Anda di halaman 1dari 14

MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI

MBTI ‘J’
Demara Bijak Kurniawan- 113400358
Dwiki Prima Prasetya – 113400359
Khadijah Khairani - 113400370
MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI
A. KONSEP DAN TUJUAN NIKAH
1. Konsep Nikah
Kehidupan manusia tidak akan lengkap tanpa adanya keluarga, keluarga itu
merupakan bagian trkecil dari kelompok masyarakat namun sangat berperan
penting bagi kehidupan.
Pernikahan yang sah akan membentuk keluarga yang kokoh, keluarga dapat
menjadi kokoh apabila dipupuki oleh rasa cinta dan kasih sayang. Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran:
"Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An-Nisaa' : 21].

2. Tujuan Nikah
a) Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah
manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan
aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor
menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah
menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

b) Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur


Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di
antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor
dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia
yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya". [Hadits Shahih Riwayat Ahmad,
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi].
c) Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya
Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat berikut :
"Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang bail. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim". [Al-Baqarah : 229].
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari'at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduany sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah
lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk
kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui ". [Al-
Baqarah : 230]
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari'at islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu setiap
muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka
ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan
yang ideal, yaitu: Harus Kafa'ah dan Shalihah.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang
bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar
dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
B. PRA NIKAH, PELAKSANAAN NIKAH, DAN PASCA NIKAH
1. Pra Nikah
a) Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting
seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta
pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya.
Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang
akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan
dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh
seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya
yang baik agamanya.

b) Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon
isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi
kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar
diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat
istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja,
akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang
untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini
untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan
hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan
suatu pilihan.

c) Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita
pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus
menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk
menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk
menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana
memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang
menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena
suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih
mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-
lain).
Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan
seseorang meminang pinangan saudaranya.
Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu
alaihiwasallam bersabda:
"Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak
halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya,
sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi
seorang laki-laki untuk meminangnya.
d) Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk
melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar
untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak
benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan
pasangan hidupnya. Dari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah
shallallahu alaihiwasallam: "Apabila salah seorang di antara kalian
meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat
kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya." Jabir berkata:
"Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk
bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku
menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di
dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah
melihat pinangan ini di antaranya adalah dilarang berkhalwat dengan laki-
laki peminang tanpa disertai mahram dan wanita yang dipinang tidak
boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.

2. Pelaksanaan Nikah
a) Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus
dipenuhi: Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.

b) Adanya ijab qabul


Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul
artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan
sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan
menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah
seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan
kepada calon suami anak perempuannya/perempuan yang di bawah
perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil
perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan
menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah
hadits bahwa: Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada
Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata:
"Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk
menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai
Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat
padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku
kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR.
Bukhari dan Muslim). Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan
kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl
menerimanya.
c) Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak
menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan
batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua
belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai
mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam
memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu
Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

d) Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali
yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah
kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau
seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-
kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.

e) Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah saw bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang
wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari
Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no.
7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad
nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah
atau khuthbatul-hajat.

f) Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah
shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR.
Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu
Dawud no. 1854).
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian
diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan
atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu
berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari
9/198, Muslim4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu
Umar).
3. Pasca Nikah
Setelah prosesi pernikahan, pasangan baru yang biasa disebut
pengantin baru, akan selalu mendapatkan perasaan yang penuh suka cita.
Mungkin, masa inilah puncak keindahan dan dambaan setiap insan, baik laki-
laki maupun wanita. Di balik rasa kegembiraan ini, tidak sedikit keluhan yang
dialami pasangan baru. Selain harus beradaptasi dalam hal kepribadian
masing-masing, masalah kesehatan hampir selalu terjadi pada awal
kehidupan barunya. Secara fisik, keluhan sering terjadi pada pihak wanita.
Penyakit yang tiba-tiba datang pada saat pengantin baru ini, yaitu
gastritis akut. Dikenal dengan penyakit maag. Hal ini disebabkan istri sering
terlambat makan, lantaran selalu menunggu sang suami tercinta datang dari
mencari nafkah untuk bisa makan berdua. Untuk mencegah datangnya
penyakit maag ini, sebaiknya makan tepat waktu, atau saat perut sudah
merasa lapar. Kalau menghendaki makan bersama suami, makanlah dengan
porsi sedikit lebih dahulu, atau makan camilan untuk mengusir rasa lapar
tersebut, kemudian bisa diulangi lagi pada saat suami datang. 
Selain pihak istri, sang suami pun setelah menikah terkadang
mengalami kecemasan berlebihan. Ini biasa terjadi pada mereka yang
mengalami ejakulatio dini (keluar mani lebih awal). Hal ini tidaklah perlu
dikhawatirkan, karena kondisi tersebut masih dalam keadaan normal sebagai
pengantin baru.

