Anda di halaman 1dari 6

We Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara

Raja Bone ke-28

RATU BONE KE-28 WE TENRIAWARU, BESSE KAJUARA, 1857-1860 WE


TENRIAWARU, PANCAITANA BESSE KAJUARA, SULTANAH UMMULHUDA,
MATINROE RI MAJENNANG, 1857-1860. We Tenriawaru Besse Kajuara menggantikan
suaminya La Parenrengi menjadi Mangkau’ di Bone. Dalam khutbah Jumat namanya
disebut sebagai Sultanah Imalahuddin. Tenriawaru Pancai’tana Besse Kajuara dengan La
Parenrengi Arung Ugi adalah bersepupu satu kali karena kedua orang tuanya bersaudara
kandung dari MatinroE ri Rompegading. Ayah dari La Parenrengi yang bernama La
Mappawewang Arung Lompu Anre Guru Anakarung ri Bone kawin dengan anak
MappalakaE dengan suaminya yang bernama Muhammad Rasyid Petta CambangE Arung
Malolo ri Sidenreng

We Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara adalah Raja Bone ke-28. Ia sosok
perempuan tangguh dan militan. Namanya diabadikan sebagai nama jalan, Besse Kajuara,

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA


namanya juga diabadikan sebagai nama rumah sakit, yakni Rumah Sakit Pancaitana dan
RSUD Tenriawaru. Besse Kajuara menggantikan suaminya La Parenrengi menjadi
Mangkauk di Bone. Dalam khutbah Jumat, ia disebut sebagai Sultanah Imalahuddin.

Besse Kajuara menjadi Raja Bone dari tahun 1857 hingga 1860. Di masa
pemerintahannya, ketegangan antara Bone dengan kompeni Belanda kembali memanas.
Kompeni Belanda hendak memperbaharui Perjanjian Bungaya agar persahabatan Bone dan
Belanda tetap kokoh dan terjaga. Namun, Arumpone We Tenriawaru Besse Kajuara
menolak tegas memperbaharui perjanjian tersebut.Dikutip dari buku Kerajaan Bone
dilintasan Sejarah terbitan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bone, Besse
Kajuara menolak karena kemenakannya bernama Singkeruk Rukka Arung Palakka  ingin
merebut kedudukannya sebagai Mangkauk. Singkeruk Rukka Arung Palakka
selalu menghadap kepada kompeni Belanda agar keinginannya untuk menjadi Arumpone
dapat disetujui.Ia merasa berhak ditunjuk oleh Adat Tujuh Bone sebagai Arumpone sejak
meninggalnya Matinroe ri Ajang Benteng. Raja Bone dan gubernur Belanda pun saling
menyatakan perang.

La Mappawewang dengan dengan La Tenri Sukki Arung Kajuara To MalompoE ri


Bone. La Tenri Sukki yang kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Tenri
Lippu atau We Maddika Daeng Matana anak dari We Maddilu Arung Kaju dengan
suaminya La Kuneng Arung Belawa Orai. Dari perkawinannya itu lahirlah We Tenriawaru
Pancai’tana Besse Kajuara.

Pada Desember 1859 Gubernur Jenderal Belanda, Van Switten bersama pembesar
Kompeni Belanda, Tuan Djensin menyerang Bone. Di belakangnya ikut Singkeruk Rukka
Arung Palakka. Sementara Arumpone We Tenriawaru Besse Kajuara berkedudukan
Pasempe, didukung oleh pamannya bernama La Cibu To Lebae Ponggawa Bone untuk
melawan Belanda.Bone dan gubernur Belanda pun saling menyatakan perang.Pada
Desember 1859 Gubernur Jenderal Belanda, Van Switten bersama pembesar Kompeni
Belanda, Tuan Djensin menyerang Bone. Di belakangnya ikut Singkeruk Rukka Arung
Palakka.

Sementara Arumpone We Tenriawaru Besse Kajuara berkedudukan Pasempe,


didukung oleh pamannya bernama La Cibu To Lebae Ponggawa Bone untuk melawan
Belanda. Namun, Belanda berhasil membumihanguskan Bone. Serangannya pun semakin

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA


kuat. Dengan terpaksa, Besse Kajuara pun menyatakan kalah untuk menghindari jatuhnya
banyak korban. La Mappawewang dengan dengan La Tenri Sukki Arung Kajuara To
MalompoE ri Bone. La Tenri Sukki yang kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama
We Tenri Lippu atau We Maddika Daeng Matana anak dari We Maddilu Arung Kaju
dengan suaminya La Kuneng Arung Belawa Orai. Dari perkawinannya itu lahirlah We
Tenriawaru Pancai’tana Besse Kajuara. Pada masa pemerintahan We Tenriawaru Besse
Kajuara, ketegangan antara Bone dengan Kompeni Belanda kembali terjadi. Hal itu terjadi
karena Kompeni Belanda selalu menekankan untuk memperbaharui kembali Perjanjian
Bungaya, agar persahabatan Bone dengan Kompeni Belanda tetap kokoh. Akan tetapi
Arumpone Besse Kajuara tetap bertegas untuk tidak akan memperbaharui Perjanjian
Bungaya, karena ada kemanakannya yang ingin merebut kedudukannya sebagai Mangkau’
di Bone.
Kemanakannya inilah yang selalu menghadap kepada Kompeni Belanda agar
maksudnya untuk menjadi Arumpone dapat disetujui. Pada saat MatinroE ri Ajang
Benteng meninggal dunia, kemanakannya itu sudah merasa dirinya berhak untuk ditunjuk
oleh Hadat Tujuh Bone. Kemanakannya itu bernama Singkeru’ Rukka Arung Palakka,
anak We Baego Arung Macege dengan suaminya yang bernama Sumange’ Rukka To
Patarai Arung Berru, cucu dari MatinroE ri Laleng Bata.
Dengan demikian antara Bone dengan Gubernur Belanda kembali saling menyatakan
perang. Arumpone We Tenriawaru Besse Kajuara didukung oleh pamannya yang bernama
La Cibu To LebaE Ponggawa Bone untuk melawan Belanda. Pada bulan Desember 1859
M. Gubernur Jenderal Belanda yang bernama Van Switen bersama Pembesar Kompeni
Belanda di Ujungpandang yang bernama Tuan Djensin menyerang Bone. Dibelakangnya
terdapat La Tenri Sukki Arung Palakka yang ikut menyerang.
Arumpone Besse Kajuara berkedudukan di Pasempe, sementara pasukan Belanda
membumi hanguskan Bone. Karena Arumpone merasa serangan Belanda semakin kuat dan
agar tidak terlalu banyak memakan korban, maka iapun menyatakan kalah. Besse Kajuara
meninggalkan Bone dan pergi ke Ajattappareng. Dalam perjalannya ke Ajattappareng,
Besse Kajuara dengan pengikutnya singgah di Polejiwa dijemput oleh pamannya yang
bernama La Cibu Addatuang Sawitto Ponggawa Bone.
La Cibu Addatuang Sawitto berpesan kepada kemanakannya Besse Kajuara untuk
memilih tempat diantara tiga wanuwa, yaitu; Suppa, Sawitto atau Alitta. Setelah
beristirahat beberapa hari, Besse Kajuara meninggalkan Polejiwa dan melanjutkan

