Anda di halaman 1dari 11

Andi Bau Dala Uleng Bau Massepe

Dinobatkan Jadi Datu Suppa


by Admin Kominfo | Mar 18, 2018 | Arsip-berita, Berita, Pariwisata | 0 comments
KOMINFO,Pinrang — Hari Minggu (18/3) menjadi hari yang sakral bagi kedatuan Suppa Kabupaten
Pinrang, Kedatuan Suppa adalah salah satu kedatuan yang masih menjaga adat istiadat serta
masih memegang teguh nilai nilai kebudayaan jaman kerajaan yang terkenal dengan kekentalan
budaya bugis nya.
Andi Dala Uleng kali ini di daulat untuk melanjutkan kepemimpinan dalam kedatuan Suppa
sepeninggal saudara kandungnya Bau Kuneng yang mangkat pada 2014 silam.
Andi Dala Uleng sendiri akan menjadi Datu Suppa ke 30 dengan gelar Sultana Badriyyah.
Andi Dala Uleng adalah keturunan langsung dari Pahlawan Heroik Asal Suppa Andi Abdullah Bau
Massepe yang juga pernah menjadi Datu Suppa.
Penobatan Andi Dala Uleng sendiri adalah hasil permufakatan tokoh adat kedatian Suppa dan hasil
rembuk keluarga kedatuan Suppa. Hasilnya, Andi Dala Uleng yang merupakan cucu dari pahlawan
nasional Andi Mappanyukki di daulat untuk melanjutkan tampuk kepemimpinan kedatuan Suppa.
Pengukuhan Andi Dala Uleng sebagai Datu Suppa di lakukan di Lapangan Bau Massepe Watang
Suppa Kecamatan Suppa dan dihadiri perwakilan raja-raja Indonesia baik yang tergabung dalam
Majelis Agung Raja Sultan (MARS) Indonesia, FSKN (Forum Silaturahmi Kraton Nusantara),
MATRA (Masyarakat Adat Nusantara), selain itu juga dihadiri perwakilan raja – raja yang ada di
Propinsi Sulawesi selatan.
Acara ini juga dirangkaikan dengan festival kebudayaan yang diselenggarakan untuk
menggambarkan kesan sakral yang lekat pada setiap prosesi adat kerajaan dan kedatuan di tanah
bugis.
Ketua Panitia Andi Pamadengrukka Mappanyompa mengungkapkan bahwa, Acara sakral ini tidak
lepas dari dukungan Pemerintah Kabupaten Pinrang yang senantiasa ikut serta dalam pelestarian
adat dan kebudayaan bugis di daerah ini.
“Ini tak lepas dari dukungan Bupati Pinrang Andi Aslam Patonangi yang senantiasa memberikan
bantuan sehingga acara ini terselenggara” tutupnya. (*)

Kedatuan Suppa
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Kerajaan Suppa atau kedatuan Suppa (yang dibaca dengan Suppa') adalah salah satu


kerajaan Suku Bugis yang disegani di wilayah Ajatappareng dan didaerah Sulawesi
Selatan. Setelah kemerdekaan kini kerajaan suppa' merupakan suatu kecamatan yang
berada di kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Kerajaan Suppa sendiri dapat
di lihat asal usulnya dalam naskah lontaraq i lagaligo yang disebut dengan toloqna
iyarega minruranna Suppa[1]. Kerajaan Suppa secara astronomi berada pada titik
koordinat 03˚55’26.40” LS, 119˚33’59.11” BT.

Sejarah berdirinya[sunting | sunting sumber]


Seperti epik kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan yang pembentukan melalui
konsep to manurung atau dikenal dengan kepemimpinan to manurung [2] sebagai mana
pula di tertuang dalam sure' Galigo atau i lagaligo kedatuan suppa pun
pembentukannya diawali dengan pengangkatan Manurung’nge sebagai Datu Suppa
pertama oleh orang-orang yang menyaksikan dan mendengar berita kedatangannya di
tanah Suppa diperkirakan pada abad ke 14.

