Anda di halaman 1dari 16

1.

Cover
2. Kata Pengantar: Puji syukur Tuhan dan terima kasih utk dosen dan lain2.
3. Daftar Isi
4. Bab 1 Pendahuluan yang berisi
Latar Belakang: pentingnya kuliah lapangan bagi mahasiswa fkip sejarah undana,
kenapa kerajaan amnuban dipilih???
Tujuan:
Manfaat: 1. utk mahasswa 2. Universitas

5. Bab II deskripsi Lokasi : gambaran lokasi secara umum


6. Bab III Hasil kunjungan dan observasi kulap/pembahasan (sudah ada silahkan
diedit dan tambah)
7. Bab IV Penutup: berisi Kesimpulan, kesan dan pesan serta saran dan kritik.
8. Daftar Pustaka
9. Daftar Lampiran (foto2).

BAB I
BAB II
HASIL KUNJUNGAN DAN OBSERVASI KULIAH LAPANGAN

A. Cikal Bakal Kerajaan Amanuban


Kerajaan Amanuban (Banam) diawali dengan kehadiran Olak
Mali leluhur Raja Nope dengan istrinya di Gunung Tunbes. Olak Mali mempunyai
pengetahuan, kemampuan dan kekuatan untuk memengaruhi suku-suku yang berada
di Tunbes seperti Nuban, Tenis, Asbanu, Nomnafa untuk mengakuinya sebagai
penguasanya. (Norholt,1971).
Dengan kemampuan yang dimiliki oleh Olak Mali dan isterinya mampu meyakinkan
kepada suku-suku (tsepe) yang ada di Tunbes yang masih primitif seperti Nuban, Tenis,
Asbanu, dan Nubatonis yakni (Si Nuban yang suka Natoni) bahwa dia (Olak Mali) adalah
Penguasa dan Pemimpin Amanuban ( Raja atau Usif). Hal ini dibuktikannya kepada
Nubatonis dengan beberapa bukti menanam pohon pisang, menanam tebu, api unggun,
memanggil bumi.
Empat kelompok suku yang hidup bermasyarakat di Tunbes bersama para amaf lain
kemudian mengukuhkan Olak Mali menjadi Raja Amanuban (Banam) sekaligus peristiwa
ini merupakan cikal bakal terbentuknya Kerajaan Amanuban. Bukti fisik yang ada hingga
saat ini menunjukan kehebatan Olak Mali sebagai Raja Amanuban pertama yang mampu
menata kehidupan sosial, kemasyarakatan dan pemukiman masyarakat Tubes secara baik
dan teratur.
Posisi istana (sonaf) Raja Nope yang berada di tengah dengan pagar batu kokoh sebagai
inti (core) yang kemudian dikelilingi dengan pemukiman kelompok suku-
suku seperti Tenis, Nuban, Asbanu, Nubatonis, Nomnafa menunjukan
bahwa istana (sonaf)raja Nope di Tunbes ini adalah kerajaan Amanuban itu sendiri.
Daerah Tunbes sesuai pembagiannya terdiri dari Mnela OOh (keempat suku di Tunbes),
Kekan (kawasan lindung), kandang kerbau, Istana (sonaf) dan tempat kuburan raja. Ada
empat raja yang dimakamkan di Tunbes.

B. Arti Nama Banam-Amanuban


Menurut penelitian dari dr. Pieter Middelkop bahwa secara tradisional sehari-hari orang-
orang Amanuban dan wilayah Amanuban disebut Banam. Kata Banam atau Banamas
digunakan untuk menyebut orang atau masyarakat Amanuban dan juga
untuk wilayah Amanuban. Kata Banam terbentuk dari dua suku kata " ba" dan "nam". Ba
adalah awalan (prefiks) yang sejajar dengan awalan ber dalam bahasa Indonesia yang berarti
mempunyai. Kata Nam dalam bahasa Timor ( uab meto) mempunyai arti merangkak atau
merayap. Kata 'nam' atau 'na nam' biasanya digunakan untuk orang yang merangkap
(merayap). Dalam tradisi adat dan adat istiadat Timor termasuk Amanuban
maka penduduk atau rakyat Amanuban yang mau bertemu dengan Raja maka bentuk
penghormatan mereka kepada Raja sering dengan merangkak atau merayap. Namun sering
juga kata Amanuban diidentikan dengan nama salah satu kelompok suku yang ada di kuan
tubu Tunbes yang bernama Nuban dengan sebutan Ama atau Am (Bapak).
Sehingga Am Nuban=sebutan atau sapaan bapak kepada Nuban. Ama Nuban=Bapak
Nuban. Kata Ama atau Am biasa juga digunakan untuk menyapa atau memanggil orang laki-
laki di Timor seperti Ama Asbanu atau Am Asbanu (Bapak Asbanu), Ama Nomnafa atau
Am Nomnafa (Bapak Nomnafa), Ama Tenis atau Am Tenis ( Bapak Tenis). Sebutan atau
panggilan Bapak kepada seseorang tidak serta merta diartikan sebagai Raja atau Usif karena
tidak semua bapak itu adalah Raja atau Usif. Banam Tuan=Tuan atau pemimpin nya Banam
(Amanuban)=Nope (dipanggil dengan sebutan Nope).

C. Perkembangan Kerajaan
Dari Tunbes kemudian pusat kerajaan Amanuban di pindahkan ke Pili Besabnao.
Perpindahan pusat kekuasaan ini karena sudah terjadi pertambahan penduduk sedangkan
luas lahan di Tunbes semakin kecil. Surat dari Apolonius Shot tertanggal 5
Juni 1613 menyebutkan bahwa saat VOC melakukan kunjungan dagang ke Timor untuk
pembelian cendanamaka saat itu sudah ada beberapa Raja kerajaan di Timor yang bisa dan
senang diajak bersahabat dan bekerja sama. Williiem Jacobsz dan Melis Andriaz juga telah
bertemu dan berbicara langsung dengan Raja Amanuban.
Kerajaan Amanuban tahun 1641 telah memeluk Agama Katolik ditandai dengan
kunjungan missi padrie Jacinto de Dominggo namun disayangkan nama baptis mereka tidak
dicantumkan dalam daftar nama silsilah raja-raja Amanuban.Bukti prasasti Gereja
Katolik di Abi (Neke) dibangun 1527.
Antonio da Hornay tokoh penting Topas (Orang Kaesmetan-Portugis Hitam)
memerintah di Timor 1664-1695 dan ia kawin dengan putri Amanuban dan Ambenu. De
Ornay dan Da Costa merupakan dua tokoh penting yang saling merebut kekuasaan di Timor.
Putra Dominggus da Costa III yang bernama Simao da Costa kawin dengan bi Noni Nope.
Laporan VOC tahun 1764 menyebutkan bahwa Raja Amanuban dan Amanessi memintah
diberi gelar Don (Schulte Nordholt, 1971).
Kekejaman Simao Louis diimbangi dengan membagi bagikan tongkat kepada Raja yang
tunduk kepada Portugis sebagai tanda pengenal untuk boleh mengumpulkan cendana dan
lilin untuk dijual kepada Portugis. Antonio de Ornaykemudian menggantikan Simao
Louis sebagai capitao mor di Timor.
Dalam surat Kaiser Sonbai tanggal 23 September 1703 yang dikirim
ke Batavia menyebutkan bahwa Sonbai sedang menghadapi masalah dengan Ambenu,
Amanuban, Boro, Asem, Mina, Likusaen. Kemudian terjadi pertempuran
antara Molo dengan Amakono, Amfoan serta Amanuban dimana dalam pertempuran itu di
pihak Amanuban tewas 5000 orang. (Hans Hagerdal 2004). Batu
bertulis ANNO 1709 (secara jela batu tersebut tertulis DRB dan tulisan ANNO 1709, batu
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 31 cm dengan tebal batu
13 cm).
Antara Molo dengan Amakono, Amfoan serta Amanuban dimana dalam
pertempuran itu di pihak Amanuban tewas 5000 orang. (Hans Hagerdal 2004). Batu
bertulis ANNO 1709 (secara jela batu tersebut tertulis DRB dan tulisan ANNO 1709, batu
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 31 cm dengan tebal batu
13 cm).
Setahun setelah Perang Penfui dalam dokumen VOC 1750, menyebutkan
bahwa Raja pemimpin Amanuban saat itu adalah Don Michel (Don Migil) bersama Don
Bernando dariAmfoang datanng ke Kupang bersama Kaiser dari Amakono dengan harapan
hidup berdamai dengan Belanda. Karena sebelum
pecahnya perang Penfui Amanuban bersamaAmakono, Sorbian, Amanatun, Amarasi-
Amanesi adalah sekutu Portugis dan Topas.
Pada tahun 1756 Raja Amanubang Don Louis II juga ikut menandatangani trakta
kontrak Paravicini bersama raja-raja Timor lainnya. Contract Paravicini yang di buat oleh
Komisaris Johanies Andreas Pavicini pada 9 Juni 1756 menurut catatan VOC 2941 itu
selain di tanda tangani oleh Raja Don Louis juga di tanda tangani oleh Don Bastian fettor
dari Amanuban dan temuku dari Amanuban. Pada tahun 1786 suku Amanuban yang
anti Belanda menyerang sonaf Raja Jacobus Albertu dari Amanuban di Kobenu yang
letaknya setengah hari perjalanan dariKupang.Jacobus Albertus pada tengah malam harus
menyelamatkan diri bersama dua putranya kemudian menuju tanah tumpah darahnya
Amanuban-Banam yang berjarak tiga hari perjalanan. Sepupu Jacobus Albertus yang
bernama Tobani diakui sebagai Raja Amanuban.

