Laporan Kasus KET
Laporan Kasus KET
Oleh:
Pembimbing
DESEMBER 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang mengambil topik
“Kehamilan Ektopik Terganggu.” Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah satu
kasus di bidang obstetri dan ginekologi, dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian
yang serius, karena jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan dapat
mengakibatkan efek yang fatal bagi penderitanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran khususnya
Bagian Obstetri dan Ginekologi.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Definisi ............................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ........................................................................................ 8
2.5 Patologi ............................................................................................... 10
2.6 Gambaran Klinis ................................................................................. 10
2.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 15
2.8 Diagnosis ............................................................................................ 23
2.9 Diagnosis Banding .............................................................................. 24
2.10 Penatalaksanaan .................................................................................. 25
2.11 Komplikasi .......................................................................................... 30
2.12 Prognosis ............................................................................................. 31
BAB. 3. LAPORAN KASUS................................................................................... 32
3.1. Identitas ...................................................................................................... 32
3.2. Anamneis ................................................................................................... 32
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 33
3.4. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 34
3.5. Diagnosis Banding...................................................................................... 35
3.6. Diagnosis Kerja .......................................................................................... 35
3.7. Penatalaksanaan ......................................................................................... 35
3.8. Follow Up .................................................................................................. 36
BAB. 4. PEMBAHASAN ......................................................................................... 38
4.1. Diagnosis .................................................................................................... 38
4.2. Diagnosis Banding ..................................................................................... 42
4.3. Penatalaksanaan ......................................................................................... 42
4.4. Komplikasi ................................................................................................. 43
4.5. Prognosis .................................................................................................... 43
BAB. 5. RINGKASAN ............................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 45
DAFTAR GAMBAR
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis
tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan
Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut
abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan
perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii,
ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal
(kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk
dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik
terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan
tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe
kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka
kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat
meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di
Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan.
Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan
dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153
diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian
besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana
wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan
ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31
Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30
tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang
berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang
tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Berdasarkan
Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk melaporkan
wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik adalah
wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar
diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-
ganti pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat
koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi
sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau
salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas
ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot
menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan
progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya
aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya
peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya kontrol
hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan insiden
kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksi
ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus
terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang
mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %
untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote
Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4
Gambar.3 Kehamilan Ektopik
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan
namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat
dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.1
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula
menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang
disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-
lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif.1
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb
disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan
volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb
yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan
didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut.
Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa
penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda
perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi
pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya
infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar
yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes
yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil
konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana
mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling
sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang
berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan
kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya
hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai
normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan
mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan
nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan
suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG
harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat
diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa
kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan produksi beta-hCG ini
bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat subjektif kearah
kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini akan
menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes tersebut secara
keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 %
wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga
mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time,
serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 %
kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga
kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya
ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta
massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah
satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8
Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan
endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi
terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik
tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac
sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu
setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur
kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari
atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus
pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat
dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan
mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar
dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas
kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole,
yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya
aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang
tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal
kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin.6,8
Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan Gambar 6b. Garis merah - bagian luar uterus,
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba hijau - uterus, kuning - kehamilan ektopik.
Cairan dalam uterus yang dilingkari warna
biru disebut dengan “pseudosac"
Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya
seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang
gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat
dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab,
nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan
dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang
sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol
oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada
kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat
sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak
dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan
dinding perut ditutup.
GS (-) / GS (+)
GS (-) / GS (+)
PPT (-)
PPT (-) Extra Uteri
Extra Uteri
GS (-) /
GS (-) /
PPT (+)
PPT (+)
Laparotomi/Proof
Bukan KE Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi
Laparotomi
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa.
MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang
mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi
untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa
tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami
gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel
fetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang
paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan
jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6
minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG
tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995).
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai
dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan
pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin
prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4
dan 7
Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari
pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan
hitung sebagai hari pertama.
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam,
atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping
yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1
%). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga
menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat
induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari.
Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4
hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari.
Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata,
yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109
hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa
1,4,5,6,8,10
syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus . Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani
terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat
pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping
berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan
hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,
tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan
memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15
mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan
anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan
ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus
dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS
Nama : Nyoman Ratni
Umur : 25 tahun
Alamat : Br. Dinas Benben Sambirenteng Tejakula Buleleng
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Swasta
MRS : 4 Agutus 2012 pukul 13.40
3.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut.
Pasien rujukan dari klinik Puri Asih dengan keluhan nyeri perut sejak 2 hari yang
lalu memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah,
mendadak, dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk
rumah sakit. Nyeri tidak menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan
mengakibatkan os tidak dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah
dirasakan sebelumnya oleh os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat
kemaluannya sejak pagi hari (4 agustus 2012), sedikit-sedikit, berwarna
kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh merasa sangat lemas
sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Kepala
dirasakan sedikit pusing dan pandangan kadang-kadang berkunang-kunang.
Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os sejak
awal kehamilannya, keluhan ini terutama dirasakan di pagi hari. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
HPHT : 20 – 6 – 2012
TP : 27– 3 – 2013
Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama : 5 hari
ANC : Bidan, USG (-)
PPT (+) : 30 – 7 - 2012
Riwayat kehamilan : 1. ini
Riwayat kontrasepsi : -
Riwayat pernikahan : 1 kali, selama 2 tahun
Riwayat penyakit sebelumnya :
Hipertensi sebelumnya (-)
Diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Asma (-)
Riwayat keputihan (-)
Riwayat operasi :-
Ultrasonografi (USG):
GS intrauterin (-)
Tanda cairan bebas (+) di cavum abdomen
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu
3.7. PENATALAKSANAAN
Terapi. : MRS
Infus RL 28 tetes/menit
Laparatomi cito
Cefotaxim 2 g IV
Persiapan darah
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
KIE : Os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa,
tentang rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko
dari tindakan yang akan dilakukan.
4.1. DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan temuan-temuan klinis yang dijumpai pada
pasien yang mendukung diagnosa KET pada pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+) dengan
- Amenorea HPHT (20-6-2012)
- Nyeri perut - Nyeri perut mendadak di seluruh
- Perdarahan pervaginam perut bawah yang berat dan terus
2. Tanda-tanda hamil muda menerus.
- Mual-muntah - Flek-flek berwarna kecoklatan
- Rasa tegang pada payudara pagi hari sebelum MRS.
- Mual-mual ringan terutama di
pagi hari sejak mulai merasa telat haid.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok: - Dijumpai tanda-tanda syok,
- Tekanan darah menurun keadaan umum pasien lemah dengan
(sistolik < 90 mmHg) tensi menurun (90/60), nadi cepat dan
- Nadi cepat dan lemah (> 110 lemah (112x/mnt), dengan respirasi
kali permenit) masih dalam batas normal. Tampak
- Pucat, berkeringat dingin, kulit pucat, berkeringat dingin, kulit yang
yang lembab lembab.
- Nafas cepat (> 30 kali - Status Ginekologi:
permenit) Abdomen: Fut ttb, distensi (+), BU (+) N,
- Cemas, kesadaran berkurang nyeri (+)
atau tidak sadar. Defance musculare (+)
2. Gejala akut abdomen Tanda cairan bebas (+)
- Nyeri tekan Shifting dullness (+)
- Defance musculare Nyeri tekan (+)
3. Pemeriksaan ginekologi Vagina :
- Servik teraba lunak, (Insp) : Flx (+), fl (-), P (-), livide
- Nyeri goyang, (+)
- Korpus uteri normal atau (VT) : Po: Flx (+), fl (-), P (-),
sedikit membesar, nyeri goyang (+)
- Kavum Douglas menonjol oleh CU: AF
karena terisi darah. b/c > N
AP: massa
-/-, nyeri +/+
CD:
menonjol, nyeri +
Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi semua
kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat
pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur kehamilan antara 6 –
10 minggu.1,3 Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat
menembus endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Proses ini
selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari tuba yang
menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang mendadak dan
berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat darah yang mengalir
deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi adalah abortus tuba, nyeri yang timbul
tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
ke seluruh perut bawah. Dari kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur
tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik.
Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal dari uterus. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan. Perdarahan
uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap endometrium sudah tidak memadai lagi,
dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan
hormon hCG akan terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang
bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada awal kehamilan
dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG serum. Akan tetapi masing-masing wanita hamil
memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua wanita hamil akan mengalami mual muntah
meskipun kadar ß-hCG serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi peningkatan
kadar ß-hCG, mual-muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas, sebagai
penghasil ß-hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita dengan
kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan kehamilan
normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah yang ditandai dengan tensi
turun, nadi cepat, lemah dan respirasi yang masih dalam batas normal. Hal ini merupakan
tanda bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang masif, komplikasi yang paling sering
terjadi pada pasien dengan KET yakni terjadi syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan
kondisi pasien dan juga untuk diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang
tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak teraba, hal ini
sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada kehamilan ektopik, uterus juga
membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama,
dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati
ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih
dalam keadaan hidup. Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya distensi, defance musculare,
nyeri tekan, dan tanda cairan bebas (shifting dullness +) dalam kavum abdomen. Berdasarkan
hasil ini dapat disimpulkan telah terjadi akumulasi cairan (dalam hal ini darah) di dalam
kavum abdomen dalam jumlah yang cukup banyak yang kemungkinan berasal dari
perdarahan akibat ruptur tuba yang masuk ke dalam rongga peritoneum.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam keadaan
hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan parametrium,
serta perabaan cavum Douglass yang menonjol dan terasa nyeri , dijumpai pada lebih dari
tiga perempat kasus kehamilan ektopik tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri
goyang pada porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum.
Tidak terdapat massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah terdapat
ruptur dari tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum Doglas
dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam rongga pelvis,
dimana cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba.
Dari pemeriksaan laboratorium, meskipun hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) saat pasien
baru datang tidak dilakukan, Namun pada pemeriksaan Hb post op didapatkan 4,9. Dari
penurunan kadar Hb ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh
pasien. Pada awal pemeriksaan kadar Hb tidak terlalu turun karena penurunan Hb yang
terjadi akibat diencerkannya darah oleh air dan jaringan untuk mempetahankan volume darah
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Hasil penghitungan leukosit menunjukkan
terjadinya peningkatan kadar leukosit. Perdarahan yang banyak juga menimbulkan naiknya
leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit biasanya normal atau
sedikit meningkat ini berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvik
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG yang menunjukkan
tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, dan adanya cairan bebas dalam kavum abdomen
semakin menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam keadaan hamil ektopik yang terganggu
(KET).
Khusus mengenai perbedaan hamil ektopik dengan hamil intrauterin, dapat dilihat pada tabel berikut:
Jenis
Klinis Ultrasonografi Biomarker
Kehamilan
Ektopik - Nyeri perut berat, - GS intrauterin (-) - ß-hCG > 1500
mendadak/perlahan,lahan - Tanda cairan mIU/mL
- Perdarahan pervaginam bebas (+) - Progesteron < 5
sedikit-sedikit, berwarna - Massa abnormal ng/mL
kecoklatan di daerah pelvis
- Mual-muntah <<<
Intrauterin - Nyeri perut (-)/ringan dan - GS intrauterin (+) - ß-hCG > 6000
sementara - Endometrial line mIU/mL
- Perdarahan pervaginam, (+) - Progesteron > 25
lebih banyak, warna lebih - Tanda cairan ng/mL
merah bebas (-)
- Mual-muntah >>>
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah kuldosintesis dengan hasil (+) diaspirasi
darah berwarna kehitaman.
4.3. PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan tindakan perbaikan keadaan umum dengan mengatasi kondisi pre syok.
Pada pasien diberikan infus RL 28 tetes/menit sampai kondisi syok teratasi, dengan terus
dilakukannya monitoring tanda-tanda vital. Kemudian seharusnya dilakukan cek Hb serial
setiap 2 jam untuk memantau apakah terdapat penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka
dilakukan tranfusi PRC. Namun karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan
dari keluarga dilakukan tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi
oleh karena ruptur tuba. Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik
sekaligus terapeutik. Saat abdomen dibuka terdapat darah kurang lebih sebanyak 2500 cc, hal
ini membuktikan adanya perdarahan yang terkumpul di rongga abdomen. Setelah ditelusuri
didapatkan ruptur tuba pars ismika kanan. Setelah tuba diklem, dilakukan salfingektomi
sinistra.
Setelah mendapatkan perawatan selama 4 hari kondisi pasien membaik dan pasien diijinkan
untuk pulang.
4.4. KOMPLIKASI
Pada pasien ini ditemukan komplikasi berupa syok yang reversibel. Komplikasi berupa
perlengketan dengan usus tidak terjadi.
4.5. PROGNOSIS
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung dengan baik.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuba kanan, dan didapatkan hasil post
salpingektomi dekstra. Berdasarkan literatur yang ada, hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, apabila tuba yang lain masih
berfungsi normal. Namun pada pasien ini karena sudah pernah mengalami kehamilan ektopik
terganggu pada tuba dekstra sebelumnya, kemungkinan untuk hamil lagi tidak ada, sehingga
prognosis pasien adalah dubius ad malam.
BAB 5
RINGKASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan,
berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini
dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan
kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal
dan penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya
dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti
infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah,
kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai
dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus.
Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral
untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
DAFTAR PUSTAKA