahir rendah (BBLR).

c. Ukur tekanan darah.

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi

(tekanan darah e” 140/90 mmHg) pada kehamilan dan


preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau

tungkai bawah; dan atau proteinuria).

d. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin

sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus

tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada

gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran

menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

e. Hitung denyut jantung janin (DJJ)

Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan

selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat

kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit

menunjukkan adanya gawat janin.

f. Menentukan presentasi janin

Dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap

kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk

mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III bagian bawah

janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke

panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada

masalah lain.

g. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil

harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu

hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian

imunisasi TT pada ibu hamil, disesuai dengan status imunisasi


ibu saat ini.

h. Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus

mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

diberikan sejak kontak pertama.

i. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal


meliputi:

1) Pemeriksaan golongan darah,

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak

hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu

melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor

darah yang sewaktu- waktu diperlukan apabila terjadi

situasi kegawatdaruratan.

2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil

dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan

sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan

untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia

atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia

dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam

kandungan.

3) Pemeriksaan protein dalam urin


Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil

dilakukan pada trimester kedua dan ketiga atas indikasi.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya

proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah


satu indikator terjadinya preeclampsia pada ibu hamil.

4) Pemeriksaan kadar gula darah.

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus

harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama

kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama,

sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester

ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).

5) Pemeriksaan darah Malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan

pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada

kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria

dilakukan pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

6) Pemeriksaan tes Sifilis

Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan

risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis.

Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin

pada kehamilan.

7) Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko

tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita

HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian

diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri

keputusannya untuk menjalani tes HIV.

8) Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang

dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar


infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan

dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas

rujukan.

j. Tatalaksana/penanganan Kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan

pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan

kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat

ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

k. KIE Efektif

KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal

yang meliputi:

1) Kesehatan ibu

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan

kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan

menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup

selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan

tidak bekerja berat.

2) Perilaku hidup bersih dan sehat

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga

kebersihan badan selama kehamilan misalnya mencuci

tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan

menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan

dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.

3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan


perencanaan persalinan

Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari

keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami,

keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya

persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan

calon donor darah. Hal ini penting apabila terjadi

komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera

dibawa ke fasilitas kesehatan.

4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas

serta kesiapan menghadapi komplikasi

Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-

tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan, dan

nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun

hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat

nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda bahaya ini penting

agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga

kesehatan.

5) Asupan gizi seimbang

Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan

asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang

seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh

kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu

hamil disarankan minum tablet tambah darah secara

rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.

6) Gejala penyakit menular dan tidak menular.

Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala


penyakit menular (misalnya penyakit

IMS,Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular

(misalnya hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada

kesehatan ibu dan janinnya.

7) Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV

di daerah tertentu (risiko tinggi).

Konseling HIV menjadi salah satu komponen

standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu

hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan

HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan untuk

menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes

HIV atau tidak. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif

maka dicegah agar tidak terjadi penularan HIV dari ibu

ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut

HIV negative maka diberikan bimbingan untuk tetap

HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan

seterusnya.

8) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI

ekslusif Setiap ibu hamil dianjurkan untuk

memberikan ASI

kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI

mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk

kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi

berusia 6 bulan.

9) KB paska persalinan

Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya


ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan

kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan

diri sendiri, anak, dan keluarga.

10) Imunisasi

Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi

Tetanus Toksoid (TT) untuk mencegah bayi mengalami

tetanus neonatorum.

11) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan

(Brain booster)

Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang

akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk

memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi

pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada

periode kehamilan.

Pada (SOP) pelayanan antenatal Dinas Kesehatan Kota

Merangin, yaitu bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi

dengan masyarakat secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan

memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu

untuk memeriksakan kehamilan sejak dini secara teratur.

Bidan memberikan sedikitnya empat kali pelayanan antenatal

pemeriksaan meliputi: anamnesis, pemantauan ibu dan janin dengan

seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal.

Bidan juga harus mengetahui kehamilan risti khususnya anemia, kurang

gizi, hipertensi, PMS/HIV serta memberikan pelayanan imunisasi,

memberikan penyuluhan kesehatan, mencatat data yang tepat setiap kali

kunjungan. Apabila ada masalah bidan harus mampu mengambil


tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya

(SOP Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Dinkes Merangin).

Prasyarat yang harus dimiliki adalah:

a) Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas,

termasuk penggunaa KMS BUMIL, Kartu ibu.

b) Alat untuk pelayanan antenatal tersedia dalam keadaan baik

dan berfungsi, antara lain: stetoskop, tensimeter, meteran

kain, timbangan pengukur lingkar lengan atas, stetoskop

janin.

c) Tersedia obat dan bahan lain : Tablet FE, Vaksin TT, Asam
folat.

d) Menggunakan KMS Ibu Hamil, kartu ibu, buku KIA.

e) Terdapat sistem rujukan yang berfungsi dengan baik.

f) Bidan harus bersikap ramah, sopan, dan bersahabat setiap

kunjungan.

(1) Pada Kunjungan Pertama


(a) Melakukan anamnesis riwayat dan mengisi KMS ibu

hamil/ buku KIA, kartu ibu secara lengkap.

(b) Memastikan kehamilan tersebut diinginkan.

(c) Tentukan hari taksiran persalinan (HTP). Jika hari

pertama haid terakhir tidak diketahui, tanyakan kapan

pertama kali merasakan gerakan janin dan disesuaikan

dengan tinggi fundus uteri.

(d) Memeriksa HB

(e) Berikan Imunisasi TT

(2) Pada Setiap Kunjungan Bidan Harus

(a) Menilai keadaan umum dan psikologos ibu.


(b) Memeriksakan unrine untuk tes protein dan glukosa

urine atas indikasi. Bila terdapat kelainan segera

dirujuk.

(c) Mengukur berat badan dan mengukur lingkar lengan

atas, jika beratnya tidak bertambah atau lingkar lengan

atas gizi buruk berika penyuluhan tentang gizi dan

segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan.

(d) Mengukur tekanan darah, bila terdapat kelainan segera

dirujuk.

(e) Periksa HB pada kunjungan pertama dan pada

kehamilan ke 28 minggu, atau sesering mungkin jika

ada tanda-tanda anemia.

(f) Tanyakan pakah ibu hamil meminum tablet FE.


(g) Tanyakan pada ibu apakah ada tanda gejala penyakit

infeksi menular (PMS).

(h) Lakukan pemeriksaan fisik ibu secara lengkap dan

menyeluruh.

(i) Ukur tinggi fundus uteri dengan meteran kain.