D. Perpindahan ke Niki-niki
Raja Don Louis III kemudian memindahkan pusat kerajaan Amanuban (Banam)
dari Pili Besabnao ke Niki-niki hingga sekarang. Raja Don Louis III bertakhta 1808-
1824 dan dikenal sebagai pendiri kota Niki-niki dan menetapkan nama Nope (awan) sebagai
marga dinasti Nope selanjutnya. Adik dari Raja Don Louis
III yakni Tanelab di Babuin dan Taifadi Mei. Raja Baki Nope-Baki Klus mempunyai
saudari bi Bia Nope (Oenino) dan bi Nino Telnoni (Ofu). Raja Don Louis III wafat di Niki-
niki tahun 1824 dan dimakamkan di Niki-niki, sekarang pemakaman Cina - Son Leu. Bi
Lese Nenosae adalah istri dari Raja Don Louis III. (Regeeringsalmanak van Belanda)
Latar belakang perpindahan ke Niki-Niki karena tempat ini sangat strategis untuk
pertahanan terhadap serangan musuh dan layak sebagai istana raja. Perkataan Niki-niki
berasal dari kata Nik Nik yang berarti menjilat-jilat dan melihat ke belakang.

1) Raja Sufa Leu


Digambarkan dalam laporan Belanda Raja Sufa Leu sebagai kekuasaan yang berdiri
secara kuat bebas dari pengaruh dan tekanan colonial yang memerintah dengan keras saling
mencurigai, selalu kuatir dan semua rakyatnya tunduk dan patuh kepadanya dengan rasa
hormat dan takut. Setiap rakyat Amanuban yang berhadapan dengan Raja Sufa Leu dilarang
keras menentang dan memandang wajah raja ini (harus menutup mata/na bil). Raja Sufa
Leu pada tanggal 1 Juli 1908 menandatangani Korte Verklaring sebagailandschapen
Amanubang dan Koko Sufa Leu sebagai Kaiser Muda Amanubang dan Zanu Nakamnanu.
Setelah Raja Sufa Leu alias Raja Bil Nope gugur sebagai pahlawan dengan membakar
dirihnya (Lan Ai) Oktober 1910 maka diangkatlah adik kandungnya Noni Nope sebagai
penggantinya oleh Belanda. Raja Noni Nope sebagai kepala zelf bestuur Amanuban dengan
dibantu oleh dua orang fettor yakni fetoor Noe Liu Zanu Nakamnanu (Noe Nakan) dan
Fettor Noe Bunu Boi Isu (Noe Haen) dengan satu mafefa Tua Isu. Raja Noni
Nope menandatangani korte Verklaring Maret 1912.
Menurut Arsip Nasional di Den Hag Belanda tentang Raja-
raja Amanuban menyebutkan bahwasannya Raja Baki Nope melahirkan putra sulung
bernama Raja Zanu Nope dengan saudaranya Pa'e. Menurut
catatan Kruseman tentang Timor menyebutkan Raja Louis Nope baru meninggal pada
tahun 1824 berusia lanjut dan putranya bertakhta menggantikannya tetapi bertentangan
dengan pamannya. Adik kandung dari Hau Sufa Leu gelar Bil Nope ada dua orang laki-laki
yaitu Kusa Nope ( Fatu Auni)dan Raja Noni Nope(Neke), dan seorang perempuan bi Natu
Nope.

2) Raja Pae Nope


Raja Pae Nope menggantikan ayahnya Raja Noni
Nope sebagai Raja Amanuban 1920. Raja Pae memekarkan dua kefetoran utama
Amanuban menjadi tiga kefetoran dengan menambah lagi kefetoran Noe Beba yang
dipimpin oleh keluarga Nope sendiri. Pada tahun 1939 Raja Pae Nope memekarkan lagi
kefetoran di Amanubang menjadi tujuh kefetoran yakni Noe Bunu, Noe Hombet, Noe
Siu, Noe Liu, Noe Muke, Noe Beba, Noe Meto.
Permaisuri dari Raja Pae Nope bernama Ratu bi Siki Nitibani berdiam di
istana kerajaan Amanuban (Sonaf Naek) yang melahirkan putera
mahkota raja Amanuban Johan PaulusNope (1946-1949) dengan ketiga adiknya yaitu Kusa
Nope (fettor Noe Meto), bi Feti Nope, dan Kela Nope (juga menjadi fetor
Noemeto). Raja Pae Nope juga mempunyai beberapa orang istri seperti bi Fanu Tnunai, Bi
Kohe Nitibani (ibunda dari Raja Kusa Nope), bi Oba Sonbai, bi Tipe Asbanu, bi Oko Tuke,
bi Koin Tunu, bi Kohe Babis, bi Bene Boimau, bi Seong Wun. Bi Kohe Nitbani adalah anak
dari bi Oki pelayan (ata) tinggal di dalam sonaf Neke. Raja Pae Nope pernah
menandatangani korteverklaring pada 21 Februari 1923 di Niki-niki.

3) Raja Johan Paulus Nope (Leu Nope)


Putra Mahkota Johan Paulus Nope atau Raja Leu Nope menggantikan ayahnya
sebagai Raja Amanuban 1946 karena raja Pae Nope sudah berusia lanjut dan tak kuat
melaksanakan tugas pemerintahan kerajaan. Raja Johan Paulus Nope juga memiliki banyak
istri yakni bi Nino Selan, bi Kohe Nitibani, bi Obe Banamtuan, bi Fenu Selan, bi Muke Tse,
bi Liu Tse, bi Sufa Asbanu, bi sabet Abanat, bi Kaes Beti. Raja Leu
Nope atau Johan Paulus Nope kemudian dibaptis menjadi Kristen Protestan dan
bersama seluruh rakyat Amanuban menjadi penganut agama Protestan. Seluruh rakyat
Amanuban sering juga menyebut Raja Leu Nope dengan sebutan-sebutan seperti Usi Anesit
(Raja yang mempunyai kelebihan-kelebihan dalam kalangan bangsawan Nope), Raja
berambut panjang (Usi Nakfunmanu), Usi Tata (Raja yang juga adalah seorang kakak dalam
kalangan keluarga sonaf-istana Amanuban).
Pada tanggal 21 Oktober 1946 Raja-Raja seluruh keresidenan Timor mengadakan
sidang=konferensi di Kota Kefamenanu guna membentuk Timor Eiland Federatie atau
(gabungan kerajaan afdelling Timor-Dewan Raja-raja Timor). Dalam sidang tersebut, H. A.
Koroh (Raja Amarasi) dan A. Nisnoni (Raja Kupang) terpilih masing-masing sebagai ketua
dan ketua muda Timor Eiland Federatie.
Raja Amanuban Johan Paulus Nope yang hadir dalam sidang tersebut
dari Kerajaan Amanuban. Masih dalam forum yang sama berhasil dibentuk Dewan
Perwakilan Rakyat TimorEiland Federatie Amanuban mendudukan S.L
Selan mewakili Kerajaan Amanuban, Ch. Tallo mewakili Kerajaan Amanatun dan T
Benufinit mewakili kerajaan Mollo, sebagai DPRDTimor dan Kepulauanya.
Karena faktor kesehatan Raja Johan Paulus Nope yang terganggu
maka kontroleur Belanda mengusulkan adiknya Kusa Nope yang baru tamat
sekolah praja di Makasar untuk melaksanakan pemerintahan sehari-hari kerajaan sambil
menantikan dewasanya Putra Mahkota kerajaan Amanuban anak laki-laki
dari Raja Johan Paulus Nope yang bernamaLouis Nope dan Mahteos Nino Nope untuk
dinobatkan menjadi Raja Amanuban. Raja Pae Nope dan Raja Johan Paulus Nope wafat
pada tahun 1959 di Niki-niki.
Kusa Nope kemudian menjadi Kepala Daerah Swapraja Amanuban (KDS
Amanuban). Kusa Nope juga kemudian menjadi Bupati Timor Tengah Selatan pertama.
Istri pertama Kusa Nope bernama bi Malo Nitibani dan disusul bi Kina dan bi Sole. Ada
tujuh raja Amanuban yang dimakamkan di Son Nain Niki-niki. Kedudukan raja adalah
turun temurun, dan putera mahkota berhak menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja.
Putra mahkota adalah putra sulung raja yang lahir dari permaisuri.
E. Raja-raja
Adapun daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Amanuban adalah :
1. Olak Mali.
2. Ol Banu.
3. Bil Banu.
4. Tu Banu.
5. Louis I (Tunbes).
6. Bill (Pili).
7. Don Louis II, dimakamkan di Boti.
8. Tubani (1786-1808).
9. Don Louis III. 1808-1824, pusat kerajaan ke Niki-niki, dimakamkan di Pekuburan
Cina Niki-niki.
10. Baki Nope/Baki Klus 1824-1862.makam Son Nain
11. Sanu Nope 1862-1870, dimakamkan di Son Nain.
12. Bil Nope - Sufa Leu (1870-1910).
13. Noni Nope (1911-1920).
14. Pae Nope ( 1920-1946).
15. Leu - Johan Paulus Nope ( 1946-1949).
16. Kusa Nope (1950-1958).

