Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan adalah proses membuat serangkaian persiapan tindakan untuk meraih suatu
tujuan. Perencanaan beton bertulang dilakukan pertamakali di awal proses pembangunan struktur
tersebut. Dalam pelaksanaannya, pendirian beton bertulang harus memperhatikan dasar-dasar
tertentu agar mutu dan kualitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-
agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air
membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan
untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan
(workability), durabilitas, dan waktu pengerasan. Seperti substansi-substansi mirip batuan
lainnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah. Beton
bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi
menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki beton. Beton akan mengalami keretakan apabila
beban bangunan yang ditopangnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
Guna memikul gaya tarik yang terjadi di balok bagian tepi bawah diperlukan tulangan
dari baja, di mana baja merupakan material terbaik dalam menahan gaya tarik. Pada beton
bertulang, tulangan baja ditanam sedemikian rupa di dalam beton sehingga memungkinkan gaya
tekan akan ditahan beton dan gaya tarik akan ditahan tulangan baja.

1.2 Rumusan Masalah


Pembahasan tentang dasar-dasar perencanaan beton bertulang dalam makalah ini di batasi pada :
1.      Kuat Perlu, Kuat Rencana, Kuat Tekan Beton, Kuat Tarik Baja?
2.      Pembebanan : beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa?

1.3 Tujuan Penulisan


Dengan tersusunnya makalah ini mahasiswa diharapkan mampu mejelasakan tentang :
Kuat Perlu, Kuat Rencana, Kuat tekan Beton, Kuat Tarik Baja. Pembebanan : beban mati, beban
hidup, beban angin, beban gempa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kuat Perlu, Kuat Rencana, Kuat tekan Beton, Kuat Tarik Baja

Kuat Perlu
Dalam pasal 3.29, kuat perlu merupakan kekutan suatu komponen struktur komponen
atau penampang yang dibutuhkan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam
yang berkaitan dengan beban tersebut dalam kombinasi beban U. Kuat perlu (Ru) pun dapat
dituliskan dalam simbol-simbol seperti Mu, Vu, Tu, dan Pu di mana u adalah perlu.
Menurut SNI 2847:2013 kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh
beban terfaktor dalam pers (3.1) sampai (3.7).
U = 1,4D (3.1)
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R) (3.2)
U = 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (1,0L atau 0,5W) (3.3)
U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R) (3.4)
U = 1,2D + 1,0E + 1,0L (3.5)
U = 0,9D + 1,0W (3.6) U = 0,9D + 1,0E (3.7)
kecuali sebagai berikut:
(a) Faktor beban pada beban hidup L dalam Pers. (3.3) sampai (3.5) diizinkan direduksi sampai
0,5 kecuali untuk garasi, luasan yang ditempati seb agai tempat perkumpulan publik, dan semua
luasan dimana L lebih besar dari 4,8 kN/m2.
(b) Bila W didasarkan pada beban angin tingkat layan, 1,6W harus digunakan sebagai pengganti
dari 1,0W dalam Pers. (3.4) dan (3.6), dan 0,8W harus digunakan sebagai pengganti dari 0,5W
dalam Pers. (3.3).
(c) Dihilangkan karena tidak relevan, sesuai dengan yang terlampir di daftar Deviasi pada SNI
03 – 2847 – 2013 Pasal 4.
Untuk standar SNI 03 – 2847 – 2002 di jelaskan secara detail sebagai berikut :
1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan
U = 1,4 D (3.8)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D , beban hidup L, dan juga beban atap A atau beban
hujan R, paling tidak harus sama dengan

2
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (3.9)
2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan,
maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U
yang terbesar, yaitu:
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R) (3.10)
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan
kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu :
U = 0,9 D ± 1,6 W (3.11)
Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D , L dan W, kuat perlu U tidak boleh
kurang dari persamaan (ii).
3. Bila ketahanan struktur terhadap gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan , maka
nilai kuat perlu U harus diambil sebagai berikut :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E (3.12)
1) Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 jika beban angin W belum direduksi
oleh faktor arah.
2) Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi,
ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban hidup L – nya lebih besar daripada
500 kg/m2
Atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (3.13)
Dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03 – 1726 – 1989 – F, Tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau penggantinya.
4. Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada
persamaan ii, iv dan vi ditambahkan 1,6 H, kecuali bahwa pada keadaan dimana aksi struktur
akibat H mengurangi pengaruh W atau E, maka beban H tidak perlu ditambahkan pada
persamaan iv dan vi.
5. Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat tekanan fluida, F, yang berat jenisnya dapat
ditentukan dengan baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam
perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,4 dan ditambahkan
pada persamaan i, yaitu:
U = 1,4 (D + F) (3.14)
Untuk kombinasi beban lainnya, beban F tersebut harus dikalikan dengan fantor beban 1,2 dan
ditambahkan pada peramaan ii.

