Anda di halaman 1dari 9

Nama : Aulia Nindy Fadila Gastama

NIM : 190721637625

Off : A

Pendekatan Morfologi Kota

Berdasarkan buku yang telah saya baca mengenai pendekatan morfologi kota,
terdapat lingkup kajian morfologi kota yang dikemukakan Smailes, yaitu penggunaan lahan,
pola-pola jalan, dan tipe-tipe bangunan. Sementara itu, kajian yang dikemukakan oleh Johson
meliputi, rencana jalan, tata bangunan, dan kaitan fungsional jalan dan bangunan.

Masalah-masalah yang terkait tentang perancangan kota sudah sering terjadi mulai
dari masalah perkembangan fisik kota hingga ketidakjelasan fungsional kawasan. Oleh
karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari tentang morfologi kota. Dalam
mempelajari matei tersebut, dapat membatu untuk mengetahui apa penyebab serta solusi dari
permasalahan tersebut.

RINGKASAN

1. Delimitasi Administrasi vs Morfologi Kota

Berdasarkan hubungan antara eksitensi batas fisik kota dan batas administrasi kota,
terdapat 3 macam kemungkinan hubungan (Northam, 1979), yaitu :

1. Under Bounded City


Kondisi kota ini dapat memunculkan goal conflict dalam perencanaan tata
ruang. Hal ini dikarenakan batas fisik kota berada jauh di luar batas administrasi kota
sehingga menjadi wewenang administrasi daerah lain. Sehingga penanganan
permasalahan lebih memprioritaskan pada daerah-daerah yang berada dalam batas
administrasi kota.
2. Over Bounded City
Tidak seperti Under Bounded City, kondisi kota ini tidak menimbulkan adanya
goal conflict karena daerah-daerah mayoritas berada dalam batas administrasi kota
sehingga perencanaan tata ruang kota termasuk wewenang pemerintah kota.
3. True Bounded City
Kondisi ini merupakan kondisi yang ideal bagi pemerintahan kota karena
seluruh areal berada dalam batas-batas administrasi kota. Pemerintah kota lebih
mudah dalam menangani perancanaan tata ruang kota.

2. Ekspresi Keruangan daripada Morfologi Kota

Ekspresi keruangan morfologi kota dibagi menjadi dua, yaitu bentuk-bentuk kompak
dan bentuk-bentuk tidak kompak.

1. Bentuk-Bentuk Kompak
Merupakan bentuk kota yang tidak terpisah-pisah. Berikut macam-macam dari
bentuk kompak :
- Bentuk Bujur Sangkar
- Bentuk Empat Persegi Panjang
- Bentuk Kipas
- Bentuk Bulat
- Bentuk Pita
- Bentuk Gurita atau Bintang
- Bentuk yang Tidak Berpola

2. Bentuk-Bentuk Tidak Kompak


Merupakan bentuk kota yang terpisah-pisah. Berikut macam-macam dari
bentuk tidak kompak :
- Bentuk Terpecah
- Bentuk Berantai
- Bentuk Terbelah
- Bentul Stellar
3. Proses Perembetan Kenampakan Fisik Kota

Semakin bertambahnya jumlah penduduk maupun kegiatan penduduk perkotaan


mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang di kota. Apabila ketersediaan ruang di kota
terbatas, biasanya penduduk akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Hal ini bisa
disebut sebagai invansion. Sementara itu, proses perembatan kenampakan fisik kekotaan ke
arah luar disebut Urban Sprawl.

4. Macam Urban Sprawl

1. Perembatan Kosentris
Merupakan jenis perembetan areal perkotaan yang paling lambat. Perembetan
berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik
kota.
2. Perembetan Memanjang
Tipe ini menunjukkan adanya ketidakmerataan perembetan areal kekotaa.
Masalah-masalah yang ditimbulkan dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
3. Perembetan yang Meloncat
Tipe ini sering dianggap tidak menguntungkan. Perkembangan lahan
kekotaannya terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah laham
pertanian. Hal ini dapat mempersulit pemerintah kota untuk membangun prasarana.

