Anda di halaman 1dari 10

Pentingnya Penerapan Etika Psikologi Dalam Penelitian

Disusun Oleh :
Yohannah Priscillia Yunofa Huwae (2016031039)
Gabrialle Angela Neve (2016031044)
Reyhand Ichramsyah Pane (2016031031)

Universitas Pembangunan Jaya


2018
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penelitian ialah kegiatan untuk memilih judul, merumuskan persoalan, kemudian diikuti
dengan pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang dilakukan dengan metode
ilmiah secara efisien dan sistematis yang hasilnya berguna untuk mengetahui suatu keadaan atau
peristiwa dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan atau untuk membuat keputusan dalam
rangka pemecahan persoalan (Supranto dalam Haryono, 2012)
Sebuah riset atau penelitian memiliki prinsip dasar etika penelitian (Jasaputra & Santosa,
2008). Etika berasal dari bahasa Yunani (ethikos) yang memiliki arti sebagai analisis konsep-
konsep terhadap aturan benar atau salah. Rofiah (2018) mengatakan bahwa pengaplikasian
kedalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral harus penuh dengan bertanggung jawab.
Etika merupakan pengetahuan hal yang harus dilakukan baik ataupun buruk (Choiriyah, 2014).
Ki Hajar Dewantara (dalam Trihandayani, Hairunnisa dan Nurliah, 2018) mengatakan bahwa
etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia,
teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan. Etika merupakan bidang
ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan oleh seorang individu (Rofiah, 2018). Arens (dalam Arumsari dan Budiartha, 2016)
menjelaskan bahwa perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya dapat berjalan
secara teratur.
Prof. Muchtan Sujanto (dalam Jasaputra & Santosa, 2008) berpendapat bahwa terdapat 4
prinsip dasar penelitian. Pertama adalah menghormati orang atau respect for person, kedua
memberikan manfaat, yang ketiga adalah tidak membahayakan subyek penelitian, dan yang
terakhir merupakan keadilan atau justice. Para peneliti dalam bidang apapun wajib untuk
mengikuti etika yang sudah ditentukan karena dalam mencari ilmu pengetahuan tidak boleh
mengorbankan kesejahteraan dari subyek penelitian maka dibentuklah aturan atau kode etik
dalam melakukan penelitian oleh organisasi-organisasi psikologi seperti American Psychological
Association, Austalian Psychological Society dan British Psychological Society (Hunsley & Lee,
2010). Psikologi di Indonesia juga memiliki etika yang disusun kedalam kode etik psikologi
yang mengatur secara keseluruhan bagaimana seharusnya seorang psikolog dan ilmuwan
psikolog bekerja, tata cara dalam melakukan penelitian, mempublikasikan hasil penelitian,
assesment, intervensi, dan lain-lain.
Apabila terdapat peneliti yang melanggar kode etik pasti terdapat konsekuensi atau ganjaran
yang sesuai dengan apa yang telah diperbuat, seperti kasus psikolog Antonia Ratih
Andjayanisaksi dalam kasus Jessica Kumala Wongso dimana ia mempublikasikan hasil tes
psikologi tanpa adanya persetujuan dari pihak tersangka yaitu Jessica Kumala Wongso sehingga
ia melanggar kode etik. Bukan hanya kasus Jessica Kumala Wongso tetapi ada juga kasus
pelanggaran kode etik yang dilakukan olehh Psikolog Sherly Solihin di klinik temaptnya bekerja
yakni ICAC Profesional Service yang digugat oleh seorang warga negara asing (WNA) yang
bernama Denis Anthony Michael Keet, dimana Sherly mengeluarkan rekam media hasil
konseling perceraian yang telah dilakukan dengan Michael dan istrinya Yeane Sailan (Diputra,
2013). Maka dari itu peneliti ingin membuat program intervensi yang berjudul “Pentingnya
Penerapan Etika Psikologi Dalam Penelitian” yang dibuat kedalam bentuk poster.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang muncul pada program intervensi
ini adalah:
1. Membuat intervensi mengenai bagaimana cara agar terhindar dari pelanggaran etika
psikologi dalam penelitian.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Poster dibuat untuk tujuan:
1. Meningkatkan kesadaran peneliti akan pentingnya penggunaan etika dalam penelitian.
2. Mengedukasi para peneliti mengenai pentingnya penggunaan kode etik pada penelitian
psikologi.
Poster dibuat dengan harapan dapat memberi manfaat :
1. Untuk mengurangi kesalahan penerapan kode etik penelitian.
2. membantu mengingkatkan pengetahuan mengenai penggunakan kode etik pada sebuah
penelitan terutama penelitian psikologi.
3. Membantu pemberian kesadaran terhadap pentingnya etika dan penerapan kode etik
dalam penelitian psikologi.
Bab II