F. Sistem dan Struktur Kerajaan Amanuban


1. Sistem Pra Kolonial
Latar belakang pembentukan kerajaan Amanuban yang merupakan aliansi beberapa
klen (amaf) sehingga perlu dibentuk oof (perhimpunan rakyat atau dewan rakyat) yang
bertugas sebagai perantara atau penyambung lidah rakyat kepada usif (raja). Amaf
mempunyai kedudukkan kuat karena didukung seluruh anggota klennya sehingga para
amaf seringkali memperoleh jabatan strategis sebagai penasehat raja bersama kato
(permaisuri). Sedangkan oof mempunyai wewenang menguasai beberapa kampung dan
bertanggung jawab kepada usif (raja). Para kepala kampung yakni temukung, lopo, dan
mnasi kuan bertanggung jawab kepada oof. Dengan demikian struktur pemerintahan
Kerajaan Amanuban dari susunan tertinggi ke bawah meliputi; Usif (raja penguasa
wilayah), Amaf (ketua marga-marga pendukung utama kerajaan), Oof (dewan rakyat),
Temukung dan Lopo (kampung yang merupakan kumpulan beberapa klen), Mnais kuan
(kepala kampung yang keberadaannya telah disetujui para amaf ), dan Too (rakyat biasa
yang mendiami wilayah kerajaan).
 Usif sebagai penguasa wilayah tertinggi dapat mendelegasikan tugas-tugas khusus
kepada marga-marga tertentu dan jabatan tersebut tetap dipegang secara turun-
temurun seperti masa-masa sebelumnya, antara lain ;
 Mafefa, juru bicara adat yang berfungsi sebagai juru bicara kerajaan.
 Meo, pemimpin yang bertanggung jawab atas keamanan dan ketenteraman wilayah.
Meo dibagi menjadi dua yakni meo naek (prajurit utama) bertugas mengawal usif
(raja) dan sonaf (istana) dari seluruh penjuru mata angin dan meo ana (prajurit
pembantu) bertugas di luar istana.
 Ana’ tobe pemimpin yang bertanggung jawab pada penataan wilayah pertanian
pertanian, kelestarian alam, dan lingkungan hidup.
 Mnae petugas di bidang kerohanian dan kesehatan jasmani atau dukun kampung.
 Atusit bertugas sebagai dukun beranak atau petugas kebidanan biasanya berjenis
kelamin wanita.

2. Sistem Sosial Zaman Portugis


Orang Portugis mula-mula ke Pulau Timor adalah para pastor penyebar Agama
Katolik bernama Pastor Anthonio Taveira pada tahun 1522. Pastor ini seringkali datang
dari Pulau Solor ke pelabuhan Lifau Oekusi wilayah Timor Leste sekarang (Wadu,
2003:33). Masuknya Bangsa Portugis dan Agama Kristen Katolik, membawa perubahan
bagi kehidupan sosial masyarakat khususnya sistem pemerintahan. Sistem
kemasyarakatan yang semula menerapkan pola-pola tradisional selanjutnya berpadu
dengan pola-pola kepemimpinan Bangsa Portugis. Hal ini tampak pada susunan
pemerintahan kerajaan lokal yang ditata kembali sesuai kondisi masyarakat dan
perkembangan zaman. Pada masa ini, dibentuk jabatan-jabatan baru dengan susunan di
samping jabatan-jabatan lama yang telah ada sebelumnya. Beberapa istilah jabatan
menggunakan Bahasa Portugis seperti berikut ;
 Kaisar/Keiser/Kesel, raja atau penguasa wilayah
 Fettor/Fetol, wakil raja yang memimpin wilayah setingkat kecamatan atau distrik.
 Oof (dewan rakyat) membawahi beberapa temukung, bertugas sebagai perantara
rakyat dengan raja, pemberi isteri, penjaga ladang milik raja, penghimpun kekayaan
alam dan pampasan perang.
 Temukung, gabungan dari beberapa kampung.
 Mnasi kuan, kampung kecil yang merupakan gabungan beberapa klen. Too,
masyarakat biasa yang mendiami wilayah kerajaan.
 Di samping struktur pemerintahan tersebut, raja membuka jabatan baru yakni ana
amnes (pengatur upacara keagamaan), nai mone (juru bicara kerajaan yang memberi
pertimbangan kepada raja dalam melaksanakan pengadilan), nai fetor (dewan
pertimbangan raja), fettor (pemerintah setingkat kecamatan).