(j) Tanyakan apakah ibu merasakan gerakan


janin.

Dengarkan jantung janin.

(k) Nasehat perawatan diri, tanda-tanda bahaya

kehamilan, gizi dan anemia.

(l) Dengarkan keluhan ibu.

(m)Bicarakan persiapan transportasi rujukan,

anggaran persiapan apabila terjadi komplikasi.

(n) Catat seluruh temuan dari KMS, kartu ibu


untuk menentukan tindakan selanjutnya.

B. Pelaksanaan Program Antenatal Care di Puskesmas


Pelaksanaan program ini akan peniliti jelaskan dengan pendekatan sistem,

yang terdiri dari input (SDM, fasilitas, sumber dana, serta kebijakan dan

SOP), proses (proses pelayanan antenatal care), output (cakupan

pelaksanaan K1-K4), umpan balik, dan pengawasan.

1.Input
Input (masukan) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang

terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya

sistem

tersebut (Azwar, 2010). Menurut Griffin (2002), input adalah sumber

daya material, manusia, finansial, dan informasi yang diperoleh

organisasi dari lingkungannya. Input dalam penelitian ini antara lain:

SDM, fasilitas, sumber dana, serta kebijakan dan SOP.

a. SDM
M.T.E. Hariandja (2002), Sumber Daya Manusia

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena

itu SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi organisasi. Menurut Mathis dan Jackson

(2006) SDM adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah

organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara

efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2003) Pengertian Sumber Daya

Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya

fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh


keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya

dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.

b. Fasilitas
Menurut Peraturan Pemerintah no 46 tahun 2014, fasilitas

Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,

baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang

dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau

masyarakat.

Menurut Moekijat (2001) dalam Ermiati dan Sembiring

(2012), secara sederhana yang dimaksud dengan fasilitas adalah

suatu sarana fisik yang dapat memproses suatu masukan (input)

menuju keluaran (output) yang diinginkan. Selanjutnya menurut

Buchari (2001) dalam Ermiati dan Sembiring (2012) fasilitas

adalah penyedia perlengkapan

– perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada

penggunanya, sehingga kebutuhan – kebutuhan dari pengguna

fasilitas tersebut dapat terpenuhi.

c. Sumber Dana
Menurut undang-undang no 36 tahun 2009 pada bab XV

dan pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal

dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat/swasta dan

sumber lain. yang mana yang berasal dari pemerintah yaitu

APBN, sedangkan yang berasal dari pemerintah daerah sering

disebut dengan APBD, dan juga yang berasal dari

masyarakat/swasta yaitu seperti halnya suatu pemberian dari


masyarakat itu sendiri dengan se ikhlasnya ataupun seperti badan

penyelenggara asuransi, sedangkan yang sumber lain itu seperti

halnya bantuan biaya dari luar negri.

1) Pemerintah (APBN)

Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)

adalah suatu daftar yang memuat rincian pendapatan dan

pengeluaran negara untuk waktu tertentu, biasanya satu

tahun. Pada masa orde baru, APBN berlaku dari

tanggal 1 april sampai dengan 31 maret tahun berikutnya,

namun saat ini APBN dihitung sejak tanggal 1 januari

sampai dengan 31 desember.

Anggaran pendapatan dan belanja negara harus

memenuhi fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi.

a) Fungsi alokasi, di dalam APBN dijelaskan sumber


pendapatan dan pendistribusiannya. Pendapatan

yang paling besar dari pemerintah berasal dari

pajak, penghasilan dari pajak dapat di alokasikan

ke berbagai sektor pembangunan. Dengan

pedoman APBN, pendapatan yang bersumber dari

pajak dapat digunakan untuk membangun sarana

umum, dan pengeluaran lainnya yang bersifat

umum.

b) Fungsi distribusi, pajak yang ditarik dari

masyarakat dan masuk menjadi pendapatan dalam

APBN tidak selalu harus didistribusikan untuk

kepentingan umum, melainkan dapat pula


didistribusikan dalam bentuk dana subsidi dan dana

pension. Pengeluaran pemerintas semacam ini

disebut transfer payment. Transfer payment dapat

membatalkan pembiayaan ke salah satu sektor,

kemudian dipindahkan ke sektor yang lain.

c) Fungsi stabilisasi, APBN berfungsi sebagai

pedoman agar pendapatan dan pengeluaran

keuangan negara teratur sesuai dengan yang

telah ditetapkan. Dengan

demikian, akan mempermudah pencapaian

berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Dengan

menetapkan APBN sesuai alokasi yang ditentukan

akan menjaga kestabilan arus uang dan barang

sehingga dapt menghindari terjadinya inflasi atau

deflasi.

Di dalam UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan

mengatur besaran anggaran kesehatan pusat adalah 5%

dari APBN di luar gaji, sedangkan APBD Propinsi dan

Kab/Kota 10% di luar gaji, namun pada kenyataannya

anggaran untuk kesehatan Cuma mendapat angka 2,37%.

padahal menurut Mentri Kesehatan Achmad Sujudi

(waktu itu), idealnya anggaran kesehatan minimalnya 4%

dari APBN, bandingkan misalnya dengan anggaran

pertahanan yang mencapai 5,5% dari APBN. Padahal jika

pemerintah mau, pemerintah bisa saja menjaring dana Rp


1 triliun saja dari BLBI yang di selewengkan yang

totalnya berjumlah Rp 51 triliun untuk menangani

permasalahan kesehatan buruk balita di Indonesia.

2) Pemerintah Daerah (APBD)

APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur

penting keberhasilan suatu daerah di dalam

meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya,

jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan,

maka akan berdampak positif terhadap peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) , khususnya penerimaan

pajak-pajak daerah (Saragih, 2003).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah

yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan

peraturan daerah. APBD memiliki fungsi otorisasi,

perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan

stabilisasi. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa

Perda tentang APBD menjadi dasar untuk melaksanakan

pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi perencanaan berarti bahwa APBD menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan

pada tahun yang bersangkutan, sedangkan fungsi

pengawasan terlihat dari digunakannya APBD sebagai

standar dalam penilaian penyelenggaraan pemerintahan

daerah (Nordiawan, 2007).

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun


2002 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan

kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan

upaya pencapaian hasil kerja atau output dari

perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan.

Selanjutnya, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan

DPRD akan menyusun Arah dan Kebijakan Umum

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang

memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati

sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Begitupun juga keputusan didalam UU No 36 tahun

2009 yang menyatakan bahwa salah satu sumber dana

pada sektor kesehatan yaitu dari APBD provinsi dan

kabupaten/kota, yang mana untuk sektor kesehatan

dikeluarkan dana yaitu sebesar 10% dari APBD.

3) Masyarakat/swasta

Sumber dana dari anggaran masyarakat/swasta yaitu

dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem

ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan

aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun

pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya

pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat

berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya

pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai


jasa layanan kesehatan tersebut.

Kesehatan oleh masyarakat/swasta dapat dirincikan

sebagai berikut:

a) Pengeluaran rumah tangga untuk pembiayaan

kesehatan (out of pocket atau Direct payment),

biaya ini digunakan untuk membiayai pelayanan

kesehatan atau operasional rumah sakit.

b) Pembiayaan oleh perusahaan swasta dan BUMN

non DEPKES untuk membiayai para karyawan,

biaya digunakan untuk membiayai pelayanan atau

operasional rumah sakit.

c) Pembiayaan melalui asuransi kesehatan, yaitu PT

Askes, Asabri dan Jasa Raharja.

4) Bantuan Luar Negri

Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk

penatalaksanaan penyakit – penyakit tertentu cukup

sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya

oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain.

Antara lain berasal dari WHO, UNICEF serta pinjaman

luar negri dan sebagainya.

d. Kebijakan dan SOP


Kebijakan adalah suatu kecermatan, ketelitian, dan langkah

yang diambil untuk mengatasi suatu masalah (Aam, 2006).

Thomas R Dye (1975), dalam Ayuningtias (2014) yang

mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih


oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever

governments choose to do or not to do). Seorang ahli lainnya,

Crinson (2009) menyatakan kebijakan merupakan sebuah konsep,

bukan fenomena spesifik maupun konkrit, sehingga

pendefinisiannya akan menghadapi banyak kendala atau dengan

kata lain tidak mudah.

Melihat pengertian mengenai kebijakan publik diatas,

definisi tersebut pun dapat diaplikasikan untuk memahami

pengertian kebijakan kesehatan. Kebijakan publik yang

bertransformasi menjadi kebijakan kesehatan ketika pedoman

yang ditetapkan bertujuan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat (Dumilah, 2014).

Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan

untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat

penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator

indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata

kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang

bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment

mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi

pemerintahan untuk mewujudkan good governance (Tjipto).

Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem

kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat

dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan

pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan

yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan

kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan


dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode

yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang

sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan

Kerja.

2. Proses
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang

direncanakan (Azwar, 2010). Loudon dan Loudon (2004) dikutip dalam

Sukoco (2007) mengatakan bahwa perubahan dari input menjadi output

yang diinginkan dilakukan pada saat pemrosesan yang melibatkan

metode dan prosedur dalam sistem. Biasanya, aktivitas ini akan secara

otomatis mengklasifikasikan, mengonversasikan, menganalisis, serta

memperoleh kembali data atau informasi yang dibutuhkan.

Proses pelayanan kesehatan pada Unit KIA dimulai saat pasien

datang ke unit pelayanan pendaftaran untuk dilakukan pendaftaran,

kemudian petugas mencari kartu status pasien berdasarkan nomor indeks

pasien. Konsep alur pelayanan antenatal terpadu di puskesmas dapat

dilihat pada gambar dibawah ini:


Gambar 2.1
Alur Pelayanan Antenatal Terpadu di Puskesmas

Sumber: Pedoman ANC Terpadu 2010

3. Output
Output (keluaran) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem (Azwar, 2010).

Menurut Hatry yang dikutip dalam Tjandra (2006), output adalah jumlah

barang atau jasa yang berhasil diserahkan kepada konsumen

(diselesaikan) selama periode pelaporan. Output yang akan dibahas pada

penelitian ini adalah cakupan pelaksanaan K1-K4.

1) Pengertian K1

Menurut Marmi yang dikutip dalam inayah (2013), dalam rangka

pelayanan kesehatan ibu dan anak dalam mencegah tingginya AKI

dilakukan pelayanan ANC/pemeriksaan ibu hamil di puskesmas atau

rumah sakit. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui

pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan

pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat

kali (K4) dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada

triwulan dua, dan dua kali pada triwulan ketiga.

Seperti yang tertera pada pedoman pelayanan antenatal

terpadu (2010), K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan

tenaga kesehatan
yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu

dan komprehensif sesuai standar. Kontak pertama harus dilakukan

sedini mungkin pada trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu

ke 8.

2) Pengertian K4

K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang

keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai

standar yang ditetapkan (Rahmawati, 2013). K4 menurut pedoman

pelayanan antenatal terpadu (2010) yaitu ibu hamil dengan kontak 4

kali atau lebih dengan tenaga kesehatan yang mempunyai

kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan

komprehensif sesuai standar. Kontak 4 kali dilakukan sebagai

berikut: sekali pada trimester I (kehamilan hingga 12 minggu) dan

trimester ke-2 (>12 - 24 minggu), minimal 2 kali kontak pada

trimester ke-3 dilakukan setelah minggu ke 24 sampai dengan

minggu ke 36. Kunjungan antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai

kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan kehamilan.

Kunjungan ini termasuk dalam K4.

4. Pengawasan
Loudon dan Loudon (2004) mengatakan bahwa pengawasan seperti

halnya elemen sistem yang lain. Fungsi pengawasan bertujuan agar

penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf

untuk mencapai tujuan program dapat lebih ddiefektifkan (Muninjaya,

2004).
Pengawasan yang dilaksanakan dengan tepat akan memberikan manfaat,

antara lain:

a. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah

dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana

kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana dan sebagainya) sudah

digunakan dengan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf

dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya

mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien.

d. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.

e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan,

dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan (Muninjaya,

2004).

5. Umpan Balik
Pemberian umpan balik mutlak diperlukan oleh sebuah sistem,

karena hal tersebut akan membantu organisasi untuk mengevaluasi dan

memperbaiki sistem yang ada sekarang menjadi lebih baik (Sukoco,

2007). Umpan balik merupakan hasil atau akibat yang berbalik guna bagi

rangsangan atau dorongan untuk bertindak lebih lanjut atau merupakan

tanggapan langsung dari pengamatan sebagai hasil kelakuan individu

terhadap individu lain (Uripni, 2002). Menurut Azwar (2010), yang

dimaksud dengan umpan balik adalah kumpulan bagian atau elemen yang

merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi

sistem tersebut. Notoatmodjo mengungkapkan salah satu contoh umpan

balik pelayanan Puskesmas antara lain keluhan-keluhan pasien terhadap


pelayanan.