a) Menghadapi Kehamilan
Seorang wanita yang sudah bertekad untuk menikah, jauh-jauh
sebelumnya harus mempunyai wacana bahwa pasca menikah akan ada
hasil cinta kasih bersama suami, yaitu kehamilan yang merupakan takdir
dan kehendak Ilahi. Dengan siap untuk hamil, maka secara psikis,
kehamilan bisa dihadapi dengan hati ikhlas dan ketenangan.
Kehamilan pertama akan selalu dinanti dan diharapkan oleh setiap
pasangan baru. Namun demikian penantian dan harapan janganlah
disikapi terlalu berlebihan. Berserah diri kepada sang Pencipta itu lebih
baik dalam mengharap kehamilan pertama ini, karena berkaitan juga
dengan masalah takdir Allah Azza wa Jalla, dengan tetap selalu melakukan
ikhtiar. Sehingga pasangan yang belum diberi karunia anak tidak akan
merasa cemas yang berlebihan (anxietas). Kecemasan ini, secara psikis
bisa menjadi pemicu terjadinya konflik hubungan suami-istri.
Setelah dinyatakan istri hamil, maka kegembiraan akan terpancar dari
pasangan baru ini, dan akan disambut juga oleh keluarga serta kerabat
lainnya. Masa hamil muda atau masa mengidam akan dilaluinya, biasa
berlangsung sampai 4 bulan. Namun tak semua wanita hamil muda
mengalami masa ini. Mual dan muntah biasa mengiringi ibu hamil muda.
Terkadang sampai berlebihan (hiperemesis gravidarum), sehingga istri
mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi, yang bisa berakibat lebih
buruk terhadap kesehatan dan perkembangan bayinya. Hadapilah masa
ini dengan banyak istirahat. Atasi mual muntah dengan obat-obat anti
mual atas resep dokter. Jangan minum sembarang obat anti mual.
Usahakan agar selalu minum untuk mencegah dehidrasi dan lemas di
tubuh. Dianjurkan menkonsumsi multivitamin, supaya tubuh tidak terlalu
lemas. Bila istri mengidam, sangat dibutuhkan kesabaran suami, dan
bersikap bijaksana, misalnya dengan memberikan makanan atau
minuman yang disukai istri. Namun demikian, si istri pun harus bijaksana
dan mengerti, untuk tidak selalu merepotkan dan menyibukkan suami
gara-gara mengidam ini; sehingga pekerjaan utama mencari nafkah
terabaikan, terlebih lagi dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Pada masa mengidam, sebaiknya mengurangi frekuwensi senggama
untuk menghindari bertambah lemahnya kondisi istri. Tetapi, jika
memungkinkan bisa dilakukan dengan hati-hati.
Saat kehamilan ini, perlu perhatikan beberapa penyakit yang kadang-
kadang singgah. Di antaranya batuk-batuk, sakit kepala, gatal-gatal di
kulit, selesma, gangguan kencing, nyeri pinggang bawah serta tulang
belakang, nyeri perut bagian bawah dan lain-lain. Penyakit ini hanya
ringan, kadang hilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia
kehamilan. Namun, apabila penyakit tersebut memperburuk kondisi,
sebaiknya berkonsultasi ke bidan atau dokter.
Semakin tua masa kehamilan, kondisi fisik istri akan kembali pulih.
Sebaiknya periksa kehamilan secara teratur untuk mengetahui kondisi ibu
dan janin dalam keadaan baik dan sehat. Juga perlu diperhatikan, bahwa
berjima’ pada saat sang istri hamil besar dan menjelang saat melahirkan,
akan kurang baik bagi kondisi ibu. Seperti halnya hamil muda, bila
terpaksa berjima’, maka harus dilakukan dengan hati-hati, dan sang istri
tetap tidak dalam keadaan keletihan.