3. Sistem Sosial Zaman Belanda


Bangsa Belanda mulai memasuki Pulau Timor pada tahun 1614. Saat ini Pulau Timor
telah diduduki Bangsa Portugis. Mereka kembali ke Kupang membawa pasukan perang
pada tahun 1657 dan berhasil merampas benteng Portugis pada tahun 1642. Belanda dan
Portugis kemudian menandatangani kesepakatan bahwa wilayah Pulau Timor bagian
timur merupakan wilayah kekuasaan Portugis sedangkan wilayah bagian barat daerah
kekuasaan Belanda. Mulai saat itu Belanda menguasai wilayah Timor bagian barat dan
berusaha memikat hati usif Baob Sonba’i tetapi tidak berhasil. Baob Sonba’i kemudian
diasingkan ke Batavia dan berhasil menguasai seluruh wilayah Timor. Wilayah
kekuasaan Sonba’i kemudian dibagi menjadi tiga kerajaan kecil yakni kerajaan Mollo,
Amanuban, dan Amantun. Desa Boti sendiri berada di wilayah kekuasaan Kerajaan
Amanuban.
Pelaksanan pemerintahan masih tetap berlandaskan hukum adat yang berlaku
sebelumnya. Roda pemerintahan tetap dipegang usif dibantu oleh perangkat
pemerintahan terdiri dari fettor, oof, temukung, meo, mnasi kua, ana amnes, nai, nai
fetor. Meskipun memperoleh kewenangan penuh mengatur wilayahnya pemerintahan
secara intern seorang usif tetap berada di bawah pengawasan pemerintah Belanda
(Controleur Zuid Midden Timor) dan bertanggung jawab terhadap pengawas
Pemerintahan Belanda (controleur).
Perlakuan diskriminatif terhadap penduduk lokal seringkali memunculkan
perlawanan terhadap pemerintahan Belanda. antara lain perang Kolbano tahun 1907
dipimpin tiga orang meo naek (prajurit utama) yakni Boi Kapitan, Esa Taneo, dan Pehe
Neolaka. Tiga tahun kemudian muncul perang Niki-Niki tahun 1910, yang dipimpin
langsung oleh Raja Amanuban, Bil Nope. Perang ini membawa kekalahan bagi Kerajaan
Amanuban dan Bil Nope beserta prajuritnya memilih membakar diri dalam istananya.
Sehingga raja Bil Nope dikenal sebagai usif lan api (raja yang memilih jalan api).
Setelah Raja Bil Nope wafat, atas persetujuan para meo, fetor, oof, temukung, dan
para amaf kerajaan Amanuban diperintah oleh Noni Nope, saudara Raja Bil Nope yang
tinggal di Neke. Raja Noni Nope digantikan putranya Pae Nope pada tahun 1920-1946.
Raja ini banyak melakukan pemekaran wilayah kefetoran yang masing-masing dipimpin
oleh pemimpin-pemimpin lokal setempat yang merupakan kepala-kepala klen tertentu.

4. Sistem Sosial Zaman Pendudukan Jepang


Pada masa pendudukan Jepang sistem pemerintahan tradisional dan undang-undang
warisan Belanda masih tetap dipertahankan untuk menjaga ketertiban masyarakat.
Perangkat pemerintahan kerajaan terdiri dari kefettoran, temukung naek, tumukung ana,
nakaf, dan tob berjalan seperti biasa namun semua lapisan masyarakat harus taat pada
pemimpin tentara Jepang. Kecuali pemerintahan tingkat temukung (tingkat desa) tata
cara pemberhentian dan pengangkatan temukung harus atas persetujuan fettor dan
disyahkan oleh usif. Masa jabatan seorang kepala desa dibatasi hanya selama empat
tahun (Fobia, 1995 : 88).
Sistem pemerintahan pada masa pendudukan Jepang lebih banyak ditekankan pada
usaha-usaha penggalangan kekuatan angkatan perang untuk mecapai tujuan utama
Bangsa Jepang yakni memenangkan perang Asia Timur Raya untuk mengangkat
martabat bangsa kulir berwarna dari dominasi bangsa kulit putih. Dengan demikian, pola
pemerintahan lebih menekankan pada kekuatan angkatan perang serta perbekalan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan logistik. Rakyat dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan pangan yang cukup. Bagi masyarakat Amanuban hal ini membawa berkah
manis yang membuat masyarakat gemar bekerja keras mengolah ladang sehingga
kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dan tidak ada lagi kelaparan serta pencurian
(Wadu, 2003:105).

5. Sistem Sosial Pasca Kemerdekaan.


Setelah masa kemerdekaan wilayah kerajaan berubah menjadi daerah swapraja.
Meskipun telah menjadi daerah swapraja, praktek penyelenggaraan roda pemerintahan
masih menerapkan sistem pemerintahan tradisional serta aturan-aturan formal
peninggalan penjajah Belanda. Raja Amanuban yang berkuasa pada masa ini adalah Raja
Liu Nope (1946-1949). Masa pemerintahan raja Liu Nope tidak berlangsung lama, beliau
digantikan adiknya, Kusa Nope yang memerintah tahun 1942-1952. Saat ini terjadi
perubahan bentuk pemerintahan dari kerajaan menjadi daerah swapraja dan Kusa Nope
secara langsung menjadi Kepala Daerah Swapraja Amanuban.
Selanjutnya, sistem pemerintahan tradisional sedikit demi sedikit mulai diubah dan
disesuaikan dengan sistem pemerintahan berdasarkan tata pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pimpinan pemerintahan tidak lagi berada di tangan raja,
tetapi diangkat seorang kepala daerah. Seorang kepala daerah menjalankan pemerintahan
berdasarkan undang-undang yang berlaku seragam secara nasional. Perangkat
pemerintahan di bawahnya usih yang disebut fetor diganti dengan kecamatan, desa untuk
menggantikan tamukung, dusun pengganti mnasi kuan, dan seterusnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai
berbenah mengatur sistem pemerintahan nasional. Undang-undang No. 69 tahun 1958
dikeluarkan yang isinya mengatur pembentukan daerah tingkat II dan kecamatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, daerah swapraja dihapus kemudian diubah menjadi
kecamatan. Berdasarkan UU. No.69 tahun 1959 dibentuk pula pemerintah Pemerintah
Daerah Tingkat II dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kaitan ini, Kusa Nope
diangkat sebagai Kepala daerah Tingkat II sedangkan Th. Nope diangkat sebagai atau
Camat Amanuban.
Secara resmi pemerintahan swapraja berakhir tahun 1963, setelah terbit intruksi
Gubernur Kepala Daerah Swatantra Tingkat I NTT tanggal 30 Juli 1963 tentang
penghapusan nama jabatan dan aparat pemerintahan adat. Dengan demikian, istilah
swapraja, dewan swapraja, kefetoran, temukung dihapuskan. Wilayah swapraja
Amanuban kemudian dibagi menjadi empat kecamatan yakni; (1) Kecamatan Amanuban
Timur berpusat di Ki’e, (2) Kecamatan Amanuban Tengah berpusat di Niki-Niki, (3)
Kecamatan Amanuban Barat berpusat di Oekamusa, (4) Kecamatan Amanuban Selatah
berpusat di Pinite. Tahun 1999 wilayah Ki’e ditetapkan menjadi sebuah kecamatan
membawahi 11 desa salah satu di antaranya Desa Boti.
Meskipun sistem pemerintahan telah beralih menerapkan sistem pemerintahan
nasional, sistem pemerintahan tradisional tidak sepenuhnya hilang. Tata cara
pemerintahan adat di lingkungan masyarakat bawah tetap eksis mengatur kehidupan
masyarakat internal di bidang adat-istiadat. Aktivitas adat tetap dijalankan sesuai aturan-
aturan yang telah diwariskan secara turun-temurun. Dalam kaitan ini keturunan raja-raja
terdahulu (usif) selalu menjadi sosok panutan dan diangkat menjadi peminpin adat
masyarakat setempat. Demikian pula aktivitas adat selalu melibatkan kelompok-
kelompok klen yang masih mempunyai hubungan darah. Para amaf (kepala klen), mafefa
(juru bicara adat), kuan (pemimpin desa), dan too (masyarakat umum) masih dilibatkan
dalam aktivitas adat.

G. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Amanuban


1) Bahasa
Percakapan sehari-hari sebagian besar masyarakat Amanuban di Niki-niki
selalu memakai bahasa daerah (uab meto) sebagai bahasa percakapan atau alat
komunikasi sehari-hari. Apalagi dalam urusan tertentu misalnya yang ada
hubungannya dengan adat istiadat masyarakat setempat menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa adat. Dalam berbagai kegiatan mereka selalu menunjukan sifat
gotong royong misalnya membangun rumah sebagai t e m p a t tinggal maupun rumah
sebagai tempat ibadah. Juga dalam hal menghadapi persoalan hidup mereka saling
membantu meringankan beban bersama, misalnya dalam masyarakat t ersebut ada
yang mengalami sukacita atau dukacita, selalu menjadi perhatian bersama untuk saling
membantu. Hal ini lebih jelas terlihat dalam pemberian materi dan sumbangan tenaga.
Juga masyarakat ini lebih mengenal istilah bayar utang (yang dimaksud adalah hutang
sosial bukan suatu bilangan uang) untuk meringankan beban bersama, sebab dalam
pikiran mereka mungkin diwaktu esok atau nanti, mereka juga akan mengalami hal
yang sama dan orang l ainpun akan membantu mereka

2) Agama dan Sistem Kepercayaan


Di Niki-niki sendiri, pada zaman dahulu masyarakat menganggap bahwa raja
merupakan penguasa alam semesta. Dimana raja pertama dari kerajaan Amanuban yaitu
Olak Mali berserta istrinya menyakinkan kepala suku yang ada di Tunbes yang masih
primitif, seperti Nuban, Tenis,Asbanu dan Nubatonis yakni (sinuban yang suka natoni),
bahwa dia (Olak Mali) adalah penguasa dan pemimpin Amanuban(Raja atau Usif).
Kemudian pada tahun 1641, masyarakat Amanuban telah memeluk agama katolik.
Ditandai dengan kunjungan missi Padrie Jacinto de Dominggo, namun disayangkan
nama baptis mereka tidak dicantumkan dalam daftar nama silsilah raja-raja Amanuban.
Dan pada tahun 1946, Raja Leu Nope atau Johan Paulus Nope, dibaptis menjadi Kristen
Protestan dan bersama seluruh rakyat Amanuban menjadi penganut agama Kristen
Protestan hingga sekarang.
Masyarakat Niki-niki memeluk agama Kristen Protestan, Kristen Katholik dan
Agama I slam. Pada umumnya hampir seluruh masyarakat yang diteliti menganut
agama Kristen Protestan. Dalam agama dan kepercayaan asli orang Meto, mereka
menghormati dan menyembah suatu kekuatan yang tinggi yang dalam bahasa sehari-
hari di sebut Uis Neno Mnanu yang berarti Tuhan langit yang tertinggi. Karena yang
tertinggi itu tak terjangkau oleh manusia, maka lewat kekuatan yang lebih rendah
manusia menyampaikan hasrat dan permohonannya kepada yang tertinggi. Karena
akal manusia tidak dapat menjangkau yang ransenden itu, maka yang tertinggi diberi
nama-nama julukan atau nama-nama simbolis misalnya sebagai yang sangat luas dan
lebar (meunuan), panjang (mnanu), dan juga bapak-ibu (ama-aina), sebagai bapak
langit (Neno anan), dan ibu bumi (Pah tuaf). Dalam agama Leluhur atoni pah meto,
ada kepercayaan bahwa ada satu dewa tertinggi yang disebut Uis Neno (Tuhan
Langit). Uis neno adalah Tuhan Sorgawi atau Tuhan matahari. Ia dianggap sebagai
yang yang memberikan kelurusan dan kejujuran, yang memberikan kesegaran. Ia
yang bercahaya dan melindungi, memelihara dan memberikan makanan. Ia adalah
alamat doa-doa dinaikan agar ia melindungi manusia. Menurut mereka, uis neno
menjelma dalam berbagai bentuk seperti: buaya, air, bulan dan matahari; wujud atau
sumber kebenaran (tetus) dan pemberi kesegaran, sumber cahaya dan bentuk badan
yang indah, wujud yang paling mulia; wujud pembawa perubahan dan pembawa
pembaharuan.
Objek pemujaan lain yang dianggap sebagai pancaran pemujaan uis neno, yaitu
uis pah (dewa bumi), nitu pah (arwah nenek moyang) yang mendiami bumi dalam
setiap benda yang ada dan hidup diatasnya. Dewa bumi dan para nitu merupakan
penjelmaan uis neno dalam mengurus langsung kehidupan manusia. Oleh karena itu,
dalam praktek kepercayaan yang pertama-tama dipanggil dalam setiap upacara adalah
dewa bumi dan para nitu. Mereka dianggap sebagai yang paling dekat dengan manusia
yang masih hidup. Mereka juga sebaga perantara yang bertujuan untuk menyampaikan
keinginan manusia kepada uis neno mnanu. Selanjutnya buaya yang dihormati sebagai
uis oe yang memberikan kesejukan dan sumber berkat. Objek pemujaan ini dikenal
sebagai uis neno pala (tuhan terendah yang bisa dilihat dengan mata jasmani). Dengan
pernyataan ini, maka orang tua juga di pandang sebagai Uis neno pala oleh karena
ia merupakan wakil Allah di dunia ini, yang patut dihargai dan dihormati oleh
anak-anak.

3) Sistem Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan telinga ataupun mata. Kesenian yang bisa kita
nikmati atau melihat di daerah niki-niki yaitu, menenun dan mengukir. Tenunan
merupakan salah satu karya seni yang paling terkenal dalam kebudayaan masyarakat
niki-niki. Karya seni ini dilakukan oleh kaum perempuan. Seorang perempuan dianggap
dewasa jika sudah bias menghasilkan selembar kain selimut untuk laki-laki (mau) dan
kain sarung untuk perempuan (tais). Sedangkan untuk laki-laki, mereka mengerjakan
seni mengukir. Dalam seni menenun, ada beberapa corak yang muncul dalam kain tenun
seperti geometris, bunga, sisik, ular, buaya, cecak, undang, segitiga dan ayam.

4) Sistem Kekerabatan dan Organisasi Kemasyarakatan


Sistem kekerabatan merupakan bagian penting dalam struktur sosial. Dimana sistem
kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan sruktur sosial
dari masyarakat yang bersangkutan. Pada masyarakat Amanuban di Niki-niki, ada
pengelompokan kekerabatan yaitu:
a. Keluarga batin atau ume, yang beranggotanya terdiri dari ayah, ibu dan anak.
b. Kelompok keluarga luas atau puknes yang terdiri dari beberapa keluarga
batin tapi belum merupakan suatu klan.
c. Klan kecil atau kuanes yang anggotanya gabungan dari kelompok keluarga
luas yang masih merupakan keturunan dari satu nenek sampai
cicitnya.
d. Klan besar atau kanaf yang para anggotanya mengaku bahwa meraka
merupakan keturunan dari satu nenek moyang yang terbagi-bagi dalam klan
kecil. Klan besar ini di pahami sebagai suku.

H. Peninggalan-peninggalan
a. Makam Raja-raja
b. Gua
c. Sumur-sumur
d. Posmanu
e. Kuali
f. Kain Motif
g. Dacin
h. Meja Marmer
i. Guci
j. Dll.
Jelaskan semua di atas sesuai kata2nya besong su.

Anda mungkin juga menyukai