BAB III

PEMBAHASAN
A. Input Pelayanan Antenatal Care

Pada PMK no 75 tahun 2014 pasal sembilan ayat empat dikatakan

bahwa pendirian Puskesmas harus memnuhi persyaratan lokasi, bangunan,

prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.

Input merupakan suatu elemen yang terdapat di dalam sistem dan

merupakan elemen yang sangat penting di dalam berfungsinya suatu sistem

(Azwar, 2010). Apabila suatu input tidak tersedia dengan baik, maka akan

dapat menghambat jalannya suatu proses dan dapat menghambat suatu

sistem dalam mencapai tujuannya. Begitu juga dalam penelitian ini. Dalam
menjalankan pelayanan antenatal care, suatu Puskesmas harus dapat

menyediakan input dengan baik. Input dalam penelitian ini antara lain yaitu

SDM, fasilitas, sumber dana, serta juga kebijakan dan SOP.

1. Sumber Daya Manusia (SDM)


Pembahasan mengenai gambaran sumber daya manusia

Puskesmas Ciputat Timur pada penelitian ini akan membahas dari

dua aspek, yaitu dari aspek kuantitas dan juga aspek kualitas.

a. Gambaran Kuantitas

Menurut M.T.E. Hariandja (2002), sumber daya manusia

merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam

pelaksanaan pelayanan antenatal. Berdasarkan hasil

wawancara dan telaah dokumen yang telah dilakukan

diketahui bahwa jumlah sumber daya manusia yang berada

di ruangan KIA berjumlah sembilan orang. Sembilan orang

petugas KIA bertanggung jawab

memberikan beberapa pelayanan diantaranya pelayanan di

luar gedung, di dalam gedung, serta pelayanan persalinan.

Dari jumlah serta tugas yang dimiliki tersebut, informan

dari pihak Puskesmas mengatakan bahwa sumber daya

manusia yang dimiliki tersebut masih kurang dan

diperlukannya penambahan sumber daya manusia di ruang

KIA. Tingginya jumlah dan jenis pekerjaan yang harus

dilaksanakan dengan sumber daya manusia dengan jumlah

yang masih kurang, maka akan menimbulkan beban kerja

yang tinggi bagi petugas, kemudian dengan tingginya beban

kerja yang dimiliki petugas, akan dapat mempengaruhi


kinerja petugas tersebut. Sebagaimana yang disebutkan oleh

Hurrel dalam Dian (2008) bahwa beban kerja petugas yang

terlalu berat dapat menimbulkan stress kerja pada petugas.

Apabila petugas mengalami stress kerja tentunya petugas

tidak dapat melakukan kegiatan pelayanan antenatal dengan

baik, sehingga akan berdampak kepada pasien yang sedang

melakukan pemeriksaan kehamilan.

Puskesmas Kederasan Panjang merupakan Puskesmas

mampu PONED, yaitu Puskesmas yang mampu

menyelenggarakan pelayanan obstetric neonatal emergensi

dasar (PONED). Setelah dilakukannya telaah dokumen

terhadap pedoman pelaksanaan Puskesmas PONED, tenaga

kesehatan yang dimiliki oleh Puskesmas sudah memenuhi

standar tenaga kesehatan menurut buku pedoman Puskesmas

mampu PONED, yang mana di dalam

buku pedoman tercantum bahwa minimal bidan yang harus

dimiliki oleh Puskesmas yaitu sebanyak lima orang dan

berpendidikan minimal D3, dan sedangkan bidan yang

dimiliki oleh Puskesmas Kederasan Panjang sebanyak 10

orang bidan yang berpendidikan D3. Analisis data tersebut

menunjukkan bahwa secara standar minimal petugas

pelayanan kesehatan, Puskesmas Kederasan Panjang tidak

mengalami kekurangan SDM KIA.

b. Gambaran Kualitas

1) Pendidikan

Secara nasional pendidikan merupakan sarana


yang dapat mempersatukan setiap warga Negara

menjadi satu bangsa, pendidikan juga dapat menjadi

wahana baik bagi Negara untuk membangun sumber

daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan

(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007).

Pengertian lain mengatakan bahwa pendidikan

merupakan hajat orang banyak dan akan menjadi

barometer bagi setiap manusia, sehingga semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, semakin luas dan bernas

pola pikir, pola tindak dan pola lakunya (Isjoni, 2006).

Teori tersebut didukung dengan hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Mardiyoko (2008), diketahui

bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan

seseorang dalam melaksanakan tugas yang menjadi

tanggung jawabnya sesuai dengan kompetensi. Menurut

penelitian tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka semakin memahami

pula rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan

tugasnya.

Petugas yang memberikan pelayanan antenatal

kepada ibu hamil di Puskesmas Kederasan Panjang

terdiri dari bidan yang berpendidikan D4 berjumlah 5

orang, dan petugas yang berpendidikan D3 berjumlah 10

orang, dengan begitu petugas yang melakukan

pelayanan antenatal berpendidikan kebidanan dan hal


tersebut sesuai dengan yang dikatakan di dalam buku

pedoman PWS-KIA bahwa tenaga kesehatan yang

berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada

ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan, dokter,

bidan dan perawat, akan tetapi pelayanan yang

membutuhkan keahlian dokter spesialis tidak dapat

diberikan karena Puskesmas masih belum memiliki

dokter spesialis kebidanan sepertinya tercantum pada

buku pedoman PWS-KIA.

2) Tindakan Pelayanan

Tindakan merupakan wujud kebudayaan sebagai

suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat

itu (Efendi dan Makhfudli, 2009). Pelayanan adalah

proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang

lain secarang langsung, dan pelayanan yang diperlukan

manusia pada dasarnya ada dua jenis yaitu layanan fisik

yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan

administratif yang diberikan oleh orang lain selaku

anggota organisasi baik itu organisasi massa ataupun

Negara (Nogi, 2007).

Pada buku pedoman pelayanan antenatal terpadu

tahun 2010 dikatakan bahwa Pelayanan antenatal

terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan

berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil

yang bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil

memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas


sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat,

bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang

sehat. Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan akan

mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu

bersalin dan bayi baru lahir serta ibu nifas.

