Anda di halaman 1dari 3

Filsafat illuminasi suhrawardi

Syihab Al-Din Yahya ibn Habasyi Ibn Amirak Abu Al-Futuh Suhrawardi, atau lebih
dikenal dengan Syihab Al-Din Suhrawardi, merupakan Guru Ilmuninasi (Syaikh Al-Isyraq),
sebuah sebutan bagi posisinya sebagai pendiri mazhab baru yang berbeda dengan mazhab
Paripatetik Suhrawardi dilahirkan di Suhrawad sekitar tahun 550 H, dan di bunuh di Halb
(Aleppo), atas perintah Shalahuddin al-Ayyubi, tahun 588 H.

Prinsip-Prinsip Berfikir

Refleksi filsafat Illuminasi Suhrawardi adalah kesadaran diri atau yang ia sebut
dengan anniyah (ke-aku-an) yang juga bersifat intuitif. Bersandarkan pada anniyah (ke-aku-
an) yang bersifat intuitif itu, Suhrawardi mengkritik model pengetahuan diskursif-
rasionalistik Peripatetik. Pengetahuan model peripatetik yang digali dari proses pembatasan;
definisi essensialis, meningkat ke proposisi, lalu silogisme ternyata hanya sampai pada idrak
(persepsi). Dengan kerangka keilmuan seperti itu ternyata esensi objek belum tertangkap,
sekalipun objek fisik, apalagi objek metafisik.

Ciri utama metode diskursif peripatetik adalah apa yang sekarang kita kenal dengan
logika formal, yang menuntut kebenaran proposisi. Menurut logika ini pengetahuan yang
benar dapat dicari, meski tentang sesuatu yang tidak/belum tercerap. Aplikasi lebih jauh
adalah dengan definisi, dalam arti essensialis (pembatasan). Singkat kata, sesuatu itu dapat
diketahui, dengan cara mendefinisikannya dengan benar. Inilah proses “mengetahui” menurut
filsafat peripatetik.

Menurut Suhrawardi, dengan cara seperti itu pengetahuan mungkin dapat “dicari” tapi
belum dapat “diperoleh”. Pengetahuan, baru dapat diperoleh, dengan terlebih dulu subjek
menyadari tentang ke-diri-annya, dan menjalin hubungan langsung dengan objek. Dengan
demikian baik subjek maupun objek disyaratkan harus sama-sama hadir. Perolehan ilmu
semacam inilah yang dimaksud dengan ilmu huduri (knowledge by presence atau
pengetahuan dengan kehadiran atau pengetahuan presensial). Di samping itu, keduanya
(subjek dan objek ‘tahu’) harus berada dalam terang cahaya (nur). Dengan metode seperti ini
realitas dapat diperoleh apa adanya (what it is) atau kuiditas dengan keseluruhan maknanya
sebagaimana adanya (as it is).

Metafisika Cahaya, Prinsip Eksistensi dan Herarkinya

Doktrin filsafat Isyraqi bermula dari pandangan Suhrawardi bahwa Allah adalah
Cahaya dari semua cahaya (Nur al-Anwar) dan sumber bagi semua yang ada. Pandangannya
ini didasarkan pada Al-Qur’an, surat al-Nur: 24, “Allah adalah Cahaya Langit dan Bumi.”
Berangkat dari ayat itu, lahir konsep nur (cahaya) yang membentuk hirarki tertentu. Segala
sesuatu dapat dibagi menjadi “cahaya dalam hakikat dirinya” (nur fi haqiqat nafsih) dan
“sesuatu yang bukan cahaya dalam hakikat dirinya” (ma laysa bi nur fi haqiqat nafsih), yakni
kegelapan atau bukan cahaya. Sementara “cahaya dalam dirinya” disebut sebagai cahaya
murni atau cahaya semata (al-nur al-mujarrad). Meski demikian, patut dicatat bahwa cahaya
itu memiliki tingkatan yang berbeda kekuatannya, kejelasan dan ketidak-jelasannya, terang
atau pun redupnya.

Hirarki cahaya punya kaitan dengan tingkat kesempurnaan wujud. Wujud yang paling
dekat dengan “Cahaya dari segala cahaya” adalah wujud yang paling sempurna, sementara
yang paling jauh adalah yang paling sedikit cahayanya. Dalam kaitan Cahaya dengan wujud-
wujud yang terdapat di bawahnya, cahaya dapat dibagi menjadi “cahaya dalam-dan-bagi
dirinya” dan “cahaya dalam-dan-bagi yang lain”. Jenis cahaya kedua menyinari hal-hal yang
lain dan arena itu merupakan “cahaya bagi yang lain” dan bukan bagi dirinya. Terlepas dari
apakah bagi dirinya atau bagi yang lain, cahaya sepenuhnya nyata dan arena itu harus
digambarkan sebagai hidup, karena hidup merupakan modus manifestasi diri yang aktual.

Doktrin tentang hirarki cahaya ini sekurang-kurangnya memiliki tiga intisari, yaitu:
pertama, Cahaya. Cahaya di sini dibagi dua; (1) cahaya dalam realitas dirinya dan untuk
dirinya. Cahaya ini merupakan bentuk asli, paling murni dan tidak tercampur  unsur 
kegelapan  sedikitpun,  cahaya yang paling mandiri. (2) cahaya dalam dirinya sendiri tapi
untuk sesuatu yang lain. Cahaya ini bersifat aksidental dan terkandung di dalam sesuatu yang
lain. Cahaya yang tercampur dengan unsur kegelapan.

Kedua, kegelapan. Kegelapan pun di bagi dua; (1)  kegelapan murni disebut substansi
kabur (al-Jauhar al-Ghasiq); (2) kegelapan yang terdapat di dalam sesuatu yang lain, sudah
terkontaminasi. Kemudian yang ketiga, Barzakh. Yaitu pembatas, penyekat antara cahaya
yang ada diatasnya dan cahaya yang ada dibawahnya. Perantara, penghubung antara yang
nyata dengan yang gaib. Penghubung gelap dan terang, bentuk asli dari barzakh sendiri
adalah gelap. Barzakh diumpamakan sebagai kaca riben

Anda mungkin juga menyukai