Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

ACARA III
(PROTEIN)

Kelompok 5
Penanggung Jawab :

Agnes Ferliana (A1F018085)


Rifki Dwi Prastomo (A1F018089)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan organik yang ada di muka bumi ini sangat amat beragam sekali. Begitu
juga dalam bidang pangan, senyawa organik sangat amat dibutuhkan oleh tubuh
manusia untuk melakukan sebuah metabolisme tubuh. Metabolisme dalam tubuh
diperlukan untuk keberlangsungan sebuha kehidupan yang dimana bahan-bahan
untuk melakukan sebuah metabolisme berbahan dasar senyawa-senyawa organik.
Senyawa organik yang sering dijumpai antara lain: protein, karbohidrat,
lipida/lemak.
Protein merupakan salah satu senyawa organik yang berperan sebagai
komponen utama dalam semua sel, baik tumbuhan atau hewan. Protein juga
merupakan biomolekul yang paling banyak dan paling bervariasi di dalam sel.
Protein berfungsi salah satunya adalah untuk kelangsugnan hidup sebuah sel, baik
dalam mempertahankan pertumbuhan sel atau melindungi sebuah sel. Protein
merupakan sebuah senyawa organik kompleks yang terdiri atas unsut-unsur utama
seperti karbon (C), hidrogen (H), belerang (S), dan fosfor (P).
Senyawa protein dapat dijumpai di beberapa produk bahan pangan seperti: telur,
daging, ikan, dan masih banyak lainnya. Kandungan protein dalam produk bahan
pangan tersebut dapat dikonsumsi secara langsung atau pun diolah terlebih dahulu.
Karena protein ketika digunakan untuk sebuah proses metabolisme akan melakukan
kontak dengan senyawa-senyawa lain maka perlu diketahui bagaimana sifat
kelarutan dari protein itu sendiri dengan senyawa lain dan selain itu seberapa
mengendap kah protein dengan senyawa garam. Pengujian kelarutan dan
pengendapan ini diperlukan untuk dapat mengetahui karakteristik dari protein itu
sendiri, karena karakteristik protein secara umum adalah sama namun terdapat ciri
khusus pada setiap sumber-sumber protein yang terkandung dalam produk bahan
pangan.
B. Tujuan

1. Mengetahui daya kelarutan protein terhadap pelarut tertentu.


2. Mengetahui pengaruh larutan garam alkali dan garam divalent konsentrasi
tinggi terhadap sifat kelarutan protein.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino.
Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpan molekul
lain seperti oksigen, mendukung secara mekanis sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
menghasilkan pergerakan tubuh, sebagai transmitor gerakan syaraf dan
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan. Analisa elementer protein
menghasilkan unsur-unsur C, H, N dan O dan sering juga S. Di samping itu
beberapa protein juga mengandung unsur-unsur lain, terutama P, Fe, Zi dan Cu
(Katili, 2009).
Protein merupakan salah satu jenis zat penting yang dibutuhkan oleh tubuh
hewan maupun manusia. Sumber protein ada dua macam yaitu dari tumbuh-
tumbuhan (protein nabati) dan dari hewan (protein hewani). Protein ialah salah satu
senyawa biologis yang tersusun atas satuan asam amino. Protein mengandung
senyawa organik dengan susunan molekul yang kompleks dan terdiri dari unsur-
unsur C, H, N, O dan beberapa protein mengandung S dan P (Kurniati, 2009).
Ditinjau dari asalnya protein ada dua macam yaitu protein nabati dan protein
hewani. Protein hewani berkualitas lebih baik karena susunan asam amino
esensialnya lebih berimbang. Protein nabati mengandung lisin dan metionin yang
rendah, kualitasnya dapat diperbaiki dengan menambahkan protein hewani, lisin,
dan metionin sintesis atau mengkombinasikannya dengan biji-bijian maupun padi-
padian (Kurniati, 2009).
Asam amino sebagai penyusun utama protein merupakan senyawa organik yang
mengandung gugus amino (NH2), sebuah gugus asam karboksilat (COOH) dan
salah satu gugus lainnya, terutama dari kelompok 20 senyawa yang memiliki rumus
dasar NH2CHRCOOH (Suprayitno & Sulistiyati, 2017).
Suprayitno & Sulistiyati (2017) menambahkan, asam amino dapat
diklasifikasikan menjadi asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam
amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh
namun sanagat penting dalam sebuah metabolisme, sedangkan asam amino non
esensial merupakan asam amino yang diperlukan dalam metabolisme namun tubuh
mampu untuk mensintesisnya.

Gambar 2.1 Gugus Asam Amino

Atom C pusat dinamai atom Cα (C-alfa) sesuai dengan penamaan senyawa


bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil.
Pada asam amino gugus amina terikat pada atom Cα sehingga dinamai α-amino.
Nama-nama asam amino

Tabel 2.1 Nama-Nama Asam Amino

Asam Amino Singkatan Group-R


Alanine Ala CH3
Arginine Arg HN=C(NH2)-NH-(CH2)3
Asparagine Asn H2N-CO-CH2
Aspartic acid Asp HOOC-CH2
Cystine Cys HS-CH2
Glutamic acid Glu HOOC-(CH2)2
Glutamine Gln H2N-CO-(CH2)2
Glycine Gly H
Histidine His NH-CH=N-CH=C-CH2
Isoleucin Ile CH3-CH2-CH(CH3)
Leucin Leu (CH3)2-CH-CH2
Lysine Lys H2N-(CH2)4
Methionine Met CH3-S-(CH2)2
Phenylalanine Phe C6H5-CH2
Proline Pro (CH2)3
Serine Ser HO-CH2
Threonine Thr CH3-CH(OH)
Tryptophan Trp C6H4-NH-CH=C-CH2
Tyrosine Tyr HO-C6H4-CH2
Valin Val (CH3)2-CH

Al Awwaly (2017) menjelaskan, asam amino yang termasuk kedalam asam


amino esensial adalah isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,
triptofan, valin, dan arganin. Sedangkan yang termasuk golongan asam amino non
esensial adalah glutamat, glutamin, prolin, aspartate, asparagine, alanin, glisin,
serin, dan sistein.
Prihanto (2017) menjelaskan, struktur protein didasarkan pada sekuen linier
asam amino dan dikombinasikan dengan asam amino. Struktur asam protein dibagi
menjadi 4 tingkatan
 Struktur primer
Rantai ketika gugus karboksil dari suatu residu asam amino
digabungkan dengan kelompok amino dari resido asam amino lain
 Struktur sekunder
Berbentuk tiga dimensi umum dari segmen lokal amino pada protein
yang distabilkan oleh ikatan hidrogen.
 Struktur tersier
Ikatan yang saling terlipat (termasuk ikatan sekunder) sehingga
membentuk struktur akhir tiga dimensi
 Struktur kuartener
Struktur akhir yang lahir dari sekumpulan subunit protein yang
terdiri dari sekumpulan polipeptida.
Gambar 2.2 Struktur Protein Gambar 2.3 Gugus Protein

Kurniati (2009), Protein dapat digolongkan menurut :


1. Struktur susunan molekulnya
a. Protein fibriler, yaitu protein berbentuk serabut atau serat. Protein
fibriler berguna untuk membentuk struktur bahan jaringan (kulit, otot,
dan pembuluh darah). Contoh : kolagen, keratin, fibrin, dan miosin.
b. Protein Globuler, yaitu protein yang berbentuk bola, terdapat pada
bahan pangan seperti susu, telur, dan daging. Larut dalam larutan garam
dan asam encer.
2. Kelarutannya
Berdasarkan kelarutannya protein digolongkan dalam beberapa macam
yaitu : Albumin, Globulin, Glutelin, Gliadin (Prolamin), Histon, Protamin
a. Albumin
Albumin larut dalam air dan mengendap dalam larutan garam
berkonsentrasi tinggi melalui proses yang disebut penggaraman atau
salting out. Contoh : Albumin telur dan Albumin serum
b. Globulin
Globulin tidak larut dalam air, tidak larut dalam garam encer, juga tidak
larut dalam garam pekat dengan kejenuhan 30 – 50 %. Contoh : globulin
serum dan globulin telur
c. Glutelin
Tidak larut dalam larutan netral, tetapi larut dalam asam atau basa encer.
Contoh : glutelin dalam gandum, orizenin dalam beras
d. Prolamin (Gliadin)
Larut dalam alkohol 70-80 %, tidak larut dalam air maupun alkohol
absolute (100 %). Contoh : gliadin dalam gandum, zein dalam jagung
e. Histon
Larut dalam air dan tidak larut dalam amoniak encer. Dapat mengendap
dalam pelarut protein lain. Contoh : globin dalam hemoglobin.
f. Protamin
Dibanding dengan protein lain, protamin relatif mempunyai bobot
molekul rendah. Protamin larut dalam air dan bersifat basa. Didalam
sperma ikan, disebut nukleoprotamin. Contoh : Salmin
3. Protein Konjugasi/Protein Majemuk
Protein yang mengandung senyawa bukan protein, disebut protein
konjugasi atau protein majemuk. Sedangkan protein yang tidak
mengandung senyawa non protein disebut protein sederhana. Contoh :
Nukleoprotein bersenyawa dengan asam nukleat
4. Tingkat Degradasi
Degradasi merupakan tingkat permulaan denaturasi. Menurut tingkat
degradasinya, protein dapat dibedakan
a. Protein alami, adalah protein dalam keadaan protein seperti dalam sel.
b. Turunan protein, merupakan hasil degradasi protein pada tingkat
permulaan denaturasi

Tingkat denaturasi dapat dibedakan sebagai :


a. Protein primer, merupakan hasil hidrolisa yang ringan. Misal : protean
dan metaprotein.
b. Protein sekunder, merupakan hasil hidrolisa yang berat. Misal : peptida
5. Fungsi Protein
a. Sebagai enzim, untuk membantu dan mempercepat reaksi biologis.
b. Sebagai alat pengangkut dan penyimpan.
 Hemoglobin mengangkut oksigen dan eritrosit
 Mioglobin mengangkut oksigen dalam otot
 Transferin mengangkut ion besi dalam plasma darah
c. Pengatur gerakan
d. Penunjang mekanis.
e. Sebagai pertahanan / imunisasi.
f. Sebagai media perambatan impuls saraf
g. Sebagai pengendali pertumbuhan.

Sifat Protein
a. Berat Molekul
Protein mempunyai berat molekul yang bervariasi dari 5000 sampai
beberapa juta
b. Protein sebagai Amfoter
Sifat-sifat protein sebagai amfoter ditentukan oleh gugus-gugusnya yang
dapat mengion. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh
pH
c. Sifat Ionik Protein
Jika protein banyak mengandung asam amino (yang bersifat asam)
glutamate dan aspartat, protein mempunyai titik isoelektrik yang rendah
d. Hidrasi Protein
Beberapa protein dapat membentuk gel. Protein yang cepat membentuk gel
mempunyai struktur tiga dimensi yang bergandengan dengan ikatan
hydrogen
e. Presipitasi/Pengendapan Protein
Bila kedalam zat pelarut ditambah sedikit garam, kelarutan protein
meningkat karena daya elektrostatis antara molekul disekelilingnya turun,
peristiwa ini disebut denagan salting-in. Tapi bila konsentrasi garam tinggi,
kelarutan protein turun, peristiwa ini disebut dengan salting-out. Protein
dapat mengendap dalam garam berkonsentrasi tinggi, logam-logam berat,
alkohol
f. Koagulasi Protein
Panas dapat menyebabkan koagulasi protein dengan suhu efektif berkisar
antara 38 – 75ºC. Misalnya putih telur mula-mula bening, tidak berwarna,
bila dipanaskan berubah menjadi padatan berwarna putih. Peristiwa ini
disebut sebagai koagulasi
g. Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah berubahnya susunan ruang / lantai polipeptida
suatu molekul protein. Terjadinya denaturasi protein tahap awal pada saat
protein dikenai suhu pemanasan sekitar 50ºC, protein tersebut belum bias
dikatakan rusak, hanya mengalami perubahan struktur sekunder, tersier,
kuartener.

Marzuki et al. (2010) menambahkan, berdasarkan strukturnya, protein dapat dibagi


menjadi dua golongan besar:

1. Protein sederhana
Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul
asam amino. Protein sederhana dibedakan menjadi dua, yaitu protein serat
dan protein globular. Protein serat mempunyai bentuk molekul panjang dan
mempunyai sifat tidak larut dalam air serta sukar diuraikan enzim. Contoh
protein serta adalah keratin sutera alam dan kolagen. Protein globular
berbentuk bulat dan pada umumnya dapat larut dalam air, larutan asam atau
basa, serta etanol. Beberapa jenis protein globular di antaranya adalah
albumin, globumin, histon, dan protamina.
2. Protein gabungan
Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa bukan
protein. Bagian yang bukan protein ini disebut gugus prostetik. Jenis protein
gabungan antara lain mukoprotein, lipoprotein, dan nucleoprotein.
Mukoprotein adalah gabungan antara protein dan karbohidat yang terdapat
dalam bagian putih telur, serum darah, dan urine wanita hamil. Lipoprotein
adalah gabungan antara protein yang larut dalam air dengan lipid.
Nukcleoprotein terdiri atas protein yang bergabung dalam asam nukleat.
Marzuki et al. (2010) juga menambahkan lagi sifat-sifat protein

1. Ionisasi
Seperti asam amino, protein yanag larut dalam air akan membentuk ion
yang mempunyai muatan positif dan negative. Protein mempunyai titik
isoelektrik. Titik isoelektrik mempunyai arti penting karena berhubungan
erat dengan sifat fisik dan sifat kimia. Pada pH di atas titik isoelektrik
protein bermuatan negative, sedangkan pada pH di bawah titik isoelektrik
protein bermuatan positif.
2. Denaturasi
Denaturasi merupakan perubahan konformasi alamiah menjadi suatu
konformasi yang tidak menetu. Proses denaturasi ini dapat berlangusng
secara reversible maupun tidak reversible. Pada umumnya penggumpalan
protein didahului proses denaturasi yang berlangsung pada titik isoelektrik
protein tersebut denaturasi dapat terjadi karena pengaruh pH, gerakan
mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, dan detergen.
3. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang timbul oleh adanya gesekan antara molekul-
molekul di dalam zat cair yang mengalir. Larutan protein dalam air
mempunyai viskositas atau kekentalan yang relative lebih besar daripada
viskositas air sebagai pelarutnya. Viskositas larutan protein tergantung pada
jenis protein, bentuk molekeul, kemolaran, dan suhu laruan.

Pembuatan isolat protein dilakukan dengan menggunakan sifat-sifat fungsional


protein. Salah satu yang paling berpengaruh adalah sifat kelarutan protein. Isolat
protein dibuat dengan cara mengendapkan protein pada titik isoelektriknya. Dengan
cara ini, protein dapat diisolasi dan dipisahkan dari bagian bahan lainnya yang tidak
diinginkan. Koagulasi dan pengendapan dilakukan dengan cara pemanaskan, dan
penambahan asam, agar mencapai pH tertentu (pH isoelektrik), terjadi
penggumpalan, dan endapan (protein) (Triyono, 2010).
Albumin adalah protein yang dapat larut air serta dapat terkoagulasi oleh panas
dimana terdapat dalam serum darah dan bagian putih telur. Peranan albumin dalam
tubuh sangat besar, oleh karena itu diperlukan cara untuk memenuhi kebutuhan
albumin dalam tubuh terutama untuk pasien pasca operasi (Yuniarti et al., 2013).
Albumin merupakan protein plasma yang paling tinggi jumlahnya sekitar 60%
dan memiliki berbagai fungsi yang sangat penting bagi kesehatan yaitu
pembentukan jaringan sel baru, mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang
rusak serta memelihara keseimbangan cairan di dalam pembuluh darah dengan
cairan di dalam rongga interstitial dalam batas-batas normal, kadar albumin dalam
darah 3,5-5 g/dl (Nugroho, 2012).
Kekurangan albumin dalam serum dapat mempengaruhi pengikatan dan
pengangkutan senyawasenyawa endogen dan eksoden, termasuk obat-obatan,
karena seperti diperkirakan distribusi obat keseluruh tubuh itu pengikatannya
melalui fraksi albumin (Nugroho, 2012).
Perlakuan panas pada albumin akan menghasilkan perubahan struktur yang
tidak dapat balik (irreversible), yang terlihat dengan meningkatnya protein yang
tidak larut dalam air (Nugroho, 2012).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

 Alat
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Pipet ukur
5. Filler
 Bahan
1. Albumin telur
2. Air suling (aquades)
3. Larutan HCl 10%
4. Larutan NaOH 10%
5. Alcohol 96%
6. Kloroform
7. Larutan (NH4)2SO4 10%
8. Larutan NaCl 10%
9. Larutan CaCl2 10%
10. Larutan MgSO4 10%

B. Prosedur Kerja

 Uji Kelarutan

Disediakan 5 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan air suling, HCl


10%, NaOH 10%, alkohol 96 %, dan kloroform sebanyak 1 ml
Ditambahkan 2 ml albumin telur pada setiap tabung

Dikocok dengan kuat, kemudian diamati sifat kelarutannya

 Uji Pengendapan dengan Garam

Disediakan 5 tabung reaksi, masing-masing diisi dengan 2 ml albumin


telur

Pada tabung 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut ditambahkan larutan NaCl 10%,


CaCl2 10%, MgSO4 10%, dan (NH4)2SO4 10% setetes demi setetes samapi
timbul endapan

Selanjutnya, ditambahkan kembali larutan-larutan garam secara berlebihan

Dikocok dengan kuat, kemudian diamati perubahan yang terjadi


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

 Uji Kelarutan

Bahan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4 Tabung 5


Albumin telur 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
Aquadest 1 ml
HCl 10% 1 ml
NaOH 1 ml
Alkohol 1 ml
Kloroform 1 ml
Kocok Tabung
Sedikit Sangat Sangat
Hasil Tidak larut Larut
larut larut larut

 Uji Pengendapan Garam

Bahan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4 Tabung 5


Albumin telur 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
Air suling Berlebih
NaCl 10% Berlebih
MgSO4 10% Berlebih
(NH4)2SO4 10% Berlebih
CaCl2 10% Berlebih
Kocok Tabung
Hasil Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit
B. Pembahasan

Praktikum ini memperagakan dan menguji bagaiamana sifat kelarutan protein


terhadap pelarut tertentu dan bagaimana pengendapan protein ketika di tambahkan
dengan garam berkonsentrasi tinggi. Unutk mengetahui hal tersebut digunakan alat
penunjang/pendukung unutk melakukan perlakuan. Alat yang digunakan antara lain
adalah tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur, filler, dan rak tabung reaksi. Kemudian
bahan yang digunakan unutk perlakuan adalah albumin telur, aquadest (air suling),
larutan HCl 10%, larutan NaOH 10%, alkohol 96%, kloroform, larutan (NH4)2SO4
10%, larutan NaCl 10%, larutan CaCl2 10%, dan larutan MgSO4 10%.
Tabung reaksi pada praktikum ini digunakan sebagai tempat unutk
mencampukan antara protein dengan pereaksi. Kemudian digunakan pipet tetes dan
pipet ukur serta filler untuk mengambil larutan agar tepat atau sesuai dengan
volume yang diinginkan. Selain itu digunakan rak tabung reaksi yang berfungsi
sebagai tempat dari tabung reaksi.
Pada praktikum ini sumber protein yang digunakan untuk perlakuan adalah
albumin telur. Nursiwi et al. (2013) menyebutkan, sifat dari albumin protein adalah
mudah larut dalam air dan dapat terkoagulasi jika dikenai panas (pemanasan).
Albumin telur akan direaksikan dengan , aquadest, larutan HCl 10%, larutan NaOH
10%, alkohol 96%, dan kloroform unutk diketahui sifat kelarutan dari albumin telur
dengan larutan-larutan tersebut. Kemudian untuk uji pengendapan garam albumin
telur akan direaksikan dengan air suling, larutan (NH4)2SO4 10%, larutan NaCl
10%, larutan CaCl2 10%, dan larutan MgSO4 10% untuk diketahaui pengendapan
protein akan garam berkonsentrasi tinggi.
Metode yang digunakan baik untuk pengujian kelarutan dan pengendapan
garam adalah dengan cara dikocok. Pengocokan bertujuan untuk agar lartuan
albumin dengan larutan penguji dapat tercampur sehingga dapat dianalisa dan
diamati perubahan yang ditimbulkan. Namun, terdapat sedikit perbedaan antara
pengujian kelarutan dengan pengujian pengendapan. Pada uji kelarutan larutan
pereaksi ditambahkan secara langsung kemudian dikocok agar dapat diamati secara
menyeluruh kelarutan protein terhadap larutan pereaksi tersebut, sedangkan pada
pengujian pengendapan larutan pereaksi ditambahakan setetes demi setetes dengan
tujuan agar dapat diamati timbulnya endapan kemudian baru dikocok supaya
endapan dapat dilihat secara menyeluruh.
 Uji Kelarutan
Hasil dari pengujian kelarutan antara albumin dengan beberapa larutan penguji
menghasilkan sifat kelarutan yang berbeda-beda. Pencampuran albumin telur
dengan aquadest sifat kelarutan yang dihasilkan adalah sedikit larut. Albumin
merupakan protein yang sangat mudah larut dalam air (Nursiwi et al., 2013).
Albumin dapat dikatana bersifat polar maka seharusnya sangat mudah larut dalam
air. Namun, pada hasil percobaan ini didapatkan albumin dengan aquadest memiliki
sifat kelarutan yang sedikit larut. Hal ini bertentangan dengan literature dan sifat
dari albumin itu sendiri. Faktor yang menyebabkan kenapa hasil antara literature
dengan perlakuan berbeda antara lain karena kurang telitinya praktikan dalam
menganalisa hasil uji kelarutan, selain itu belum cukupnya dasar teori yang dimiliki
oleh praktikan dalam mengaamati sebuah kelarutan protein dengan sehingga
memunculkan sebuah kesimpulan yang kurang tepat.
Kemudian pada perlakuan antara albumin dengan HCl 10% didapati sifat
kelarutan protein adalah sangat larut. Menurut Kurniati (2009), penambahan
senyawa garam pada protein dapat mempengaruhi kelarutan dari protein, jika
penambahan yang dilakukan sedikit maka kelarutan protein meningkat karena daya
elektrostatis antara molekul disekelilingnya turun, peristiwa ini disebut denagan
salting-in. Bintang (2010) menambahkan, protein dapat menglami denaturasi saat
direaksikan dengan asam kuat. Hal ini disebabkan asam kuat dapat mengacaukan
jembatan garam. Pada kondisi tersebut ion positif di dalam garam berganti
pasangan dengan ion positif yang berasal dari asam yang ditambahkan. Al Awwaly
(2017) juga menambahkan, penambahan HCl ke dalam protein akan menyebabkan
pengendapan karena adanya reaksi antara asam dengan gugus amino dari protein
sehingga dapat menyebabkan terbentukanya endapan. Pada hasil perlakuan didapati
sifat kelarutan protein dengan HCl 10% sangat larut dan hal tersebut bertentangan
dengan literature. Hal ini dapat terjadi karena kurang telitinya praktikan ketika
melakukan pengamatan terhadap hasil perlakuan, sehingga menimbulkan
terjadinya perbedaan data antara literature denga hasil perlakuan
Pada perlakuan albumin telur dengan larutan NaOH didapatkan hasil bahwa
protein tidak larut dalam larutan NaOH. Sirajuddin (2012) menjelaskan, hal
dikarenakan penambahan NaOH ke dalam putih telur dapat mengakibatkan
perubahan pH sehingga ikatan-ikatan ionik terputus. Putusnya ikatan-ikatan ionik
tersebut menjadikan albumin kehilangan daya larutnya. Selain itu, putusnya ikatan
ionik juga mengakibatkan hilangnya daya ikat air (Water Holding Capacity), hal
tersebut mengakibatkan protein akan terpisah dari pelarutnya (mengendap),
penambahan basa pada protein dapat menyebabkan pengendapan akibat ikatan
ionik terputus.
Alkohol merupakan suatu senyawa organik yang tersusun dari atom C, H, dan
O dengan rumus umum CnH2n+1OH. Ciri khas alkohol yaitu terdapatnya gugus –
OH pada rantai karbon. Penambahan alkohol yang merupakan pelarut organik akan
menurunkan kelarutan protein, karena kelarutan protein tergantung dari kedudukan
dan distribusi dari gugus hidrofil dan hidrofob polar pada molekul. Endapan
tersebut menunjukkan adanya kandungan protein pada suatu bahan (Bintang, 2010).
Devi (2010) menambahkan, protein pada pH rendah akan mengendap karena
ujung C asam amino yang terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana
asam membentuk senyawa protein ester. Pembentukan ester ditunjukkan dengan
adanya endapan yang terbentuk dan protein akan terdenaturasi bila berada pada titik
isoelektriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan
negatifnya.
Pada perlakuan antara albumin dengan alkohol sifat kelarutan didapati sangat
larut. Hal ini berbeda dengan beberapa literature yang menyebutkan bahwa alkohol
akan menghambat atau mengurangi sifat kelarutan dari protein. Perbedaan antara
literature dengan hasil perlakuan dapat dikarenakan karena kurang telitinya
praktikan dalam mengamati hasil perlakuan sehingga menghasilkan data yang tidak
sama. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang sifat kelarutan protein dapat
menjadi faktor timbulnya perbedaan antara data literature dengan data percobaan.
Kemudian, pada uji kelarutan albumin dengan kloroform didapati hasil
kelarutan protein yang larut. Menurut Devi (2010), semua protein tidak dapat larut