Bergabung dalam Wilayah Ajatappareng[sunting | sunting sumber]


Artikel utama: Ajatappareng §  Pembentukan konfederasi

Kerajaan Suppa merupakan salah satu kerajaan anggota konfederasi


Ajatappareng yang letaknya di sebelah barat Danau Tempe, Danau Sidenreng,
dan Danau Buaya. Sekitar abad ke-15, konfederasi ini terbangun yang dicetuskan
oleh La Makkarawi Datu Suppa (tapi hal ini masih menjadi kajian lebih lanjut) yang
hasilnya bergabungnya Lima Kerajaan yaitu
kerajaan Sidenreng, Suppa, Sawitto, Rappang dan Alitta. [3] Salah satu motif
bergabungnya kerajaan-kerajaan ini karena dikenal sebagai penghasil beras terbesar di
Sulawesi Selatan dan menjadi rebutan bagi kerajaan-kerajaan besar yakni Luwu, Bone,
dan Gowa. Pasca persekutuan terbentuk, tampak eksistensi Ajatappareng makin maju,
itu ditandai hadirnya beberapa pedagang dari luar antara lain Antonio De Paiva pada
Tahun 1544, seorang pedagang asal Portugis. Kemajuan perdagangan hasil-hasil
pertanian telah mengundang kerajaan yang lebih besar untuk melakukan penguasaan.

Jejak kerajaan Suppa[sunting | sunting sumber]


Jejak kerajaan suppa sendiri masih dapat di telusuri dengan menemukan rumah soraja
(kini berada di pare-pare), benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan perlengkapan
raja lainnya[4] dan rumah datu di dekat pantai mara'bombang di kecamatan suppa.
Selain itu dapat dijumpa makam raja-raja kerajaan Suppa di Kota Pare-pare[5].

Kepemimpinan Kerjaan Suppa Dulu dan hingga


kini[sunting | sunting sumber]
Para sejarahwan pun banyak menelusuri dan meneliti sejarah dari kerajaan suppa ini,
di kerajaan ini lah pernah memerintah pahlawan nasional andi abdullah bau
massepe sebagai datu suppa ke 25. Saat ini adalah Hj Andi dala uleng bau
massepe putri dari beliau yang melanjutkan keturunan sebagai pewaris tahta kedatuan
suppa sampai sekarang setelah Kuneng Bau Massepe yang dikenal dengan datu lolo
mangkat pada tahun 2014 sebagai datu suppa ke 28 (1992-2014).
Dalam lontara suppa diceritakan manurung’nge mompo ri lura malowangnge (muncul
didanau yg besar: maksudnya ialah laut. pen.) bersama dengan sarung lumut dan
benda-benda Arajang/kebesarannya yang serba emas, seperti periuk emas, sendok
nasi emas, periuk sayur emas, dan peralatan dapur lain-lainnya yang terbuat dari emas.
[6]
.
Berikut silsilah raja-raja suppa yang dihimpun dari berbagai sumber:
c.1370 terbentuknya kerajaan Suppa

1500 rebentuknya wilayah Ajattapareng

1500 MasaKepemimpinan La Makkarawi Datu Supp

1681 – c.1700 La Toware (M)

1700 – c.1800 La Pamesangi m), La Sangja, (m)

xxxxx– c.1870 La Kuneng (m)

1820 – c.1830 La Tenri Lengkang (La Bampe) (m)

1830 – c.1855 I Towakka Arung Kalibong (m)

1855 – c.1860 La Cebu

1860 – c.1881 Pancaitana Besse Kajuwara (f)

1881 – c.1900 I Maddellung (m)

1900 – c.1902 regent

La Mappanyukki (Andi Mappanyukki) (m)


1902 – c.1906
Pahlawan Nasional Republik Indonesia Raja Bone ke 31 tahun 1931

1906 – c.1926 La Parenrengi Karaeng TinggiMae (m)

