Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi pentingnya CBR


Sering kali kita bingung memilih jurnal referensi untuk kita baca dan pahami.
Terkadang kita memilih satu buku , namun kurang memuaskan hati kita, misalnya
dari segi analisis bahasa, pembahasan tentang fonologi . Oleh karena itu, penulis
membuat Critical Book Review ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih
buku referensi, terkhusus pada pokok bahasa tentang fonologi.

B. Tujuan penulisan CBR


 Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku
 Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang ada disetiap
buku
 Membandingkan isi buku pertama dengan isi buku kedua.
C. Manfaat CBR
 Untuk memenuhi tugas kuliah bahasa Indonesia
 Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan buku
 Membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dan menalar dan menganalisis isi
buku.
D. Identitas buku
Buku utama
1. Judul : FONOLOGI BAHASA INDONESIA
2. Edisi :1
3. Pengarang : Masnur Muslich
4. Penerbit : Bumi Aksara
5. Kota terbit : Jakarta
6. Tahun terbit : 2008
7. ISBN : 978-979-010-426-6

1
Buku Pembanding

1. Judul buku : fonetik


2. Pengarang : marsono
3. Penerbit : Gadjah Mada University Press
4. Tahun Terbit : 1989
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. ISBN : 979-420-014-x
7. Tebal Buku : 130 Halaman
8. Edisi : 1

2
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

A. RINGKASAN BUKU UTAMA


Fonologi
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti ‘bunyi’,
dan logi yang berarti ‘ilmu’, sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai 
bagian dari linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis
bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Menurut hierarki
satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan
fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut
mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah
cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi
bunyi tersebut sebagai pembeda makna.

Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran
beserta dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku
kata. Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran.
Silabel sebagai satuan ritmis terkecil mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas)
yang biasanya jatuh pada sebuah bunyi vocal.

Fonetik
Fonetik dibedakan menjadi 3, yaitu fonetik artikulateris, fonetik akustik, dan fonettik
auditoris. Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis
meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Fonetik akustik, yang objek kajiannya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara.
Sedangkan fonetik auditori meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu “diterima”
oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dari ketiga jenis
fonetik itu, yang paling berkaitan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris,
karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaiman bunyi bahasa itu diproduksi
atau dihasilkan.Selanjutnya akan dijelaskan mengenai transkripsi fonetik. Yang
dimaksud transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi –bunyi bahasa secara akurat atau
secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Nama alat-alat ucap atau

