Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KELOMPOK 4

REKAYASA ULANG PROSES BISNIS, REKAYASA ULANG PROSES BISNIS PADA


PERUSAHAAN JOHNSON & JOHNSON, STUDI KUALITAS INTERNASIONAL
TENTANG PERBAIKAN PROSES, DENGAN JURNAL “QM LEADS TO HEALTHIER
SMALL BUSINESSES”

MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU TERPADU

KELAS EM- A

Disusun Oleh:

THERESIA MISA GABRIANI (141180095)

ADHI PRASETYO (141180113)

MARIA VIRGINIA L. A. (141180153)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam mencapai sasarannya, perusahaan dan organisasi tentunya memiliki suatu proses dan
prosedur tertentu sehingga kegiatan dan tujuan bisnis tercapai. Seiring dengan perkembangan
teknologi dan informasi serta tuntutan biaya yang cukup tinggi, maka proses bisnis yang sudah
ada dan telah dijalankan oleh organisasi kadangkala sudah tidak dapat untuk dipakai lagi dan
memakan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu proses bisnis yang sudah ada terkadang perlu
diadakan revisi ulang atau perombakan dari proses bisnis yang lama.

Salah satu konsep yang dapat dierapkan adalah dengan melakukan rekaya ulang proses bisnis
(Business Process Reengineering) yang merupakan suatu teknik manajemen perubahan yang
radikal terhadap proses-proses bisnis yang berlangsung dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas,
kualitas, pelayanan serta mengurangi biaya.

I.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana definisi tentang rekayasa ulang proses bisnis?

b. Bagaimana model perbaikan proses pada perusahaan bisnis modern?

c. Bagaimana kualitas internasional tentang perbaikan?

I.3 Tujuan

a. Pembaca memahami definisi tentang rekaya ulang proses bisnis


b. Pembaca memahami model perbaikan proses perusahaan bisnis modern
c. Pembaca memahami tentang kualitas internasional perbaikan
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Rekayasa ulang proses bisnis merupakan simplifikasi dari proses bisnis untuk memenuhi
permintaan kontemporer dari konsumen akan kualitas produk, pelayanan, fleksibilitas, dan
ongkos yang rendah. Dalam BPR, proses bisnis dibuat menjadi sederhana dengan jalan kompresi
tanggung jawab perusahaan kepada integrated customer service representative.

BPR masih menggunakan model industri sebagai acuannya. Model industri berlandasakan pada
premis dasar bahwa pekerja memiliki beberapa keterampilan dan sedikit waktu atau kapasitas
untuk pelatihan. Dalam hal ini Adam Smith berargumentasi bahwa orang- orang akan bekerja
dengan tingkat paling efisien apabila mereka mempunyai suatu pemahaman yang mudah
terhadap tugas yang dilaksanakan itu.

Hammer dan Champy mengemukakan beberapa karakteristik dari BPR, antara lain :

a. BPR mengintegrasikan dan memadatkan beberapa tugas atau perampingan pekerjaan


tertentu menjadi satu.
b. BPR memungkinkan adannya beragam versi produk dalam proses yang sama untuk
memenuhi permintaan pelanggan yang selalu berubah, mengantisipasi perubahan dan
bermacam-macam pasar.
c. BPR memberikan kewenangan kepada pekerja untuk membuat keputusan yang berkaitan
langsung dengan pekerjaan mereka.
d. BPR membentuk langkah-langkah kerja dalam proses dengan mengikuti susunan natural
sesuai kebutuhan.
e. BPR memungkinkan relokasi pekerja melewati batas organisasional untuk meningkatkan
performansi proses secara keseluruhan.
f. BPR mengurangi pemeriksaan dan pengawasan karena pemeriksaan dan pengawasan
dianggap sebagai aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah (nonvalue-adding
activity).
g. BPR meminimumkan rekonsiliasi, karena rekonsiliasi dianggap sebagai aktivitas yang
tidak memiliki nilai tambah (nonvalue-adding activity).
h. BPR menetapkan titik kontak tunggal untuk pelanggan (single point of contact for
customer).
i. BPR memiliki kemampuan mengkombinasikan keuntungan dari sentralisasi dan
desentralisasi dalam proses yang sama.

Setelah suatu perusahaan melakukan BPR, akan terjadi beberapa perubahan mendasar dari
perusahaan itu, antara lain :

a) Unit-unit kerja berubah dari department fungsional menjadi kelompok-kelompok kerja


proses (process teams).
b) Eksekutif-eksekutif perusahaan berubah dari scorekeepers menjadi pemimpin-pemimpin
kualitas (quality leaders).
c) Manajer-manajer berubah dari supervisors menjadi pelatih (coaches).
d) Struktur organisasi berubah dari berhirarki menjadi lebih datar.
e) Nilai-nilai yang dianut berubah dari protektif menjadi produktif.
f) Peranan orang-orang berubah dari terkontrol menjadi terberdaya (empowered).
g) Pekerjaan berubah dari tugas-tugas sederhana menjadi multidimensional
h) Job preparation berubah dari pelatihan menjadi pendidikan.

Perusahaan yang telah melakukan BPR akan mengembangkan pendidikan karena pendidikan
akan meningkatkan pengetahuan atau wawasan dan pemahaman serta mengajarkan kepada
pekerja tentang mengapa suatu pekerjaan itu dilakukan. Perusahaan-perusahaan yang telah
melakukan BPR akan memberikan lingkungan kondusif bagi terciptanya sikap pekerja untuk
bekerjasama, pemberdayaan, dan manfaat lainnya sehingga akan menjamin terpenuhnya
kepuasan total bagi pelanggan baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

II.2 Rekayasa Ulang Proses Bisnis pada Perusahaan Johnson & Johnson
Perusahaan Johnson & Johnson melakukan rekayasa ulang proses bisnis (BRP) dengan
menggunakan enam tahap. Model BPR (Rekayasa Ulang Proses Bisnis) perusahaan Johnson &
Johnson

Berikut pembahasan singkat langkah - langkah BPR dari perusahaan Johnson & Johnson

a. Dokumentasi Proses Sekarang


Ini merupakan tahap awal untuk langkah kerja dari setiap aktivitas proses yang di
lakukan perusahaan Johnson & Johnson. Penerapan langkah ini menggunakan 2
pendekatan :
1. Mendefinisikan Ruang Lingkup Proses
a) Definisi nama proses
b) Penetapan pemilik proses
c) Definisi misi dan sasarna proses
d) Definisi dan identifikasi output dan pelanggan
e) Definisi dan identifikasi output dan pemasok
f) Definisi dan identifikasi sub proses
g) Mengidi dalam dokumen definisj proses
h) Alat alat yang digunakan : brainstorming, ranking dan tknik kelompok nominal
2. Membuat Diagram Alir Proses
a) Tim harus membuat suatu diagram alir awla dengan menggunakan dokumen
definisi proses untuk mendefinisikan inpit, pemasok, outup dan pelanggan
b) Memperbaiki diagram alir proses melalui pemeriksaan kembali apakah diagram
alir itu telag sesuai dengan proses yang ada sekarang.
c) Validasi
d) Interpretasi diaram alir proses dengan menghitung total waktu tunggu, total waktu
kerja, identifikasi kesempatan untuk menciptakan biaya rendah atau tanpa biaya
dalam proses itu, serta identifikasi aktivitas tidak bernai tambah serta yang tidak
ada kaitannya.

b. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan


Langkah kedua ialah mengidentifikasi kebutuhan pelanggan melalui mendefinisikan
suara mereka dan menyesuaikan dengan spesifikasi performansi proses.
Suara pelanggan merupakan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, baik pelanggan
internal maupun eksternal. Spesifikasi proses merupakan terjemahan dari kebutuhan
pelanggan ke dalam bahasa spesifik proses.
Terdapat dua pendekatan, yaitu :
1. Identifikasi suara pelanggan (the voice of the constumer)
a) Identifikasi pelanggan internal dan pelanggan eksternal
b) Definisi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan
c) Buat ranking dari kebutuhan pelanggan yang didefinisikan itu
d) Pertimbangkan secara saksama dan pahami dengan baik
e) Terjemahkan kebutuhan pelanggan kedalam spesifikasi proses
f) Validasi bahwa spesofikasi adalah SMART (Specific, Measurable, Achievable,
Result oriented and Time Relate)
g) Alat alat yang digunakan : wawancara, ranking, diagram pareto, brainstorming,
dll
2. Definisikan dan Identifikasikan
a) Identifikasikan karakter output kunci yang perlu dimonitor
b) Tempatkan lokasi pengumpulan data dalam diagram alir proses
c) Desain lembar periksa untuk mendokumentasikan karakter data yang
dikumpulkan (seperti data apa, dikumpulkan oleh siapa, bilamana dan bagaimana
data itu dikumpulkan)
d) Kumpulkan data sepanjang waktu
e) Tabulasi data yang dikumpulkan itu
f) Presentasikan data pada peta atau grafik untuk memantau atau memonitor
performansi proses
g) Alat yang digunakan : lembar periksa, diagram alir, peta kontrol, run charts, dll

c. Analisis Proses
Analisis proses dalam model BPR Johnson & Johnson digunakan untuk mengidentifikasi
ketidaksesuaian dalam proses dengan kebutuhan pelanggan. Hal hal yang tidak sesuai,
diidentifikasi dan diurutkan berdasarkan urutan kepentingan, dampak terhadap
performansi proses secara keseluruhan, dan bagaimana ketidaksesuaian itu dapat
dihilanggan dengan cara mudah. Tiga pendekatan yang diterapkan ialah :
1. Kuantifikasi Kesenjangan
a) Tebarkan performansi aktual sebagaimana didefiniskkan melalui ukuran efektif
terhadap performansi yang diharapkan sesuai dengan spesifikasi prosea.
b) Hitung perbedaan yang terjadi antara performansi aktial dan performansi yang
diharapkan, selisih yang ada merupakan kesenjangan yang harus diselesaikan.
2. Identifikasi ketidaksesuaian
a) Tinjau ulang diagram alir dan spesifikasi proses. Fokuskan perhatian pada area
dimana kebutuhan pelanggan tidak dapat dipenuhi, daerah dimana output cacat
ditemukan, pemborosan material, langkah proses yang tidak efektif. Identifikasi
hambatan yang ada.
b) Daftar semua ketidaksesuaian yang diidentifikasikan itu
c) Urutkan ketidaksesuaian tersebut (derajat kepentingan, dampak pada performansi
proses secara keseluruhan, dan kemudahan untuk menghilangkan ketidaksesuaian
itu.
3. Implementasi pengukuran untuk memantau ketidaksesuaian berpriortas tinggi
a) Menggunakan daftar urut ketidaksesuaian yang diidentifikasi itu, pilih item
penting dan berdampak besar pada performansi prosea secara keseluruhan
b) Identifikasi dimana ketidaksesuaian yang penting dan berdampak besar pada
performansi proses itu terjadj dalam diagram alir
c) Desain lembar periksa jntuk mengumpulkan data lerformansi proses
d) Mengumpulkan data sepanjang waktu
e) Tebarkan data itu, interpretasi, dan memonitoring terua ketidaksesuaian itu
sepanjang waktu.

d. Pengembangan Tindakan Korektif


Lengkah keempat dalam model BPR dari perusahaan Johnson & Johnson adalah
pengembangan tindakan korektif. Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi akar
penyebab ketidaksesuaian yang terjadi dalam proses itu. Hal yang perlu dikembanvkan
dalam langkah ini ialah
1. Melakukan Analisi Sebab-Akibat
a) Validasi kesesuaian
b) Diskusi menggunakan brainstorming
c) Memasukkan item yang dianggap sebagai penyebab potensial
d) Melengkapi diagram Sebab-Akibat dan interpretasi diagram sebab-akibat
e) Membuat urutan penyebab penyebab
f) Alat alat yang digunakan : brainstorming, diagram sebab-akibat, diagram pareto,
ranking, dll
2. Membangkitkan atau mengembangkan solusi
a) Lakukan diskusi menggunakan kenik brainstorming untuk mengembangkan solusi
yang mungkin terhadap penyebab yang berpotensi tinggi untuk segera
diselesaikan dari langkah sebelumnya
b) Pilihlah solusi yang telah disepakati bersama untuk menyesuaikan penyebab
ketidaksesuaian berprioritas tinggi dalam perbaikan proses itu
c) Alat-alat yang digunakan : brainstorming, ranking, dll
3. Mengembangkan peta "Seharusnya" (Should Be Maps)
a) Menggunakan diagram alir proses sekarang sebagai dokumen dasar
b) Identifikasi bagaimana proses itu seharusnya dimodifikasi untuk merefleksikan
perubahan-perubahan yang diajukan guna pernajkan terus-menerus
c) Memperbaharui "peta proses sekarang" dengan "peta proses seharusnya" dengan
menggunakan diagram alir proses
d) Alat yang digunakan : diagram alir proses (process flowchart)
e) Bentuk umum diagram Sebab-Akibat atau sering disebut sebagai "diagram tulang
ikan" (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa sesuai dengan nama Prof. Kaoru
Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini.
Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab penyebab
suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Diagram ini dapat
digunakan dalam situasi dimana :
1) Terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk
mengidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi
2) Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah
3) Terdalat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat
Langkah langkah menggunakan Diagram sebab-akibat :
a. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapakan maslaah
itu sebagai suatu problem question
b. Membangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin terjadi
c. Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan
dan kategori utama
d. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama
e. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan "mengapa" untuk
menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar oenyebab itu pada
cabang yang sesuai dengan kategori utama
f. Intepretasi diagram sebab-akibat itu dengan melihat penyebab yang muncul
secara berulang, lalu dapatkan kesepatakan, kemudian fokuskan pertahian lada
penyebab yang dipilih
g. Tetapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab-akibat itu

e. Pengembangan Rencana Tindakan


Langkah kelima dalam model BPR Johnson & Johnson adalah mengembangkan suatu
rencana tindakan untuk implementasj perubahan proses yang diajukan. Suatu perubahan
sebelum diimplementasikan aecara penuh seharusnya dijadikan sebagai proyek percobaan
untuk mengkaji hasil hasil aktual pada proyek percobaan itu, diman apabila dipandang
telah memuaskan maka perubahan perubahan itu diterapkan secara penuh dalam proses
aktual. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam langkah pengembangan rencana
tindakan ini, ialah :
1. Mengembangkan suatu rencana implementasi
a) Identifikasi dan urutkan peruabhan yang telah disepakati bersama
b) Mengidentifikasi perubahan sumber daya yang dibutuhkan, perubahan langkah
langkah daln sekuens proses, penetapan pemilik dan wkatu penyelesaian dari
setiap langkah proses itu
c) Mengembangkat jadwal implementasi pengembangan proses
d) Menetapkan pertemuan standar
e) Alat alat yang digunakan : diagram alir proses, peta gantt, teknik negosiasi, dll
2. Mengantisipasi hambatan dalam implementasi rencana perubahan proses
a) Melakukan diskusi dengan menggunakan teknik brainstorming tentang berbagai
tantangan yang mungkin akan dihadapi selama implementasi aktual
b) Identifikasi hambatan yang mungkin ada, mengembangkan suatu daftar standar
dan peraturan
c) Memodifikasi peta grantt
d) Alat yang digunakan : diagram alir proses, brainstorming, ranking, peta grantt, dll
3. Mengkomunikasikan rencana tindakan kepada stakeholder kunci
a) Mengumumkan dan memperoleh komitmen dari semua pihak yang terlibat
b) Memonitor dan mempublikasi status perubahan dan rencana implementasi
c) Alat yang digunakan : Peta Gantt, dll

f. Validasi Proses Baru


Langkah terakhir dalam model BPR perusahana Johnson & Johnson ini digunakan untuk
menilai hasil-hasil dari perubahan yang dilakukan melalui proyek percobaan itu. Evaluasi
berkaitan dengan dampak pada performasj proses keseluruhan dan rencana untuk
implementasj dalam skala penuh serta perbaikan proses terus menerus. Beberapa hal
penting yang perlj djperhatikan dalam langkat ini, antara lain
1. Perubahan-perubahan pada proyek percobaan
a) Implementasi rencaan pada lingkup terbatas
b) Memonitoring performansi
c) Mengumpulkan data tentang dampak perubahan
d) Alat yang digunakan : diagram alir proses, peta grantt, lembar periksa dll
2. Evaluasi Hasil-hasil
a) Menilai kembali ketidaksesuaian atau kesenjangan yang terjadi dengan
menebarkan dan memonitor performansj proses dengan menggunakan peta atau
grafik
b) Evaliasi konsistensi dan kenerlanjutan dari hasil perubahan
c) Alat yang digunakan : peta rafis, peta kontrol, dll
3. Merencanakan Langkah-langkah berikut
a) Identifikasi area kunco untuk perbaikan menyangkit performansi tim dan proses
b) Definisikan suatu rencana untuk tim dan proses
c) Alat yang digunakan : peta grantt, diagram pareto, dll

II.3 Studi Kualitas Internasional Tentang Perbaikan Proses

Suatu studi tentang perbaikan proses pada beberapa otomotif kelas dunia pernah dilakukan dan
dipublikasikan dalam bentuk “Studi Kualitas Internasional”. Berdasarkan sudut pandang proses,
suatu bisnis dianalisis dengan memfokuskan perhatian pada input, output, dan aliran kerja. Hal
ini berbeda dengan pandangan tradisional yang mengkonsentrasikan perhatian pada departemen
funsional atau struktur pelaporan dari organisasi.

Berikut dikemukakan ringkasan hasil studi yang berkaitan dengan ketiga hal utama yang
dipelajari dalam studi Kualitas Internasional :

a. Interaksi dengan Pemasok

Peningkatan kualitas material yang diterima dari pemasok merupakan strategi utama untuk
meningkatkan kualitas dari produk-produk manufaktur. Studi Kualitas Internasional (IQS)
menguji karakteristik hubungan antar perusahaan-perusahaan otomotif dan pemasok mereka.
Pengujian mencakup praktek-praktek pemilihan pemasok, sertifikasi, dan pengendalian. IQS
menanyakan kepada pihak manajemen perusahaan-perusahaan otomotif tentang bagaimana
derajat kepentingan dari berbagai kriteria atau metode yang dipergunakan dalam pemilihan
pemasok material. Kriteria yang dipertimbangkan adalah penawaran kompetitif, perbaikan
nilai keseluruhan, performansi dari produk pada sasis percobaan pembelian, reputasi umum
dari pemasok, keinginan untuk membangun hubungan kemitraan jangka panjang, dan
pertimbangan teknologi.

b. Perbaikan Proses Bisnis dan Interaksi dengan Pelanggan

Perbaikan proses bisnis yang dilakukan dalam organisasi merupakan elemen penting dari
suatu perbaikan perfomansi keseluruhan. IQS menguji frekuensi penerapan teknik-teknik
dasar untuk perbaikan proses bisnis dalam industri otomotif kelas dunia. Teknik-teknik
spesifik yang diuji adalah studi kapabilitas proses, analisis nilai proses, simplifikasi proses,
analisis siklus waktu proses, dan pengendalian proses statistikal.

c. Tanggung Jawab dan Peranan Kelompok Jaminan Kualitas

Pada awalnya, peran utama dari fungsi jaminan kualitas dalam perusahaan-perusahaan
otomotif adalah melayani pemeriksaan akhir sebelum produk diserahkan oleh produsen
kepada pelanggan. Dalam studi pada perusahaan-perusahaan otomotif berdasarkan pandangan
proses, IQS menanyakan tentang "siapa yang bertanggung jawab untuk menjamin kesesuaian
dengan standar-standar kualitas?"

Perusahaan-perusahaan otomotif kelas dunia menyatakan bahwa tanggung jawab jaminan


kualitas telah bergeser dari fungsi pengendalian kualitas ke pekerja yang secara aktual
melakukan pekerjaan dalam proses.

Mengapa Kijang Disukai?

Ketika pertama kali produksi, TAM benar-benar berniat untuk menciptakan kendaraan niaga
sederhana tapi multifungsi. Ternyata apa yang dikehendaki menjadi kenyataan. Dimulai dengan
bentuk seperti kotak sabun hingga seperti sekarang, kendaraan itu mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat.

Tahun demi tahun produksi Kijang menunjukkan peningkatan yang sangat pesat dan semakin
diminati. Dibandingkan dengan kendaraan sejenis lainnya, kijang berada diposisi teratas untuk
dimiliki. Selain nilai jual kembali yang tinggi, Kijang sangat memenuhi harapan masyarakat
Indonesia pada umumnya.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Rekayasa ulang proses bisnis merupakan simplifikasi dari proses bisnis untuk memenuhi
permintaan kontemporer dari konsumen akan kualitas produk, pelayanan, fleksibilitas, dan
ongkos yang rendah. Dalam mencapai sasarannya, perusahaan dan organisasi tentunya memiliki
suatu proses dan prosedur tertentu sehingga kegiatan dan tujuan bisnis tercapai.Seiring dengan
perkembangan teknologi dan informasi serta tuntutan biaya yang cukup tinggi, maka proses
bisnis yang sudah ada dan telah dijalankan oleh organisasi kadangkala sudah tidak dapat untuk
dipakai lagi dan memakan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu proses bisnis yang sudah ada
terkadang perlu diadakan revisi ulang, serta perombakan dari proses bisnis yang lama.

DAFTAR PUSTAKA

Vincent Gaspersz. 2001. TOTAL QUALITY MANAGEMENT. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.
Jurnal.

JURNAL INTERNASIONAL

Manajemen Mutu (QM) Mengarah Ke Usaha Kecil Lebih Sehat


William H. Murphy
Edwards School of Business, University of Saskatchewan,
Saskatoon, Kanada, dan Denis Leonard
Business Excellence Consulting, Bozeman, Montana, Amerika Serikat

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan saat ini tentang bagaimana dan
mengapa usaha kecil harus terlibat dalam manajemen mutu (QM) dengan memberikan wawasan
dari pemilik usaha kecil yang berkomitmen sebagai penganjur QM. Dengan demikian, untuk
mendorong pemilik usaha kecil untuk melihat bahwa QM benar - dan mungkin - untuk setiap
usaha kecil yang ingin meningkatkan kinerja.
Desain / metodologi / pendekatan - Dengan menggunakan metode induktif, wawancara semi-
terstruktur mengikuti kerangka enam pertanyaan terbuka. Peserta penelitian adalah sepuluh
pemilik pemenang usaha kecil milik keluarga dari Penghargaan Kualitas Nasional (National
Housing Quality Award (NHQA)), menjadikan mereka pemimpin industri dalam menerapkan
QM. Data dari para pendukung QM ini disajikan dan didiskusikan. Temuan - Kasus-kasus
mengungkapkan dorongan yang konsisten untuk usaha kecil untuk terlibat dalam QM, dengan
setiap pemilik yakin bahwa hasil positif akan mengikuti. Meskipun mengakui hambatan untuk
keterlibatan, orang yang diwawancarai sangat merasakan bahwa hambatannya relatif kecil
terhadap pencapaian yang disadari melalui QM. Pendukung QM ini menyarankan untuk memulai
dengan memilih satu atau beberapa alat QM dan / atau menyesuaikan alat daripada menjadi
kewalahan oleh prospek kompleksitas melakukan QM ke standar yang tepat dari berbagai
program berkualitas. Akhirnya, mereka mendorong bisnis kecil untuk tetap mengikuti kursus
setelah dimulai di QM.
Batasan / implikasi penelitian - Keterbatasannya adalah bahwa makalah hanya bergantung pada
sepuluh studi kasus dan ini diambil dari hanya satu industri. Sementara keterbatasan ini tidak
dapat diperdebatkan, data yang kaya, interpretasi, dan peluang untuk penelitian masa depan yang
muncul dari pendekatan induktif tampaknya cenderung beresonansi dengan baik di luar industri
tertentu yang terlibat di sini.

Implikasi praktis - Makalah ini berbicara langsung kepada pemilik usaha kecil dengan
memasukkan banyak kutipan dari pemilik dan meringkas tema dari beberapa wawancara. Saran
yang diberikan dapat ditindaklanjuti oleh bisnis kecil mana pun, dengan peluang untuk
mewujudkan peningkatan kinerja bisnis. Orisinalitas / nilai - Beberapa artikel memberikan
wawasan tentang manfaat QM untuk usaha kecil langsung dari wawancara dengan pemilik usaha
kecil. Di sini, penulis belajar tentang alasan untuk usaha kecil yang terlibat dalam QM, diberi
komentar bijaksana tentang bagaimana memulai, dan menceritakan tentang realitas - termasuk
kesulitan - QM bisnis kecil.

Pengantar

Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak usaha kecil dan menengah (UKM) telah
menyadari manfaat manajemen mutu (QM). Keterlibatan usaha kecil di QM, disertai dengan
pengakuan bahwa usaha kecil tidak sama dengan bisnis besar, telah menyebabkan adaptasi dari
berbagai program penghargaan QM. Misalnya, dari enam kategori kelayakan untuk Program
Keunggulan Kinerja Baldrige yang terkenal di dunia, salah satunya adalah kategori untuk
aplikasi bisnis kecil. Kategori ini mencakup bisnis dengan “500 atau lebih sedikit karyawan yang
dibayar, terlibat dalam manufaktur dan / atau penyediaan layanan, dan merupakan entitas
independen yang terpisah” (Baldrige Performance Excellence Program, 2015). Baldrige, yang
dulunya dipercaya terlalu rumit bagi usaha kecil untuk mengejar, apalagi mencapainya, telah
terbukti sebagai platform yang memberikan kinerja luar biasa hasil untuk usaha kecil. Bahkan,
Hendricks dan Singhal (1999) menemukan bahwa pemenang kategori bisnis kecil Baldrige
mengungguli perusahaan patokan dengan rata-rata 63 persen, sementara pemenang organisasi
besar mengungguli tolok ukur mereka hanya 22 persen.
Meskipun dampak positif QM pada kinerja bisnis, UKM sangat lambat menerapkan QM
(Ghobadian dan Gallear, 1997). Beberapa menegaskan bahwa ini adalah karena hambatan untuk
QM termasuk kepemimpinan memiliki kurangnya pengetahuan, apatis, biaya, ketidakpastian
mengenai relevansi dan kurangnya sumber daya (Eisen et al., 1992; Kumar et al., 2014) dan
perasaan bahwa platform QM seperti TQM bersifat kompleks, birokratis, dan mahal, dengan
potensi mengurangi kreativitas dan kemampuan perusahaan untuk menjadi responsif (Price dan
Chen, 1993). Hambatan ini, disertai dengan fakta bahwa usaha kecil sering kurang memiliki
orientasi dan sumber daya strategis sementara sangat terfokus pada profitabilitas jangka pendek
dan memiliki pemimpin dengan sedikit keahlian QM (Temtime dan Solomon, 2002),
memunculkan fakta bahwa usaha kecil masih tertinggal dalam melibatkan QM. Kesenjangan
kepemimpinan untuk usaha kecil dalam kesadaran dan keahlian QM mungkin sangat relevan di
pasar negara berkembang. Misalnya, Lee (2004a, b) menemukan bahwa usaha kecil Cina
terhambat dalam QM mereka oleh komitmen manajemen puncak (ketiadaan) dan kesenjangan
pengetahuan, dengan keterlibatan pemasok yang buruk juga merupakan faktor yang menghambat
QM.

Bahkan dengan begitu banyak hambatan / hambatan menghalangi usaha kecil untuk melibatkan
QM, ada banyak tanda bahwa QM adalah keputusan yang tepat untuk usaha kecil. Selama 25
tahun terakhir, setidaknya ada 55 artikel penelitian tentang usaha kecil dan menengah (UKM)
dan QM, dengan hampir semua mendukung efek positif QM pada berbagai hasil kinerja
(Murphy, 2016). Di seluruh industri ada banyak cara bagi usaha kecil untuk memulai perjalanan
QM, dengan penghargaan kualitas industri sendiri merupakan aspirasi bersama untuk usaha kecil
yang baru berkomitmen untuk QM. Misalnya, kontraktor perumahan memiliki National Housing
Quality Award (NHQA) yang didasarkan pada Kriteria Baldrige untuk Keunggulan Kinerja.
NHQA menyediakan platform untuk kontraktor perumahan untuk melibatkan QM secara
sistematis, dengan kesempatan untuk mengajukan aplikasi penghargaan sehingga menerima
penilaian oleh para ahli QM tentang kesenjangan pengembangan dan kemungkinan menerima
penghargaan.

Dalam penelitian ini, kami menambahkan pengetahuan terkini tentang keterlibatan oleh usaha
kecil di QM dengan melakukan studi kualitatif untuk mengumpulkan perspektif pemilik usaha
kecil yang telah berhasil membawa QM ke perusahaan mereka. Peserta penelitian adalah sepuluh
pemilik usaha kecil milik keluarga, masing-masing pemenang NHQA, menjadikan mereka
pemimpin industri dalam menerapkan QM. Dengan pertanyaan yang dipandu oleh Murphy
(2016) model QM untuk UKM (Gambar 1), transkrip yang kaya dihasilkan dari wawancara kami
dengan para pendukung QM ini, membantu kami memahami bagaimana dan mengapa masing-
masing terlibat dalam QM dan mengapa mereka merasa bahwa QM adalah mungkin - dan benar
- untuk bisnis kecil apa pun.

Pertanyaan latar belakang dan penelitian

Banyak program berkualitas (TQM, Six-Sigma, Model Keunggulan Bisnis seperti EFQM dan
Baldrige, Balanced Scorecard, antara lain) pada awalnya dikembangkan dengan perusahaan
besar dalam pikiran (McAdam, 2000). Beberapa, seperti ISO 9000, sangat kompleks sehingga
mereka tampak "tidak sesuai dengan kebutuhan operasi skala kecil" (Chittenden et al., 1998, hal.
74). Meski begitu, usaha kecil telah menemukan bahwa keterlibatan dalam platform QM
membantu usaha kecil meningkatkan "posisi kompetitif, serta mencapai kualitas barang atau
layanan yang tinggi" (Ghobadian dan Gallear, 1997). Dari delapan indikator kinerja, Beheshti
dan Lollar (2003) melaporkan lebih lanjut bahwa UKM manufaktur dengan QM menyadari
dampak terbesar pada metrik kritis profitabilitas dan pangsa pasar.
Ulasan Murphy (2016) dari 55 makalah SME QM selama periode 1990-2014 mengungkapkan
bahwa penelitian QM tentang UKM mewakili suatu konfirmasi yang diterima secara kolektif -
dekat dengan nilai QM untuk UKM. Artikel-artikel ini menjangkau Amerika (kebanyakan
Amerika Serikat tetapi juga Kanada), Asia (Cina, Malaysia, Singapura, dan Turki), Eropa
(terutama Inggris, tetapi juga Finlandia, Italia, Norwegia, Portugal, Swedia, Spanyol), Timur
Tengah (Iran) , Qatar), Afrika (Ethiopia, Ghana), Australia (beberapa makalah bagus), India, dan
Pakistan. Hampir semua pekerjaan ini menerima gagasan bahwa QM dapat dilibatkan oleh
UKM, dengan hasil positif yang diharapkan. Ini berlaku benar apakah penelitian telah dilakukan
di negara maju atau di pasar negara berkembang seperti Cina (Lee, 2004a), Ghana (Fening et al.,
2008), atau Qatar (Salaheldin, 2009), di antara banyak lainnya.

Beberapa makalah SME membahas faktor-faktor penentu keberhasilan (CSF), menemukan


bahwa mayoritas perusahaan dengan program QM memiliki kurang dari setengah
diimplementasikan (Yusof dan Aspinwall, 2000), kesenjangan antara kesadaran UKM akan
pentingnya berbagai CSF dan implementasi CSF (Kumar) et al., 2014), dan asosiasi antara CSF
dan kinerja (Valmohammadi, 2011). Selain itu, motivasi yang mendasari mengejar sertifikasi
QM telah dikaitkan dengan kinerja, dengan keuntungan lebih mungkin ketika termotivasi secara
internal untuk mengembangkan QM daripada dimotivasi oleh sumber eksternal (Ilkay dan Aslan,
2012). Beberapa makalah melaporkan banyak faktor yang menghambat pelaksanaan QM UKM,
dengan Mendes dan Lourenço (2014) memberikan taksonomi dari faktor-faktor ini.

Ulasan Murphy menyajikan model QM untuk UKM (direplikasi pada Gambar 1). Model ini
dimulai dengan mengakui banyak hambatan terhadap keterlibatan QM dan diakhiri dengan
tingkat komitmen yang dikembangkan UKM terhadap QM. Mengadaptasi terminologi yang
digunakan oleh Van der Wiele dan Brown (1998), tingkat komitmen QM ini berkisar dari
minimalis hingga advokat. Konsekuensi terbesar, ulasannya jelas menunjukkan bahwa usaha
kecil diuntungkan ketika mereka mengambil jalur QM. Namun, meskipun 25 tahun literatur
mendukung QM, Murphy menyimpulkan bahwa usaha kecil tidak secara universal akrab dengan
QM. Selain itu, ia menyimpulkan bahwa banyak usaha kecil mungkin sadar akan QM tetapi,
masih, tidak terlibat dalam QM, membuat kita bertanya-tanya mengapa ini masih terjadi.
PEMBAHASAN DARI JURNAL

SUMMARY

Pada dekade ini, UKM telah menyadari pentingnya manajemen mutu untuk kelangsungan
bisnisnya. Walau sangat lamban dalam menerapkan manajemen mutu, hal itu disebabkan karena
kurangnya pengetahuan, biaya, sumber daya, dan perasaan bahwa manajemen mutu bersifat
kompleks, birokratis, dan mahal. Dengan banyaknya hambatan yang ada, manajemen kualitas
adalah keputusan tepat untuk bisnis kecil. Keterlibatan manajemen kualitas dapat meningkatkan
posisi kompetitif serta mencapai kualitas barang atau layanan yang tinggi.

CRITIQUE

Untuk mencapai manajemen kualitas, usaha kecil harus berhenti berfikir bahwa
manajemen kualitas merupakan resep mahal yang harus dilakukan. Libatkan dan sesuaikan
manajemen kualitas untuk kebutuhan bisnis anda. Tentukan mana yang terbaik untuk
diimplementasikan. Jika dirasa manajemen kualitas mahal, usaha kecil bisa bereksperimen
sendiri tanpa membeli perangkat lunak atau menyewa orang yang berpengalaman. Jika sudah
paham dengan sumber seperti TQM, Six-Sigma, Model Keunggulan Bisnis (EFQM and
Baldrige), Balanced Scorecard, dan yang lainnya dapat membuat pemilik bisnis merasa mudah
dan murah. Jika sudah memulai manajemen kualitas, jangan berpaling dari prinsip tersebut.
Karena menjatuhkan kualitas tidak membuat lebih banyak uang, mungkin menghabiskan sedikit
uang tetapi itu untuk memastikan tingkat keuntungan usaha. Dan membuat usaha lebih mudah.
Manajemen kualitas juga membutuhkan perubahan di seluruh usahanya, dengan komitmen
waktu dan sumber daya yang meyertainya.

Dengan manajemen kualitas dapat menciptakan perubahan yang signifikan di seluruh


perusahaan, usaha kecil juga merasa adanya peningkatan kerja yang pasti menyenangkan
pelanggan. Pada akhrinya yang dijual bukanlah sistem mutunya tetapi kualitas pelayanan dan
produknya. Jika ada yang mencoba manajemen kualitas dan tidak berdampak apapun, bisnis
tersebut tidak benar-benar mencobanya

Anda mungkin juga menyukai