1926 – c.1938 Andi Makkasau Parenrengi (m)

1938 – c.1947 Andi Abdullah Bau Massepe (M)


Pahlawan Nasional Republik Indonesia

1947 – c.1984 I Soji Datu Kanjenne (F)

1985 – c.2014 La Kuneng Bau Massepe (M)

2014 – hingga
We Dala Uleng Bau Massepe (F)
kini

Warga Pinrang ; Datu Suppa


Proses Sakral Kerajaan
Bugis Makassar
Warga Pinrang ; Datu Suppa Proses Sakral Kerajaan Bugis
Makassar

PINRANG,– Dinobatkannya Andi Bau Dala Uleng Bau Massepe


sebagai Datu Suppa, melalui proses sakral kerajaan Bugis
Makassar di Lapangan Bau Massepe.Minggu (18/3/2018)
Disambut baik masyarakat Bugis Pinrang

Salah satu warga Pinrang Lukman ia mengatakan proses


tersebut mengingat kita mengenai pentingnya Menjaga tradisi
budaya adat Di tanah bumi Lasinrang.
“Datu Suppa, Andi Bau Dala Uleng biasa juga digelari Sultana
Badriyyah ini dinobatkan sebagai Datu Suppa diharapkan bisa
menjadi acuan untuk penanaman akar budaya di Pinrang,
Karena Proses penobatan Datu Suppa kental dengan nuansa
adat kerajaan bugis,”ungkapnya.

Dari pantauan Datu Suppa, Andi Dala Uleng yang dinobatkan di


arak dengan tandu memasuki singgasana. Hadir dalam
undangan menyaksikan prosesi penobatan para raja – raja Bugis
Makassar seperti kerajaan Gowa, Bone, Luwu serta kerajaan
lainnya.

Selain dari kerajaan Bugis Makassar, Hadir beberapa perwakilan


dari kerajaan seantero nusantara seperti kesultanan Jogjakarta,
KPH Wirayudho dari Pakualaman Yogyakarta dan dari
Kesultanan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat Sultan Sepuh XIV.

Hadir juga Gubernur Sulsel yang diwakili oleh Kepala Dinas


Pariwisata Propinsi Sulsel, Bupati Pinrang, Aslam Patonangi serta
Ketua Tim Penggerak PKK, Andi Dewiyani Aslam yang juga
merupakan kerabat Addatuang serta para pimpinan OPD, para
Camat lingkup Pemerintah Kabupaten Pinrang dan para tamu
dan masyarakat Suppa untuk mengikuti prosesi penobatan
rajanya.

Bupati Pinrang, Aslam Patonangi dalam sambutannya


menyampaikan kepada Datu Suppa yang baru dinobatkan
selamat atas penobatan ini. Aslam juga menyampaikan bahwa
Pemerintah Kabupaten Pinrang sangat mendukung kelestarian
budaya khususnya tentang Addatuang Suppa.

Menurutnya, kita bisa merasakan kebebasan seperti sekarang ini


salah satunya berkat jasa kerajaan Suppa dalam melawan
penjajah. Dikesempatan itu, Aslam juga menyampaikan ucapan
terima kasih kepada segenap tamu yang hadir, terkhusus
segenap yang mulia kesultanan se nusantara.(*)

Andi Bau Dala Uleng Bau


Massepe Dinobatkan
Datu Suppa
Andi Bau Dala Uleng Bau Massepe Dinobatkan Datu Suppa

PINRANG,–Andi Bau Dala Uleng Bau Massepe resmi dinobatkan


sebagai Datu Suppa, Minggu (18/3/2018) melalui proses sakral
kerajaan Bugis Makassar di Lapangan Bau Massepe. Datu
Suppa, Andi Bau Dala Uleng biasa juga digelari Sultana
Badriyyah ini dinobatkan sebagai Datu Suppa dihadapan ribuan
masyarakat Suppa.

Proses penobatan Datu Suppa kental dengan nuansa adat


kerajaan bugis. Datu Suppa, Andi Dala Uleng yang dinobatkan
di arak dengan tandu memasuki singgasana. Hadir dalam
undangan menyaksikan prosesi penobatan para raja – raja Bugis
Makassar seperti kerajaan Gowa, Bone, Luwu serta kerajaan
lainnya.

Selain dari kerajaan Bugis Makassar, Hadir beberapa perwakilan


dari kerajaan seantero nusantara seperti kesultanan Jogjakarta,
KPH Wirayudho dari Pakualaman Yogyakarta dan dari
Kesultanan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat Sultan Sepuh XIV.

Hadir juga Gubernur Sulsel yang diwakili oleh Kepala Dinas


Pariwisata Propinsi Sulsel, Bupati Pinrang, Aslam Patonangi serta
Ketua Tim Penggerak PKK, Andi Dewiyani Aslam yang juga
merupakan kerabat Addatuang serta para pimpinan OPD, para
Camat lingkup Pemerintah Kabupaten Pinrang dan para tamu
dan masyarakat Suppa untuk mengikuti prosesi penobatan
rajanya.

Bupati Pinrang, Aslam Patonangi dalam sambutannya


menyampaikan kepada Datu Suppa yang baru dinobatkan
selamat atas penobatan ini. Aslam juga menyampaikan bahwa
Pemerintah Kabupaten Pinrang sangat mendukung kelestarian
budaya khususnya tentang Addatuang Suppa.

Menurutnya, kita bisa merasakan kebebasan seperti sekarang ini


salah satunya berkat jasa kerajaan Suppa dalam melawan
penjajah. Dikesempatan itu, Aslam juga menyampaikan ucapan
terima kasih kepada segenap tamu yang hadir, terkhusus
segenap yang mulia kesultanan se nusantara.(*)
(Maksar/herman/humas)
SAHABAT NEWS : Semarak Acara Tradisi Budaya
Mandar “Nyareng Pattuddu” Di Desa Ujung
Lero Suppa Pinrang

SAHABAT NEWS, PINRANG — Berjuta tradisi dan budaya yang


ada Indonesia sangat terkenal di luar, hal ini di buktikan
beberapa tempat wisata yang menjadi kunjungan baik
wisatawan lokal maupun wisatawan luar negeri, seperti salah
satunya Adat budaya di kabupaten pinrang tepatnya di desa
ujung lero kecamatan suppa.

dimana Di desa tersebut mayoritas masyarakatnya berasal dari


suku mandar, sehingga sebuah tradisi tahunan yang mereka
selenggarakan tak lepas dari budaya suku mandar.

tradisi dan adat budaya itu disebut “nyareng pattuddu” yang


artinya kuda menari.

dimana, Nyareng pattuddu diselenggarakan dalam rangkaian


acara maulid nabi Muhammad SAW, sebanyak kurang lebih 24
kuda berasal dari sulawesi barat yang ditunggangi 2 (dua) orang
anak yang berpakaian adat bugis “baju bodo” didampingi
rombongan dari masing-masing keluarga besaranak tersebut,

Acara tersebut biasanya ddibuka langsung oleh pejabat


setempat, setiap kuda mulai berjalan sambil menari melewati
panggung diiringi musik gendang dan diarak mengelilingi
kampung ujung lero.

Ahmad warga Desa Ujung Lero Mengatakan acara Nyareng


pattuddu diselenggarakan dalam rangkaian acara maulid nabi
Muhammad SAW, dan penamatan Al quran,” tradisi tersebut
dilakukan setahun sekali dan merupakan tradisi adat mandar,
keluarga yang dari sulbar suku mandar juga turut datang dan
meramaikan acara ini”jelasnya

Ahmad menambahkan “kami berharap agar pemerintah selalu


memperhatikan warga mandar yang juga merupakan warga
Pinrang yang minoritas bekerja sebagai Nelayan, yang berada di
desa lero suppa Pinran, untuk itu budaya ini merupakan warisan
dan perlu dilestarikan”ujarnya.(*)

Begini Meriahnya Maulid Nabi Dirangkai Tradisi Sayyang Pattuddu di


Ujung Lero
PINRANG, PIJARNEWS.COM — Maulid Nabi Muhammad SAW digelar secara meriah
di Lapangan Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan, Sabtu (21/12/2019) kemarin.

Acara ini dirangkai dengan tradisi Sayyang Pattuddu atau pagelaran Kuda Menari.
Puluhan ribu orang menyaksikan acara yang digelar satu kali dalam dua tahun itu.

Habib Abdurrahim Assegaf Puang Makka (Pakai


Sorban). –fiand/pijarnews–
Tampil sebagai pembawa hikmah maulid yakni Habib Abdurrahim Assegaf atau akrab
disapa Puang Makka. Menurut Puang Makka, teladan nabi yang perlu diterapkan dalam
kondisi bangsa saat ini yakni penyantun dan penyayang. “Sikap penyantun dan
penyayang inilah yang disandangkan Allah Subhana Wataala kepada Rasulullah
Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam,” ujar Puang Makka.

Usai ceramah maulid, warga kemudian mendekati pohon pisang yang telah dihias.
Umumnya hiasan berisi telur yang sudah direbus. Sejumlah makanan dan minuman
juga dibagikan kepada pengunjung yang menghadiri peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW.

Selesai acara maulid, siang hari usai Salat Duhur, panitia kemudian menggelar tradisi Sayyang
Pattudu. Panitia menampilkan sekira 30 kuda yang telah dilatih khusus.  Kuda tersebut berjalan
sambil menari diiringi musik tradisional dan musik religi.

Kuda tersebut ditunggangi satu hingga dua orang yang telah khatam Alquran.
Pesertanya bukan saja warga Ujung Lero, tetapi juga warga Suku Mandar yang ada di
Luar Provinsi seperti Polman, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur dan Kendari, Sulawesi
Tenggara.

Mereka kemudian diarak keliling kampung dan disaksikan puluhan ribuan pengunjung. 

Camat Cuppa, Amran mengatakan, tradisi Sayyang Pattudu ini sebenarnya berasal dari
Tanah Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Namun karena mayoritas warga Ujung Lero,
Suppa, Kabupaten Pinrang merupakan Suku Mandar, maka tradisi ini juga dilestarikan
sekali dalam dua tahun. Hal serupa juga diungkapkan Kepala Desa Ujung Lero, HM
Amin.  

Ketua Panitia Maulid dan Sayyang Pattudu, Nurhamma mengatakan, zaman dulu,
Sayyang Pattudu ini digelar hanya untuk kalangan bangsawan Suku Mandar saja.
Namun karena seiring perkembangan zaman, atas saran seorang ulama saat itu,
sehingga Sayyang Pattudu digunakan sebagai salah satu syiar Islam.

“Kini, kuda menari ini bisa ditunggangi warga yang sudah khatam Al-Quran. Mereka
kemudian dipandu lalu diarak keliling ke pemukiman warga,” kata Nurhamma.

Salah seorang pemandu kuda menari, Muhammad Idris mengaku melatih khusus kuda
Sayyang Pattudunya sepekan sebelum tampil. Kuda itu umumnya didatangkan dari
Polman, Sulawesi Barat. “Sewanya berkisar antara Rp750 ribu hingga satu juta rupiah,”
kata Idris.

Salah seorang pengunjung asal Kota Parepare, Arifuddin Beddu mengapresiasi


kegiatan tradisi Sayyang Pattuddu yang mengedepankan budaya kearifan lokal. “Tradisi
ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Ujung Lero,
sehingga berpotensi meningkatkan pendapatkan asli daerah (PAD),” ujar ayah tiga
anak yang berprofesi sebagai notaris ini. (*)

Anda mungkin juga menyukai