3
6. Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam perencanaan maka pengaruh
tersebut harus disertakan pada perhitungan beban hidup L.
7. Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton,
atau perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut
selama masa pakai
U = 1,2 (D+T) + 1,6L + 0,5 (A atau R) (3.15)

Kuat Rencana
Pengertian kuat rencana menurut pasal 3.30 yaitu kekuatan suatu komponen struktur atau
penampang yang diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal (Rn) dan faktor reduksi
kekuatan. Penulisan kuat rencana (Rr) juga disimbolkan dengan Mr, Vr, Tr, dan Pr di mana r
adalah rencana. Gaya aksial yang berlaku pada kuat rencana diperoleh dari beban rencana yang
boleh bekerja pada suatu struktur atau komponen struktur.
Untuk menentukan kuat rencana suatu komponen struktur, maka dihitung berdasarkan ketentuan
dan asumsi yang tertera pada SNI – 03 – 2847 – 2002 pasal 11.2 (3) yaitu:
1. Lentur, tanpa beban aksial ----------------------------------------------------------------0,80
2. Beban aksial, dan beban aksial lentur. (Untuk beban aksial lentur, kedua nilai kuat nominal
dari beban aksial dan momen harus dikalikan dengan nilai ø tunggal yang sesuai ini:
a. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ----------------------------------------0,80
b. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur:
- komponen struktur dengan tulangan spiral ------------------------------------0,70
- komponen struktur lainnya ------------------------------------------------------0,65
kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai ϕ boleh ditingkatkan, komponen struktur
dimana fy tidak melampui 400 MPa, dengan tulangan simetris dan dengan (h-d’-ds)/h tidak
kurang dari 0,7, maka nilai ϕ boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 seiring dengan
berkurangnya ϕPn dari 0,10 fc’ Ag ke nol, komponen struktur beton bertulang yang lain, nilai ϕ
boleh ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 seiring dengan berkurangnya ϕPn dari nilai terkecil
0,10 fc’ Ag dan Pb ke nol.
3. Geser dan torsi -----------------------------------------------------------------------------0,75
Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem rangka pemikul khusus atau sistem
dinding khusus untuk menahan pengaruh gempa ini.
a. Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur penahan gempa yang kuat geser
nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang timbul sehubungan dengan
pengembangan kuat lentur nominalnya --------------------------------------------0,55
b. Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi faktor reduksi minimum
untuk geser yang digunakan pada komponen vertikal dari sistem pemikul beban lateral.
c. Geser pada hubungan balok-kolom dan pada balok perangkai yang diberi tulangan
diagonal 0,80

4
4. Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengakuran pasca tarik ----------------0,55
5. Daerah pengakuran pasca tarik ----------------------------------------------------------0,85
Kuat Tekan Beton
Sifat utama beton adalah memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuat
tariknya. Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan
luas. Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur (Mulyono, 2004).
Nilai kekuatan, mutu, dan daya tahan (durability) tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan
pengecoran, pelaksanaan finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengawasannya.Beberapa
hal itu dapat menghasilkan beton yang memberikan kelecakan (workability) dan konsistensi
dalam pengerjaan beton, ketahanan terhadap kondisi khusus (kedap air, korosif, dll), dan dapat
memenuhi uji kuat yang direncanakan (Dipohusodo, 1994, halaman 1). Nilai kuat tekan beton
dapat diperoleh dengan pengujian yang menacu pada standar yang umumnya digunakan yaitu
standar ASTM (American Society for Testing and Material). Benda uji yang digunakan
berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Persamaan yang digunakan dalam menentukan nilai kuat tekan beton adalah sebagai berikut :
𝑓𝑐 ′ = 𝑃 𝐴
Keterangan :
fc‘ = Kuat tekan beton (MPa)
A = Luas bidang desak benda uji (mm2 )
P = Beban tekan (N)
Kuat tekan beton (f’c) dilakukan dengan melakukan uji silinder beton dengan ukuran
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pada umur 28 hari dengan tingkat pembebanan tertentu.
Selama periode 28 hari silinder beton ini biasanya ditempatkan Mdalam sebuah ruangan dengan
temperatur tetap dan kelembapan 100%. Meskipun ada beton yang memiliki kuat maksimum 28
hari dari 17 Mpa hingga 70 -140 Mpa, kebanyakan beton memiliki kekuatan pada kisaran 20
Mpa hingga 48 Mpa. Untuk aplikasi yang umum, digunakan beton dengan kekuatan 20 Mpa dan
25 Mpa, sementara untuk konstruksi beton prategang 35 Mpa dan 40 Mpa. Untuk beberapa
aplikasi tertentu, seperti untuk kolom pada lantai-lantai bawah suatu bangunan tingkat tinggi,
beton dengan kekuatan sampai 60 Mpa telah digunakan dan dapat disediakan oleh perusahaan-
perusahaan pembuat beton siap-campur (ready-mix  concrete).
Nilai-nilai kuat tekan beton seperti yang diperoleh dari hasil pengujian sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk dari elemen uji dan cara pembebanannya. Di banyak
Negara, spesimen uji yang digunakan adalah kubus berisi 200 mm. untuk beton-beton uji yang
sama, pengujian terhadap silinder-silinder 150 mm x 300 mm menghasilkan kuat tekan yang
besarnya hanya sekitar 80% dari nilai yang diperoleh dari pengujian beton uji kubus.

5
Kekuatan beton bisa beralih dari beton 20 Mpa ke beton 35 Mpa tanpa perlu melakukan
penambahan buruh dan semen dalam jumlah yang berlebihan. Perkiraan kenaikan biaya bahan
untuk mendapatkan penambahan kekuatan seperti itu adalah 15% sampai 20%.
Namun untuk mendapatkan kekuatan beton diatas 35 atau 40 Mpa diperlukan desain
campuran beton yang sangat teliti dan perhatian penuh kepada detail-detail seperti pencampuran,
penempatan, dan perawatan. Persyaratan ini menyebabkan kenaikan biaya yang relatife lebih
besar.
Kurva tegangan-regangan pada gambar dibelakang menampilkan hasil yang dicapai dari uji
kompresi terhadap sejumlah silinder uji standar berumur 28 hari yang kekuatannya beragam.
·        Kurva hampir lurus ketika beban ditingkatkan dari niol sampai kira-kira 1/3 - 2/3 kekuatan
maksimum beton.
·        Diatas kurva ini perilaku betonnya nonlinear. Ketidak linearan kurva tegangan-regangan
beton pada tegangan yang lebih tinggi ini mengakibatkan beberapa masalah ketika kita
melakukan analisis struktural terhadap konstruksi beton karena perilaku konstruksi tersebut juga
akan nonlinear pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi.
·        Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa berapapun besarnya
kekuatan beton, semua beton akan mencapai kekuatatan puncaknya pada regangan sekitar 0,002.
·        Beton tidak memiliki titik leleh yang pasti, sebaliknya kurva beton akan tetap bergerak
mulus hingga tiba di titik kegagalan (point of rupture) pada regangan sekitar 0,003 sampai 0,004.
·        Banyak pengujian yang telah menunjukkan bahwa kurva-kurva tegangan- regangan untuk
silinder-silinder beton hampir identik dengan kurva-kurva serupa untuk sisi balok yang
mengalami tekan.
·        Harus diperhatikan juga bahwa beton berkekuatan lebih rendah lebih daktail daripada
beton berkekuatan lebih tinggi – artinya, beton-beton yang lebih lemah akan mengalami
regangan yang lebih besar sebelum mengalami kegagalan.

Kurva tegangan – regangan beton yang umum, dengan pembebanan jangka-pendek.

6
Kuat Tarik Beton
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama dari
kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus. Retak-
retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan
menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan. Jelas ini
tidak terjadi bila balok menerima beban
Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan sifat
penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak yang terjadi. Selain itu, kuat
tarik dari batang beton diketahui selalu akan mengurangi jumlah lendutan. (Karena kuat tarik
beton tidak besar, hanya sedikit usaha yang dilakukan untuk menghitung modulus elastisitas
tarik dari beton. Namun, berdasarkan informasi yang terbatas ini, diperkirakan bahwa nilai
modulus elastisitas tarik beton sama dengan modulus elatisitas tekannya.)
Beton tidak diasumsikan menahan tegangan tarik yang terjadi pada suatu batang lentur
dan baja yang menahannya. Alasannya adalah bahwa beton akan mengalami retak pada regangan
tarik yang begitu kecil sehingga tegangan-tegangan rendah yang terdapat pada baja hingga saat
itu akan membuat penggunaannya menjadi tidak ekonomis. Kuat tarik beton tidak berbanding
lurus dengan kuat tekan ultimitnya fc’. Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan
berbanding lurus terhadap akar kuadrat dari fc’. Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan
beban-beban tarik aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari
konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut. Sebagai
akibat dari kendala ini, diciptakanlah dua pengujian yang agak tidak langsung untuk menghitung
kuat tarik beton. Keduanya adalah uji modulus keruntuhan dan uji pembelahan silinder. Kuat
tarik beton pada waktu mengalami lentur sangat penting ketika kita sedang meninjau retak dan
lendutan pada balok. Untuk tujuan ini, selama ini menggunakan kuat tarik yang diperoleh dari uji
modulus-keruntuhan. Modulus keruntuhan biasanya dihitung dengan cara membebani sebuah
balok beton persegi (dengan tumpuan sederhana berjarak 6 m dari as ke as) tanpa-tulangan
berukuran 15cm x 15cm x 75cm. hingga runtuh dengan beban terpusat yang besarnya sama pada
1/3 dari titik-titik pada balok tersebut sesuai dengan yang disebutkan dalam ASTM C-78. Beban
ini terus ditingkatkan sampai keruntuhan terjadi akibat retak pada bagian balok yang mengalami
tarik. Modulus keruntuhannya fr ditentukan kemudian dari rumus lentur. Tegangan yang
ditentukan dengan cara ini tidak terlalu akurat karena dalam menggunakan rumus lentur kita
mengasumsikan beton berada dalam keadaan elastic sempurna dengan tegangan yang berbanding
lurus terhadap jarak dari sumbu netral.

7
2.1 Pembebanan : beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa

Pembebanan
Kombinasi beban dan faktor beban hanya digunakan pada kasus-kasus dimana kombinasi
pembebanan dan beban terfaktor tersebut secara spesifik diatur oleh standar perencanaan yang
sesuai. Efek beban pada setiap komponen struktur harus ditentukan dengan metode analisis
struktur yang memperhitungkan keseimbangan, stabilitas, kompatibilitas geometrik, sifat bahan
jangka pendek ataupun jangka panjang. Komponen struktur yang cenderung mengalami
deformasi secara kumulatif pada beban kerja yang berulang harus memperhitungkan eksentrisitas
yang terjadi selama umur layan bangunan gedung.
Semua komponen struktur dan sistemnya, harus didesain utuk menahan beban gempa dan
angin dengan mempertimbangkan beberapa efek. Jika semua atau sebagian dari gaya penahan ini
diperoleh dari beban mati, beban mati tersebut diambil sebagai beban mati minimum. Gaya
tersebut mengakibatkan lendutan vertikal dan horizontal yang harus diperhitungkan.

Beban Mati
Beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala
beban tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut. (SNI 03-2847-2002, Pasal 3.10)
Beban mati yang di perhitungkan terdiri dari :
a.             Berat kolom sendiri
b.             Berat sendiri balok induk, balok sloof,  balok anak, balok ring.
c.             Berat dinding precast
d.             Berat pelat lantai
e.             Berat penutup lantai

8
Besarnya beban mati pada suatu gedung dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
Berat Sendiri
NO Bahan Bangunan
(Kg/m3)
1 Baja 7850
2 Batu alam 2600
3 Batu belah, batu bulat, atau batu gunung(berat tumpuk) 1500
4 Batu karang (berat tumpuk) 700
5 Batu pecah 1450
6 Besi tuang 7250
7 Beton 2200
8 Beton bertulang 2400
9 Kayu (kelas I) 1000
10 Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa ayak) 1650
11 Pasangan bata merah 1700
12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200
13 Pasangan batu cetak 2200
14 Pasangan batu karang 1450
15 Pasir (kering udara sampai lembab) 1600
16 Pasir (jenuh air) 1800
17 Pasir kerikil, koral (kering udara sampai lembab) 1850
18 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lembab) 1700
19 Tanah, lempung dan lanau (basah) 2000
20 Timah hitam (timbel) 11400

