Pada tahun 1920 kota SoE ditetapkan menjadi ibukota Zuid Midden Timor (Timor Tengah
Selatan) atas kesepakatan bersama dari ketiga Raja yakni Raja Lay Akun Oematan sebagai Raja
Molo, Raja Pae Nope sebagai Raja Amanuban dan Raja Kolo Banunaek sebagai Raja Amanatun.
Nama kota SoE sendiri sudah mulai dikenal pada tahun 1905/1906 oleh pemerintah Hindia
Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda Kerajaan Amanuban dan Kerajaan Amanatun pernah
berkantor bersama di Niki-niki. Hal ini disebabkan karena belum adanya jalan ke wilayah
Amanatun dan Belanda takut ke sana.
Jauh sebelum datangnya bangsa Portugis dan Belanda di Indonesia maka kerajaan Amanatun
sudah ada dan mempunyai pemerintahan sendiri yang asli.
Arsip sejarah
Dalam tex Dao Zhi dari tahun 1350 sejak dinasti Sung sudah mengenal Timor dan ada beberapa
pintu gerbang pelabuhan laut yang ramai yang dikunjungi di Timor dan salah satunya yang
Ketika Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun 1511, kemudian baru pada tahun 1522 bangsa
Portugis tiba di Pulau Timor namun mereka tidak menetap tetapi hanya menyinggahi
saja.Tercatat dalam arsip lama bahwa pada 22 januari 1522 penjelajah Magalhaens Pigafenta tiba
dan berlabu di Pantai Selatan pulau Timor dan mengunjungi Kaiser Fatumean ( TUN Amanatun) dan juga Kaiser Kamanasa ( Belu) setelah melalui perjalanan panjang dari Tanjung
Pengharapan Afrika Selatan ( Cap de Bonne Esperance)kemudian melanjutkan pelayaran
expedisi ke Pilipina melewati pantai utara Timor. ( Le premier voyage monde Magellan et
Pigaffeta ( 1519)
Di tahun 1669 Raja Amanatun berhubungan dengan fettor Sonbai Kecil, Ama Tomnanu yang
merupakan sekutu VOC/Belanda dan dijelaskan bahwa Raja Amanatun ingin bertemu dan
berbicara langsung dengan VOC/Belanda, karena Raja Amanatun telah menerima bendera
VOC/Belanda yang dibawa oleh Verheyden kira-kira tahun 1655. Raja Amanatun menginginkan
supaya pertemuan itu dilangsungkan di pantai Selatan Fatu Mean / Amanatun, tetapi pihak VOC
menolak dan tidak menyetujui permintaan ini dengan alasan keamanan.
Pada waktu terjadi perang Penfui pada tanggal 11 Nopember 1749 maka kerajaan Amantun
menjadi sekutu Portugis. Salah satu alasan terjadi perang Penfui karena para Raja yang pro
kepada Portugis tidak menghendaki adanya pembagian wilayah di Timor khususnya wilayah
Timor Barat antara Belanda dengan Portugis, karena akan berakibat kepada semakin jauhnya
jarak yang harus ditempuh ke Gereja Noemuti kalau raja-raja ini ingin untuk beribadah ( kalau
ingin membawa hulu hasil ke gereja Katolik).Tahun 1701 Padre M de Santo Antonio sebagai
misionaris di Timor dan menjadi uskup Malaka yang kemudian menetap di Timor hingga tahun
1722. Setelah itu barulah Pater Gerado de San Jose menjadi misionaris di Timor hingga tahun
1782.
Data VOC 2933,tahun 1758 the National Archief Den Haag yang ditulis oleh Arnoldus Van Este
(ayah dari W.A.Van Este) seorang Oppermester di Pos Belanda Kupang yang dilindungi oleh
Commpany selama dua puluh lima tahun mencatat tentang Timorese kings yakni; Balthzazar
Lote of Amabi, Hermanus Saubaki of Amfoan-Sorbian, Nay Kobe Taynof of Taebenu, Don Louis
Anthony of Amanubang, Don Louis Nay Konnef of Amanatung, Nay Seff of Waiwiku king of
Dirman, Lakar Madjeli of Sumba, Don Bernardo of Amakono, Avonusu of Amarasi, and the
regent of Batugede was a brother in-low of the king of Waihale. The Solorese regent Sengaji.
Dikenal dalam sumber-sumber kuno menyebutkan bahwa pada tahun 1711 pemimimpin Toppas
Dominggus da Costa bersama Dom Francisco de Taenube telah terjadi pertengkaran dengan Raja
Dom Pedro atau Raja Tomenu Sonbay dari Oenam berhubungan dengan gereja Abi dan gereja
Musi.Sedangkan Raja Sonbai Kecil padawaktu itu adalah Bawwo Leu tahun 1717. Sumber VoC
tahun 1765 menjelaskan tentanng ditahannya temukung Nai Nokkas karena Nai Nokkas
melindungi budak-budak belian ( ate sossa) dari Kupang oleh Opperhof Ter Herbruggen
mengakibatkan Raja Bab'i Banu Naek dari Amanatun mengirim orang-orangnya sebagai
utusannya ke Dewan Belanda untuk membebaskan temukung Nai Nokkas karena Raja Amanatun
berkeyakinan bahwa Nai Nokkkas tidak bersalah. Raja Banunaek harus menebus dan
melepaskan kembali temukung Nai Nokkas dengnan memberi 3,50 pikul lili, 4 orang budak, dan
dua puluh ikat kain tenun kapas ke Ter Herbruggen.
Di tahun 1785 Opperhoof Tuan Willem Adrian Van Este mengirim surat kepada Raja Tubani
untuk segera mengembalikan tanah yang sudah diduduki di wilayah Amanatun. Data VOC 3701
hal 500 di tahun 1785 ini menceriterakan bahwa ketika resident ( Opperhoof) Timor W.A.Van
Este di Fort Concordia Kupang menulis bahwa Raja Amanuban yang anti VOC yakni Raja
Tubani menyerang kerajaan Amanatun yang ada hubungan dengan VOC dan ia berhasil
menduduki sebagian wilayah Amanatun. Di zaman itu ada dua kekuatan di kerajaan Amanuban.
Residen J A Hazart merupakan residen Timor kelahiran Timor 8 agustus 1873. Saat resident
Hazart menjadi residet di Timor maka raja Amanatun pada saat itu adalah raja Muti Banunaek I
(atau biasa disebut Raja Kusat Muti ). Residen Hazart memerintah tahun 1810-1811, dimana
pada tahun 1811 Nusantara diserahkan ke Inggris dan baru dikembalikan kepada Belanda tahun
1816 dan kembali residen Hazart berkuasa kembali. Banyak hal yang diperbuat Hazart saat
menjadi residen Timor seperti : - Daerah pertahanan VOC di pantai utara Timor ( Manulae
hingga Pariti pada tahun 1819 dipenuhi oleh orang-orang Rote yang didatangkan oleh Belanda
sebagai pagar hidup Belanda untuk mencegah serangan dari raja-raja Timor sepeti Amarasi,
Amanuban, Amanatun.
Orang-orang Rote yang didatangkan Belanda ke Timor juga untuk menjadi tenaga kerja - budak
Belanda untuk mengerjakan daerah-daerah subur / aluvial di sepanjang pantai sekitar 2000-3000
Ha untuk menghasilkan beras. Pada tahun 1822 Belanda juga mendatangkan lagi orang-orang
Sabu ke Timor sebagai pasukan pembelah Belanda namun jumlah orang Sabu tidak sebanyak
jumlah orang Rote karena karakter orang Sabu yang suka memberontak. Kemudian Hazart
menjadikan Kupang sebagai pelabuhan terbuka / pintu gerbang Timor. Kemudian residen Hazart
juga merebut Atapupu.Tahun 1842 Resident Hazart juga berhasil membuka lalulintas jalan ke
Pariti dan pada tahun 1879 dibuka lagi jalan Kupang - Teno.