Kajian Teori
2.1 Etika
Definisi yang paling umum digunakan untuk mendefinisikan etika, yaitu etika adalah norma
yang dapat membedakan antara perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Dimana
semua orang dapat mempelajari norma etika itu di sekolah, rumah, gereja dan dalam lingkungan
sosial lainnya (Resnik, 2011). Etika merupakan prinsip perilaku yang benar, pilihan moral
tertentu yang harus dibuat oleh seseorang yang mengatur sebuah budaya atau kelompok tertentu
dan aturan atau standar yang mengatur perilaku seseorang atau anggota suatu profesi (Fox dkk,
2010).
2.1.2 Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu ukuran dari tingkah laku dan perbuatan yang harus dilakukan
atau diikuti oleh seorang peneliti dalam memperoleh data-data penelitiannya yang disesuaikan
dengan adat istiadat serta kebiasaan masyarakat ditempat ia meneliti (Mai, 2014). American
Psychological Association atau APA telah menyusun etika penelitian psikologi (Hunsley & Lee,
2010). Terdapat 12 etika penelitian yang telah disusun yaitu Instituional, Informed consent for
research, Informed consent for recording, Client/patient, student and subordinate research
participants, Dispensing with informed consent, Offering inducements for research participation,
Deception in research, Debriefing, Humane care and use of animals in research, Reporting
research results, Plagiarism, Publication Credit, Duplicate publication of data, Sharing
research data for verification, dan Obligations on reviews.
2.2 Kode Etik
Cooper (dalam Dunn & Meine, 2010) mengatakan bahwa kode etik yang dimiliki oleh
sebuah internal organisasi dapat membuat individu yang berada dibawah naungan organisasi
tersebut dapat berperilaku konsisten dengan prinsip-prinsip yang telah disusun dan ditetapkan.
Kode etik merupakan norma yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
tingkah laku dalam bermasyarakat atau di tempat kerja (Rajalahu, 2013). Tujuan dari kode etik
yaitu untuk mengatur dan member kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga
kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk memberikan rasa aman dan nyamn bagi
masyarakat yang memerlukan jasa professional. Rajalahu (2013) menyimpulkan bahwa kode etik
adalah mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota
organisasi profesi. Dunn & Meine (2010) mengatakan pemegang kekuasaan dapat mengambil
keputusan mulai dari teguran, pemecatan dan tuntutan pidana untuk menegakkan perilaku yang
melenceng dari kode etik yang telah dibuat.
Sebuah organisasi cenderung bergantung pada kode etik untuk memfokuskan anggotanya
pada prinsip dan perilaku etika yang tepat. mempertimbangkan dan membandingkan kode etik
beberapa asosiasi profesional bermanfaat untuk menilai bagaimana kode-kode tersebut
diterapkan didalam kasus ditegakkan, dan untuk mempertimbangkan apakah hubungan
kolaboratif antara organisasi dalam menangani masalah penegakan dapat menyebabkan
penggunaan yang lebih efektif dari kode etik masing-masing (Dunn & Meine, 2010). Kode etik
lahir dari sebuah lembaga atau organisasi profesi yang mengikat secara moral bagi seluruh
anggota yang tergabung dalam organisasi (Rajalahu, 2013). Kode etik yang berlaku antar
organisasi berbeda-beda sesuai dengan unsur normanya maupun ruang lingkup dan wilayah
berlakunya.
Reynolds (dalam Dunn & Meine, 2010) mengatakan jika kode etik mungkin
dimaksudkan untuk meningkatkan suatu status profesi atau organisasi di mata publik atau
masyarakat luas. Kode etik cenderung berfokus pada bimbingan praktisi dan peningkatan status
serta identitas profesional karena banyak kode yang menyediakan mekanisme untuk regulasi
profesional. Terkadanga kode etik profesional memiliki fokus utilitarian dan pendekatan
terhadap etika (Pattison & Wainwright, 2010).

Bab III
Analisis
3.1 Analisis
Tenaga kerja professional dituntut untuk menyelesaikan pendidikannya hingga ke tingkat
profesi atau magister sebelum diakui sebagai pemilik profesi tertentu. Salah satu profesi yang
menuntut seseorang untuk menyelesaikan pendidikan profesi setelah menempuh pendidikan
sarjananya adalah profesi psikolog. Kode etik psikologi Indonesia (2010) mengatakan bahwa
seorang psikolog merupakan individu yang telah menjalani pendidikan sarjana psikologi dan
menyelesaikan pendidikan di tingkat magister dengan waktu tempuh 2,5 tahun. Dalam periode
ini seorang mahasiswa calon psikolog dituntut untuk menunjukkan kualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan psikologis dan pengembangan potensi individu, kelompok, dan
sistem serta mengelola layanan dan riset psikologis secara profesional dengan berlandaskan kode
etik.
Kode etik merupakan code of conduct dalam sebuah praktik psikologi, harus dirumuskan
secara tegas dan jelas mengenai kompetensi dan kewenangannya dengan adanya penyusunan
SOP (Standard Operational Procedure) dalam melakukan praktik psikologi (Himpunan
Psikologi Indonesia, 2013). Kode etik bertujuan untuk melindungi konsumen yang berkaitan
dengan malapraktik dan sanksi atas pelanggaran. Ketika psikolog melakukan penelitian atau
memberikan penilaian, terapi, konseling, atau layanan konsultasi secara langsung atau melalui
transmisi elektronik atau bentuk komunikasi lainnya psikolog harus memperoleh persetujuan dari
individu (Koocher, 2014).
Koocher (2014) mengatakan bahwa jika psikolog melakukan atau menyebarkan
inforamasi tanpa persetujuan mendapatkan sanksi dari undang-undang atau peraturan pemerintah
Kode Etik yang telah ditentukan. Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) telah menetapkan
pasal-pasal penting dalam penerapan kode etik Psikologi sebagai psikolog professional di
Indonesia. Pasal 17 merupakan salah satu kode etik dari HIMPSI yang bertajuk “konflik
kepentingan”. Pasal tersebut berisikan bahwa Psikolog dan Ilmuwan Psikologi menghindar dari
melakukan peran profesional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional, hukum, finansial,
kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak objektivitas, kompetensi, atau
efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi sebagai Psikolog dan Ilmuwan Psikologi atau
berdampak buruk bagi pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan
pengguna layanan psikologi tersebut.
Pelanggaran kode etik didunia psikologi kerap kali terjadi dalam penanganan kasus-kasus
fenomena sosial yang ada di Indonesia. Salah satu kasus fenomena sosial yang terkait dalam
topik ini adalah pelanggaran kode etik oleh ahli psikologi Antonia Ratih Andjayani. Pelanggaran
yang dilakukan adalah mempublikasikan hasil tes tanpa adanya persetujuan dari pihak kedua
dalam sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Penggunaan keterangan atau data yang
diperoleh psikolog harus mematuhi hal-hal yang telah dibuat seperti hanya dapat diberikan
kepada pihak berwenang dan hanya memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan
pemberian layanan psikologi. Psikolog dari Universitas Indonesia Dewi Taviana Walida menjadi
saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso di sidang ke-22 kasus
kematian Wayan Mirna Salihin berpendapat bahwa informasi yang telah disebarkan seharusnya
bersifat rahasia dan tidak boleh disampaikan pada publik dan tidak begitu saja mengumbar hasil
analisanya. Mengumbar hasil ke publik telah melanggar aturan kode etik psikolog. Hasil analisis
kejiwaan seseorang dalam kasus ini Jessica bersifat rahasia dan hanya dapat dibuka atas izin
pengadilan. Jika ingin memberikan hasil psikologi dari seseorang harus ada izin hakim dan harus
ada perintah dari pengadilan.

3.2 Tindak Lanjut


Penulis membuat poster dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran para peneliti akan
pentingnya penggunaan kode etik dalam melakukan penelitian, membuat pencegahan akan
pelanggaran kode etik yang akan dilakukan oleh peneliti sehingga poster yang nantinya akan
kami buat berisikan apa saja kode etik dalam profesi psikologi yang telah diatur oleh Himpunan
Psikologi Indonesia (HIMPSI). Poster yang dibuat akan di kemas kedalam bentuk komik
sehingga menarik untuk dilihat dan pesan yang akan disampaikan menjadi mudah untuk diingat.
Poster akan berisi alur cerita mengenai seseorang yang membicarakan kesulitan untuk mengikuti
kode etik lalu salah satu temannya akan memberitahu bahwa terdapat kode etik harus diikuti oleh
HIMPSI dan apabila terjadi pelanggaran maka terdapat sebuah ganjaran. Tulisan-tulisan
mengenai percakapan akan dibuat akan menggunakan bahasa yang ringan dan warna yang
digunakan dalam poster beserta tulisan akan dipilih perpaduan antara warna terang dan gelap
supaya penglihatan pembaca tidak terganggu.
Bab IV
Kesimpulan
Poster yang dibuat dengan judul “Kode Etik tentang PSI” dibuat dengan tujuan untuk
memberikan edukasi tentang bahayanya pelanggaran kode etik dalam penelitian psikologi dan
konsekuensi yang terjadi setelah terjadinya pelanggaran. Poster tersebut berisikan mengenai
kasus pelanggaran yang pernah terjadi di Indonesia dan penjelasan Pasal 17 dari kode etik
HIMPSI. Dengan dibuatnya poster ini diharapkan pesan yang peneliti tulis dapat tangkap dengan
baik dengan konsep yang telah dibuat sederhana seperti komik yang digemari oleh anak muda.
Harapan dari penulis pesan tersebut dapat ditangkap oleh mahasiswa dan individu atau kelompok
yang akan melakukan penelitian. Dengan hal tersebut diharapkan masyarakat dapat memberi
kepercayaan lebih terhadap peneliti dan hasil penelitian dari psikolog.

Daftar Pustaka
Arumsari, A., L. dan Budiarhata, I., K. (2016). Pengaruh profesionalisme auditor, independensi
auditor, etika profesi, budaya organisasi, dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja
auditor pada kantor akuntan publik di Bali. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2018
melalui https://ojs.unud.ac.id/index.php/EEB/article/download/9502/16121
Choiriyah, N. (2014). Etika belajar peserta didik : perspektif syekh umar bin achmad baradja
dalam kitab al-akhlaq li al-banat. Skripsi. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2018 dari
http://digilib.uinsby.ac.id/647/
Diputra, R. (2013). Diduga langgar kode etik, psikolog digugat ke pn Jaksel. Diakses pada
tanggal 03 Desember 2018 melalui
https://news.okezone.com/read/2013/10/02/500/875317/diduga-langgar-kode-etik-
psikolog-digugat-ke-pn-jaksel
Dunn, T. P., & Meine, M. F. (2010). Ethics codes and their administration: a particularly
illustrative case study and a call for collaboration. The Innovation Journal: The Public
Sector Innovation Journal, 15(2), Article 5. 1-16.
Fox, E., Bottrell, M. M., Berkowitz, K. A., Chanko, B. L., Foglia, M. B., & Pearlman, R. A.
(2010). Integratedethics: an innovative program to improve ethics quality in health care.
The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, 15(2).
Haryono, S. (2012). Metodologi penelitian bisnis dan manajemen. Diakses pada tanggal 25
November 2012 melalui
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2527/Isi%20Buku%20Bab
%201.pdf?sequence=5&isAllowed=y
Himpunan Psikologi Indonesia. (2013). Kolokium psikologi indonesia xiii Medan, 28 s/d 29
september 200. Diakses dari http://www.himpsi.or.id/29-semua-kategori/non-
menu/kolokium/21-kolokium-psikologi-indonesia-xiii
Hunsley, J., & Lee, C. M. (2010). Introduction to Clinical Psychology. United State of America:
John Wiley & Sons, Inc.
Jasaputra, D. K., & Santosa, S. (2008). Metode Penelitian Biomedis (ed 2). Bandung:
Danamartha Sejahtera Utama.
Koocher, G. P. (2014). Research Ethics and Private Harms. Journal of Interpersonal Violence,
29(18). 3268-3276.
Kode Etik Indonesia. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia: Himpsi, Himpunan Psikolog
Indonesia. Diakses dari http://himpsi.or.id/phocadownloadpap/kode-etik-himpsi.pdf
Mai, R. (2014). Etika penelitian. Diakses pada tanggal 17 Desember 2018 melalui
https://www.academia.edu/7592790/Makalah_ETIKA_PENELITIAN_untuk_kuliah_Pe
nelitian_dan_Penulisan_tesis
Pattison, S., & Wainwright, P. (2010). “Is the 2008 NMC Code ethical?”. Nursing Ethics, 17(1),
9-18.
Rajalahu, Y. (2013). Penyelesaian pelanggaran kode etik profesi oleh kepolisian republik
Indonesia. Lex Crimen, 2(2). 143-161.
Ratnasari, M., Y. (2010). Makalah etika. Diakses pada tanggal 24 November 2018 melalui
https://www.academia.edu/5690888/MAKALAH_Etika
Rofiah, N. (2018). Penerapan Etika Jual Beli Pedagang Pasar Wage Tulungagung dalam
pandangan islam. Diakses melalui http://repo.iain-tulungagung.ac.id/7703/5/BAB
%20II.pdf
Resnik, D. B. (2011). What is ethics in research & why is it important. National Institute of
Environmental Health Sciences, 1-10. Diakses pada tanggal 21 November 2018 melalui
https://courses.washington.edu/bethics/Homepage/What%20is%20Ethics%20in
%20Research%20&%20Why%20is%20it%20Important_.pdf
Trihandayani, N., Hairunnisa, H., & Nurliah. (2018). Implementasi kode etik humas
pemerintahan keputusan menteri komunikasi dan informasi nomor 371/kep/m.
Kominfo/8/2007 di humas kantor wilayah kementerian hukum dan ham Kalimantan
Timur. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2018 http://repo.iain-
tulungagung.ac.id/7703/5/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai