Disusun Oleh :
ANATOMI1
Terdapat 31 pasang nervus spinalis, terdiri dari 8 pasang nervus servikal, 12 pasang
nervus thoracalis, 5 pasang nervus lumbaris, 5 pasang nervus sakralis, dan 1 pasang nervus
coccygeal. Terdapat pembesaran medulla spinalis pada daerah servikal (C4-T1 - pleksus
brakialis) dan lumbar (L2-S3 - pleksus lumbosakral).
Pada orang dewasa, level medulla spinalis tidak sesuai dengan level kolumna
vertebralis. Medulla spinalis dimulai dari craniocervical junction, memanjang ke bawah
hingga setinggi diskus intervertebralis L1-L2. Medulla spinalis berakhir sebagai conus
medullaris setinggi level L1 atau L2. Tinggi medulla spinalis sama seperti kolumna vertebralis
hanya hingga 3 bulan pertama kehidupan.
SENSORY SYSTEM
MOTOR SYSTEM
SPINAL CORD SYNDROME
Pada pasien terdapat gangguan otonom yaitu incontinence urine dan alvi.
Inervasi bladder
Sistem parasimpatis (S2, S3, S4) melalui nervus splanchnic pelvis mengontrol dinding
bladder. Stimulasi parasimpatis mengakibatkan kontraksi otot detrusor mikturisi terjadi.
Sistem simpatis (T12, L1, L2) melalui nervus hipogastrik inferior mengontrol sphincter
urethra interna. Stimulasi simpatis mengakibatkan kontraksi sphincter urethra interna
mencegah mikturisi.
Sistem somatic (pudendal nerve S2-S4) mengontrol otot lurik pada sphincter uretra
eksterna.
Pada dinding bladder terdapat nociceptor dan propioceptor yang memberikan respon
terhadap regangan (stretch). Saat bladder terisi, terjadi peningkatan tekanan (tension)
dinding bladder. Peningkatan tekanan ini menstimulasi pengiriman impulse aferen melalui
kolumna posterior menuju pontine micturition center (PMC), kemudian PMC mengirimkan
sinyal ke area otak lainnya sehingga seseorang dapat menyadari apabila bladdernya sudah
terisi penuh. PMC juga mengirim impulse eferen melalui traktus retikulospinal medial dan
lateral untuk menstimulasi relaksasi sphincter uretra interna dan eksterna serta
menstimulasi kontraksi otot detrusor.
Lesi medulla spinalis rostral terhadap lumbosacral akan mengeliminasi kontrol mikturisi
volunter dan supraspinal, menyebabkan bladder arefleksia dan retensio urine pada fase
awal. Peningkatan volume bladder yang berlebihan akan menstimulasi refleks spinal pada
bladder sehingga menyebabkan kontraksi detrusor. Namun pada saat yang bersamaan,
distensi bladder juga menstimulasi nervus pudendal untuk kontraksi spinchter uretra
eksterna sehingga terjadi detrusosphincter dyssinergia. Sphincter uretra eksterna
merupakan otot lurik yang mudah lelah sehingga tidak dapat bertahan dalam keadaan
kontraksi yang lama. Oleh sebab itu, tekanan intrevesikal yang tinggi akan secara periodik
mengalahkan resistensi sphincter uretra eksterna, menyebabkan mikturisi intermittent yang
tidak efisien sehingga menyebabkan residual urine yang banyak. Oleh sebab itu, pasien
dengan lesi medulla spinalis umumnya memiliki bladder yang besar dengan inkontinensia
urine.
Inervasi bowel
Sistem parasimpatis menyebabkan gerakan peristaltik rektum dan relaksasi sphincter anal
interna, sedangkan sistem simpatis menginhibisi peristaltik. Sphincter external terdiri dari
otot lurik dan berada dibawah control volunter.
Sama seperti bladder, transeksi pada medulla spinalis diatas lumbosacral akan
menyebabkan retensio fecal pada awalnya. Hal ini disebabkan oleh hilangnya impulse
aferen mengenai pengisian rectum dan interupsi fiber motor desencen untuk abdominal
pressing. Namun kelemahan fungsi sphincter dan hilangnya anal refleks dapat menyebabkan
inkontinensia alvi.
Analisa kasus
Berikut ini adalah algoritma evaluasi pasien dengan myelopati akut2:
Manifestasi klinis pasien (gangguan motorik dan sensorik pada kedua kaki, serta gangguan
otonom) mengarah pada gangguan pada medulla spinalis (myelopati).
Berdasarkan etiologi, myelopati dibedakan menjadi myelopati akibat kompresi pada
medulla spinalis (myelopati kompresi) maupun myelopati non kompresi 3.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, didapatkan diagnosa banding sebagai berikut:
Pro Contra
Vaskular Bersifat akut Faktor risiko yang tidak ditemukan =
Terdapat faktor risiko : jantung HT – ; DM – ; Dislipidemia –
(NSTEMI), rokok (indeks
brinkman : perokok sedang)
Infeksi / Bersifat akut Tidak ada riwayat infeksi / inflamasi
inflamasi Demam -
Trauma Bersifat akut Tidak ada riwayat trauma yang baru
Terdapat riwayat trauma 3 terjadi
tahun yang lalu : dari pohon
bambu setinggi 2 meter.
Pasien tidak berobat ke
dokter, hanya diurut oleh
tukang urut.
Stress fracture (overuse)
pekerjaan : petani, buruh
kegiatan : mencangkul, angkat
karung 10-20 kg
Autoimmune Tidak ada riwayat
Usia tua ; Laki-laki
Metabolic Pemeriksaan belum dilakukan Tidak ada riwayat
Idiopatik
Neoplasma Usia tua Bersifat akut
Tidak ada riwayat
Degenerative Usia tua fraktur patologis
Diagnosis banding2:
Transverse Myelitis (TM) adalah myelopati inflamatori (non kompresi) bersifat akut atau
subakut dengan gejala disfungsi medulla spinalis berupa kelemahan, gangguan sensorik dan
gangguan otonom (disfungsi miksi, defekasi dan seksual). TM idiopatik adalah TM tanpa
adanya etiologi definit setelah dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan
penunjang. TM sekunder adalah TM yang berhubungan dengan kondisi inflamasi autoimun
sistemik, dapat terjadi secara independen (umumnya sebagai komplikasi post infeksi), dapat
juga terjadi sebagai salah satu manifestasi kelainan neuro-inflammatory seperti acute
disseminated encephalomyelitis, multiple sclerosis dan neuromyelitis optica. Pada pasien
tidak didapatkan manifestasi maupun riwayat kelainan inflamatori / autoimun pada sistem
organ lain. Dan setelah dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu MRI Contrast, didapatkan
lesi kompresi pada medulla spinalis, sehingga diagnosa banding TM dapat disingkirkan.
Selain disebabkan oleh lesi / kelainan pada medulla spinalis (myelopati), paraparesis inferior
dengan onset akut juga dapat disebabkan oleh kelainan nonmyelopati seperti Guillain Barre
Syndrome (GBS). Namun gejala klinis pasien secara keseluruhan lebih mengarah kepada
kelainan medulla spinalis. Pasien juga tidak memiliki riwayat infeksi pada sistem pencernaan
/ pernapasan yang biasanya mendahului GBS.
Berdasarkan perbandingan manifestasi klinis diatas, kondisi pasien lebih mengarah kepada
diagnosa tumor intramedulla.
Pada tanggal 08/11/18 didapatkan hasil pemeriksaan LDH 558 U/L (normal: 135-225). Hasil
ini mendukung adanya tumor yaitu suspek limfoma.
Diagnosa kerja:
- Myelopathy thoracal et causa kompresi et causa suspek limfoma
- Anemia microcytic hypochromic
- Melena et causa GI bleeding
- Hyperuricemia
- Ulcus decubitus grade III (regio sacrum)
Primary Non-Hodgkin Lymphoma (NHL) pada medulla spinalis adalah salah satu
manifestasi extranodal lymphoma yang jarang terjadi (1-2%). Extranodal lymphoma
merupakan 10-20% dari seluruh limfoma. Limfoma pada medulla spinalis dapat terjadi pada
segala usia, namun paling sering pada decade ke 5 dan 6 (pasien berusia 67 tahun).
Umumnya terletak pada ruang epidural atau intramedulla. Diagnosa limfoma primer dapat
didasarkan pada tidak adanya limfoma di tempat lain.
NHL merupakan 85% dari limfoma spinal, mayoritas berupa diffuse large B cell
lymphoma. Paling sering terjadi pada region thoracal, rasio pria : wanita 1.6:1. Algoritma
diagnosis tergantung dari stabilitas spinal. Apabila stabil, dapat dilakukan neede biopsy dan
dilanjutkan dengan chemo-radiation. Apabila tidak stabil, operasi direkomendasikan.
TATALAKSANA
Observasi TTV, kesadaran, dan status neurologis
Konsul Sp.S, Sp.BS rujuk ke RS PON
Konsul Sp.KFR URM, brace TLSO
Konsul Sp.PD-KHOM chemotherapy
Wound care konsul Sp.B
Kateter
IV Nacl 0.9% 500 ml/8 jam
Medikamentosa Simptomatik
- Sucralfat 2 x 1 cth PO
- Rebamipid 3 x 100 mg PO
- Alpentin 2 x 300 mg PO
- Allopurinol 1 x 100 mg PO
- Hemafort 1 x 1 tab PO
- Atorvastatin 1 x 40 mg PO
- Concor 1 X 2,5 mg PO
Daftar Pustaka
1. Bähr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed. New York: Thieme.
2. Greenberg B, Krishnan C. Transverse Myelitis. UpToDate; 2016.
3. Diagnostic approach to myelopathies. Granados A; García L; Ortega C; López A Rev
Colomb Radiol. 2011; 22:(3):1-21
4. Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. 1st ed. Jakarta: Departemen Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
5. Undabeitia J, Noboa R, Boix M, Garcia T, Panades M, Nogues P. Primary bone non-
hodgkin lymphoma of the cervical spine. case report and review. Turkish Neurosurgery.
2013;
6. Brenner T, Duggal S, Natale J, Wirth S. Treatment Protocols for Lymphoma. Uptodate;
2016.