Hasil penelitian mengatakan bahwa sebagian besar

informan yang sudah pernah memeriksakan

kehamilannya di Puskesmas mengatakan bahwa cara

petugas melakukan pemeriksaan sudah bagus, namun

ada informan yang mengatakan bahwa bidannya seperti

baru-baru tahu atau kurang paham dan sebagian besar

tugasnya dilakukan oleh anak magang. Menurut buku

pedoman antenatal terpadu tahun 2010 dalam

pelayanan antenatal terpadu tenaga kesehatan harus

dapat memastikan bahwa kehamilan berlangsung

normal, mampu mendeteksi dini masalah dan penyakit

yang dialami ibu hamil, melakukan intervensi secara

akurat sehingga ibu hamil siap untuk menjalani

persalinan normal.

Jika dilihat dari pernyataan informan yaitu

bahwasanya bidannya seperti baru-baru tahu atau

kurang paham dan sebagian besar tugasnya dilakukan

oleh anak magang maka ditakutkan pelayanan antenatal

yang diberikan kurang maksimal dan tidak sesuai

dengan apa yang di inginkan di dalam buku pedoman

antenatal terpadu, sehingga dengan demikian pihak


Puskesmas sebaiknya meningkatkan sistem pelayanan

dengan lebih baik lagi yang sesuai dengan buku

pedoman antenatal. Penignkatan pelayanan tersebut

perlu dilakukan dikarenakan akan mempengaruhi

terhadap kepuasan pasien terhadap pelayanan yang

diberikan, hal tersebut serupa dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Puas dkk yang menyatakan bahwa

adanya hubungan antara tindakan yang diberikan oleh

petugas dengan tingkat kepuasan pasien.

3) Sikap

Seperti yang dikatakan sebagian besar informan

yang sudah pernah memeriksakan kehamilannya ke

Puskesmas Kederasan Panjang mengutarakan bahwa

cara petugas dalam melakukan pemeriksaan sudah

bagus, akan tetapi sebagian dari petugas bersikap tidak

ramah. Sikap tersebut bisa disebabkan dari tingginya

beban kerja ataupun adanya suatu masalah pribadi yang

dipikirkan oleh petugas tersebut. Seperti yang

dikatakan oleh Gunarsah (2008) bahwa sikap adalah

sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan cara

merasakan , berpikir, bertingkah laku dalam suatu

situasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Rangkuti

(2006) yaitu sikap merupakan suatu kecenderungan

untuk berprilaku dan dapat dipengaruhi oleh situasi.

Menurut Ivancevich et al (2007) mengatakan bahwa

sikap membangun dasar emosional hubungan


interpersonal seseorang dan identifikasi dengan orang

lain serta sikap diorganisasikan dan dekat dengan inti

kepribadian. Sebagian besar infoman yang tidak pernah

memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Kederasan

Panjang beralasan tidak ingin melakukan pemeriksaan

kehamilannya ke Puskesmas Kederasan Panjang

dikarenakan sikap petugas yang tidak ramah, sehingga

mereka lebih memilih untuk memeriksakan

kehamilannya di fasilitas kesehatan swasta.

Kepala Puskesmas serta pemegang program KIA

sudah sebaiknya lebih menekankan kepada

karyawannya untuk bersikap lebih ramah lagi kepada

setiap pasien, karena sebagian besar informan

menyatakan bahwa sikap dari petugas menunjukkan

sikap yang tidak ramah dan akan mempengaruhi ibu

hamil enggan untuk melakukan pemeriksaan antenatal

di Puskesmas Kederasan Panjang. Pernyataan tersebut

sesuai dengan penelitian Lailatul dkk (2013) yang

menunjukkan bahwa adanya hubungan antara sikap

petugas dengan pemanfaatan pelayanan oleh ibu hamil

yang diberikan oleh Puskesmas.

2. Fasilitas
Kelengkapan fasilitas merupakan suatu faktor yang harus di

penuhi oleh setiap wadah pemberi pelayanan kesehatan, dengan

terlengkapinya fasilitas yang akan digunakan dalam memberikan

suatu pelayanan, maka pelayanan akan dapat diberikan dengan


maksimal. Buchari (2001) dalam Ermiati dan Sembiring (2012)

mengatakan fasilitas adalah penyedia perlengkapan – perlengkapan

fisik untuk memberikan kemudahan kepada penggunanya, sehingga

kebutuhan – kebutuhan dari pengguna fasilitas tersebut dapat

terpenuhi.

Puskesmas Kederasan Panjang memiliki satu ruangan

pelayanan antenatal, yaitu ruangan kesehatan ibu dan anak.

Berdasarkan wawancara dengan pihak Puskesmas diketahui bahwa

tidak adanya permasalahan mengenai fasilitas yang dimiliki

Puskesmas Kederasan Panjang saat ini. Setelah dilakukannya

observasi lapangan diketahui bahwa fasilitas ataupun peralatan yang

miliki Puskesmas untuk melakukan pelayanan antenatal sudah

sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota

Tangerang selatan yang dicantumkan di dalam SOP, diantaranya

yaitu: stetoskop, tensimeter, meteran kain, timbangan, pengukur

lingkar lengan atas serta stetoskop janin.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Lailatul dkk (2013)

yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara

ketersediaan pelayaan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan

antenatal, tidak adanya hubungan tersebut dikarenakan hampir

seluruh responden menyatakan bahwa ketersediaan pelayanan

kesehatan sudah cukup.

Lengkap atau tidaknya suatu fasilitas atau peralatan yang

dimiliki Puskesmas dalam memberikan pelayanan antenatal akan

dapat dirasakan oleh pasien secarang langsung, sehingga pasien

dapat menilai apakah pelayanan yang diberikan sudah baik atau


belum. Pasien akan merasa terlayani dengan baik apabila pasien

tersebut dapat di layani dengan segala peralatan yang dibutuhkan

dalam pemeriksaan, dan akan berdampak kepada pemikiran pasien

apakah mereka sudah terlayani dengan puas atau belum.

Hasil penelitian Puas dkk (2012) mengatakan bahwa adanya

hubungan antara kepuasan pasien terhadap pelayanan yang

diberikan dengan kelengkapan fasilitas yang dimiliki, dengan

adanya tingkat kepuasan tersebut maka akan mempengaruhi apakah

pasien tersebut menggunakan jasa pelayanan tersebut kembali atau

tidak. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil dalam penelitian

ini, yaitu ditemukan hasil bahwa salah satu informan yang

memeriksakan kehamilan kurang (1 kali) ke Puskesmas Kederasan

Panjang hanya memeriksakan kehamilannya satu kali dikarenakan

fasilitas yang dimiliki Puskesmas tidak sebaik fasilitas yang dimiliki

tempat beliau memeriksakan kehamilannya pada pemeriksaan

berikutnya.