Sumber pendapatan raja pada saat itu adalah jagung, cendana dan lilin, dimana setengah hasil
cendana dan lilin digunakan oleh raja untuk mendapatkan emas. Pada tahun 1870 dicatat jumlah
penduduk di kerajaan Amanatun sudah melebihi 12000 jiwa.
Disebut kerajaan Amanatun kerena Rajanya yakni Banunaek yang bernama lengkap Raja Tnai
Pah Banunaek) badannya emas dan semua peralatannya juga terbuat dari emas. Amanatun terdiri
dari dua suku kata yaitu Ama dan Mnatu. "Ama" berarti "Bapak" dan "Mnatu" berarti "emas".
Jadi Amanatun berarti Bapak Emas.Mal Noni adalah Cap Emas Raja Banunaek. Raja Amanatun
yakni Banunaek tetap menetap di Tun Am ( Amantun ) menjaga kampung halaman Tufe Ba Noni
Fae Ba Noni - Tun Am Fatu Mean, sedangkan Liuray kemudian ke bagian Timur pulau Timor
( matahari terbit) Nao Neu Neno Pean Neno Bolan dan kemudian dikenal dengan Raja Belu,
sedangkan Sonbay ke bagian barat pulau Timor ( matahari terbenam ) Nao Neu Neno Tesan
Neno Mofun es Mutis Bab Nae Pae Neno Oenam dan kemudian dikenal dengan Raja Molo /
Oenam.
Adapun tuturan adat mengenainya adalah Lai Mea Lai Moe Neki Neo Fanu Tun Am Onam
Liurai - Sonbai - Banunaek - Uis Neno.
Ibu kota kerajaan Amantun di Nunkolo. Nunkolo menjadi ibukota kerajaan Amanatun ketika
Raja Tsu Pah Banunaek menjadi Raja Amanatun.
Pada 27 Agustus 1943 dicatat oleh dr P Middelkoop bahwa Pada waktu Raja Kolo Banunaek
sedang memerintah kerajaan Amanatun terjadi gerakan Roh Kudus pertama di Nunkolo,
peristiwa ini kemudian terjadi lagi pada tanggal 17,19, 21-23, Oktober 1943. Dalam catatannya
ini di sebutkan bahwa ada manifestasi Roh Kudus yang telah terjadi terhadap orang-orang kristen
yang berada di Nunkolo pusat kerajaan Amanatun ini. Peristiwa serupa ini kemudian berulang
lagi kedua kalinya pada september 1965 di Kota SoE.
Pada waktu Raja Muti Banunaek II diasingkan ke Flores maka oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda melakukan perpindahan batas kerajaan yang sudah ditetapkan oleh Raja Liurai ( Belu)
dengan Raja Banunaek ( Amanatun). Adapun perpindahan tersebut pada Juni 1917 ( zaman Raja
Kusa Banunaek ) dimana terjadi perpindahan batas antara kedua kerajaan tua ini yaitu
perpindahan batas dari Betun ke We Baria Mata ( Malaka, dan penandatanganan persehatian
perbatasan ini oleh Belanda dibuat dan ditandatangani pada 25 Juli 1917. Perpindahan batas ini
sebagai reaksi balas dendam pemerintah kolonial Belanda terhadap Raja Amanatun karena
gugurnya tentara Belanda saat melakukan infasi ke Amanatun.
Struktur kerajaan
Kerajaan Amanatun/Onam mempunyai empat orang fettor yaitu Fettor Noebana (Santean), Fettor
Noebone (Sahan), Fettor Noemanumuti (Put'ain) dan fettor Noebokong (Anas) . Adapun nama
pemimpin dari keempat fettor ini adalah fettor Nokas memimpin kefetoran noe Bana, Fettor
Kobi Nitibani memimpin kefetoran noe Bone, Fettor Fai memimpin kefetoran noe Manu muti ,
dan fettor Nenometa memimpin kefetoran noe Bo kong. Di bawah fettor-fettor ini ada temukungtemukung besar dan temukung kecil yang diangkat oleh Raja. Setiap temukung memimpin
kelompok-kelompok masyarakat biasa (to aana) atau biasa disebut juga dengan kolo manu. Suku
yang paling besar di dalam kerajaan Amanatun adalah suku Missa. ( Missa Moen Nima Nas Fua
Fanu ).Fatu Kanaf dari suku Missa adalah Fatu Lunu.
Pada era kekuasaan pada tahun 1900 Raja Muti Banunaek (Raja Muti Banunaek II )maka tercatat
temukung besar Kokoi adalah Nau Missa, sedangkan temukung besar Fenun adalah Seo Missa
A"aat, Temukung besar Oi Lette adalah Noni Neno Mataus. Sedangkan Fettor Noe Bokong /
Toin adalah Kolo Nenometan dan fetor Santian adalah Seki Nokas.
Raja Muti Banunaek II memerintah 1900 - 1915. Raja Muti Banunaek II diasingkan ke Ende,
Flores pada 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda karena Raja Muti II tidak mau takluk kepada
Belanda. Raja Muti Banunaek II mangkat di Ende Flores September/Oktober 1918) .
Makamnya tidak diketahui.Raja Muti Banunaek II sejak diasingkan oleh Belanda hingga
wafatnya tidak kembali lagi ke tanah Timor ( Amanatun).Ketika Belanda hendak menaklukan
Kerajaan Amanatun yang dipimpin oleh Raja Muti Banunaek II tahun 1911 maka pasukan
tentara Belanda yang sedang menuju ke wilayah Amanatun dihadang oleh Panglima Perang /
Meo Naek ( Tui Nati Suil Toko ) dari kerajaan Amanatun yang bernama Meo Seki Tafuli.
Komendan tentara Belanda di tembak mati oleh Meo Seki Tafuli dari jarak yang cukup jauh dari
benteng Meo Seki Tafuli sebelumnya diucapkan kata-kata keramat ( fanu). Komendan Belanda
yang tewas ini kemudian oleh rakyat Amanatun disebut MIN FAFI hingga sekarang.
Setelah tahun 1900 maka kerajaan kolonial Belanda mulai melakukan pasifikasi semua daerah di
Nusantara.Hal ini mencapai puncaknya pada tahun 1942, dan khususnya di pulau Timor terdapat
empat raja dan lima kaisar.Adapun empat raja dan lima kaiser itu adalah : Empat raja di Timor
ini adalah raja Nahak T Seran di Malaka Wehali,raja Josef Carmento Taolin di Insana, raja Noni
Nope di Amanuban, raja Nisnoni di Kupang, sedangka lima orang kaisaer di Timor yakni kaiser
Wehali Nai Bria Nahak sonaf Liurai, wafat 1924 dan dimakamkan baru pada tahun 1933, Kaiser
Amanatun Banunaek di Nunkolo, Kaiser Tamkese-Biboki, Kaiser Hanmeni Bai Lake, kaiser
Oematan di Kapan.
Ada beberapa kontrak politik / korte veklaring yang pernah ditandatangani oleh raja-raja / kaiser
Amanatun dengan pemerintah Hindia Belanda seperti : 1. tanggal 27 Juli 1908 Korte veklaring I
diteken oleh Raja Muti Banunaek tanggal 14 april 1909. 2. tanggal 22 Agustus 1910 korte
veklaring diteken oleh raja Muti Banunaek tanggal 14 Juni 1913. 3. tanggal 30 september 1916
korte veklareng di teken raja Kusa Banunaek pada 23 oktober 1917, 4. tanggal 27 april 1921
korte veklareng I di teken raja Kolo Banunaek pada 21 Februari 1923. Kontrak-kontrak politik
ini selalu dibuat oleh raja-raja beberapa kali sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah kolonial
Keluarga
Adapun Raja Amanatun Loit Banunaek kemudian digantikan oleh Putranya sendiri yang
bernama Raja Muti Banunaek yang kemudian dikenal dengan nama Raja Muti Banunaek ke II.
Raja Muti Banunaek II adalah putra pertama dari Raja Loit Banunaek.Ibunda dari Raja Muti
Banunaek II berasal dari suku Missa yang adalah permaisuri dari Raja Loit Banunaek.Raja Loit
Banunaek juga mempunyai banyak kato (Isteri, dan tercatat bahwa ada dua orang kato / isteri
dari berasal dari suku Missa.
Permaisuri (kato) dari Raja Muti Banunaaek II bernama Kato bi Sopo Lassa, sedangkan Raja
Kolo Banunaek (Raja Abraham Zacharias Banunaek) mempunyai permaisuri (Kato Naek)
bernama bi Teni Tobe Misa dan mempunyai seorang putri tunggal bernama Fetnai Naek bi Loit
Banunaek. Kato bi Teni Tobe Misa wafat di Oinlasi tahun 1955. Makam ( Son Nate) dari
permaisuri kato bi Teni Tobe Missa di Oinlasi ibukota kecamatan Amanatun Selatan. Raja Kolo
Banunaek atau Raja Abraham Zacharias Banunaek mempunyai banyak selir dan gundik-gundik
dan mereka selalu berada didalam istana Raja Kolo Banunaek untuk melayani hingga sekarang
di Nunkolo, ( Sonaf Pub Kollo Hae Malunat).Selain dari gundik-gundik dan selir-selir dari raja
Kolo Banunaek yang berada didalam sonaf Nunkolo ( Istana Raja ) juga terdapat banyak pelayan
dan hamba-hamba ( ate-ate) yang selalu berada dan melayani didalam istana dari Raja Kolo
Banunaek di Nunkolo, dan hingga kini keturunan dari hamba ( ate-ate) ini masih tetap berada
disekitar lingkungan sonaf Nunkolo hingga saat ini. Raja Kolo Banunaek pernah berpindah
agama dari Kristen Katolik menjadi Protestan dan hingga wafatnya Raja Kolo Banunaek tetap
memeluk agama Kristen Protestan.Raja Kolo Banunaek juga pernah di SoE kampung Amanatun
dan membuat Sonaf / Istana di sini. Raja Kolo Banunaek juga sering dsebut dengan sebutan Usi
Pina Nunkolo. Pada waktu Raja Kolo Banunaek wafat maka jenasa dari Raja Kolo Banunaek
diasapi dengan cendana lebih dari tujuh bulan didalam lopo / Bnao Nunkolo dan kemudian
dimakamkan.
Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek mempunyai seorang permaisuri / Kato yang
bernama Kato Fransina Afliana Banunaek-Nope (Funan Nope). Kato ini adalah anak pertama
dari Raja Amanuban Raja Johan Paulus Nope. Raja L.L.D.L.Banunaek menikah secara kristen
dengan permaisurinya di Niki-niki pada tahun 1964.Kemudian Raja Lodoweyk Lourens Don
Louis Banunaek ( Raja L.L.D.L.Banunaek) ini mempunyai seorang putra tunggal bernama Raja
Muda Don Yesriel Yohan Kusa Banunaek (Usif Kusa Banunaek), "Dalam tradisi budaya kerajaan
/ tradisi usif-usif di Timor secara umum biasa dikatakan dalam tuturan adat bahwa besi tapan
mau man mof nain mas nesan nabalah". . Makam (son nain) dari Raja Lodoweyk Lourens Don
Louis Banunaek dan permaisurinya di Oinlasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa
Tenggara Timur.Pada waktu Raja lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek berkuasa di kerajaan
Amanatun maka tercatat dalam sejarah di arsip negara bahwa yang menjadi countorleur di Zuid
Midden Timor / Timor Tengah Selatan adalah Tuan Frans Van Donggen.
Raja-raja Amanatun
Nama raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Amanatun/Onam adalah sebagai berikut:
* 1. Raja Tnai Pah Banunaek