3
alat-alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut (dimulai
dari dalam) : paru-paru (lung); batang tenggorokan (trachea); pangkal tenggorokan
(laring); pita suara (vocal cord); krikoid (cricoids); tiroid (thyroid); arutenoid
(arythenoid); dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx); epiglotis (epiglotis);
akar lidah (root of the tongue, dorsum); tengah lidah (middle of the tongue, medium);
daun lidah (blade of the tongue, laminum); ujung lidah (tip of the tongue, apex); anak
tekak (uvula); langit-langit lunak (soft plate, velum); langit-langit keras (hard plate,
palate,); gusi, ceruk gigi (alveolum); gigi atas (upper teeth, dentum); gigi bawah
(lower teeth, dentum); bibir ata (upper lip, labium); bibir bawah (lower lip, labium);
mulut (mouth); rongga mulut (oral cavity); rongga hidung (nasal cavity). Nama-nama
latin alat ucap itu perlu diperhatikan.
a. BAB 2 : Fonetik : Gambaran Umum
Secara umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, fonetik auditoris atau fonetik pesepsi.Permasalahan
ketidaklancaran berujar yang terkait dengan kajian fonetik yang disebabkan oleh
kegagapan (stuttering), kelumpuhan saraf otak (cerebral palsied), afasia (aphasia),
disleksia (dyslexia), disatria (disathria), dan lain-lain.Kondisi kajian fonetik dan
beberapa tokoh ilmu fonetik dikemukakan dalam bab ini. Seperti Bertil Malmberg
yang mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa. Serta David
Ambercrombie yang berpendapat bahwa fonetik adalah ilmu yang bersifat teknis.
b. BAB 3 Fonetik : Tahapan Komunikasi, Proses Pembentukan, Transkripsi
Fonetis
Proses diman serorang pembicara menyampaikan maksud kepada yang diajak bicara,
yang didengar sebagai rangkaian bunyi, kemudian menjadi bunyi yang mengandung
makan atau maksud sesuai dengan tujuan komunikasi.Terjadinya proses pembentukan
bunyi yang diperankan oleh saran-sarana utama seperti arus udara, pita suara, alat-alat
ucap (komponen supraglotal, komponen laring, dan komponen subglotal).
c. BAB 4 Klasifikasi Bunyi Segmental dan Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa
Indonesia
Dasar klasifikasi bunyi segmental yang didasarkan pada berbagai macam criteria,
seperti (1) ada tidaknya gangguan, (2) mekanisme udara, (3) arah udara, (4) pita
suara, (5) lubang lewatan udara, (6) mekanisme artikulasi, (7) cara gangguan, (8)
maju mundurnya lidah, (9) tinggi rendahnya lidah, dan (10) bentuk bibir.Deskripsi
bunyi segmental baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa
4
Indonesia yang sangat variatif setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan
lingkungan
d. BAB 5 Bunyi Suprasegmental, Bunyi Pengiring, Diftong, Kluster, dan Silaba
Oleh para fonetisi, bunyi-bunyi suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis,
yaitu yang menyangkut aspek (a) tinggi-rendah bunyi (nada), (b) keras-lemah bunyi
(tekanan), (c) panjang-pendek bunyi (tempo), dan (d) kesenyapan (jeda).Bunyi sertaan
atau pengiring dapat dikelompokkan menjadi 9, yaitu bunyi efektif, bunyi klik, bunyi
aspirasi, bunyi eksplosif (bunyi lepas), bunyi retrofleksi, bunyi labialisasi, bunyi
palatalisasi, bunyi glotalisasi, bunyi nasalisasi.Dalam praktiknya diftong terdiri dari
dua macam, yaitu diftong menurun (falling diphthong), dan diftong menaik (rising
diphthong). Kombinasi kluster dalam bahasa Indonesia yaitu kluster yg terdiri dari
dua kontoid, dan kluster yang terdiri dari tiga kontoid.Dalam memahami suku kata,
para linguis atau fonetisi berlandaskan pada teori sonoritas dan teori prominans.
e. BAB 6 Fonem dan Dasar Analisisnya

Pokok-pokok pikiran atau premis-premis yang dijadikan sebagai sutau pegangan


dalam menganalisis fonem-fonem suatu bahasa yaitu, (1) suatu bahasa cenderung
dipengaruhi oleh lingkungannya, (2) sistem bunyi suatu bahasa berkecenderungan
bersifat simetris, (3) bunyi-bunyi suatu bahasa cenderung berfluktuasi, (4) mempunyai
kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila berdistribusi komplementer
dan atau bervariasi bebas, (5) mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam
fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau mirip.

Prosedur analisis fonem terdiri dari beberapa langkah, yaitu (1) mencatat korpus data
setepat mungkin dalam transkripsi fonetis, (2) mencatat bunyi yang ada dalam korpus
data ke dalam peta bunyi, (3) memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena
mempunyai kesamaan fonetis, (4) mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak
mempunyai kesamaan fonetis, (5) mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi
komplementer, (6) mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas, (7) mencatat bunyi-
bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama (identis), 8 mencatat bunyi-bunyi
yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis), (9) mencatat bunyi-bunyi
yang berubah karena lingkungan, (10) mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis
dan fonemis, condong menyebar sevara simetris, (11) mencatat bunyi-bunyi yang
berfluktuasi, (12) mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.

5
f. BAB 7 Klasifikasi, Distribusi, dan Realisasi Fonem Bahasa Indonesia

Jumlah dan variasi bunyi bahasa Indonesia yang tak bias dipastikan jumlahnya,
merupakan realisasi dari sistem fonem yang terbatas jumlahnya. Berdasarkan hasil
penelitian, fonem bahasa Indonesia berjumlah sekitar 6 fonem vocal dan 22 fonem
konsonan.

g. BAB 8 Ciri Ciri Prosidi atau Suprasegmental dalam Bahasa Indonesia

Bunyi-bunyi suprasegmental dalam tuturan bahasa Indonesia, yaitu nada. Nada dalam
bahasa Indonesia tidak fonemis. Ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada
dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara,
arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Tekanan, berfungsi
membedakan makna dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi
membedakan makna dalam tataran kata (leksis). Durasi, durasi atau panjang-pendek
ucapan dalam bahasa Indonesia tidak fungsional dalam tataran kata, tetapi fungsional
dalam tataran kalimat. Jeda, terjadi di antara dua bentuk linguistic, baik antarkalimat,
antarfrase, antarkata, antarmorfem, antarsilaba, maupun antarfonem. Intonasi, sangat
berperan dalam pembedaan maksud kalimat.

h. BAB 9 Perubahan Bunyi dalam Bahasa Indonesia

Jenis-jenis perubahan bunyi dalam bahasa Indonesia antara lain, Asimilasi, perubahan
bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hamper
sama. Disimilasi, perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi dua
bunyi yang tidak sama atau berbeda. Modifikasi vocal, perubahan bunyi vocal sebagai
akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Netralisasi, perubahan bunyi
fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Zeroisasi, penghilangan bunyi fonemis
sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Metafisis,
perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata
yang bersaing. Diftongisasi, perubahan bunyi vocal tunggal (monoftong) menjadi dua
bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Monoftongisasi,
perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal
(monoftong). Anaptiksis, perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal
tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan.

6
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil
kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang
lain, baik linguistik teoretis maupun terapan. Misalnya, morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa, dan psikolinguistik. Pemerolehan bunyi
bahasa ini bisa dikaji secara scientific (ilmiah). Oleh karena itu, buku ini akan
memberikan kita mengenai bagaimana bunyi atau pengucapan yang benar dalam
berbahasa Indonesia. Bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan bisa dijelaskan secara lebih
detail atau rinci dalam ilmu bunyi atau fonetik. Buku ini dimaksudkan untuk
memberikan wawasan dan pemahaman yang utuh tentang seluk-beluk bunyi bahasa
Indonesia

B. RINGKASAN PEMBANDING

a. BAB III FONETIK


1. Dua jenis fonetik
Fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang menliti dasar “fisik” bunyi- bunyi
bahasa .ada dua jenis dasar “fisik” tersebut, yaitu segi alat bicara serta penggunaanya
(fonetik organic ) dalam mengahasilkan bunyi bahasa ( fonetikartikulatoris ); dan
sifat akuistik bunyi yang telah dihasilkan .
2. Fonetikartikulatoris
Fonetik artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah yang kita pakai untuk
menghasilkan bunyi bahasa .bila kita bicara, kita mengahasilak bunyi bahasa, tentu
saja, kita bisa menghasilkan bunyi-bunyi lain juga dengan alat-alat itu, seperti bila
kita berteriak, bernyanyi, batuk dan lain sebagainya.
3. Fonetikakuistik
Fonetik akustik menyelidiki bunyi menurut sifat- sifatnya sebagai getaran
udara .Udara yang bergetar adalah udara yang bergerak dalam gelombang–
gelombang. Artinya partikel – partikel udara dibuat bergerak dan gerakan itu
mendesak partikel- partikel yang lain, dan partikel yang lain itu mendesak partikel
udara yang lain lagi dan begitu seterusnya sampai membentuk gelombang .

Ada tiga hal yang perlu dibahas di sini: frekuensi atau titi nada, amplitude, dan
resonansi

A. Frekuensi atau titi nada

Gerakan partikel-partikel secara“gelombang” itu “berirama” artinya secara “ritmis”.


Ritmenya diukur dengan frekuensi persatuan waktu ,sevara tradisional diukur dengan
satuan detik gelombang. Udara dibawah kerendahan frekuensi tertentu dan di atas
ketinggian tertentu tidak dapat ditangkap telinga manusia, bunyi yang dapat ditangkap
telinga manusia berada di antara kedua frekuens iitu.Gelombang dapat berupa “biasa”

7
atau “murni”(seperti gelombang titi nada suatu garputala yang dibunyikan ), dapat juga
berupa “ rumit” seperti gelombang yang terdiri atas gelombang-gelombang yang
bergerak bersama-sama tetapi dengan frekuensi yang berbeda .

B. Amplitudo

Apa yang ditangkap telinga kita sebagai kerasnya atau nyaringnya atau intensitas bunyi
secra akustik berpangkal pada luasnya atau lebarnya gelombang udara( istilahnya “
amplitude”) dan bersifat netral terhadap frekuensi / titinada.Peranan yang di mainkan
amplitudo bunyi bahasa kecil sekali.Tentunya bila kita bicara, perlu kita ungkapkan
bunyi – bunyi bahasa dengan cukup keras agar pendengar dapat menangkapnya akan
tetapi untuk stuktur fonetis bunyi amplitudo tidak penting.

C .Resonansi

Resonansi adalah penting untuk bunyi bahasa berdasarkan struktur alat–alat bicara
dalaman anatomi alat-alat itu ada bagian yang akan menjadi pelanjut gelombang udara
yang dihasilkan yang penting adalah rongga - rongga dalam anatomi tersebut rongga
mulut rongga hidung rongga laring; gumpalan udara dalam masing–masing rongga
tersebut menjadi resonator bunyi yang dihasilkan.

b. BAB IV FONETIK ARTIKULATORIS

Pengantar

Fonetik artikulatoris membahas bunyi-bunyi bahasa menurut cara dihasilkannya


dengan alat-alat bicara. Bunyi bahasa dibedakan sebagai yang segmental dan yang
suprasegmental. Dalam bab ini kita hanya membahas tentang bunyi segmental.

Alat-alat bicara; beberapa istilah

Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut
dan bagian-bagiannya, dengan keronhgkongan dan pita-pita suara di dalamnya dan
semuanya itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paru-paru.

1. Langit-langit keras palatal


2. Lengkung kaki gigi;gusi alveolar
3. Gigi atas dental
4. Gigi bawah dental
5. Mulut labial
6. Rongga mulut labial

8
7. Hidung oral
8. Rongga mulut oral
9. Hidung nasal
10. Rongga hidung nasa
(1) Cara bekerja alat-alat bicara
Bila kita menuturkan sesuatu, udara dipompakan dari paru-paru keluar dengan harus
melalui sesuatu “penyempitan” tertentu, sehingga udara yang keluar itu mulai
bergetar.
(2) Konsonan dan vokal
Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dan mempergunakan artikulasi pada
salah satu bagian alat-alat bicara seperti dijelaskan pada cara bekerja alat-alat bicara
di atas.
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita-pita suara tanpa
penyempitan atau penutupan apapun pada tempat pengartikulasian.
(3) Beberapa jenis konsonan
Menurut cara pengartikulasiaanya, kita dapat membedakan konsonan sebagai berikut:
(i) Konsonan letupan
(ii) Konsonan kontinuan
(iii) Konsonan sengau
(iv) Konsonan sampingan
(v) Konsonan geseran.
(vi) Konsonan paduan
(vii) Konsonan getaran
(viii) Konsonan alir(an)
(ix) Konsonan kembar

(4) Beberapa jenis vokal


(i) Vokal tinggi, vokal rendah dan vokal tengah.
(ii) Vokal depan, vokal belakang dan vokal madya.
(iii) Vokal bundar dan vokal tak bundar
(iv) Vokal panjang dan vokal pendek.
(v) Vokal nasal(vokal sengauan) dan vokal oral.
(vi) Vokal tunggal dan vokal rangkap dua atau diftong.
Dalam pelafalan vokal rangkap dua (atau diftong), maka setengah lamanya
pelafalan vokal ,bangun mulut di ubah . Diftong naik adalah diftong yang

9
perubahannya “ke atas “ , diftong turun adalah diftong yang berubahnya” ke
bawah “ diftrong naik ditemukan dalam contoh-contoh tadi , kalau dan balai.

(5) Semivokal
Semivokal adalah bunyi bahasadiantara konsonan dan vokal
Hanya 2: y&w

(6) Tulisan fonetis


Tulisan fonetis sistem lambang fonetis demi tulisan fonetis yang paling tersebar-sebar
adalah sistem yang berasal dari inteernational phonetic association. Namun sistem
tersebut tidak sempurna juga oleh karena banyaknya jenis bunyi yang ditemukan
dalam bahasa-bahasa di dunia. Dalam karya linguistik, para ahli linguistik biasanya
menciptakan lambang-lambang khusus yang memadai untuk bahasa yang
dianalisisnya dan untuk tujuan anlisis tersebut.
Istilah-istilah khusus yang dipakai adalah sebagai berikut:
Angka 3 terbalik sebagai lambang vokal tertentu yaitu “”
Angka 3 sebagai lambang vokal tertentu yaitu “3”

(7) Penggolongan konsonan


Pada bagian 5&6 tadi beberapa jenis konsonan dan vokal dibahas menurut
penggolongannya.

(8) Penggolongan vocal


Bagian vertikal miring di sebelah kiri mendaftarkan vokal depan, bagian vertikal
miring di sebelah kanan memperlihatkan vokal belakang. Bagian atas melambangkan
vokal tinggidan bagian bawah melambangkan vokal rendah.penamaan tinggi
rendahnya vokal-vokal dicetak dengan huruf tebal’ depan belakangnya dicetak
dengan huruf miring. Jadi vokal “madya” adalah menurut tinggi rendahnya vokal dan
vokal “tengah” adalah vokal menurut depan belakangnya.

(9) Sekedar diperkenalkan dengan bunyi-bunyi” “segmental” .


Periksalah konsonan [t].kita menemukan konsonan ini dalam kata indonesia tidak, dan
juga dalam kata inggris top .Tentunya kedua [t] itu “sama’ dalam arti bahwadalam
kedua –duanyahal, tidak dan top,[t] itu merupakan konsonan apiko-alveolar. Di pihak
10
lain, kurang masuk akal bila kita mengadaikan adanya “kesamaan” antara kedua[t]
itu, karena yang satu termasuk bahasa indonesia, yang lain termasuk bahasa inggris.
Maklum sistem bunyi indonesia dan sistem bunyi inggris tidak sama.Dalam bahasa
yang sama bunyi yang”sama” dapat dilafalkan dengan cara yang berbeda-
beda.Perbedaan lagi, antara[t] dari top dan [t] dari stop . dalam kata top , [t] –nya
adalah berasal “beraspirasi” (seperti dikatakan oleh ahli linguisik), artinya pelafalan
[t] di susul oleh bunyi seperti [h] dapat di lambangkan dengan h tulisan atas itu:[th] .

c. BAB V Fonetik : Pengaruh Bunyi; Bunyi Suprasegmental; Struktur Silabe


A. Asimilasi fonetis
Bunyi-bunyi bahasa berurutan menurut yang mendahului dan yang menyusul. Tidak
mengherankan bila kita temukan bahwa bunyi-bunyi itu saling mempengaruhi.
Sebagai pengantar, simaklah contoh yang berikut ini : dalam kata Inggris stop, [t] nya
berupa laminal, tidak apikal (seperti halnya dalam kata top), karena pengaruh
konsonan [s] yang laminal itu. Hal ini dapat kita rumuskan sebagai berikut [t]
disesuaikan dalam artikulasinya dengan [s]. Penyesuaian seperti itu disebut
“asimilasi”. Oleh karena asimilasi itu berupa fonetis, kita disebut “asimilasi fonetis”.
Dalam kata stop, [s] menjadi sebab perubahan artikulasi [t], jadi ada pengaruh dari
bunyi yang mendahului terhadap bunyi yang mengikutinya. Asimilasi semacam itu
disebut “asimilasi progresif”.
Sebagai contoh terakhir, analisislah vokal [a] dalam kata belanda hand ‘tangan’. Lalu
dengarkanlah pelafalan bentuk “diminutifnya” handje ‘tangan kecil’: anda akan
mendengar tidak kurang dari tiga perbedaan (dibandingkan dengan pelafalan kata
hand), semua disebabkan oleh adanya [y] (dieja sebagai j) yang laminal
pengartikulasiannya, yang itu : [i] [t] itu (dieja sebagai d) lebih ke belakang
artikulasinya, menjadi laminal; [ii] [n] itu mengalami perubahan yang sama dan [iii]
[a] menjadi sedikit lebih “tinggi” kualitasnya, dibanding dengan [a]-nya kata hand.

B. Kehormonan
Dalam bab 4 sudah kita amati adanya pasangan-pasangan konsonan tertentu,
misalnya [t] dan [d] , [s] dan [z], [{] dan [3], [t] dan [d3], [c] dan [j], [p] dan [b], dan
seterusnya. Perbedaan diantara yang pertama dan yang kedua dari masing-masing

11
pasangan macam itu ialah bahwa yang pertama adalah tak bersuara dan yang kedua
berupa bersuara.
Ada beberapa jenis kehomorganan, sebagai berikut :
 Kehomorganan penuh
Sebagai contoh diatas, dengan perbedaan “bersuara/tak bersuara” antara [t]
dan [d]. Oleh karena memakai tidaknya pita-pita suara yang tidak lazim
disebut “artikulasi”, maka kehomorganan antara [t] dan [d] dapat disebut
“kehomorganan penuh”
 Kehomorganan sebagian
Bandingkan [m] dan [b]. Titik artikulasinya sama (bilabial). Namun [m]
adalah kontinuan nasal, dan [b] adalah letupan oral.

C. Bunyi supragmental
Bunyi-bunyi “supragmental”, artinya bunyi yang terdapat secara berurutan. Namun
diantara bunyi bahasa ada juga yang tidak langsung berkaitan dengan bunyi yang
berurutan “segmen” melainkan “menemani” bunyi segmental itu sebagai bunyi yang
seakan-akan “ditempatkan” di “atasnya” dan karena itu disebut bunyi
“suprasegmental”. Diantaranya adalah lagu kelompok kata (atau “frasa”) dan lagu
klausa atau “intonasi”, titinada, tekanan, dan aksen .
Cara yang paling mudah untuk mengerti apa bunyi suprasegmental itu adalah dari
sudut akustik. Ada dua sifat akuistik yang memainkan peranan dalam bunyi
suprasegmental itu “frekuensi”, dan “amplitudo”.

D. Intonasi
Bila kita menuturkan kalimat-kalimat, nada suara berubah-ubah menurut
tinggi rendahnya. Ada intonasi khusus untuk kalimat deklaratif dan kalimat
interonegatif dalam banyak bahasa. Intonasi dapat juga disebabkan oleh unsur-unsur
lain yang tidak berhubungan dengan jenis kalimat yang membawahi seperti halnya
dengan intonasi yang menunjukkan rasa sedih atau rasa gembira, dan lain sebagainya.

E. Nada
Titinada atau nada dijumpai juga sebagai nada yang lebih terpisah, artinya
yang tidak mutlak menjadi bagian dari lagu intonasi. Misalnya, silabe yang diberi
tekanan biasanya juga dituturkan pada nada yang lebih tinggi. Nada juga menyertai
12
silabe (bunyi vokal didalamnya) dalam bahasa tertentu, untuk membedakan kata-kata
yang “sama” secara “segmental” bahasa-bahasa seperti itu disebut “bahasa nada”.

F. Aksen, tekanan (dan nada)


Yang paling rumit diantara bunyi-bunyi suprasegmental adalah apa yang
disebut “aksen” dan “tekanan”. Bila “tekanan” ditafsirkan sebagai kasus amplitudo,
yaitu kerasnya bunyi, “tekanan” itu tidak sulit dimengerti. Misalnya, dalam kalimat
Saya mau ke Buru, bukan ke Boro, tekanan (dimarahi dengan cetakan huruf tebal)
kata Buru dan Boro, diberi “tekanan kontrasif”.
Yang paling sulit adalah “aksen”. Sebenarnya, apa yang diebut “aksen” oleh ahli
linguistik tertentu disebut “tekanan” oleh ahli yang lain. Lebih rumit lagi, ada karya
linguistik membedakan “aksen nada”dan “aksen tekanan”. Masalah sebetulnya lebih
berbelit-belit lagi, karena pembagian “aksen”, “tekanan”, dan “nada” dalam tuturan-
tuturan konkret, yaitu dalam kalimat-kalimat, terpaksa membawahi juga intonasi dan
itu melibatkan perubahan frekuensi.

G. Apa itu silabe ?


Sukukata, atau silabe adalah satuan ritmis terkecil dari hasil bunyi-bunyi bahasa
dalam arus udara. Satu silabe biasanya terdiri dari satu vokal dan satu konsonan atau
lebih. Silabe sebagai satuan berirama atau ritmis mempunyai puncak “sonoritas”,
yang biasanya jatuh pada vokal kadang-kadang juga pada konsonan yang namanya
“konsonan silabis”.

H. Puncak silabis
Puncak silabis adalah apa yang disebut “bunyi silabis”, yaitu bunyi yang paling cocok
untuk menjadi puncak kenyaringan didalam silabe. Batas silabedanbatas kata

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti ‘bunyi’,
dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian
dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-
bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap menusia.Untuk jelasnya ikuti uraian berikut.

Bila kita mendengar suara orang berbicara entah berpidato atau bercakap-cakap, maka kita
dengar runtutan bunyi-bunyi bahasa yang terus-menerus, kadang-kadang terdengar suara
menaik dan menurun, kadang-kadang terdengar hentian sejenak dan hentian agak lama,
kadang-kadang terdengar pula suara panjang dan suara biasa, dan sebagainya.Runtuhnya
bunyi bahasa ini dapat dianlaisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkat-tingkat
kesatuannya.

Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta
dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata.Serta juga dengan
unsur-unsur supersegmentalnya, seperti tekanan, nada, hentian dan durasi.Satu tingkat di atas
satuan silabel ialah satuan morfem yang menjadi objek kajian linguistik morfologi.Bedanya
silabel dengan morfem adalah kajian linguistik morfologi.

Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti
bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat membedakan makna kata
atau tidak.Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis meneliti
bagaimana bunyi-bunyi bahsa itu diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Fonetik akustik,
yang objeknya aadaalaah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan:
gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spectrum,
tekanan, dan intensitas bunyi

14
B. KELEBIHAN BUKU UTAMA DENGAN BUKU PEMBANDING

Buku utama

Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) ini
dari segi penyajiannya sangat baik karna penulis Masnur Muslich sang pengarang dalam
penyajiannya tentang ilmu Fonologi dibuku ini disertai contoh jadi para pembaca yang ingin
tahu lebih dalam tentang ilmu Fonologi dapat membaca dan memahami dan mempelajari
ilmu Fonologi dengan mudah karna penulis telah menjabarkan serta menjelaskan tentang
ilmu Fonologi. Seperti halnya bagian-bagian dari ilmu Fonologi disini penulis telah mengatur
secara sistematis dalam penyajiannya seperti mulai dari pengantar, konsep dan definisi
(pengertian) sampai dengan penjelasan materi yang disampaikan didalam buku ini sangat
jelas dan mudah dimengerti oleh pembaca sehingga pembaca dapat memahami ilmu tentang
ilmu Fonologi secara terperinci dan sekaligus dapat langsung melihat contoh-contoh dari
masing-masing materi yang dijelaskan sehingga pembacapun dapat membedakan dan
mengetahui langsung elemen-elemen terpenting dalam ilmu Fonologi. Seperti halnya
sebelum penulis menjelaskan mengenai ilmu Fonologi penulis juga telah memberikan
pengarahan kepada pembaca dan sebelum penulis menjelaskan apa-apa saja yang terdapat
didalam ilmu Fonologi penulis terlebih dahulu memberi penjelasan tentang ilmu Fonologi ?
setelah pembaca mengetahui apa itu ilmu Fonologi barulah penulis memberi tahukan bagian-
bagian dari ilmu Fonologi seperti Fonetik; gambaran umum dan fonetik Tahapan. Jadi buku
ini sangatlah memberikan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang ilmu Fonologi
jadi pembaca tidak akan rugi jika membaca Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan
Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) karna buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca
agar dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang ilmu Fonologi.

Didalam segi isi penulis juga menyusun secara sistematis cara penyajiannya dimana penulis
menberikan penjelasan barulah kemudian penulis memberitahukan tentang bagian-bagian
dari materi tersebut. Contohnya, seperti Fonetik:gambaran umum dan Fonetik tahapan.
Dalam penjelasannya penulis menjelaskan secara terperinci dan secara dalam. Materi tentang
Fonetik, pertama kali penulis mengenalkan apa itu Fonetik sebelum penulis menjelaskan
lebih jauh lagi materi tentang Fonetik. Kemudian barulah penulis menjelaskan tentang unsur-
unsur atau bagian-bagian dari Fonetik, dan barulah kemudian penulis memberikan penjelasan
tentang bagian-bagian dari Fonetik. Tujuannya adalah agar pembaca tidak bingung dan bosan

15
dalam membaca atau memahami buku tersebut. Kemudian penulis juga melengkapi buku ini
dengan menyediakan tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswanya agar seorang
pengajar dapat memahami kemampuan mahasiswanya.  Saya sebagai pembaca menilai buku
ini sangat bagus dibaca oleh pembaca khususnya mahasiswa saperti saya ini dimana saya
dapat memperdalam ilmu Fonologi saya dengan saya membaca buku karangan Masnur
Muslich ini, tetapi saya juga melihat bahwa cover Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan
Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) ini kurang menarik, sehingga jika dilihat dari
covernya pembaca kurang minat dan kurang tertarik untuk membaca buku ini.

Buku Pembanding II

Pembaca juga membaca buku tentang  Asas-Asas Linguistik Umum yang didalamnya ada
pembahasan tentang Fonologi, buku Asasa-Asas Linguistik Umum ini dikarang oleh J.W.M
Verhaar. Penerbit buku ini adalah Gadjah Mada Uniersity Press yang merupakan Anggota
IKAPI. Cetakan pertama pada tahun 1996, cetakan kedua pada tahun 1999, cetakan ketiga
pada tahun2001, cetakan keempat pada tahun 2004, cetakan kelima pada tahun 2006, cetakan
keenam pada tahun 2008. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang  All Right Reserved. Tempat
penerbitan buku ini di Yogyakarta dan diterbitkan oleh Gadjah Mada Uniersity Press. Tebal
buku ini 412 halaman. Dari cara penyajiannya buku ini sama saja dengan buku-buku yang
lain dimana terdapat kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subab materi yang akan
dijelaskan, kemudian daftar pustaka/rujukan. Didalam buku “Asas-Asas Linguistik Umum”
karya J.W.M Verhaar ini, jika saya (pembaca) bandingkan dengan buku Fonologi Bahasa
Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) karya Masnur Muslich.
Maka buku “Asas-Asas Linguistik Umum” karya J.W.M Verhaar ini masih jauh dan kurang
lengkap materi maupun pembahasannya. Buku Asas-Asas Linguitik Umum ini hanya
membahas Fonologi secara umum saja semua materi yang diberikan kurang terperinci dalam
bidang ilmu Fonologi. Walaupun dalam buku ini materi maupun penjelasannya kurang
lengkap tetapi dalam buku ini pengarang menyertakan tugas dan pertanyaan sebagai uji
kompetensi dalam pemahaman materi mahasiswa setelah membaca buku ini. Tetapi buku ini
juga sangat bagus dibaca oleh mahasiswa seperti saya agar dapat memahami dan mengetahui
ilmu Fonologi agar lebih luas lagi. Dalam pembahasannya buku ini juga tidak membosankan
pembaca seperti saya ini. Cover buku ini juga menarik perhatian pembaca agar lebih ingin
tahu lagi tentang apa saja isi materi yang ada di dalam buku ini. 

16
C. KEKURANGAN

Ada beberapa bahasa dari buku yang terlalu baku sehingga kurang dimengerti

17
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

“Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia)
karya Masnur Muslich ini sangat bagus dibaca oleh kalangan pengajar dan peserta didik
seperti kalangan guru, dosen dan mahasiswa dari progam studi mana saja. Yang lebih khusus
yaitu mahasiswa atau dosen/guru Bahasa Indonesia. Banyak manfaat dan ilmu yang didapat
dengan membaca buku ini kemudian pengajar juga dapat lebih mendalami dan
mempraktekkan dengan baik kepada mahasiswanya dalam proses belajar mengajar. Begitu
pula manfaat dan ilmu pengetahuan yang akan didapat bagi mahasiswa, tentu saja mahasiswa
akan lebih banyak mengetahui  apa itu tentang ilmu Fonologi dan tentang kajian-kajian
materinya seperti Fonetik, Fonem dan alat-alat ucap yang berkerja disaat bunyi itu dihasilkan.
Dengan membaca buku ini maka kita dapat mengetahui. Dan mahasiswa dapat mamperdalam
ilmu Fonologinya. Buku ini juga bermanfaat bagi khalayak umum. Buku ini sangat bagus
dibaca oleh setiap kalangan. Apalagi jika seseorang telah mempunyai dasar ilmu Fonologi.
Banyak ilmu yang didapat dan ditimba dari buku ini. Dan buku ini sangat bagus karena isi
didalamnya sangat bermanfaat bagi pembaca dalam proses pembelajaran dan lebih
mendalami ilmu Fonologinya.

B. SARAN

Semoga Critical Book Review ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
pengetahuan secara khusus dalam mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. 2012.Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.

J.W.M Verhaar. 2008. Asas-Asaa Linguistik Umum. Yogyakarta. Gadjah Mada Unniversity
Press.

19
20

Anda mungkin juga menyukai