Anda di halaman 1dari 19

i

Referat

Sibling Rivalry

Oleh :
Wulidah Ulfa
H1AP1

Pembimbing:
dr. Ermiati, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN PSIKIATRI RSKJ SOEPRAPTO DAN RSUD dr. M. YUNUS
BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Wulidah Ulfa

NPM : H1AP1

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Psikiatri

Judul : Sibling Rivalry

Pembimbing : dr. Ermiati, Sp. KJ

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik di Bagian


Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.

Bengkulu, Maret 2020

dr. Ermiati, Sp. KJ

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Sibling Rivalry”
sebagai salah satu komponen penilaian Kepaniteraan Klinik di Bagian Psikiatri RSKJ
Soeprapto Provinsi Bengkulu, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Bengkulu.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Ermiati, Sp.KJ sebagai pembimbing yang telah


bersedia meluangkan waktudan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk
serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan referat
ini, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Penulis sangat berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bengkulu, Maret 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Persaingan saudara atau sibling rivalry didefinisikan sebagai hubungan
kompetitif antara saudara kandung dan sering dikaitkan dengan perjuangan untuk
perhatian orangtua, kasih sayang dan persetujuan, tetapi juga untuk pengakuan di
dunia. Hubungan kompetitif berasal dari kegiatan dalam mereka yang berbasis
dampak atau strategi. Sibling rivalry ditunjukkan melalui beberapa tingkah laku,
seperti berperilaku agresif atau resentment (kekesalan, kemarahan, dan kebencian)
terhadap orang tua dan saudaranya, memiliki rasa kompetisi atau semangat untuk
bersaing, serta adanya perasaan iri atau cemburu dengan mencari perhatian lebih
(Chen et al, 2019).
Rivalitas sering terjadi pada sebagian besar saudara kandung tergantung dari
jumlah saudara yang dimiliki. Rivalitas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk
serangan verbal atau fisik, suatu bentuk ke frustasian, tuntutan,perhatian atau sebagai
fenomena yang regesif. Apabila rival tersebut ditangani dengan baik maka persaingan
yang sehat antar saudara akan memperoleh suatu bentuk baik secara keterampilan
sosial, interpersonal dan kognitif yang akan mengarah pada perkembangan anak
hingga dewasa (Hashim et al, 2015). Dalam keluarga sering terjadi adanya
kecemburuan atau persaingan antar saudara kandung yang baru dilahirkan, sehingga
membuat semua anak akan merasa terancam oleh kedatangan seorang saudara baru.
Kehadiran saudara salah satunya dapat pula menyebabkan pertengkaran dan
persaingan sehingga memungkinkan terjadinya stress dan kecemasan (Pope, 2006).
Orang tua merupakan peran penting dan memiliki tugas yang sulit dalam
menangani hal ini baik secara persiapan anak-anak untuk kedatangan saudara baru
dan jarak antar saudara (Hashim et al, 2015).

4
Apabila sibling rivalry ini tidak dapat diatasi dengan baik, dapat merusak
kualitas persaudaraan dan menyebabkan perilaku agresif anak terutama terhadap
saudaranya di rumah (Havnes, 2010).

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definsi Sibling Rivalry


Persaingan saudara atau sibling rivalry didefinisikan sebagai hubungan
kompetitif antara saudara kandung dan sering dikaitkan dengan perjuangan untuk
perhatian orangtua, kasih sayang dan persetujuan, tetapi juga untuk pengakuan di
dunia. Hubungan kompetitif berasal dari kegiatan dalam mereka yang berbasis
dampak atau strategi. Sibling rivalry ditunjukkan melalui beberapa tingkah laku,
seperti berperilaku agresif atau resentment (kekesalan, kemarahan, dan kebencian)
terhadap orang tua dan saudaranya, memiliki rasa kompetisi atau semangat untuk
bersaing, serta adanya perasaan iri atau cemburu dengan mencari perhatian lebih
(Chen et al, 2019).
Menurut Lusa (2010) sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan
pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada
semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih. Sibling rivalry atau
perselisihan yang terjadi pada anak-anak tersebut adalah hal yang biasa bagi anak-
anak usia antara 5-11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah
terjadi sibling rivalry itu.
Sibling rivalry biasanya muncul ketika selisih usia saudara kandung terlalu
dekat, karena kehadiran adik dianggap menyita waktu dan perhatian terlalu banyak
orang tua (Setiawati, 2008). Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry
adalah berusia 3 atau 4 tahun dimana persaingan antar saudara cenderung memuncak
(Woolfson, 2004).
Sibling rivalry terjadi karena adanya perbedaan reaksi dari orang-orang yang
berada di sekelilingnya, termasuk reaksi ayah dan ibunya. Hal tersebut karena adanya
anggapan bahwa orang tua pilih kasih. Sikap demikian menumbuhkan rasa iri hati
dan permusuhan yang akan mepengaruhi hubungan antara saudara kandung yang
negatif yaitu dengan munculnya berbagai pertentangan antar saudara kandung.

6
Munculnya sibling rivalry pada diri seseorang dikeluarganya dapat
menimbulkan perilaku yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Berbagai
kecemburuan dapat diekspresikan dengan berbagai macam cara. Terkadang dengan
sebuah aduan kepada ibu atau ayah mengenai kesalahan adik atau kakak. Hal yang
paling membahayakan ketika anak sudah bertindak agresif kepada adik nya, seperti
mendorong, memukul, menendang.
Ciri khas yang sering muncul pada sibling rivalry, yaitu: egois, suka
berkelahi, memiliki kedekatan yang khusus dengan salah satu orangtua, mengalami
gangguan tidur, kebiasaan menggigit kuku, hiperaktif, suka merusak, dan menuntut
perhatian lebih banyak (Sains, 2009). Terdapat dua macam reaksi sibling rivalry,
secara langsung yaitu biasanya berupa perilaku agresif seperti memukul, mencubit,
atau bahkan menendang (Setiawati, 2008). Reaksi yang lainnya adalah reaksi tidak
langsung seperti, munculnya kenakalan, rewel, mengompol atau pura-pura sakit
(Setiawati, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sibling rivalry dapat
diartikan sebagai kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki
dan saudara perempuan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang
tua, hal ini terjadi pada semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih.

2.2. Penyebab Sibling Rivalry


Menurut Lusa (2010) ada banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry,
antara lain:
o Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin
menunjukkan pada saudara mereka.
o Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan
dari orang tua mereka.
o Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh
kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.

7
o Tahap perkembangananak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi
proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
o Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
o Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai
permainan dengan saudara mereka.
o Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
o Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan
dalam keluarga adalah normal.
o Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota
keluarga.
o Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
o Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
o Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada
mereka.
Menurut Setiawati et al (2007), faktor penyebab sibling rivalry diantaranya
karena orang tua membagi perhatian dengan orang lain, mengidolakan anak tertentu,
dipeliharanya rasa kesal orang tua, serta kurangnya pemahaman diri. Faktor penyebab
sibling rivalry adalah faktor internal dan eksternal:
a. Faktor internal:
Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak
itu sendiri seperti temperamen, sikap masing-masing anak mencari perhatian orang
tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak
yang lain (Sains, 2009).
b. Faktor eksternal:
Faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik anaknya,
seperti sikap membanding-bandingkan, dan adanya anak emas diantara anak yang
lain (Sains, 2009).

8
Walker (2010) juga mengatakan jika sebuah penelitian membuktikan bahwa
sibling rivalry terjadi biasanya karena adanya persamaan jenis kelamin pada anak dan
perbedaan usia anak yang terlalu dekat, namun ia juga mengatakan jika faktor lain
yang mempengaruhi sibling rivalry yaitu adalah kepribadian anak, respon orang tua
pada anak, nasehat yang diberikan orang tua pada anak serta waktu berkumpul
keluarga, ruang gerak dan kebebasan pada setiap anak.
Sedangkan menurut Teti (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
hubungan saudara kandung antara lain:
a. Sikap orang tua.
Sikap orang tua pada anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak dapat
membanggakan orang tua dan memenuhi keinginan orang tua. Biasanya anak pertama
yang memiliki waktu bersama orang tua lebih lama dimana asosiasi yang dibangun
diantara mereka sangat erat cenderung akan memenuhi apa yang orang tua inginkan
dibandingkan anak tengah atau anak bungsu. Dengan itu maka orang tua akan
bersikap berbeda antara anak pertama, tangah ataupun terakhir dan hal itu
menyebabkan rasa benci dan iri lalu terbentuklah permusuhan serta persaingan antara
mereka.

b. Urutan posisi.
Dalam sebuah keluarga yang memiliki lebih dari satu anak maka pada setiap
anak akan memiliki beban dan tugasnya masing-masing. Apabila anak dapat
menjalankan tugasnya dan perannya dengan mudah maka hal itu tidak akan menjadi
masalah, namun ketika mereka tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai anak itu
yang dapat menyebabkan perselisihan yang besar. Peran pada setiap anak dalam
keluarga bukan dipilih sendiri melainkan sudah merupakan kodrat. Sebagai contoh
ketika anak perempuan pertama memiliki stereotype “pembantu ibu”, ketika anak
perempuan tertua ini menolak perannya sebagai “pembantu ibu” dan merasa bahwa
adik- adiknya juga harus membantu dirinya maka hal ini dapat memperburuk
hubungan orang tua dan anak.

9
c. Jenis kelamin saudara kandung.
Anak laki-laki dan perempuan bereaksi yang berbeda terhadap saudara kandung
yang sama jenis kelaminnya atau berbeda jenis kelaminnya. Misalnya kakak
perempuan akan lebih banyak mengatur adik perempuannya daripada adik laki-
lakinya atau anak laki-laki lebih sering bertengkar dengan kakak atau adik nya yang
juga berjenis kelamin laki-laki daripada dengan perempuan, biasanya mereka lebih
cenderung melindungi kakak atau adik perempuannya. Ketika usia pada akhir masa
anak-anak, antagonisme antar jenis kelamin akan semakin kuat dan menyebar dalam
rumah lalu menjadikan konflik-konflik hebat antara mereka. Biasanya juga
diperburuk apabila pada proses konflik tersebut orang tua ikut campur untuk
mengakhiri konflik tersebut lalu orang tua biasanya akan dituduh membela salah satu,
hal tersebut yang biasanya lebih merusak hubungan persaudaraan dan hubungan
keluarga itu sendiri.

d. Perbedaan usia.
Perbedaan usia antara saudara kandung mempengaruhi cara mereka dalam
bereaksi satu terhadap lain dan cara orang tua memperlakukan mereka. Apabila usia
mereka berdekatan biasanya hubungannya tidak kooperatif, tidak ramah dan saling
bersaing mendapatkan kasih sayang. Ketika orang tua memiliki anak yang berdekatan
usianya maka orang tua cenderung memperlakukan antara keduanya dengan sama.
Anak yang lebih tua cenderung akan dipilih orang tua untuk menjadi contoh (model)
untuk adiknya dan orang tua biasanya memaksakan hal tersebut. Sebaliknya, anak
yang lebih muda harus meniru dan mematuhi anak yang lebih tua. Hubungan saudara
kandung yang terbaik yaitu dimana tidak ada perbedaan usia diantara mereka yaitu
anak kembar. Anak kembar biasanya lebih banyak mengungkapakan kasih sayang
dan tidak seagresif hubungan suadara kandung yang memiliki perbedaan usia.

10
e. Jumlah saudara.
Ketika jumlah saudara dalam sebuah keluarga kecil maka akan meminimalisasi
pertengkaran antara saudara kandung. Hal tersebut diakibatkan ketika keluarga
dengan jumlah saudara sedikit maka akan banyak kualitas waktu berkumpul dan
dengan hal tersebut banyak terjadi komunikasi antar saudara dan interaksi antar
saudara berjalan dengan baik. Sedangkan pada keluarga besar maka jenis disiplin
yang diterapkan merupakan disiplin otoriter dimana jarang adanya interaksi yang
berkualitas antara saudara kandung dan ekspresi antar saudara saling dibatasi oleh
orang tua.

f. Jenis disiplin.
Terdapat tiga jenis disiplin yang sering diterapkan orang tua yaitu permisif,
demokratis dan otoriter. Kelihatannya keluarga dengan jenis disiplin otoriter lebih
rukun ketimbang keluarga dengan jenis disiplin permisif, karena pada keluarga
dengan jenis disiplin otoriter orang tua mengendalikan secara ketat hubungan antara
saudara dan bersifat memaksa sehingga bukan merupakan keinginan anak. Sedangkan
apabila memakai disiplin permisiv maka anak akan sesuka hatinya tanpa ada kontrol
dari siapa pun. Sehingga yang menjadi jenis disiplin yang paling bagus untuk
menghindari adanya konflik antara saudara adalah jenis disiplin demokratis. Dimana
anak lebih dapat menjalankan disiplin tersebut dengan sehat karena aturan-aturan
dibuat bersama serta mereka dapat belajar mengenai arti member dan menerima serta
arti bekerja sama satu sama lain.

g. Pengaruh orang luar.


Orang yang berada pada luar rumah juga dapat mempengaruhi hubungan antara
saudara kandung. Terdapat tiga cara orang luar dapat mempengaruhi hubungan antar
saudara kandung yaitu : kehadiran orang luar di rumah, tekanan orang luar pada
anggota keluarga dan perbandingan anak dengan saudaranya oleh orang luar rumah.
Orang lain diluar rumah tersebut dapat memperburuk suasana ketegangan di dalam

11
rumah pada antara saudara kandung. Dimana ketika anak dibanding-bandingkan
dengan saudaranya oleh orang lain.

2.3. Aspek-aspek Sibling rivalry


Aspek-aspek pada sibling rivalry antara lain :
a. Konflik
Konflik adalah peristiwa sosial yang melibatkan oposisi dan adanya
perbedaan pendapat. Perilaku tersebut seperti melawan, menolak dan memprotes.
Konflik terjadi apabila dua atau lebih individu berhubungan dalam perilaku yang
berlawanan.
b. Cemburu
Cemburu pada saudara kandung muncul ketika terjadi ketidakpuasan pada
salah satu anak kepada oreangn tuanya yang memperlakukan anak-anaknya berbeda
satu sama lain. Karena anak-anak sangat tergantung pada orang tua dalam hal kasih
sayang, perhatian dan pemenuhan kebutuhan-kebuituhannya sehingga anak-anak
tidak suka bila harus membagi kasih sayang orangtuanya dengan siapapun. Perilaku
tersebut seperti iri hati dan dengki.

c. Kekesalan
Terkadang perasaan kesal seperti sebal dan marah pada orang tua
dilampiaskan kepada saudaranya (adik/kakak). Hal tersebut terjadi karena ketidak
berdayaan melawan orang tuanya. Jika hal tersebut berkenaan dengan perlakuan
orang tua yang menurutnya memberikan posisi spesial pada saudaranya. Dilain hal,
kekesalan dapat tertumpah pada saudaranya apabila ia mendapat dirinya sebagai
pihak yang tidak memiliki hal yang sama dengan saudaranya.

2.4. Dampak positif Sibling Rivalry


Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada segi
positifnya, antara lain:

12
 Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan
beberapaketerampilan penting.
 Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
 Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang tua harus
menjadi fasilitator.

2.5. Dampak Negatif Sibling rivalry


Hurlock (2007) mengatakan bahwa dampak Sibling rivalry setidaknya ada 2
macam reaksi, yaitu sebagai berikut:
a. Bersifat langsung yang dimunculkan dalam bentuk perilaku agresif mengarah
ke fisik seperti menggigit, memukul, mencakar, melukai, dan menendang atau
usaha yang dapat diterima secara sosial untuk mengalahkan saingannya.
b. Reaksi tidak langsung yang dimunculkan bersifat lebih halus sehingga sulit
untuk dikenali seperti: mengompol, pura-pura sakit, menangis, dan menjadi
nakal.

Sedangkan menurut Novairi dan Bayu (2012), dampak negatif dari sibling
rivalry adalah sebagai berikut:
a. Anak merasa tidak memiliki harga diri di mata orangtuanya karena merasa
terus menerus di salahkan Hal ini biasanya terjadi pada sang kakak, ketika
bertengkar dan adiknya menangis, biasanya orang tua selalu menyalahkan
kakaknya.
b. Anak tidak pernah mengetahui mana hal yang benar Ketika kakak-adik
bertengkar orangtua hanya diam, maka anak-anak menganggap bahwa
melakukan hal yang benar. lama kelamaan kebiasaan dan pemahaman itu akan
melekat dalam jiwa mereka hingga dewasa, lebih parah mereka bisa saja bersifat

13
agresif dan menekan terhadap saudaranya sebab sedari kecil sudah terbiasa
dengan kondisi yang demikian.
c. Kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orangtua selalu
membela adiknya ataupun sebaliknya Apabila rasa benci telah tertanam sejak
kecil terhadap saudarnya, maka tidaklah sulit baginya untuk berkembang
menjadi suatu hal yang mengerikan lagi di masa datang. Bisa-bisa ia menyimpan
keinginan untuk membalas dendam kepada saudaranya suatu saat nanti.
d. Ada rasa dendam dan kebencian terhadap saudaranya yang bisa terus tertanam
hingga mereka dewasa Ada kisah mengenai orangtua yang hingga ia memiliki
anak dan hidup terpisah dari saudara dan keluarga yang lain. Dia tidak memiliki
hubungan yang harmonis dengan saudara sendiri. Hal itu di karenakan sejak
kecil tidak pernah akur, sehingga merasa canggung untuk berdekatan lagi.
e. Jika terjadi perkelahian, sang adik biasanya mengandalkan tangisan untuk
mengadu kepada ibu dan meminta pembelaan darinya. Sering kali orang tua
selalu menasehati sang kakak tanpa mengetahui duduk permasalahanya Padahal
masalah itu belum tentu di buat sang kakak.

Berdasakan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sibling rivalry


dapat berdampak dengan hilangnya harga diri pada anak, Anak tidak pernah
mengetahui mana hal yang benar jika orang tua tidak ikut campur dalam
perselisihanya, kakak akan menyimpan dendam kepada sang adik karena orang tua
selalu membela adiknya ataupun sebaliknya sehingga hal tersebut dapat
memunculkan rasa dendam dan kebencian terhadap saudaranya yang bisa terus
tertanam hingga mereka dewasa, selain itu munculnya regresi pada anak, jika terjadi
pertengkaran ia pasti akan menangis.

2.6. Penatalaksanaan Sibling Rivalry


Menurut Lusa (2010) beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk
mengatasi sibling rivalry, sehingga anak dapat bergaul dengan baik, antara lain:

14
1. Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
2. Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3. Menyukai bakat dan keberhasilan anak-anak Anda.
4. Membuat anak-anak mampu bekerja sama daripada bersaing antara satu
sama lain.
5. Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa
terjadi.
6. Mengajarkan anak-anak Anda cara-cara positif untuk mendapatkan
perhatian dari satu sama lain.
7. Bersikap adil sangat penting, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Sehingga adil bagi anak satu dengan yang lain berbeda.
8. Merencanakan kegiatankeluarga yang menyenangkan bagi semua orang.
9. Meyakinkan setiap anak mendapatkan waktu yang cukup dan kebebasan
mereka sendiri.
10. Orang tua tidak perlu langsung campur tangan kecuali saat tanda-tanda
akan kekerasan fisik.
11. Orang tua harus dapat berperan memberikan otoritas kepada anak-anak,
bukan untuk anak-anak.
12. Orang tua dalam memisahkan anak-anak dari konflik tidak menyalahkan
satu sama lain.
13. Jangan memberi tuduhan tertentu tentang negatifnya sifat anak.
14. Kesabaran dan keuletan serta contoh-contoh yang baik dari perilakuorang
tua sehari-hari adalah cara pendidikananak-anak untuk menghindari
sibling rivalry yang paling bagus.

Sedangkan menurut Priatna dan Yulia (2006), berikut beberapa cara untuk
mengatasi masalah persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry) antara lain:
a. Doronglah anak untuk saling mengungkapkan rasa sayang dan menanamkan
rasa saling memiliki.

15
Anak tidak bisa hanya disuruh menyayangi tapi mereka harus
diajarkan dan dikondisikan bagaimana cara menyayangi. Selain itu tanamkan
rasa saling memiliki. Misalnya kakak membantu adik membereskan mainan
atau adik membantu kakak mencuci sepeda, dan lain sebagainya. Sehingga
menimbulkan rasa saling memiliki antara kakak dan adik, bukannya rasa
persaingan. Ingatkan bahwa saudara kandung adalah teman yang mereka
miliki selamanya. Hal tersebut juga dapat menimbulkan rasa aman dan rasa
diterima dalam diri mereka sehingga hal tersebu juga dapat menumbuhkan
rasa persaudaraan diantara mereka.
b. Jangan membanding-bandingkan namun hargai keunikan anak.
Minimalkan perbedaan antara anak, jangan dibandingkan kelebihan
atau kekurangan anak yang satu dengan yang lainnya. Seringkali orang tua
melakukan hal ini tanpa sadar. Tiap anak mempunyai kelebihan, kekurangan
dan keunikannya masing-masing. Hargailah perbedaan itu dan jangan
membanding-bandingkannya. Selain itu, tiap anak memiliki keunikan
tersendiri. Mereka mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing
oleh karena itu tidak suka dibandingkan dengan anak yang lain. Anak akan
lebih menghargai dan mau bersikap terbuka karena dia tidak dipermalukan di
depan saudaranya. Secara sederhana, orang tua harus bijak dalam membagi
pujian dan kritikan bagi anak-anaknya dengan menganggap bahwa semuanya
memiliki posisi yang sama besar. Adapun cara untuk menghargai keunikan
dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi masing-masing anak sesuai
kemampuan masing-masing.
c. Pupuklah harga diri anak.
Tingkatkan terus harga diri anak dengan bakat atau kelebihan masing-
masing. Anak-anak bisa menjadi iri jika kakak atau adiknya lebih berhasil
atau disukai orang lain. Untuk menaikkan harga diri anak, yang dapat
dilakukan adalah menggali potensi atau kelebihan masing-masing anak

16
sehingga tidak ada anak yang iri dan berkecil hati karena tidak merasa
memiliki suatu kelebihan yang patut dipuji-puji orang lain.
d. Kenali tempramen anak.
Tidak semua anak mudah ditangani. Ada anak sangat penurut dan
mudah diatur, dilain pihak ada anak yang cenderung memberontak. Oleh
karena itu orang tua perlu menggali tempramen masing-masing anak.
e. Ajarkan anak untuk mengatasi konflik.
Konflik bukan ditiadakan, namun sebagai sarana berdamai kembali,
saling memaafkan, dan menyelesaikan masalah. Anak-anak harus diajarkan
untuk mengatasi konflik tidak harus saling bertengkar.
f. Buatlah peraturan yang jelas untuk ditaati.
Anak harus mengetahui dan mematuhi peraturan yang berlaku dalam
keluarga. Misalnya dengan cara tidak boleh saling memukul saat bertengkar,
tidak boleh saling mengejek atau mengeluarkan kata-kata kasar, jika
meminjam barang milik orang lain harus seijin si empunya dan
mengembalikan ketempat semula setelah selesai meminjam.
g. Bersikap adil terhadap setiap anak.
Usahakan supaya orang tua bersikap adil terhadap masing-masing
anak karena rasa cemburu atau iri sangat mudah dipicu dari rasa diperlakukan
tidak adil oleh orang tua. Jika memang orang tua merasa harus membedakan
perlakuan kepada anak yang berkebutuhan khusus misalnya maka orang tua
harus memberikan penjelasan yang masuk akal kepada anak bahwa dia tidak
dibedakan. Yang perlu diingat disini adalah bahwa adil tidak selalu harus
sama banyak, tapi harus sesuai kebutuhan.

17
BAB III
PENUTUP

Rivalitas sering terjadi pada sebagian besar saudara kandung tergantung dari
jumlah saudara yang dimiliki. Dalam keluarga sering terjadi adanya kecemburuan
atau persaingan antar saudara kandung yang baru dilahirkan, sehingga membuat
semua anak akan merasa terancam oleh kedatangan seorang saudara baru. Apabila
rival tersebut ditangani dengan baik maka persaingan yang sehat antar saudara akan
memperoleh suatu bentuk baik secara keterampilan sosial, interpersonal dan kognitif
yang akan mengarah pada perkembangan anak hingga dewasa. Sehingga diperlukan
peran orangtua dalam menangani hal ini baik. Apabila sibling rivalry ini tidak dapat
diatasi dengan baik, dapat merusak kualitas persaudaraan dan menyebabkan perilaku
agresif anak terutama terhadap saudaranya di rumah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Pope, L. (2006). Perception of Sibling Relationship in Middle Childhood and Their


Effects of Adolescent Anxiety and Depression. Master of Arts in Psychology.
University of Canterbury
Havnes, T. (2010). Sibling rivalry Over Parental Care. The Research Council of
Norway: (Unpublished Thesis). University of Oslo
Chen, J., Chengyuan W., Qiong W., Biao L., 2019. Sibling Rivalry vs. Brothers in
Arms: The Contingency Effects of Involvement of Multiple Offsprings on
Risk Taking in Family Firms. China: MDPI
Hashime, R., Ahmad, H., Mazuki. M. A., Bahrin, N. L., Ahmad, A., 2015. Sibling
Rivalry and Offspring Confilct: A Review. USA: American Scientific
Publisher
Lusa, 2010. Sibling rivalry. Dari http://www.lusa.web.id/sibling-rivalry/ Diperoleh 5
Maret 2017
Hurlock, EB. 2007. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Priatna, C., & Yulia, A. (2006). Mengatasi Persaingan Saudara Kandung Pada
Anak-Anak. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.
Setiawati, I. & Zulkida, A. (2007). Sibling Rivalry Pada Anak Sulung yang Diasuh
oleh Single Father. [Jurnal]. Depok: Universitas Gunadarma.
Woolfson, Richard C. 2004. Persaingan saudara kandung: mendorong anak-anak
untuk menjadi sahabat. Alih bahasa: Fransiscus Rudijanto. Jakarta: Erlangga.
Walker, K. 2010. Parenting A Practical Guide To Raising Preschool And
Primaryschool Children. Australia: Penguin Group.

19

Anda mungkin juga menyukai