Anda di halaman 1dari 20

Case Based Discussion ACC Supervisor

Divisi Pulmonologi dan Alergi


Imunologi
dr.Indah FL saragih dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI

Divisi Pulmonolgi dan Alergi Imunologi


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP Haji Adam Malik Medan

Laporan Kasus

Seorang laki- laki , 52 tahun, masuk ke ruang rawat RSUP. H. Adam Malik dengan
keluhan kulit dengan gelembung berisi cairan di seluruh tubuh, Hal ini dialami os sejak ± 1
bulan ini, awalnya gelembung - gelembung berisi cairan sudah pernah muncul sebeleumnya
,lalu kulit melepuh dan pecah yang awalnya muncul pada kepala kemudian menyebar di
sekitar mata, mulut, badan lengan dan tungkai, lalu lama kelamaan kulit mengering dengan
sendirinya, namun gelembung – gelembung tersebut muncul kembali dalam 1 minggu ini.
Dirasakan nyeri diseluruh tubuh, gatal-gatal dijumpai. Riwayat mengkonsusmsi obat-
obatan sebelum timbul keluhan dijumpai, os selama ini dengan riwayat kejang, dan
mendapat 2 macam obat, clobazam dan tegretol . Riwayat minum jamu-jamuan tidak
dijumpai, riwayat alergi makanan tidak dijumpai, riwayat alergi obat sebelumnya tidak
jelas. BAK normal, dengan volume ± 1500 cc/24 jam. Nyeri BAK, BAK keruh, BAK
berpasir tidak dijumpai. Batuk dan sesak napas tidak dijumpai, demam tidak dijumpai.
Mual dan muntah juga tidak dijumpai. BAB dalam batas normal. Riwayat sakit gula tidak
dijumpai. Riwayat sakit darah tinggi disangkal.

1
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tahun Penyakit Pengobatan dan Operasi

- Epilepsi Cloazam, tegretol

RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi Riwayat imunisasi
Tahun Bahan / obat Gejala
Tidak jelas Clobazam Ruam, gatal - gatal Tahun Jenis imunisasi

Tidak jelas Tidak jelas


Hobi : Tidak ada yang khusus
Olah Raga : Tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khas/3 kali sehari
Merokok : (-)
Minum Alkohol : (-)
Hubungan Seks : Tidak ada keluhan

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Keadaan Umum : sedang Abdomen : tidak ada keluhan
Kulit: bula, bula, krusta Alat kelamin laki- laki : Tidak ada keluhan
Kepala dan leher: Tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: BAK normal (+)
Mata:Conjunctiva palpebra inf anemis -/-, Hematologi: Tidak ada kelainan
sklera ikterik -/-
Telinga: Tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik: Tidak ada keluhan
Hidung: Tidak ada keluhan Muskuloskeletal:Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan: Tidak ada keluhan Sistem saraf: Tidak ada keluhan
Pernafasan : sesak napas (-) Emosi : Baik
Jantung: Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit

Sedang

2
Gizi
Berat Badan : 70 Kg: Tinggi Badan = 160 Cm
Gizi →IMT : 70 kg/(1,6m)² = 31,25

TANDA VITAL
Kesadaran Compos Mentis Deskripsi: Sadar penuh,
komunikasi baik, rasa awas
terhadap lingkungan baik
Nadi Frekuensi : 84 x/menit Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan: 120/70 mmHg Lengan kanan:120/70 mmHg
Lengan kiri : 120/70 mmHg Lengan kiri : 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 36,8° C Rektal : Tdp.
Pernafasan Frekuensi : 22 x /menit Deskripsi: Regular, kusmaul (-)

KULIT :
Tampak bula multiple hampir menutupi seluruh permukaan tubuh dengan batas tegas susunan
diskret tersebar berisi cairan jernih berdinding tegang diatas kulit eritema dengan krusta diatasnya
berwarna coklat kehitaman yang tebal.
KEPALA DAN LEHER
TVJ R+2 cm H2O, trakea medial, Pembesaran KGB (-), struma (-)
TELINGA
Tidak dijumpai kelainan.
HIDUNG
Tidak dijumpai kelainan.

RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN


Tidak dijumpai kelainan,
gusi berdarah (-), karies (-), tonsil T1-T1, Lidah: papil atropi (-), ulkus (-)
MATA
Conjunctiva palp. inf. Anemis (-)/(-),Skleraikterik (-)/(-), Pupil isokor,ki = ka, ø 3 mm, refleks
cahaya (+)

3
TORAKS
Depan Belakang
Inspeksi Simetris Fusiformis Simetris Fusiformis
Palpasi Stem fremituus kanan=kiri Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SP : Vesikuler SP : Vesikuler
ST : (-) ST : (-)

JANTUNG
Batas Jantung Relatif:
Atas: ICS III LMCS
Kanan: Linea Parasternalis Dekstra
Kiri : ICS VI 1 cm lateral LMCS
Jantung : HR: 84 x/i, reguler, S1 (+) N, S2 (+) N, gallop (-), desah (-), M1 > M2, A2> A1, P2
>P1, A2>P2
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, Hepar teraba 4cm BAC,2cm BPX, L/R sulit dinilai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

PINGGANG
Nyeri ketok sudut costovertebra (-/-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior : oedema (-/-)
Inferior : pitting oedema pretibial dan dorsum pedis (+/+)
ALAT KELAMIN:
Laki-laki, dalam batas normal
REKTUM : tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+/+) normal

4
Refleks Patologis (-/-)
BICARA
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik

Hasil Lab (28/01/2020)


Darah rutin
Hb: 11,3g%, Leukosit : 15.950/mm3, Trombosit: 560.000/mm3, MCV: 91 fL, MCH: 31.9 pg,
MCHC: 35 g% ,E/B/N/L/M: 3.10%/ 0,30%/ 35%/ 11%/ 7.30%
HST: PT/APTT/TT/INR: 1,6/1,07/0,8/1,63
Albumin: 2,2 g/dl
RFT: BUN: 18mg/dl Ureum: 39 mg/dl Kreatinin: 0,79 mg/dl
Elektrolit: Na/K/Cl: 134 mEq/l / 4,4mEq/l / 101mEq/l
KGD adr : 86 mg/dL
EKG: Kesan Sinus ritme + Normo EKG
Foto Thorax PA(28/01/2020):
Kesimpulan: Aorta Elongasi
Kultur Pus (29/01/2020):
Ditemukan bakteri aerob Staohylococcus aureus sensitif dengan ampicillin sulbactam, cefazolin,
ceftazidime, ceftriaxone, cefuroxime, ertapenem, ciprofloxacin, gentamisin, levofloxacin,
tigecycline, tetracycline, metronidazole, trimethoprim/sulfamethoxazole.

Diagnosis Sementara:
-Pemfigoid Bullosa
-Epilepsi ( dalam pengobatan )
-Hipoalbuminemia (2,2)

Rencana Terapi:
 Tirah baring
 O2 2-4 L/i nasal kanul (K/P)

5
 Diet MB
 IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i mikro
 Inj. Methylprednisolone 125 mg/12 jam/iv
 Inj. Ranitidine 150mg/12jam/iv
 Cetirizine 1x10mg
 Sucralfat Syr 3 x C1
 Fenitoin caps : 2x100mg
 Diazepam 2x2mg

Rencana Penjajakan:
Biopsi kulit
Tidak dapat dilakukan : mohon dilakukan peninanjauan kembali untuk dilakukan biopsi ,
dikarenakan keluhan bula sudah pecah.

PEMFIGOID BULOSA

I. Definisi

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya
bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi
bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki
angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi
kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula
biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat
pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen
target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi
kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.

Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody IgG
yang terikat pada basement membrane zone.

6
Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di lapisan
tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut "membran basal."
Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut antigen
hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan (kemotaksis).

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun .
Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan laporan di sekitar
awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi lebih luas)
adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan anak-anak dengan
penanda IgA, daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis
kelamin yang memiliki kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden
Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.

III.ETIOLOGI

PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan respon
humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigen PB 180 (PB180, PBAG2
atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230 atau PBAG1.

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi


autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh kita
menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi
membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk
suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan
menghasilkan antibodi terhadap membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan
lapisan luar kulit (dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu
aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit.

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa faktor
dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat seperti
furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu studi kasus menyatakan obat

7
anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk dalam faktor pencetus Pemfigoid Bulosa.
Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun, seperti
kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga
dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB.
Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan
dapat menginduksi PB pada kulit normal.

IV. ANATOMI

Gambar 1: Anatomi kulit

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis atas : stratum korneum,
stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basal.

Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum basale. Stratum
basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo –

8
epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling
bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk
melanin. Pada sel basal dalam membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi
hemidesmosom adalah melekatkan sel – sel basal dengan membrana basalis.

V. PATOFISIOLOGI

Gambar 2 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB).

Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal epidermis


yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit autoimun
subepidermal bulosa. Autoantigens utama pada pasien PB adalah antigen PB 230
(PB230) dan antigen PB 180. Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan
mengikat antigen pada membran basal.

Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180 dan PB230, dan
ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan autoantibodi patogen.
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula subepidermal
terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi komplemen, perekrutan sel

9
inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan pembebasan berbagai kemokin dan protease,
seperti metaloproteinase matriks-9 dan neutrofil elastase.

Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun seluler dan
humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. Antigen PB merupakan
protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan
merupakan bagian BMZ (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi
hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrane basalis, strukturnya berbeda
dengan desmosom.
Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul 230kD
disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2
atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada PB180.
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan
alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi
pemisahan epidermis dengan dermis.
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigus bulosa
terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina densa. Terbentuknya
bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan hemidesmosom.
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap antigen
Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik komplemen.
Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-
produk sel mas menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast mengakibatkan
pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi dominan di membran
basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen
ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.

VI. DIAGNOSA

A. GAMBARAN KLINIS

Fase Non Bulosa

10
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-bulosa,
tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah atau dalam
hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan
selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-
satunya tanda-tanda penyakit.
Fase Bulosa
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal
ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat papul dan plak
yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm,
berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan
berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur
anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi
gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa
mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus dan daerah
anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah
perifer.
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit PB
dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat
generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,
walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.
Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.

Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula besar,
tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata,
biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.

Tempat Predileksi

11
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah.

Gambar 3: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.

12
Gambar 4 : Pemfigoid Bulosa

Gambar 5: Pemfigoid Bulosa

Gambar 6: Pemfigoid Bulosa

13
Gambar 7: Pemfigoid Bulosa

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear IgA, eritema
multiforme, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan epidermolisis bulosa. Penderita
harus melakukan Biopsi kulit dan titer antibodi serum untuk membedakannya. Biopsi
sangat penting untuk membedakan penyakit-penyakit ini karena mempunyai prognosis
yang tidak sama.

1. Histopatologi

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya celah di


perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama
adalah eosinofil.

2. Imunologi

14
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun
seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).

Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG dan


biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan substansi intraseluler
dari epidermis.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius, dengan
bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran mukosa yang sering
berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype
dari keluarga / golongan pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun
akantolitik. Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di
atas kulit normal dan dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian besar
kasus. Distribusinya dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran akantolisis suprabasalis. Pada pemeriksaan imunopatologi,
diperoleh IgG dengan pola interseluler.

Gambar 8: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.

15
Gambar 9: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.

Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan


akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus berupa
krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur. Membran mukosa jarang terlibat.
Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki
banyak kelenjar sebasea. Pada gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada
stratum granulosum. Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola
intraseluler.

Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak granulomatosa,


dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi. Membran mukosa terlibat pada sebagian
besar kasus. Distribusi lesi pada daerah intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan
aksila. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-
abses intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan
hasil seperti Pemfigus vulgaris.
16
Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal kronik yang
berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin pada zona membrane
basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan erosi, gambaran noninflamasi
ataupun menyerupai pemfigus bulosa, Dermatitis herpetiformis, atau Dermatosis IgA
linear. Membran mukosa terlibat pada kasus yang parah. Distribusi lesinya sama dengan
Pemfigoid Bulosa. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada
pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG linear pada zona membrane basal.

Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis, rekuren, dan
intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada badan dan terdiri dari
vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun berkelompok, serta berkaitan
dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa
papul berkelompok, urtikaria, vesikel serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi
terdistribusi pada daerah siku, lutut, glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran mikroabses di papilla dermis, dan vesikel subepidermal.
Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung papilla.

Gambar 11: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens pruritic, papula,
dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris pada
permukaan ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90% dari pasien
tetapi asimtomatik dalam banyak kasus.

Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal yang
dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang ditemukan. Penyakit ini
17
ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang homogen pada zona membran basal
kutaneus. Gambaran lesi kulitnya berupa vesikel yang anular, berkelompok dan dapat
berupa bula. Membran mukosa terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut,
serta erosi dan pada konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran bula subepidermal dan disertai neutrofil. Pada
pemeriksaaan imunopatologi, didapatkan IgA linear pada zona membran basal.

VIII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi dengan
agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat-obat ini
biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara bertahap dari prednison
dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya memerlukan
kortikosteroid topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit
berat yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg
sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan. Sebagian kasus dapat
disembuhkan dengan kortikosteroid saja.

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti Pemfigus,


dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis awal 60-100
mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke jumlah minimum yang
akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi memberikan efek samping
yang buruk seperti prednison. Suatu kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik
diberikan pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu,
kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya penderita harus
menanggung efek samping obat tersebut.

Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat imunosupresif
ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan dengan prednison.
Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderita dengan gejala yang berat dan
progresif supaya penderita bisa ditangani dengan cepat. Efek pemakaian glukokortikoid
sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa hari.

18
Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk
mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid Bulosa.

Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa. Tidak
banyak pasien yang berespon terhadap dapson.

IX. PROGNOSIS

Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama beberapa
bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik.. Walaupun mayoritas
pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi spontan, tingkat mortalitas
dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut usia.

Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan
mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien dengan
Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus, terutama Pemfigus Vulgaris
dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat mortalitasnya sekitar 25% untuk pasien yang tidak
diobati dan sekitar 95% untuk pasien dengan penyakit Pemvigus Vulgaris saja tanpa
pengobatan. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa penilitian di Eropa pada kasus
Pemfigoid Bulosa menunjukkan bahwa bahkan dengan perawatan, pasien Pemfigoid Bulosa
memiliki prognosa seburuk penyakit jantung tahap akhir, dengan lebih dari 40% pasien
meninggal dunia dalam kurun 12 bulan. Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit
penyerta dan pola praktek (penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat
imunosupresif) juga mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini.

19
20

Anda mungkin juga menyukai