Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN KRITIS PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

SARINI 201901157

RINA 201901153

MOH. AFANDY A. 201901145

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah

mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran

sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada

lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),

keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan

keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan,

2009).

Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia

adalah pengkajian. Menurut Potter & Perry, (2005), pengkajian keperawatan adalah proses

sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Proses keperawatan

ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber

sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnose

keperawatan.

Secara umum, sakit dipandang sebagai suatui kondisi yang dialami individu yang gagal

mencapai kesehatan optimum. Sakit akut adalah satu kondisi sakit pada individu yang berhasil

ditangani oleh intervensi atau membaik seiring dengan waktu. Sakit kronis adalah satu kondisi

tidak adanya resolusi proses penyakit. Implikasinya adalah individu akan menderita sakit ini

sampai ia meninggal; tidak ada pengobatan. Karena individu seringkali dapat hidup panjang dan
produktif dengan penyakit kronisnya, haruskah mereka disebut sakit. mungkin sebutan yang

paling tepat adalah kondisi kesehatan kronis. Banyak individu diberbagai komunitas hidup

dengan kondisi kesehatan kronis.

Pendekatan holistik terhadap asuhan keperawatan menolak adanya penggolongan

individual. Pendekatan holistik menekankan pada keterkaitan individual. Apabila ditinjau secara

harfiah, pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan individu dengan kondisi

kesehatan kronis. Kesehatan individu seharusnya tidak digolongkan, seperti diabetik, penderita

kanker, skizofrenik, atau individu yang teriunfeksi HIV. Bagaimanapun, perawat dipaksa oleh

pendekatan sistem pelayanan kesehatan untuk cenderung melabel dan mengategorikan kesehatan

individu. Dengan demikian, dalam pembahasan ini, suatu upaya dilakukan untuk

menggambarkan populasi ini dalam konteks yang sangat luas.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kondisi kritis/kritikal

2. Mengetahui apa saja masalah kondisi kritis pada lansia

3. Mengetahui apa saja penyebab kondisi kritis pada lansia

4. Mengetahui apa saja asuhan keperawatan kritikal pada lansia


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kondisi Kritis/Kritikal

Kritis adalah suatu kondisi yang mana pasien dalam keadaan gawat tetapi masih ada

kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan. Kondisi kritis Progresif: Kondisi kesehatan

menjadi lebih buruk atau menjadi lebih parah seiring perjalanan waktu. Periodenya mungkin

meliputi seluruh rentang kehidupan atau dalam waktu yang lama. Selama kondisi kesehatan

kronis, mungkin terdapat periode diam yang diikuti oleh periode ekserbarsi/bertambah parahnya

penyakit atau memburuk secara perlahan. Contoh kondisi kesehatan kronis progresif adalah

beberapa jenis kanker yang tumbuh perlahan pada penderitanya dan tidak dapat disembuhkan

serta menyebabkan kematian yang tidak terelakkan. Penyakit paru obstruktif menahun/kronis

ditandai dengan penurunan kapasitas paru yang progresif secara perlahan. Periode gagal jantung

kronis meliputi periode diam dan kontrol terhadap pola serangan akut gagal jantung. Diabetes

melitus, terutama tipe DM bergantung-insulin, menjadi progresif sehingga lebih sulit

ditanggulangi.

Ireversibel: kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi kesehatan kronis dapat

menyebabkan kematian. Muncul kerusakan yang tidak dapat dikoreksi. Contohnya adalah kanker

pankreas, yang menghancurkan kemampuan klien untuk memproduksi enzim digesti, yang

menyebabkan defisit nutrisi. Terdapat beberapa tipe penyakit ginjal yang pada akhirnya

menyebabkan penyakit gagal ginjal total dan dan dapat merusak sistem utama lainnya seperti

sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dapat

menyebabkan penurunan fungsi paru, yang tidak dapat kembali normal/ireversibel. Skizofrenia

dan penyakit hipolar tidak dapat disembuhkan, tetapi keduanya dapat dikontrol; bagaimanapun,
individu yang pernah menderita penyakit ini dalam waktu yang lama dapat mengalami gangguan

penilaian, keterampilan sosial, dan aktivitas hidup sehari-hari.

Kompleks: kondisi kronis dapat memengaruhi berbagai sistem. Pengaruh dari kondisi

kesehatan kronis dapat menjangkau area yang lebih luas dibandingkan pada saat permulaan

proses. Penderita asma tidak hanya mengalami manifestasi fisik, tetapi mereka sering kali

membatasi aktivitas dalam cara-cara tertentu yang dapat menyebabkan isolasi, sehingga dapat

memengaruhi kesehatan mental dan rekreasional mereka. Depresi adalah sekuel yang sering

ditimbulkan oleh kondisi kesehatan kronis (Davidson & Meltzer-Brody, 1999). Terapi terhadap

kondisi kronis mungkin menimbulkan efek samping, seperti nyeri dan defisit nutrisi yang

menjadi bagian dari kondisinya. Diabetes melitus dapat menyebabkan neuropati; retinopati

menyebabkan kebutaan; masalah sirkulasi menyebabkan amputasi, umumnya terjadi pada kaki

dan tungkai. Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal

B. Ruang Lingkup Keperawatan Kritis

American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan

keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap penyakit

yang aktual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN,1989). Lingkup praktik asuhan

keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis,

dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk pemberian perawatan.

Pasien yang masuk ke lingkungan keperawatan kritis menerima asuhan keperawatan

intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien yang

memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi sampai pasien dengan

kegagalan fungsi multisistem yang memerlukan intervensi untuk mendukung fungsi hidup yang

mendasar.Pada umumnya lingkungan yang mendukung rasio perbandingan perawat – pasien


yaitu 1:2 (tergantung dari kebutuhan pasien), satu perawat dapat merawat tiga pasien dan,

terkadang seorang pasien memerlukan bantuan lebih dari satu orang perawat untuk dapat

bertahan hidup. Dukungan dan pengobatan terhadap pasien-pasien tersebut membutuhkan suatu

lingkungan yang informasinya siap tersedia dari berbagai sumber dan diatur sedemikian rupa

sehingga keputusan dapat diambil dengan cepat dan akurat.

C. Prinsip keperawatan kritis

Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang cepat yang dapat

menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien kritis di rumah sakit terdiri dari: Unit

Gawat Darurat (UGD) dimana pasien diatasi untuk pertama kali, unit perawatan intensif (ICU)

adalah bagian untuk mengatasi keadaan kritis sedangkan bagian yang lebih memusatkan

perhatian pada penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah koroner yang disebut unit

perawatan intensif koroner Intensive Care Coronary Unit (ICCU). UGD, ICU, maupun ICCU

adalah unit perawatan pasien kritis dimana perburukan patofisiologi dapat terjadi secara cepat

yang dapat berakhir dengan kematian.

1. Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko

kritis atau pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan

lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan

Ewens, 2009)

2. Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan untuk

memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care

without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut

secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009).
3. Pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring

penilaian setiap tindakan yang dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya

dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis

yang terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007)

4. Sebenarnya tindakan pelayanan kritis telah dimulai di tempat kejadian maupun dalam

waktu transportasi pasien ke Rumah Sakit yang disebut dengan fase prehospital. Tindakan

yang dilakukan adalah resusitasi dan stabilisasi sambil memantau setiap perubahan yang

mungkin terjadi dan tindakan yang diperlukan.

5. Triage, yakni tindakan pertolongan yang dilakukan untuk melakukan pemilahan korban

dalam keadaan kritis dan kedaruratan. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus diberi

prioritas utama. Pada bencana alam dimana terjadi sejumlah kasus gawat darurat maka

skenario pengelolaan keadaan kritis harus dirancang sedemikian rupa sehingga pertolongan

memberikan hasil secara maksimal dengan memprioritaskan yang paling gawat dan harapan

hidup yang tinggi.

D. Definisi Lansia

Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia

lanjut dini yang berkisar antara usia enampuluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang

dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia

tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih)

(Baltes, Smith&Staudinger, Charness&Bosmann) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari

orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda (Johnson&Perlin). 

Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi

orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah

berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah

lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60

tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja

dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan. 

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa

dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Badan kesehatan dunia (WHO)

menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara

nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah

kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut

usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old)

diatas 90 tahun. 

Menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan

dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan

tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. 

Saparinah (1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok

umur yang mencapai tahap penisium, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya

tahan tubuh atau kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul

perubahan-perubahan dalam hidupnya. 

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas

(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). 


Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi

(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi

metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri

hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).

E. Klasifikasi Lansia

Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok

yakni :

a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 

b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

b. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

F. Masalah Kondisi Kritis Pada Lansia

1. Hilangnya kesadaran yang diakibatkan oleh beberapa penyakit kronis seperti stroke atau

serangan jantung.

2. Tanda-tanda vital yang tidak wajar seperti frekuensi pernapasan, tekanan darah dan aliran

darah (nadi).

3. Terjadinya infeksi di dalam tubuh seperti sepsis, pneumonia dan tuberculosis paru

4. Mengalami kecelakaan parah seperti terjatuh dari ketinggian, tabrakan saat berkendara atau

mengalami luka bakar yang serius.

5. Pasien penyakit kronis seperti serangan jantung, gagal ginjal dan operasi pembedahan.
G. Tindakan medis yang bertujuan untuk membantu pasien lansia kritis:

1. Pemasangan alat bantu pernapasan. Pemasangan alat medis khusus seperti Endotrakeal Tube

(ETT) melalui hidung dan mulut untuk membantu pernapasan pasien. Selain itu, prosedur

Tracheostomy juga dapat dilakukan dengan membuat lubang pada leher guna memasukkan

alat bantu napas.

2. Prosedur pemberian makan kepada pasien. Ketika pasien lansia masuk ke ruang ICU

tentu harus tetap mendapatkan gizi yang baik untuk menghindari kondisi malnutrisi.

Prosedur pemasangan Nasogastric Tue (NGT) sangat dibutuhkan ketika pasien lansia berada

di ruang ICU. Sebuah selang tipis yang panjang dimasukkan melalui hidung hingga sampai

ke kerongkongan untuk membantu memasukkan makanan atau minuman yang dibutuhkan

oleh pasien.

3. Pemasangan alat bantu keluarnya urine. Alat bantu ini disebut dengan kateter urine yang

digunakan dengan cara memasukkan selang fleksibel melalui lubang pada kemaluan.

Pemasangan kateter ini cukup penting untuk mengosongkan kandung kemih dari urin ketika

pasien tidak sadarkan diri atau bed rest.

4. Pemasangan alat rekam jantung. Alat ini disebut dengan Echocardiography yang

berfugnsi untuk merekam detak jantung dan mengindentifikasi terjadinya kebocoran katup

hingga mencari gumpalan darah pada jantung.

H. Peran Perawat dalam Perawatan Kritis Pada Lansia

1. Menghormati dan mendukung hak pasien atau pengganti pasien yang ditunjuk untuk

pengambilan keputusan otonom.

2. Ikut membantu pasien/ keluarga ketika dibutuhkan demi kepentingan pasien.


3. Membantu pasien mendapatkan perawatan yang diperlukan.
4. Menghormati nilai-nilai, keyakinan dan hak-hak pasien.
5. Menyediakan pendidikan dan dukungan untuk membantu pasien atau keluarga dalam
membuat keputusan. Mendukung keputusan dari pasien atau keluarga yang tentang
pelayanan keperawatan yang akan diberikan ataupun proses perpindahan transfer ke RS lain
yang memiliki kualitas yang sama.
6. Melakukan bimbingan spriritual untuk dan keluarga dalam situasi yang memerlukan
tindakan segera.
7. Memantau danmenjaga kualitas perawatan pasien
8. Bertindak sebagai penghubung antara pasien, keluarga pasien dan profesional kesehatan
lainnya.
Tugas keluarga pasien kritis yang utama adalah untuk mengembalikan keseimbangan dan
mendapatkan ketahanan. Menurut Mc. Adam, dkk (2008), dalam lingkungan area kritis keluarga
memiliki beberapa peran yaitu:
1)    active presence, yaitu keluarga tetap di sisi pasien,
2)    protector, yaitu memastikan perawatan terbaik telah diberikan,
3)    facilitator, yaitu keluarga memfasilitasi kebutuhan pasien ke perawat,
4)    historian, yaitu sumber informasi rawat pasien,
5)    coaching, yaitu keluarga sebagai pendorong dan pendukung pasien.
Pasien yang berada dalam perawatan kritis menilai bahwa keberadaan anggota keluarga di
samping pasien memiliki nilai yang sangat tinggi untuk menurunkan level kecemasan dan
meningkatkan level kenyamanan (Holly, 2012).

I. Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Kondisi Kritis

1. Pengkajian

a. Pengkajian budaya

1) Pengkajian keluarga

2) Pemeriksaan Fisik

3) Pengkajian Neurologis

4) Mata : penurunan ketajaman

5) Telinga : penurunan pendengaran


6) Arkus aorta dan arteri : penurunan sensitivitas baroreseptor, penurunan

komplianarteri

7) Jantung : penurunan komplians ventrikel, kecepatan relaksasi memanjang.

8) Paru-paru : penurunan komplians dinding dada, peningkatan komplians paru,

penurunan bersihan mukosiliari.

9) Hati : penurunan aktivitas MEOS, Penurunan aliran hati darah total.

10) Ginjal : penurunan GFR, penurunan aliran darah ginjal.

11) Sistem saraf perifer : peningkatan tremor, penurunan ketrampilan motorik halus.

12) GI : kelambatan pengosongan cairan, penurunan waktu defekasi, penurunan

sekresi asam pepsin.

13) Integumen : penurunan jaringan subkutan, penurunan jumlah kelenjar dan

jaringan penyambung, penurunan turgor.

14) Muskuloskeletal : penurunan massa tubuh bebas lemak, penurunan mobilitas

sendi rangka, penipisan kartilago

b. Pengkajian Neurologis

1) Tingkat kesadaran

2) Reaksi pupil dan reflex

3) Pengkajian saraf krania

4) Fungsi motoric

5) Fungsi sensorik

6) Pengkajian medula spinalis

7) Pengkajian neuro vaskuler perifer

8) Refleks
9) Fungsi batang otak

10) Penentuan kematian otak

11) Insisi, drainase , dan peralatan

12) Penentuan intracranial

c. Pengkajian pulmoner

1) Suara pernapasan

2) Suara tambahan

3) Jalan napas buatan

4) Oksigenasi/ventilasi

5) Drainase dada

6) Penghitungan oksigenasi

7) Radiograf dada

d. Pengkajian kardivaskuler

1) Irama dan frekuensi jantung

2) Integumen

3) Tekanan vena central (cvp)

4) Denyut nadi

5) Bunyi jantung

6) Murmur jantung

7) Tekanan darah

8) Gap auskultasi

9) Pulsus paradoksus

10) Pemantauan hemodinamik


11) Alat pacu jantung

e. Pengkajian Gastrointestinal

1) Bising usus

2) Abdomen

3) Eliminasi usus

4) Slang nasogastrik (ng)

5) Drain

6) Insisi dan stoma

f. Pengkajian genitourinari

1) Genitalia

2) Status cairan

3) Kandung kemih

4) Urine

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah yang

aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas sesuai

dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah yang

kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan pada

masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi

alternative diagnose untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan diagnose untuk

mencegah komplikasi.
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Intervensi :

1) Observasi keabu-abuan menyeluruh dan sianosis pada “ jaringan hangat” seperti

daun telinga, bibir, lidah, dan membrane lidah

2) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas, misalnya: batuk

atau suction.

3) Kaji status pernafasan.

4) Catat adanya dispnea dan penggunaan otot bantu

5) Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis, cegah

fleksi leher)

6) Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat

7) Beri oksigen dengan metode dan indikasi yang tepat

b. Gangguan perfusi jaringan cerebral

Intervensi :

1) Monitor status neurologi dan menentukan faktor penyebab gangguan

2) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan lapang

pandang / kedalaman persepsi

3) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.

4) Berikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral (hanya tempat tidurnya

saja yang ditinggikan)

5) Kolaborasi pemberian oksigen

c. Ketidakefektifan Pola Nafas

Intervensi :
1) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi

2) Perhatikan pergerakan dada pasien, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu, serta

retraksi otot supraklavikular dan intercostals.

3) Pantau pola pernafasan : bradipne, takipne, hiperventilasi

4) Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.

5) Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur.

6) Kaji AGD untuk membuktikan pertukaran gas yang adekuat

7) Waspada terhadap dampak obat-obat depresan atau sedatif.

8) Pantau frekensi dan irama jantung.

9) Lakukan suction sesuai kebutuhan,

10) Nilai hasil laporan foto dada setiap hari.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi

1) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual

2) Bersihkan luka bila ada luka dengan teknik steril dan bersihakan min. 2 kali sehari

3) Dorong keseimbanagn istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan

masukan nutrisi adekuat

4) Mengawasi kekefektifan terapi antimicrobial

5) Selidiki perubahan tiba-tiba/penyimpangan kondisi, seperti peningkatan nyeri dada,

bunyi jantung ekstra, gangguan sensori, berulangnya demam, perubahan karakteristik

pus.

e. Kekurangan volume cairan

1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan


2) Observasi khususnya terhadap kehilanagn cairan yang tinggi elektrolit (misalnya

diare, drainase luka, pengisapan nasogastrik dll)

3) Pantau perdarahan

4) Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium klorida dan kreatinin)

5) Pantau status Dehidrasi


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan

proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia

banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi.

Perawat unit kritis merawat pasien lansia yang jumlahnya meningkat. Sebagai akibatnya

ada kebutuhan untuk memahami hubungannya dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada

proses penuaan normal. Semua proses fisiologi berhubungan dengan proses penuaan. Meskipun

gangguan ini progresif, tetapi tidak selalu tanpak atau bersifat patologis. Oleh karena itu pasien

lansia dengan penyakit kritis membutuhkan observasi yang lebih intensif.

B. Saran

Kelompok lanjut usia memiliki masalah kesehatan, baik dari segi fisik maupun dari segi

mental. Kerja Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diharapakan bisa berlangsung

secara komprehansif dan holictik untuk proses penatalaksanaan klien dengan lanjut usia.

Sehingga lansia dapat menjalani proses menua dengan kualitas hidup seoptimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Dossey, B. M., Cathie E.G., Cornelia V. K. (1992). Critical care nursing: body-mind-

spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Emergency Nurses Association. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. (5th ed.).

Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Sale, Mary L., Marilyn L.L., Jeanette C.H. ( ). Introduction to critical care nursing.

(3rd ed.). Philadelphia: W. B. Saunders Company.

Anda mungkin juga menyukai