(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)

9
Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu
gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat
berpindah dan/ atau beban akibat air hujan pada atap. (SNI 03-2847-2002, Pasal 3.8)
Tabel 2.3.2. Beban Hidup
Beban Hidup Kg/m2
a.    Lantai dan tangga, kecuali yang di sebut dalam (b) 200
b.    Lantai dan rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak 125
penting, yang bukan untuk toko atau ruang kerja
c.    Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, restorant, hotel,
250
asrama dan rumah sakit.
400
d.   Lantai ruang olahraga
500
e.    Lantai ruang dansa
f.     Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan
yang lain dari pada yang di sebut  dalam (a) s/d (e), seperti mesjid, 400
gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop, dan  panggung
penonton dengan tempat duduk tetap.
g.    Panggung penonton tempat duduk tidak tetap atau untuk 500
penonton yang berdiri
h.    Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang 300
disebut dalam poin (c)
i.      Tangga, bordes tangga, lantai, dan gang dari ruang-ruang yang
disebut dalam poin (d), (e), (f) dan (g) 500

j.      Lantai ruang pelengkap dari ruang-ruang yang di sebut (c), (d),


(e), (f), dan (g) 250
k.    Lantai untuk : pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang
arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat danruang mesin, harus
direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, 400
dengan minimum

l.      Lantai gedung parkir bertingkat :


-          Untuk lantai bawah 800

10
-          Untuk lantai tingkat lainnya 400
m.  Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan
terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan, dengan
300
minimum
(Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
Beban Angin
Beban angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya karena adanya
selisih tekanan udara (hembusan angin kencang). Beban angin ini ditentukan dengan
menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan angin), yang bekerja tegak lurus
pada bidang-bidang bangunan yang ditinjau. 
Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, besarnya tekanan tiup
angin ini harus diambil minimum 25 kg/m2 luas bidang bangunan yang ditinjau. Sedangkan
untuk di laut sampai sejauh 5 km dari tepi pantai tekanan tiup angin ini diambil minimum 40
kg/m2, serta untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain dimana kemungkinan
terdapat kecepatan angin yang mungkin dapat menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari
yang ditentukan di atas, maka tekanan tiup angin tersebut harus dihitung dengan rumus:

p = V2/16 (kg/m2)

Dimana : p = tekanan tiup angin (kg/m2).


V = kecepatan angin (m/detik).

Koefisien angin tekan --> = 0,02α - 0,4


Koefisien angin hisap --> = -0,4

11
Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statistik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal
pengaruh gempa pada struktur gedung di tentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang
di artikan dengan beban gempa di sini adalah gaya – gaya dalam struktur tersebut yang terjadi
oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktorfaktor yang
disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri dari wilayah gempa, percepatan
puncak muka tanah (Ao), faktor keutamaan gedung (I), faktor reduksi gempa (R), dan waktu
getar alami (Tc). Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghitung faktor respon gempa (C)
dengan rumus:

Ca = A r / T c
dengan
Ar = A m x T c
T=ζxn
Am = 0,25 x A0

dimana:
Ar = Pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respons Gempa C
Am = Percepatan respons maksimum
T = Waktu getar alami struktur gedung (detik)
ζ = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung
n = Jumlah tingkat

Gempa arah vertikal juga diperhitungkan dengan mencari nilai faktor respon gempa
vertikal (Cv) dengan rumus:

Cv = ψ x A 0 x I

dengan ψ adalah koefisien yang disesuaikan dengan wilayah gempa tempat struktur
gedung berada.

12
SNI 1726:2012 Peraturan perencanaan beban gempa pada gedung-gedung di Indonesia
yang berlaku saat ini diatur dalam SNI Gempa 1726:2012. Pada peraturan ini dijelaskan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan perhitungan untuk analisis beban gempa sebagai berikut:

1. Geografis Perencanaan beban gempa pada sebuah gedung tergantung dari lokasi gedung
tersebut dibangun. Hal ini disebabkan karena wilayah yang berbeda memiliki percepatan batuan
dasar yang berbeda pula.

2. Faktor keutamaan gedung Faktor ini ditentukan berdasarkan jenis pemanfaatan gedung.
Gedung dengan kategori risiko I dan II memiliki faktor keutamaan gedung 1, untuk kategori
resiko III memiliki faktor 1.25, dan kategori resiko IV memiliki faktor 1.5.

3. Kategori Desain Seismik Pembagian kategori desain seismik dari rendah ke tinggi yaitu A, B,
C, D, E, dan F. Penentuan kategori ini dapat dilihat pada lampiran A Tabel A5.

4. Sistem penahan gaya seismik Struktur dengan sistem penahan gaya seismik memiliki faktor
reduksi gempa atau koefisien modifikasi respon (R), faktor kuat lebih sistem (Ω0), dan faktor
pembesaran defleksi (Cd) yang berbeda-beda sesuai dengan Tabel A6 pada lampiran A.

13
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Beton dan baja pada beton bertulang mempunyai peranan masing-masing. Beton berguna
untuk menahan gaya tekan dan melindungi baja supaya tidak berkarat. Sedangkan baja berfungsi
menahan gaya tarik dan mencegah terjadinya keretakan pada beton.
Pada dasarnya kuat rencana (Rr) adalah kekuatan gaya dalam yang berada di dalam
struktur. Sedangkan kuat perlu (Ru) merupakan kekuatan gaya luar yang berada di luar struktur.
Jadi agar perencanaan struktur beton bertulang menghasilkan keamanan yang terjamin, maka
syarat utamanya yakni kuat rencana (Rr) harus bernilai lebih besar daripada kuat perlu (Ru).
Pada prinsipnya, penghitungan beton bertulang wajib memperhatikan hitungan yang
berhubungan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan dengan gaya luar. Penghitungan
gaya luar melibatkan dasar keamanan berupa faktor beban sehingga dapat diketahui kuat perlu
(Ru). Sementara pada penghitungan gaya dalam perlu disertai dasar keamanan berupa faktor
reduksi kekuatan sehingga bisa diperoleh kuat rencana (Rr) dengan rumus Rr = Rn x faktor
reduksi. Kesimpulannya struktur beton bertulang bisa menopang beban dari luar yang bekerja
pada struktur tersebut apabila kuat rencana (Rr) minimal sama dengan kuat perlu (Ru).
Kekuatan tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan per satuan luas.
Nilai kuat tekan beton dapat diperoleh dengan pengujian yang menacu pada standar yang
umumnya digunakan yaitu standar ASTM (American Society for Testing and Material).
Kekuatan tarik biasanya ditentukan dengan menggunakan percobaan pembebanan silinder,
dimana silinder yang ukurannya sama dengan benda uji dalam percobaan kuat tekan diletakkan
pada sisinya di atas mesin uji dan beban tekan P dikerjakan secara merata dalam arah diameter
disepanjang benda uji.
Beban mati adalah berat semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala
beban tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut. 

14
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat pemakaian dan penghunian suatu gedung,
termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan/
atau beban akibat air hujan pada atap. 
Beban angin adalah beban yang bekerja pada bangunan atau bagiannya karena adanya selisih
tekanan udara (hembusan angin kencang).
Beban gempa adalah semua beban statistik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau
bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu.

DAFTAR PUSTAKA

http://arafuru.com/sipil/dasar-dasar-perencanaan-struktur-beton-bertulang.html

http://makalahcentre.blogspot.com/2011/01/beton-bertulang.html

http://e-journal.uajy.ac.id/5574/4/3TS13705.pdf

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/kuat%20perlu.pdf

http://lhingshi-shiny.blogspot.com/2012/01/beban-beban-pada-struktur-bangunan.html

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/10232/09.%20BAB%20III.pdf?
sequence=9&isAllowed=y

https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1204105075-3-BAB%20II.pdf

https://steemit.com/engineering/@rahmadi/pengaruh-beban-angin-pada-bangunan-
20171216t0302458z

https://media.neliti.com/media/publications/130866-ID-pengujian-kuat-tarik-lentur-beton-
dengan.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai