Anda di halaman 1dari 5

Wildan Nurfadila Amin

201910280211016
MAGISTER MANAJEMEN
KELAS B

MUHAMMADIYAH DAN KEBUDAYAAN

Pada tanggal 18 November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah


organisasi yang bernama Muhammadiyah, organisasi ini menjadi salah satu
organisasi terbesar di Indonesia maupun dunia. K.H. Ahmad Dahlan lahir di
Yogyakarta pada tahun 1869 dengan nama kecil Muhammad Darwis. Ayahnya
seorang pemuka agama dan seorang khatib di masjid kesultanan Yogyakarta. Lahir
di keluarga yang taat beragama Dahlan kecil sudah belajar agama sejak kecil dari
pendidikan Alquran, tafsir, fikih, hadis, nahu di berbagai lembaga pendidikan agama
Islam di Yogyakarta. Dengan dibekali ilmu agama islam sejak kecil K.H. Ahmad
Dahlan menjadi seorang yang memiliki pengetahuan ilmu agama yang kuat. Pada
tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bergabung dengan organisasi Budi Utomo untuk
mendakwahkan dan memasukkan nilai – nilai agama di organisasi kebudayaan ini.
Dengan pemikiran yang modern dan rasional K.H. Ahmad Dahlan mendapat
sambutan hangat di Budi Utomo dan menjadi salahsatu orang yang cukup
berpengaruh bahkan menjadi salah satu komisaris di Budi Utomo cabang
Yogyakarta.
Pada awal masa berdirinya Muhammadiyah ada Sembilan pimpinan yang
tercatat diantaranya K.H. Ahmad Dahlan sebagai ketua, Abdullah Siradj sebagai
sekretaris, H. Abdurrahman, H. Muhammad Pakih, H. Anies, H. Ahmad, H. Sarkawi,
H. Muhammad, dan Raden Haji Djaelani. Muhammadiyah memiliki arti secara
harfiah yaitu “Pengikut Muhammad” dan K.H. Ahmad Dahlan berperinsip dalam
MUhammadiyah tidak mengikuti atau terkait oleh satu mazhab tertentu dan hanya
mengikuti apa yang di perintahkan, dicontohkan, dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. Tujuan utama dari Muhammadiyah adalah menyebarkan agama
islam yang diwariskan oleh Nabi Muhammad saw, dengan media pendidikan,
kesehatan, dan kegiatan social lainya. Selain itu Muhammadiyah bertujuan untuk
meluruskan ajaran islam yang menyimpang dan menghapus kegiatan yang besifat
takhayul, bid’ah, dan khurafat.
Muhammadiyah memunculkan ibadah yang belum pernah dilakukan oleh
masyarakat islam Indonesia seperti sholat Hari Raya di Lapangan, sholat tarawih
dengan 11 rakaat, mengkoordinasi pembagian zakat dan kegiatan social lainya
sehingga pada saat itu dapat menghambat pergerakan misionaris agama Kristen di
beberapa daerah karena Muhammadiyah pada saat itu dikenal sebagai organisasi
keagamaan yang modern dan lahir di tengah masyarakat islam yang sedang
menghadapi berbagai krisis.
Muhammadiyah dalam dahkwahnya ada yang disebut dengan dakwah
kultural. Pada awal berdirinya Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan berdakwah
menggunakan metode seni dan budaya dengan menggunakan alat music yang pada
saat itu hanya digunakan oleh orang – orang Belanda yang beragama Kristiani,
sehingga mendapatkan banyak penolakan di kalangan masyarakat bahkan sampai
di beri lebel “kiai kafir”. Seni Budaya memiliki sifat yang fitrah sehingga seni
menghasilkan produk yang indah dan membuat masyarakat tertarik dan bahkan
terlena dan hal itu di gunakan oleh non muslim untuk menyebarkan ajarannya dan
pada saat penjajahan Belanda banyak warga muslim yang terpikat dan mengikuti
ajaran yang lain. Sehingga dalam islam hokum seni dan budaya menjadikan
perdebatan panjang.
Quraish Shihab (1996) berpendapat bahwa seni merupakan keindahan, seni
adalah ekspresi ruh yang mengungkapkan suatu keindahan. Seni lahir dari sisi
dalam manusia dan merupakan naluri dan fitrah manusia yang dianugerahkan oleh
Allah kebada hamba-NYA. Sedangkan Gazalba (1978), menyatakan bahwa seni
adalah manfestasi dari budaya manusia yang memenuhi syarat estetika.
Muhammadiyah berpendapat tentang seni merupakan salah satu hasil kebudayaan
manusia untuk mengekspresikan pengalaman keindahannya. Kesenian ada dan
diciptakan oleh manusia dipengaruhi pengalaman dan apa yang terjadi di alam
semesta ini, dan menumbuhkan imajinasi seseorang. Oleh karena itu menurut PP
Muhammadiyah tahun 2014 pengertian kebudayaan meliputi segala perilaku
manusia yang bersifat dinamis, tidak statis, merupakan kata kerja dan yang bersifat
materi adalah hasil dari kebudayaan.
Ernst Diez dalam teorinya berpendapat bahwa seni islam adalah seni yang
mengungkapkan sikap pengabdian kepada Allah SWT. Teori tersebut dibenarkan
oleh M. Abdul Jabbar Berg (1981), bahwa suatu seni menjadi islamis jika seni
tersebut mengungkapkan pendangan hidup kaum muslimin, yaitu tentang konsep
ketauhudan dan seniman yang membuat objek seninya belum tentu berasal dari
kaum muslimin. Kesenian islam tidak selalu membicarakan tentang islam, tentang
nasihat langsung, tidak selalu tentang anjuran berbuat baik dan tidak melulu tentang
akidah. Dalam islam seni diharapkan menjadi media untuk mengajak berbuat baik
dan mencegah perbuatan tercela dan dapat membangun kehidupan yang
berkeadaban dan bermoral. Menurut Muhammadiyah kebudayaan islam adalah
sebuah keniscayaan, karena peran manusia sebagai pemimpin didunia ini, yang
memiliki kemampuan untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan dirinya
yang diberikan oleh Allah SWT, manusia sebagai makhluk berakal maka manusia
selalu mengembangkan kebudayaan.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke 42 di Yogyakarta tahun 1990 dalam salah
satu acaranya adalah pementasan wayang Sadat atau wayang Wali oleh seorang
dalang bernama Suyadi dari Trucuk, Kalten yang merupakan aktivis
Muhammadiyah. Kesenian adalah sebuah subsistem dari hasil kebudayaan yang
sangat penting, dan menjadi salah satu ekspresi kebudayaan. Untuk mengetahui
kesenian dan kebudayaan dalam pandangan Muhammadiyah harus merujuk pada
dua dokumen resmi yang di terbitkan oleh Muhammadiyah yaitu dokumen Pedoman
Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yang merupakan hasil dari keputusan
muktamar ke 44 tahun 2000 di Jakarta dan Surat keputusan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah nomor 138/KEP/I.0/B/2014 tentang Tanfidz keputusan Musyawarah
Nasional atau Munas tarjih ke 27.
Keputusan Munas Tarjih ke 22 tahun 1995 menyatakan bahwa karya seni
hukumnya mubah atau boleh selama karya itu tidak mengarah atau mengakibatkan
fasad atau kerusakan, dlarar atau bahaya, isyyan atau kedurhakaan, dan ba’id
anillah atau terjauh dari Allah. Sehingga kehidupan berkesenian dan berkebudayaan
warga Muhammadiyah harus berpedoman pada tuntunan Tarjih dan harus sejalan
dengan norma – norma dalam Islam.
Muhammadiyah berperan dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan
adalah sebagai media dakwah, karena dakwah adalah wajib dan hukumnya wajib
kifayah, sehingga pengembangan kesenian dan kebudayaan sebagai media dakwah
dapat menjadi wajib’ain dan wajib kifayah. Larangan – larangan kesesnian dan
kebudayaan dalam islam diantaranya yaitu seni patung yang peruntukanya tidak
sebagai media pembelajaran, seni lukis yang mengarah pada pornografi, seni tari
yang mempertontonkan aurat dan mengundang syahwat. Larangan – larangan
tersebut ada karena sebabnya yang lebih mengarah kepada kemudhorotan.
Pada zaman yang sekarang disebut sebagai zaman milenial menjadikan
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana yang efektif untuk menjadi media dakwah
dan dapat menyebarkan pengaruh kepada masyarakat luas. Media tersebut sudah
dilakukan oleh orang – orang non-muslim untuk menyebarkan pengaruhnya.
DAFTAR PUSTAKA