5. Alternatif Model Bentuk Kota

Secara garis besar terdapat 7 buah model bentuk-bentuk kota yang disarankan, yaitu :

1. Bentuk satelite dan pusat-pusat baru


Pengembangan kota satelite ini dapat berfungsi sebagai penyerap mengalirnya
arus urbanit yang sangat besar ke kota utama dengan jalan meningkatkan fungsi-
fungsi yang ada di kota satelit.
2. Bentuk stellar atau radial
Bentuk ini cocok untuk kota yang perkembangan areal kekotaannya
didominasi oleh ribbon development.
3. Bentuk cincin
Pada bagian tengah wilayah di pergunakan sebagai daerah hijau atau terbuka
sehingga masing-masing pusat dapat berkembang menjadi kota-kota besar.
4. Bentuk linear bermanik
Pada bentuk ini, pertumbuhan areal kekotaannya hanya terbatas di sepanjang
jalan. Beberapa pusat kekotaan yang lebih kecil tumbuh di kanankiri dari pada pusat
kekotaan utamanya.
5. Bentuk inti atau kompak
Memungkinkan terciptanya konsentrasi bangunan yang banyak pada areal
yang relatif kecil. Perkembangan areal kekotaanya biasanya di dominasi oleh
perkembangan vertikal.
6. Bentuk memencar
Bentuk ini pertama kali disarankan oleh Frank Lloyd Wright sebagai bentuk
yang mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada compact city. Pada bentuk ini,
masing-masing pusat memiliki grup fungsi-fungsi khusus dan berbeda satu sama lain.
7. Bentuk kota bawah tanah
Kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi karena
struktur-struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi.

6. Pola Jalan Sebagai Indikator Morfologi Kota

Pola jalan dalam kota merupakan salah satu unsur dari morfologi kota. Di samping
pola jalan, terdapat sejumlah komponen struktural lain. Ada tiga sistem pola jalan yang
dikenal, yaitu :

1. Sistem pola jalan tidak teratur


2. Sistem pola jalan radial konsentris
3. Sistem pola jalan bersudut siku atau grid

7. Pengaruh Perkemangan Transportasi Terhadap Morfologi Kota

1. Masa dominasi pejalan kaki


- Kota kecil
- Penduduk bertempat tinggal di kanankiri jalan
- Bentuknya relatif bulat
- Jarak jangkau komunikasi dan transportasi masih kecil

2. Masa dominasi kereta binatang


- Adanya kerata yang ditarik binatang
- Jarang jangkau komunikasi dan transportasi bertambah besar
- Penggunaan mesin transportasi mulai digunakan
- Jumlah penduduk dan fungsi perkotaan meningkat
- Kenampakan morfologi seperti salib
- Kekompakkan pemukiman nampak

3. Masa dominasi kereta kecil listrik


- Pemakaian ketea mesin meningkat
- Sistem rel semakin padat
- Jalur rel hampir di sepanjang jalan

4. Masa dominasi kereta api antar kota


- Jaringan kereta api atau listrik semakin luas
- Perluasan pemukiman secara lateral
- Perkembangan pemukiman sangat pesat

5. Masa dominasi mobil antar kota


- Penggunaan mobil meningkat
- Bentuk kota seperti gurita atau bintang
- Mulai tumbuh pusat-pusat baru
- Morfologinya terserak

6. Masa perkembangan jalan bebas hambatan


- Perkembangan transportasi dan komunikasi semakin kompleds
- Munculnya pusat kegiatan baru
- Proses desentralisasi berjaln terus menerus
- Meningkatnya taraf hidup penduduk perkotaan
7. Masa perkembangan jalan lingkar
- Jauhnya perkembangan linear
- Adanya percepatan pertumbuhan kenampakan kekotaan

8. Unsur-Unsur Morfologu Kota Dunia

1. Eropa
Terdapat 3 zona karakteristik townscape di Eropa (Hudson, 1970), yaitu :
1. Eropa Selatan
Terlihat menonjol dengan kekar, kalem dan terlihat jelas batas-batasnya yang
terlihat nyata antara tipe-tipeYunani dan Romawi.
2. Eropa Utara
Sifatnya tertutup, kuat serta bangunan-bangunannya menjulang tetapi tidak
teratur, romantik dengan rumah rumah tinggi, dan sempit dengan geraja-
gereja.
3. Eropa Tengah
Menunjukkan adanya gaya perpanduan antara gaya utara dengan gaya selatan.
Di Swiss dan Austria terdapat kenampakan baroque yang mewah dan indah
sebagai peninggalan zaman renaissance.
2. Amerika Utara
Adanya grid iron plan secara luas di kota-kota sehingga blok-blok
permukiman perkotaan dan perkantoran tercipta dalam blok-blok empat persegi
panjang, dominasi pusat kota dengan gedung bertingkat banyak, kepadatan lalu
lintas tinggi, toko toko modern di depan dengan gemerlap lampu, dan terdapat
daerah yang luas.
3. Asia dan Afrika
Pola jalan tidak teratur, kepadatan penduduk tinggi, tinggal dekat dengan pusat
kota, berkembangnya pemukiman kumuh dan liar, fasilitas pendidikan kesehatan
sangat minimal, dan perumahan biasanya terbuat dari bahan seadanya.
9. Penggunaan Lahan Sebagai Deferensiator Struktural Keruangan Kota Regional