3. Sumber Dana
Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung

terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan

keinginan apabila didukung penuh dari segi pembiayaannya. Begitu

juga dengan pelayanan antenatal, pelayanan akan berjalan dengan

baik apabila pelaksaan pelayanan tersebut didukung oleh pendanaan

yang memadai.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada

permasalahan bagi Puskesmas Ciputat Timur mengenai pembiayaan

dalam melaksanakan pelayanan antenatal, hal tersebut dikarenakan


sumber pembiayaan Puskesmas berasal dari pemerintah daerah.

Berdasarkan undang-undang no 36 tahun 2009 pada bab XV dan

pasal 170 yang mana sumber pembiayaan kesehatan berasal dari

pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat/swasta dan sumber lain.

Pembiayaan yang berasal dari pemerintah yaitu APBN, sedangkan

yang berasal dari pemerintah daerah sering disebut dengan APBD,

dan juga yang berasal dari masyarakat/swasta yaitu seperti halnya

suatu pemberian dari masyarakat itu sendiri dengan seikhlasnya

ataupun seperti badan penyelenggara asuransi. Selain dengan

pembiayaan, Puskesmas juga menerima biaya dari pasien yang

menggunakan jaminan kesehatan yang di miliki oleh masyarakat

seperti BPJS, Askes, Jamkesda dan Jamkesmas. Penggunaan

jaminan kesehatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang pedoman

pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional.

Berdasarkan dari pernyataan dari kepala program KIA,

diketahui bahwa tidak adanya permasalahan terkait pendanaan

dalam menjalankan

program KIA. Setiap permasalahan pendanaan dari setiap kegiatan

yang dilakukan sudah terpenuhi dengan baik. Sistem pembiayaan

Puskesmas Ciputat Timur yaitu dengan cara mengajukan jumlah

dana dari setiap kegiatan apa saja yang ingin dilaksanakan pada

bulan tersebut. Setelah permohonan tersebut di berikan ke Dinas

Kesehatan dan kemudian disetujui oleh Dinas Kesehatan, maka

dana yang diajukan oleh Puskesmas dapat diterima dan digunakan

sebagaimana mestinya.
4. Kebijakan dan SOP
Kebijakan merupakan suatu keputusan atau langkah yang

diambil oleh organisasi untuk dapat mencapai output ataupun tujuan

yang diinginkan, dan dengan terpenuhinya elemen input dengan

baik, maka akan sangat membantu berjalannya sebuah proses untuk

mencapai output yang telah direncanakan.

Puskesmas Kederasan Panjang dalam hal ini menganut

beberapa kebijakan yaitu berupa kebijakan dari Kementerian

Kesehatan dan juga kebijakan Dinas Kesehatan Kota Merangin.

Disamping menganut kebijakan tersebut, Puskesmas Kederasan

Panjang juga memiliki kebijakan tersendiri guna memberikan

pelayanan antenatal yang optimal kepada masyarakat, diantaranya

yaitu seperti kebijakan operasional seperti jam pelayanan antenatal

yang mana dimulai dari jam 7:30 sampai dengan jam 11:00, apabila

ada ibu hamil dalam keadaan darurat yang benar-benar harus di

periksa atau di tolong, maka Puskesmas masih menerima

pemeriksaan dikarenakan jam operasional kerja Puskesmas

berakhir pada pukul 14.00.

Selain adanya kebijakan yang di anut, Puskesmas juga

memiliki suatu standar prosedur dalam menjalankan pelayanan

antenatal. Puskesmas pada dasarnya tidak memiliki SOP yang

dibuat sendiri oleh pihak Puskesmas, melainkan menggunakan SOP

yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota Merangin.

SOP yang dibuat oleh Dinas Kesehatan menurut kepala TU

belum terlalu rinci bagaimana prosedur dalam menjalankan

pelayanan antenatal, sehingga sulit untuk dipahami dan di terapkan.


Diketahui hasil dari wawancara dengan pemegang program KIA

Puskesmas Kederasan Panjang mengatakan bahwa dalam pelayanan

antenatal di Puskesmas Kederasan Panjang tidak menggunakan

pedoman yang ada di dalam SOP Dinas Kesehatan, akan tetapi

proses pelayanan antenatal menggunakan prosedur yang ada di

dalam buku pedoman antenatal terpadu yang dibuat oleh

Kementerian Kesehatan tahun 2010.

Dimilikinya suatu standar operasional prosedur yang jelas

akan dapat memberikan pelayanan yang baik yaitu pelayanan yang

yang diberikan sesuai dengan standar operasional prosedur. Dengan

baiknya mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien, akan

menimbulkan rasa kepuasan bagi pasien terkait pelayanan yang

diberikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Puas

(2012) yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara kepuasan

pasien dengan pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar

operasional prosedur.

Pihak Puskesmas maupun pihak Dinas Kesehatan Kota

Merangin sudah sebaiknya memperbaiki SOP yang ada pada saat

ini, supaya setiap kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Atmoko, (2010), yaitu Standar Operasional

Prosedur (SOP) adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan

tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja

instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,

administrasi dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja

dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP
adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh

satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good

governance.

B. Proses
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam

sistem yang berfungsi untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran

(outout) yang direncanakan (Azwar, 2010).

Setelah dilakukannya observasi lapangan dan wawancara dengan

pihak Puskesmas diketahui bahwa proses atau alur pelayanan antenatal di

Puskesmas Ciputat Timur merujuk pada alur pelayanan antenatal yang ada

di dalam buku pedoman antenatal terpadu tahun 2010 yang dibuat oleh

Kementerian Kesehatan, seperti gambar di bawah ini:

Gambar 6.1
Alur Pelayanan Antenatal Terpadu di Puskesmas Menurut
Buku Pedoman Antenatal Terpadu

Bermula dari pasien mengambil nomor antrian di loket, kemudian

pasien akan di panggil sesuai nomor antrian yang mereka miliki untuk

pendataan diri, kemudian pasien diberikan nomor antrian poli KIA,


kemudian apabila data pasien sudah masuk di poli KIA pasien akan

dipanggil berdasarkan nomor antrian yang mereka pegang, kemduian

pasien diperiksa oleh petugas, pabila diperlukannya cek laboratorium, maka

pasien akan di perintahkan untuk periksa di laboratorium, kemudian apabila

tidak diperlukannya pemeriksaan, pasien di persilahkan mengambil obat ke

apotek jika ada obat yang dibutuhkan, dan apabila tidak ada obat yang

diperlukan, maka pasien dapat pulang kerumah. Berbeda dengan pasien

yang memerlukan rujukan, apabila petugas Puskesmas tidak mampu

menangani pasien bisa jadi dikarenakan keterbatasan alat, maka pasien

akan dibuatkan surat rujukan oleh pihak Puskesmas ke fasilitas kesehatan

yang lebih baik. Selain proses alur pelayanan mulai dari pasien mendaftar

hingga pulang, sistem alur pemeriksaan antenatal juga merujuk pada

tahapan pemeriksaan antenatal yang ada di dalam buku pedoman antenatal

terpadu tahun 2010.

Alur pelayanan tersebut merupakan sebuah prosedur yang harus

dimiliki untuk dapat mencapai output yang diinginkan. Seperti yang

diutarakan oleh Loudon dan Loudon (2004) dikutip dalam Sukoco (2007)

mengatakan bahwa perubahan dari input menjadi output yang diinginkan

dilakukan pada saat pemrosesan yang melibatkan metode dan prosedur

dalam sistem. Apabila suatu

proses dijalankan dengan menggunakan metode dan prosedur yang baik,

makan proses pelayanan antenatal dapat berjalan dengan baik.

C. Output
Output yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data cakupan

pelayanan antenatal Puskesmas Ciputat Timur. Berdasarkan data yang

didapat diketahui bahwa data pelayanan K4-K1 mencapai 71% ibu hamil
dengan target 1323. Terjadinya suatu penurunan pada tahun 2014, yang

mana berdasarkan data laporan tahunan tahun 2014 didapatkan data

pelayanan K4-K1 atau Antenatal Care hanya mencapai angka 58% dari

1471 ibu hamil yang ditargetkan (Laporan Tahunan PKM Ciputat Timur

2013 dan 2014). Pencapaian tersebut berbading

terbalik dengan target yang diinginkan pemerintah, pemerintah setiap

tahunnya menargetkan yaitu pencapaian pelayanan antenatal setiap

tahunnya harus terus meningkat, akan tetapi capaian yang didapatkan

Puskesmas Kederasan Panjang mengalami penurunan pada tahun 2018 dan

2019.

Menurut Hatry yang dikutip dalam Tjandra (2006), output adalah

jumlah barang atau jasa yang berhasil diserahkan kepada konsumen

(diselesaikan) selama periode pelaporan. Dengan rendahnya hasil cakupan

yang diperoleh Puskesmas Kederasan Panjang, Puskesmas sudah

seharusnya meningkatkan cakupan terhadap pelayanan antenatal ke

masyarakat supaya dapat meningkatkan ibu hamil sehat sehingga dapat

mencegah kematian ibu pada saat melahirkan.

Gusti (2008) mengatakan bahwa output adalah barang atau jasa

yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan

input yang digunakan. Bagusnya pencapaian output tidak lepas dari

baiknya input yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila input yang

dimiliki tidak baik makan output yang dihasilkan akan tidak baik juga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidak tercapaiannya

pelayanan antenatal sesuai dengan target yang sudah ditetapkan dapat

dikarenakan input masih kurang baik, diantaranya yaitu: Sikap sebagian

petugas yang tidak ramah kepada pasien, belum bagusnya fasilitas USG
yang dimiliki Puskesmas. Selain kurang baiknya input yang dimiliki,

proses pendaftaran yang lama dalam sistem pendaftaran juga dapat

mempengaruhi rendahnya capaian pelayanan antenatal, kemudian program

koin kepuasan yang untuk mengetahui seberapa jauh kepuasan pasien

terhadap pelayanan yang telah diberikan masih belum berjalan secara

efektif, sehingga pihak Puskesmas kurang optimal dalam memperbaiki

kekurangan-kekurangan dari pelayanan sebelumnya.

D. Pengawasan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan diketahui bahwa

kepala Puskesmas Kederasan Panjang melakukan pengawasan kerja

karyawan setiap harinya, kemudian setiap satu minggu sekali Puskesmas

melakukan kegiatan lokbul setelah jam pelayanan selesai, yang bertujuan

untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah dilakukan.

Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat

lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program

dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2004). Pengawasan yang dilaksanakan

dengan tepat akan memberikan manfaat, antara lain:

a. Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah

dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau

rencana kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana dan

sebagainya) sudah digunakan dengan sesuai dengan yang telah

ditetapkan.

b. Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf

dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya

mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien.

d. Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan.


e. Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan,

dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan (Muninjaya,

2004).

Melihat masih rendahnya cakupan pelayanan antenatal Puskesmas

Kederasan Panjang, sudah sepantasnya kepala Puskesmas memberikan

pengawan dan perhatian lebih terhadap pelaksanaan pelayanan antenatal

dengan tujuan agar seluruh ibu hamil yang ada di dalam cakupan kerja

Puskesmas Kederasan Panjang mendapatkan pelayanan yang maksimal dari

Puskesmas.

E. Umpan Balik
Dalam upaya untuk mendapatkan umpan balik dari pasien terhadap

pelayanan yang telah diberikan oleh pihak Puskesmas, Puskesmas

Kederasan Panjang memiliki sistem koin kepuasan pasien. Koin kepuasan

pasien tersebut bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih

baik dibanding pelayanan yang telah diberikan terdahulu. Upaya yang telah

dilakukan oleh Puskesmas Kederasan Panjang untuk mendapatkan umpan

balik didukung oleh penyataan Sukoco (2007) mengenai manfaat

dilakukannya proses umpan balik, yaitu pemberian umpan balik mutlak

diperlukan oleh sebuah sistem, karena hal tersebut akan membantu

organisasi untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem yang ada sekarang

menjadi lebih baik.

Sistem penilaian koin kepuasan pasien dilakukan setiap hari setelah

jam pelayanan selesai. Penghitungan koin kepuasan tersebut dilakukan oleh

petugas bagian administrasi. Hasil dari catatan koin kepuasan yang

dikumpulkan setiap hari tersebut kemudian di bahas pada kegiatan lokbul,


yang mana kegiatan lokbul tersebut dilakukan pada setiap hari jum’at

setelah jam pelayanan selesai. Jika ditemukannya tingkat ketidak puasan

yang tinggi, maka dalam kegiatan tersebut akan dilakukannya

pembahasan mengenai permasalahan mengapa banyak pasien yang merasa

tidak puas serta membahas bagaimana solusinya.

Setelah dilakukannya telaah dokumen, diketahui bahwa masih

adanya kolom penghitungan kepuasan yang tidak terisi, hal tersebut

dikarenakan sistem koin kepuasan tidak berjalan. Proses dari sistem koin

kepuasan ini yaitu dimulai dari petugas memberikan koin kepada pasien

yang telah selesai menerima pelayanan kemudian pasien memasukkan koin

tersebut kedalam kotak yang telah disediakan di dekat pintu disetiap ruang

pelayanan termasuk loket, serta ruang pelayanan lainnya. Apabila kegiatan

penghitungan koin kepuasan tersebut tidak dilaksanakan setiap hari, maka

akan mempersulit pihak Puskesmas untuk mengetahui sejauh mana hasil

dari pelayanan yang diberikan kepada pasien. Pernyataan tersebut sesuai

dengan pernyataan Uripni (2002) mengenai umpan balik, yaitu umpan balik

merupakan hasil atau akibat yang berbalik guna bagi rangsangan atau

dorongan untuk bertindak lebih lanjut atau merupakan tanggapan langsung

dari pengamatan sebagai hasil kelakuan individu terhadap individu lain.

Puskesmas dalam hal ini sudah sebaiknya untuk meningkatkan

kerja sistem koin kepuasan yang digunakan untuk mengetahui umpan balik

dari pasien. Meningkatkan kerja sistem koin kepuasan ini bertujuan untuk

dapat mengetahui sejauh mana kepuasan pasien terhadap pelayanan yang

telah diberikan oleh pihak Puskesmas.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Gambaran Input Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di

Puskesmas Kederasan Panjang.

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

1) Kuantitas

Jumlah SDM yang dimiliki puskesmas sebanyak 15 orang, dan

sudah memenuhi standar minimal bidan dalam buku pedoman

Puskesmas mampu PONED.

2) Kualitas

a) Pendidikan

Jumlah tenaga kesehatan ibu dan anak yang dimiliki Puskesmas

Ciputat Timur yang berpendidikan D4 yaitu berjumlah 5 orang,

dan petugas yang berpendidikan D3 berjumlah 10 orang.

b) Tindakan Pelayanan

Cara petugas melakukan pemeriksaan sudah bagus,

bidannya seperti baru-baru mengerti dan sebagian besar

tugasnya dilakukan oleh anak sekolah yang sedang praktek

lapangan.

c) Sikap

Petugas Puskesmas bersikap ramah dalam memberikan


pelayanan, dan juga ada sebagian petugas yang bersikap

tidak ramah kepada pasien.

b. Fasilitas

Fasilitas pelayanan antenatal yang dimiliki Puskesmas

Kederasan Panjang sudah cukup baik dan lengkap dan juga sudah

sesuai dengan standar fasilitas yang tercantum di dalam SOP Dinas

Kesehatan Kota Merangin.

c. Sumber Dana

Pembiayaan dalam menjalankan pelayanan antenatal di

Puskesmas Pematang Kandis tidak memiliki kendala, dikarenakan

semua pembiayaan di biayai oleh pemerintah daerah.

d. Kebijakan/SOP

Kebijkan mengenai pelayanan antenatal Puskesmas

menggunakan kebijakan dari Kementerian Kesehatan dan juga

Dinas Kesehatan Kota Merangin dan juga kebijakan Puskesmas itu

sendiri, diantaranya adalah jam operasional kerja. Sistem pelayanan

antenatal Puskesmas Kederasan Panjang mengacu kepada buku

pedoman antenatal terpadu yang di terbitkan oleh Kementerian

Kesehatan.

2. Gambaran Proses Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di

Puskesmas Kederasan Panjang.

Sistem alur pelayanan antenatal sesuai dengan alur pelayanan

yang ada di dalam buku pedoman antenatal terpadu Kementerian

Kesehatan. Proses pelayanan pemeriksaan antenatal berjalan dengan

cepat, namun proses pada loket pendaftaran berjalan lama. Puskesmas

juga melakukan kunjungan kerumah bagi ibu hamil yang tidak


memeriksakan kehamilannya.

3. Gambaran Output Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care Di

Puskesmas Kederasan Panjang.

Ketidak tercapaiannya pelayanan antenatal sesuai dengan target

yang sudah ditetapkan dapat dikarenakan input masih kurang baik,

diantaranya yaitu: Sikap sebagian petugas yang tidak ramah kepada

pasien, belum bagusnya fasilitas USG yang dimiliki Puskesmas. Selain

kurang baiknya input yang dimiliki, proses pendaftaran yang lama

dalam sistem pendaftaran dapat mempengaruhi rendahnya capaian

pelayanan antenatal, kemudian program koin kepuasan yang untuk

mengetahui seberapa jauh kepuasan pasien terhadap pelayanan yang

telah diberikan masih belum berjalan secara efektif, sehingga pihak

Puskesmas kurang optimal dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan

dari pelayanan sebelumnya.

4. Gambaran Pengawasan Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care

Di Puskesmas Kederasan Panjang.

Kepala Puskesmas Kederasan Panjang melakukan pengawasan

kerja karyawan, kemudian setiap satu minggu sekali Puskesmas

melakukan kegiatan lokbul setelah jam pelayanan selesai, yang

bertujuan untuk mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah dilakukan.

5. Gambaran Umpan Balik Dalam Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care

Di Puskesmas Kederasan Panjang.

Puskesmas Kederasan Panjang menggunakan sistem koin

kepuasan pasien, hasil dari catatan koin kepuasan yang dikumpulkan

setiap harinya, kemudian di bahas pada kegiatan lokbul.


B. Saran
1. Saran Untuk Puskesmas Kederasan Panjang

a. Kepala Puskesmas serta pemegang program KIA sudah

sebaiknya lebih menekankan kepada karyawan untuk bersikap

lebih ramah lagi kepada setiap pasien, bisa dengan cara

memberikan pelayanan pelayanan prima kepada setiap petugas.

b. Memperbaiki sarana dan prasarana penunjang pelayanan

kesehatan terutama pelayanan antenatal seperti meningkatkan

kualitas USG.

c. Puskesmas sebaiknya memiliki SOP sendiri akan tetapi tetap

merujuk kepada SOP yang dibuat oleh Dinas Kesehatan, agar

dapat mempermudah dalam melaksanakan pelayanan antenatal.

d. Membedakan loket pendaftaran bagi pasien BPJS, pasien umum,

serta pembuatan rujukan, sehingga proses pelayanan di loket

dapat berjalan dengan cepat.

e. Meningkatkan kerja sistem koin kepuasan yang bertujuan untuk

dapat mengetahui sejauh mana kepuasan pasien terhadap

pelayanan yang telah diberikan.


DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

Anton A. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: CV Pustaka Setia; 2010.

Appley A, Lawrence, Lee, Oey L. Pengantar Manajemen. Jakarta:


Salemba
Empat; 2015.
Indonesia KK. Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai