Anda di halaman 1dari 2

Raja Bone Ke-2.

LA UMMASA (1358 – 1424)

Label: Raja-Raja Bone


Dialah yang menggantikan La Ubbi ManurungE ri Matajang sebagai Mangkau’ di Bone. Setelah
La Ummasa meninggal maka digelarlah To Mulaiye Panreng (orang yang mula-mula
dikuburkan). Mangkau’ ini hanya dinaungi dengan kaliyao (tameng) kalau dia bepergian untuk
melindungi dari teriknya matahari. Hal ini dilakukan karena tidak ada lagi payung di Bone.

La Ummasa digelar pula Petta Panre BessiE (pandai besi) karena dialah yang mula-mula
menciptakan alat-alat dari besi di Bone. Di samping itu La Ummasa sangat dicintai oleh
rakyatnya karena memiliki berbagai kelebihan seperti ; daya ingatnya tajam, penuh perhatian,
jujur, adil dan bijaksana.

Saudara perempuannya yang bernama We Pattanra Wanuwa kawin dengan Arung Palakka yang
bernama La Pattikkeng. Konon La Ummasa pernah bermusuhan dengan iparnya selama tiga
bulan dan tidak ada yang kalah. Akhirnya berdamai kembali dan keduanya menyadari bahwa
permusuhan tidak akan membawa keuntungan. Untuk memperluas wilayah pemerintahannya, La
Ummasa menaklukkan wilayah-wilayah sekitarnya, seperti ; Anro Biring, Majang, Biru, Maloi
dan Cellu.

La Ummasa tidak memiliki putra mahkota yang kelak bisa menggantikan kedudukannya sebagai
Mangkau’ di Bone. Dia hanya memiliki anak perempuan,To Suwalle dan To Sulewakka dari
isterinya yang berasal dari orang biasa atau bukan turunan bangsawan. Oleh karena itu, setelah
dia tahu bahwa We Pattanra Wanuwa akan melahirkan, La Ummasa menyuruh anaknya pergi ke
Palakka ke rumah saudaranya We Pattanra Wanuwa yang diperisterikan oleh Arung Palakka
yang bernama La Pattikkeng.

Kepada anaknya To Suwalle dan To Sulewakka, La Ummasa berpesan ; ”Kalau Puammu telah
melahirkan, maka ambil anak itu dan bawa secepatnya kemari. Nanti di sini baru dipotong ari-
arinya dan ditanam tembuninya”.

Tidak berapa lama setelah To Suwalle dan To Sulewakka tiba di istana We Pattanra Wanuwa,
lahirlah anak laki-laki yang sehat dan memiliki rambut yang tegak ke atas (Bugis : karang)
sehingga dinamakan Karampeluwa. Ketika anaknya dibawa ke Bone, Arung Palakka tidak ada di
tempat dan tindakan itu menyakitkan hatinya.

Sesampainya di istana Arumpone, bayi tersebut barulah dipotong ari-arinya dan dicuci darahnya.
Bayi itu dipelihara oleh saudara perempuan Arumpone yang bernama We Samateppa.

Arumpone La Ummasa mengundang seluruh rakyatnya untuk datang berkumpul dan membawa
senjata perang. Keesokan harinya berkumpullah seluruh rakyat lengkap dengan senjata
perangnya. Dikibarkanlah bendera WoromporongE dan turunlah Arumpone di Baruga
menyampaikan ; ”Saya undang kalian untuk mendengarkan bahwa saya telah mempunyai anak
laki-laki yang bernama La Saliyu Karampeluwa. Mulai hari ini saya menyerahkan kedudukan
saya sebagai Arumpone. Dan kepadanya pula saya serahkan untuk melanjutkan perjanjian yang
pernah disepakati antara Puatta ManurungE ri Matajang dengan orang Bone”. Seluruh orang
Bone mengiyakan kemudian mangngaru (mengucapkan sumpah setia).

Dilantiklah La Saliyu Karampeluwa oleh pamannya La Ummasa menjadi Arumpone. Acara


pelantikan itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Dalam acara itu pula nariule sulolona
(selamatan atas lahirnya) dan ditanam tembuninya. Setelah itu dinaikkanlah La Saliyu
Karampeluwa ke LangkanaE (istana).

Sejak dilantiknya La Saliyu Karampeluwa menjadi Arumpone, maka setiap La Ummasa akan
bepergian selalu menyampaikan kepada pengasuhnya dalam hal ini saudaranya sendiri yang
bernama We Samateppa.

Suatu saat La Ummasa sakit keras yang menyebabkan ia meninggal dunia, maka digelarlah ; La
Ummasa Mulaiye Panreng (orang mula-mula dikuburkan).

Anda mungkin juga menyukai