Struktur keruangan yang ditinjau terbatas pada areal kekotaan yang secara morfologis
kompak dan bentuk penggunaan lahannya berorientasi non-agraris. Kota regional merupakan
wilayah tertentu yang keberadaannya jauh lebih luas dan secara morfologis meluputi secara
seluruh daerah-daerah di sekitar kota yang terkena pengaruh bentuk-bentuk lahan kekotaan.

1. Segitiga Penggunaan Lahan Desa-Kota


Salah satu cara perhitungan dominasi jenis penggunaan lahan kekotaan
maupun kedesaan diusulkan oleh Robin Pryer(1971). Dalam teknik yang
dikemukakan, Pryer menghitung persentase penggunaan lahan kekotaan, persentase
penggunaan lahan kedesaan dan persentase jarak dari lahan kekotaan utama (built-up
land) ke lahan kedesaan utama. Ketiga komponen ini digabungkan sedemikian rupa di
dalam segitiga penggunaan lahan desa-kota (rural-urban land use triangle).

2. Segitiga Penggunaan Lahan Desa-Kota yang dilengkapi (Hadi Sabari Yunus)


Penciptaan model ini didasari oleh ide transformasi gradual (gradual
transformation) dari kota ke desa atau sebaliknya. “Distant Decay Principle” juga
berlaku disini, di mana makin jauh dari daerah “real urban” makin kabur kenampakan
kekotaannya dan makin jelas kenampakan kedesaannya. Pryor mengemukakan 4
macam istilah untuk sub zone yang berbeda-beda di dalam “regional city” (istilah
Russwurm, 1975) ini, yaitu: (1) urban area; (2) urban fringe; (3) rural fringe dan (4)
rural area.
“Urban Area” adalah daerah yang bentuk penggunaan lahannya betul-betul
berorientasi non pertanian, sedangkan “rural area” adalah daerah yang bentuk
penggunaan lahannya betul-betul berorientasi pertanian. Yang menjadi permasalahan
dalam upaya diferensiasi zona ini adalah daerah yang terletak antara “urban area” dan
“rural area”.
Dalam model penggunaan lahan tersebut, batas “urban fringe” dengan “rural
fringe” berada pada garis pertengahan antara kedua subzona tersebut. Namun perlu
diingat bahwa pembatas ini tidak berwujud sebagai garis belaka, melainkan sebagai
suatu zona pula. Oleh karenanya penulis menambahkan subzona baru untuk
dideferensiasi subzone pada daerah yang terletak di antara “urban fringe” dan “rural
fringe”. Berturut-turut pembagian subzona nya menjadi (1) urban area; (2) urban
fringe; (3) urral fringe; (4) rural fringe dan (5) rural area.
3. Struktur Keruangan dari”Regional City” (Russwurm, 1975)
“Inner fringe” ditandai oleh banyaknya konversi lahan pertanian ke lahan non
pertanian. “Outer fringe” adalah daerah/subzone di mana penggunaan lahan
kedesaannya lebih dominan terdapat. “Urban Shadow Zone” adalah zona di mana
elemen-elemen morfologi kekotaan mulai menyusup, namun masih sangat sedikit.
Zona ini berbatasan langsung dengan “real rural area”.
Suatu hal yang perlu diingat, bahwa pembagian zona-zona tersebut merupakan
model konseptual semata. Tidak semua kota selalu ditandai oleh urut-urutan subzone
seperti di dalam model tersebut dan juga perseberannya tidak selalu merata kesegala
arah. Hal ini banyak berkaitan dengan variasi lingkungan fisikal pada masing-masing
kota yang tidak jarang berfungsi sebagai kendala ataupun pemacu terhadap
perembetan kenampakan kekotaannya. Keberadaan jalur transportasi, titik-titik
pertumbuhan (“growing points”, istilsh Harris dan Ullman), peraturan-peraturan
zoning, spekulasi lahan adalah beberapa contoh unsur-unsur penyebab terjadinya
distorsi model ideal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai