Anda di halaman 1dari 7

BERITA HOAX DAN CARA MENGHINDARINYA

ESAI TUGAS MATA KULIAH KEBUDAYAAN INDONESIA

Disusun oleh:

Dianisya Khasanah

(1706062404)

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
Berita Hoax dan Cara Menghindariya

Dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini tentunya sangat
mempermudah masyarakat dalam mengetahui segala kabar berita tentang kejadian apapun yang
terjadi di Indoneisa diamapun mereka berada. Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi
ini dimanfaatkan oleh tangan-tangan jahil para oknum penyebar berita bohong atau hoax untuk
menyebarkan berita-berita yang tidak benar atau dibuat-buat untuk menjatuhkan seseorang atau
suatu instansi tertentu. Pada tahun 2018, Direktur Informasi dan Komunikasi Badan Intelijen
Negara (BIN) mengatakan bahwa 60% dari konten sosial media di Indonesia berisikan berita
hoax. Maraknya fenomena penyebaran berita hoax membuat pemerintah gencar dalam
melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai berita hoax demi terhindarnya masyarakat
dari pengaruh berita hoax.

Maraknya penyebaran berita hoax di kalangan masyarakat yang didukung oleh


kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sehingga masyarakat sangat dimudahkan
dalam bertukar informasi kepada satu sama lain ini telah menimbulkan banyak keresahan di
dalam masyarakat. Meskipun telah banyak diadakan sosialisasi tentang berita hoax dan cara
untuk menghindarinya, namun tetap saja masih banyak masyarakat Indonesia yang dengan
mudah termakan oleh berbagai berita hoax.

Secara bahasa hoax (synonyms: practical joke, joke, jest, prank, trick) adalah lelucon,
cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi, menipu, mempermainkan, memperdaya, dan
memperdayakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks atau hoax adalah
berita bohong atau berita tidak bersumber.

Seperti yang dilansir dalam Viva.co.id, 28 Maret 2019, Dari segi etimologinya, jejak kata
hoax muncul pada abad ke-18. Oxford English Dictionary pertama kali mengutip kata hoax
sebagai kata kerja pada 1796, yang tertuang dalam kamus Grose’s Classical Dictionary of the
Vulgar Tongue: “Hoaxing, bantering, ridiculing. Hoaxing a quiz; joking an odd fellow.
University wit,”. Satu dekade kemudian, hoax sebagai kata benda muncul. Sejak itu, kata hoax
dikonotasikan sebagai penipuan atau tipuan yang dilakukan dengan sengaja. Kata hoax, bukan
merupakan kata yang asli. Kata tersebut, menurut banyak etimolog berasal dari kata hocus pocus
yang diringkas menjadi hocus saja. Etimolog menduga, hoax berkembang dari kata hocus yang
pada abad ke-17, merupakan kata benda dan kata kerja. Hocus pocus jangan dikira lekat dengan
tokoh politik atau penguasa saat itu. Jauh dari perkiraan, hocus pocus merupakan sebutan untuk
trik atau tipuan yang kerap dipertunjukkan oleh pesulap atau juggler. Pada abad ke-17, kata
hocus dalam konteks kriminal berarti 'membius' seseorang dengan menggunakan minuman keras.
Dengan keterampilan tangan dan mengolah benda yang cekatan, pesulap kala itu sukses menipu
penonton dengan triknya. Makanya ,tak heran pada 1620-an, pesulap kala itu kerap merupakan
nama panggilan hocus. Dalam catatan di buku More Word Histories and Mysteries: From
Aardvark to Zombie, filolog Inggris Robert Nares menuliskan, kata hocus pocus telah muncul
pada akhir 1600-an yang merupakan semacam mantra yang dirapalkan oleh penyihir atau
pesulap pada zaman Raja James dari Inggris. Menurut Oxford English Dictionary, pesulap kala
itu beraksi di dalam forum pengadilan Raja James. Mantra itu tercatat dalam catatan A candle in
the dark, or a treatise on the nature of witches and witchcraft (1656), yang ditulis fisikawan asal
Inggris, Thomas Ady. Dalam merapalkan mantra, Thomas Ady menuliskan, pesulap atau
penyihir itu menyebutkan frasa, 'hocus pocus, tontus talontus, vade celeriter jubeo'. Belakangan,
mantra tersebut masih dirapalkan oleh pesulap, namun dengan frasa yang berbeda yakni 'hax pax
max deus adimax’. Frasa mantra itu diduga merupakan tiruan atau ejekan dari frasa yang
digunakan pendeta Gereja Roma, saat melakukan ritual transubstansiasi. Dalam ritual tersebut,
pendeta Gereja Roma mengucapkan doa dalam bahasa latin, yakni 'hoc est corpus'.