Beg, M. A. J. 1981. Seni Dalam Peradaban Islam. Bandung. Pustaka

Gazalba. S. 978. Asas Kebudayaan Islam: Pembahasan Ilmu dan Filsafat tentang

Ijtihad, Fiqih, Akhlak, Masyarakat dan Agama. Bulan Bintang. Jakarta.

Khomaeny, E. F. F. 2018. Seni Budaya Dalam Prespektif Muhammadiyah.

Magelaran Jurnal Pendidikan Seni, Vol.1 No. 1.

Kuntowidjoyo. 1996. Islam dan Budaya Lokal. Islam dan Budaya Lokal. Tarjih Edisi

ke 1.

Perkasa, M. A. R. 2010. Pandangan Muhammadiyah Tentang Kebudayaan Pasca

Muktamar Ke-43 Di Aceh.

PP Muhammadiyah. 2015. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Suara

Muhammadiyah. Yogyakarta.

Shihab, M. Q. 1996. Wawasan Al-Quran. Mizan. Bandung.

Siddik, D. 2017. Dinamika Organisasi Muhammadiyah di Sumatera Utara. Journal of

Contemporary Islam and Muslim Societies Vol. 1 No. 1.

Surat Keputusan Pimpinan Pusat MUhammadiyah Nomor: 138/KEP/I.0/B/2014

tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXVII.

Anda mungkin juga menyukai