Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai di


saluran nafas anak, dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas yang dapat
mengakibatkan kematian1. Papiloma laring dijumpai 80% pada anak-anak kelompok
usia dibawah 7 tahun2. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-anak di bawah
usia 12 tahun yaitu juvenile-onset recurrent respiratory papillomatosis (JORRP) dan
bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun yaitu adult-onset respiratory papillomatosis
(AORRP)3.
Etiologi pasti papiloma laring tidak diketahui, diduga berhubungan dengan
infeksi human papiloma virus (HPV) tipe 6 dan 11. Beberapa keadaan diduga
berperan sebagai faktor predisposisi seperti keadaan ekonomi rendah, higiene yang
buruk, infeksi saluran nafas kronik, kelainan imunologis, dan terdapatnya kondiloma
akuminata pada ibu. Manifestasi klinis awal biasanya berupa suara serak sampai
afonia serta suara tangisan yang abnormal. Papiloma laring pada anak dapat
menyebar ke trakea dan bahkan sampai ke paru-paru. Diagnosis papiloma laring
ditegakkan berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
laringoskopi langsung. Pada laringoskopi langsung dapat terlihat gambaran tumor
menyerupai kembang kol, ber-warna kemerahan, rapuh, mudah berdarah, dan
pertumbuhannya eksofilik. Tatalaksana-nya berupa tindakan bedah dikombinasikan
dengan fotodinamik; obat-obatan (medikamentosa) kurang berperan. Komplikasi
yang mungkin timbul adalah sumbatan jalan nafas serta penyebaran ke paru-paru.
Prognosis kurang baik dalam hal rekurensi; pada anak angka rekurensi (kekambuhan)
masih cukup tinggi1.

1
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi laring3


Laring merupakan bagian terbawah saluran nafas atas dan memiliki bentuk
yang menyerupai limas segitiga yang terpancung. Batas atas laring berupa aditus
laring dan batas bawah berupa batas kaudal kartilago krikoid. Batas depannya adalah
permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut
antara kedua belah lamina kartilago krikoid.
Laring laki-laki dewasa terletak setinggi vertebra servikalis 3-6. Pada anak
dan wanita sedikit lebih tinggi. Laring dibagi atas tiga bagian yaitu : supra glotis,
glotis, dan subglotis. Supra glotis meluas dari puncak epiglotis sampai ke ventrikel
laring. Glotis melibatkan pita sura sampai 5-7 mm dibawah ligamentum vokale,
sedangkan subglotis dari bagian inferior glotis ke pinggir inferior kartilago krikoid.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang rawan yang
saling berhubungan dan diikat satu sama lain oleh otot-otot intrinsik dan ekstrinsik.

2
Gambar 2.1.1 Anatomi Laring
Tulang dan tulang rawan :
1. Tulang hyoid

Tulang hioid terletak paling atas berbentuk huruf U dan dengan mudah dapat
diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat prosesus
longus dibagian belakang dan prosesus brevis kearah atas bagian depan.

2. Tulang rawan tiroid

Merupakan tulang rawan laring yang terbesar. Terdiri dari dua lamina yang
bersatu dibagian depan mengembang kearah belakang. Pada bagian atas
terdapat celah yang memisahkan kedua lamina yang disebut dengan “Thyroid
Notch”

3. Tulang rawan krikoid

Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan paling
bawah dari laring. Bagian depan meyempit dan bagian belakang melebar, dan
membentuk sebagian besar dinding belakang laring.

4. Tulang rawan epiglotis

Merupakan tulang rawan yang berbentuk pipih seperti daun dan terdiri dari
jaringan tulang rawan fibroelastik.

5. Tulang rawan aritenoid.

3
Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur. Di bagian dasar tulang rawan ini
membentuk persendian dengan bagian atas belakang krikoid.

6. Tulang rawan kornikulata dan kuneiformis

Tulang rawan ini terdiri dari komponen elastik. Tulang rawan kornikulata
bersendi dengan permukaan datar apeks tulang rawan aritenoid. Tulang rawan
kuneiformis bersendi dengan tulang rawan kornikulata dan kedua tulang
rawan ini akan membentuk tonjolan pada tiap sisi posterior rima glotis.