Rahadi (2017) menjelskan tentang jenis-jenis informasi hoax, yaitu meliputi: Fake news
(Berita bohong): Berita yang berusaha menggantikan berita yang asli. Berita ini bertujuan untuk
memalsukan atau memasukkan ketidakbenaran dalam suatu berita. Penulis berita bohong
biasanya menambahkan hal-hal yang tidak benar dan teori persengkokolan, makin aneh, makin
baik. Berita bohong bukanlah komentar humor terhadap suatu berita; Clickbait (Tautan jebakan):
Tautan yang diletakkan secara stategis di dalam suatu situs dengan tujuan untuk menarik orang
masuk ke situs lainnya. Konten di dalam tautan ini sesuai fakta namun judulnya dibuat
berlebihan atau dipasang gambar yang menarik untuk memancing pembaca; Confirmation bias
(Bias konfirmasi): Kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik
bukti dari kepercayaan yang sudah ada; Misinformation (Informasi yang salah atau tidak akurat),
terutama yang ditujukan untuk menipu; Satire (Sebuah tulisan yang menggunakan humor, ironi,
hal yang dibesar-besarkan untuk mengkomentari kejadian yang sedang hangat). Berita satir dapat
dijumpai di pertunjukan televisi seperti “Saturday Night Live‖” dan “This Hour has 22 Minutes”;
Post-truth (Pasca-kebenaran): Kejadian di mana emosi lebih berperan daripada fakta untuk
membentuk opini publik; Propaganda: Aktifitas menyebar luaskan informasi, fakta, argument,
gosip, setengah-kebenaran, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.

Terdapat banyak sekali alasan kenapa orang menyebarkan berita hoax. Alasan pertama
yaitu karena berita tersebut berasal dari orang yang sangat dipercayai oleh si penyebar berita
hoax. Alasan kedua yaitu karena para penyebar berita hoax tersebut merasa jika berita hoax yang
akan disebarnya bermaanfaat sehingga membuat mereka ingin membagikan berita tersebut.
Namun alasan terbesar kenapa banyak sekali berita hoax saat ini adalah karena kurangnya
tanggung jawab dalam bermedia sosial.

Menurut artikel yang dipublikasikan oleh Republika.co.id, 11 Apr 2017. hoax ini
menurutnya akan memberikan dampak negative bagi siapa saja. Kontennya biasanya berisi hal
negative, yang bersifat hasut dan fitnah. Hoax akan menyasar emosi masyarakat, dan
menimbulkan opini negative sehingga terjadi disintergratif bangsa. Hoax juga memberikan
provokasi dan agitasi negative, yaitu menyulut kebencian, kemarahan, hasutan kepada orang
banyak (untuk mengadakan huru-hara, pemberontakan, dan sebagainya), biasanya dilakukan oleh
tokoh atau aktivitis partai politik, pidato yang berapi-api untuk mempengaruhi massa. Hoax juga
merupakan propaganda negative, dimana sebuah upaya yang disengaja dan sistematis untuk
membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung
perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.

Dalam artikel yang ditulis oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia dijelaskan bagaimana cara menghindari berita hoax, Kominfo menuliskan, seperti
yang terlansir pada halaman kompas.com, Minggu (8/1/2016), Ketua Masyarakat Indonesia Anti
Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam
mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:

1. Hati-hati dengan judul provokatif


Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya
dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinya pun bisa diambil dari
berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang
dikehendaki sang pembuat hoax. Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga
judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs
online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan
demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang
lebih berimbang.
2. Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah
alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi
sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya
bisa dibilang meragukan. Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar
43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut,
yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat
setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet
yang mesti diwaspadai.
3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari institusi resmi
seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal
dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber
berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang
utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat
berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian
dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga
memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4. Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang bisa
dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya
pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk
mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni
dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil
pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga
bisa dibandingkan.
5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum
Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster,
Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.

Berdasarkan pemaparan di atas dpat disimpulkan bahwa meskipun telah banyak dilakukanya
sosialisasi mengenai berita hoax, namun tetap saja masyarakat Indonesia masih sangat rentan
terkena pengaruh dari berita hoax yang beredar di media-media elektronik. Oleh karena itu,
sangat diperlukannya pemberian edukasi lebih mengenai berita hoax kepada masyarakat.
Pemberantasan berita-berita hoax juga harus gencar dilakukan oleh pemerintah untuk
meminimalisir jumlah berita hoax yang sudah terlanjur tersebar di media elektronik. Tentunya
juga peran masyarakat sendiri sangat penting dalam hal pencegahan berita hoax ini, dimana
masyarakat diharpkan agar lebih bijak sana dalam bermedia sosial dan agar tidak menelan
mentah-mentah segala informasi yang telah didapatkannya. Dan apabila masyarakat menemukan
berita hoax atau berita yang dicurigai merupakan berita hoax, maka diharapkan agar berita
tersebt segera dilaporkan ke Kominfo atau pihak berwenang lainnya untuk ditindak lanjuti.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/3867707/hoax-adalah-ciri-ciri-dan-cara-
mengatasinya-di-dunia-maya-dengan-mudah
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-hoax-dan-ciri-cirinya-41
https://www.viva.co.id/digital/teknopedia/1134394-asal-usul-hoax
https://news.detik.com/berita/d-4257442/polri-beberkan-penyebab-hoax-bisa-tersebar-luas-di-
masyarakat
https://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/oo7uxj359-begini-dampak-berita-
hoax
https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-
maya/0/sorotan_media

Mustika, Rieka. 2018. “Etika Berkomunikasi di Media Online dalam Menangkal Hoax”. 1(2): 43-50.

Anda mungkin juga menyukai