dengan pelarut lemak seperti ester atau kloroform. Sedangkan pada perlakuan
didapatai hasil uji kelarutan albumin dengan kloroform adalah larut, hal ini berbeda
dengan literature dan dapat diindikasikan kurang tepatnya praktikan dalam
menganalisa hasil percobaan sehingga terjadi perbedaan antara dara literature
dengan data hasil percobaan.
 Uji Pengendapan dengan Garam
Pada praktikum ini dilakukan uji pengendapan dengan garam untuk mengetahui
pengaruh garam terhadap sifat kelarutan protein. Sumber protein yang digunakan
adalah albumin telur yang kemudian akan diujikan dengan garam-garam alkali
maupun divalent.
Percobaan pertama diuji antara albumin dengan air suling (aquadest) dan
dihasilkan bahwa hasil endapannya banyak. Pencampuran albumin telur dengan
aquadest sifat kelarutan yang dihasilkan adalah sedikit larut. Albumin merupakan
protein yang sangat mudah larut dalam air (Nursiwi et al., 2013). Hal ini
menunjukkan bahwa seharusnya ketika protein dicampurkan dengan air suling tidak
akan terjadi endapan tetapi pada hasil perlakuan ini justru terjadi endapan. Ini tidak
sesuai dengan literature yang ada dan kemungkinan yang terjadi mengapa dapat
terjadi perbedaan karena kurang telitinya praktikan dalam mengamati sehingga
terjadi perbedaan data.
Perlakuan kedua diuji coba antara albumin dengan NaCl didapati hasil endapan
banyak. Penambahan senyawa garam pada protein dapat mempengaruhi kelarutan
dari protein, jika penambahan yang dilakukan sedikit maka kelarutan protein
meningkat karena daya elektrostatis antara molekul disekelilingnya turun, peristiwa
ini disebut denagan salting-in. Tapi bila konsentrasi garam tinggi, kelarutan protein
turun, peristiwa ini disebut dengan salting-out. Protein dapat mengendap dalam
garam berkonsentrasi tinggi, logam-logam berat, alkohol (Kurniati, 2009). NaCl
merupakan garam yang seharusnya ketika dicampurkan ke dalam protein akan
menyebabkan pengendapan pada protein (salting-out). Namun pada hasil uji coba
didapati endapat yang terbentuk sedikit. Faktor penyebab terjadinya perbedaan data
antara literature dengan hasil percobaan dapat dikarenakan kurang telitinya
praktikan dalam menganalisa hasil percobaan, kemungkinan yang lain adalah
kurang lama atau kurang kuatnya pengkocokan atau penambahan larutan NaCl ke
dalam albumin sehingga menimbulkan reaksi pengendapan yang kurang maksimal.
Kemudian pada perlakuan antara albumin dengan MgSO4 didapati hasil
endapan yang sedikit. MgSO4 merupakan salah satu asam anorganik yang dimana
ketika bereaksi dengan protein akan menimbulkan endapan. Namun pada perlakuan
ini didapati hasil endapan yang sedikit. Sedikitnya endapan yang ditimbulkan dapat
dimungkinkan kurang banyaknya penambahan larutan secara berlebih sehingga
ketika bereaksi endapan yang terbentuk tidak terlalu banyak, kemudian bisa juga
dikarenakan kurang kuat dalam mencampurkan atau mengkocok larutan menjadi
satu sehingga reaksi yang dihasilkan tidak terlalu maksimal.
Pada percobaan selanjutnya yaitu adalah direaksikan albumin denga (NH4)2SO4
dan CaCl2 dan endapan yang dihasilkan jumlahnya sedikit. (NH4)2SO4 dan CaCl2
merupakan garam yang tentunya memiliki pH yang nilainya kurang dari 7. Jika
protein direaksikan dengan larutan yang bersifat asam, protein akan mengalami
denaturasi atau pengendapan. Pada percobaan ini endapan yang dihasilkan sedikit
dapat dikarenakan titik isoelektrik protein belum pada titik maskimalnya sehingga
endapan yang ditimbulkan sedikit. Jika protein sudah berada pada titik
isoelektriknya maka protein akan mengendap. Namun pada perlakuan ini hanya
sedikit dan bisa saja dikarenakan pH dari kedua larutan tersebut tidak terlalu rendah
sehingga titik isoelektrik belum berada pada titik maskimalnya untuk mengkonversi
protein menjadi sebuah endapan.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulakan :


1. Protein dapat larut degan pelarut lain namun hanya dengan pelarut tertentu
saja. Karena protein bersifat amfoter maka protein dapat larut juga dalam
larutan asam maupun basa. Namun protein tidak dapat larut dalam pelarut
ester maupun lemak.
2. Reaksi garam dengan protein dapat menghasilkan endapan dikarenakan
protein bila direaksikan dengan garam akan menuju pada titik isoelektrik
yang dimana protein tidak bermuatan sehingga dampak yang ditumbulkan
adalah akan terjadi pengendapan pada protein.

B. Saran

Praktikum yang dilakukan sudah berjalan baik. Saran untuk praktikum


kedepannya adalah mungkin bahan yang dipraktikumkan dapat lebih beragam serta
sumber protein yang digunakan juga tidak hanya satu jenis saja. Sehingga data yang
didapat dapat lebih bervariatif.
DAFTAR PUSTAKA

Al Awwaly, K. U. 2017. Protein Pangan Hasil Ternak dan Aplikasinya. UB Press.


Malang.

Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta

Devi, N. 2010. Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. PT Kompas Media
Nusantara. Jakarta.

Katili, A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu. 2(5):
19 – 29.

Kurniati, E. 2009. Pembuatan Konsentrat Protein dari Biji Kecipir dengan


Penambahan HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 9(2): 115 – 122.

Marzuki, I., Amirullah, & Fitriana. 2010. Kimia dalam Keperawatan. Pustaka As
Salam. Jakarta.

Nugroho, M. 2012. Isolasi Albumin dan Karakteristik Berat Molekul Hasil


Ekstraksi secara Pengukusan Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal
Teknologi Pangan. 4(1): 1 – 18.

Nursiwi, A., Darmadji, P., & Kanoni, S. 2013. Pengaruh Penambahan Asap Cair
tehadap Sifat Kimia dan Sensoris Telur Asin Rasa Asap. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian. 6(2): 82 – 89.

Prihanto, A. A. 2017. Reaksi Fisiko Kimia Produk Perikanan Tradisional. UB


Press. Malang.

Sirajuddin, S. 2012. Penuntun Praktikum Biokimia. Universitas Hasanuddin.


Makassar.

Suprayitno, E. & Sulistiyati, T. D. 2017. Metabolisme Protein. UB Press. Malang.

Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada Proses


Isolasi Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus
radiates L.). Seminar Rekayasa dan Proses. Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro, Semarang.

Yuniarti, D. W., T. D. Sulistiyati., dan E. Suprayitno. 2013. Pengaruh Suhu


Pengeringan Vakum Terhadap Kualitas Serbuk Albumin Ikan Gabus
(Ophiocephalus striatus). THPi Student Journal. 1(1): 1 – 11.
LAMPIRAN

 Uji Kelarutan
 Albumin + Aquadest

No. Gambar Keterangan

1. Disiapkan tabung reaksi

2. Disiapkan aquadest

3. Disiapkan albumin telur

Disiapkan pipet untuk


4.
mengambil larutan
Dimasukkan 1 ml larutan
aquadest ke dalam tabung
5.
reaksi dengan menggunakan
pipet ukur

Dipipet 2 ml albumin telur


6.
menggunakan pipet tetes

Ditambahkan albumin telur


7.
ke dalam tabung reaksi

Dikocok dengan kuat dan


8.
diamati sifat kelarutannya
 Albumin + Kloroform

No. Gambar Keterangan

1. Disiapkan tabung reaksi

2. Disiapkan kloroform

3. Disiapkan albumin telur

Disiapkan pipet untuk


4.
mengambil larutan
Dimasukkan 1 ml larutan
5. kloroform ke dalam tabung
reaksi dengan pipet ukur

Dipipet 2 ml larutan
6.
albumin telur

Dimasukkan albumin telur


7.
ke dalam tabung reaksi

Dikocok dengan kuat dan


8.
diamati sifat kelarutannya
 Uji Pengendapan dengan Garam
 Aquadest

No. Gambar Keterangan

Dipipet 2 ml albumin telur


1.
dengan pipet tetes

Dimasukkan albumin telur


2.
ke dalam tabung reaksi

Dipipet aquadest dengan


3.
menggunakan pipet tetes

Dimasukkan aquadest ke
dalam tabung reaksi berisi
4.
albumin telur setetes demi
setetes
Dimasukkan aquadest
5. setetes demi setetes hingga
terbentuk endapan

Dikocok tabung dan diamati


6.
perubahan yang terjadi

 (NH4)2SO4

No. Gambar Keterangan

1. Disiapkan albumin telur

2. Disiapkan pipet
3. Dipipet 2 ml albumin telur

Dimasukan albumin telur ke


4.
dalam tabung reaksi

5. Dipipet larutan (NH4)2SO4

Dimauskan larutan
6. (NH4)2SO4 setetes demi
setetes
Ditetesi hingga terbentuk
7.
atau timbul endapan

Dikocok dengan kuat dan


8. diamati perubahan yang
terjadi
 JOBDESK
Pras : latar belakang, tipus, hasil dan pembahasan, kesimpulan, dapus
Agnes : tujuan, tipus, metode, saran, lampiran, edit

Anda mungkin juga menyukai