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA


perjalanan ke Alitta. Disitulah seorang anak Besse Kajuara yang bernama We Cella atau
We Bunga Singkeru’ atau We Tenri Paddanreng disuruh untuk menetap.
Selanjutnya Besse Kajuara terus ke Suppa dan disitulah ia tinggal melihat dan
memperhatikan kepentingan orang Suppa, sampai akhirnya meninggal dunia. Karena ia
meninggal di Majennang Suppa, maka dinamakanlah MatinroE ri Majennang Suppa.
Adapun anak yang dilahirkan dari perkawinannya dengan La Parenrengi MatinroE
ri Ajang Benteng, adalah; pertama bernama Sumange’ Rukka, meninggal ketika berperang
saat mengungsikan ibunya ke Ajattappareng. Kedua bernama We Sekati Arung Ugi,
meninggal sebelum menikah. Ketiga bernama We Bube, inilah yang menjadi Arung
Suppa.
Selanjutnya Besse Kajuara kawin lagi dengan La Rumpang Datu Pattiro, anak dari
La Onro Datu Lompulle dengan isterinya We Cecu Arung Ganra. Dari perkawinannya itu
tidak mnelahirkan anak dan Datu Suppa meninggal dunia,
Anaknya yang lain bernama We Cella atau We Bunga Singkeru’ atau We Tenri
Paddanreng. Inilah yang kawin di Gowa dengan La Makkulawu Karaeng Lembang Parang.
Anak KaraengE ri Gowa yang bernama I Mallingkaang Karaeng Katangka, dia juga
bernama Pati Matareng Tu Mammenanga ri Kalabbiranna dengan isterinya yang bernama
We Pada Arung Berru Karaeng Baine ri Gowa.
Setelah I Malingkaang Karaeng Katangka meninggal dunia, digantikanlah oleh
Karaeng Lembang Parang menjadi Karaeng ri Gowa dan Arung Alitta menjadi Karaeng
Baine (permaisuri). Dengan demikian Alitta dengan Gowa bersatu.
Dari perkawinan Arung Alitta dengan KaraengE ri Gowa lahirlah dua anak laki-laki,
pertama bernama La Panguriseng Bau Tode Arung Alitta. Kedua bernama La
Mappanyukki Datu Suppa. La Panguriseng kawin dengan sepupu satu kalinya yang
bernama We Seno Karaeng Lakiung anak dari We Batari Arung Berru dengan suaminya
yang bernama La Mahmud Karaeng ri Baroanging.
We Seno dengan La Panguriseng melahirkan anak ; pertama bernama Saripa
Karaeng Pasi, kedua bernama We Cella Karaeng Lakiung. Kedua bersaudara itu tidak
pernah menikah.
La Mappanyukki kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama We Maddelu
Petta Daeng Bau anak We Sugiratu Andi Baloto Karaeng Tanete dengan suaminya La
Parenrengi Karaeng Tinggi Mae Datu Suppa. Dari perkawinannya itu tidak melahirkan
anak, hingga We Maddelu meninggal dunia. Kemudian La Mappanyukki kawin lagi di

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA


Gowa dengan anak Gellarang Tombolo, lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama La
Pangerang.
Ketika We Tenriawaru Pancaitana Besse Kajuara meninggalkan Bone, Pembesar Kompeni
Belanda menggantinya dengan mengangkat anak sepupu satu kalinya yang bernama
Singkeru’ Rukka Arung Palakka
Besse Kajuara lalu meninggalkan Bone menuju Ajatappareng.
Tinggalkan Bone Menuju Ajatappareng hingga Meninggal di Suppa

Usai menyatakan kalah, Besse Kajuara meninggalkan Bone menuju


Ajatappareng. Dalam perjalanannya menuju Ajatappareng bersama pengikutnya, ia
singgah di Polejiwa.  Ia dijemput oleh pamannya bernama La Cibu Addatuang Sawitto
Ponggawa Bone. La Cibu Addatuang Sawitto berpesan kepada kemanakannya Besse
Kajuara untuk memilih tempat menetap di antara tiga wanua, yaitu, Suppa, Sawitto atau
Alitta. Setelah beristirahat beberapa hari, Besse Kajuara meninggalkan Polejiwa
melanjutkan perjalanan ke Alitta.  Di Alitta, Besse Kajuara menyuruh anaknya bernama
We Cella atau We Bunga Singkeru atau We Tenri Paddanreng untuk menetap. Sementara
dia melanjutkan perjalanan ke Suppa. Besse Kajuara menetap di Suppa hingga meninggal
dunia pada tahun 1862. Ia diberi gelar Matinroe ri Majenna Suppa.(*)

Tugas Bahasa Daerah

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA


SEJARAH RAJA BONE
WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA

RAJA BONE KE- 28

KELOMPOK 2

KELAS IX.B

 SYERIL RAMADANI
 NUR AISYAH
 AGUSTINA
 MUH. RUSAIMAN

SMPN 1 TELLU SIATTINGE


TAHUN PELAJARAN 2021/2022

Raja Bone Ke – 28 WE TENRIAWARU PANCAITANA BESSE KAJUARA

Anda mungkin juga menyukai