b) Menyambut Kehadiran Si Buah Hati


Sebelum si buah hati hadir di hadapan ayah dan ibunya, sudah tentu
istri harus menjalani proses persalinan. Hadapilah persalinan ini dengan
tawakal dan ridha kepada Allah. Rasa sakit saat melahirkan dan ikhlas
menerimanya, harus sudah dicamkan jauh-jauh sebelumnya, sehingga
secara mental istri sudah siap menjalaninya.
Tidaklah sedikit kaum ibu, setelah melahirkan kadang mengalami
kebingungan atau mengalami depresi sesaat. Hal ini disebabkan proses
persalinan yang menimbulkan stres dan kelelahan berkepanjangan.
Apalagi kelelahan ini berlanjut, karena harus merawat si kecil atau karena
menyusui.
Kadang-kadang, bayi yang baru lahir membuat sang ibu bertambah
lelah, karena kelakuan bayi. Misalnya sering menangis atau rewel,
sehingga kesempatan untuk beristirahat tidak ada sama sekali. Bayi rewel
atau sering menangis, ada beberapa kemungkinan penyebabnya. Di
antaranya, karena kencing atau pipis, buang kotoran dan ingin segera
diganti popoknya, air susu yang belum lancar, kondisi tali pusat bayi
karena infeksi, atau ada gigitan serangga dan lain-lain.
Bantuan dan dukungan suami sangat penting untuk memulihkan
kondisi fisik dan mental istri. Misalnya, secara bergantian menjaga sang
bayi. Kita contoh teladan Nabi Muhammad n yang suka membantu
istrinya.
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : “Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam suka membantu pekerjaan istrinya. Dan jika
tiba waktu shalat, beliau keluar untuk menjalankan shalat". [HR Bukhari,
6039].
Banyak dari kaum istri mendapati sebuah kebahagiaan, kesenangan
dan ketenangan dalam menjalankan pekerjaan-pekerjaan rumah
tangganya, manakala ia ditemani dan dibantu oleh sang suami tercinta.
Namun demikian, istri juga harus pintar merawat dan mengasuh anak,
serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya, sehingga tidak sering
meminta bantuan suami, karena tugas suami yang utama adalah mencari
nafkah untuk istri dan anak-anaknya.
Seorang ibu sebaiknya selalu penyabar dan penyayang terhadap
keluarganya, karena Allah k bersama orang-orang yang sabar. Dan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kepada para wanita
untuk selalu menyayangi anak-anaknya.
Sangat dianjurkan, apabila ibu terlalu letih pasca melahirkan, untuk
segera mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi tinggi. Bila
perlu, minumlah multivitamin atau suplemen makanan ataupun
minuman. Usahakan untuk bisa beristirahat, meskipun hanya sebentar.
Dibolehkan juga meminta bantuan orang lain (khadimah) ataupun
keluarga untuk mengurangi kerepotan keluarga.

C. KEPEMIMPINAN RUMAH TANGGA RASULULLAH SAW


Kebiasaan rasul pada waktu pagi adalah mengunjungi istri-istrinya untuk
memberikan petuah dan menanamkan ajaran agama. Sedangkan waktu untuk
mengobrol atau bercumbu, beliau biasa melakukannya pada malam hari. Kalau
sedang berada di rumah, beliau sering membantu istrinya. Tentang sifatnya di
rumah, ‘Aisyah mengomentari: “ Beliau tidak pernah memukul siapa pun, baik itu
istri-istrinya maupun pembantunya”. Ketika diajukan pertanyaan apa saja yang
dilakukannya di rumah, ‘Aisyah menjelaskan: “ Beliau selalu siap membantu
istrinya. Jika tiba waktu shalat, beliau langsung beranjak untuk menunaikan shalat
tersebut. Rasul sering menjahit sendiri pakaiannya yang sobek atau sandalnya,
mengisi ember, memeras susu kambing, dan melayani dirinya sendiri bila mau
makan. Pekerjaan sampingan tersebut dilakukannya pada waktu-waktu tertentu,
terkadang dikerjakannya sendiri atau bersama istrinya, meskipun dia punya
pembantu.” Selain itu, Rasulullah juga ternyata sering bercanda dengan istrinya,
terutama dengan ‘Aisyah.
Adapun mengenai keadilan terhadap istri-istrinya, hal itu tampak sekali
dalam beberapa kejadian. Misalnya, apabila rasul akan bepergian (yang tidak
mungkin dilakukan dengan semua istri-istrinya), beliau mengundi mereka. Tak
pernah sekalipun beliau menentukan langsung atau memilih salah seorang diantara
mereka. Keadilan rasul juga tampak dalam hal menggilir istri-istri. Riwayat yang
bersumber dari ‘Aisyah menyebutkan bahwa beliau tidak pernah megistimewakan
sebagian mereka dalam hal giliran. Selain itu, beliau juga selalu adil dalam
pemberian nafkah dan membagi cinta kasihnya pada para istri. Rasulullah memang
merupakan profil seorang suami dengan sifat-sifatnya yang utama, penuh
keteladanan, berwibawa, dan sangat santun.
Tetapi itu bukan berarti dalam rumah tangga nabi sama sekali tidak pernah
terjadi konflik. Rumah tangga nabi, sebagaimana rumah tangga yang lain, sering
diwarnai gejolak konflik, seperti kemarahan salah satu pihak atau kecemburuan.
Abu Dawud dan An-Nasa’I meriwayatkan bahwasanya ‘Aisyah becerita: “Aku belum
pernah menemukan orang yang pandai memasak ( untuk nabi, dan disuruhnya
seseorang untuk mengantarkannya pada beliau ) kecuali Shafiah, padahal nabi
sedang gilirannya di rumahku. Darahku naik bagaikan memenuhi rongga dadaku
sampai terasa sesak dan tubuhku gemetar. Akibat perasaan cemburu yang tak
terkendalikan itu, maka segera kubanting mangkoknya yang berisi makanan itu.”
Menanggapi kecemburuan ‘Aisyah itu, nabi dengan sangat bijak hanya berkata
dengan tenang: “Piring harus diganti piring, makanan harus diganti makanan”.
‘Aisyah memang sangat pencemburu, terutama dengan Khadijah yang selalu
disanjung nabi. ‘Aisyah bercerita: “Pernah suatu kali nabi menjanjung Khadijah di
depanku. Maka meledaklah lahar cemburu dalam hatiku. Lalu aku mengatakan
kepadanya: Bukankah dia hanya seorang perempuan tua bangka tak bergairah ?
Kelebihan apakah yang dimiliki perempuan itu ? Padahal Allah telah meberikan
gantinya untukmu yang lebih dalam segala-galanya dibanding dia ? Mendengar
ucapanku, Rasul marah tak terkira, sampai anak rambut di bagian dahinya
meremang lantaran kemarahan yang luar biasa itu. Kemudian beliau berkata:
Tidak !! Demi Allah tidak ! Allah tidak pernah menggantikannya dengan seorang
perempuan lain yang lebih baik dari Khadijah. (Tahukah kau) dia beriman kepadaku
tatkala orang lain menentang risalahku. ( HR. Ibnu Atsir). Sebagaimana
diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, konflik yang sangat besar terjadi
ketika para istri nabi mengelompokkan diri menjadi dua kubu yang salaing
bermusuhan satu sama lain.
Kelompok pertama ialah ‘Aisyah beserta sekutnya, yaitu Hafsah, Shafiyah,
dan Saudah. Sedangkan kelompok yang kedua dipimpin oleh Ummu Salamah
dengan para anggota: Zainab, Ummu Habibah, dan Juwairiyah. Dua kelompok ini
timbul karena api cemburu dan berbagai latar belakang lainnya. Terhadap hal ini,
nabi pun menyikapinya dengan sangat bijak dan sabar hingga akhirnya dua kubu
tersebut dapat diperdamaikan.
Begitulah, dalam membina rumah tangganya, fungsi seorang suami sebagai
pemimpin rumah tangga sangat nyata dipraktekkan oleh rasul. Beliau selalu
mendengar aspirasi para istrinya, tetapi pengambilan keputusan tertinggi dan
kewenangan mengatur rumah tangga tetap ada padanya. Acap kali istri-istri beliau
mempergunakan kebebasan dalam berbicara, sedangkan beliau mendengarkan,
menjawab, dan menyampaikan pendidikan. Sebagai seorang pemimpin rumah
tangga, rasul selalu berusaha membimbing dan mengarahkan seluruh anggota
keluarganya untuk bertakwa kepada Allah. Inilah mengapa rumah tangga rasul,
meskipun sering terjadi konflik intern, tetap utuh dan stabil. Pemandangan ini
sangat kontras perbedaannya dengan apa yang terjadi dewasa ini sebagai akibat
arus feminisme ajaran barat, dimana fungsi kepemimpinan suami sudah tidak ada
lagi dalam rumah tangga.
Akibat hilangnya fungsi kepemimpinan suami itu, maka dalam rumah tangga
tidak ada lagi pihak yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan tertinggi.
Rumah tangga pun menjadi sangat tidak stabil dan konflik yang terjadi seringkali
berakhir perceraian. Bagaimanapun, keluarga adalah sebuah organisasi kecil yang,
mau tidak mau, pasti akan butuh adanya pemimpin. Ini bukan persoalan bias
gender atau tradisi patriarkhi, tetapi kenyataan watak kebutuhan dari sebuah
organisasi bernama keluarga yang tak mungkin bisa kita pungkiri. Oleh karena itu,
sangat tepat sekali ajaran Islam yang mengajarkan dan menetapkan bahwa suami
berfungsi sebagai pemimpin rumah tangga.
Hanya saja, dalam hal menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang suami
harus mampu bersikap bijak dan adil, sebagaimana yang tampak dalam pribadi
rasul. Suami juga tidak boleh menindas istrinya, membuatnya tertekan, apalagi
sampai menyakitinya secara fisik. Apabila kita mampu menerapkan prnsip-prinsip
pembinaan rumah tangga nabi dalam kehidupan rumah tangga modern, maka
maraknya persoalan pertikaian dan perceraian dalam kehidupan berkeluarga akan
dapat teratasi
Abu Ya’la meriwayatkan dari Aisyah RA. Ia pernah berkata
“Aku mendatangi Rasulullah sambil membawa tepung yang sudah kumasak, lalu
aku berkata kepada Saudah, dan beliau berada diantara diriku dan Saudah.
”Makanlah?, namun Saudah enggan. Maka aku berkata lagi “kamu makan atau
harus aku polesi wajahmu dengan tepung ini !, saudah tetap enggan. Tiadk mau
makan ! ? maka kuletakkan tangunku didalam tepung dqan kupolesi wajah saudah
dengannya, Rosulullah tertawa melihat tingkaha kami berdua. Beliau meletakkan
tangannya didalam tepung seraya berkata “ ayo polesi wajah Aisyah !”, sambil
tertawa kepada Saudah.

 KEADILAN ROSULULLAH DALAM NAFKAH LAHIR DAN BATHIN


Rosulullah adalah profil manusia dengan-sifat-sifatnya yang utama,penuh
keteladanan terpuji untuk kemanusiaan dalam hal perlakuan terhadap para istri
sercara bijak dan adil dalam memberikan gilirankepada mereka pada waktu
malam,adil dalampemberian nafkah,cinta kasih serta sikap santundan sabar ketika
menghadapi mereka yang sedang marah atau cemburu. Kondisi apapun yang
dihadapinya ,selalu diterima denganpembawaan tenang dan penuh kasih seraya
menasehati mereka dengan baik. Adapun mengenai sifat keadilanterhadap istrinya,
tampak sekali dalm beberapa kejadian,umpamanya apabila rosul akan bep-
ergian(yang tidak mungkin dilakuakan dengan semua istrinya) beliau mengundi
mereka.tidak pernah beliaumenentukan langsung atau memilih mereka untuk
menemaninya dalam perjalannya.walaupun ada yan g mencalonkan diri secara
loangsung kepada nabi,Belia tetap menoloknya. Tetapi bila musim haji datang maka
Nabi mengajak mereka semua bersama-sama.
Ketika Nabi menderita sakit,dan itulah sakit yang terakhir bagi Nabi,beliau
tetap menggilir para istrinya setiap hari sebagaimana biasanya. Tetapi ketika
semakin parah dan nabi tidak terlalu ingt lagi harus kepada siapa tiba gilirannya
untuk istrinya, maka nabi memutuskan untuk tinggal disalah satu rumah istrinya
dengan cxara meminta ijin terlebih dahulu pada para istri yang akhirnya di ijinkan
yaitu tinggal di rumah Aisyah dan Nabi meninggal dunia disitu pula. Riwayat lain
yang bersumberkan dari Aisyahm menyebutkan bahwa Rosulullah tidak
mengistimewakan sebagian mereka dari sebagian yang lain dalam hal bergilir. Pada
waktu sehat Nabi selalu mengunjungi mereka walaupun tidak keperluan tertentu.
Beliau juga tidak memberikan hak-hak istimewa terhadap Aisyah
dibandingkan dengan istri-istri yang lainnya,baik dari segibelanja maupun
bergilir,walaupun diantara mereka ada perbedaan tingkah
laku,penampilan,kecerdasan dan keturunan. Dalam hal gilir tersebut Rosulullah
berkata “Ya Alloh, hanya inilah kemampuankudalam membasgi secara
adil.janganlah Engkau menganggapku jahat dengan apa yang Engkau miliki,
sedangkan aku tidak memilikinya”.
Sudah menjadi tabiat manusia bahwa keadilan yang dimiliki orang lainpun dapat
menimbulkan iri dan dengki,dengan pengajuan yang lebih banyak dibandingkan
dengan Hak mereka.padahal pada sisi yang lain tindakan kelaliman telah
menyebabkan mereka terdiam,terutama kaum perempuan.
Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah tatkala para istri menuntut nabi
untuk menaikkan taraf pemberian nafkah, yang mana hal itu menyebabkan Nabi
terasa tersiksa dengan sikap mereka. Maka turunlah Wahyu Alloh yang tertuang
dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab :28-29. Artinya “ wahai Nabi beritahukan kepada
istri-istrimu ! jika kamu menginginkan kehidupan dunia dengan segala bentuk
perhiasannya,silakan ! akan aku berikan kepadamu hadiah (mut’ah)tetapi aku akan
menceraikan kamu dengan baik.dan jika kamu mengharapkan Ridho Alloh SWT dan
Rosul-NYA serta kesengan di negrti akhirat, maka sesungguhnya Alloh menyediakan
pahala yang besar bagi siapapun yang berbuat baik diantara kamu”.
Nabi tidak pernah membedakan antara istri-istrinya dalam soal
apapun.namun dalam hal ada orang yang memberi hadiah kepadanya,dan
kebetulan Nabi sedang berada dirumah Aisyah,maka seolah Aisyah lebih
istimewa.kebetulan hal ini diketahui istri yang lain dan dianggap hal ini adalh tidak
adil dalam hak dan kehormatan.padahal pembedaan dan pengurangan hahk-hak ini
terjadi bukan dilakukan Nabi dengan sengaja,melainkan orang yang ingin
memberikan hadiah ini sengaja menunggu sampai Nabi berada dirumah
Aisyah.Namun betgitu Nabi tetap memberikan bagian kepada yang lainsecara
adildan merata.diantara istri-istri beliau terkadang ada juga yang menuntut
bagiaqnnya dengan mengeluarkan perkataan yang kasar,sehingga acap kali Nabi
mendiamkannya dengan cara yang tidak mereka sukai.