Otot-otot laring :
1. Otot ekstrinsik keseluruhan laring, terdiri dari :

a. Suprahioid: M.Digastrikus, M.Geniohioid, M.Stilohioid, M.Milohioid

Fungsi : menarik laring kebawah

b. Infrahioid: M.Sternohioid, M.Omohioid, M.Tirohioid

c. Fungsi : menarik laring ke atas

2. Otot Instrinsik gerak sendiri-sendiri pada laring, terdiri dari :

a. Bagian lateral: M.Tiroepiglotika, M.Vocalis, M.Tiroaritenoid,


M.Ariepiglotika, M.Krikotiroid

b. Bagian posterior: M.Aritenoid transversum, M.Aritenoid oblique,


M.Krikoaritenoid posterior

Pita suara terletak didalam rongga laring, meluas dari dasar ventrikel
Morgagni ke bawah sampai setinggi kartilago krikoid dengan jarak 0,8 cm sampai 2
cm. Massa pita suara berada diatas batas inferior kartilago tiroid. Secara histologi tepi

4
bebas pita suara diliputi oleh epitel berlapis yang tebalnya 8-10 sel dan cenderung
menipis pada prosesus vokalis.
Pita suara terdiri dari beberapa lapisan:
1. Lapisan mukosa

Lapisan paling luar. Terdiri dari epitel pseudostratified squamous epithelium,


menutupi permukaan superior dan inferior pita suara.

2. Lapisan sub epitel (lamina propia) terdiri dari 3 lapis:

a. Lapisan superfisial:

Tipis dan mengandung sedikit jaringan elastis dan kolagen. Disebut juga
Reinke’s Space.

b. Lapisan intermediate:

Terutama mangandung jaringan elastis dan membentuk sebagian dari


ligamentum vokale.

c. Lapisan dalam:

Mengandung jaringan kolagen dan membentuk sisa dari ligamentum vokale.

Waktu lahir pita suara panjangnya sekitar 0,7 cm, pada wanita dewasa 1,6 - 2
cm dan pada laki-laki dewasa 2 - 2,4 cm. Perpanjangan pita suara disebabkan otot
krikoaritenoid dan otot tiroaritenoid. Tidak hanya panjang pita suara saja yang
mempangaruhi nada tapi juga ketegangan, elastisitas pita suara dan tekanan udara di
trakea.
Perdarahan Laring
Perdarahan berasal dari a. Laringis superior dan a. Laringis inferior. Kedua
arteri tersebut mendarahi mukosa dan otot-otot laring. Vena-vena pada laring berjalan
sejajar dengan arteri.
Persarafan Laring

5
Laring dipersyarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.Laringis
superior dan n.Laringis inferior.

2.2 Papiloma Laring

Papiloma laring adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada anak-anak,
papiloma laring biasanya terletak di saluran nafas yang sering kali menimbulkan
sumbatan jalan nafas yang dapat mengakibatkan kematian. Dulu papiloma ini sering
dikenal sebagai kutil di tenggorok pada abad ke 17. Papiloma merupakan tumor
laring jinak pada anak tetapi juga sering ditemukan pada orang dewasa. papiloma
laring sering mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali setelah pengangkatan
dan meluas ke jaringan sekitarnya4.
Papiloma merupakan jenis tumor yang berkembang dengan cepat, walaupun
tidak ganas. Tumor ini dapat menyebar ke rongga mulut, hidung, trakea dan paru,
tetapi lokasi tersering adalah laring. Terdapat dua jenis papiloma laring; salah satu
adalah papiloma laring juvenilis yang biasanya multipel dan cenderung agresif. Yang
lain adalah papiloma laring senilis yang soliter dan kurang agresif tetapi dapat
berkembang menjadi ganas1.

6
a. b.

c.
Gambar 2.1.2 Papiloma Laring (a, b, c)

2.3 Insidensi Papiloma laring

Papiloma laring lebih sering dijumpai pada anak, 80% pada kelompok usia di
bawah 7 tahun. Agung melaporkan 7 kasus antara 1970-1976, 6 di antaranya di
bawah 12 tahun. Sedangkan di Bagian THT RSCM ditemukan 14 kasus antara 1993-
1997 dengan usia antara 2,5-18 tahun5.
Papiloma laring banyak dijumpai pada usia anak antara 18 bulan sampai 7
tahun dan jarang dijumpai pada orang dewasa6 . Menurut Lee, di Amerika Serikat

7
terdapat 1500 sampai 2500 kasus baru setiap tahunnya. Pada anak-anak angka
insiden diperkirakan 4,3 kasus per 100.000 populasi dan pada dewasa 1,8 kasus per
100.000 populasi. Peneliti dari Denmark mendapatkan angka insiden pada anak-anak
sama dengan di Amerika Serikat. Menurut jenis kelamin, perbandingan JORRP pada
laki-laki dan perempuan sama banyak sedangkan AORRP lebih sering dijumpai pada
laki-laki dengan perbandingan 4:17.
Dibagian THT FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan sejak November 2001
sampai dengan November 2002 ditemukan enam kasus papilloma laring, empat orang
kasus pada anak dan dua orang kasus pada dewasa3.

2.4 Etiologi Papiloma Laring

Etiologi papiloma laring tidak diketahui dengan pasti. Diduga Human


Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11 berperan terhadap terjadinya papiloma laring.
Diduga ada hubungan antara infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring
pada anak. Hal ini terbukti dengan adanya HPV tipe 6 dan 11 pada kondiloma
genital. Walaupun penemuan di atas menun-jukkan peran infeksi virus pada
papiloma laring, tetapi ada faktor lain yang berperan., mengingat papiloma laring
dapat menghilang spontan saat pubertas. Teori yang melibatkan faktor hormonal
sebagai salah satu penyebab pertama kali dikemukakan oleh Holinger. Terdapat
beberapa faktor predisposisi papiloma laring yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene
yang buruk, infeksi saluran napas kronik, dan kelainan imunologis1.

2.5 Gejala Papiloma laring

Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor. Gejala
yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara. Cohen (1980) menemukan 90%
kasus terjadi perubahan suara. Suara serak merupakan gejala dini dan keluhan yang
paling sering dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita suara. Papilloma
laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas
yang mengakibatkan stridor dan sesak. Timbulnya sesak merupakan suatu tanda

8
bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas bagian atas dan biasanya diperlukan
tindakan trakeostomi3.

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan


kriteria Jackson :
 Jackson I : ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi
suprasternal, tanpa sianosis.

 Jackson II : adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai
retraksi supra dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai
gelisah.

 Jackson III : adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi


interkostal, epigastrium, dan sianosis lebih jelas,

 Jackson IV : ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak
tegang, dan terkadang gagal napas1.

2.6 Histopatologi Papiloma laring

Gambaran makroskopik papiloma laring berupa lesi ekso-fitik, seperti


kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan dan mudah berdarah. Tipe lesi ini
bersifat agresif dan mudah kambuh, tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan.
Gambaran mikroskopik menunjukkan kelompok stroma jaringan ikat dan pembuluh
darah seperti jari-jari yang dilapisi lapisan sel epitel skuamosa dengan permukaan
keratotik atau parakeratotik. Kadang-kadang muncul gambaran sel yang bermitosis8.

2.7 Diagnosa3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

9
1. Anamnesis

Adanya suara parau sampai afonia.

2. Gejala klinis

Suara serak merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Pada papilloma
yang besar bisa terjadi stridor sampai sesak nafas.

3. Pemeriksaan

 Laringoskopi indirek dan direk.

 Pada anak-anak dapat dipertimbangkan pemakaian “flexible fibreoptic


nasopharyngoscopy”.

 Biopsi dan pemeriksaan histopatologi

2.8 Diagnosis Banding3

1. Polip pita suara.

2. Kista pita suara.

3. Nodul pita suara

2.9 Penatalaksanaan Papiloma Laring1

Ada beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma laring, semuanya


mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat papiloma dan menghindari rekurensi.
Umumnya terapi dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Bedah

Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan jaringan normal


untuk mencegah penyulit seperti stenosis laring. Prosedur bedah ditujukan

10
untuk menghilangkan papi-loma dan/atau memperbaiki dan
mempertahankan jalan napas. Beberapa teknik yang digunakan antara lain:
trakeostomi, laringofissure, mikrolaringoskopi langsung,
mikrolaringoskopi dan ekstirpasi dengan forseps, mikrokauter,
mikrolaringoskopi dengan diatermi, mikrolaringoskopi dengan
ultrasonografi, kriosurgeri, carbondioxide laser surgery. Pada kasus papi-
loma laring yang berulang, terapi bedah pilihan adalah peng-angkatan
tumor dengan laser CO2.

b. Medikamentosa

Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baik digunakan


secara sendiri maupun bersama-sama dengan tin-dakan bedah. Obat yang
digunakan antara lain antivirus, hor-mon (dietilstilbestrol), steroid, dan
podofilin topikal. Terapi medikamentosa ini tidak terlalu bermanfaat.

c. Imunologis

Terapi imunologi untuk papiloma laring umumnya hanya suportif


menggunakan interferon.

Terapi fotodinamik

Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalam tatalaksana


papilomatosis laring rekuren. Terapi ini meng-gunakan dihematoporphyrin
ether (DHE) yang tadinya dikem-bangkan untuk terapi kanker. Jika
diaktivasi dengan cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai (630
nm), DHE meng-hasilkan agen sitotoksik yang secara selektif
menghancurkan sel-sel yang mengandung substansi tersebut. Basheda
dkk. melaporkan bahwa terapi fotodinamik efektif menghilangkan lesi
endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.

11
2.10 Komplikasi

Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh spontan ketika
pubertas; tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus, dan paru, diduga akibat tindakan
trakeostomi, ekstirpasi yang tidak sempurna. Meskipun jarang, radiasi diduga
menjadi faktor yang mengubah papiloma laring menjadi ganas9.
Komplikasi tersering pada operasi adalah kebas pada lidah, pengecapan
terganggu, trauma pada gigi, rongga mulut dan faring selama dilakukan laringoskopi.
Resiko akibat pembedahan ialah memburuknya kualitas suara, pendarahan, infeksi
dan pembentukan jaringan parut akibat reaksi jaringan yang berlebihan atau faktor
dari pasien sendiri selama proses penyembuhan.
Begitu juga pada intubasi bisa terjadi beberapa hal komplikasi:
a. Selama intubasi bisa beresiko: trauma gigi, laserasi bibir, laring serta gusi,
perangsangan saraf simpatis, spasme bronkus dan aspirasi.

b. Setelah ekstubasi bisa beresiko: spasme laring, aspirasi, gangguan fonasi,


edema laring, edema glotis-subglotis, infeksi faring, laring dan trakea10,11.

2.11 Prognosis

Prognosis papiloma laring umumnya baik. Angka re-kurensi (berulang) dapat


mencapai 40%. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti faktor-faktor yang
mempengaruhi re-kurensi pada papiloma. Diagnosis dini dan penanganan yang tepat
diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap rekurensi. Penyebab kematian
biasanya karena penyebaran ke paru1.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Papiloma laring merupakan tumor laring jinak pada anak tetapi juga
sering ditemukan pada orang dewasa.

13
 Papiloma laring biasanya terletak di saluran nafas yang sering kali
menimbulkan sumbatan jalan nafas yang dapat mengakibatkan
kematian.

 Ada dua jenis papiloma laring yaitu Papiloma laring juvenilis yang
biasanya multiple dan cenderung agresif dan Papiloma laring senilis
yang soliter dan kurang agresif tetapi dapat berkembang menjadi
ganas.

 Papilloma laring banyak dijumpai pada usia anak antara 18 bulan


sampai 7 tahun dan jarang dijumpai pada orang dewasa

 Etiologi papiloma laring tidak diketahui dengan pasti, diduga Human


Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11 berperan terhadap terjadinya
papiloma laring.

 Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor.
Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara. Papilloma
laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan
sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak.

 Diagnosa papiloma laring dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa,


gejala klinis dan pemeriksaan : laringoskopi direct dan indirect, Biopsi
dan pemeriksaan histopatologi.

 Diagnosa banding untuk papiloma laring : Polip pita suara, Kista pita
suara dan Nodul pita suara.

 Penatalaksanaan papiloma laring dapat dilakukan secara bedah,


medikamentosa, imunologis dan fotodinamik.

DAFTAR KEPUTAKAAN

14
1. Supriyatno, B. Amalia, L. Papiloma laring pada anak. Cermin dunia
kedokteran, 2004. 144; 8-10.

2. Anonimous. Papiloma laring. http://cpddokter.com/home. 2011.

3. Haryuna, T.S.H. Anastesi umum pada penatalaksanaan papiloma laring secara


bedah mikrolaring

4. Kartika, H. Papiloma laring. 2009

5. Agung IB, Losin. Pengelolaan papiloma laring di Bagian THT FK-UGM.


Laporan pendahuluan KONAS PERHATI V Semarang, 1977; .p.669-75.

6. Banovitz, JD, Gangguan Laring Jinak Dalam Bois Buku Ajar Penyakit THT,
Edisi 6 Alih Bahasa: Wijaya C Jakarta EGC, 1996; p. 369-77,388.

7. Lee KJ. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 8 th ed, New York,
MC Graw Hill 2003 : 744-5, 833-4.

8. Abramson AL, Steinberg BM, Winkler B. Laryngeal papillomatosis: clinical


histopathologic and molecular studies. Laryngoscope 1987; 97:678-85

9. Bashida SG, Mehta AC, de Boer G, Orlowski JP. Endobronchial and


parenchymal juvenile laryngotracheobronchial papillomatosis effect of
photodynamic therapy. Chest 1991; 100:1458-64.

10. Ballenger JJ. Tumor Laring dan laringofaring. Dalam: Penyakit THT, Kepala

dan Leher. Edisi 13, jilid 1, Jakarta, Binarupa Aksara 1994: 424-34, 620-1.

15
11. Morrison JD, Mirakhur RK, Craig HJL, The Larynk, Anaesthesia for Eye,
Ear, Nose, and Throat Surgery, second edition, Churchill Livingstone, New
York, 1985, p 29 – 31

16

Anda mungkin juga menyukai