 KESIMPULAN
Rumah tangga yang dibina oleh nabi adalah sebuah cermin rumah tangga
yang ideal. Rasulullah sebagai suami selalu bersikap sabar, arif, dan bijaksana kepada
para istrinya. Demikian pula para istri beliau, sebagai istri, mereka sangat setia,
qana’ah, sabar, tawadlu’, dan selalu memenuhu hak-hak suaminya. Kedua pihak,
suami dan istri, bekerjasama dengan sangat solid dalam mengarungi bahtera
kehidupan. Keluarga Rasul dapat hidup secara stabil dan solid karena yang menjadi
pijakan beliau dan para istrinya dalam membina rumah tangga adalah nilai-nilai
Islam. Rasulullah mempunyai istri sebelas orang, dan putra-putri beliau berjumlah
tujuh orang. Meskipun nabi beristri banyak, beliau dapat bersikap adil pada mereka,
baik dalam memberikan perhatian dan kasih sayang, maupun dalam hal meberikan
nafkah lahir dan batin. Tuduhan yang dilontarkan para orientalis bahwa Muhammad
adalah seorang sex maniac, tak pernah puas meski sudah beristri banyak, dan air
liurnya selalu mengalir bila melihat wanita adalah merupakan tuduhan yang bukan
hanya tidak ilmiah, tapi juga sangat tidak bisa diterima oleh akal sehat manapun.
Tuduhan itu gugur dengan sendirinya karena sejarah membuktikan secara jelas
bahwa setiap perkawinan yang dilakukan oleh Rasulullah mempunyai tujuan dan
hikmah sendiri-sendiri, yang kesemuanya itu berpulang pada tujuan untuk
menunjang dakwah Islam yang diemban olehnya, bukan untuk tujuan sex saja.
Dalam rumah tangganya, Nabi adalah seorang pemimpin yang sangat
bertanggung jawab. Sebagai pemimpin rumah tangga, beliau tidak pernah bertindak
semena-mena kepada para istrinya, apalagi sampai yang menjurus ke fisik. Beliau
juga mampu dengan sangat baik menunaikan tugas utama kepemimpinan suami,
yaitu membimbing seluruh anggota keluarganya menuju ketakwaan pada Allah SWT.
Bukti kesuksesannya dalam membina rumah tangga adalah stabilitas rumah tangga
yang beliau bina. Sebagai pemegang keputusan tertinggi rumah tanggnya, Rasulullah
selalu bersikap sangat aspiratif, arif, bijaksana, dan adil. Hal ini tampak misalnya saat
beliau menyelesaikan konflik internal keluarga. Sistem pembinaan rumah tangga
beliau ini sangat baik bila dijadikan contoh bagi pembinaan keluarga-keluarga
modern yang mengalami krisis. Sebab utama dari maraknya family conflict yang
terjadi dalam rumah tangga-rumah tangga modern saat ini adalah karena semakin
jauhnya sistem pembinaan keluarga dari nilai-nilai keislaman.
Padahal, baik tidaknya kehidupan rumah tangga dapat menjadi penentu baik
tidaknya kehidupan masyarakat secara umum. Sehingga solusi yang paling tepat
untuk mengatasi itu semua adalah dengan menerapkan kembali secara utuh prinsip-
prinsip pembinaan rumah tangga menurut Islam sebagaimana yang telah
dipraktekkan oleh Rasulullah.
Pelajaran-pelajaran (‘ibrah) yang bisa kita petik dari studi terhadap rumah tangga
Rasulullah untuk kita terapkan dalam mengatasi krisis keluarga modern diantaranya
adalah:
1. Tujuan utama membentuk rumah tangga adalah untuk mencari
keridhaan Allah dan menciptakan pola hidup yang islami secara bersama-
sama. Dengan memahami prinsip ini, rumah tangga yang dibina insya
Allah akan sakinah, mawaddah wa rahmah, dan akhirnya akan dapat
menghasilkan generasi berikutnya yang terdidik baik, punya integritas
tinggi, dan bermoral.
2. Tujuan membentuk rumah tangga bukanlah untuk pemenuhan
kebutuhan seks atau materi semata. Banyak orang-orang sekarang yang
ketika mencari istri atau suami pertimbangan utamanya adalah aspek-
aspek seksualitas dan materinya saja, sedangkan aspek-aspek lainnya,
seperti agama dan akhlak seringkali dilupakan. Akibatnya, rumah tangga
yang dibangun pun menjadi sangat rapuh dan rentan konflik.
3. Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga yang wajib memberi
nafkah, melindungi, dan membimbing anggota keluarganya menuju
ketakwaan pada Allah dan Rasul-Nya. Meskipun begitu, suami tidak
boleh bertindak semena-mena, karena baik suami, istri, maupun anak,
masing-masing mempunyai hak sendiri-sendiri, yang hak itu harus
dihormati oleh pihak lain.
4. Pihak istri, walaupun dia berhak atas nafkah dari suami, tidak boleh
terlalu mementingkan kehidupan duniawi. Dia harus mau mensyukuri
hasil kerja maksimal suami meskipun itu sedikit. Istri yang terlalu
menuntut suami dalam hal materi dapat menyebabkan pihak suami
akhirnya mencari jalan pintas dengan mencari materi melalui cara-cara
yang tidak halal.
5. Rumah tangga berjalan diatas prinsip-prinsip keadilan, kerja sama, saling
menasehati, dan saling melengkapi satu sama lain. Kedua belah pihak
harus senantiasa saling bantu-membantu dan bahu-membahu dalam
mengarungi suka duka kehidupan rumah tangga secara bersama-sama.

D. HIKMAH PERNIKAHAN
1. Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain
lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat
merugikan.
2. Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
3. Memelihara kesucian diri
4. Melaksanakan tuntutan syariat
5. Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
6. Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan
yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa
orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam
kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang
direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk
dan pedoman pada anak-anak
7. Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
8. Dapat mengeratkan silaturahim

Anda mungkin juga menyukai